• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH STRATEGI MEANS-ENDS ANALYSIS DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH STRATEGI MEANS-ENDS ANALYSIS DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA SMP."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STRATEGI MEANS-ENDS ANALYSIS DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS

DAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA SMP

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika

Oleh:

Moh. Nurhadi

1303134

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

PENGARUH STRATEGI MEANS-ENDS ANALYSIS DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF-REGULATED SISWA SMP

Oleh:

Moh. Nurhadi

S.Pd. UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Departemen Program S2/S3 Pendidikan

(3)

MOH. NURHADI

PENGARUH STRATEGI MEANS-ENDS ANALYSIS DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN

SELF-REGULATED LEARNING SISWA SMP

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing

Prof. Dr. H. Wahyudin, M.Pd NIP. 195108081974121001

Mengetahui

Ketua Departemen/Prodi S2/S3

Pendidikan Matematika

(4)

ABSTRAK

Moh. Nurhadi, S.Pd. (2015). Pengaruh Strategi Means-Ends Analisis dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis dan Self-Regulated Learning Siswa SMP.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analisis (MEA) dengan siswa yang mendapat pembelajaran Ekspositori ditinjau dari keseluruhan siswa dan berdasarkan KAM. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Dengan sampel terdiri dari 77 orang siswa kelas VII yang berasal dari dua kelas pada salah satu SMP Negeri di Kabupaten Lembang. Kelas petama mendapatkan pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analisis (MEA) dan kelas kedua mendapatkan pembelajaran Ekspositori. Kedua kelas diberikan pretes dan postes kemampuan penalaran matematis. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) terdapat perbedaan pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa; (2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa; (3) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan kemampuan awal matematika siswa seluruhnya; (4) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa; (5) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis kelas MEA antara seluruh siswa KAM tinggi dengan sedang, KAM tinggi dengan rendah, namun tidak terdapat perbedaan pada KAM sedang dengan rendah; (6) tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa KAM tinggi dari kedua kelas namun terdapat perbedaan pada KAM sedang dan rendah; (7) terdapat perbedaan pencapaian self-regulated learning siswa.

(5)

ABSTRACT

Moh. Nurhadi, S.Pd. (2015). Influence Strategy Means - Ends Analysis to Improve Mathematical Reasoning Ability and Self - Regulated Learning Junior High School Students.

This study aims to determine the differences of mathematical reasioning attainment and enhancement between students who get srategy Means - Ends Analysis with students who get exspository learning in terms of the whole student and based The Ability of Early Mathematical (AEM). Type of this research is a quasi-experimental. Samples were 77 students of class VII derived from two classes at one of the junior high schools in the regency of Lembang. The first class get srategy Means - Ends Analysis and the second get exspository learning model. All class are given a pre-test and post-test of mathematical reasioning. The results showed that (1) there is differences in mathematical reasioning attainment in terms of the whole students; (2) there is differences in mathematical reasioning enhancement in terms of the whole students; (3) there is differences in mathematical reasioning enhancement in terms of the Ability of Early Mathematical (AEM); (4) there is no interaction between model of learning and AEM in mathematical reasioning enhancement; (5) there is differences between high and medium AEM, high and low AEM of class MEA in mathematical reasioning enhancement, but there is no difference in the medium and low AEM (6) there is no differences between high AEM of two classes in mathematical reasioning enhancement, but there is a difference in the medium and low AEM; (7) there is differences in self-regulated learning in terms of the whole students.

(6)

DAFTAR ISI

halaman

LEMBAR HAK CIPTA ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... vi

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR DIAGRAM ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

RIWAYAT HIDUP ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang... 1

1.2Rumusan Masalah ... 8

1.3Tujuan Penelitian ... 9

1.4Manfaat Penelitian ... 10

1.5Definisi Operasional ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1Kemampuan Penalaran Matematis ... 13

2.2Self-Regulated Learning ... 15

2.3Strategi Means-Ends Analysis ... 17

2.4Teori Belajar yang Mendukung ... 19

2.4.1 Teori Belajar Piaget ... 19

2.4.2 Teori Pembelajaran Vygotsky ... 20

2.5 Penelitian yang Relevan ... 21

(7)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1Metode dan Desain Penelitian ... 24

3.2Subjek Penelitian ... 25

3.3Keterkaitan Antar Variabel Penelitian ... 25

3.4Instrumen Penelitian ... 26

3.4.1 Instrumen Tes Kemampuan Penalaran ... 26

3.4.2 Instrumen Skala Self-Regulated Learning Matematis ... 26

3.4.3 Lembar Observasi ... 27

3.5 Tahap Pelaksanaan ... 27

3.5.1 Tahap Persiapan ... 27

3.5.2 Tahap Pelaksanaan ... 28

3.6 Waktu dan Tahap Penelitian ... 30

3.7 Tahap Analisis ... 31

3.8 Teknik Analisis Instrumen ... 31

3.8.1 Instrumen Kemampuan Penalaran ... 31

3.8.2 Instrumen Self-Regulated ... 37

3.9 Data Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 40

3.10 Prosedur Pengolahan Data ... 40

3.11Teknik Analisis Data ... 41

3.11.1 Data Hasil Tes Penalaran Matematis ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Hasil Penelitian ... 45

4.1.1 Hasil Penelitian Kemampuan Penalaran Matematis ... 45

4.1.2 Self-Regulated Learning Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 77

4.2 Hasil Observasi ... 79

4.2.1 Aktifitas Guru ... 80

(8)

4.3.1 Strategi Pembelajaran Means-Ends Analysis ... 82

4.3.2 Kemampuan Penalaran Matematis ... 83

4.3.3 Self-Regulated Learning ... 95

4.4 Keterbatasan ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

5.1 Kesimpulan ... 99

5.2 Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA... 101

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 105

LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 105

LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA INSTRUMEN ... 145

LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 152

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Keterkaitan Antar Variabel Bebas, Terikat, dan Kontrol ... 25

Tabel 3.2 Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian ... 31

Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 33

Tabel 3.4 Validitas Instrumen Kemampuan Penalaran Matematis ... 33

Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas ... 34

Tabel 3.6 Kriteria Daya Pembeda ... 35

Tabel 3.7 Daya Pembeda Tes Penalaran Matematis ... 35

Tabel 3.8 Kriteria Indeks Kesukaran ... 36

Tabel 3.9 Indeks Kesukaran Tes Penalaran Matematis ... 36

Tabel 3.10 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 37

Tabel 3.11 Validitas Self-Regulated Learning ... 38

Tabel 3.12 Reliabilitas Skala Self-Regulated ... 39

Tabel 3.13 Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Eksperimen.... 40

Tabel 3.14 Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 40

Tabel 3.15 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 42

Tabel 4.1 Hasil Pretes Kelas PMEA dan Kelas PE ... 45

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas PMEA dan Kelas PE ... 47

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas PMEA dan Kelas PE ... 47

Tabel 4.4 Hasil Uji Perbedaan Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas PMEA dan Kelas PE ... 48

Tabel 4.5 Hasil Pretes Kelas PMEA dan Kelas PE pada Masing-masing KAM ... 49

(10)

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa pada Masing-masing KAM ... 52

Tabel 4.8 Hasil Uji perbedaan Skor Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa KAM Tinggi ... 53

Tabel 4.9 Hasil Uji Perbedaan Skor Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa KAM Sedang ... 54

Tabel 4.10 Hasil Uji Perbedaan Skor Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa KAM Rendah ... 55

Tabel 4.11 Hasil Postes Kelas PMEA dan Kelas PE ... 56

Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa Kelas PMEA dan Kelas PE ... 57

Tabel 4.13 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Postes Kemampuan

Penalaran Matematis Siswa Kelas PMEA

dan Kelas PE ... 58

Tabel 4.14 Hasil Uji Perbedaan Skor Postes Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa Kelas PMEA dan Kelas PE ... 59

Tabel 4.15 Rata-rata Gain kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 59

Tabel 4.16 Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa Kelas PMEA dan Kelas PE ... 62

Tabel 4.17 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Gain Kemampuan

Penalaran Matematis Siswa Kelas PMEA

dan Kelas PE ... 62

Tabel 4.18 Hasil Uji Perbedaan Skor Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa Kelas PMEA dan Kelas PE ... 63

Tabel 4.19 Hasil Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa Berdasarkan KAM

(Tinggi, Sedang, Rendah)... 64

Tabel 4.20 Hasil Uji Homogenitas Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa Berdasarkan pada KAM

(Tinggi, Sedang, Rendah)... 65

Tabel 4.21 Hasil Uji Perbedaan Skor Gain Kemampuan Penalaran

(11)

Tabel 4.22 Hasil Post Hoc Peningkatan kemampuan

Penalaran Matematis ... 66

Tabel 4.23 Hasil Uji Interaksi Skor Gain Antara Pembelajaran

Dengan KAM Terhadap Penalaran Matematis ... 67

Tabel 4.24 Hasil Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa Kelas PMEA Berdasarkan KAM

(Tinggi, Sedang, Rendah)... 69

Tabel 4.25 Hasil Uji Homogenitas Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa Kelas PMEA Berdasarkan pada KAM

(Tinggi, Sedang, Rendah)... 70

Tabel 4.26 Hasil Uji Perbedaan Skor Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa Kelas PMEA Berdasarkan pada KAM .... 71

Tabel 4.27 Hasil Post Hoc Peningkatan kemampuan

Penalaran Matematis ... 71

Tabel 4.28 Hasil Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa pada Masing-masing KAM

(Tinggi, Sedang, Rendah)... 73

Tabel 4.29 Hasil Uji Homogenitas Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa pada Masing-masing KAM

(Tinggi, Sedang, Rendah)... 74

Tabel 4.30 Hasil Uji Perbedaan Skor Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa KAM Tinggi ... 75

Tabel 4.31 Hasil Uji Perbedaan Skor Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa KAM Sedang ... 75

Tabel 4.32 Hasil Uji Perbedaan Skor Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa KAM Rendah ... 76

Tabel 4.33 Hasil Skala Self-Regulated Learning Siswa

Kelas PMEA dan Kelas PE ... 77

Tabel 4.34 Hasil Uji Perbedaan Self-Regulated Learning Siswa

Kelas PMEA dan Kelas PE ... 78

Tabel 4.34 Analisis Aktifitas Guru pada Kelas PMEA ... 79

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Interaksi antara model pembelajaran dengan KAM ... 68

Gambar 4.2 Jawaban Siswa pada Soal No 1 ... 88

Gambar 4.3 Jawaban Siswa pada Soal No 2 ... 90

Gambar 4.4 Jawaban Siswa pada Soal No 3 ... 91

Gambar 4.5 Jawaban Siswa pada Soal No 4 ... 93

(13)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Rata-rata Skor Pretes Kemampuan

Penalaran Matematis ... 46

Diagram 4.2 Rata-rata Skor Pretes Kemampuan

Penalaran Matematis pada Masing-masing KAM ... 50

Diagram 4.3 Rata-rata Skor Postes Kemampuan

Penalaran Matematis ... 56

Diagram 4.4 Rata-rata Skor Gain Keseluruhan KAM ... 60

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A1 Silabus ... 105

Lampiran A2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 108

Lampiran A3 Lembar Kerja Siswa ... 123

Lampiran A4 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 134

Lampiran A5 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 135

Lampiran A6 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Penalaran ... 136

Lampiran A7 Soal Tes Matematika (Penalaran Matematis) ... 139

Lampiran A8 Pedoman Penskoran Kemampuan Penalaran ... 140

Lampiran A9 Kisi-kisi Angket Kemandirian Belajar Matematika ... 142

Lampiran A10 Angket Kemandirian Belajar Matematika ... 143

Lampiran B1 Data Hasil Angket Kemandirian Belajar Siswa Kelas dengan Pembelajaran MEA ... 145

Lampiran B2 Data Hasil Angket Kemandirian Belajar Siswa Kelas dengan Pembelajaran MEA ... 146

Lampiran B3 Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Penalaran ... 147

Lampiran B4 Rekap Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Penalaran ... 151

Lampiran C1 Data Hasil Pretes dan Postes Kelas Eksperimen ... 152

Lampiran C2 Data Hasil Pretes dan Postes Kelas Kontrol ... 153

Lampiran C3 Data Hasil Pretes dan Postes Kelas Eksperimen Berdasarkan KAM ... 154

Lampiran C4 Data Hasil Pretes dan Postes Kelas Kontrol Berdasarkan KAM ... 156

Lampiran C5 Hasil Analisis Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis dengan SPSS ... 158

Lampiran C6 Hasil Analisis Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis dengan SPSS Siswa KAM Tinggi ... 160

(15)

Lampiran C8 Hasil Analisis Skor Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis dengan SPSS Siswa KAM Rendah ... 164

Lampiran C9 Hasil Analisis Skor Postes Kemampuan Penalaran

Matematis dengan SPSS ... 166

Lampiran C10 Hasil Analisis Skor Gain Kemampuan Penalaran

Matematis dengan SPSS Siswa KAM Tinggi ... 168

Lampiran C11 Hasil Analisis Skor Gain Kemampuan Penalaran

Matematis dengan SPSS Siswa KAM Sedang ... 170

Lampiran C12 Hasil Analisis Skor Gain Kemampuan Penalaran

Matematis dengan SPSS Siswa KAM Rendah ... 172

Lampiran C13 Hasil Analisis Angket Kemandirian Belajar

Siswa dengan Uji Mann-Whitney U ... 174

Lampiran C14 Hasil Analisis ANOVA Dua Jalur Kemampuan

Penalaran Matematis Siswa... 175

Lampiran C15 Hasil Analisis ANOVA Satu Jalur Kemampuan

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika sebagai bagian dari kurikulum sekolah tentunya diarahkan

untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Sebagaimana yang tercantum

dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sumarmo (2002) mengatakan bahwa, pendidikan matematika pada

hakekatnya memiliki dua arah pengembangan yaitu memenuhi kebutuhan masa

kini dan masa datang. Untuk memenuhi kebutuhan masa kini, pembelajaran

matematika mengarah kepada pemahaman matematika dan ilmu pengetahuan

lainnya. Sedangkan untuk kebutuhan di masa datang mempunyai arti lebih luas

yaitu memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis, kritis dan cermat serta

berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari

serta menghadapi masa depan yang selalu berubah. Dengan demikian pembelajarn

matematika hendaknya mengembangkan proses dan keterampilan berpikir siswa.

Dalam PERMEN No. 22 (2006), tentang standar isi untuk satuan pendidikan

dasar dan menengah mata pelajaran matematika disebutkan bahwa mata pelajaran

matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar

untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,

sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Sedangkan tujuan

mempelajari matematika menurut BNSP (2006) adalah agar siswa memiliki

kemampuan sebagai berikut :

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep,

dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat,

(17)

2

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan

solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan

masalah.

Dari uraian di atas, diketahui bahwa salah satu aspek kemampuan yang

dikembangkan siswa ketika belajar matematika adalah kemampuan bernalar.

Berkenaan dengan kemampuan penalaran matematis, Purnama dan Sumarmo

(Kurniasih, 2013) mengatakan bahwa, penalaran matematis di artikan sebagai

proses penarikan kesimpulan yang didasarkan pada data, pola, dan argumen logis

yang sudah dibuktikan kebenarannya.

Berkaiatan dengan pentingnya mengembangkan kemampuan penalaran

dalam pembelajaran matematika, Shadiq (2009) mengungkapkan bahwa

kemampuan penalaran sangat dibutuhkan oleh siswa dalam belajar matematika,

karena pola piker yang dikembangkan dalam matematika sangat membutuhkan

dan melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dalam menarik

kesimpulan dari beberapa data yang mereka dapatkan. Penalaran juga merupakan

suatu kemampuan yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar

siswa. Hal sebagaimana yang diungkapkan oleh Baroody (Dahlan, 2004) bahwa

“penalaran dapat secara langsung meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu jika

siswa diberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan bernalarnya dalam

melakukan pendugaan-pendugaan berdasarkan pengalamannya sendiri, maka

(18)

3

Depdiknas (2002) menyatakan bahwa, materi matematika dan penalaran

matematis adalah dua hal yang terkait dan tidak dapat dipisahkan, karena materi

matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatih

melalui belajar matematika. Dengan belajar matematika keterampilan berpikir

siswa akan meningkat karena pola pikir yang dikembangkan matematika

membutuhkan dan melibatkan pemikiran kritis, sistematik, logis dan kreatif,

sehingga siswa akan mampu dengan cepat menarik kesimpulan dari berbagai fakta atau data yang mereka dapatkan atau ketahui. Hal ini sejalan dengan tujuan umum

pembelajaran matematika yang dirumuskan NCTM (2000) yaitu belajar untuk

bernalar, belajar untuk memecahkan masalah, belajar untuk mengaitkan ide, dan

pembentukan sikap positif terhadap matematika perlu dikembangkan dalam

pembelajaran matematika.

Penalaran matematis sangat dibutuhkan dalam proses pembuktian dalam

matematika. Wahyudin (2008) berpendapat bahwa, kemampuan untuk

mengganakan nalar sangat penting untuk memahami matematika. Senada dengan

pendapat tersebut, Turmudi (2009) mengatakan bahwa berpikir dan bernalar

matematik, termasuk membuat konjektur dan mengembangkan argument deduktif

sangatlah penting karena semua itu menjadi dasar untuk melayani wawasan baru

dan mempromosikan studi lebih lanjut.

Uraian di atas menggambarkan pentingnya usaha mengembangkan dan

meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa, sebab dengan berbekal

kemampuan penalaran matematika siswa senantiasa berpikir secara sistematis,

mampu menyelesaikan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Sehingga siswa tidak akan lagi mengganggap matematika sebagai pelajaran yang

sulit untuk dipelajari. Hal ini sebagaimana diungkapkan Wahyudin (1999) yang

menyatakan bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa

gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu,

siswa kurang menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan soal atau

persoalan matematika yang diberikan. Siswa terbiasa diberi dan mengerjakan

(19)

4

untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, termasuk didalamnya

kemampuan penalaran matematis.

Ruseffendi (2006) mengemukakan bahwa perbedaan kemampuan yang

dimiliki siswa bukan semata-mata bawaan lahir, tetapi juga dipengaruhi oleh

lingkungan. Dalam konteks pembelajaran di kelas artinya kemampuan siswa

terbentuk dari hasil proses pembelajaran, guru hendaknya dapat merancang dan

menghadirkan pembelajaran yang sesuai dan mampu mengasah kemampuan siswa baik itu kemampuan kognitif, kemampuan afektif, maupun kemampuan

psikomotoriknya. Sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna dihati siswa.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aktifitas belajar siswa.

Ruseffendi (2006) menjelaskan bahwa faktor dari dalam diri siswa yang dapat

mempengaruhi belajar siswa di antaranya adalah kecerdasan, kesiapan, bakat,

kemauan belajar, serta minat siswa. Sedangkan faktor dari luar diri siswa meliputi

model penyajian materi pelajaran, pribadi da sikap guru, suasana pengajaran,

kompetensi guru, serta kondisi masyarakat luas. Salah satu faktor penting yang

mempengaruhi belajar siswa adalah kemandirian belajar (self-regulated learning).

Kemandirian belajar merupakan faktor yang penting dalam pembelajaran

matematika, karena faktor ini merupakan salah satu hal yang dapat menentukan

keberhasilan siswa. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hargis (Sumarmo,

2013), siswa yang memilii kemandirian belajar yang tinggi : (1) cenderung belajar

lebih baik dalam pengawasannya sendiri dari pada dalam pengewasan program,

(2) mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif, (3)

menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya, dan (4) mengatur belajar dan

waktu secara efisien.

Sedangkan memandirian belajar siswa didefinisikan sebagai kemampuan

siswa mengatur diri dalam belajar atau disebut juga kemandirian belajar siswa.

Kemampuan mengatur diri dalam belajar matematika berperan dalam

meningkatkan kualitas dan kuantitas diri dalam belajar. Sebagaimana yang

diungkapkan Sumarmo (2006) yang mengatakan bahwa, kemandirian belajar

(20)

5

pada orang lain. Kemandirian belajar bukan merupakan kemampuan mental atau

keterampilan akademik tertentu, tetapi merupakan proses pengarahan diri dalam

mentransformasi kemampuan mental kedalam keterampilan akademik tertentu.

Zimmerman (1990) mendefinisikan kemandirian belajar siswa melibatkan

tiga ciri, yaitu: menggunakan strategi kemandirian belajar, menggunakannya

untuk mengorientasikan umpan baliknya terhadap keefektifan belajar, dan proses

motivasinya. Sedangkan dalam istilah kemandirian belajar siswa, Paris ( Mardiah, 2015) menekankan pada otonomi dan pengawasan oleh diri sendiri dalam

memonitor langsung, dan tindakan untuk mengatur tujuan dari penerimaan

informasi, pengembangan keahlian dan perbaikan diri.

Zimmerman (1990) mengatakan bahwa, siswa yang memiliki kemandirian

dalam belajar akan mengerjakan soal dengan rasa kepercayaan, kerajinan, dan

akal yang panjang. Dan mungkin yang paling penting mereka menyadari ketika

mereka mengetahui sebuah jawaban atau memiliki kemampuan dan kapan mereka

tidak memilikinya. Tidak seperti temannya yang pasif, mereka secara aktif akan

mencari informasi yang dibutuhkan dan menerapkan langkah yang diperlukan

untuk menyelesaikan soal. Ketika mereka menemukan kesulitan, guru yang

membingungkan, atau buku yang sulit dimengerti, mereka akan mencari cara

pengganti. Siswa yang berkemandirian belajar akan mencari buku-buku

penggantisebagai proses yang sistematik dan terkontrol, dan mereka memiliki

tanggung jawab yang besar untuk keberhasilan yang mereka capai.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Samuelsson (2011) memperlihatkan

bahwa kemandirian belajar memiliki hubungan yang kuat dengan prestasi siswa

dalam matematika. Ini berarti, kemandirian belajar merupakan salah satu faktor

penting yang memberikan pengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. NCTM

(Wahyudin, 2008) mengemukakan bahwa aspek afektif dan kognitif memiliki

peranan dalam pembelajaran matematika, aspek-aspek tersebut secara simultan

memiliki pengaruh yang kuat bagi siswa dalam pencapaian prestasi belajarnya.

Adapaun dalam penelitian ini aspek kognitif yang diteliti adalah kemampuan

penalaran matematis, sedangkan aspek afektinya adalah self-regulated learning

(21)

6

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar

merupakan salah satu aspek penting yang perlu dimiliki siswa untuk

mengembangkan kemampuannya. Aspek afektif yang baik yang dimiliki siswa

akan dapat memberikan pengaruh positif pada aspek kognitifnya. Hal ini akan

sangat membantu dalam proses belajar yang dilakukannya. Dalam belajar

matematika, siswa yang memiliki kemandirian belajar yang baik akan senantiasa

berusaha untuk mengontrol dirinya dalam belajar, memandang permasalahan matematika sebagai sebuah tantangan, dan tidak akan mudah untuk putus asa.

Menyadari akan pentingnya kemampuan penalaran dan kemandirian belajar

siswa, serta pembelajaran yang berpusat pada siswa, sehingga guru perlu

mengupayakan inovasi dalam pembelajaran yang dapat memberi peluang dan

mendorong siswa untuk melatih kemampuan penalaran dan kemandirian belajar

siswa. Hal ini senada dengan pendapat Wahyudin (2003) bahwa salah satu cara

untuk mencapai hasil belajar yang optimal dalam mata pelajaran matematika

adalah jika para guru menguasai materi yang akan diajarkan dengan baik dan

mampu memilih strategi atau metode pembelajaran dengan tepat dalam setiap

proses pembelajaran.

Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah strategi

Means-Ends Analysis (MEA). Pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends

Analysis merupakan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya diawali dengan

pemberian suatu masalah. Melalui masalah yang diberikan, siswa

mengidentifikasi current state dan goal state, menyusun submasalah, selanjutnya

secara bertahap siswa mencari penyelesaian dari sub masalah yang mereka susun,

sehingga mereka akan sampai pada tujuan atau maksud dari masalah tersebut

(Vollmayer dkk, 1996).

Bruner (Ruseffendi, 2006) mengemukakan bahwa agar siswa lebih berhasil

dalam belajar matematika, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk

melihat kaitan-kaitan, baik antara dalil dan dalil, antara teori dan teori, antara

topik dan topik, maupun antara cabang matematika. Kegiatan tersebut terdapat

(22)

7

diselesaikan secara bertahap. Hal ini dapat membantu dan memudahkan siswa

untuk melatih kemampuan penalaran matematis.

Dalam penelitian ini, salain dari aspek pembelajaran, aspek kemampuan

awal matematis (KAM) siswa juga dijadikan sebagai fokus dalam penelitian. Hal

ini terkait dengan efektifitas implementasinya pada proses pembelajaran.

Tujuannya yaitu untuk melihat apakah implementasi strategi MEA dapat merata

di semua KAM siswa atau hanya pada KAM tertentu saja. Jika merata di semua KAM, maka penelitian ini di generalisasikan bahwa MEA cocok diterapkan untuk

semua level kemampuan.

Sesuai dengan teori Krutetski (Darhim, 2004) yang mengatakan bahwa

diduga siswa yang berkemampuan rendah akan meningkat hasil belajarnya

apabila metode pembelajaran yang digunakan menarik, berpusat pada siswa, dan

sesuai dengan tingkat kematangan siswa. Namun dimungkinkan terjadi sebaliknya

untuk siswa yang berkemampuan pandai. Ini bisa terjadi karena siswa

berkemampuan tinggi dimungkinkan lebih cepat memahami topik matematika

yang dipelajari karena kepandaiannya, walaupun tanpa menggunakan berbagai

macam metode pembelajaran yang menarik dan berpusat pada siswa.

Dengan memandang aspek KAM dan aspek strategi pembelajaran yang

akan diterapkan, penaliti juga akan melihat apakah kedua aspek tersebut memiliki

interaksi terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa. Hal ini

dipandang perlu karena peneliti memiliki dugaan bahwa aspek KAM dan

pembelajaran yang diterapkan akan secara bersama-sama mempengaruhi

peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa. Artinya dimungkinkan

peningkatan kemampuan penalaran yang terjadi setelah pembelajaran tidak

benar-benar murni hasil dari strategi pembelajaran yang diterapkan, tetapi dipengaruhi

juga oleh kemampuan awal matematis siswa. Peneliti juga menduga dengan

pembelajaran yang diterapkan, siswa yang memiliki KAM sedang

berkemungkinan mencapai peningkatan siswa KAM tinggi, dan siswa dengan

KAM rendah memiliki kemungkinan menyamai peningkatan siswa KAM sedang.

Uraian di atas mengemukakan bahwa tahapan dalam pembelajaran

(23)

8

kemampuan penalaran, dan Self-Regulated Learning siswa. Berdasarkan hal

tersebut, penulis ingin meneliti apakah strategi tersebut dapat meningkatkan

kemampuan penalaran matematis dan Self-Regulated Learning siswa. Sehingga

penelitian ini di beri judul “Pengaruh strategi Means-Ends Analysis dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan self-regulated learning siswa SMP.”

Kata pengaruh dalam judul penelitian ini diartikan sebagai terjadinya sebuah

perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi MEA.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah strategi Means-Ends Analysis

(MEA) dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan Self-Regulated Learning

matematis siswa?”. Rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan penalaran matematis

antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi

Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

ekspositori?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis

antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi

Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

ekspositori?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis

siswa berdasarkan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang,

rendah)?

4. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan

kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap

peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa?

5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis

(24)

9

Analysis (MEA) berdasarkan kemampuan awal matematika siswa (tinggi,

sedang, rendah)?

6. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis

antara siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan strategi

Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran

ekspositori pada masing-masing kemampuan awal matematika siswa

(tinggi, sedang, rendah)?

7. Apakah terdapat perbedaan Self-Regulated Learning antara siswa yang

memperoleh pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends Analysis

(MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan

penalaran matematis antara siswa yang belajar menggunakan strategi

Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

ekspositori.

2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran

menggunakan strategi Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran ekspositori.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

penalaran matematis siswa berdasarkan kemampuan awal matematika siswa

(tinggi, sedang, rendah).

4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara kedua kelompok

pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang,

rendah) terhadap pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa.

5. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan

strategi Means-Ends Analysis (MEA) berdasarkan kemampuan awal

(25)

10

6. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

penalaran matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran

menggunakan strategi Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang

mendapatkan pembelajaran ekspositori pada masing-masing kemampuan

awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah).

7. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan Self-Regulated Learning

antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi

Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

ekspositori.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat selama proses penelitian

1) Siswa dapat berlatih mengembangkan kemampuan penalaran dan

Self-Regulated Learning dalam pembelajaran matematika.

2) Guru dapat berlatih menggunakan strategi Means-Ends Analysis dalam

mengajarkan matematika.

2. Manfaat hasil penelitian

1) Manfaat teoritis

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan

pada umumnya dan sebagai masukan bagi pengembangan ragam bentuk

penelitian di bidang matematika lebih lanjut, khususnya dalam rangka

mengembangkan kemampuan penalaran dan Self-Regulated Learning

siswa.

2) Manfaat praktis

Memberikan informasi tentang peningkatan kemampuan penalaran

dan Self-Regulated Learning siswa dengan menerapkan pembelajaran

(26)

11

1.5 Definisi Operasional

Definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan penalaran

Indikator kemampuan penalaran matematis yang digunakan dalam

penelitan ini adalah: Menarik kesimpulan umum berdasarkan sejumlah

data yang teramati, membuktikan secara langsung atau tidak langsung,

menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus yang lainnya, menyususn argument yang valid, dan memeriksa

validitas argument, serta melaksanakan perhitungan matematika

berdasarkan aturan yang disepakati.

2. Strategi Means-Ends Analysis.

Strategi Means-Ends Analysis merupakan strategi dalam pembelajaran

dengan langkah : mengidentifikasi perbedaan antara current state dan goal

state dari suatu masalah, membentuk subtujuan yang akan mengurangi

perbedaan antara current state dan goal state, dan menentukan serta

mengaplikasikan strategi yang dapat mencapai subtujuan.

3. Self-Regulated Learning.

Self-Regulated Learning adalah kemampuan siswa untuk mengatur

dirinya sendiri dalam kegiatan belajar, atas inisiatifnya sendiri dan

bertanggung jawab tanpa bergantung pada orang lain, yang memiliki

ciri-ciri : 1) Inisiatif belajar, 2) Mendiagnosa kebutuhan belajar, 3) Menetapkan

tujuan belajar, 4) Memonitor, 5) Memandang kesulitan sebagai tantangan,

6) Memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, 7) Memilih dan

menetapkan strategi belajar yang tepat, 8) Mengevaluasi proses dan hasil

belajar, 9) Konsep diri.

4. Kemampuan Awal Matematis (KAM).

Kategori kemampuan awal matematis (KAM) merupakan klasifikasi

(27)

12

diberikan perlakuan dalam penelitian, yang dikelompokan menjadi tiga level

kemampuan awal siswa, yaitu tinggi, sedang, rendah.

5. Pembelajaran Ekspositori

Pembelajaran yang dilakukan berdasarkan dengan langkah-langkah

pembelajaran sebagai berikut : Guru menerangkan materi pelajaran, guru

memberikan contoh soal, kemudian guru memberikan latihan soal kepada

(28)

24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan dengan

menggunakan desain kuasi-eksperimen dan dengan pendekatan kuantitatif. Desain

kuasi eksperimen digunakan karena penelitian ini dilakukan di sekolah, maka peneliti tidak mungkin membentuk dua kelas secara acak, sehingga pada

penelitian ini peneliti menggunakan kelas yang telah terbentuk sebelumnya dan

keadaan subjek diterima sebagaimana adanya.

Pada penelitian ini terdapat dua kelompok sampel. Kelompok pertama

adalah kelompok eksperimen yaitu kelompok sampel yang melakukan

pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analysis, sedangkan yang kedua adalah

kelompok kontrol yaitu kelompok sampel yang melakukan pembelajaran

ekspositori. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika

dengan strategi Means-Ends Analysis , variabel terikatnya adalah kemampuan

penalaran dan Self-Regulated Learning siswa, dan Kemampuan awal matematika

(tinggi, sedang, rendah) siswa merupakan variabel prediktor yang didasarkan pada

nilai rapot.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Nonequivalent

Control-Group Design”, desain yang disajikan adalah sebagai berikut:

Kelas Eksperimen : O X O

Kelas Kontrol : O O

Sedangkan untuk self-regulated learning, karena tidak dilakukan

pre-respons untuk kedua kelas, maka desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

Kelas Eksperimen : X O

Kelas Kontrol : O

Keterangan:

O : Pengukuran kemampuan Penalaran dan Self-Regulated

Learning siswa pada waktu sebelum dan sesudah

(29)

25

X : Pembelajaran Dengan Strategi Means-End Analysis

: Subjek tidak dikelompokkan secara acak

3.2 Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di salah satu SMP Negeri di Lembang pada

semester II (genap) tahun pembelajaran 2014/2015. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di Lembang pada

semester II (genap) tahun pembelajaran 2014/2015, provinsi Jawa Barat. Untuk

keperluan uji coba tes maka dipilih kelas selain kelas sampel di luar populasi dari

penelitian.

Sampel penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling. Tujuan

dilakukan pengambilan sampel seperti ini adalah agar penelitian dapat

dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi

subyek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian

serta prosedur perijinan.

3.3 Keterkaitan Antar Variabel Penelitian

Untuk mempermudah melihat bagaimana keterkaitan antar variabel, berikut

ini disajikan keterkaitan antar-variabel untuk masing-masing rumusan masalah.

Tabel 3.1 Keterkaitan Antar Variabel Bebas, Terikat Dan Kontrol

Kemampuan yang

PMEA : Pembelajaran dengan Strategi Means-End Analysis.

PE : Pembelajaran dengan model ekspositori

Contoh:

PTMEA adalah kemampuan penalaran siswa kemampuan awal tinggi yang

(30)

26

PMEA adalah kemampuan penalaran siswa yang pembelajarannya dengan

strategi MEA.

PPE adalah kemampuan penalaran siswa yang pembelajarannya

eksposotori.

SLRMEA adalah self-regulated learning siswa yang pembelajarannya

dengan strategi MEA.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua jenis instrumen

yaitu instrumen tes dan instrumen non-tes. Instrumen dalam bentuk tes terdiri dari

pretes dan postes untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa,

sedangkan instrumen dalam bentuk non-tes terdiri dari skala self-regulated

learning siswa dan lembar observasi yang memuat indikator-indikator aktivitas

guru dan siswa dalam pembelajaran. Berikut ini merupakan uraian dari instrumen

yang digunakan.

3.4.1 Instrumen Tes Kemampuan Penalaran

Instrumen tes matematika pada penelitian ini adalah tes kemampuan

penalaran yang terdiri dari lima butir soal yang berbentuk uraian. Dalam

penyusunan soal tes, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal yang dilanjutkan

dengan menyusun soal beserta alternatif jawaban dari masing-masing butir

soal. Kemudian dilakukan uji coba tes kemampuan penalaran pada kelas

lain dengan sekolah yang sederajat. Untuk memberikan penilaian yang

objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan penalaran

matematis adalah sebagai berikut.

3.4.2 Instrumen Skala Self-Regulated Learning Matematis

Skala Self-Regulated Learning matematis ini terdiri dari 32 butir

pertanyaan, diantaranya: 16 pertanyaan positif dan 16 pertanyaan dengan

negatif dengan indikator sebagaimana yang terdapat pada definisi

operasional. Skala Self-Regulated Learning matematis ini dibuat dengan

berpedoman pada bentuk skala Likert, yang terdiri atas empat kategori

(31)

27

Tidak Setuju (STS) dengan tidak ada pilihan netral. Hal ini dimaksudkan

untuk menghindari sikap ragu-ragu siswa untuk tidak memihak pada

pertanyaan yang diajukan.

Sebelum diujicobakan, dibuat kisi-kisi skala self-regulated terlebih

dahulu kemudian disusun pernyataan dengan revisi dan saran pembimbing

serta pakar psikologi di UPI.

3.4.3 Lembar Observasi

Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati

dan menelaah setiap aktivitas siswa dalam pembelajaran. Kegiatan yang

diamati meliputi aktivitas guru sebagai pengajar dan aktivitas siswa dalam

pembelajaran. Observasi dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi

awal siswa sebelum pembelajaran dan jalannya proses belajar mengajar di

dalam kelas.

3.5 Tahap Pelaksanaan

Penelitian dalam penerapan strategi Means-Ends Analisys (MEA)

dilaksanakan dengan beberapa tahapan, yaitu:

3.5.1 Tahap Persiapan

Pada tahap ini diadakan persiapan-persiapan yang dipandang perlu

antara lain: melakukan studi kepustakaan tentang kemampuan penalaran

matematis, self-regulated, serta pembelajaran Means-Ends Analisys dan

merancang perangkat pembelajaran serta instrumen pengumpulan data.

Kemudian memohon izin melakukan penelitian kepada rektor UPI dan

kepala SMP Negeri tempat penelitian akan dilaksanakan, melakukan uji

coba instrumen penelitian dan menganalisis hasil uji coba tersebut,

mengobservasi pembelajaran di sekolah dan berkonsultasi dengan guru

matematika untuk menentukan waktu dan teknis pelaksanaan penelitian,

serta meminjam nilai rapot siswa untuk membuat pengelompokkan. Lalu

memilih sampel secara purposif dan memberikan pretes kepada siswa

(32)

28

3.5.2 Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini dilakukan penerapan pembelajaran dengan strategi

Menas-Ends Analisys (MEA) pada kelompok eksperimen dan pembelajaran

ekspostori pada kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol mendapat perlakuan yang sama dalam hal jumlah jam pelajaran,

penyampaian materi, serta sumber pelajaran. Kelas eksperimen

mendapatkan lembar permasalahan, sedangkan kelas kontrol mendapatkan soal-soal latihan dari buku paket yang dimiliki guru. Jumlah pertemuan pada

kelas eksperimen dan kontrol masing-masing 7 kali pertemuan.

Secara garis besar langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran

MEA pada penelititan ini adalah sebagai berikut:

1. Pendahuluan

1. Guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam.

2. Guru mempersiapkan siswa dengan cara berdo’a, mengecek

kehadiran siswa dan menanyakan kabar.

3. Guru menginformasikan tujuan pembelajaran, cakupan materi

yang akan dipelajari dan kegiatan pembelajaran yang akan

dilakukan selama pembelajaran yaitu dengan menggunakan

strategi Means-Ends Analysis.

4. Guru memotivasi siswa dengan memberi penjelasan tentang

pentingnya mempelajari materi ini.

2. Kegiatan Inti

1. Guru mengelompokan siswa kedalam beberapa kelompok yag

terdiri dari 5 orang.

Fase 1: Mengidentifikasi perbedaan atara current state dan goal

state.

2. Guru membagikan LKS yang terdiri dari beberapa permasalahan

terkait materi PLSV dengan topik PLSV.

3. Guru menginformasikan tata cara pengerjaan LKS.

4. Masing-masing siswa dalam kelompok diminta memahami,

(33)

29

5. Guru membimbing kelompok yang mengalami kesulitan dalam

mengidentifikasi perbedaan atara current state dan goal state.

6. Guru memantau aktifitas siswa

Fase 2 : Membagi masalah menjadi sub-sub masalah.

7. Guru membimbing kelompok yang mengalami kesulitan dalam

membuat sub masalah.

Fase 3 : Menentukan dan mengaplikasikan strategi

8. Guru meminta siswa untuk menyelesaikan sub-sub masalah

yang telah dibuat.

9. Guru meminta beberapa perwakilan kelompok untuk

mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya di depan kelas.

10. Guru membimbing dan mengarahkan diskusi kelas.

11. Guru meminta siswa mengerjakan latihan soal yang terdapat

dalam LKS serta memantau kegiatan siswa.

12. Guru mengajak siswa membahas latihan soal.

13. Guru memantau aktifitas siswa

14. Guru meminta salah satu Kelompok untuk mempresentasikan

hasil pekerjaannya di depan kelas.

15. Guru dan siswa lainnya mengajukan pertanyaan kepada

kelompok penyaji.

3. Kegiatan Penutup

1. Guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran secara

menyeluruh dan meluruskan beberapa konsep yang belum tepat.

2. Guru meminta siswa untuk membaca dan memahami materi

yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya

Sedangkan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan

pembelajaran Ekspositori adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan Pendahuluan

1. Guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam.

(34)

30

3. Guru menginformasikan tujuan pembelajaran, cakupan materi

yang akan dipelajari.

4. Guru memotivasi siswa dengan memberi penjelasan tentang

pentingnya mempelajari materi ini.

2. Kegiatan inti

1. Guru menjelaskan kepada siswa tentang materi pelajaran

2. Guru memberi contoh-contoh soal dan menyelesaikannya di papan tulis.

3. Guru bertanya kepada siswa apakah siswa sudah mengerti atau

belum, jika belum, guru akan kembali menjelaskan pada bagian

yang siswa belum begitu memahaminya.

4. Guru memberikan latihan-latihan soal, siswa diminta

mengerjakannya secara individu.

5. Guru meminta beberapa orang siswa untuk mengerjakan soal

yang telah diberikan guru.

3. Penutup

1. Guru menyimpulkan mengenai pembelajaran yang telah

dilakukan

2. Guru memberikan pekerjaan rumah.

Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai, sebelum dilakukan tes akhir

(postes) pada kelompok eksperiman dan kelompok kontrol, kedua kelompok

siswa diberikan skala self-regulated. Kemudian kedua kelompok ini diberikan

soal tes akhir yang sama dengan soal tes awal (pretes), hal ini dilakukan untuk

mengetahui besarnya peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa.

Pelaksanaan tes penalaran matematis selama 80 menit baik pada kelompok

eksperimen maupun pada kelompok kontrol.

3.6 Waktu dan Tahap Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Oktober 2014 tahun ajaran

2014/2015. Penelitian dibagi ke dalam beberapa tahapan. Adapun untuk rencana

(35)

31

Tabel 3.2 Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Bulan

Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

1. Pembuatan Proposal

2. Seminar Proposal 3. Menyusun

Instrumen Penelitian 4. Pelaksanaan

Penelitian

5. Pengumpulan Data

6. Pengolahan Data 7. Penulisan Tesis

8. Sidang Tahap I dan II

3.7 Tahap Analisis

Setelah implementasi pembelajaran selesai, data yang telah terkumpul

dianalisis dan diolah secara statistik untuk data kuantitatif dan secara deskriptif

untuk data kualitatif.

3.8 Teknik Analisis Instrumen

3.8.1 Instrumen Kemampuan Penalaran

1. Analisis Validitas dan reliabilitas Instrumen Tes

Sebelum soal instrumen dipergunakan dalam penelitian, soal

instrumen tersebut diuji cobakan terlebih dahulu pada siswa yang telah

memperoleh materi yang berkenaan dengan penelitian ini. Uji coba ini

dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut telah memenuhi

syarat instrumen yang dapat dipakai atau belum, oleh karena itu kita perlu

menganalisis validitasnya dan reliabilitas terlebih dahulu

a. Validitas

Menurut Arikunto (2003: 168), validitas adalah suatu ukuran yang

(36)

32

Validitas instrumen diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengamatan.

dari hasil tersebut akan diperoleh validitas teoritik dan validitas empirik.

Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada

kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid

berdasarkan teori dan aturan yang ada. Validitas teoritik atau dapat disebut

validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari

segi materi yang dievaluasikan (Suherman, 2003). Validitas isi dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang

telah diajarkan. Apakah soal pada instrumen penelitian sesuai atau tidak

dengan indikator.

Validitas muka dilakukan dengan melihat tampilan dari soal itu yaitu

keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas

pengertiannya dan tidak salah tafsir. Jadi suatu instrumen dikatakan

memiliki validitas muka yang baik apabila instrumen tersebut mudah

dipahami maksudnya sehingga testi tidak mengalami kesulitan ketika

menjawab soal. Penilain validitas isi dan validitas muka dilakukan oleh

beberapa dosen UPI, rekan mahasiswa Pendidikan Matematika Pascasarjana

UPI dan guru matematika SMP Negeri di Lembang yang hasilnya

dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Validitas isi dan validitas muka

yang dinilai adalah kesesuaian antara butir tes dengan kisi-kisi soal,

penggunaan bahasa atau gambar dalam soal, dan kebenaran materi atau

konsep.

Validitas empirik adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria

tertentu. Kriteria ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya

koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi

produk momen dengan menggunakan angka kasar (Arikunto, 2003) yaitu:

rxy = N ∑ − ∑ ∑

√{N ∑ 2–(∑ 2} {N ∑ 2− ∑ 2}

Keterangan :

rxy = Koefisian validitas

(37)

33

Y = Skor total

N = Jumlah subyek

Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas

Koefisien Korelasi Interpretasi

Dengan mengambil taraf signifikan 0,05, didapat kemungkinan

interpretasi:

jika rhit≤ rkritis , maka soal tidak valid

jika rhit > rkritis , maka soal valid

Berdasarkan hasil uji coba pada siswa kelas VIII di salah satu SMP

Negeri di Lembang, diperoleh korelasi validitas antar butir tes kemampuan

penalaran matematis dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini.

Tabel 3.4 Validitas Instrumen Kemampuan Penalaran Matematis

Nomor Soal Besarnya Interpretasi

1 0,64 Validitas tinggi

Suherman (2003) suatu alat evaluasi (tes dan nontes) disebut reliabel

jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap yang digunakan pada objek yang

sama. Relatif tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami

perubahan yang tidak signifikan dan bisa diabaikan. Adapun bentuk soal tes

yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe subjektif atau uraian,

karena itu menurut Suherman (2003: 154) untuk mencari koefisien

(38)

34

r11 = koefisien reliabilitas alat evaluasi

n = banyaknya butir soal

Si2= jumlah varians skor setiap soal

Sx tot2 = varians skor total

Adapun kriteria dari koefisien reliabilitas diinterpretasikan dalam Tabel

3.5 berikut.

Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas (r11) Interprestasi

20

0 rxyreliabilitas sangat tinggi.

Pengambilan keputusan yang dilakukan adalah dengan

membandingkan rhitung dan rtabel pada taraf signifikan 0,05. Jika rhitung > rtabel

maka soal reliabel, sedangkan jika rhitung ≤ rtabel maka soal tidak reliabel.

Berdasarkan hasil uji coba, diperoleh nilai r11 = 0,81. sehingga dapat

diinterpretasikan bahwa soal tes penalaran matematis memiliki reliabilitas

yang tinggi.

2. Uji Daya Pembeda

Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh

kemampuan butir soal itu mampu membedakan antara testi yang

mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang menjawab salah

(Suherman, 2003). Galton (Suherman, 2003) berasumsi suatu perangkat alat

tes yang baik bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata dan

bodoh. Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus (Suherman,

(39)

35

JBA= banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok atas

JBB= banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah

JSA= jumlah siswa kelompok atas.

Adapun kriteria dari daya pembeda diinterpretasikan dalam Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Kriteria Daya Pembeda

Koefisien Daya Pembeda (DP) Kriteria 00

Hasil perhitungan daya pembeda untuk tes kemampuan penalaran matematis

disajikan dalam Tabel 3.7 berikut ini:

Tabel 3.7 Daya Pembeda Tes Penalaran Matematis

Nomor Soal Besarnya DP Interpretasi

1 0,31 Cukup

Indeks kesukaran adalah bilangan real yang menyatakan derajat

kesukaran suatu butir soal dengan interval 0,00 sampai dengan 1,00

(Suherman, 2003). Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti

butir soal tersebut terlalu sukar/ sulit, sebaliknya soal dengan indeks

kesukaran 1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah. Menurut Suherman

(40)

36

JBA= banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok atas

JBB= banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah

JSA= jumlah siswa kelompok atas

JSB= jumlah siswa kelompok bawah

Adapun kriteria dari indeks kesukaran diinterpretasikan dalam Tabel 3.8

Tabel 3.8 Kriteria Indeks Kesukaran

Koefisien Daya Pembeda (DP) Kriteria

00

Dari hasil perhitungan. diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal tes

kemampuan penalaran matematis yang terangkum dalam Tabel 3.9 berikut

ini:

Tabel 3.9 Indeks Kesukaran Tes Penalaran Matematis

Nomor Soal Besarnya IK Interpretasi

1 0,77 Mudah

Rekapitulasi dari semua perhitungan analisis hasil uji coba tes

kemampuan penalaran matematis disajikan secara lengkap dalam Tabel 3.10

(41)

37

Tabel 3.10 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Berdasarkan Tabel 3.10 di atas, instrumen kemampuan penalaran

matematis yang diujikan memiliki reliabilitas tinggi, namun ada satu butir

soal yang memiliki validitas rendah (nomor soal 5), oleh karena itu soal

tersebut tidak akan digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran

matematis siswa.

3.8.2 Instrumen Self-Regulated Learning

Untuk menguji validitas skala self-regulated digunakan uji validitas isi

(content validity). Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan

membandingkan antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah

ditetapkan (Sugiyono, 2006). Instrumen dinyatakan valid apabila isinya

sesuai dengan apa yang hendak diukur. Pada penelitian ini, pengujian

validitas skala self-regulated dilakukan oleh dosen pembimbing dan pakar

self-regulated di UPI. Hasilnya adalah Merevisi pernyataan-pernyataan

tertentu yang dianggap kurang tepat dari segi kebahasaan sehingga tidak

mengandung makna ganda atau multi tafsir kepada responden dalam

memilihnya

Setelah instrumen self-regulated dinyatakan valid oleh ahli, dilakukan

uji keterbacaan instrumen terhadap 10 orang siswa. Uji keterbacaan

dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah pernyataan-pernyataan yang

terdapat dalam angket dapat dimengerti susunan redaksi dan maknanya,

(42)

38

kesulitan dalam memahami pernyataan-pernyataan yang terdapat pada

lembar skala self-regulated.

Kemudian dilakukan uji coba instrumen self-regulated siswa terhadap

35 orang siswa. Hasil uji coba dianalisis dengan menggunakan program

SPSS 17

untuk menguji derajat validitas dan reliabilitas instrumen.

1. Validitas Instrumen

Pengujian validitas instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan

antara skor item dengan skor total. Hasil uji validitas skala self-regulated

dengan menggunakan program SPSS 17 (Uji nonparametrik Spearman)

disajikan secara lengkap pada Lampiran. Hasil uji validitas pernyataan

self-regulated terangkum dalam Tabel 3.11 berikut ini.

Tabel 3.11 Validitas Self-Regulated Learning

Nomor Pernyataan

Koefisien

Korelasi Signifikansi Interpretasi

(43)

39

Nomor Pernyataan

Koefisien

Korelasi Signifikansi Interpretasi

24 0,482 0,003 Valid

25 0,450 0,007 Valid

26 0,408 0,015 Valid

27 0,556 0,001 Valid

28 0,787 0,000 Valid

29 0,534 0,001 Valid

30 0,356 0,036 Valid

31 0,146 0,397 Tidak Valid

32 0,480 0,004 Valid

33 0,395 0,019 Valid

34 0,509 0,002 Valid

2. Reliabilitas Self-Regulated Learning

Untuk mengetahui instrumen yang digunakan reliabel atau tidak maka

dilakukan pengujian reliabilitas dengan rumus alpha-croncbach. Pengujian

reliabilitas suatu alat ukur dimaksudkan untuk mengetahui apakah suatu alat

ukur akan memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg). Untuk

menghitung koefisien reliabilitas instrumen self-regulated digunakan

program SPSS yang hasilnya terangkum pada Tabel 3.12 berikut ini.

Tabel 3.12 Reliabilitas Skala Self-regulated

Cronbach's Alpha N of Items

.894 34

Dari Tabel 3.12 di atas, diperoleh � = , 4. Nilai ini berada pada

interval 0,90 < � ≤ 1,00 dengan interpretasi derajat reliabilitas instrumen

tinggi.

Berdasarkan Tabel 3.12, Tabel 3.13, instrumen self-regulated instrumen

kemampuan penalaran matematis memiliki reliabilitas tinggi, namun terdapat dua

butir pernyataan yang tidak valid (nomor 23 dan 31), oleh karena itu pernyataan

(44)

40

3.9 Data Kemampuan Awal Matematika Siswa

Data kemampuan awal matematika siswa yang diperoleh nilai rapor

matematika siswa kelas PMEA dan kelas PE pada semester ganjil digunakan

untuk penempatan siswa berdasarkan kemampuan awal matematikanya. Siswa

dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu siswa kelompok tinggi, siswa

kelompok sedang, dan siswa kelompok rendah. kriteria pengelompokkan

kemampuan awal matematika siswa berdasarkan skor rerata (�̅) dan simpangan baku (SB) sebagai berikut:

n ≥ �̅+ SB : Siswa Kemampuan Tinggi �

̅– SB ≤ n < �̅ + SB : Siswa Kemampuan Sedang n < �̅– SB : Siswa Kemampuan Rendah

Keterangan:

n : Nilai matematika pada rapor semester 1 �

̅ : Nilai rata-rata kelas pada rapor semester 1 �� : Simpangan baku nilai rapor semester 1

Tabel 3.13 Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Eksperimen

KATEGORI INTERVAL NILAI JUMLAH

Siswa Kemampuan Tinggi Nilai rapot ≥ 79,9 7 orang siswa

Siswa Kemampuan Sedang 76,5 ≤ Nilai rapot < 79,9 25 orang siswa

Siswa Kemampuan Rendah Nilai rapot < 76,5 6 orang siswa

Tabel 3.14 Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Kontrol

KATEGORI INTERVAL NILAI JUMLAH

Siswa Kemampuan Tinggi Nilai rapot ≥ 79,5 6 orang siswa

Siswa Kemampuan Sedang 76,0 ≤ Nilai rapot < 79,5 27 orang siswa

Siswa Kemampuan Rendah Nilai rapot < 76,0 6 orang siswa

3.10 Prosedur Pengolahan Data

Penelitian ini akan meliputi tiga tahap dalam prosedur penelitian, yaitu:

1. Tahap Persiapan

(45)

41

a. Merancang perangkat pembelajaran dan meminta penilaian para ahli.

b. Menganalisis instrument tes dengan mengukur reliabilitas dan

validitas.

c. Mengelompokkan kemampuanm awal siswa bedasarkan hasil nilai

rapor yang diberi oleh guru sebelumnya.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melaksanakan pretes untuk mengukur kemampuan penalaran matematis

b. Melaksanakan pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analysis dan

ekspositori.

c. Melaksanakan postes untuk mengukur mengukur kemampuan

penalaran matematis setelah diberi perlakuan.

3. Tahap Analisis Data

a. Melakukan analisis data dan melakukan pengujian hipotesis.

b. Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian yang meliputi

analysis data dan uji hipotesis.

c. Menyimpulkan hasil penelitian.

3.11 Teknik Analisis Data

Data-data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan penalaran

matematis dianalisis secara statistik. Data skala self-regulated siswa dan hasil

observasi dianalisis secara deskriptif dan statistik. Untuk pengolahan data penulis

menggunakan bantuan program software SPSS 17, dan Microsoft Excell 2007.

3.11.1 Data Hasil Tes Penalaran Matematis

Dalam penelitian ini ingin dilihat perbedaan rerata kemampuan penalaran

matematis siswa yang memperoleh pembelajaran MEA dan siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional serta peningkatan kemampuan penalaran

siswa berdasarkan kategori kemampuan siswa (tinggi, sedang, rendah). Oleh

karena itu, uji statistik yang digunakan adalah uji perbedaan dua rerata.

(46)

42

1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan

sistem penskoran yang digunakan.

2. Membuat tabel skor pretes dan postes siswa kelas PMEA dan kelas PE.

3. Menghitung peningkatan kemampuan yang terjadi pada siswa

bedasarkan masing-masing KAM dengan rumus gain ternormalisasi,

yaitu:

Rumus indeks gain menurut Hake (1999) yaitu:

Normalized gain = % < �� > − % < �� >

− % < �� >

Keterangan:

�� = Skor postes

�� = Skor pretes

Dengan kriteria indeks gain pada Tabel 3.15 berikut ini:

Tabel 3.15 Klasifikasi Gain Ternormalisasi

Skor Gain Interpretasi g > 0,7 Tinggi 0,3 < g ≤ , Sedang g < 0,3 Rendah

Analisis dilakukan untuk mengetahui perbedaan pencapaian dan

peningkatan kemampuan penalaran antara siswa yang mendapatkan

pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analysis dengan yang

mendapatkan pembelajaran ekspositori.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat kedua kelompok berdistribusi

normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini akan menggunakan uji

klomogrov-Smirnov dengan taraf signifikansi 5%.

Adapun rumusan hipotesisnya adalah:

Ho: Data berdistribusi normal

H1: Data tidak berdistribusi normal

Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Gambar

Gambar 4.1    Interaksi antara model pembelajaran dengan KAM .........  68 Gambar 4.2    Jawaban Siswa pada Soal No 1 .......................................
Tabel 3.2 Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian
Tabel 3.4 Validitas Instrumen Kemampuan Penalaran  Matematis
Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

writer finally able to finish this thesis entitled THE STUDENTS’ PERCEPTIONS ON THE INSTRUCTIONAL METHOD APPLIED BY THE LECTURERS IN TEACHING READING SUBJECT AT

sebanyak 1197 ekoryang terdiri atas 11 Ordo dan 27 family dan pada fase generatif sebanyak 9984 ekor yang terdiri atas 11 ordo dan 37 famili, nilai Kerapatan relatif

[r]

menyerang tanaman kedelai cukup banyak, akan tetapi yang mempunyai arti. ekonomi yang penting antara lain hama Phaedonia inclusa, Plusia chalcites, Longitarsus suturellinus, Etiella

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PEER TEACHING TERHADAP HASIL BELAJAR DALAM PERMAINAN BULUTANGKIS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Google Flight Search merupakan sebuah platform yang disediakan oleh Google untuk membantu pengguna google dalam mencari informasi mengenai hotel dan

Pembabatan hutan di Indonesia berdasarkan situs kompasiana yang diakses 20 April 2015, setiap tahun sekitar 1.3 juta hektare hutan mengalami kerusakan(FAO, 2012),

Keterkaitan antara variable STU (X 1 ), BRINETS (Variabel X 2 ) sebagai sistem dan variable Kinerja Karyawan (Variabel Y), dapat dilihat pada jurnal Pengaruh