• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDUKSI TUNAS JERUK PAMELO (Citrus maxima Merr.) KULTIVAR BAGENG SECARA INVITRO DENGAN PEMBERIAN JENIS DAN KONSENTRASI SITOKININ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INDUKSI TUNAS JERUK PAMELO (Citrus maxima Merr.) KULTIVAR BAGENG SECARA INVITRO DENGAN PEMBERIAN JENIS DAN KONSENTRASI SITOKININ"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

INDUKSI TUNAS JERUK PAMELO (

Citrus maxima

Merr.) KULTIVAR BAGENG SECARA

INVITRO

DENGAN PEMBERIAN JENIS DAN KONSENTRASI

SITOKININ

Tesis

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

OLEH

SUHARIJANTO

S.610908008

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

INDUKSI TUNAS JERUK PAMELO (

Citrus maxima

Merr.) KULTIVAR BAGENG SECARA

INVITRO

DENGAN PEMBERIAN JENIS DAN KONSENTRASI

SITOKININ

Disusun oleh:

SUHARIJANTO S.610908008

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Susunan Tim Pembimbig

Jabatan Nama Tandatangan Tanggal

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Endang Yuniastuti, Msi. NIP. 197006091994022001

Pembimbing Pendamping

Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS NIP. 19540805 198103 2 002

Mengetahui

Ketua Program Studi Agronomi

(3)

commit to user

iii

INDUKSI TUNAS JERUK PAMELO (

Citrus maxima

Merr.) KULTIVAR BAGENG SECARA

INVITRO

DENGAN PEMBERIAN JENIS DAN KONSENTRASI

SITOKININ

Disusun oleh :

SUHARIJANTO S.610908008

Telah disetujui oleh Tim Penguji :

Jabatan Nama Tanda

Tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS NIP. 19590711 1984031002

Sekretaris Dr. Ir. Supriyadi, MS NIP. 196203231988031001

Anggota Penguji

Dr. Ir. Endang Yuniastuti, M.Si NIP: 197006091994022001

Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS NIP. 19540805 198103 2 002

Mengetahui,

Direktur Program Pasca Sarjana, Ketua Program Studi Agronomi

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

Nama : SUHARIJANTO

NIM : S.610908009

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “Induksi Tunas Jeruk Pamelo (Citrus Maxima Merr.) Kultivar Bageng Secara Invitro Dengan Pemberian Jenis Dan Konsentrasi Sitokinin”.adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda sitasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, 3 Januari 2011 Yang membuat pernyataan,

(5)

commit to user

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

“Hidup adalah perjuangan”

Persembahan :

Kupersembahkan untuk:

- Isteriku tercinta Farikha Budiastuti, anak-anakku terkasih Hamida Parimita, Rakryanto Priyahita.

(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas tersusunnya tesis

berjudul Induksi Tunas Jeruk Pamelo (Citrus Maxima Merr.) Kultivar Bageng Secara

Invitro Dengan Pemberian Jenis Dan Konsentrasi Sitokinin.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Ir. Hadi Supriyo, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian UMK.

2. Prof. Dr. dr. Sarjadi, SpPA, selaku Rektor UMK

3. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, selaku Direktur Program Pasca Sarjana UNS.

4. Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS, selaku Ketua Pengelola Pascasarjana Jurusan

Agronomi.

5. Ibu Dr. Ir. Endang Yuniastuti, MS. selaku pembimbing utama

6. Ibu Prof. Dr. Ir. Nandariyah, selaku pembimbing pendamping

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna dan oleh karena itu

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan dan

penyempurnaan tesis ini.

Surakarta, 3 Januari 2011

(7)

commit to user

vii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

II. KAJIAN PUSTAKA ... 4

A. Tinjauan Pustaka ... 4

1) Tanaman Jeruk Pamelo (Citrus maxima Merr.)... 4

2) Kultur jaringan ... 6

3) Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin ... 8

4) Pengaruh Sitokinin ... 10

B. Kerangka Berfikir ... 12

C. Hipotesis ... 13

III. BAHAN DAN METODE... 14

A. Tempat Dan Waktu Penelitian... 14

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 14

(8)

commit to user

viii

D. Pelaksanaan Penelitian ... 15

E. Variabel Penelitian ... 15

F. Analisis Statistik ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

A. Kalus ... 21

B. Tunas ... 24

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

A. Kesimpulan ... 28

B. Saran ... 28

(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Jumlah Eksplan Bertunas, Berkalus, Tidak Berkembang (Stagnasi)

(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Diagram Bagan Alir Kerangka Berpikir 13

Gambar 2 . Tunas yang Sedang Aktif Tumbuh Digunakan Sebagai Eksplan 14

Gambar 3. Eksplan Terkontaminasi (A) Cendawan (B) Bakteri 17

Gambar 4. Eksplan (A) Mati, warna mencoklat (B) Stagnasi (Bertahan Hidup Tetapi

Tidak Ada Gejala Tumbuh) 19

Gambar 5. Pola Perubahan Jumlah Eksplan Bertunas, Berkalus, Tidak Berkembang (Stagnasi) dan Coklat (Mati), Selama Masa Percobaan Berlangsung 20

Gambar 6. Letak Terbentuknya Kalus Ditunjukkan oleh Anak Panah 21

Gambar 7. Pengaruh Konsentrasi BA dan Kn Terhadap Persentase Eksplan yang

Membentuk Kalus 22

Gambar 8. Kemunculan Kalus Karena Pengaruh (A) Kinetin 1mg/l, (B) Kinetin 2mg/l, (C) Kinetin 3mg/l, (D) BA 1mg/l ,(E) BA 2mg/l ,(F) BA 3mg/l 23

Gambar 9. Perubahan Warna Kalus (A) Bagian Kalus Hidup Berwarna Putih, (B) Kalus

Mati Berwarna Coklat 24

Gambar 10. Induksi tunas akibat (A) BA 1mg/l, (B) 2mg/l dan (C) 3mg/l pada Media

(11)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

(12)

commit to user

xii

INDUKSI TUNAS JERUK PAMELO (

Citrus maxima

Merr.)

KULTIVAR BAGENG SECARA

INVITRO

DENGAN

PEMBERIAN JENIS DAN KONSENTRASI SITOKININ

SUHARIJANTO

S.610908008

ABSTRAK

Pamelo (Citrus maxima Merr.) kultivar Bageng merupakan salah satu jeruk besar yang berpotensi ekonomi tinggi. Pamelo Bageng tidak menghasilkan biji sehingga perbanyakan tanaman dilakukan secara vegetatif (cangkok dan sambung), sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap tanaman ini guna mendapatkan metode perbanyakan tanaman yang efektif untuk mendukung perbanyakan tanaman tersebut. Penelitian bertujuan untuk mengetahui respon induksi tunas jeruk pamelo (Citrus maxima) bageng akibat pemberian jenis dan konsentrasi sitokinin, secara in vitro.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Muria Kudus, pada bulan Januari sampai Juni 2010.

Eksplan berupa nodia yang diambil dari lapangan. Eksplan dipelihara pada medium padat MS dengan penambahan sitokinin berupa Benzyladenin (BA)(1 mg/l, 2 mg/l, 3 mg/l) dan Kinetin (1 mg/l, 2 mg/l, 3 mg/l). Parameter yang diamati meliputi saat muncul kalus, warna dan tekstur kalus, persentase eksplan yang membentuk kalus, saat terbentuk tunas, persentase eksplan yang membentuk tunas dan jumlah tunas per eksplan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar eksplan menghasilkan kalus . Kalus muncul mulai hari keempat setelah tanam. Secara visual ukuran, warna dan tekstur kalus pada setiap eksplan tidak terdapat perbedaan. Media MS dengan BA menghasilkan persentase eksplan berkalus lebih banyak dibanding MS + kinetin. Dari 137 botol eksplan yang tidak terkontaminasi, hanya 7 botol yang membentuk tunas yaitu pada media MS + BA 1 mg/l (2botol), MS + BA 2 mg/l (4 botol), dan MS + BA 3mg/l (1 botol). Setiap eksplan hanya menghasilkan satu tunas (tidak terjadi multiplikasi). Media MS + Kinetin tidak membentuk tunas.

(13)

commit to user

xiii

IN VITRO SHOOTS INDUCTION OF BAGENG PUMMELO

CULTIVAR (

Citrus maxima

Merr.) BY TYPE AND

CONCENTRATION OF CYTOKININ

SUHARIJANTO

S.610908008

ABSTRACT

Bageng Pummelo (Citrus maxima Merr..) is one of the big orange with high economic potential. Bageng Pummelo not produce seeds that carried through vegetative propagation (grafting), so need to do research on this plant in order to obtain an effective plant propagation methods to support the propagation of these plants. This research aims to study the response of shoots induction Bageng Pummelo as result of the type and concentration of cytokines, by in vitro method. The experiment was conducted at Tissue Culture Laboratory of Agricultural Faculty of Muria Kudus University, in January to June 2010.

Methods of research used was single factor experiment, arranged in Complete Random Design (CRD). Explants taken from the field. Explants maintained on MS agar medium with cytokines such Benzyladenin (BA)(1 mg / l, 2 mg / l, 3 mg / l) and Kinetin (1 mg / l, 2 mg / l, 3 mg / l). The parameters observed included time appeared callus, color and texture of callus, the percentage of explants that formed callus, formed shoots time, the percentage of explants that formed shoots and number of shoots per explant.

Result of research showed that most of the explants produced callus. Callus appeared in fourth day after planting. There is no difference in size, color and texture in each explant callus, visually. MS medium with BA produced a percentage of explants that produced callus more than MS + kinetin. Of 137 bottles uncontaminated explants, only 7 bottles that produced shoots on MS medium ie MS+ BA 1 mg / l (2 bottle ), MS + BA 2 mg / l (4 bottles), and MS + BA 3mg / l (1 bottle .) Each explant produced only one shoot (no multiplication). Media MS + Kinetin did not produced shoots.

(14)

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jeruk pamelo merupakan salah satu jenis buah-buahan yang sudah dikenal sejak

lama di Indonesia. Beberapa ahli menduga bahwa tanaman jeruk pamelo merupakan salah

satu jenis tanaman asli Indonesia. Kebutuhan akan buah jeruk pamelo meningkat dari

tahun ke tahun bersamaan meningkatnya permintaan pasar baik dalam maupun luar negeri.

Meningkatnya pendapatan perkapita dan kesadaran orang akan kebutuhan sebagai sumber

gizi menyebabkan meningkatnya permintaan pasar akan kebutuhan buah-buahan.

Populasi tanaman jeruk pamelo di Indonesia tersebar secara luas di seluruh pelosok

nusantara. Di Indonesia varietas jeruk pamelo ada beberapa macam diantaranya Adas

Duku, Bali Merah, Bali Putih, Nambangan, Srinyonya, dan beberapa jenis lokal lainnya.

Di Kabupaten Pati terdapat satu jenis jeruk pamelo dan sedang dikembangkan oleh

pemerintah daerah Pati, yaitu jeruk pamelo Bageng. Jenis jeruk ini telah didaftarkan di

Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) dan sudah dikaji oleh Tim Penilai Pelepas Varietas

Tanaman pada tanggal 2 Juli 2009 untuk direkomendasikan sebagai varietas unggul

nasional. Tanggal 10 Februari 2010 pamelo Bageng ditetapkan sebagai varietas unggul

nasional.

Menurut Kompas (2009) permintaan jeruk pamelo Bageng terus meningkat meski

harganya lebih mahal (karena unggulnya), sehingga produksi belum mencukupi kebutuhan

konsumsi. Dengan meningkatnya permintaan pasar pada komoditas buah-buahan, buah

jeruk Bageng yang memiliki rasa khas banyak diminati masyarakat. Rasa daging buah

manis tanpa getir sedikitpun meski buah belum matang, dengan kandungan air tinggi

membuat jeruk Bageng terasa segar saat dikonsumsi.

Jeruk Bageng tidak berbiji dan oleh karenanya, berdasarkan hasil pengamatan di

lapangan, selama ini petani memperoleh bibit jeruk pamelo dalam bentuk okulasi antara

jeruk Karag sebagai batang bawah dan jeruk pamelo Bageng sebagai batang atas, atau

pencangkokan. Jumlah pohon induk yang terbatas menyebabkan hasil perbanyakan tidak

banyak. Teknik cangkok menyebabkan tajuk pohon induk rusak dan memerlukan waktu

lama.

Sementara untuk pengembangannya, diperlukan jumlah bibit banyak dalam waktu

(15)

commit to user

2

dalam jumlah yang besar dan waktu yang singkat. Menurut Suryowinoto (1996) salah satu

alternatif pemecahan masalah yaitu melalui teknik kultur jaringan atau teknik invitro. Dalam budidaya tanaman dengan menggunakan teknik invitro, pemberian zat pengatur tumbuh dalam media tanam dan pemilihan eksplan sebagai bahan inokulum

awal yang ditanam dalam media perlu diperhatikan karena mempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan eksplan tersebut menjadi bibit yang baru. Zat pengatur tumbuh yang

sering diberikan adalah auksin dan sitokinin.

Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dalam mengatur pembelahan

sel serta mempengaruhi diferensiasi tunas pada jaringan kalus. Menurut Mariska et al., (1987) Benzyl Adenine (BA) merupakan zat pengatur tumbuh sintetik yang daya

rangsangnya lebih lama dan tidak mudah dirombak oleh sistem enzim dalam tanaman. BA

dapat merangsang pembentukan akar dan pembentukan tunas.

Pemakaian sitokinin dalam perbanyakan jeruk secara in vitro telah dilakukan oleh Tao et al. (2004) pada jeruk pamelo dengan eksplan daun yang mendapatkan bahwa BA konsentrasi 0.89 µM menghasilkan jumlah tunas terbanyak (5-7 tunas); Mukhtar et al.

(2005) pada Citrus reticulata mendapatkan 1 mg/l BAP dan 1.5 mg/l kinetin menghasilkan persentase tunas tertinggi.

Belum ada informasi tentang perbanyakan secara in vitro pada jeruk Bageng. Oleh karena itu penelitian in vitro terhadap jeruk pamelo Bageng perlu dilakukan mengingat kebutuhan bibit berkualitas terus meningkat dan harus dipenuhi, tanpa harus merusak

tanaman induk oleh karena metoda perbanyakan okulasi dan cangkok.

B. Perumusan Masalah

Jeruk Bageng banyak diminati konsumen sehingga pasokan tidak mencukupi

kebutuhan. Teknik perbanyakan jeruk Bageng masih menggunakan cara okulasi dan

cangkok. Cara ini menghasilkan jumlah bibit sedikit dan merusak tanaman induk yang

jumlahnya terbatas. Untuk mendapatkan jumlah bibit banyak dengan kualitas baik dalam

waktu singkat dapat ditempuh dengan teknik kultur jaringan. Sementara belum ada

informasi mengenai aplikasi teknik kultur jaringan pada jeruk Bageng.

Permasalahan yang dipelajari dalam penelitian ini adalah pengaruh konsentrasi zat

pengatur tumbuh sitokinin (BA dan Kinetin) dalam perbanyakan tunas jeruk Bageng

(16)

commit to user

3

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui respon induksi tunas jeruk pamelo (Citrus maxima Merr.) varietas Bageng akibat pemberian jenis dan konsentrasi sitokinin, secara

invitro.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan tentang teknik

perbanyakan tanaman jeruk Bageng secara in vitro yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh pemerintah Kabupaten Pati untuk mempercepat penyediaan bibit dalam rangka

(17)

commit to user

terbesar. Nama pamelo disarankan oleh Kementerian Pertanian karena jeruk ini

tidak ada kaitannya dengan Bali.

Jeruk ini termasuk jenis yang mampu beradaptasi dengan baik pada daerah

kering dan relatif tahan penyakit, terutama Citrus Virus Phloem Degeneration

(CVPD) yang pernah menghancurkan pertanaman jeruk di Indonesia.

Beberapa kultivar unggulan Indonesia: Nambangan, Srinyonya, Magetan,

Bageng (tanpa biji). Tiga kultivar yang pertama ditanam di sentra produksi jeruk

pamelo di daerah Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun, sedangkan yang

terakhir ditanam di daerah Bageng, Kabupaten Pati.

Klasifikasi jeruk pamelo sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales

Famili : Rutaceae (suku jeruk-jerukan)

Genus : Citrus

Spesies : Citrus maxima Merr.

Buahnya berbentuk bulat dengan bagian atas agak meruncing dan bagian

bawah mendatar. Ukuran buahnya tidak begitu besar dibanding jeruk pamelo

lainnya. Kulit buah bagian luar berwarna hijau saat muda dan setelah tua berubah

menjadi kekuning-kuningan. Keadaan kulitnya lebih tipis dibanding jeruk lainnya.

Daging buah berwarna merah muda dengan rasa manis, teksturnya halus, dan

berair banyak. Daging buah sangat rapat satu dengan lainnya. Jumlah biji sedikit,

(18)

commit to user

5

pohon agak rendah dan melebar dengan percabangan tidak teratur. Ujung

percabangan biasanya merunduk. Garis tengah batang antara 10-30 cm (Christman,

2008). Kulit batang agak tebal dan berwarna cokelat kekuningan. Seperti spesies

jeruk lainnya, cabang dan ranting jeruk pamelo pun bersudut saat masih muda dan

membulat saat tua. Keadaan batangnya ada yang berduri dan ada yang tidak

berduri. Namun, biasanya duri tersebut ada pada tanaman yang berasal biji dan

masih muda. Setelah dewasa duri-duri tersebut biasanya hilang. Daun tanaman ini

berwarna hijau kuning agak suram dan berbulu. Akan tetapi, daun yang masih

muda kebanyakan tidak berbulu. Bentuk daun bulat telur dengan ujung tumpul dan

letaknya terpencar-pencar. Tepi daun agak rata, tetapi dekat ujung agak berombak.

Tangkai daun bersayap lebar berwarna hijau kekuningan. Bunga jeruk pamelo

berupa bunga majemuk atau bunga tunggal yang bertandan. Bentuknya agak besar

dan berbau harum. Kelopak bunga membentuk lonceng dengan tajuk berjumlah

4-5. Benangsari tegak, jumlahnya 25-34-5. Bakal buah berbentuk bulat kerucut dengan

jumlah biasanya dua buah (Manner et al., 2006).

Daging buah jeruk pamelo yang segar banyak mengandung air dapat

dikonsumsi langsung setelah dikupas dengan tangan atau dicampur dalam rujak.

Bagian dalam kulit buah yang berwarna putih dapat dijadikan manisan setelah

dibuang bagian kulit luarnya yang banyak mengandung kelenjar minyak. Di

Vietnam, bunga digunakan untuk membuat parfum. Kayu dimanfaatkan untuk

gagang perkakas. Pohon jeruk pamelo yang kualitas buahnya rendah pun masih

tetap dipelihara untuk dimanfaatkan daun, bunga, buah, dan bijinya untuk obat

batuk, demam, dan gangguan pencernaan (Manner, 2006).

Jeruk dapat tumbuh di sembarang tempat. Namun, tanaman ini akan

memberikan hasil optimum bila ditanam di lokasi yang sesuai. Ketinggian tempat

yang sesuai untuk tanaman ini yaitu dataran rendah sampai 700 m di atas

permukaan laut. Sedangkan yang ditanam di atas ketinggian tersebut rasa buahnya

lebih asam. Suhu optimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya berkisar antara

25-30° C. Sedangkan sinar matahari harus penuh agar produksi optimum. Tanah

yang disukai tanaman jeruk ialah tanah gembur, porous, dan subur. Kedalaman

permukaan air tanah tidak lebih dari 1,5 m pada musim kemarau dan tidak boleh

kurang dari 0,5 m pada musim hujan. Tanah tidak boleh tergenang air karena akar

(19)

commit to user

6

Curah hujan berkisar antara 1.000-1.200 mm per tahun dengan kelembapan udara

50-85% (Christman, 2008).

Secara tradisonal, perbanyakan jeruk dilakukan dengan biji, sambung

(okulasi) atau dengan pencangkokan. Teknik ini mempunyai kelemahan jika

dibandingkan dengan teknik kultur jaringan.

2) Kultur jaringan

Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang

serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang

steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat

memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.

Landasan kultur jaringan didasarkan atas tiga kemampuan dasar dari

tanaman (George, 1993), yaitu:

1. Totipotensi, yaitu potensi atau kemampuan dari sebuah sel untuk tumbuh dan

berkembang menjadi tanaman secara utuh jika distimulasi dengar benar dan

sesuai. Implikasi dari totipotensi adalah bahwa semua informasi tentang

pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme terdapat di dalam sel.

Walaupun secara teoritis seluruh sel bersifat totipotensi, tetapi yang

mengekspresikan keberhasilan terbaik adalah sel yang meristematik.

2. Dediferensiasi, yaitu kemampuan sel-sel dewasa (mature) kembali menjadi ke kondisi meristematik dan berkembang dari satu titik pertumbuhan baru yang

diikuti oleh rediferensiasi yang mampu melakukan reorganisasi manjadi organ

baru.

3. Kompetensi menggambarkan potensi endogen dari sel atau jaringan untuk

tumbuh dan berkembang dalam satu jalur tertentu. Contohnya embrioagenicali competen cel adalah kemampuan untuk berkembang menjadi embrio funsional penuh. Sebaliknya adalah non-kompeten atau morfogeneticali tidak mempunyai kemampuan.

Dalam pelaksanaannya dijumpai beberapa tipe-tipe kultur (Gunawan,

1995), yakni:

(20)

commit to user

7

2. Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun,

helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar dll.

3. Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai bahan

eksplannya.

4. Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media cair dengan pengocokan yang terus menerus menggunakan shaker dan

menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya

eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.

5. Kultur protoplasma. Eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas

bagian dinding selnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan

pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan membentuk dinding

selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi

somatik atau fusi sel soma (fusi dua protoplas baik intraspesifik maupun

interspesifik).

6. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman,

yakni: kepalasari/ anther (kultur anther/kultur mikrospora), tepungsari/

pollen (kutur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.

Media sebagai tempat tumbuh eksplan memegang peranan penting karena

fungsinya menyediakan hara makro dan mikro. Kedalam media juga ditambahkan

sumber energi, zat pengatur tumbuh dan lainnya yang dapat mendukung

pertumbuhan eksplan (George, 1993). Banyak ragam komposisi media, tetapi yang

sering digunakan adalah Murashige and Skoog (MS). Media ini kini telah banyak

dimodifikasi oleh para pengguna, misalnya yang disebut sebagai media setengah

MS yang mengandung setengah bagian unsur makro (dari yang seharusnya/dasar)

dan satu bagian unsur mikro.

Pada penelitian kultur jaringan jeruk, media MS digunakan oleh Paudyal

dan Haq (2000), Mukhtar et al. (2005), dan media setengah MS digunakan oleh Bhalla et al. (2009).

Dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan eksplan merupakan

(21)

commit to user

8

pemilihan sebagai bahan kultur adalah jenis tanaman, bagian tanaman yang

digunakan, morfologi permukaan, lingkungan tumbuhnya, kondisi tanaman, dan

musim waktu mengambilnya. Umumnya bagian tanaman yang digunakan sebagai

eksplan adalah jaringan muda yang sedang aktif karena mempunyai regenerasi

yang tinggi.

Penggunaan eksplan dari jaringan muda lebih sering berhasil karena

sel-selnya aktif membelah, dinding sel tipis karena belum terjadi penebalan lignin dan

selulose yang menyebabkan kekakuan pada sel. Gunawan (1995) menyatakan

bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan adalah : pucuk muda,

batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil. Menurut Wattimena (1992)

perbedaan dari bagian tanaman yang digunakan akan menghasilkan pola

pertumbuhan yang berbeda. Eksplan tanaman yang masih muda menghasilkan

tunas maupun akar adventif lebih cepat bila dibandingkan dengan eksplan tanaman

yang sudah tua.

Ali dan Mirza (2006) meneliti berbagai tipe eksplan Citrus jambhiri Lush., yaitu batang, akar, daun dan kotiledon. Eksplan batang menghasilkan persentase

tertinggi dalam menghasilkan kalus jika dibanding lainnya. Dari kalus tersebut

ditumbuhkan tunas dan kemudian akar, dan eksplan batang menghasilkan tunas

dan akar terbanyak.

3) Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin

Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan

hara yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat dan merubah proses fisiologi tumbuhan. Dalam kultur jaringan, ada dua golongan zat

pengatur tumbuh yang sangat penting adalah auksin dan sitokinin. Auksin dan

sitokinin mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel,

jaringan dan organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang

diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan

arah perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen,

mengubah level zat pengatur tumbuh endogen sel. Level zat pengatur tumbuh

endogen ini kemudian merupakan trigerring factor untuk proses-proses yang tumbuh dan morfogenesis (Abidin, 1995).

Golongan sitokinin adalah turunan dari adenine (Wikipedia, 2009).

(22)

commit to user

9

Sitokinin ada yang alamiah dan sintetis. Sitokinin yang pertama ditemukan, adalah

kinetin yang diisolasi oleh Skoog dalam laboratorium Botany di University of

Wisconsin. Kinetin diperoleh dari DNA ikan Herring yang diautoklaf dalam

larutan yang asam. Persenyawaan dari DNA tersebut sewaktu ditambahkan ke

dalam media untuk tembakau, ternyata merangsang pembelahan sel dan

differensiasi sel. Persenyawaan tersebut kemudian dinamakan kinetin. Fungsi

sitokinin terhadap tanaman antara lain adalah:

1. Memacu terbentuknya organogenesis.

2. Memacu terjadinya pembelahan sel.

3. Kombinasi antara auxin dan sitokinin akan memacu pertumbuhan kalus.

Sitokinin adalah kelompok zat pengatur tumbuh yang merangsang

pembelahan sel. Mereka utamanya terlibat dalam pertumbuhan sel, diferensiasi

dan proses-proses fisiologis lainnya. Ada dua tipe sitokiin, yaitu tipe adenin yang

direpresentasikan oleh kinetin, zeatin, dan 6-benzylaminopurin (BAP), dan tipe

diphenylurea atau thidiazuron (TDZ). Biosintesa Sitokinin tipe adenin terdapat di batang, daun dan akar dimana terdapat kambium atau jaringan yang aktif

membelah. Belum ada bukti TDZ dibentuk secara alami. Sitokinin terlibat dalam

signalling lokal ataupun jauh pada mekanisme transpor purin dan nukleotida

(Wikipedia, 2009).

Sitokinin terlibat dalam banyak proses, meliputi pembelahan sel,

pembentukan tunas dan akar, pematangan khloroplas, pembesaran sel,

pemunculan dan penuaan tunas ketiak daun. Rasio auksin terhadap sitokinin

penting selama pembelahan sel dan diferensiasi jaringan-jaringan tanaman.

Kelompok hormon ini secara khusus menginduksi transisi dari pertumbuhan

apikal ke pertumbuhan melalui sebuah sel apikal dalam moss protonema. Induksi

tunas ini dapat mengarah ke diferensiasi sel tunggal khusus, dan ini merupakan

efek khusus dari sitokinin (Wikipedia, 2009).

Kinetin (Kn) adalah salah satu macam sitokinin. Diberi nama kinetin

karena kemampuannya menginduksi pembelahan sel. Kinetin sering digunakan

pada kultur jaringan tanaman untuk menginduksi pembentukan kalus

(bekerjasama dengan auksin) dan untuk meregenerasi jaringan pucuk dari kalus

(dengan konsentrasi auksin rendah). Kinetin dapat dibuat secara artifisial. Kinetin

(23)

commit to user

10

berbagai tanaman. Sejak 1994 kinetin secara luas diuji pengaruhnya untuk anti

penuaan kulit manusia. Dan sekarang kinetin digunakan secara luas sebagai

komponen berbagai kosmetik pemeliharaa kulit (Wikipedia, 2009).

6-Benzylaminopurine (C12H11N5 ) atau BAP atau Benzyladenin (BA) merupakan generasi pertama sitokinin sintetis yang mempengaruhi respon

pertumbuhan dan perkembangan tanaman, pembentukan bunga dan merangsang

jumlah buah dengan cara merangsang pembelahan sel. Hormon ini merupakan

penghambat respiratory kinase dalam tanaman, dan meningkatkan hasil panen sayuran hijau (Wikipedia, 2009).

4) Pengaruh Sitokinin

Tao et al. (2004) meneliti pengaruh zat pengatur tumbuh dan macam eksplan terhadap regenerasi tanaman Citrus maxima. Eksplan daun dengan 2,4-D memunculkan kalus. Dari kalus yang muncul, kalus yang berwarna hijau yang

dapat membentuk tunas (lebih dari 13 tunas per kalus), setelah diberi BA dengan

konsentrasi 6.66 µM. Eksplan pucuk langsung menghasilkan tunas sebanyak 5-7

tunas pada media dengan BA 0.89 M, dan akar muncul setelah tunas tunas ditanam

pada media mengandung 9.84 µM IBA. Akar juga muncul dari tunas

padaperlakuan NAA 5.37 µM.

Penelitian untuk mengeksplor tipe eksplan dari lapang, ZPT dan

penambahan organik pada proses regenerasi jeruk Kinow (Citrus reticulata) oleh Mukhtar et al. (2005) menggunakan Media MS ditambah (0.25, 0.5, 1.0, dan 2 mg/l) BAP; kinetin (0.5, 1.0, 1.5, 2.0 mg/l) untuk menghasilkan tunas-tunas baru.

Setelah muncul tunas kecil, tunas dipisah satu persatu dan dikultur pada media

MS yang mengandung (1.0, 1.5, 2.0 mg/l) NAA untuk inisiasi akar. Persentase

keberhasilan: Eksplan pucuk pada media MS dengan 1 mg/l BAP dan 1.5 mg/l

kinetin menghasilkan persentase tunas tertinggi. Persentase pembentukan tunas

ditemukan lebih tinggi pada eksplan pucuk daripada nodia. Pucuk yang ditanam

pada media MS dengan 1.0 mg/l BAP menghasilkan lebih dari 84% ; semakin

tinggi BAP semakin meningkat tetapi menurun pada 2 mg/l. Kinetin juga berhasil

menghasilkan pucuk tetapi lebih rendah (80%) dari BAP. Rata-2 tunas per eksplan

tertinggi pada 1.5 kinetin dan 0.5 mg/l dan BAP. Eksplan nodia pada media MS

dengan 2 mg/l NAA menghasilkan lebih banyak akar. Pada eksplan pucuk, ada

(24)

commit to user

11

membentuk akar berkurang. Jumlah tunas terbentuk: BAP terbaik 0.5 mg/l yaitu

7.33. jumlah dari eksplan pucuk lebih tinggi daripada eksplan nodia. Untuk kinetin

terbaik 1.5 mg/l yaitu 7.99.

Penelitian Rahman et al. (2004) pada zaitun, eksplan internodia diambil dari lapangan ditanam pada media 1/2MS (hara makro setengah hara mikro

penuh). Untuk menginduksi kalus digunakan 2,4-D secara sendiri atau

dikombinasi dengan BA dan Kn. Kalus dipindah ke media yang mengandung BA,

Kn, NAA untuk ditumbuhkan tunas. Sedang untuk menumbuhkan akar ditanam

pada media MMS2 (setengah unsur makro dan setengah unsur mikro) dengan

hormon auksin (NAA, IBA atau IAA) secara tunggal. Mereka mendapatkan kalus

muncul dari bagian bawah potongan setelah 4 mgg. Pada minggu ke 6 hampir

semua eksplan terpenuh kalus terutama pada hormon 2,4-D 0.1-1.0 mg/l secara

tunggal atau kombinasi dengan BA/Kn 0.5-2.0 mg/l. Persentase tertinggi pada 0.5

BA + 0.5 mg 2,4-D mg/l yaitu 75%. Kalus kompak dengan warna kehijauan.

Tidak muncul tunas selama eksplan ditanam pada media penumbuh kalus. Tunas

muncul setelah 4 minggu dipindah ke media penumbuh tunas. Kalus yang

menghasilkan tunas, Persentase tetinggi (80%) dengan jumlah tunas terbanyak

(15) per kultur ada pada BA 1.0 mg/l dengan NAA 0.1 mg/l.

Pada Citrus jambhiri (Ali dan Mirza, 2006) BA 3 mg/l menyebabkan 83% eksplan menghasilkan tunas dan ini merupakan persentase tertinggi dibanding

konsentrasi lainnya diikuti BA 1 mg/l sebesar 76%. Kombinasi BA dengan NAA

pada berbagai konsentrasi menghasilkan tunas lebih rendah. Pengakaran terbaik

pada NAA 0.5 mg/l, 70% tunas menghasilkan akar, sama baiknya dengan 2,4-D 1

mg/l.

Altaf et al. (2009) telah memakai media MS yang diperkaya dengan BA, Kn, 2,4-D dan NAA untuk mendapatkan kalus berbagai jenis tanaman jeruk Citrus reticulata, Citrus aurantium, Citrus sinensis, Citrus paradisi, Citrus aurantifolia. Semua jenis tanaman jeruk tersebut berhasil menghasilkan kalus dan ini

menunjukkan media MS sesuai. Sedangkan Nhan dan Chau (2009) mendapatkan

bahwa pengakaran tunas jeruk “Volkamer lemon” (Citrus volkameriana)lebih mudah dilakukan pada media setengah MS.

Wulandari, Syafii dan Yossilia (2004) menggunakan eksplan daun jeruk

(25)

commit to user

12

BA jumlah akar terbanyak pada pemberian kombinasi 1 ppm NA dan 10 ppm BA

yaitu 29,66 buah.

Paudyal dan Haq (2000) mengembangkan protokol perbanyakan in vitro

jeruk pamelo (Citrus grandis) dengan menggunakan eksplan pucuk pada media MS sebagai penumbuh perbanyakan tunas.setelah 6 minggu didapat tunas rata-rata

5.2 dari BA konsentrasi 1.8 M. NAA dengan sitokinin tidak meningkatkan

pembentukan tunas. Pada media penginduksi akar (1/2MS), NAA menghasilkan

akar lebih banyak (superior) dibanding IBA. Peningkatan konsentrasi dari 1.3 ke

10.7 µM pada NAA terus meningkatkan jumlah akar dari 1.5 ke 4 akar per eksplan

sedang IBA tetap saja hanya menghasilkan 1 akar.

B. Kerangka Berfikir

Peningkatan kesejahteraan dan kesadaran akan gizi menyebabkan kebutuhan

konsumsi jeruk Bageng terus meningkat sementara produksi masih terbatas.

Peningkatan kebutuhan juga disebabkan keunggulan jeruk Bageng sehingga makin

banyak penggemarnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu dilakukan

peningkatan produksi yang biasanya ditempuh dengan ekstensifikasi (perluasan

pertanaman) dan intensifikasi. Perluasan pertanaman jeruk telah dilakukan

Pemerintah Kabupaten Pati namun dalam pengadaan bibitnya masih menggunakan

teknik perbanyakan vegetatif konvensional (cangkok) sehingga proses perluasan

lambat karena bibit yang didapat tidak banyak dan merusak tanaman induk.

Sementara terdapat teknik perbanyakan yang dapat menghasilkan lebih banyak

bibit dalam waktu lebih cepat, yaitu teknik kultur jaringan. Teknik ini telah

diaplikasikan pada berbagai jenis tanaman dan berbagai jeruk, namun belum pada

jeruk Bageng. Berdasar prinsip kultur jaringan, jeruk Bageng dimungkinkan untuk

diperbanyak secara kultur jaringan.

Aplikasi kultur jaringan pada jeruk Bageng dapat memenuhi kebutuhan bibit

dalam jumlah banyak dalam waktu singkat, dengan kualitas seragam dan sama dengan

sifat-sifat induknya.

(26)

commit to user

13

Gambar 1. Diagram Bagan Alir Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

Pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh BA dan Kinetin pada konsentrasi

yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan eksplan jeruk Bageng (Citrus maxima

Merr.) yang terbaik.

Bibit Jeruk Pamelo Bageng yang Seragam, Bebas Penyakit dan Tersedia dalam Jumlah Banyak,

Serempak dan Cepat Perbanyakan Bibit Jeruk Pamelo Bageng Secara In

Vitro

Perbanyakan Bibit Jeruk Pamelo Bageng Pengembangan Pertanaman

Jeruk Pamelo Bageng di Kabupaten Pati

Zat Pengatur Tumbuh: · BA

(27)

commit to user

14

III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian

Universitas Muria Kudus, Kudus , Jawa Tengah, pada bulan Desember 2009 sampai

dengan April 2010.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Eksplan berupa nodia yang diambil dari tanaman induk jeruk Bageng di desa

Bageng, Kabupaten Pati. Tunas yang sedang aktif tumbuh berumur satu bulan

(Gambar 2) digunakan sebagai eksplan, dipotong, setiap potong mengandung satu

nodia. Pucuk tunas tidak digunakan sebagai eksplan.

Gambar 2 . Tunas yang Sedang Aktif Tumbuh Digunakan Sebagai Eksplan

Media MS (1962) digunakan sebagai media tanam. Komposisi hara dan

vitamin yang digunakan sebagaimnana pada Lampiran 1.

Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah golongan sitokinin yaitu

Benzyladenin (BA) dan Kinetin (Kn).

C. Metoda Penelitian

Metoda yang digunakan adalah eksperimen, menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan perlakuan berupa Media MS dengan berbagai variasi

(28)

commit to user

tekanan 15 psi selama 20 menit.

Eksplan disterilkan dengan cara dicuci dengan detergen, dibilas dengan air

mengalir sampai bersih, direndam dengan 3 mg Dithane 80WP dan 2 mg Agrept

20WP dalam 1 liter aquades selama 12 jam, dicuci air steril tiga kali. Bagian tanaman

yang digunakan sebagai eksplan adalah lima tunas dari pucuk. Eksplan

dipotong-potong dan setiap dipotong-potongan terdapat satu buku, kemudian ditanam dalam kultur

aseptik.

Keasaman media diatur sehingga pH 5.8 + 0.1 sebelum disterilkan dengan

autoklaf pada tekanan 15 psi dan suhu 121oC selama 20 menit. Media padat

menggunakan 8 g/l agar ditambah 30 g/l sukrosa. Media disterilkan kemudian dituang

kedalam botol kultur sebanyak 20 ml ditutup dengan aluminium foil dan selanjutnya

disterilkan dalam autoklaf, media dibiarkan selama 3 hari di rak kultur untuk melihat

terkontaminasi atau tidak.

Penanaman eksplan dilakukan dalam Laminar Air Flow yang sudah

disterilkan. Kultur menggunakan tabung gelas kapasitas 100 ml dengan diameter 4

cm. Botol yang telah berisi satu eksplan diletakkan pada rak kultur pada lingkungan

suhu 25oC + 1oC, lama penyinaran 16 jam menggunakan lampu intensitas 2000 –

3000 lux.

E. Variabel Penelitian

Pengamatan dilakukan terhadap kalus (saat muncul, warna dan tekstur),

persentase eksplan yang membentuk kalus, saat terbentuk tunas, persentase eksplan

yang membentuk tunas dan jumlah tunas per eksplan.

Pengamatan dilakukan setelah tujuh hari setelah tanam dengan interval tujuh

hari.

F. Analisis Statistik

Data tentang saat muncul kalus, warna dan tekstur kalus, saat terbentuk

tunas, persentase eksplan yang membentuk tunas dan jumlah tunas per eksplan yang

(29)

commit to user

16

dianalisis Analysis of Variance (Anova) , dan untuk mengetahui perbedaan rerata pengaruh antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test

(30)

commit to user

17

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari pohon induk

di kebun petani, sehingga kemungkinan bahan tanaman mengandung debu,

kotoran-kotoran, dan berbagai kontaminan hidup pada permukaannya, sangat besar meski

kondisi tanamannya dalam keadaan sehat. Kontaminan hidup dapat berupa cendawan,

bakteri, serangga dan telurnya, tungau serta spora-spora. Pada media yang

mengandung gula, vitamin dan mineral, kontaminan terutama cendawan dan bakteri

dapat tumbuh secara cepat. Dalam beberapa hari, kontaminan memenuhi seluruh botol

kultur. Eksplan yang tertutup kontaminan akhirnya mati, dapat sebagai akibat

langsung dari serangan cendawan/bakteri.

(31)

commit to user

18

Kontaminasi terjadi sejak umur 3 hari setelah tanam (HST) sampai dengan 7

HST. Penyebabnya berupa cendawan putih dengan spora hitam, dan bakteri yang

mengeluarkan eksudat berupa lendir putih. Contoh eksplan terkontaminasi seperti

Gambar 3.

Kontaminasi juga terjadi karena adanya kontaminan internal, terutama bakteri.

Kontaminan internal ini sangat sulit dihilangkan, karena sterilisasi permukaan tidak

dapat mencapainya. Upaya menghilangkan kontaminan internal ditempuh dengan

perlakuan antibiotik atau fungisida yang sistemik.

Bagian tanaman yang dipergunakan sebagai ekplan berupa tunas lateral yang

sedang tumbuh dengan ukuran panjang antara 5 cm sampai 10 cm sehingga sel-sel

sekulen, yaitu bersifat meristematik dan mudah diisolasi karena kandungan air yang

cukup. Pemakaian eksplan yang berasal dari tunas meristem diharapkan dapat

memperkecil tingkat kontaminasi. Sel-sel aktif membelah diharapkan kecepatan

pembelahan sel lebih dari kecepatan pertumbuhan / perkembangbiakan kontaminan.

Pemakaian eksplan yang berbulu atau tidak berbulu dapat secara langsung

mempengaruhi tingkat kontaminasi. Morfologi permukaan eksplan tidak berbulu

sehingga lebih memudahkan kontaminan bersentuhan langsung dengan sel jaringan

eksplan, meningkatkan peluang terjadinya serangan kontaminan. Sedangkan untuk

eksplan yang berbulu, metode sterilisasi membutuhkan cara tersendiri misalnya

dengan menggunakan larutan Tween 20 agar proses sterilisasi dapat langsung

bersentuhan dengan permukaan eksplan.

Dalam penelitian ini dari jumlah satuan percobaan 180 botol, yang mengalami

kontaminasi 43 botol (24%); 24 botol (13%) disebabkan cendawan dan 19 botol

(11%) disebabkan bakteri, sehingga terdapat 137 botol tidak terkontaminasi .

Kontaminasi dapat terjadi karena beberapa hal, misalnya kesalahan teknis

setelah proses otoklaf, tutup botol kultur tidak dikencangkan kembali sehingga pada

waktu penanaman kontaminan masuk dalam botol kultur. Disamping itu juga karena

upaya sterilisasi yang dilakukan tampaknya belum sempurna, terlihat dari adanya

eksplan yang ditanam masih mengalami kontaminasi dan adanya eksplan mati

mencoklat akibat terlalu kerasnya proses sterilisasi. Eksplan yang mati berwarna

kecoklatan, pada umumnya media berubah warna dari jernih menjadi kecoklatan

(32)

commit to user

19

Eksplan dalam 137 botol yang tidak terkontaminasi selanjutnya ada yang

menghasilkan kalus, bertunas, stagnasi, dan mati. Tabel 1 memuat jumlah

masing-masing eksplan tersebut, dan secara grafis pada Gambar 5.

Gambar 4. Eksplan (A) Mati, warna mencoklat (B) Stagnasi (Bertahan Hidup Tetapi Tidak Ada Gejala Tumbuh)

Jumlah eksplan berkalus terus berkurang sejak minggu kedua dan semua mati

pada minggu kelima. Sedang eksplan yang stagnasi baru berkurang (mati) mulai

minggu ketiga. Kematian eksplan ditandai dengan perubahan warna secara pelan;

kalus berubah dari putih ke coklat, sedangkan eksplan yang stagnasi dari hijau ke

coklat. Kematian eksplan berkalus lebih cepat diduga karena tingkat kepekaan sel

A

(33)

commit to user

20

kalus lebih tinggi daripada sel jaringan eksplan yang stagnan, terhadap kondisi lingkungan dalam botol yang mengalami vitrifikasi. Hasil pengukuran pH media

pada media berisi eksplan mati (secara acak) menunjukkan terjadinya peningkatan

keasaman sampai satu aras (data tidak disajikan). Peningkatan keasaman media bisa

disebabkan akibat proses sterilisasi media dengan autoklaf, keluarnya eksudat eksplan

yang mencemari media, berkurangnya unsur hara pada media dll.

Tabel 1. Jumlah Eksplan Bertunas, Berkalus, Tidak Berkembang (Stagnasi) dan Coklat (Mati), Selama Masa Percobaan Berlangsung

Eksplan Jumlah Eksplan pada Umur (MST)

1 2 3 4 5 6 7 8

berkalus 70 54 25 12 0 0 0 0

bertunas 0 0 7 7 7 7 7 7

stagnan 31 31 31 10 0 0 0 0

mati 36 52 74 108 130 130 130 130

Jumlah 137 137 137 137 137 137 137 137

Altaf (2006) mengemukakan bahwa potensi pembelahan sel dan regenerasi

tunas di dalam kondisi invitro tanaman jeruk rendah karena pencoklatan dan Gambar 5. Pola Perubahan Jumlah Eksplan Bertunas, Berkalus, Tidak Berkembang

(34)

commit to user

21

lambatnya pertumbuhan. Tunas dengan meristemnya sendiri terganggu dengan

sterilisasi bahan kimia, yang memiliki efek mematikan pada kuncup.

A. Kalus

Kalus merupakan sekumpulan sel yang masih aktif tumbuh dan membelah dan

belum terdeferensisai untuk membentuk tunas maupun akar.

Ada dua kategori kalus yaitu kompak dan remah. Pada kalus kompak sel-sel

teragregasi secara padat, sedangkan kalus remah sel-selnya longgar satu sama lainnya

sehingga mudah terurai.

Pada penelitian ini, kalus terbentuk pada tangkai daun bagian sel yang berfungsi

sebagai ‘jembatan’ antara daun dengan batang (Gambar 6). Gejala muncul kalus

mulai tampak pada hari keempat setelah tanam eksplan terutama pada perlakuan BA.

Kalus yang didapat dalam penelitian ini berwarna putih (Gambar 7), dengan

tekstur kalus remah. Taira et al. (1977 dalam (George, 1993)) mengemukakan bahwa genotipe dapat berpengaruh terhadap perbedaan warna dan tekstur kalus. Mungkin

warna dan tesktur kalus pamelo Bageng yang putih dan remah juga akibat sifat

genetik. Hasil penelitian Altaf, et al. (2009) juga menjukkan adanya kalus berwarna putih krem.

Gambar 6. Letak Terbentuknya Kalus Ditunjukkan oleh Anak Panah

Secara visual, tidak ada perbedaan jumlah dan ukuran kalus yang dibentuk

eksplan akibat perlakuan. Peningkatan dosis ZPT juga tidak memperlihatkan suatu

pola respon pada jumlah dan ukuran kalus yang terbentuk (Gambar 8). Namun

(35)

commit to user

22

2 mg/l dan terendah (30%) pada perlakuan Kn 1 mg/l meski tidak berbeda nyata

(Gambar 7).

Gambar 7. Pengaruh Konsentrasi BA dan Kn Terhadap Persentase Eksplan yang Membentuk Kalus

Kalus tidak bertahan lama dan mati secara perlahan, diawali dengan gejala

perubahan warna putih kearah coklat. Usia kalus maksimal 5 MST (Tabel 1). Gambar

9 menunjukkan perubahan warna pada kalus mati.

Altaf, et al. (2009) mendapatkan sitokinin (BA dan kinetin) saja tidak merangsang pembentukan kalus. Kalus diperoleh setelah BA dikombinasikan dengan

2,4-D yaitu pada BA 0,1 + 2,4-D 0,4 mg / liter dan BA0.3mg / liter + NAA 0.4mg /

liter dan pada kinetin Kn0.2mg / liter + 2,4-D 0.4mg/liter. Semakin tinggi

konsentrasi menyebabkan eksplan mencoklat. Kalus berwarna putih krem. Setelah

sub kultur kalus berubah menjadi hijau dan berkembang lebih lanjut menghasilkan

embrio.

Pada penelitian ini kalus tetap terbentuk meski media tidak ditambahkan auksin.

Diduga kandungan auksin endogen eksplan cukup tinggi sehigga sitokinin yang

ditambahkan dari luar masih belum mampu merubah rasio yang dipersyaratkan untuk

tidak munculnya kalus.

A A A

A

(36)

commit to user

23

Gambar 8. Kemunculan Kalus Karena Pengaruh (A) Kinetin 1mg/l, (B) Kinetin 2mg/l, (C) Kinetin 3mg/l, (D) BA 1mg/l ,(E) BA 2mg/l ,(F) BA 3mg/l

A B

C

D

(37)

commit to user

24

Gambar 9. Perubahan Warna Kalus (A) Bagian Kalus Hidup Berwarna Putih, (B) Kalus Mati Berwarna Coklat

B. Tunas

Terdapat tujuh botol yang eksplannya menghasilkan tunas. Setiap eksplan hanya

membentuk satu tunas. Tunas mulai terbentuk pada minggu ketiga setelah tanam pada

eksplan berkalus (Tabel 1). Tunas muncul dari eksplan yang berkalus. Eksplan yang

stagnasi tidak menghasilkan tunas. Warna tunas hijau (Gambar 10). Perkembangan

tunas amat lambat. Daun tidak dapat membuka penuh, seperti hanya terdiri dari tulang

daun. Pada akhir masa percobaan tunas-tunas mati dengan gejala pencoklatan dimulai

A

(38)

commit to user

25

dari pangkal tunas bergerak pelan keujung. Diduga ini disebabkan terjadinya

vitrifikasi.

Vitrifikasi adalah pertumbuhan yang tidak diinginkan, tampak dari bentuk daun

berupa penebalan dan ukurannya lebih panjang, yang terjadi pada semua daun.

Perubahan warna daun menjadi putih kecoklatan (transparan).

Rendahnya jumlah eksplan yang menghasilkan tunas diduga disebabkan oleh

adanya kandungan auksin endogen eksplan yang jumlahnya seimbang dengan

sitokinin yang diberikan sehingga sebagian besar eksplan hanya membentuk kalus.

Skoog and Miller (1957 dalam George, 1993) berpendapat bahwa pembentukan tunas dan akar dikendalikan oleh keseimbangan antara auksin dan sitokinin; jika auksin

tinggi dan sitokinin rendah maka terbentuk akar , jika auksin dan sitokinin seimbang

maka akan terbentuk kalus, dan jika auksin rendah dan sitokinin tinggi terbentuk tunas.

Usman et al (2005) mendapatkan hasil bahwa eksplan terbaik dalam hal pembentukan tunas adalah eksplan nodia, disebabkan oleh meristem yang sudah ada

pada nodia tersebut. Namun penelitian Altaf ( 2006) mendapatkan potongan nodia

memerlukan waktu lebih lama untuk pembentukan tunas. Sub kultur memegang

peranan penting. Pertumbuhan di sub kultur lebih cepat dibanding kultur pertama.

Tunas segera muncul dengan gejala pertumbuhan lebih normal. Oleh karena itu

dalam penelitian ini hasil akan lebih baik jika seandainya tunas yang didapat segera

disubkultur seperti yang dilakukan Altaf et al. (2006).

Dalam penelitian ini Tunas hanya dihasilkan dari tujuh eksplan yang mendapat

perlakuan BA yaitu BA 1 mg/l terdapat dua eksplan bertunas (9%),, BA 2 mg/l

terdapat 4 eksplan bertunas (18%) dan BA 3 mg/l terdapat 1 eksplan bertunas (6%)

Gambar 10 memperlihatkan kondisi tunas tersebut. Semua eksplan yang diberi kinetin

tidak menghasilkan tunas. Sehingga terkesan BA lebih baik daripada kinetin. Ini

sejalan dengan penelitian Miah et al. (2008) yang mendapatkan bahwa BA lebih baik daripada Kn dalam hal pembentukan tunas. Hanya saja kinetin yang diberikan Miah et al (2008) masih bisa menghasilkan tunas. Eksplan nodia dan pucuk dikultur dalam MS dengan BA dan Kn baik sendiri-sendiri atau dalam kombinasi mampu beregenerasi

dan menghasilkan beberapa tunas. Jumlah maksimum tunas diperoleh dari eksplan

(39)

commit to user

26

Gambar 10. Induksi tunas akibat (A) BA 1mg/l, (B) 2mg/l dan (C) 3mg/l pada Media MS, 8 MST

A

A

B B

B

B

(40)

commit to user

27

Hasil penelitian seperti penelitian yang dilakukan Mukhtar et al. (2005) pada Jeruk Aurantifolia dan Citrus sinensis, persentase pembentukan tunas tertinggi diperoleh pada media MS dengan 2,0 mg /l Benzylaminopurin (BA). Pemberian BA mempercepat hari yang diperlukan untuk induksi tunas dibanding tanpa BA (Usman

et al., 2005).

Dari berbagai penelitian penumbuhan tunas eksplan nodia dengan media MS

dasar, ZPT terbaik didapat Begum et al. (2004) pada BAP 1,8 µM; Ali dan Mirza (2006) pada BAP 3 mg/l atau 0,5 mg Kinetin; Rachman et al. (2004) dengan tanaman zaitun pada BAP 1 mg/l; Mukhtar et al. (2005) dengan Citrus reticulata pada BAP 1 mg/l; dan Miah et al. (2008) dengan Citrus macroptera pada BAP 1 mg/l.

Salah satu faktor (selain lingkungan) yang mempengaruhi petumbuhan dan

morfogenesis kultur jaringan yaitu genotipe bahan tanaman yang dikultur. Pengertian

genotipe disini meliputi varietas (George, 1993). Interaksi genotipe tanaman dengan

lingkungan tumbuh dapat menyebabkan perbedaan-perbedaan respon meski hanya

dalam aras varietas. Vareitas A dapat melangsungkan morfogenesis pada suatu macam

ZPT, sementara varietas B tidak responsif hingga konsentrasi ZPT diubah, diganti

atau dilengkapi dengan yang lain. Disebabkan oleh spesifisitas genotipe, kebutuhan

media dan lingkungan tumbuh sering berbeda dari satu genus atau spesies tanaman

(George, 1993).

Secara umum tanaman yang ex vitro mudah menghasilkan tunas adventif maka demikian juga halnya jika tanaman tersebut dalam kondisi in vitro. Pada pamelo telah dilaporkan tentang keberhasilan multiplikasi tunas dari nodia (Paudyal dan Haq, 200).

Tetapi Pamelo Bageng tergolong sedikit menghasilkan tunas adventif meski dilakukan

pangkas pucuk untuk menghilangkan dominasi apikal. Mungkin ini yang

menyebabkan mengapa pada penelitian ini tidak terjadi multiplikasi tunas. Pada jenis

(41)

commit to user

28

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pamelo Bageng dapat dikultur secara in vitro, terlihat dari keberhasilan eksplan membentuk kalus dan tunas.

2. Sebagian besar eksplan menghasilkan kalus . Kalus mulai terbentuk pada hari keempat setelah tanam. Secara visual ukuran, warna dan tekstur kalus pada setiap eksplan tidak terdapat perbedaan. Media MS + BA menghasilkan persentase eksplan berkalus lebih tinggi dibanding MS + Kn.

3. Tunas berhasil dibentuk pada media MS + BA 1 mg/l (2 botol), MS + BA 2 mg/l (4 botol), dan MS + BA 3mg/l (1 botol). Setiap eksplan hanya menghasilkan satu tunas (tidak terjadi multiplikasi). Media MS + Kinetin tidak membentuk tunas.

4. Pemberian sitokinin BA dan Kn dapat menimbulkan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan kalus dan tunas pamelo.

B. Saran

1. Mengingat pertumbuhan tunas sangat lambat diduga akibat vitrifikasi, perlu dilakukan penelitian lanjutan guna mengidentifikasi penyebab utama vitrifikasi.

Gambar

Tabel 1.  Jumlah Eksplan Bertunas, Berkalus, Tidak Berkembang (Stagnasi) dan Coklat (Mati), Selama Masa Percobaan Berlangsung .................................
Gambar  1.  Diagram Bagan Alir Kerangka Berpikir
Gambar  2 . Tunas yang Sedang Aktif Tumbuh Digunakan Sebagai Eksplan
Gambar  3.  Eksplan Terkontaminasi (A) Cendawan (B) Bakteri commit to user
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam jangka panjang menunjukkan hubungan yang positif terhadap Volume Impor daging sapi yaitu ditandai dengan nilai koefisien sebesar 1.590089 yang artinya jika Kurs

Persentase jumlah ikan dengan ukuran panjang yang lebih kecil dari panjang saat pertama kali memijah ( length at first maturity ) untuk jenis ikan yang tertangkap

Hal ini dibuktikan dengan hasil nilai thitung untuk variabel pelayanan (X3) sebesar 3.961 > nilai ttabel yaitu 1.99045 dengan tingkat signifikan 0,000 dan

Seperti dikctahui penggunaan Pondasi-Tianc dipilih sebagai suatu konstruksi pondasi pada daerah yang memiliki lapisan tanah keras / batuan yang cukup dalarn dari

Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan responden dari segi rasa, harga, bentuk dan kemasan memiliki hubungan yang kuat (62%) dalam mempengaruhi keputusan

Tabel 4.menunjukkanbahwa bawang merahvarietas Thailand yang diberi dosis urea 1000 kg/ha, TSP 600 kg/ha, dan KCl 400 kg/ha menghasilkan bobot umbi bawang merah

Berdasarkan rumusan masalah, adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan model pembelajaran CTL Pada

DAFTAR USULAN NAMA CALON PESERTA UJIAN KENAIKAN PANGKAT PENYESUAIAN IJAZAH MAGISTER (S2) DAN SARJANA (St) DILINGKUNGAN SATUAN KERJA... ...,...KEMENTERIAN HUKUM DAN