HUBUNGAN ANTARAHARDINESSDENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR
Richard Alexander
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode korelasional. Subjek yang digunakan berjumlah 100 mahasiswa dari beberapa fakultas di Universitas Sanata Dharma, yang berada pada semester akhir dan sedang mengerjakan skripsi. Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Likert. Skala yang digunakan terdiri dari skala hardiness dan skala prokrastinasi akademik yang disusun oleh peneliti. Koefisien reliabilitas skala hardiness (α = 0,930) sedangkan dari skala prokrastinasi akademik adalah (α = 0,956). Analisis data menggunakan teknik korelasi product momentCarl Pearson dengan program SPSS for Windows versi 21.0. Hasil analisis data menunjukkan adanya korelasi signifikan antara variabel hardiness dengan prokrastinasi akademik, yaitu sebesar r= -0,417 (p = 0,00), sehingga hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima. Kesimpulannya, terdapat hubungan negatif antara kedua variabel, yang berarti semakin tinggi hardinessdalam diri seseorang maka semakin rendah tingkat prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir.
THE RELATIONSHIP BETWEEN HARDINESS AND ACADEMIC PROCRASTINATION AT SENIOR YEAR STUDENTS
Richard Alexander
ABSTRACT
This research aimed for find the relations beetween hardiness and academic procrastination at senior year students. Hypothesis that proposed in this research that there is a negative correlation between hardiness and academic procrastination at senior year students. This research was quantitave research with correlational method. Subjects in this research was 100 students from some faculty at the university of Sanata Dharma, that has been in their final semester and working on a thesis. A method of the collection of data used in this reseach was using likert scale. The scale used consist of scales of hardiness and scales of academic procrastination that has been compiled by reseacher. The coefficient of reliabity of the scale of hardiness (α = 0,930) while the scale of academic procrastination (α = 0,956). Data analysis that used in this reseach was Carl Pearson product moment correlation tehnique that conducted by SPSS for Windows version 21.0. The result of data analysis showed that there was a significant correlation between hardiness and academic procrastination, as much r=-0,417 (p = 0,00), so the hypothesis in this research was accepted. In conclusion, there was a negative relationship between both variables, which mean the higher hardiness in oneself, the lower academic procrastination at senior year student
HUBUNGAN ANTARAHARDINESSDENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi.
Disusun oleh: Richard Alexander
099114107
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO
Dream
Believe
Make it Happen !
–agnezmo-“L I F E I S A B E A U T I F U L T H I N G. P A C K A B A G.
M A K E A P L A Y L I S T. W A T C H T H E W O R L D. D O N’T S P E A K.
J U S T L I S T E N. ” –JOHN
MAYER-“THERE IS NO SUBSTITUTE FOR HARDWORK”
Edison-v
HALAMAN PERSEMBAHAN
vii
HUBUNGAN ANTARAHARDINESSDENGAN PROKRASTINASI
AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR Richard Alexander
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode korelasional. Subjek yang digunakan berjumlah 100 mahasiswa dari beberapa fakultas di Universitas Sanata Dharma, yang berada pada semester akhir dan sedang mengerjakan skripsi. Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Likert. Skala yang digunakan terdiri dari skala hardiness dan skala prokrastinasi akademik yang disusun oleh peneliti. Koefisien reliabilitas skala hardiness
(α = 0,930) sedangkan dari skala prokrastinasi akademik adalah (α = 0,956). Analisis data menggunakan teknik korelasi product momentCarl Pearson dengan program SPSS for Windows versi 21.0. Hasil analisis data menunjukkan adanya korelasi signifikan antara variabel hardiness dengan prokrastinasi akademik, yaitu sebesar r= -0,417 (p = 0,00), sehingga hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima. Kesimpulannya, terdapat hubungan negatif antara kedua variabel, yang berarti semakin tinggi hardinessdalam diri seseorang maka semakin rendah tingkat prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir.
viii
THE RELATIONSHIP BETWEEN HARDINESS AND ACADEMIC PROCRASTINATION AT SENIOR YEAR STUDENTS
Richard Alexander
ABSTRACT
This research aimed for find the relations beetween hardiness and academic procrastination at senior year students. Hypothesis that proposed in this research that there is a negative correlation between hardiness and academic procrastination at senior year students. This research was quantitave research with correlational method. Subjects in this research was 100 students from some faculty at the university of Sanata Dharma, that has been in their final semester and working on a thesis. A method of the collection of data used in this reseach was using likert scale. The scale used consist of scales of hardiness and scales of academic procrastination that has been compiled by reseacher. The coefficient of reliabity of the scale of hardiness (α = 0,930) while the scale of academic procrastination (α = 0,956). Data analysis that used in this reseach was Carl Pearson product moment correlation tehnique that conducted by SPSS for Windows version 21.0. The result of data analysis showed that there was a significant correlation between hardiness and academic procrastination, as much r=-0,417 (p = 0,00), so the hypothesis in this research was accepted. In conclusion, there was a negative relationship between both variables, which mean the higher hardiness in oneself, the lower academic procrastination at senior year student
x
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Bapa di Dalam Surga, Bunda Maria, seluruh elemen
kehidupan di dunia ini, karena atas waktu yang telah tersematkan, penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil
tanpa bantuan dari berbagai pihak yang membantu. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih, kepada:
1. Gusti Yesus, ingkang paring dalan. Ingkang paring urip. Ingkang paring
kahanan lan berkah.
2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si, selaku Kepala Program Studi Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu Dr. Tjipto Susana, selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas bimbingan,
petunjuk dan arahan beliau selama proses penulisan skripsi.
(Maturnembahnuwun atas kesabaran dan tuntunannya, Bu)
5. Bapak Siswa.W, selaku Dosen Pembimbing Akademik atas nasihat dan
masukan Bapak selama perkuliahan.
6. Segenap dosen-dosen fakultas psikologi universitas Sanata Dharma, terima
kasih atas bimbingannya dan ilmu psikologi yang telah saya dapatkan selama
lima tahun ini.
7. Untuk wanita terbaik dalam hidupku, Mama. Terimakasih sudah menjadi
xi
8. Untuk lelaki terkuat sepanjang masa, papa. Terimakasih untuk segala bentuk
didikan dan kerja keras, segala perlindungan, canda dan tawa tiada dua
9. Untuk kakakku yang tercentil, terimakasih untuk segala bentuk doa dan
harapan yang tidak kentara.
10. Sahabat-sahabatku di PSM Cantus Firmus, Universitas Sanata Dharma, segala
angkatan (Okeh nan ... angel le meh nyebutke ) Terimakasih sekali, sudah
mau berproses bersama, bertahan bersama, belajar hidup bersama. Kalian
salah satu hal terpenting dan terindah yang sudah terjadi di dalam hidupku.
11. Mas Pancasona Aji (Mas Mbong) Maturnembahnuwun atas segala doa dan
pelajaran hidupnya, mas.
12. Saudara seperjuanganku, Oscar, Bleki, Louis, atas segala kenangan, canda
tawa, cerita. You always be my brother.
13. CF’2009. Semuanya. Putri, bundo, ichan, eka, mia, dea, awang, tari, sisil,
keket, oos, bleki, louis, artan, topan, yohan, daniel. Yaowloh. Gabisa kesebut
satu – satu.
14. Teman-teman seangkatan di Psikologi, 2009, untuk waktu dan dukungannya.
15. Sobat-sobat sampai mati “Kepompong Berkumis” Brotherhood (Yatim, Anju,
Ochi, Engger, Mondri, dan Randy) Remember brada, “Love is temporary, but
friendship are forever”
16. Terimakasih terkhususkan untuk Rio Yatim, aku ra bakal start nek ra ono
kowe ndes. Kakak Ochy, aku ra bakal iso selalu niat nek ra ono kowe bang.
Engger, aku ra bakal rampung nek ra ono kowe keng. Sumon, aku ra bakal niat
xii
suwun tenan. Annie, adik terbaik dan terabal-abal. Maturnembahnuwun sob,
bersama kalian hidup jadi lebih mudah.
17. Terimakasih untuk abang-abang saya, Bang Martin, Koh Cing, Koh Onal,
Bang Manto, Kakak Dhitya, Kakak Baskoro, terimakasih atas kehangatan dan
rasa kekeluargaan yang sudah diberikan. Love you full.
18. Untuk UKF-ku tercinta. @PSYbasketUSD. Terimakasih sudah selalu ada di
dalam kehidupanku. Terimakasih sudah mau menjadi salah satu wadah untuk
berproses.
19. @PSYbasketUSD Golden Generation (no offense ) Albert, Yatim, Partok,
Kibo, Wayan, Togar, Hani, Ruthie, Cicik, Angga, Novie. Keep Shining, darl !
20. Untuk adik-adikku terkasih di @PSYbasketUSD Sita, Monik, Randy, Ayik,
Ani, Radit, Yosua, Erlin, Zelda, Dewok, Edi Age, Gorby, Nia, Gera, Rudy,
Sinta, Etta, Deva, Asti, Novi, semuanya. Terima kasih atas rasa kebersamaan
dan kekeluargaan, yang sudah terberi dan tercipta. Tetap berjuang, selalu
bangga, dan ingat selalu siapa kita.
21. Untuk semua mantan
22. Untuk burung yang ada di kos
23. Untuk Jogjakarta yang selalu Istimewa
24. Untuk Semesta, segala elemen di dalam kehidupanku, yang tak sanggup
diurai per satu-satu. Terimakasih sudah memberikan segala warna di dalam
xiii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu penulis meminta maaf atas kesalahan dan kelalaian yang telah diperbuat
baik sikap, tutur kata maupun tulisan. Penulis menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun demi sempurnanya tulisan ini. Akhir kata saya ucapkan
terima kasih.
Yogyakarta, 26 Mei, 2015
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI... xiv
DAFTAR TABEL... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 18
C. Tujuan Penelitian... 18
D. Manfaat Penelitian... 18
1. Manfaat Teoritis ... 18
2. Manfaat Praktis... 18
xv
A. Prokrastinasi Akademik ... 20
1. Definisi Prokrastinasi ... 20
2. Jenis Prokrastinasi ... 23
3. Aspek Prokrastinasi ... 27
4. Dampak Prokrastinasi ... 29
5. Faktor-faktor Prokrastinasi... 33
B. Hardiness... 43
1. DefinisiHardiness... 43
2. Aspek-aspekHardiness... 46
3. PerbedaanHardiness - AQ –Resiliensi Diri... 51
C. Mahasiswa ... 55
D. Hubungan antaraHardinessdengan Prokrastinasi Akademik ... 56
E. Skema Penelitian ... 65
F. Hipotesis Penelitian ... 66
BAB III. METODE PENELITIAN... 67
A. Jenis Penelitian ... 67
B. Identifikasi Variabel ... 67
C. Definisi OperasionaL ... 68
D. Subjek Penelitian... 70
E. Metode Pengumpulan Data ... 70
1. SkalaHardiness... 71
a. Alasan Pembuatan SkalaHardiness... 76
xvi
b. Alasan Pembuatan Skala Prokrastinasi Akademik... 84
F. Validitas dan Reliabilitas ... 86
1. Validitas ... 86
2. Reliabilitas ... 87
G. Metode Analisis Data ... 88
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 90
A. Pelaksanaan Penelitian ... 90
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 92
C. Deskripsi Data Penelitian ... 93
D. Uji Asumsi dan Hasil Penelitian ... 96
E. Pembahasan ... 102
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 109
A. Kesimpulan... 109
B. Saran... 110
DAFTAR PUSTAKA ... 112
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blueprint SkalaHardiness(sebelum) ... 73
Tabel 2. Blueprint SkalaHardiness(setelah) ... 75
Tabel 3. BlueprintHardiness(Nomor Baru) ... 76
Tabel 4. Blueprint Skala Prokrastinasi (sebelum)... 82
Tabel 5. Blueprint Skala Prokrastinasi (setelah) ... 83
Tabel 6. Blueprint Prokrastinasi (Nomor Baru) ... 84
Tabel 7. Deskripsi Subjek Penelitian ... 91
Tabel 8. Jenis Kelamin... 91
Tabel 9. Usia ... 92
Tabel 10. Semester ... 92
Tabel 11. Deskripsi Data Penelitian... 93
Tabel 12. Linearitas Prokrastinasi danCommitment... 95
Tabel 13. Linearitas Prokrastinasi danControl... 96
Tabel 14. Linearitas Prokrastinasi danChallenge... 96
Tabel 15. Normalitas ... 97
Tabel 16. KorelasiProduct Moment... 99
Tabel 17. KorelasiProduct Moment(Aspek) ... 100
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Sebelum Uji Coba... 117
Lampiran 2. Skala Setelah Uji Coba ... 129
Lampiran 3. Hasil Seleksi Aitem Skala ... 139
Lampiran 4. Reliabilitas Skala ... 143
Lampiran 5. Dekripsi Data Penelitian... 144
Lampiran 6. Linearitas Prokrastinasi Dan AspekHardiness ...145
Lampiran 7. Normalitas ... 147
Lampiran 8. Hasil KorelasiProduct Moment... 148
Lampiran 9. Hasil KorelasiProduct Moment(Aspek) ... 149
1 BAB I
PENDAHULUAN
Kesuksesan akan datang pada setiap orang yang mau berusaha keras.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa akan ada banyak hambatan bagi seseorang
untuk merengkuh hal yang menjadi impian mereka. Salah satu rintangan yang
menghambat seseorang untuk meraih kesuksesan antara lain adalah kebiasaan
menunda-nunda suatu pekerjaan, atau biasa dikenal dengan istilah prokrastinasi
(Candra, 2008). Menurut beberapa ahli, prokrastinasi adalah perilaku menunda
yang dilakukan secara sengaja hingga melewati batas waktu yang telah
ditentukan, dimana pelakunya justru menikmati tekanan dari deadlinedan secara
sengaja memilih untuk melakukan penundaan tersebut (Chu & Choi, 2013;
DeSimone, dalam Ferrari, Ozer, & Demir, 2013; Salomon & Rothblum, 1984).
Selain itu, disebutkan pula bahwa prokrastinasi merupakan perilaku menunda
yang dilakukan dengan alasan yang tidak bertanggung jawab. Balkis dan Duru
(2009) menjelaskan bahwa prokrastinasi merupakan perilaku individu yang
meninggalkan kegiatan penting yang sebenarnya dapat dilakukan dan telah
direncanakan sebelumnya, tanpa alasan yang masuk akal. Hal ini menunjukkan
bahwa prokrastinasi telah menjadi salah satu perilaku beresiko yang terjadi dalam
kehidupan mahasiswa, yang dilakukan secara sengaja.
Menurut jenis tugasnya, prokrastinasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu
prokrastinasi akademik dan prokrastinasi akademik. Jika prokrastinasi
atau berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, maka prokrastinasi akademik
adalah penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal, yang berhubungan
dengan tugas akademik (Ferrari, Johnson, & McCown, 1995). Sementara itu,
berdasarkan manfaat dan tujuannya, prokrastinasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu
prokrastinasi fungsional (functional) dan prokrastinasi disfungsional
(disfunctional). Ferrari, dkk., (1995) juga menjelaskan bahwa prokrastinasi
fungsional adalah penundaan mengerjakan tugas yang bertujuan untuk
memperoleh informasi yang lengkap dan akurat. Mereka yang melakukan
penundaan ini memandang sebuah tugas harus dikerjakan scara sempurna,
meskipun mereka harus melewati waktu yang optimal yang seharusnya dimulai,
sehingga mendapatkan penyelesaian yang baik. Sebaliknya, prokrastinasi
disfungsional adalah penundaan yang tidak bertujuan, yang memiliki akibat buruk
dan menimbulkan masalah bagi pelakunya. Bentuk penundaan ini dilakukan tanpa
disertai suatu alasan yang berguna bagi pelakunya, maupun orang lain.
Prokrastinasi disfungsional ini akan menimbulkan masalah, jika pelakunya tidak
dapat melepaskan diri dari kebiasaan perilaku menunda tersebut (Buari, 2003).
Dalam lingkup penelitian ini, peneliti akan menggunakan prokrastinasi akademik
yang disfungsional, karena dinilai menggambarkan keadaan yang dijumpai oleh
peneliti secara lebih spesifik. Kemudian, dalam pembahasan berikutnya mengenai
prokrastinasi akademik yang disfungsional, peneliti akan menggunakan istilah
prokrastinasi akademik untuk menampilkan istilah yang lebih ringkas.
Sebagian besar penelitian yang meneliti mengenai prokrastinasi akademik
tersebut, 70% hingga 90% dari mahasiswa mengakui bahwa mereka telah
melakukan perilaku menunda pada tugas-tugas akademik yang harus mereka
hadapi (Steel, dalam Katz, Eliot, & Nevo, 2013). Penelitian lain juga
menyebutkan bahwa kurang lebih 20% sampai dengan 90% mahasiswa di
Amerika melakukan perilaku prokrastinasi, dimana 25% persen diantaranya
melakukan melakukan prokrastinasi kronis (Ellis & Knaus, dalam Steel, 2007).
Perilaku prokrastinasi tidak hanya terjadi di Amerika, namun juga marak terjadi di
Indonesia, dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di beberapa kota,
disebutkan bahwa 30.9% sampai dengan 69% mahasiswa melakukan perilaku
prokrastinasi, dimana 11% hingga 20% diantaranya digolongkan pada taraf berat
(Christoper, Anggawijaya & Patricia, 2012; Ferrari & Pychyl, 2000; Rizvi, 2007;
Surijah & Sia, 2007). Dari data-data yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa prokrastinasi merupakan perilaku yang harus diperhatikan, mengingat
banyaknya jumlah mahasiswa yang melakukan perilaku tersebut. Beberapa
peneliti menetapkan prokrastinasi yang kronis sebagai sebuah kebiasaan (Ellis &
Knaus, dalam Ferrari, dkk., 2013) atau juga sebagai sifat kepribadian (Johnson &
Bloom, dalam Ferrari, dkk., 2013), dan kedua istilah dari bentuk prokrastinasi
tersebut ditetapkan sebagai pola hidup yang tidak adaptif (Ferrari, 2013). Ferrari
dan Pychyl (2000) menginformasikan beberapa hal penting yang berkaitan dengan
prokrastinasi melalui penelitiannya. Mereka menjelaskan bahwa perilaku
prokrastiasi disebutkan dapat merugikan diri sendiri dan orang lain dengan cara
mengalihkan beban tanggung jawab pada orang lain yang lalu akan berbuntut
mahasiswa pengidap prokrastinasi cenderung bermasalah dengan kekebalan
tubuh, lebih sering terserang flu dan batuk, memiliki masalah pencernaan serta
insomnia (Kompas, 2008).
Gunawinata, Nanik, dan Lasmono (2008) menyatakan bahwa prokrastinasi
merupakan masalah yang sangat serius yang membawa konsekuensi bagi pelaku
prokrastinasi (prokrastinatior). Konsekuensi dari perilaku prokrastinasi
menimbulkan pro dan kontra baik secara psikologis, maupun fisiologis. Beberapa
peneliti menemukan konsekuensi positif dan negatif dari perilaku prokrastinasi,
konsekuensi positif dari perilaku prokrastinasi akademik yaitu dapat mengatasi
kecemasan dan bad mood, namun hanya untuk sementara waktu. Sementara itu
konsekuensi negatif dari prokrastinasi akademik dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu internal dan eksternal. Secara internal, prokrastinasi akademik akan
menimbulkan munculnya symtom penyakit dan stres yang semakin meningkat,
munculnya rasa frustrasi, marah serta perasaan bersalah, yang akan berdampak
pada melemahnya kondisi fisik dan mental seseorang (Grunschel, Partzek, &
Fries, 2013; Gunawinata, Nanik, & Lasmono, 2008; Tice & Baumister, 1997).
Sedangkan secara eksternal, prokrastinasi akademik dapat menyebabkan
hilangnya kesempatan untuk belajar, terganggunya penyediaan dan persiapan
lulusan yang berkualitas, menurunnya motivasi dari mahasiswa itu sendiri, hingga
terjadinya pemborosan waktu, tenaga dan biaya dengan sia-sia. Bahkan 25% dari
90% mahasiswa prokrastinator yang suka menunda secara kronis, pada umumnya
akan berakhir mundur dari perguruan tinggi (Burka & Yuen, 1983; Gunawinata,
tahun 2006 juga menambahkan bahwa prokrastinasi akademik berkorelasi negatif
dengan prestasi akademik mahasiswa (berdasarkan meta-analisis r=-027) yang
artinya semakin tinggi prokrastinasi akademik, maka prestasi akademik seorang
mahasiswa akan menurun, begitu juga terjadi sebaliknya.
Roig dan DeTomasso (dalam Siti, 2009) menjelaskan bahwa selain
menimbulkan dampak negatif bagi pribadi, prokrastinasi juga memiliki dampak
negatif bagi sebuah institusi. Mereka menjelaskan bahwa dampak negatif yang
terjadi adalah terjadinya kecurangan akademis atau biasa disebut dengan istilah
plagiat, hingga munculnya ketidakjujuran akademik seperti adanya jasa
pembuatan skripsi sampai dengan jual beli gelar yang tentunya akan memberikan
dampak dan merugikan nama baik Perguruan Tinggi (Triana, 2013). Prokrastiasi
memiliki konsekuensi yang berpotensi merusak bagi individu yang
melakukannya, dan dapat menyebabkan kinerja yang kurang baik terhadap
tugas-tugas yang dihadapi (Dewitte & Schouwenberg, dalam Deyling, 2004). Perilaku
ini juga memberikan dampak pada ruang lingkup yang lebih luas, hingga
memunculkan fenomena-fenomena yang tabu dalam lingkup akademis. Hal ini
dapat diketahui melalui munculnya fenomena yang terjadi di masyarakat, yaitu
fenomena bottleneck, yang terlihat dari jumlah mahasiswa yang lulus
dibandingkan dengan jumlah yang seharusnya lulus. Itu artinya, jumlah
mahasiswa yang lulus sesuai dengan harapan terkait dengan masa studi lebih
sedikit, dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang terlambat lulus, atau lulus
tidak sesuai dengan harapan. (Gunawinata, Nanik, & Lasmono 2008). Dari
prokastinasi lebih banyak mewujudkan kerugian dalam kehidupan seseorang, hal
ini menunjukkan bahwa perilaku prokrastinasi akademik merupakan salah satu
kebiasaan yang perlu diberikan perhatian lebih, agar tidak lebih banyak lagi
individu yang terjebak dalam perilaku ini.
Penyebab terjadinya perilaku prokrastinasi, dalam lingkup penelitian biasa
disebut dengan istilah faktor. Menurut Ferrari (dalam Ghufron, 2003) faktor
penyebab prokrastinasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya perilaku prokrastinasi
antara lain adalah faktor pola asuh orang tua, lingkungan keluarga, masyarakat
dan sekolah. Faktor eksternal lain yang dapat ditemukan adalah adanya
perbandingan antara kondisi lingkungan yang toleran terhadap prokrastinasi,
dengan lingkungan yang penuh pengawasan, yang ternyata merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya prokrastinasi (Milgram, 1991).
Faktor internal yang mempengaruhi individu melakukan prokrastinasi
antara lain, sikap perfeksionisme yang menuntut kesempurnaan dalam sebuah
pengerjaan tugas, tinggi rendahnya motivasi seseorang untuk memulai dan
menyelesaikan tugas, fear of failure (ketakutan akan kegagalan), serta
ketergantungan kuat terhadap orang lain (Millgram, 1991; Nugrasanti, 2006;
Sengcuan, Nitasimon, & Nurhadyanto, 1999). Dalam lingkup psikologis, kondisi
fisik dan kesehatan yang menurun, akan menyebabkan keletihan yang kemudian
membuat orang melakukan perilaku menunda. Stres disebutkan pula sebagai salah
satu faktor internal munculnya perilaku prokrastinasi akademik. Caplan dan Jones,
ketidakmampuan mahasiswa untuk mengatur dan menggunakan waktu dengan
baik, yang membuat mahasiswa mengalami beban yang terlalu berat. Mahasiswa
yang mengalami stres akan mengalami gangguan psikologis berupa respon
emosional, kognitif dan fisiologis. Mereka yang mengalami kondisi ini tentu akan
terganggu dalam melakukan berbagai aktivitas sehingga mengakibatkan
ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas dalam waktu tertentu, hingga
melakukan perilaku menunda terhadap tugas atau perilaku prokrastinasi akademik
(Buari, 2003). Selain itu Gunawinata, Nanik, dan Lasmono (2008) juga
menjelaskan bahwa orang yang melakukan prokrastinasi terhadap tugas akan
cenderung mengalami keadaan yang mengancam atau penuh tekanan dan orang
yang sering merasakan pengalaman stres akan melakukan perilaku prokrastinasi
lebih banyak.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, banyak faktor yang ternyata dapat
mempengaruhi perilaku prokrastinasi. Penelitian mengenai prokrastinasi telah
dikaitkan dengan beberapa variabel, misalnya dengan depresi (Anggawijaya,
2013). Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa depresi, yang merupakan
reaksi yang muncul akibat stres dalam peristiwa hidup seseorang (Qonitatin,
Widyawati & Asih, 2011) berkorelasi positif dengan prokrastinasi akademik. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat depresi seseorang semakin tinggi
pula tingkat prokrastinasi akademik yang dilakukan. Bernard (1991), dalam
penelitiannya mengungkapkan tentang sepuluh wilayah magnetis yang menjadi
faktor penyebab prokrastinasi, dimana salah satunya adalah stress dan fatique
yang terjadi pada diri indvidu, dimana masalah-masalah tersebut dikenal dengan
istilah stressor. Namun, tidak semua stressor yang muncul dalam kehidupan
seseorang dapat mengakibatkan stres, yang mana dalam lingkup akademis akan
mengakibatkan perilaku prokrastinasi akademik. Kemunculan stressor yang
mengakibatkan stres dan menimbulkan perilaku prokrastinasi akademik, dapat
disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya karena adanya tipe kepribadian yang
hadir dalam tiap-tiap diri individu, sebagai contoh, penelitian mengenai
prokrastinasi yang dilakukan oleh Catrunada (2007) dikaitkan dengan tipe
kepribadian introvert dan esktrovert dalam diri seseorang. Dalam penelitian
tersebut ditemukan sebuah hasil bahwa mahasiswa dengan kepribadian introvert
memiliki kecenderungan yang lebih besar dalam melakukan prokrastinasi tugas
skripsi dibandingkan mahasiswa ekstrovert. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa
tipe kepribadian memiliki korelasi dengan perilaku prokrastinasi akademik,
misalnya tipe kepribadianneurocitismdanextraversion(Steel, 2003).
Peneliti menemukan sebuah karakteristik kepribadian lain yang dianggap
dapat menjadi prediktor, serta mempengaruhi terjadinya perilaku prokrastinasi,
yaitu hardiness. Hardiness merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki
seseorang untuk dapat bertahan dalam kondisi stres dan penuh tekanan. Peneliti
mendapatkan ide tersebut, melalui sebuah fenomena mengenai perilaku
penundaan, yang terjadi berdasarkan cerita atau pengalaman dari subjek yang
mengalami problema oleh karena kondisi yang penuh tekanan, hingga
kemunculan stres. Berikut adalah hasil cerita singkat yang dijumpai oleh peneliti
diceritakan oleh seorang adik angkatan peneliti ketika sedang melaksanakan
kegiatan kemahasiswaan di Pulau Bali, pada tanggal 12 Oktober, 2013. Adik
angkatan peneliti mendapatkan pengalaman ini, ketika ia masih berkuliah dan
mendapatkan banyak permasalahan dari teman-teman seangkatannya :
“Aku mengalami banyak masalah dengan teman-teman seangkatanku, kak.
Bahkan kakak senior yang menunjukkan sikap tidak mengenakkan sama aku.
Rasanya aku jeleh dengan keadaan ini, mau ngapa-ngapain rasanya nggak
nyaman. Bingungnggak jadi aku, kak ? Kepengenndang luluswae lah dari sini,
biar bebas,pengenskripsikundangrampung,timbanganestresnang kene iki”
Bali, 12 Oktober, 2012.
Subjek lain yang didapati oleh peneliti juga memiliki kisah yang sama
berkaitan dengan kehidupan perkuliahannya, pengalaman ini diceritakan oleh
tante T, yang juga merupakan mantan dosen di sebuah Universitas di Yogyakarta.
Pengalaman ini didapat ketika tante T masih berstatus sebagai mahasiswi, dimana
beliau mengalami keadaan menekan di dalam kehidupan perkuliahannya. Cerita
ini didapat oleh peneliti ketika sedang mengikuti sebuah acara keluarga di
Purwokerto, pada tanggal 15 November, 2014 :
“Tante dulu kuliah di Universitas ***. Tante itu orang keturunan
satu-satunya. Hampir setiap hari tante dapat masalah baik dengan teman ataupun
dosen. Mulai dari dieceni lah, diperlakukan beda lah, disengiti, pokoknya banyak
nggak betahnya selama kuliah disana. Tante sempat drop beberapa minggu, rodok
kepengen cepat rampung, ingin cepet lulus. Capai ada dalam situasi yang seperti
ini”
Purwokerto, 15 November, 2014.
Cerita di atas merupakan pengalaman dari subjek yang dijumpai oleh
peneliti, yang menceritakan tentang bagaimana mereka hidup didalam dunia
perkuliahan, mengalami berbagai dinamika kehidupan, hingga kaitannya dengan
prokrastinasi akademik. Pada akhir cerita dua orang subyek di atas, ternyata
memang dapat mengatasi kondisi menekan yang mereka alami, dan lulus cepat,
sesuai dengan tujuan dan target yang mereka tetapkan. Mereka mengalami
konflik, dan berada dalam keadaan yang penuh tekanan, serta mengalami stres.
Namun yang menjadi pertanyaan bagi peneliti adalah “Bagaimana bisa mereka
yang berada dalam kondisi penuh tekanan, dan stres dapat lulus dengan cepat,
tidak melakukan perilaku prokrastinasi terhadap tugas akhirnya?”. Karena pada
akhirnya, peneliti mendapati bahwa subjek memang dapat menyelesaikan tugas
akhirnya dengan tepat waktu, sesuai dengan target yang mereka tetapkan. Orang
yang berada dalam kondisi stres, namun dapat bertahan dan mengatasi kondisi
stres tersebut dapat diartikan sebagai orang yang memiliki hardiness tinggi.
Variabel ini cocok sebagai variabel kedua dari peneliti karena mencerminkan
pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Di sini penulis menemui fenomena yang
berbeda dengan apa yang ada di teori sebelumnya, dimana peneliti menemukan
bahwa orang yang mengalami stres akan cenderung melakukan penundaan
terhadap tugas dan tanggung jawabnya, namun berbeda dengan cerita yang
dan stres, ternyata dapat lulus tepat waktu. Maka dari itu penulis ingin meneliti
hubungan hardiness dengan prokrastinasi akademik, karena hardiness dianggap
sesuai oleh peneliti sebagai variabel yang mendampingi variabel prokrastinasi
akademik.
Hardiness biasa disebut dengan kepribadian tahan banting. Hardiness
dijelaskan sebagai suatu konstelasi karakteristik kepribadian yang befungsi
sebagai sumber daya untuk menghadapi peristiwa-peristiwa hidup yang
menimbulkan stres, dan merupakan hal yang sangat penting sekali dalam
perlawanan terhadap stres tersebut (Gentry & Kobasa, 1984; Kobasa, dalam
Maddi, 2006). Schultz dan Schultz (1998) menambahkan bahwa kepribadian
tahan banting sebagai suatu struktur kepribadian yang dapat digunakan dalam
menjelaskan perbedaan individu ketika mengalami stres yang terjadi, sehingga
indvidu mampu mengatasi stres tersebut. Dari beberapa pernyataan di atas terlihat
bahwa hardiness merupakan karakteristik kepribadian yang penting untuk dapat
bertahan dalam kondisi stres, serta mengatasi kondisi tersebut.
Hardiness memberikan dampak positif dalam kehidupan seseorang, orang
yang memiliki hardiness tinggi akan memiliki hubungan sosial yang lebih baik
dimana hubungan tersebut mereka butuhkan untuk mendukung mereka ketika
dihadapkan pada situasi yang membutuhkan coping dalam stres (McCalister, dkk.,
dalam Kardum, dkk., 2012). Kepribadian Hardiness dibutuhkan dalam dunia
pendidikan, dalam kaitannya dengan kehidupan mahasiswa, stres seringkali
muncul di saat mahasiswa mengerjakan tugas-tugas mereka. Hardiness
Selain itu terdapat pula pelatihanhardiness,yang tidak hanya meningkatkan level
hardiness seorang mahasiswa, namun juga meningkatkan rata-rata Grade Point
Averages (Indeks Prestasi Komulatif) selama dua tahun kedepan dan
mempertahankan rata-rata Indeks Prestasi Komulatif (IPK) bagi mahasiswa yang
memiliki IPK tinggi (Maddi, 2006). Menurut Hadjam (2004) kepribadian tahan
banting, atau biasa disebuthardinessjuga mengurangi pengaruh kejadian-kejadian
hidup yang penuh tekanan dan stres, dengan meningkatkan penggunaan strategi
penyesuaian, antara lain dengan menggunakan sumber-sumber sosial yang ada di
lingkungannya untuk dijadikan tameng, motivasi, dan dukungan dalam
menghadapi masalah ketegangan yang dihadapinya, serta memberikan
kesuksesan. Saat menghadapi kondisi yang menekan, individu yang tahan banting
juga akan mengalami stres atau tekanan. Namun tipe kepribadian ini dapat
menyikapi keadaan tersebut dengan cara yang positif, sehingga timbul
kenyamanan melalui cara-cara yang sehat.
Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan penetian terhadap
mahasiswa, dan lebih spesifik lagi, peneliti akan melakukan penelitian terhadap
mahasiswa tingkat akhir. Menurut Marseto (2007) mahasiswa tingkat akhir
merupakan mahasiswa yang sudah melewati masa perkuliahan lebih dari enam
semester, dan diperbolehkan untuk memulai mengerjakan tugas akhir atau skripsi.
Tugas akhir atau skripsi itu sendiri merupakan sebuah kewajiban bagi mahasiswa
tingkat akhir untuk diselesaikan, dan kewajiban tersebut seringkali menjadi beban
tersendiri bagi mahasiswa tingkat akhir. Mahasiswa tingkat akhir berada pada
mahasiswa sudah berada pada masa dewasa awal, yang dimulai pada akhir usia
belasan tahun atau awal dua puluhan tahun dan yang berakhir pada usia tiga
puluhan tahun. Santrock (2009) menjelaskan bahwa masa ini adalah masa
pembentukan kemandirian pribadi, perkembangan karir, belajar hidup, dan mulai
memikirkan masa depan. Mahasiswa pada usia ini, selain terbeban oleh
penyelesaian tugas akhir atau skripsi, secara tidak langsung juga mulai
memikirkan masa depannya, yang dapat berakibat pada munculnya perasaan
tertekan akibat beban hidup yang mengharuskannya berpikir lebih dewasa.
Peneliti memilih mahasiswa tingkat akhir sebagai subjek penelitian karena
mahasiswa tingkat akhir dianggap memiliki stressor yang lebih besar
dibandingkan dengan tingkatan mahasiswa lainnya, oleh karena adanya tugas
akhir yang harus diselesaikan. Peneliti tidak memungkiri bahwa mahasiswa yang
masih berada pada angkatan awal sampai menengah, juga mendapatkan beban
tugas yang tidak sedikit. Namun disini, peneliti lebih berfokus pada mahasiswa
tingkat akhir, oleh karena permasalahan adanya tugas akhir atau skripsi yang
menjadi salah satu sumber stressor bagi kebanyakan mahasiswa, juga munculnya
pemikiran dan tanggung jawab yang lebih besar pada mahasiswa tingkat akhir,
yang sudah seharusnya memikirkan kehidupan di masa yang akan datang.
Darmono dan Hasan (2002) menjelaskan bahwa begitu panjang dan rumitnya
proses pengerjaan skirpsi membutuhkan waktu, tenaga, biaya dan perhatian yang
tidak sedikit. Umumnya, mahasiswa diberikan waktu untuk meyelesaikan skripsi
dalam jangka waktu satu semester atau kurang lebih enam bulan. Namun pada
enam bulan untuk mengerjakan skripsi. Hal ini menunjukkan bahwa skripsi
memang telah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tekanan dalam
kehidupan mahasiswa tingkat akhir, yang juga dapat menyebabkan munculnya
perilaku prokrastinasi akademik. Selain itu, mahasiswa tingkat akhir dipilih
karena memiliki kesesuaian dengan tujuan penelitian, yakni untuk melihat
hubungan hardiness pada orang yang memiliki tingkat stres tinggi dengan
prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir
atau skripsi.
Beberapa penelitian, seperti disebutkan di atas menyebutkan bahwa
prokrastinasi menimbulkan banyak dampak negatif pada kehidupan seorang, baik
secara psikologis maupun fisiologis. Hal ini menjadi sebuah daya tarik tersendiri
bagi peneliti untuk mengetahui lebih jauh mengenai prokrastinasi dan hal-hal
yang mempengaruhinya. Penelitian-penelitian sebelumnya telah mengaitkan
prokrastinasi dengan berbagai variabel, dan beberapa diantaranya dapat
memprediksi perilaku prokrastinasi tersebut. Prokrastinasi juga dikaitkan dengan
variabel seperti Self Control (Green, dalam Tuckman 1991), Self Efficacy (Lisa,
2014), Emotional Support (Brian, 2014), Kecemasan Sosial (Ferrari, dkk 1995),
Locus of Control External (Frederik, 2010). Dari beberapa variabel yang telah
digunakan untuk memprediksi perilaku prokrastinasi, kesemuanya memiliki
hubungan yang signifikan dengan prokrastinasi akademik.
Penelitian mengenai prokrastinasi telah dikaitkan dengan beberapa
variabel yang memiliki kemiripan dengan variabel hardiness, antara lain
adversity quotient dengan prokrastinasi akademik memiliki korelasi negatif, yang
artinya semakin tinggiadversity quotientseseorang,maka prokrastinasi akademik
akan semakin rendah, begitu juga sebaliknya. Prokrastinasi akademik juga
dikaitkan dengan variabel resiliensi diri (Kusniastun, 2014) yang menyebutkan
bahwa resiliensi diri memiliki korelasi yang negatif dengan prokrastinasi
akademik, yang artinya semakin tinggi resiliensi diri maka perilaku prokrastinasi
akan semakin rendah. Seperti kita ketahui bersama, variabel hardiness yang
diajukan oleh peneliti memiliki kemiripan dengan variabel adversity quotient
(AQ) dan resiliensi diri, yang dapat memuculkan keraguan dan akan
dipertanyakan kelayakannya sebagai variabel yang mendampingi prokrastinasi
akademik.
Phoolka dan Kaur (2012) menjelaskan bahwa AQ, resiliensi diri, dan
hardiness sama-sama dapat digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang
dalam menghadapi situasi yang sulit. Namun ketiga variabel tersebut memiliki
perbedaan yang siginifikan dan membedakan satu sama lain, perbedaannya adalah
ketiga variabel ini mengukur dengan cara yang berbeda, oleh karena itu,
masing-masing variabel juga dapat mengukur aspek yang berbeda dari kemampuan
seseorang untuk menghadapi situasi yang sulit.Contohnya adalah sebagai berikut,
tingkat komitmen seseorang, kemampuan, serta kemauan untuk menghadapi
tantangan, yang ada pada hardiness hanya dapat diukur oleh variabel hardiness,
tidak dapat diukur dengan menggunakan AQ ataupun resiliensi diri. Kemudian
kurangnya fokus dalam diri seseorang dan skala prioritas (kemampuan untuk
diukur melalui variabel resiliensi diri, tidak melalui variabel AQ ataupun
hardiness.Begitu pula yang terjadi pada variabel AQ, dimana tingkat kemampuan
seseorang untuk menghadapi peristiwa yang merugikan di dalam kehidupannya,
serta keyakinan tentang berapa lama peristiwa tersebut akan berlangsung, hanya
dapat diukur melalui Adversity Quotient (AQ), tidak dengan variabel hardiness
ataupun resiliensi diri.
Perbedaan lain dijelaskan pula oleh Phoolka dan Kaur (2012), apabila
resiliensi diri yang merupakan sebuah kecenderungan untuk bersikap positif
terhadap hal-hal yang membuat seseorang berada dalam keadaan yang
menyulitkan, maka lain halnya dengan AQ yang merupakan salah satu bentuk
kecerdasan, dimana caranya untuk menghadapi situasi yang menekan adalah
dengan menghadapi masalah tersebut secara langsung, meningkatkan kepercayaan
diri untuk dapat bertahan dan melewati keadaan tersebut. Sementara itu,hardiness
adalah sebuah kepribadian, dimana caranya menghadapi kondisi yang menekan
adalah dengan meyakinkan dan memotivasi diri (berdasarkan tiga aspek sikap,
yakni control, commitment, & challenge) agar dirinya dapat lebih tangguh untuk
menghadapi situasi yang menekan (stresfull). Berdasarkan penjabaran di atas,
peneliti melihat adanya perbedaan dari ketiga variabel tersebut, sebagai sebuah
peluang untuk meneliti dengan menggunakan variabel hardiness, karena selain
memiliki perbedaan dengan AQ dan resiliensi diri, variabel ini dinilai dapat
digunakan untuk memprediksi perilaku prokrastinasi dan juga belum pernah
Hardiness erat kaitannya dengan stres. Penyebab stres dapat berasal dari
dalam diri individu yaitu, usia, kondisi fisik, dan faktor kepribadian, serta berasal
dari luar diri individu baik dari lingkungan keluarga, lingkungan kerja, cita-cita
maupun ambisi (Muchtar, 2004). Seseorang yang mengalami stres, yang
kemudian dapat bertahan dan keluar dari kondisi tersebut dalam keadaan baik,
terjadi karena adanya kepribadian hardiness dalam diri mereka. Di sisi lain stres
memiliki kaitan dengan prokrastinasi akademik, karena seperti disebutkan di atas,
stres adalah salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku prokrastinasi.
Dari pernyataan tersebut, tampak bahwa hardiness dan prokrastinasi saling
terhubung satu sama lain. Namun peneliti perlu melihat lebih dalam untuk
mengetahui apakah hardiness benar-benar memiliki hubungan dengan perilaku
prokrastinasi akademik. Oleh karena itu, berdasarkan hipotesis awal bahwa
tingkat hardiness yang tinggi dapat mengurangi perilaku prokrastinasi, maka
muncullah sebuah pertanyaan penelitian, Apakah ada hubungan antara hardiness
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,
maka peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
“Apakah ada hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada
mahasiswa tingkat akhir ?”
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir
Universitas Sanata Dharma.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu melihat hubungan
antara hardiness dengan prokrastinasi akademik. Hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat dipergunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang Psikologi Pendidikan, serta dapat dijadikan
sebagai sumber acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti :
Penelitian ini dapat menjadi sebuah media untuk
menuangkan buah pikiran secara ilmiah, melatih kemampuan
b. Bagi Lembaga Pendidikan :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
gagasan baru tentang pentingnya hardiness dalam menanggulangi
perilaku prokrastinasi, sehingga pada masa mendatang dapat
diusahakan program-program yang bertujuan untuk mencegah atau
20 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Prokrastinasi Akademik
1. Definisi Prokrastinasi
Prokrastinasi yang dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare. Kata
procrastinare merupakan dua akar kata yang dibentuk dari awalan pro
yang berarti mendorong maju atau bergerak maju, serta akhiran crastinus
yang berarti keputusan hari esok. Jadi secara harfiah, prokrastinasi berarti menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya (Ferrari, Johnson, & McCown, 1995). The Merriam-Webster New Collegiate, sebuah kamus online berbahasa inggris, menjelaskan prokrastinasi sebagai suatu pengunduran secara sengaja untuk mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan hingga hari berikutnya, karena alasan tidak suka mengerjakan pekerjaan tersebut atau bahkan adanya perasaan malas.
dan “bagaimana” seseorang menangani penjadwalan serta kepatuhan terhadap jadwal tersebut (Millgram, 1988). Salomon dan Rothblum (1984), (dalam Ferrari, dkk., 2013) menambahkan bahwa prokrastinasi merupakan perilaku menunda tugas akademik secara sengaja. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi adalah perilaku menunda yang dilakukan secara sengaja, hingga melewati batas waktu yang ditentukan. Selain itu, prokrastinasi juga merupakan perilaku menunda yang dilakukan dengan alasan yang tidak bertanggungjawab, pernyataan Balkis dan Duru (2009), mungkin akan memberikan sebuah kejelasan, “Procrastination is defined as a behavor in which an individual leaves a feasible, important deed
planned beforehand to another time without any sensible reason”.
Rothblum, Beswick, dan Mann (dalam Larson, 1991) mendefinisikan prokrastinasi akademik sebagai kecenderungan melakukan penundaan dalam mengerjakan tugas-tugas akademik dan kecenderungan individu mengalami kecemasan yang berhubungan dengan penundaan yang dilakukan. Noran (dalam Akinsola, Tella & Tella, 2007) juga mendefinisikan prokrastinasi akademik sebagai perilaku menghindar dalam pengerjaan tugas dan tanggung jawab yang seharusnya diselesaikan oleh individu. Seseorang yang melakukan prokrastinasi, biasanya memiliki kecenderungan untuk lebih memilih menghabiskan waktu dengan teman atau melakukan pekerjaan lain yang sebenarnya tidak begitu penting daripada mengerjakan tugas yang seharusnya diselesaikan dengan cepat. Salomon dan Rothblum (dalam Blinder, 2000) menjelaskan kembali bahwa secara spesifik, bahwa prokrastinasi merupakan perilaku maladaptif, yang secara potensial dapat menyebabkan stres negative bagi banyak perguruan tinggi, khususnya mahasiswa.
seseorang dalam menghadapi sebuah tugas, dimana biasanya disertai oleh adanya keyakinan-keyakinan irrasional. Kemudian prokrastinasi juga dipadang sebagai suatu trait kepribadian, dalam pengertian ini prokrastinasi tidak hanya dianggap sebagai sebuah perilaku menunda saja, namun prokrastinasi dianggap sebagai suatu trait yang melibatkan komponen-komponen perilaku maupun struktur mental lain yang saling terkait, yang dapat diketahui secara langsung maupun tidak langsung.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi merupakan perilaku menunda tugas penting yang dilakukan secara sengaja, tanpa alasan yang masuk akal. Prokrastinasi akademik tidak hanya dilakukan sesekali, namun dilakukan berulang-ulang terhadap sebuah tugas yang seharusnya dapat diselesaikan, perilaku ini dapat menjadi kebiasaan buruk bagi seseorang, yang dapat mengakibatkan dampak negatif dalam kehidupannya.
2. Jenis Prokrastinasi
a.Functional Procrastination
Prokrastinasi fungsional adalah perilaku menunda mengerjakan tugas yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang lengkap dan akurat. Mereka yang melakukan penundaan ini memandang sebuah tugas harus dikerjakan secara sempurna, dengan tujuan mendapatkan penyelesaian yang baik, meskipun mereka harus melewati waktu yang optimal untuk mulai mengerjakan tugas tersebut.
b.Disfunctional Procrastination
Prokrastinasi disfungsional adalah perilaku menunda yang tidak bertujuan, yang memiliki akibat buruk dan menimbulkan masalah bagi pelakunya. Bentuk penundaan ini dilakukan tanpa disertai suatu alasan yang berguna bagi pelakunya, maupun orang lain. Prokrastinasi jenis ini dapat menimbulkan masalah bagi pelaku prokrastinasi apabila tidak bisa melepaskan diri dari kebiasaan menunda tersebut. Prokrastinasi disfungsional dibagi lagi menjadi dua hal berdasarkan tujuan mereka melakukan penundaan :
1) Decisional procrastination
ditawarkan untuk menyesuaikan diri dalam pembuatan keputusan pada situasi yang dipersepsikan penuh stres. Prokrastinasi jenis ini berhubungan dengan kelupaan atau kegagalan proses kognitif, akan tetapi tidak berkaitan dengan kurangnya tingkat intelegensi seseorang.
2) Avoidance procrastination
Merupakan perilaku menunda yang dilakukan dalam perilaku yang tampak. Penundaan ini dilakukan sebagai sebuah cara untuk menghindari tugas yang dirasa kurang menyenangkan dan sulit untuk dilakukan. Prokrastinasi ini dilakukan untuk menghindari kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan, dimana hal ini akan mendatangkan nilai negatif dalam dirinya atau mengancam self-esteem nya sehingga seseorang menunda untuk melakukan sesuatu yang nyata yang berhubungan dengan tugasnya.
Sedangkan menurut jenis tugasnya, prokrastinasi dibagi menjadi dua jenis yaitu prokrastinasi akademik, dan prokrastinasi non-akademik
(Ferrari, dkk., 1995). a. Prokrastinasi Akademik
b. Prokrastinasi Non-Akademik
Adalah penundaan yang dilakukan pada jenis tugas non formal atau berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, contohnya adalah penundaan terhadap tugas sosial, menunda membersihkan sangkar burung, dan memberi makan burung.
Dalam penelitian ini, jenis prokrastinasi yang digunakan adalah prokrastinasi akademik yang disfungsional. Pelaku dari prokrastinasi mengarah pada mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi dan melakukan perilaku menunda yang tidak bertujuan. Salomon dan Rothbum (1984) menjelaskan bahwa prokrastinasi akademik sekali lagi adalah kecenderungan yang dilakukan oleh individu untuk menunda tugas akademik hampir selalu dan selalu. Selain itu mereka juga menyebutkan terdapatnya 6 area akademik yang sering dijadikan sebagai “bahan” prokrastinasi oleh pelajar, yaitu :
a. Menulis
meliputi penundaan melaksanakan kewajiban menulis makalah, laporan praktikum, serta tugas menulis lainnya
b. Belajar untuk menghadapi ujian
c. Membaca
menunda membaca buku referensi yang berkaitan dengan tugas akademik yang diwajibkan
d. Kinerja administratif
penundaan pengerjaan dan penyelesaian tugas-tugas administratif, seperti menyalin catatan kuliah, mendaftarkan diri dalam presensi kehadiran
e. Menghadiri pertemuan
penundaan atau keterlambatan menghadiri kuliah, praktikum dan pertemuan lainnya
f. Kinerja akademik secara keseluruhan
mencakup penundaan mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik secara keseluruhan. Kinerja akademik secara keseluruhan dapat berarti seseorang dapat melakukan prokrastinasi di beberapa area akademik, seperti menulis, membaca, menghadiri pertemuan, kinerja administratif, dll.
3. Aspek Prokrastinasi Akademik
Ferrari, Johnson, dan McCown (1995) menjelaskan bahwa dinamika psikologis yang memunculkan prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam aspek-aspek sebagai berikut :
Merupakan kondisi ketika seseorang mengetahui bahwa ia memiliki tugas yang sangat penting untuk diselesaikan, namun masih memilih untuk melakukan penundaan dalam proses memulai untuk mengerjakan atau bahkan saat proses pengerjaan.
b. Melakukan kegiatan lain yang lebih menyenangkan daripada menyelesaikan tugas
Merupakan kondisi dimana prokrastinator secara sengaja lebih memilih untuk melakukan kegiatan lain yang dipandang lebih menyenangkan, dibandingkan dengan menyelesaikan atau bahkan memulai untuk mengerjakan tugas yang seharusnya segera diselesaikan.
d. Ketidakselarasan waktu antara rencana pengerjaan tugas dengan kinerja aktual
Merupakan kondisi dimana prokrastinatior sering mengalami kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya (deadline).
Batas waktu penyelesaian tugas sebenarnya sudah direncanakan dan dipahami oleh prokrastinator itu sendiri, namun pada kondisi ini prokrastinator tidak segera mengerjakan tugas sesuai dengan apa yang telah ia rencanakan, sehingga justru menyebabkan kegagalan dan keterlambatan dalam pengerjaan sebuah tugas.
4. Dampak Prokrastinasi
Burka dan Yuen (dalam Ghufron, 2008), menjelaskan bahwa prokrastinasi mengganggu dalam dua hal, yaitu :
a. Prokrastinasi mengakibatkan munculnya masalah internal, seperti munculnya perasaan bersalah atau menyesal
Kemudian dijelaskan pula oleh Ferrari, Johnson dan McCown (1995), bahwa dampak prokrastinasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Dampak Internal
Beberapa penyebab prokrastinasi muncul dari dalam diri prokrastinator. Saat prokrastinator memiliki tendensi tertentu akan suatu hal, tendensi tersebut akan tertanam dalam diri prokrastinatior. Sebagai contoh, jika prokrastinatior memiliki perasaan takut gagal, dan prokrastinatior melakukan prokrastinasi kronis terhadap suatu tugas, maka prokrastinatior akan selalu melakukan penundaan dalam tugas, dimana prokrastinator merasa gagal. Siswa yang berpikir bahwa semua mata pelajaran itu sulit, maka siswa tersebut akan berpikir takut gagal atau berbuat kesalahan dan menunda belajar atau mengerjakan tugas-tugasnya.
Dampak internal prokrastinasi adalah apa yang dirasakan oleh individu terkait dengan kondisi afektif, yaitu dapat menyebabkan rasa frustrasi, marah serta perasaan bersalah. Tice dan Baumister (1997) menyebutkan bahwa prokrastinasi akademik akan menimbulkan munculnya symtom penyakit dan stres yang semakin meningkat, yang akan berdampak pada melemahnya kondisi fisik dan mental seseorang. b. Dampak Eksternal
kesempatan untuk maju, serta hilangnya waktu dengan sia-sia. Surijah dan Sia (2006) menjelaskan bahwa berdasarkan meta-analisis (r=-0,27) prokrastinasi berkorelasi negatif dengan prestasi akademik, artinya semakin tinggi prokrastinasi, maka prestasi akademik seseorang akan semakin rendah.
Rizvi, 1997 menambahkan bahwa akibat dari perilaku prokrastinasi akademik adalah terganggunya penyediaan dan persiapan lulusan yang berkualitas, berkurangnya kesempatan bagi yang lain untuk belajar, serta terjadinya pemborosan waktu, tenaga, dan biaya. Roig dan DeTomasso (1995), menjelaskan bahwa selain menimbulkan dampak negatif bagi pribadi, prokrastinasi juga memiliki dampak negatif bagi sebuah institusi, seperti terjadinya kecurangan akademis atau plagiat.
Selain itu Grunschel, Partzek, dan Fries (2013) juga menambahkan bahwa terdapat enam kategori yang menjadi dampak dari perilaku prokrastinasi, yaitu :
1) Affective
Meliputi munculnya perasaan marah kecemasan, ketidaknyamanan, perasaan tertekan, sedih serta perasaan negatif lainnya.
2) Mental and physycal states
insomnia, hingga munculnya penyakit dalam tubug seseorang.
3) Behavioural
Menyebabkan seseorang tidak dapat merubah perilaku negatifnya (prokrastinasi menjadi sebuah kebiasaan)
4) Personality
Hadirnya self-concept yang negatif, atau konsep diri yang negatif dalam diri seseorang
5) Course of study
Meliputi tugas-tugas yang menumpuk, keterlambatan pengumpulan tugas, terdesak oleh waktu, kualitas kerja yang menurun, lamanya penyelesaian studi, hingga terjadinyadropoutdalam lingkup mahasiwa.
6) Private life
Mengalami problema dalam hubungan sosial, pembengkakan biaya yang biasa terjadi karena lamanya waktu untuk berkuliah, serta pandangan yang terbatas akan masa depan dirinya.
kehidupan seseorang, misalnya dampak negatif yang terkait dengan perasaan, atau hal-hal di luar individu, hal ini menjelaskan bahwa prokrastinasi memberikan dampak yang merugikan bagi pelakunya atau bagi orang yang berada di dalam lingkup kehidupan pelaku prokrastinasi (prokrastinator).
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik
Di dalam lingkup pendidikan prokrastinasi akademik telah memberikan banyak keraguan dan dampak negatif bagi pelakunya. Seseorang yang melakukan perilaku prokrastinasi melakukan prokrastinasi karena sebab-sebab yang berbeda, oleh karena itu beberapa peneliti mengelompokkan hal tersebut dalam sebutan faktor. Prokrastinasi merupakan hasil kombinasi (a) ketidakpercayaan akan kemampuannya melakukan suatu tugas (b) ketidakmampuan untuk menunda kesenangan dan (c) menyalahkan sesuatu di luar dirinya untuk kesalahan yang dilakukannya (Elis & Knaus, dalam Gunawinata, dkk., 2008). Selain itu, Steel (2003) menjelaskan terdapatnya empat faktor yang mendukung terjadinya perilaku prokrastinasi, antara lain sebagai berikut :
a. Karakteristik Tugas
1) Waktu pemberianrewarddanpunishment
Dimana dijelaskan adanya temporal
proximity (jika tugas semakin dekat prokrastinasi
menurun, jika tugas masih berada tenggang waktu yang lama darideadline maka prokrastinasi terjadi), yang merupakan penyebab alami dari perilaku prokrastinasi. Samuel Johnson (dalam Steel, 2007), menambahkan bahwa kecemasan yang paling besar saat-saat terakhir akan menimbulkan kesan yang kuat.
2) Task Aversiveness
Seseorang menunda sebuah tugas karena berbagai alasan, namun ketika alasannya adalah karena tidak menyukai tugas yang harus dihadapi, maka hal ini disebut sebagai task aversiveness, penundaan atas alasan tidak menyukai sebuah tugas. b. Perbedaan Individual
Steel (2007) melakukan penelitian dan pengelompokan terhadap lima tipe kepribadian yang dianggap berkaitan dengan prokrastinasi, yaitu Neurocitism, Extraversion, Agreeableness,
Openess to experience, dan Conscientiousness. Di dalam
Tipe kepribadian openess to experience yang dicerminkan dengan fantasi seseorang, kedalaman perasaan, perilaku yang fleksibel, serta rasa keingintahuan seseorang, disebutkan tidak berkorelasi dengan prokrastinasi. Berbeda dengan tipe kepribadian agreeableness yang memiliki korelasi negatif dengan perilaku prokrastinasi. Kemudian disebutkan pula bahwa tipe kepribadian conscientiousnessmerupakan prediktor negatif terkuat terhadap perilaku prokrastinasi, demikian pula dengan tipe kepribadian extraversion, melalui komponen
impulsiveness yang dipercaya turut memberikan andil dalam
terjadinya perilaku prokrastinasi. Dari studi literatur yang dilakukan oleh beberapa peneliti disebutkan bahwa tipe kepribadian neurocitism merupakan sumber utama terjadinya perilaku prokrastinasi, karena terdapatnya komponen dalam tipe kepribadian ini, seperti depression, low self-efficacy and
low self-esteem, yang disinyalir menjadi penyebab terjadinya
perilaku prokrastinasi. c. Demografi
bertambah dan pola pemikiran berkembang orang akan mereduksi perilaku prokrastinasi. Kemudian, terdapat pula
gender, dimana pria disebutkan lebih banyak melakukan
prokrastinasi dibandingkan dengan wanita (Steel, 2007). d. Fenomenologi prokrastinasi
Merupakan intended-action gap, mood, dan kinerja (Steel, 2007). Disebutkan bahwa orang yang melakukan prokrastinasi pada awalnya tidak memiliki maksud untuk melakukan perilaku tersebut, tetapi kemudian secara tak sadar ia akan melakukan perilaku tersebut. Berkaitan dengan kinerja, seseorang akan melakukan prokrastinasi dengan tujuan untuk menghindari kecemasan dan meningkatkan kinerja terhadap sebuah tugas, karena dengan melakukan prokrastinasi mereka dapat mengeluarkan seluruh kemampuan fisik dan kognitif ketika tenggat waktu mendekat.
Menurut Ferrari (dalam Ghufron, 2003), penyebab perilaku prokrastinasi dibagi ke dalam dua faktor:
a. Faktor Internal
1) Kondisi kodrati, yang terdiri dari jenis kelamin anak, umur, dan urutan kelahiran. Dalam hal ini anak sulung cenderung lebih diperhatikan, dilindungi, dibantu, apalagi untuk orang tua yang belum berpengalaman dalam mendidik seorang anak. Anak bungsu cenderung dimanja, apalagi bila selisih usianya cukup jauh dari sang kakak. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi perilaku prokrastinasi dalam kehidupan seseorang. 2) Kondisi fisik dan kondisi kesehatan juga merupakan
faktor yang mempengaruhi munculnya prokrastinasi akademik. Menurut Ferrari (dalam Ghufron, 2003), tingkat intelegensi tidak mempengaruhi prokrastinasi walaupun prokrastinasi sering disebabkan oleh adanya
beliefs (keyakinan dalam diri seseorang). Selain itu,
menurut Bruno (dalam Ferrari, dkk., 1995), fatigue
juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prokrastinasi, ia mengatakan bahwa orang yang mengalami fatigue atau kondisi keletihan akan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan prokrastinasi, daripada yang tidak.
seseorang biasanya mempengaruhi perilaku prokrastinasi lebih tinggi. Besarnya motivasi dalam diri seseorang juga akan mempengaruhi prokrastinasi secara negatif, ini artinya semakin tinggi motivasi seseorang ketika menghadapi tugas, maka kecenderungan untuk melakukan prokrastinasi akan semakin rendah (Briordy, dalam Ghufron, 2003). Kontrol diri juga turut mempengaruhi terjadinya prokrastinasi (Wistrich, dalam Elly & Desi, 2014), individu yang memiliki kontrol diri rendah tidak mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya, dalam hal akademis mereka akan lebih banyak melakukan hal-hal yang bersifat menyenangkan dirinya, sehingga akan menunda tugas yang seharusnya diprioritaskan. 4) Faktor internal lain yang mempengaruhi, antara lain
adalah fear of failure (perasaan takut gagal), task
aversiveness (ketidaksukaan terhadap tugas), serta
adanya ketergantungan kuat terhadap orang lain. b. Faktor Eksternal
menyebutkan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah akan menyebabkan munculnya kecenderungan prokrastinasi yang kronis pada anak wanita. Selain itu, Millgram (dalam Ghufron, 2003) menyebutkan pula bahwa kondisi lingkungan yang toleran terhadap prokrastinasi juga mempengaruhi tinggi rendahnya perilaku prokrastinasi, dibandingkan dengan lingkungan yang penuh dengan pengawasan.
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, Bernard (1991) juga mengungkapkan adanya sepuluh penyebab yang berpengaruh terhadap prokrastinasi akademik, yang menjadi faktor-faktor dilakukannya prokrastinasi akademik itu sendiri :
a. Anxiety
Anxiety dapat diartikan sebagai kecemasan. Kecemasan
pada akhirnya menjadi kekuatan magnetik yang berlawanan, dimana tugas-tugas yang diharapkan dapat diselesaikan dengan tepat waktu berkorelasi dengan kecemasan yang tinggi, sehingga seseorang cenderung menunda tugas tersebut.
b. Self-Depreciation
c. Low Discomfort Tolerance
Dapat diartikan sebagai rendahnya toleransi terhadap ketidaknyamanan. Adanya kesulitan pada tugas yang dikerjakan membuat seseorang mengalami kesulitan untuk mentolerir rasa frustastasi dan kecemasan, sehingga mereka mengalihkan diri sendiri kepada tugas-tugas yang mengurangi ketidaknyamanan dalam diri mereka.
d. Pleasure-seeking
Merupakan seseorang yang sering diartikan sebagai orang yang gemar mencari kesenangan. Seseorang yang mencari kenyamanan cenderung tidak mau lepas dari situasi yang membuat mereka dalam kondisi nyaman tersebut. Jika seseorang memiliki kecenderungan tinggi dalam mencari situasi yang nyaman, maka orang tersebut akan memiliki hasrat kuat untuk melakukan kesenangan dan memiliki kontrol impuls yang rendah, contohnya adalah orang yang menunda sebuah tugas demi melakukan hal yang lebih ia sukai.
e. Time Disorganization
kurang penting untuk dilakukan hari ini. Semua pekerjaan terlihat sangat penting sehingga muncul kesulitan untuk menentukan apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu.
f. Environmental Disorganization
Dapat diartikan sebagai tidak teraturnya lingkungan. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya prokrastinasi adalah kenyataan bahwa lingkungan disekitarnya berantakan atau tidak teratur dengan baik, hal ini mungkin terjadi karena kesalahan dari individu tersebut. Tidak teraturnya lingkungan bisa dalam bentuk interupsi dari orang lain, kurangnya privasi, kertas yang bertebaran dimana-mana, dan alat-alat yang dibutuhkan dalam pekerjaan tersebut tidak tersedia. Adanya begitu banyak gangguan pada area wilayah pekerjaan menyulitkan seseorang untuk berkonsentrasi sehingga pekerjaan tersebut tidak bisa selesai tepat pada waktunya.
g. Poor Task Approach
h. Lack of Assertion
Dapat diartikan sebagai kurangnya memberikan pernyataan yang tegas, terhadap diri sendiri. Contohnya adalah seseorang yang mengalami kesulitan untuk berkata terhadap permintaan yang ditujukan kepadanya, sedangkan pada kenyataannya banyak hal yang harus dikerjakan karena telah dijadwalkan terlebih dahulu. Hal ini dapat terjadi oleh karena kurangnya memberikan kehormatan atas semua komitmen dan tanggung jawab yang dimiliki.
i. Hosility with others
Dapat diartikan sebagai permusuhan terhadap orang lain. Kemarahan yang terus menerus bisa menimbulkan dendam dan sikap bermusuhan, sehingga bisa menuju pada sikap menolak atau menentang apapun yang dikatakan oleh orang tersebut.
j. Stress and fatigue