• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir."

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARAHARDINESSDENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR

Richard Alexander

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode korelasional. Subjek yang digunakan berjumlah 100 mahasiswa dari beberapa fakultas di Universitas Sanata Dharma, yang berada pada semester akhir dan sedang mengerjakan skripsi. Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Likert. Skala yang digunakan terdiri dari skala hardiness dan skala prokrastinasi akademik yang disusun oleh peneliti. Koefisien reliabilitas skala hardiness (α = 0,930) sedangkan dari skala prokrastinasi akademik adalah (α = 0,956). Analisis data menggunakan teknik korelasi product momentCarl Pearson dengan program SPSS for Windows versi 21.0. Hasil analisis data menunjukkan adanya korelasi signifikan antara variabel hardiness dengan prokrastinasi akademik, yaitu sebesar r= -0,417 (p = 0,00), sehingga hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima. Kesimpulannya, terdapat hubungan negatif antara kedua variabel, yang berarti semakin tinggi hardinessdalam diri seseorang maka semakin rendah tingkat prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir.

(2)

THE RELATIONSHIP BETWEEN HARDINESS AND ACADEMIC PROCRASTINATION AT SENIOR YEAR STUDENTS

Richard Alexander

ABSTRACT

This research aimed for find the relations beetween hardiness and academic procrastination at senior year students. Hypothesis that proposed in this research that there is a negative correlation between hardiness and academic procrastination at senior year students. This research was quantitave research with correlational method. Subjects in this research was 100 students from some faculty at the university of Sanata Dharma, that has been in their final semester and working on a thesis. A method of the collection of data used in this reseach was using likert scale. The scale used consist of scales of hardiness and scales of academic procrastination that has been compiled by reseacher. The coefficient of reliabity of the scale of hardiness (α = 0,930) while the scale of academic procrastination (α = 0,956). Data analysis that used in this reseach was Carl Pearson product moment correlation tehnique that conducted by SPSS for Windows version 21.0. The result of data analysis showed that there was a significant correlation between hardiness and academic procrastination, as much r=-0,417 (p = 0,00), so the hypothesis in this research was accepted. In conclusion, there was a negative relationship between both variables, which mean the higher hardiness in oneself, the lower academic procrastination at senior year student

(3)

HUBUNGAN ANTARAHARDINESSDENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi.

Disusun oleh: Richard Alexander

099114107

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Dream

Believe

Make it Happen !

–agnezmo-“L I F E I S A B E A U T I F U L T H I N G. P A C K A B A G.

M A K E A P L A Y L I S T. W A T C H T H E W O R L D. D O N’T S P E A K.

J U S T L I S T E N. ” –JOHN

MAYER-“THERE IS NO SUBSTITUTE FOR HARDWORK”

(7)

Edison-v

HALAMAN PERSEMBAHAN

(8)
(9)

vii

HUBUNGAN ANTARAHARDINESSDENGAN PROKRASTINASI

AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR Richard Alexander

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode korelasional. Subjek yang digunakan berjumlah 100 mahasiswa dari beberapa fakultas di Universitas Sanata Dharma, yang berada pada semester akhir dan sedang mengerjakan skripsi. Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Likert. Skala yang digunakan terdiri dari skala hardiness dan skala prokrastinasi akademik yang disusun oleh peneliti. Koefisien reliabilitas skala hardiness

(α = 0,930) sedangkan dari skala prokrastinasi akademik adalah (α = 0,956). Analisis data menggunakan teknik korelasi product momentCarl Pearson dengan program SPSS for Windows versi 21.0. Hasil analisis data menunjukkan adanya korelasi signifikan antara variabel hardiness dengan prokrastinasi akademik, yaitu sebesar r= -0,417 (p = 0,00), sehingga hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima. Kesimpulannya, terdapat hubungan negatif antara kedua variabel, yang berarti semakin tinggi hardinessdalam diri seseorang maka semakin rendah tingkat prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir.

(10)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN HARDINESS AND ACADEMIC PROCRASTINATION AT SENIOR YEAR STUDENTS

Richard Alexander

ABSTRACT

This research aimed for find the relations beetween hardiness and academic procrastination at senior year students. Hypothesis that proposed in this research that there is a negative correlation between hardiness and academic procrastination at senior year students. This research was quantitave research with correlational method. Subjects in this research was 100 students from some faculty at the university of Sanata Dharma, that has been in their final semester and working on a thesis. A method of the collection of data used in this reseach was using likert scale. The scale used consist of scales of hardiness and scales of academic procrastination that has been compiled by reseacher. The coefficient of reliabity of the scale of hardiness (α = 0,930) while the scale of academic procrastination (α = 0,956). Data analysis that used in this reseach was Carl Pearson product moment correlation tehnique that conducted by SPSS for Windows version 21.0. The result of data analysis showed that there was a significant correlation between hardiness and academic procrastination, as much r=-0,417 (p = 0,00), so the hypothesis in this research was accepted. In conclusion, there was a negative relationship between both variables, which mean the higher hardiness in oneself, the lower academic procrastination at senior year student

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Bapa di Dalam Surga, Bunda Maria, seluruh elemen

kehidupan di dunia ini, karena atas waktu yang telah tersematkan, penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil

tanpa bantuan dari berbagai pihak yang membantu. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih, kepada:

1. Gusti Yesus, ingkang paring dalan. Ingkang paring urip. Ingkang paring

kahanan lan berkah.

2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si, selaku Kepala Program Studi Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Dr. Tjipto Susana, selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas bimbingan,

petunjuk dan arahan beliau selama proses penulisan skripsi.

(Maturnembahnuwun atas kesabaran dan tuntunannya, Bu)

5. Bapak Siswa.W, selaku Dosen Pembimbing Akademik atas nasihat dan

masukan Bapak selama perkuliahan.

6. Segenap dosen-dosen fakultas psikologi universitas Sanata Dharma, terima

kasih atas bimbingannya dan ilmu psikologi yang telah saya dapatkan selama

lima tahun ini.

7. Untuk wanita terbaik dalam hidupku, Mama. Terimakasih sudah menjadi

(13)

xi

8. Untuk lelaki terkuat sepanjang masa, papa. Terimakasih untuk segala bentuk

didikan dan kerja keras, segala perlindungan, canda dan tawa tiada dua

9. Untuk kakakku yang tercentil, terimakasih untuk segala bentuk doa dan

harapan yang tidak kentara.

10. Sahabat-sahabatku di PSM Cantus Firmus, Universitas Sanata Dharma, segala

angkatan (Okeh nan ... angel le meh nyebutke ) Terimakasih sekali, sudah

mau berproses bersama, bertahan bersama, belajar hidup bersama. Kalian

salah satu hal terpenting dan terindah yang sudah terjadi di dalam hidupku.

11. Mas Pancasona Aji (Mas Mbong) Maturnembahnuwun atas segala doa dan

pelajaran hidupnya, mas.

12. Saudara seperjuanganku, Oscar, Bleki, Louis, atas segala kenangan, canda

tawa, cerita. You always be my brother.

13. CF’2009. Semuanya. Putri, bundo, ichan, eka, mia, dea, awang, tari, sisil,

keket, oos, bleki, louis, artan, topan, yohan, daniel. Yaowloh. Gabisa kesebut

satu – satu.

14. Teman-teman seangkatan di Psikologi, 2009, untuk waktu dan dukungannya.

15. Sobat-sobat sampai mati “Kepompong Berkumis” Brotherhood (Yatim, Anju,

Ochi, Engger, Mondri, dan Randy) Remember brada, “Love is temporary, but

friendship are forever”

16. Terimakasih terkhususkan untuk Rio Yatim, aku ra bakal start nek ra ono

kowe ndes. Kakak Ochy, aku ra bakal iso selalu niat nek ra ono kowe bang.

Engger, aku ra bakal rampung nek ra ono kowe keng. Sumon, aku ra bakal niat

(14)

xii

suwun tenan. Annie, adik terbaik dan terabal-abal. Maturnembahnuwun sob,

bersama kalian hidup jadi lebih mudah.

17. Terimakasih untuk abang-abang saya, Bang Martin, Koh Cing, Koh Onal,

Bang Manto, Kakak Dhitya, Kakak Baskoro, terimakasih atas kehangatan dan

rasa kekeluargaan yang sudah diberikan. Love you full.

18. Untuk UKF-ku tercinta. @PSYbasketUSD. Terimakasih sudah selalu ada di

dalam kehidupanku. Terimakasih sudah mau menjadi salah satu wadah untuk

berproses.

19. @PSYbasketUSD Golden Generation (no offense ) Albert, Yatim, Partok,

Kibo, Wayan, Togar, Hani, Ruthie, Cicik, Angga, Novie. Keep Shining, darl !

20. Untuk adik-adikku terkasih di @PSYbasketUSD Sita, Monik, Randy, Ayik,

Ani, Radit, Yosua, Erlin, Zelda, Dewok, Edi Age, Gorby, Nia, Gera, Rudy,

Sinta, Etta, Deva, Asti, Novi, semuanya. Terima kasih atas rasa kebersamaan

dan kekeluargaan, yang sudah terberi dan tercipta. Tetap berjuang, selalu

bangga, dan ingat selalu siapa kita.

21. Untuk semua mantan

22. Untuk burung yang ada di kos

23. Untuk Jogjakarta yang selalu Istimewa

24. Untuk Semesta, segala elemen di dalam kehidupanku, yang tak sanggup

diurai per satu-satu. Terimakasih sudah memberikan segala warna di dalam

(15)

xiii

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh

karena itu penulis meminta maaf atas kesalahan dan kelalaian yang telah diperbuat

baik sikap, tutur kata maupun tulisan. Penulis menerima kritik dan saran yang

bersifat membangun demi sempurnanya tulisan ini. Akhir kata saya ucapkan

terima kasih.

Yogyakarta, 26 Mei, 2015

(16)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xiv

DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 18

C. Tujuan Penelitian... 18

D. Manfaat Penelitian... 18

1. Manfaat Teoritis ... 18

2. Manfaat Praktis... 18

(17)

xv

A. Prokrastinasi Akademik ... 20

1. Definisi Prokrastinasi ... 20

2. Jenis Prokrastinasi ... 23

3. Aspek Prokrastinasi ... 27

4. Dampak Prokrastinasi ... 29

5. Faktor-faktor Prokrastinasi... 33

B. Hardiness... 43

1. DefinisiHardiness... 43

2. Aspek-aspekHardiness... 46

3. PerbedaanHardiness - AQ –Resiliensi Diri... 51

C. Mahasiswa ... 55

D. Hubungan antaraHardinessdengan Prokrastinasi Akademik ... 56

E. Skema Penelitian ... 65

F. Hipotesis Penelitian ... 66

BAB III. METODE PENELITIAN... 67

A. Jenis Penelitian ... 67

B. Identifikasi Variabel ... 67

C. Definisi OperasionaL ... 68

D. Subjek Penelitian... 70

E. Metode Pengumpulan Data ... 70

1. SkalaHardiness... 71

a. Alasan Pembuatan SkalaHardiness... 76

(18)

xvi

b. Alasan Pembuatan Skala Prokrastinasi Akademik... 84

F. Validitas dan Reliabilitas ... 86

1. Validitas ... 86

2. Reliabilitas ... 87

G. Metode Analisis Data ... 88

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 90

A. Pelaksanaan Penelitian ... 90

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 92

C. Deskripsi Data Penelitian ... 93

D. Uji Asumsi dan Hasil Penelitian ... 96

E. Pembahasan ... 102

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 109

A. Kesimpulan... 109

B. Saran... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112

(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blueprint SkalaHardiness(sebelum) ... 73

Tabel 2. Blueprint SkalaHardiness(setelah) ... 75

Tabel 3. BlueprintHardiness(Nomor Baru) ... 76

Tabel 4. Blueprint Skala Prokrastinasi (sebelum)... 82

Tabel 5. Blueprint Skala Prokrastinasi (setelah) ... 83

Tabel 6. Blueprint Prokrastinasi (Nomor Baru) ... 84

Tabel 7. Deskripsi Subjek Penelitian ... 91

Tabel 8. Jenis Kelamin... 91

Tabel 9. Usia ... 92

Tabel 10. Semester ... 92

Tabel 11. Deskripsi Data Penelitian... 93

Tabel 12. Linearitas Prokrastinasi danCommitment... 95

Tabel 13. Linearitas Prokrastinasi danControl... 96

Tabel 14. Linearitas Prokrastinasi danChallenge... 96

Tabel 15. Normalitas ... 97

Tabel 16. KorelasiProduct Moment... 99

Tabel 17. KorelasiProduct Moment(Aspek) ... 100

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Sebelum Uji Coba... 117

Lampiran 2. Skala Setelah Uji Coba ... 129

Lampiran 3. Hasil Seleksi Aitem Skala ... 139

Lampiran 4. Reliabilitas Skala ... 143

Lampiran 5. Dekripsi Data Penelitian... 144

Lampiran 6. Linearitas Prokrastinasi Dan AspekHardiness ...145

Lampiran 7. Normalitas ... 147

Lampiran 8. Hasil KorelasiProduct Moment... 148

Lampiran 9. Hasil KorelasiProduct Moment(Aspek) ... 149

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Kesuksesan akan datang pada setiap orang yang mau berusaha keras.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa akan ada banyak hambatan bagi seseorang

untuk merengkuh hal yang menjadi impian mereka. Salah satu rintangan yang

menghambat seseorang untuk meraih kesuksesan antara lain adalah kebiasaan

menunda-nunda suatu pekerjaan, atau biasa dikenal dengan istilah prokrastinasi

(Candra, 2008). Menurut beberapa ahli, prokrastinasi adalah perilaku menunda

yang dilakukan secara sengaja hingga melewati batas waktu yang telah

ditentukan, dimana pelakunya justru menikmati tekanan dari deadlinedan secara

sengaja memilih untuk melakukan penundaan tersebut (Chu & Choi, 2013;

DeSimone, dalam Ferrari, Ozer, & Demir, 2013; Salomon & Rothblum, 1984).

Selain itu, disebutkan pula bahwa prokrastinasi merupakan perilaku menunda

yang dilakukan dengan alasan yang tidak bertanggung jawab. Balkis dan Duru

(2009) menjelaskan bahwa prokrastinasi merupakan perilaku individu yang

meninggalkan kegiatan penting yang sebenarnya dapat dilakukan dan telah

direncanakan sebelumnya, tanpa alasan yang masuk akal. Hal ini menunjukkan

bahwa prokrastinasi telah menjadi salah satu perilaku beresiko yang terjadi dalam

kehidupan mahasiswa, yang dilakukan secara sengaja.

Menurut jenis tugasnya, prokrastinasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu

prokrastinasi akademik dan prokrastinasi akademik. Jika prokrastinasi

(22)

atau berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, maka prokrastinasi akademik

adalah penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal, yang berhubungan

dengan tugas akademik (Ferrari, Johnson, & McCown, 1995). Sementara itu,

berdasarkan manfaat dan tujuannya, prokrastinasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu

prokrastinasi fungsional (functional) dan prokrastinasi disfungsional

(disfunctional). Ferrari, dkk., (1995) juga menjelaskan bahwa prokrastinasi

fungsional adalah penundaan mengerjakan tugas yang bertujuan untuk

memperoleh informasi yang lengkap dan akurat. Mereka yang melakukan

penundaan ini memandang sebuah tugas harus dikerjakan scara sempurna,

meskipun mereka harus melewati waktu yang optimal yang seharusnya dimulai,

sehingga mendapatkan penyelesaian yang baik. Sebaliknya, prokrastinasi

disfungsional adalah penundaan yang tidak bertujuan, yang memiliki akibat buruk

dan menimbulkan masalah bagi pelakunya. Bentuk penundaan ini dilakukan tanpa

disertai suatu alasan yang berguna bagi pelakunya, maupun orang lain.

Prokrastinasi disfungsional ini akan menimbulkan masalah, jika pelakunya tidak

dapat melepaskan diri dari kebiasaan perilaku menunda tersebut (Buari, 2003).

Dalam lingkup penelitian ini, peneliti akan menggunakan prokrastinasi akademik

yang disfungsional, karena dinilai menggambarkan keadaan yang dijumpai oleh

peneliti secara lebih spesifik. Kemudian, dalam pembahasan berikutnya mengenai

prokrastinasi akademik yang disfungsional, peneliti akan menggunakan istilah

prokrastinasi akademik untuk menampilkan istilah yang lebih ringkas.

Sebagian besar penelitian yang meneliti mengenai prokrastinasi akademik

(23)

tersebut, 70% hingga 90% dari mahasiswa mengakui bahwa mereka telah

melakukan perilaku menunda pada tugas-tugas akademik yang harus mereka

hadapi (Steel, dalam Katz, Eliot, & Nevo, 2013). Penelitian lain juga

menyebutkan bahwa kurang lebih 20% sampai dengan 90% mahasiswa di

Amerika melakukan perilaku prokrastinasi, dimana 25% persen diantaranya

melakukan melakukan prokrastinasi kronis (Ellis & Knaus, dalam Steel, 2007).

Perilaku prokrastinasi tidak hanya terjadi di Amerika, namun juga marak terjadi di

Indonesia, dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di beberapa kota,

disebutkan bahwa 30.9% sampai dengan 69% mahasiswa melakukan perilaku

prokrastinasi, dimana 11% hingga 20% diantaranya digolongkan pada taraf berat

(Christoper, Anggawijaya & Patricia, 2012; Ferrari & Pychyl, 2000; Rizvi, 2007;

Surijah & Sia, 2007). Dari data-data yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan

bahwa prokrastinasi merupakan perilaku yang harus diperhatikan, mengingat

banyaknya jumlah mahasiswa yang melakukan perilaku tersebut. Beberapa

peneliti menetapkan prokrastinasi yang kronis sebagai sebuah kebiasaan (Ellis &

Knaus, dalam Ferrari, dkk., 2013) atau juga sebagai sifat kepribadian (Johnson &

Bloom, dalam Ferrari, dkk., 2013), dan kedua istilah dari bentuk prokrastinasi

tersebut ditetapkan sebagai pola hidup yang tidak adaptif (Ferrari, 2013). Ferrari

dan Pychyl (2000) menginformasikan beberapa hal penting yang berkaitan dengan

prokrastinasi melalui penelitiannya. Mereka menjelaskan bahwa perilaku

prokrastiasi disebutkan dapat merugikan diri sendiri dan orang lain dengan cara

mengalihkan beban tanggung jawab pada orang lain yang lalu akan berbuntut

(24)

mahasiswa pengidap prokrastinasi cenderung bermasalah dengan kekebalan

tubuh, lebih sering terserang flu dan batuk, memiliki masalah pencernaan serta

insomnia (Kompas, 2008).

Gunawinata, Nanik, dan Lasmono (2008) menyatakan bahwa prokrastinasi

merupakan masalah yang sangat serius yang membawa konsekuensi bagi pelaku

prokrastinasi (prokrastinatior). Konsekuensi dari perilaku prokrastinasi

menimbulkan pro dan kontra baik secara psikologis, maupun fisiologis. Beberapa

peneliti menemukan konsekuensi positif dan negatif dari perilaku prokrastinasi,

konsekuensi positif dari perilaku prokrastinasi akademik yaitu dapat mengatasi

kecemasan dan bad mood, namun hanya untuk sementara waktu. Sementara itu

konsekuensi negatif dari prokrastinasi akademik dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu internal dan eksternal. Secara internal, prokrastinasi akademik akan

menimbulkan munculnya symtom penyakit dan stres yang semakin meningkat,

munculnya rasa frustrasi, marah serta perasaan bersalah, yang akan berdampak

pada melemahnya kondisi fisik dan mental seseorang (Grunschel, Partzek, &

Fries, 2013; Gunawinata, Nanik, & Lasmono, 2008; Tice & Baumister, 1997).

Sedangkan secara eksternal, prokrastinasi akademik dapat menyebabkan

hilangnya kesempatan untuk belajar, terganggunya penyediaan dan persiapan

lulusan yang berkualitas, menurunnya motivasi dari mahasiswa itu sendiri, hingga

terjadinya pemborosan waktu, tenaga dan biaya dengan sia-sia. Bahkan 25% dari

90% mahasiswa prokrastinator yang suka menunda secara kronis, pada umumnya

akan berakhir mundur dari perguruan tinggi (Burka & Yuen, 1983; Gunawinata,

(25)

tahun 2006 juga menambahkan bahwa prokrastinasi akademik berkorelasi negatif

dengan prestasi akademik mahasiswa (berdasarkan meta-analisis r=-027) yang

artinya semakin tinggi prokrastinasi akademik, maka prestasi akademik seorang

mahasiswa akan menurun, begitu juga terjadi sebaliknya.

Roig dan DeTomasso (dalam Siti, 2009) menjelaskan bahwa selain

menimbulkan dampak negatif bagi pribadi, prokrastinasi juga memiliki dampak

negatif bagi sebuah institusi. Mereka menjelaskan bahwa dampak negatif yang

terjadi adalah terjadinya kecurangan akademis atau biasa disebut dengan istilah

plagiat, hingga munculnya ketidakjujuran akademik seperti adanya jasa

pembuatan skripsi sampai dengan jual beli gelar yang tentunya akan memberikan

dampak dan merugikan nama baik Perguruan Tinggi (Triana, 2013). Prokrastiasi

memiliki konsekuensi yang berpotensi merusak bagi individu yang

melakukannya, dan dapat menyebabkan kinerja yang kurang baik terhadap

tugas-tugas yang dihadapi (Dewitte & Schouwenberg, dalam Deyling, 2004). Perilaku

ini juga memberikan dampak pada ruang lingkup yang lebih luas, hingga

memunculkan fenomena-fenomena yang tabu dalam lingkup akademis. Hal ini

dapat diketahui melalui munculnya fenomena yang terjadi di masyarakat, yaitu

fenomena bottleneck, yang terlihat dari jumlah mahasiswa yang lulus

dibandingkan dengan jumlah yang seharusnya lulus. Itu artinya, jumlah

mahasiswa yang lulus sesuai dengan harapan terkait dengan masa studi lebih

sedikit, dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang terlambat lulus, atau lulus

tidak sesuai dengan harapan. (Gunawinata, Nanik, & Lasmono 2008). Dari

(26)

prokastinasi lebih banyak mewujudkan kerugian dalam kehidupan seseorang, hal

ini menunjukkan bahwa perilaku prokrastinasi akademik merupakan salah satu

kebiasaan yang perlu diberikan perhatian lebih, agar tidak lebih banyak lagi

individu yang terjebak dalam perilaku ini.

Penyebab terjadinya perilaku prokrastinasi, dalam lingkup penelitian biasa

disebut dengan istilah faktor. Menurut Ferrari (dalam Ghufron, 2003) faktor

penyebab prokrastinasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya perilaku prokrastinasi

antara lain adalah faktor pola asuh orang tua, lingkungan keluarga, masyarakat

dan sekolah. Faktor eksternal lain yang dapat ditemukan adalah adanya

perbandingan antara kondisi lingkungan yang toleran terhadap prokrastinasi,

dengan lingkungan yang penuh pengawasan, yang ternyata merupakan salah satu

faktor penyebab terjadinya prokrastinasi (Milgram, 1991).

Faktor internal yang mempengaruhi individu melakukan prokrastinasi

antara lain, sikap perfeksionisme yang menuntut kesempurnaan dalam sebuah

pengerjaan tugas, tinggi rendahnya motivasi seseorang untuk memulai dan

menyelesaikan tugas, fear of failure (ketakutan akan kegagalan), serta

ketergantungan kuat terhadap orang lain (Millgram, 1991; Nugrasanti, 2006;

Sengcuan, Nitasimon, & Nurhadyanto, 1999). Dalam lingkup psikologis, kondisi

fisik dan kesehatan yang menurun, akan menyebabkan keletihan yang kemudian

membuat orang melakukan perilaku menunda. Stres disebutkan pula sebagai salah

satu faktor internal munculnya perilaku prokrastinasi akademik. Caplan dan Jones,

(27)

ketidakmampuan mahasiswa untuk mengatur dan menggunakan waktu dengan

baik, yang membuat mahasiswa mengalami beban yang terlalu berat. Mahasiswa

yang mengalami stres akan mengalami gangguan psikologis berupa respon

emosional, kognitif dan fisiologis. Mereka yang mengalami kondisi ini tentu akan

terganggu dalam melakukan berbagai aktivitas sehingga mengakibatkan

ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas dalam waktu tertentu, hingga

melakukan perilaku menunda terhadap tugas atau perilaku prokrastinasi akademik

(Buari, 2003). Selain itu Gunawinata, Nanik, dan Lasmono (2008) juga

menjelaskan bahwa orang yang melakukan prokrastinasi terhadap tugas akan

cenderung mengalami keadaan yang mengancam atau penuh tekanan dan orang

yang sering merasakan pengalaman stres akan melakukan perilaku prokrastinasi

lebih banyak.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, banyak faktor yang ternyata dapat

mempengaruhi perilaku prokrastinasi. Penelitian mengenai prokrastinasi telah

dikaitkan dengan beberapa variabel, misalnya dengan depresi (Anggawijaya,

2013). Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa depresi, yang merupakan

reaksi yang muncul akibat stres dalam peristiwa hidup seseorang (Qonitatin,

Widyawati & Asih, 2011) berkorelasi positif dengan prokrastinasi akademik. Hal

ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat depresi seseorang semakin tinggi

pula tingkat prokrastinasi akademik yang dilakukan. Bernard (1991), dalam

penelitiannya mengungkapkan tentang sepuluh wilayah magnetis yang menjadi

faktor penyebab prokrastinasi, dimana salah satunya adalah stress dan fatique

(28)

yang terjadi pada diri indvidu, dimana masalah-masalah tersebut dikenal dengan

istilah stressor. Namun, tidak semua stressor yang muncul dalam kehidupan

seseorang dapat mengakibatkan stres, yang mana dalam lingkup akademis akan

mengakibatkan perilaku prokrastinasi akademik. Kemunculan stressor yang

mengakibatkan stres dan menimbulkan perilaku prokrastinasi akademik, dapat

disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya karena adanya tipe kepribadian yang

hadir dalam tiap-tiap diri individu, sebagai contoh, penelitian mengenai

prokrastinasi yang dilakukan oleh Catrunada (2007) dikaitkan dengan tipe

kepribadian introvert dan esktrovert dalam diri seseorang. Dalam penelitian

tersebut ditemukan sebuah hasil bahwa mahasiswa dengan kepribadian introvert

memiliki kecenderungan yang lebih besar dalam melakukan prokrastinasi tugas

skripsi dibandingkan mahasiswa ekstrovert. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa

tipe kepribadian memiliki korelasi dengan perilaku prokrastinasi akademik,

misalnya tipe kepribadianneurocitismdanextraversion(Steel, 2003).

Peneliti menemukan sebuah karakteristik kepribadian lain yang dianggap

dapat menjadi prediktor, serta mempengaruhi terjadinya perilaku prokrastinasi,

yaitu hardiness. Hardiness merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki

seseorang untuk dapat bertahan dalam kondisi stres dan penuh tekanan. Peneliti

mendapatkan ide tersebut, melalui sebuah fenomena mengenai perilaku

penundaan, yang terjadi berdasarkan cerita atau pengalaman dari subjek yang

mengalami problema oleh karena kondisi yang penuh tekanan, hingga

kemunculan stres. Berikut adalah hasil cerita singkat yang dijumpai oleh peneliti

(29)

diceritakan oleh seorang adik angkatan peneliti ketika sedang melaksanakan

kegiatan kemahasiswaan di Pulau Bali, pada tanggal 12 Oktober, 2013. Adik

angkatan peneliti mendapatkan pengalaman ini, ketika ia masih berkuliah dan

mendapatkan banyak permasalahan dari teman-teman seangkatannya :

“Aku mengalami banyak masalah dengan teman-teman seangkatanku, kak.

Bahkan kakak senior yang menunjukkan sikap tidak mengenakkan sama aku.

Rasanya aku jeleh dengan keadaan ini, mau ngapa-ngapain rasanya nggak

nyaman. Bingungnggak jadi aku, kak ? Kepengenndang luluswae lah dari sini,

biar bebas,pengenskripsikundangrampung,timbanganestresnang kene iki

Bali, 12 Oktober, 2012.

Subjek lain yang didapati oleh peneliti juga memiliki kisah yang sama

berkaitan dengan kehidupan perkuliahannya, pengalaman ini diceritakan oleh

tante T, yang juga merupakan mantan dosen di sebuah Universitas di Yogyakarta.

Pengalaman ini didapat ketika tante T masih berstatus sebagai mahasiswi, dimana

beliau mengalami keadaan menekan di dalam kehidupan perkuliahannya. Cerita

ini didapat oleh peneliti ketika sedang mengikuti sebuah acara keluarga di

Purwokerto, pada tanggal 15 November, 2014 :

“Tante dulu kuliah di Universitas ***. Tante itu orang keturunan

satu-satunya. Hampir setiap hari tante dapat masalah baik dengan teman ataupun

dosen. Mulai dari dieceni lah, diperlakukan beda lah, disengiti, pokoknya banyak

nggak betahnya selama kuliah disana. Tante sempat drop beberapa minggu, rodok

(30)

kepengen cepat rampung, ingin cepet lulus. Capai ada dalam situasi yang seperti

ini”

Purwokerto, 15 November, 2014.

Cerita di atas merupakan pengalaman dari subjek yang dijumpai oleh

peneliti, yang menceritakan tentang bagaimana mereka hidup didalam dunia

perkuliahan, mengalami berbagai dinamika kehidupan, hingga kaitannya dengan

prokrastinasi akademik. Pada akhir cerita dua orang subyek di atas, ternyata

memang dapat mengatasi kondisi menekan yang mereka alami, dan lulus cepat,

sesuai dengan tujuan dan target yang mereka tetapkan. Mereka mengalami

konflik, dan berada dalam keadaan yang penuh tekanan, serta mengalami stres.

Namun yang menjadi pertanyaan bagi peneliti adalah “Bagaimana bisa mereka

yang berada dalam kondisi penuh tekanan, dan stres dapat lulus dengan cepat,

tidak melakukan perilaku prokrastinasi terhadap tugas akhirnya?”. Karena pada

akhirnya, peneliti mendapati bahwa subjek memang dapat menyelesaikan tugas

akhirnya dengan tepat waktu, sesuai dengan target yang mereka tetapkan. Orang

yang berada dalam kondisi stres, namun dapat bertahan dan mengatasi kondisi

stres tersebut dapat diartikan sebagai orang yang memiliki hardiness tinggi.

Variabel ini cocok sebagai variabel kedua dari peneliti karena mencerminkan

pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Di sini penulis menemui fenomena yang

berbeda dengan apa yang ada di teori sebelumnya, dimana peneliti menemukan

bahwa orang yang mengalami stres akan cenderung melakukan penundaan

terhadap tugas dan tanggung jawabnya, namun berbeda dengan cerita yang

(31)

dan stres, ternyata dapat lulus tepat waktu. Maka dari itu penulis ingin meneliti

hubungan hardiness dengan prokrastinasi akademik, karena hardiness dianggap

sesuai oleh peneliti sebagai variabel yang mendampingi variabel prokrastinasi

akademik.

Hardiness biasa disebut dengan kepribadian tahan banting. Hardiness

dijelaskan sebagai suatu konstelasi karakteristik kepribadian yang befungsi

sebagai sumber daya untuk menghadapi peristiwa-peristiwa hidup yang

menimbulkan stres, dan merupakan hal yang sangat penting sekali dalam

perlawanan terhadap stres tersebut (Gentry & Kobasa, 1984; Kobasa, dalam

Maddi, 2006). Schultz dan Schultz (1998) menambahkan bahwa kepribadian

tahan banting sebagai suatu struktur kepribadian yang dapat digunakan dalam

menjelaskan perbedaan individu ketika mengalami stres yang terjadi, sehingga

indvidu mampu mengatasi stres tersebut. Dari beberapa pernyataan di atas terlihat

bahwa hardiness merupakan karakteristik kepribadian yang penting untuk dapat

bertahan dalam kondisi stres, serta mengatasi kondisi tersebut.

Hardiness memberikan dampak positif dalam kehidupan seseorang, orang

yang memiliki hardiness tinggi akan memiliki hubungan sosial yang lebih baik

dimana hubungan tersebut mereka butuhkan untuk mendukung mereka ketika

dihadapkan pada situasi yang membutuhkan coping dalam stres (McCalister, dkk.,

dalam Kardum, dkk., 2012). Kepribadian Hardiness dibutuhkan dalam dunia

pendidikan, dalam kaitannya dengan kehidupan mahasiswa, stres seringkali

muncul di saat mahasiswa mengerjakan tugas-tugas mereka. Hardiness

(32)

Selain itu terdapat pula pelatihanhardiness,yang tidak hanya meningkatkan level

hardiness seorang mahasiswa, namun juga meningkatkan rata-rata Grade Point

Averages (Indeks Prestasi Komulatif) selama dua tahun kedepan dan

mempertahankan rata-rata Indeks Prestasi Komulatif (IPK) bagi mahasiswa yang

memiliki IPK tinggi (Maddi, 2006). Menurut Hadjam (2004) kepribadian tahan

banting, atau biasa disebuthardinessjuga mengurangi pengaruh kejadian-kejadian

hidup yang penuh tekanan dan stres, dengan meningkatkan penggunaan strategi

penyesuaian, antara lain dengan menggunakan sumber-sumber sosial yang ada di

lingkungannya untuk dijadikan tameng, motivasi, dan dukungan dalam

menghadapi masalah ketegangan yang dihadapinya, serta memberikan

kesuksesan. Saat menghadapi kondisi yang menekan, individu yang tahan banting

juga akan mengalami stres atau tekanan. Namun tipe kepribadian ini dapat

menyikapi keadaan tersebut dengan cara yang positif, sehingga timbul

kenyamanan melalui cara-cara yang sehat.

Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan penetian terhadap

mahasiswa, dan lebih spesifik lagi, peneliti akan melakukan penelitian terhadap

mahasiswa tingkat akhir. Menurut Marseto (2007) mahasiswa tingkat akhir

merupakan mahasiswa yang sudah melewati masa perkuliahan lebih dari enam

semester, dan diperbolehkan untuk memulai mengerjakan tugas akhir atau skripsi.

Tugas akhir atau skripsi itu sendiri merupakan sebuah kewajiban bagi mahasiswa

tingkat akhir untuk diselesaikan, dan kewajiban tersebut seringkali menjadi beban

tersendiri bagi mahasiswa tingkat akhir. Mahasiswa tingkat akhir berada pada

(33)

mahasiswa sudah berada pada masa dewasa awal, yang dimulai pada akhir usia

belasan tahun atau awal dua puluhan tahun dan yang berakhir pada usia tiga

puluhan tahun. Santrock (2009) menjelaskan bahwa masa ini adalah masa

pembentukan kemandirian pribadi, perkembangan karir, belajar hidup, dan mulai

memikirkan masa depan. Mahasiswa pada usia ini, selain terbeban oleh

penyelesaian tugas akhir atau skripsi, secara tidak langsung juga mulai

memikirkan masa depannya, yang dapat berakibat pada munculnya perasaan

tertekan akibat beban hidup yang mengharuskannya berpikir lebih dewasa.

Peneliti memilih mahasiswa tingkat akhir sebagai subjek penelitian karena

mahasiswa tingkat akhir dianggap memiliki stressor yang lebih besar

dibandingkan dengan tingkatan mahasiswa lainnya, oleh karena adanya tugas

akhir yang harus diselesaikan. Peneliti tidak memungkiri bahwa mahasiswa yang

masih berada pada angkatan awal sampai menengah, juga mendapatkan beban

tugas yang tidak sedikit. Namun disini, peneliti lebih berfokus pada mahasiswa

tingkat akhir, oleh karena permasalahan adanya tugas akhir atau skripsi yang

menjadi salah satu sumber stressor bagi kebanyakan mahasiswa, juga munculnya

pemikiran dan tanggung jawab yang lebih besar pada mahasiswa tingkat akhir,

yang sudah seharusnya memikirkan kehidupan di masa yang akan datang.

Darmono dan Hasan (2002) menjelaskan bahwa begitu panjang dan rumitnya

proses pengerjaan skirpsi membutuhkan waktu, tenaga, biaya dan perhatian yang

tidak sedikit. Umumnya, mahasiswa diberikan waktu untuk meyelesaikan skripsi

dalam jangka waktu satu semester atau kurang lebih enam bulan. Namun pada

(34)

enam bulan untuk mengerjakan skripsi. Hal ini menunjukkan bahwa skripsi

memang telah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tekanan dalam

kehidupan mahasiswa tingkat akhir, yang juga dapat menyebabkan munculnya

perilaku prokrastinasi akademik. Selain itu, mahasiswa tingkat akhir dipilih

karena memiliki kesesuaian dengan tujuan penelitian, yakni untuk melihat

hubungan hardiness pada orang yang memiliki tingkat stres tinggi dengan

prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir

atau skripsi.

Beberapa penelitian, seperti disebutkan di atas menyebutkan bahwa

prokrastinasi menimbulkan banyak dampak negatif pada kehidupan seorang, baik

secara psikologis maupun fisiologis. Hal ini menjadi sebuah daya tarik tersendiri

bagi peneliti untuk mengetahui lebih jauh mengenai prokrastinasi dan hal-hal

yang mempengaruhinya. Penelitian-penelitian sebelumnya telah mengaitkan

prokrastinasi dengan berbagai variabel, dan beberapa diantaranya dapat

memprediksi perilaku prokrastinasi tersebut. Prokrastinasi juga dikaitkan dengan

variabel seperti Self Control (Green, dalam Tuckman 1991), Self Efficacy (Lisa,

2014), Emotional Support (Brian, 2014), Kecemasan Sosial (Ferrari, dkk 1995),

Locus of Control External (Frederik, 2010). Dari beberapa variabel yang telah

digunakan untuk memprediksi perilaku prokrastinasi, kesemuanya memiliki

hubungan yang signifikan dengan prokrastinasi akademik.

Penelitian mengenai prokrastinasi telah dikaitkan dengan beberapa

variabel yang memiliki kemiripan dengan variabel hardiness, antara lain

(35)

adversity quotient dengan prokrastinasi akademik memiliki korelasi negatif, yang

artinya semakin tinggiadversity quotientseseorang,maka prokrastinasi akademik

akan semakin rendah, begitu juga sebaliknya. Prokrastinasi akademik juga

dikaitkan dengan variabel resiliensi diri (Kusniastun, 2014) yang menyebutkan

bahwa resiliensi diri memiliki korelasi yang negatif dengan prokrastinasi

akademik, yang artinya semakin tinggi resiliensi diri maka perilaku prokrastinasi

akan semakin rendah. Seperti kita ketahui bersama, variabel hardiness yang

diajukan oleh peneliti memiliki kemiripan dengan variabel adversity quotient

(AQ) dan resiliensi diri, yang dapat memuculkan keraguan dan akan

dipertanyakan kelayakannya sebagai variabel yang mendampingi prokrastinasi

akademik.

Phoolka dan Kaur (2012) menjelaskan bahwa AQ, resiliensi diri, dan

hardiness sama-sama dapat digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang

dalam menghadapi situasi yang sulit. Namun ketiga variabel tersebut memiliki

perbedaan yang siginifikan dan membedakan satu sama lain, perbedaannya adalah

ketiga variabel ini mengukur dengan cara yang berbeda, oleh karena itu,

masing-masing variabel juga dapat mengukur aspek yang berbeda dari kemampuan

seseorang untuk menghadapi situasi yang sulit.Contohnya adalah sebagai berikut,

tingkat komitmen seseorang, kemampuan, serta kemauan untuk menghadapi

tantangan, yang ada pada hardiness hanya dapat diukur oleh variabel hardiness,

tidak dapat diukur dengan menggunakan AQ ataupun resiliensi diri. Kemudian

kurangnya fokus dalam diri seseorang dan skala prioritas (kemampuan untuk

(36)

diukur melalui variabel resiliensi diri, tidak melalui variabel AQ ataupun

hardiness.Begitu pula yang terjadi pada variabel AQ, dimana tingkat kemampuan

seseorang untuk menghadapi peristiwa yang merugikan di dalam kehidupannya,

serta keyakinan tentang berapa lama peristiwa tersebut akan berlangsung, hanya

dapat diukur melalui Adversity Quotient (AQ), tidak dengan variabel hardiness

ataupun resiliensi diri.

Perbedaan lain dijelaskan pula oleh Phoolka dan Kaur (2012), apabila

resiliensi diri yang merupakan sebuah kecenderungan untuk bersikap positif

terhadap hal-hal yang membuat seseorang berada dalam keadaan yang

menyulitkan, maka lain halnya dengan AQ yang merupakan salah satu bentuk

kecerdasan, dimana caranya untuk menghadapi situasi yang menekan adalah

dengan menghadapi masalah tersebut secara langsung, meningkatkan kepercayaan

diri untuk dapat bertahan dan melewati keadaan tersebut. Sementara itu,hardiness

adalah sebuah kepribadian, dimana caranya menghadapi kondisi yang menekan

adalah dengan meyakinkan dan memotivasi diri (berdasarkan tiga aspek sikap,

yakni control, commitment, & challenge) agar dirinya dapat lebih tangguh untuk

menghadapi situasi yang menekan (stresfull). Berdasarkan penjabaran di atas,

peneliti melihat adanya perbedaan dari ketiga variabel tersebut, sebagai sebuah

peluang untuk meneliti dengan menggunakan variabel hardiness, karena selain

memiliki perbedaan dengan AQ dan resiliensi diri, variabel ini dinilai dapat

digunakan untuk memprediksi perilaku prokrastinasi dan juga belum pernah

(37)

Hardiness erat kaitannya dengan stres. Penyebab stres dapat berasal dari

dalam diri individu yaitu, usia, kondisi fisik, dan faktor kepribadian, serta berasal

dari luar diri individu baik dari lingkungan keluarga, lingkungan kerja, cita-cita

maupun ambisi (Muchtar, 2004). Seseorang yang mengalami stres, yang

kemudian dapat bertahan dan keluar dari kondisi tersebut dalam keadaan baik,

terjadi karena adanya kepribadian hardiness dalam diri mereka. Di sisi lain stres

memiliki kaitan dengan prokrastinasi akademik, karena seperti disebutkan di atas,

stres adalah salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku prokrastinasi.

Dari pernyataan tersebut, tampak bahwa hardiness dan prokrastinasi saling

terhubung satu sama lain. Namun peneliti perlu melihat lebih dalam untuk

mengetahui apakah hardiness benar-benar memiliki hubungan dengan perilaku

prokrastinasi akademik. Oleh karena itu, berdasarkan hipotesis awal bahwa

tingkat hardiness yang tinggi dapat mengurangi perilaku prokrastinasi, maka

muncullah sebuah pertanyaan penelitian, Apakah ada hubungan antara hardiness

(38)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,

maka peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut :

“Apakah ada hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada

mahasiswa tingkat akhir ?”

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara

hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir

Universitas Sanata Dharma.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu melihat hubungan

antara hardiness dengan prokrastinasi akademik. Hasil penelitian ini juga

diharapkan dapat dipergunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya dalam bidang Psikologi Pendidikan, serta dapat dijadikan

sebagai sumber acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti :

Penelitian ini dapat menjadi sebuah media untuk

menuangkan buah pikiran secara ilmiah, melatih kemampuan

(39)

b. Bagi Lembaga Pendidikan :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

gagasan baru tentang pentingnya hardiness dalam menanggulangi

perilaku prokrastinasi, sehingga pada masa mendatang dapat

diusahakan program-program yang bertujuan untuk mencegah atau

(40)

20 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Prokrastinasi Akademik

1. Definisi Prokrastinasi

Prokrastinasi yang dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare. Kata

procrastinare merupakan dua akar kata yang dibentuk dari awalan pro

yang berarti mendorong maju atau bergerak maju, serta akhiran crastinus

yang berarti keputusan hari esok. Jadi secara harfiah, prokrastinasi berarti menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya (Ferrari, Johnson, & McCown, 1995). The Merriam-Webster New Collegiate, sebuah kamus online berbahasa inggris, menjelaskan prokrastinasi sebagai suatu pengunduran secara sengaja untuk mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan hingga hari berikutnya, karena alasan tidak suka mengerjakan pekerjaan tersebut atau bahkan adanya perasaan malas.

(41)

dan “bagaimana” seseorang menangani penjadwalan serta kepatuhan terhadap jadwal tersebut (Millgram, 1988). Salomon dan Rothblum (1984), (dalam Ferrari, dkk., 2013) menambahkan bahwa prokrastinasi merupakan perilaku menunda tugas akademik secara sengaja. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi adalah perilaku menunda yang dilakukan secara sengaja, hingga melewati batas waktu yang ditentukan. Selain itu, prokrastinasi juga merupakan perilaku menunda yang dilakukan dengan alasan yang tidak bertanggungjawab, pernyataan Balkis dan Duru (2009), mungkin akan memberikan sebuah kejelasan, “Procrastination is defined as a behavor in which an individual leaves a feasible, important deed

planned beforehand to another time without any sensible reason”.

(42)

Rothblum, Beswick, dan Mann (dalam Larson, 1991) mendefinisikan prokrastinasi akademik sebagai kecenderungan melakukan penundaan dalam mengerjakan tugas-tugas akademik dan kecenderungan individu mengalami kecemasan yang berhubungan dengan penundaan yang dilakukan. Noran (dalam Akinsola, Tella & Tella, 2007) juga mendefinisikan prokrastinasi akademik sebagai perilaku menghindar dalam pengerjaan tugas dan tanggung jawab yang seharusnya diselesaikan oleh individu. Seseorang yang melakukan prokrastinasi, biasanya memiliki kecenderungan untuk lebih memilih menghabiskan waktu dengan teman atau melakukan pekerjaan lain yang sebenarnya tidak begitu penting daripada mengerjakan tugas yang seharusnya diselesaikan dengan cepat. Salomon dan Rothblum (dalam Blinder, 2000) menjelaskan kembali bahwa secara spesifik, bahwa prokrastinasi merupakan perilaku maladaptif, yang secara potensial dapat menyebabkan stres negative bagi banyak perguruan tinggi, khususnya mahasiswa.

(43)

seseorang dalam menghadapi sebuah tugas, dimana biasanya disertai oleh adanya keyakinan-keyakinan irrasional. Kemudian prokrastinasi juga dipadang sebagai suatu trait kepribadian, dalam pengertian ini prokrastinasi tidak hanya dianggap sebagai sebuah perilaku menunda saja, namun prokrastinasi dianggap sebagai suatu trait yang melibatkan komponen-komponen perilaku maupun struktur mental lain yang saling terkait, yang dapat diketahui secara langsung maupun tidak langsung.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi merupakan perilaku menunda tugas penting yang dilakukan secara sengaja, tanpa alasan yang masuk akal. Prokrastinasi akademik tidak hanya dilakukan sesekali, namun dilakukan berulang-ulang terhadap sebuah tugas yang seharusnya dapat diselesaikan, perilaku ini dapat menjadi kebiasaan buruk bagi seseorang, yang dapat mengakibatkan dampak negatif dalam kehidupannya.

2. Jenis Prokrastinasi

(44)

a.Functional Procrastination

Prokrastinasi fungsional adalah perilaku menunda mengerjakan tugas yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang lengkap dan akurat. Mereka yang melakukan penundaan ini memandang sebuah tugas harus dikerjakan secara sempurna, dengan tujuan mendapatkan penyelesaian yang baik, meskipun mereka harus melewati waktu yang optimal untuk mulai mengerjakan tugas tersebut.

b.Disfunctional Procrastination

Prokrastinasi disfungsional adalah perilaku menunda yang tidak bertujuan, yang memiliki akibat buruk dan menimbulkan masalah bagi pelakunya. Bentuk penundaan ini dilakukan tanpa disertai suatu alasan yang berguna bagi pelakunya, maupun orang lain. Prokrastinasi jenis ini dapat menimbulkan masalah bagi pelaku prokrastinasi apabila tidak bisa melepaskan diri dari kebiasaan menunda tersebut. Prokrastinasi disfungsional dibagi lagi menjadi dua hal berdasarkan tujuan mereka melakukan penundaan :

1) Decisional procrastination

(45)

ditawarkan untuk menyesuaikan diri dalam pembuatan keputusan pada situasi yang dipersepsikan penuh stres. Prokrastinasi jenis ini berhubungan dengan kelupaan atau kegagalan proses kognitif, akan tetapi tidak berkaitan dengan kurangnya tingkat intelegensi seseorang.

2) Avoidance procrastination

Merupakan perilaku menunda yang dilakukan dalam perilaku yang tampak. Penundaan ini dilakukan sebagai sebuah cara untuk menghindari tugas yang dirasa kurang menyenangkan dan sulit untuk dilakukan. Prokrastinasi ini dilakukan untuk menghindari kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan, dimana hal ini akan mendatangkan nilai negatif dalam dirinya atau mengancam self-esteem nya sehingga seseorang menunda untuk melakukan sesuatu yang nyata yang berhubungan dengan tugasnya.

Sedangkan menurut jenis tugasnya, prokrastinasi dibagi menjadi dua jenis yaitu prokrastinasi akademik, dan prokrastinasi non-akademik

(Ferrari, dkk., 1995). a. Prokrastinasi Akademik

(46)

b. Prokrastinasi Non-Akademik

Adalah penundaan yang dilakukan pada jenis tugas non formal atau berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, contohnya adalah penundaan terhadap tugas sosial, menunda membersihkan sangkar burung, dan memberi makan burung.

Dalam penelitian ini, jenis prokrastinasi yang digunakan adalah prokrastinasi akademik yang disfungsional. Pelaku dari prokrastinasi mengarah pada mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi dan melakukan perilaku menunda yang tidak bertujuan. Salomon dan Rothbum (1984) menjelaskan bahwa prokrastinasi akademik sekali lagi adalah kecenderungan yang dilakukan oleh individu untuk menunda tugas akademik hampir selalu dan selalu. Selain itu mereka juga menyebutkan terdapatnya 6 area akademik yang sering dijadikan sebagai “bahan” prokrastinasi oleh pelajar, yaitu :

a. Menulis

meliputi penundaan melaksanakan kewajiban menulis makalah, laporan praktikum, serta tugas menulis lainnya

b. Belajar untuk menghadapi ujian

(47)

c. Membaca

menunda membaca buku referensi yang berkaitan dengan tugas akademik yang diwajibkan

d. Kinerja administratif

penundaan pengerjaan dan penyelesaian tugas-tugas administratif, seperti menyalin catatan kuliah, mendaftarkan diri dalam presensi kehadiran

e. Menghadiri pertemuan

penundaan atau keterlambatan menghadiri kuliah, praktikum dan pertemuan lainnya

f. Kinerja akademik secara keseluruhan

mencakup penundaan mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik secara keseluruhan. Kinerja akademik secara keseluruhan dapat berarti seseorang dapat melakukan prokrastinasi di beberapa area akademik, seperti menulis, membaca, menghadiri pertemuan, kinerja administratif, dll.

3. Aspek Prokrastinasi Akademik

Ferrari, Johnson, dan McCown (1995) menjelaskan bahwa dinamika psikologis yang memunculkan prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam aspek-aspek sebagai berikut :

(48)

Merupakan kondisi ketika seseorang mengetahui bahwa ia memiliki tugas yang sangat penting untuk diselesaikan, namun masih memilih untuk melakukan penundaan dalam proses memulai untuk mengerjakan atau bahkan saat proses pengerjaan.

b. Melakukan kegiatan lain yang lebih menyenangkan daripada menyelesaikan tugas

Merupakan kondisi dimana prokrastinator secara sengaja lebih memilih untuk melakukan kegiatan lain yang dipandang lebih menyenangkan, dibandingkan dengan menyelesaikan atau bahkan memulai untuk mengerjakan tugas yang seharusnya segera diselesaikan.

(49)

d. Ketidakselarasan waktu antara rencana pengerjaan tugas dengan kinerja aktual

Merupakan kondisi dimana prokrastinatior sering mengalami kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya (deadline).

Batas waktu penyelesaian tugas sebenarnya sudah direncanakan dan dipahami oleh prokrastinator itu sendiri, namun pada kondisi ini prokrastinator tidak segera mengerjakan tugas sesuai dengan apa yang telah ia rencanakan, sehingga justru menyebabkan kegagalan dan keterlambatan dalam pengerjaan sebuah tugas.

4. Dampak Prokrastinasi

Burka dan Yuen (dalam Ghufron, 2008), menjelaskan bahwa prokrastinasi mengganggu dalam dua hal, yaitu :

a. Prokrastinasi mengakibatkan munculnya masalah internal, seperti munculnya perasaan bersalah atau menyesal

(50)

Kemudian dijelaskan pula oleh Ferrari, Johnson dan McCown (1995), bahwa dampak prokrastinasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Dampak Internal

Beberapa penyebab prokrastinasi muncul dari dalam diri prokrastinator. Saat prokrastinator memiliki tendensi tertentu akan suatu hal, tendensi tersebut akan tertanam dalam diri prokrastinatior. Sebagai contoh, jika prokrastinatior memiliki perasaan takut gagal, dan prokrastinatior melakukan prokrastinasi kronis terhadap suatu tugas, maka prokrastinatior akan selalu melakukan penundaan dalam tugas, dimana prokrastinator merasa gagal. Siswa yang berpikir bahwa semua mata pelajaran itu sulit, maka siswa tersebut akan berpikir takut gagal atau berbuat kesalahan dan menunda belajar atau mengerjakan tugas-tugasnya.

Dampak internal prokrastinasi adalah apa yang dirasakan oleh individu terkait dengan kondisi afektif, yaitu dapat menyebabkan rasa frustrasi, marah serta perasaan bersalah. Tice dan Baumister (1997) menyebutkan bahwa prokrastinasi akademik akan menimbulkan munculnya symtom penyakit dan stres yang semakin meningkat, yang akan berdampak pada melemahnya kondisi fisik dan mental seseorang. b. Dampak Eksternal

(51)

kesempatan untuk maju, serta hilangnya waktu dengan sia-sia. Surijah dan Sia (2006) menjelaskan bahwa berdasarkan meta-analisis (r=-0,27) prokrastinasi berkorelasi negatif dengan prestasi akademik, artinya semakin tinggi prokrastinasi, maka prestasi akademik seseorang akan semakin rendah.

Rizvi, 1997 menambahkan bahwa akibat dari perilaku prokrastinasi akademik adalah terganggunya penyediaan dan persiapan lulusan yang berkualitas, berkurangnya kesempatan bagi yang lain untuk belajar, serta terjadinya pemborosan waktu, tenaga, dan biaya. Roig dan DeTomasso (1995), menjelaskan bahwa selain menimbulkan dampak negatif bagi pribadi, prokrastinasi juga memiliki dampak negatif bagi sebuah institusi, seperti terjadinya kecurangan akademis atau plagiat.

Selain itu Grunschel, Partzek, dan Fries (2013) juga menambahkan bahwa terdapat enam kategori yang menjadi dampak dari perilaku prokrastinasi, yaitu :

1) Affective

Meliputi munculnya perasaan marah kecemasan, ketidaknyamanan, perasaan tertekan, sedih serta perasaan negatif lainnya.

2) Mental and physycal states

(52)

insomnia, hingga munculnya penyakit dalam tubug seseorang.

3) Behavioural

Menyebabkan seseorang tidak dapat merubah perilaku negatifnya (prokrastinasi menjadi sebuah kebiasaan)

4) Personality

Hadirnya self-concept yang negatif, atau konsep diri yang negatif dalam diri seseorang

5) Course of study

Meliputi tugas-tugas yang menumpuk, keterlambatan pengumpulan tugas, terdesak oleh waktu, kualitas kerja yang menurun, lamanya penyelesaian studi, hingga terjadinyadropoutdalam lingkup mahasiwa.

6) Private life

Mengalami problema dalam hubungan sosial, pembengkakan biaya yang biasa terjadi karena lamanya waktu untuk berkuliah, serta pandangan yang terbatas akan masa depan dirinya.

(53)

kehidupan seseorang, misalnya dampak negatif yang terkait dengan perasaan, atau hal-hal di luar individu, hal ini menjelaskan bahwa prokrastinasi memberikan dampak yang merugikan bagi pelakunya atau bagi orang yang berada di dalam lingkup kehidupan pelaku prokrastinasi (prokrastinator).

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik

Di dalam lingkup pendidikan prokrastinasi akademik telah memberikan banyak keraguan dan dampak negatif bagi pelakunya. Seseorang yang melakukan perilaku prokrastinasi melakukan prokrastinasi karena sebab-sebab yang berbeda, oleh karena itu beberapa peneliti mengelompokkan hal tersebut dalam sebutan faktor. Prokrastinasi merupakan hasil kombinasi (a) ketidakpercayaan akan kemampuannya melakukan suatu tugas (b) ketidakmampuan untuk menunda kesenangan dan (c) menyalahkan sesuatu di luar dirinya untuk kesalahan yang dilakukannya (Elis & Knaus, dalam Gunawinata, dkk., 2008). Selain itu, Steel (2003) menjelaskan terdapatnya empat faktor yang mendukung terjadinya perilaku prokrastinasi, antara lain sebagai berikut :

a. Karakteristik Tugas

(54)

1) Waktu pemberianrewarddanpunishment

Dimana dijelaskan adanya temporal

proximity (jika tugas semakin dekat prokrastinasi

menurun, jika tugas masih berada tenggang waktu yang lama darideadline maka prokrastinasi terjadi), yang merupakan penyebab alami dari perilaku prokrastinasi. Samuel Johnson (dalam Steel, 2007), menambahkan bahwa kecemasan yang paling besar saat-saat terakhir akan menimbulkan kesan yang kuat.

2) Task Aversiveness

Seseorang menunda sebuah tugas karena berbagai alasan, namun ketika alasannya adalah karena tidak menyukai tugas yang harus dihadapi, maka hal ini disebut sebagai task aversiveness, penundaan atas alasan tidak menyukai sebuah tugas. b. Perbedaan Individual

Steel (2007) melakukan penelitian dan pengelompokan terhadap lima tipe kepribadian yang dianggap berkaitan dengan prokrastinasi, yaitu Neurocitism, Extraversion, Agreeableness,

Openess to experience, dan Conscientiousness. Di dalam

(55)

Tipe kepribadian openess to experience yang dicerminkan dengan fantasi seseorang, kedalaman perasaan, perilaku yang fleksibel, serta rasa keingintahuan seseorang, disebutkan tidak berkorelasi dengan prokrastinasi. Berbeda dengan tipe kepribadian agreeableness yang memiliki korelasi negatif dengan perilaku prokrastinasi. Kemudian disebutkan pula bahwa tipe kepribadian conscientiousnessmerupakan prediktor negatif terkuat terhadap perilaku prokrastinasi, demikian pula dengan tipe kepribadian extraversion, melalui komponen

impulsiveness yang dipercaya turut memberikan andil dalam

terjadinya perilaku prokrastinasi. Dari studi literatur yang dilakukan oleh beberapa peneliti disebutkan bahwa tipe kepribadian neurocitism merupakan sumber utama terjadinya perilaku prokrastinasi, karena terdapatnya komponen dalam tipe kepribadian ini, seperti depression, low self-efficacy and

low self-esteem, yang disinyalir menjadi penyebab terjadinya

perilaku prokrastinasi. c. Demografi

(56)

bertambah dan pola pemikiran berkembang orang akan mereduksi perilaku prokrastinasi. Kemudian, terdapat pula

gender, dimana pria disebutkan lebih banyak melakukan

prokrastinasi dibandingkan dengan wanita (Steel, 2007). d. Fenomenologi prokrastinasi

Merupakan intended-action gap, mood, dan kinerja (Steel, 2007). Disebutkan bahwa orang yang melakukan prokrastinasi pada awalnya tidak memiliki maksud untuk melakukan perilaku tersebut, tetapi kemudian secara tak sadar ia akan melakukan perilaku tersebut. Berkaitan dengan kinerja, seseorang akan melakukan prokrastinasi dengan tujuan untuk menghindari kecemasan dan meningkatkan kinerja terhadap sebuah tugas, karena dengan melakukan prokrastinasi mereka dapat mengeluarkan seluruh kemampuan fisik dan kognitif ketika tenggat waktu mendekat.

Menurut Ferrari (dalam Ghufron, 2003), penyebab perilaku prokrastinasi dibagi ke dalam dua faktor:

a. Faktor Internal

(57)

1) Kondisi kodrati, yang terdiri dari jenis kelamin anak, umur, dan urutan kelahiran. Dalam hal ini anak sulung cenderung lebih diperhatikan, dilindungi, dibantu, apalagi untuk orang tua yang belum berpengalaman dalam mendidik seorang anak. Anak bungsu cenderung dimanja, apalagi bila selisih usianya cukup jauh dari sang kakak. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi perilaku prokrastinasi dalam kehidupan seseorang. 2) Kondisi fisik dan kondisi kesehatan juga merupakan

faktor yang mempengaruhi munculnya prokrastinasi akademik. Menurut Ferrari (dalam Ghufron, 2003), tingkat intelegensi tidak mempengaruhi prokrastinasi walaupun prokrastinasi sering disebabkan oleh adanya

beliefs (keyakinan dalam diri seseorang). Selain itu,

menurut Bruno (dalam Ferrari, dkk., 1995), fatigue

juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prokrastinasi, ia mengatakan bahwa orang yang mengalami fatigue atau kondisi keletihan akan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan prokrastinasi, daripada yang tidak.

(58)

seseorang biasanya mempengaruhi perilaku prokrastinasi lebih tinggi. Besarnya motivasi dalam diri seseorang juga akan mempengaruhi prokrastinasi secara negatif, ini artinya semakin tinggi motivasi seseorang ketika menghadapi tugas, maka kecenderungan untuk melakukan prokrastinasi akan semakin rendah (Briordy, dalam Ghufron, 2003). Kontrol diri juga turut mempengaruhi terjadinya prokrastinasi (Wistrich, dalam Elly & Desi, 2014), individu yang memiliki kontrol diri rendah tidak mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya, dalam hal akademis mereka akan lebih banyak melakukan hal-hal yang bersifat menyenangkan dirinya, sehingga akan menunda tugas yang seharusnya diprioritaskan. 4) Faktor internal lain yang mempengaruhi, antara lain

adalah fear of failure (perasaan takut gagal), task

aversiveness (ketidaksukaan terhadap tugas), serta

adanya ketergantungan kuat terhadap orang lain. b. Faktor Eksternal

(59)

menyebutkan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah akan menyebabkan munculnya kecenderungan prokrastinasi yang kronis pada anak wanita. Selain itu, Millgram (dalam Ghufron, 2003) menyebutkan pula bahwa kondisi lingkungan yang toleran terhadap prokrastinasi juga mempengaruhi tinggi rendahnya perilaku prokrastinasi, dibandingkan dengan lingkungan yang penuh dengan pengawasan.

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, Bernard (1991) juga mengungkapkan adanya sepuluh penyebab yang berpengaruh terhadap prokrastinasi akademik, yang menjadi faktor-faktor dilakukannya prokrastinasi akademik itu sendiri :

a. Anxiety

Anxiety dapat diartikan sebagai kecemasan. Kecemasan

pada akhirnya menjadi kekuatan magnetik yang berlawanan, dimana tugas-tugas yang diharapkan dapat diselesaikan dengan tepat waktu berkorelasi dengan kecemasan yang tinggi, sehingga seseorang cenderung menunda tugas tersebut.

b. Self-Depreciation

(60)

c. Low Discomfort Tolerance

Dapat diartikan sebagai rendahnya toleransi terhadap ketidaknyamanan. Adanya kesulitan pada tugas yang dikerjakan membuat seseorang mengalami kesulitan untuk mentolerir rasa frustastasi dan kecemasan, sehingga mereka mengalihkan diri sendiri kepada tugas-tugas yang mengurangi ketidaknyamanan dalam diri mereka.

d. Pleasure-seeking

Merupakan seseorang yang sering diartikan sebagai orang yang gemar mencari kesenangan. Seseorang yang mencari kenyamanan cenderung tidak mau lepas dari situasi yang membuat mereka dalam kondisi nyaman tersebut. Jika seseorang memiliki kecenderungan tinggi dalam mencari situasi yang nyaman, maka orang tersebut akan memiliki hasrat kuat untuk melakukan kesenangan dan memiliki kontrol impuls yang rendah, contohnya adalah orang yang menunda sebuah tugas demi melakukan hal yang lebih ia sukai.

e. Time Disorganization

(61)

kurang penting untuk dilakukan hari ini. Semua pekerjaan terlihat sangat penting sehingga muncul kesulitan untuk menentukan apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu.

f. Environmental Disorganization

Dapat diartikan sebagai tidak teraturnya lingkungan. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya prokrastinasi adalah kenyataan bahwa lingkungan disekitarnya berantakan atau tidak teratur dengan baik, hal ini mungkin terjadi karena kesalahan dari individu tersebut. Tidak teraturnya lingkungan bisa dalam bentuk interupsi dari orang lain, kurangnya privasi, kertas yang bertebaran dimana-mana, dan alat-alat yang dibutuhkan dalam pekerjaan tersebut tidak tersedia. Adanya begitu banyak gangguan pada area wilayah pekerjaan menyulitkan seseorang untuk berkonsentrasi sehingga pekerjaan tersebut tidak bisa selesai tepat pada waktunya.

g. Poor Task Approach

(62)

h. Lack of Assertion

Dapat diartikan sebagai kurangnya memberikan pernyataan yang tegas, terhadap diri sendiri. Contohnya adalah seseorang yang mengalami kesulitan untuk berkata terhadap permintaan yang ditujukan kepadanya, sedangkan pada kenyataannya banyak hal yang harus dikerjakan karena telah dijadwalkan terlebih dahulu. Hal ini dapat terjadi oleh karena kurangnya memberikan kehormatan atas semua komitmen dan tanggung jawab yang dimiliki.

i. Hosility with others

Dapat diartikan sebagai permusuhan terhadap orang lain. Kemarahan yang terus menerus bisa menimbulkan dendam dan sikap bermusuhan, sehingga bisa menuju pada sikap menolak atau menentang apapun yang dikatakan oleh orang tersebut.

j. Stress and fatigue

Gambar

Hubungan antaraGambar 1 Hardiness dengan
Blue Print SkalaTabel 1 Hardiness Sebelum Uji Coba
Tabel 2
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang sedang mengambil skripsi

Dari survey yang telah dilakukan, didapatkan hasil beberapa hambatan yang dialami mahasiswa dalam proses mengerjakan skripsi, antara lain untuk mahasiswa yang

Apabila tingkat kesulitan tugas tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki individu, keyakinan dan keterbatasan wawasan yang dimiliki individu, maka yang akan

Sehubungan degan penelitian tugas akhir yang sedang saya kerjakan, perkenankan saya untuk memohon bantuan dan kesediaan dari teman mahasiswa meluangkan waktu untuk

matematika. Saya akan membutuhkan bantuan orang lain untuk mengerjakan tugas-tugas pelajaran matematika. Saya akan mengalami ketertinggalan dalam mengikuti pelajaran matematika

Istilah ini pertama kali digunakan oleh Brown dan Holzman (M. Seseorang yang sering menunda-nunda tugas, mengalami keterlambatan, gagal menyelesaikan tugas sesuai batas

Ketika menghadapi kesulitan dalam mengerjakan laporan, saya tahu apa yang harus dilakukan.. Saya yakin dengan kemampuan saya untuk menyelesaikan

menyelesaikan sampai tuntas jika dia Berdasarkan latar belakang masalah sudah mulai mengerjakan sebelumnya. dan tinjauan teori di atas, maka hipotesis b.