PENGARUH STRATEGI MEANS-ENDS ANALYSIS DALAM
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS
DAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA SMP
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika
Oleh:
Moh. Nurhadi
1303134
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
PENGARUH STRATEGI MEANS-ENDS ANALYSIS DALAM
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF-REGULATED SISWA SMP
Oleh:
Moh. Nurhadi
S.Pd. UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2012
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Departemen Program S2/S3 Pendidikan
MOH. NURHADI
PENGARUH STRATEGI MEANS-ENDS ANALYSIS DALAM
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN
SELF-REGULATED LEARNING SISWA SMP
Disetujui dan disahkan oleh:
Pembimbing
Prof. Dr. H. Wahyudin, M.Pd NIP. 195108081974121001
Mengetahui
Ketua Departemen/Prodi S2/S3
Pendidikan Matematika
ABSTRAK
Moh. Nurhadi, S.Pd. (2015). Pengaruh Strategi Means-Ends Analisis dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis dan Self-Regulated Learning Siswa SMP.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analisis (MEA) dengan siswa yang mendapat pembelajaran Ekspositori ditinjau dari keseluruhan siswa dan berdasarkan KAM. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Dengan sampel terdiri dari 77 orang siswa kelas VII yang berasal dari dua kelas pada salah satu SMP Negeri di Kabupaten Lembang. Kelas petama mendapatkan pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analisis (MEA) dan kelas kedua mendapatkan pembelajaran Ekspositori. Kedua kelas diberikan pretes dan postes kemampuan penalaran matematis. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) terdapat perbedaan pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa; (2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa; (3) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan kemampuan awal matematika siswa seluruhnya; (4) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa; (5) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis kelas MEA antara seluruh siswa KAM tinggi dengan sedang, KAM tinggi dengan rendah, namun tidak terdapat perbedaan pada KAM sedang dengan rendah; (6) tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa KAM tinggi dari kedua kelas namun terdapat perbedaan pada KAM sedang dan rendah; (7) terdapat perbedaan pencapaian self-regulated learning siswa.
ABSTRACT
Moh. Nurhadi, S.Pd. (2015). Influence Strategy Means - Ends Analysis to Improve Mathematical Reasoning Ability and Self - Regulated Learning Junior High School Students.
This study aims to determine the differences of mathematical reasioning attainment and enhancement between students who get srategy Means - Ends Analysis with students who get exspository learning in terms of the whole student and based The Ability of Early Mathematical (AEM). Type of this research is a quasi-experimental. Samples were 77 students of class VII derived from two classes at one of the junior high schools in the regency of Lembang. The first class get srategy Means - Ends Analysis and the second get exspository learning model. All class are given a pre-test and post-test of mathematical reasioning. The results showed that (1) there is differences in mathematical reasioning attainment in terms of the whole students; (2) there is differences in mathematical reasioning enhancement in terms of the whole students; (3) there is differences in mathematical reasioning enhancement in terms of the Ability of Early Mathematical (AEM); (4) there is no interaction between model of learning and AEM in mathematical reasioning enhancement; (5) there is differences between high and medium AEM, high and low AEM of class MEA in mathematical reasioning enhancement, but there is no difference in the medium and low AEM (6) there is no differences between high AEM of two classes in mathematical reasioning enhancement, but there is a difference in the medium and low AEM; (7) there is differences in self-regulated learning in terms of the whole students.
DAFTAR ISI
halaman
LEMBAR HAK CIPTA ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... vi
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
UCAPAN TERIMA KASIH ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR DIAGRAM ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
RIWAYAT HIDUP ... BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang... 1
1.2Rumusan Masalah ... 8
1.3Tujuan Penelitian ... 9
1.4Manfaat Penelitian ... 10
1.5Definisi Operasional ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13
2.1Kemampuan Penalaran Matematis ... 13
2.2Self-Regulated Learning ... 15
2.3Strategi Means-Ends Analysis ... 17
2.4Teori Belajar yang Mendukung ... 19
2.4.1 Teori Belajar Piaget ... 19
2.4.2 Teori Pembelajaran Vygotsky ... 20
2.5 Penelitian yang Relevan ... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24
3.1Metode dan Desain Penelitian ... 24
3.2Subjek Penelitian ... 25
3.3Keterkaitan Antar Variabel Penelitian ... 25
3.4Instrumen Penelitian ... 26
3.4.1 Instrumen Tes Kemampuan Penalaran ... 26
3.4.2 Instrumen Skala Self-Regulated Learning Matematis ... 26
3.4.3 Lembar Observasi ... 27
3.5 Tahap Pelaksanaan ... 27
3.5.1 Tahap Persiapan ... 27
3.5.2 Tahap Pelaksanaan ... 28
3.6 Waktu dan Tahap Penelitian ... 30
3.7 Tahap Analisis ... 31
3.8 Teknik Analisis Instrumen ... 31
3.8.1 Instrumen Kemampuan Penalaran ... 31
3.8.2 Instrumen Self-Regulated ... 37
3.9 Data Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 40
3.10 Prosedur Pengolahan Data ... 40
3.11Teknik Analisis Data ... 41
3.11.1 Data Hasil Tes Penalaran Matematis ... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45
4.1 Hasil Penelitian ... 45
4.1.1 Hasil Penelitian Kemampuan Penalaran Matematis ... 45
4.1.2 Self-Regulated Learning Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 77
4.2 Hasil Observasi ... 79
4.2.1 Aktifitas Guru ... 80
4.3.1 Strategi Pembelajaran Means-Ends Analysis ... 82
4.3.2 Kemampuan Penalaran Matematis ... 83
4.3.3 Self-Regulated Learning ... 95
4.4 Keterbatasan ... 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98
5.1 Kesimpulan ... 99
5.2 Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA... 101
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 105
LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 105
LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA INSTRUMEN ... 145
LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 152
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Keterkaitan Antar Variabel Bebas, Terikat, dan Kontrol ... 25
Tabel 3.2 Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian ... 31
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 33
Tabel 3.4 Validitas Instrumen Kemampuan Penalaran Matematis ... 33
Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas ... 34
Tabel 3.6 Kriteria Daya Pembeda ... 35
Tabel 3.7 Daya Pembeda Tes Penalaran Matematis ... 35
Tabel 3.8 Kriteria Indeks Kesukaran ... 36
Tabel 3.9 Indeks Kesukaran Tes Penalaran Matematis ... 36
Tabel 3.10 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 37
Tabel 3.11 Validitas Self-Regulated Learning ... 38
Tabel 3.12 Reliabilitas Skala Self-Regulated ... 39
Tabel 3.13 Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Eksperimen.... 40
Tabel 3.14 Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 40
Tabel 3.15 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 42
Tabel 4.1 Hasil Pretes Kelas PMEA dan Kelas PE ... 45
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas PMEA dan Kelas PE ... 47
Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas PMEA dan Kelas PE ... 47
Tabel 4.4 Hasil Uji Perbedaan Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas PMEA dan Kelas PE ... 48
Tabel 4.5 Hasil Pretes Kelas PMEA dan Kelas PE pada Masing-masing KAM ... 49
Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa pada Masing-masing KAM ... 52
Tabel 4.8 Hasil Uji perbedaan Skor Pretes Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa KAM Tinggi ... 53
Tabel 4.9 Hasil Uji Perbedaan Skor Pretes Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa KAM Sedang ... 54
Tabel 4.10 Hasil Uji Perbedaan Skor Pretes Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa KAM Rendah ... 55
Tabel 4.11 Hasil Postes Kelas PMEA dan Kelas PE ... 56
Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa Kelas PMEA dan Kelas PE ... 57
Tabel 4.13 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Postes Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa Kelas PMEA
dan Kelas PE ... 58
Tabel 4.14 Hasil Uji Perbedaan Skor Postes Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa Kelas PMEA dan Kelas PE ... 59
Tabel 4.15 Rata-rata Gain kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 59
Tabel 4.16 Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa Kelas PMEA dan Kelas PE ... 62
Tabel 4.17 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Gain Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa Kelas PMEA
dan Kelas PE ... 62
Tabel 4.18 Hasil Uji Perbedaan Skor Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa Kelas PMEA dan Kelas PE ... 63
Tabel 4.19 Hasil Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa Berdasarkan KAM
(Tinggi, Sedang, Rendah)... 64
Tabel 4.20 Hasil Uji Homogenitas Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa Berdasarkan pada KAM
(Tinggi, Sedang, Rendah)... 65
Tabel 4.21 Hasil Uji Perbedaan Skor Gain Kemampuan Penalaran
Tabel 4.22 Hasil Post Hoc Peningkatan kemampuan
Penalaran Matematis ... 66
Tabel 4.23 Hasil Uji Interaksi Skor Gain Antara Pembelajaran
Dengan KAM Terhadap Penalaran Matematis ... 67
Tabel 4.24 Hasil Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa Kelas PMEA Berdasarkan KAM
(Tinggi, Sedang, Rendah)... 69
Tabel 4.25 Hasil Uji Homogenitas Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa Kelas PMEA Berdasarkan pada KAM
(Tinggi, Sedang, Rendah)... 70
Tabel 4.26 Hasil Uji Perbedaan Skor Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa Kelas PMEA Berdasarkan pada KAM .... 71
Tabel 4.27 Hasil Post Hoc Peningkatan kemampuan
Penalaran Matematis ... 71
Tabel 4.28 Hasil Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa pada Masing-masing KAM
(Tinggi, Sedang, Rendah)... 73
Tabel 4.29 Hasil Uji Homogenitas Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa pada Masing-masing KAM
(Tinggi, Sedang, Rendah)... 74
Tabel 4.30 Hasil Uji Perbedaan Skor Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa KAM Tinggi ... 75
Tabel 4.31 Hasil Uji Perbedaan Skor Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa KAM Sedang ... 75
Tabel 4.32 Hasil Uji Perbedaan Skor Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa KAM Rendah ... 76
Tabel 4.33 Hasil Skala Self-Regulated Learning Siswa
Kelas PMEA dan Kelas PE ... 77
Tabel 4.34 Hasil Uji Perbedaan Self-Regulated Learning Siswa
Kelas PMEA dan Kelas PE ... 78
Tabel 4.34 Analisis Aktifitas Guru pada Kelas PMEA ... 79
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Interaksi antara model pembelajaran dengan KAM ... 68
Gambar 4.2 Jawaban Siswa pada Soal No 1 ... 88
Gambar 4.3 Jawaban Siswa pada Soal No 2 ... 90
Gambar 4.4 Jawaban Siswa pada Soal No 3 ... 91
Gambar 4.5 Jawaban Siswa pada Soal No 4 ... 93
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Rata-rata Skor Pretes Kemampuan
Penalaran Matematis ... 46
Diagram 4.2 Rata-rata Skor Pretes Kemampuan
Penalaran Matematis pada Masing-masing KAM ... 50
Diagram 4.3 Rata-rata Skor Postes Kemampuan
Penalaran Matematis ... 56
Diagram 4.4 Rata-rata Skor Gain Keseluruhan KAM ... 60
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A1 Silabus ... 105
Lampiran A2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 108
Lampiran A3 Lembar Kerja Siswa ... 123
Lampiran A4 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 134
Lampiran A5 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 135
Lampiran A6 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Penalaran ... 136
Lampiran A7 Soal Tes Matematika (Penalaran Matematis) ... 139
Lampiran A8 Pedoman Penskoran Kemampuan Penalaran ... 140
Lampiran A9 Kisi-kisi Angket Kemandirian Belajar Matematika ... 142
Lampiran A10 Angket Kemandirian Belajar Matematika ... 143
Lampiran B1 Data Hasil Angket Kemandirian Belajar Siswa Kelas dengan Pembelajaran MEA ... 145
Lampiran B2 Data Hasil Angket Kemandirian Belajar Siswa Kelas dengan Pembelajaran MEA ... 146
Lampiran B3 Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Penalaran ... 147
Lampiran B4 Rekap Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Penalaran ... 151
Lampiran C1 Data Hasil Pretes dan Postes Kelas Eksperimen ... 152
Lampiran C2 Data Hasil Pretes dan Postes Kelas Kontrol ... 153
Lampiran C3 Data Hasil Pretes dan Postes Kelas Eksperimen Berdasarkan KAM ... 154
Lampiran C4 Data Hasil Pretes dan Postes Kelas Kontrol Berdasarkan KAM ... 156
Lampiran C5 Hasil Analisis Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis dengan SPSS ... 158
Lampiran C6 Hasil Analisis Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis dengan SPSS Siswa KAM Tinggi ... 160
Lampiran C8 Hasil Analisis Skor Pretes Kemampuan Penalaran
Matematis dengan SPSS Siswa KAM Rendah ... 164
Lampiran C9 Hasil Analisis Skor Postes Kemampuan Penalaran
Matematis dengan SPSS ... 166
Lampiran C10 Hasil Analisis Skor Gain Kemampuan Penalaran
Matematis dengan SPSS Siswa KAM Tinggi ... 168
Lampiran C11 Hasil Analisis Skor Gain Kemampuan Penalaran
Matematis dengan SPSS Siswa KAM Sedang ... 170
Lampiran C12 Hasil Analisis Skor Gain Kemampuan Penalaran
Matematis dengan SPSS Siswa KAM Rendah ... 172
Lampiran C13 Hasil Analisis Angket Kemandirian Belajar
Siswa dengan Uji Mann-Whitney U ... 174
Lampiran C14 Hasil Analisis ANOVA Dua Jalur Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa... 175
Lampiran C15 Hasil Analisis ANOVA Satu Jalur Kemampuan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika sebagai bagian dari kurikulum sekolah tentunya diarahkan
untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Sebagaimana yang tercantum
dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sumarmo (2002) mengatakan bahwa, pendidikan matematika pada
hakekatnya memiliki dua arah pengembangan yaitu memenuhi kebutuhan masa
kini dan masa datang. Untuk memenuhi kebutuhan masa kini, pembelajaran
matematika mengarah kepada pemahaman matematika dan ilmu pengetahuan
lainnya. Sedangkan untuk kebutuhan di masa datang mempunyai arti lebih luas
yaitu memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis, kritis dan cermat serta
berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
serta menghadapi masa depan yang selalu berubah. Dengan demikian pembelajarn
matematika hendaknya mengembangkan proses dan keterampilan berpikir siswa.
Dalam PERMEN No. 22 (2006), tentang standar isi untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah mata pelajaran matematika disebutkan bahwa mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Sedangkan tujuan
mempelajari matematika menurut BNSP (2006) adalah agar siswa memiliki
kemampuan sebagai berikut :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep,
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat,
2
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa salah satu aspek kemampuan yang
dikembangkan siswa ketika belajar matematika adalah kemampuan bernalar.
Berkenaan dengan kemampuan penalaran matematis, Purnama dan Sumarmo
(Kurniasih, 2013) mengatakan bahwa, penalaran matematis di artikan sebagai
proses penarikan kesimpulan yang didasarkan pada data, pola, dan argumen logis
yang sudah dibuktikan kebenarannya.
Berkaiatan dengan pentingnya mengembangkan kemampuan penalaran
dalam pembelajaran matematika, Shadiq (2009) mengungkapkan bahwa
kemampuan penalaran sangat dibutuhkan oleh siswa dalam belajar matematika,
karena pola piker yang dikembangkan dalam matematika sangat membutuhkan
dan melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dalam menarik
kesimpulan dari beberapa data yang mereka dapatkan. Penalaran juga merupakan
suatu kemampuan yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar
siswa. Hal sebagaimana yang diungkapkan oleh Baroody (Dahlan, 2004) bahwa
“penalaran dapat secara langsung meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu jika
siswa diberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan bernalarnya dalam
melakukan pendugaan-pendugaan berdasarkan pengalamannya sendiri, maka
3
Depdiknas (2002) menyatakan bahwa, materi matematika dan penalaran
matematis adalah dua hal yang terkait dan tidak dapat dipisahkan, karena materi
matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatih
melalui belajar matematika. Dengan belajar matematika keterampilan berpikir
siswa akan meningkat karena pola pikir yang dikembangkan matematika
membutuhkan dan melibatkan pemikiran kritis, sistematik, logis dan kreatif,
sehingga siswa akan mampu dengan cepat menarik kesimpulan dari berbagai fakta atau data yang mereka dapatkan atau ketahui. Hal ini sejalan dengan tujuan umum
pembelajaran matematika yang dirumuskan NCTM (2000) yaitu belajar untuk
bernalar, belajar untuk memecahkan masalah, belajar untuk mengaitkan ide, dan
pembentukan sikap positif terhadap matematika perlu dikembangkan dalam
pembelajaran matematika.
Penalaran matematis sangat dibutuhkan dalam proses pembuktian dalam
matematika. Wahyudin (2008) berpendapat bahwa, kemampuan untuk
mengganakan nalar sangat penting untuk memahami matematika. Senada dengan
pendapat tersebut, Turmudi (2009) mengatakan bahwa berpikir dan bernalar
matematik, termasuk membuat konjektur dan mengembangkan argument deduktif
sangatlah penting karena semua itu menjadi dasar untuk melayani wawasan baru
dan mempromosikan studi lebih lanjut.
Uraian di atas menggambarkan pentingnya usaha mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa, sebab dengan berbekal
kemampuan penalaran matematika siswa senantiasa berpikir secara sistematis,
mampu menyelesaikan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga siswa tidak akan lagi mengganggap matematika sebagai pelajaran yang
sulit untuk dipelajari. Hal ini sebagaimana diungkapkan Wahyudin (1999) yang
menyatakan bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa
gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu,
siswa kurang menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan soal atau
persoalan matematika yang diberikan. Siswa terbiasa diberi dan mengerjakan
4
untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, termasuk didalamnya
kemampuan penalaran matematis.
Ruseffendi (2006) mengemukakan bahwa perbedaan kemampuan yang
dimiliki siswa bukan semata-mata bawaan lahir, tetapi juga dipengaruhi oleh
lingkungan. Dalam konteks pembelajaran di kelas artinya kemampuan siswa
terbentuk dari hasil proses pembelajaran, guru hendaknya dapat merancang dan
menghadirkan pembelajaran yang sesuai dan mampu mengasah kemampuan siswa baik itu kemampuan kognitif, kemampuan afektif, maupun kemampuan
psikomotoriknya. Sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna dihati siswa.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aktifitas belajar siswa.
Ruseffendi (2006) menjelaskan bahwa faktor dari dalam diri siswa yang dapat
mempengaruhi belajar siswa di antaranya adalah kecerdasan, kesiapan, bakat,
kemauan belajar, serta minat siswa. Sedangkan faktor dari luar diri siswa meliputi
model penyajian materi pelajaran, pribadi da sikap guru, suasana pengajaran,
kompetensi guru, serta kondisi masyarakat luas. Salah satu faktor penting yang
mempengaruhi belajar siswa adalah kemandirian belajar (self-regulated learning).
Kemandirian belajar merupakan faktor yang penting dalam pembelajaran
matematika, karena faktor ini merupakan salah satu hal yang dapat menentukan
keberhasilan siswa. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hargis (Sumarmo,
2013), siswa yang memilii kemandirian belajar yang tinggi : (1) cenderung belajar
lebih baik dalam pengawasannya sendiri dari pada dalam pengewasan program,
(2) mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif, (3)
menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya, dan (4) mengatur belajar dan
waktu secara efisien.
Sedangkan memandirian belajar siswa didefinisikan sebagai kemampuan
siswa mengatur diri dalam belajar atau disebut juga kemandirian belajar siswa.
Kemampuan mengatur diri dalam belajar matematika berperan dalam
meningkatkan kualitas dan kuantitas diri dalam belajar. Sebagaimana yang
diungkapkan Sumarmo (2006) yang mengatakan bahwa, kemandirian belajar
5
pada orang lain. Kemandirian belajar bukan merupakan kemampuan mental atau
keterampilan akademik tertentu, tetapi merupakan proses pengarahan diri dalam
mentransformasi kemampuan mental kedalam keterampilan akademik tertentu.
Zimmerman (1990) mendefinisikan kemandirian belajar siswa melibatkan
tiga ciri, yaitu: menggunakan strategi kemandirian belajar, menggunakannya
untuk mengorientasikan umpan baliknya terhadap keefektifan belajar, dan proses
motivasinya. Sedangkan dalam istilah kemandirian belajar siswa, Paris ( Mardiah, 2015) menekankan pada otonomi dan pengawasan oleh diri sendiri dalam
memonitor langsung, dan tindakan untuk mengatur tujuan dari penerimaan
informasi, pengembangan keahlian dan perbaikan diri.
Zimmerman (1990) mengatakan bahwa, siswa yang memiliki kemandirian
dalam belajar akan mengerjakan soal dengan rasa kepercayaan, kerajinan, dan
akal yang panjang. Dan mungkin yang paling penting mereka menyadari ketika
mereka mengetahui sebuah jawaban atau memiliki kemampuan dan kapan mereka
tidak memilikinya. Tidak seperti temannya yang pasif, mereka secara aktif akan
mencari informasi yang dibutuhkan dan menerapkan langkah yang diperlukan
untuk menyelesaikan soal. Ketika mereka menemukan kesulitan, guru yang
membingungkan, atau buku yang sulit dimengerti, mereka akan mencari cara
pengganti. Siswa yang berkemandirian belajar akan mencari buku-buku
penggantisebagai proses yang sistematik dan terkontrol, dan mereka memiliki
tanggung jawab yang besar untuk keberhasilan yang mereka capai.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Samuelsson (2011) memperlihatkan
bahwa kemandirian belajar memiliki hubungan yang kuat dengan prestasi siswa
dalam matematika. Ini berarti, kemandirian belajar merupakan salah satu faktor
penting yang memberikan pengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. NCTM
(Wahyudin, 2008) mengemukakan bahwa aspek afektif dan kognitif memiliki
peranan dalam pembelajaran matematika, aspek-aspek tersebut secara simultan
memiliki pengaruh yang kuat bagi siswa dalam pencapaian prestasi belajarnya.
Adapaun dalam penelitian ini aspek kognitif yang diteliti adalah kemampuan
penalaran matematis, sedangkan aspek afektinya adalah self-regulated learning
6
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar
merupakan salah satu aspek penting yang perlu dimiliki siswa untuk
mengembangkan kemampuannya. Aspek afektif yang baik yang dimiliki siswa
akan dapat memberikan pengaruh positif pada aspek kognitifnya. Hal ini akan
sangat membantu dalam proses belajar yang dilakukannya. Dalam belajar
matematika, siswa yang memiliki kemandirian belajar yang baik akan senantiasa
berusaha untuk mengontrol dirinya dalam belajar, memandang permasalahan matematika sebagai sebuah tantangan, dan tidak akan mudah untuk putus asa.
Menyadari akan pentingnya kemampuan penalaran dan kemandirian belajar
siswa, serta pembelajaran yang berpusat pada siswa, sehingga guru perlu
mengupayakan inovasi dalam pembelajaran yang dapat memberi peluang dan
mendorong siswa untuk melatih kemampuan penalaran dan kemandirian belajar
siswa. Hal ini senada dengan pendapat Wahyudin (2003) bahwa salah satu cara
untuk mencapai hasil belajar yang optimal dalam mata pelajaran matematika
adalah jika para guru menguasai materi yang akan diajarkan dengan baik dan
mampu memilih strategi atau metode pembelajaran dengan tepat dalam setiap
proses pembelajaran.
Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah strategi
Means-Ends Analysis (MEA). Pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends
Analysis merupakan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya diawali dengan
pemberian suatu masalah. Melalui masalah yang diberikan, siswa
mengidentifikasi current state dan goal state, menyusun submasalah, selanjutnya
secara bertahap siswa mencari penyelesaian dari sub masalah yang mereka susun,
sehingga mereka akan sampai pada tujuan atau maksud dari masalah tersebut
(Vollmayer dkk, 1996).
Bruner (Ruseffendi, 2006) mengemukakan bahwa agar siswa lebih berhasil
dalam belajar matematika, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk
melihat kaitan-kaitan, baik antara dalil dan dalil, antara teori dan teori, antara
topik dan topik, maupun antara cabang matematika. Kegiatan tersebut terdapat
7
diselesaikan secara bertahap. Hal ini dapat membantu dan memudahkan siswa
untuk melatih kemampuan penalaran matematis.
Dalam penelitian ini, salain dari aspek pembelajaran, aspek kemampuan
awal matematis (KAM) siswa juga dijadikan sebagai fokus dalam penelitian. Hal
ini terkait dengan efektifitas implementasinya pada proses pembelajaran.
Tujuannya yaitu untuk melihat apakah implementasi strategi MEA dapat merata
di semua KAM siswa atau hanya pada KAM tertentu saja. Jika merata di semua KAM, maka penelitian ini di generalisasikan bahwa MEA cocok diterapkan untuk
semua level kemampuan.
Sesuai dengan teori Krutetski (Darhim, 2004) yang mengatakan bahwa
diduga siswa yang berkemampuan rendah akan meningkat hasil belajarnya
apabila metode pembelajaran yang digunakan menarik, berpusat pada siswa, dan
sesuai dengan tingkat kematangan siswa. Namun dimungkinkan terjadi sebaliknya
untuk siswa yang berkemampuan pandai. Ini bisa terjadi karena siswa
berkemampuan tinggi dimungkinkan lebih cepat memahami topik matematika
yang dipelajari karena kepandaiannya, walaupun tanpa menggunakan berbagai
macam metode pembelajaran yang menarik dan berpusat pada siswa.
Dengan memandang aspek KAM dan aspek strategi pembelajaran yang
akan diterapkan, penaliti juga akan melihat apakah kedua aspek tersebut memiliki
interaksi terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa. Hal ini
dipandang perlu karena peneliti memiliki dugaan bahwa aspek KAM dan
pembelajaran yang diterapkan akan secara bersama-sama mempengaruhi
peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa. Artinya dimungkinkan
peningkatan kemampuan penalaran yang terjadi setelah pembelajaran tidak
benar-benar murni hasil dari strategi pembelajaran yang diterapkan, tetapi dipengaruhi
juga oleh kemampuan awal matematis siswa. Peneliti juga menduga dengan
pembelajaran yang diterapkan, siswa yang memiliki KAM sedang
berkemungkinan mencapai peningkatan siswa KAM tinggi, dan siswa dengan
KAM rendah memiliki kemungkinan menyamai peningkatan siswa KAM sedang.
Uraian di atas mengemukakan bahwa tahapan dalam pembelajaran
8
kemampuan penalaran, dan Self-Regulated Learning siswa. Berdasarkan hal
tersebut, penulis ingin meneliti apakah strategi tersebut dapat meningkatkan
kemampuan penalaran matematis dan Self-Regulated Learning siswa. Sehingga
penelitian ini di beri judul “Pengaruh strategi Means-Ends Analysis dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan self-regulated learning siswa SMP.”
Kata pengaruh dalam judul penelitian ini diartikan sebagai terjadinya sebuah
perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi MEA.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah strategi Means-Ends Analysis
(MEA) dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan Self-Regulated Learning
matematis siswa?”. Rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan penalaran matematis
antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi
Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
ekspositori?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis
antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi
Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
ekspositori?
3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis
siswa berdasarkan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang,
rendah)?
4. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan
kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap
peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa?
5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis
9
Analysis (MEA) berdasarkan kemampuan awal matematika siswa (tinggi,
sedang, rendah)?
6. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis
antara siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan strategi
Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran
ekspositori pada masing-masing kemampuan awal matematika siswa
(tinggi, sedang, rendah)?
7. Apakah terdapat perbedaan Self-Regulated Learning antara siswa yang
memperoleh pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends Analysis
(MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan
penalaran matematis antara siswa yang belajar menggunakan strategi
Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
ekspositori.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran
menggunakan strategi Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran ekspositori.
3. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
penalaran matematis siswa berdasarkan kemampuan awal matematika siswa
(tinggi, sedang, rendah).
4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara kedua kelompok
pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang,
rendah) terhadap pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa.
5. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan
strategi Means-Ends Analysis (MEA) berdasarkan kemampuan awal
10
6. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
penalaran matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran
menggunakan strategi Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran ekspositori pada masing-masing kemampuan
awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah).
7. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan Self-Regulated Learning
antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi
Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
ekspositori.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah:
1. Manfaat selama proses penelitian
1) Siswa dapat berlatih mengembangkan kemampuan penalaran dan
Self-Regulated Learning dalam pembelajaran matematika.
2) Guru dapat berlatih menggunakan strategi Means-Ends Analysis dalam
mengajarkan matematika.
2. Manfaat hasil penelitian
1) Manfaat teoritis
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan
pada umumnya dan sebagai masukan bagi pengembangan ragam bentuk
penelitian di bidang matematika lebih lanjut, khususnya dalam rangka
mengembangkan kemampuan penalaran dan Self-Regulated Learning
siswa.
2) Manfaat praktis
Memberikan informasi tentang peningkatan kemampuan penalaran
dan Self-Regulated Learning siswa dengan menerapkan pembelajaran
11
1.5 Definisi Operasional
Definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan penalaran
Indikator kemampuan penalaran matematis yang digunakan dalam
penelitan ini adalah: Menarik kesimpulan umum berdasarkan sejumlah
data yang teramati, membuktikan secara langsung atau tidak langsung,
menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus yang lainnya, menyususn argument yang valid, dan memeriksa
validitas argument, serta melaksanakan perhitungan matematika
berdasarkan aturan yang disepakati.
2. Strategi Means-Ends Analysis.
Strategi Means-Ends Analysis merupakan strategi dalam pembelajaran
dengan langkah : mengidentifikasi perbedaan antara current state dan goal
state dari suatu masalah, membentuk subtujuan yang akan mengurangi
perbedaan antara current state dan goal state, dan menentukan serta
mengaplikasikan strategi yang dapat mencapai subtujuan.
3. Self-Regulated Learning.
Self-Regulated Learning adalah kemampuan siswa untuk mengatur
dirinya sendiri dalam kegiatan belajar, atas inisiatifnya sendiri dan
bertanggung jawab tanpa bergantung pada orang lain, yang memiliki
ciri-ciri : 1) Inisiatif belajar, 2) Mendiagnosa kebutuhan belajar, 3) Menetapkan
tujuan belajar, 4) Memonitor, 5) Memandang kesulitan sebagai tantangan,
6) Memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, 7) Memilih dan
menetapkan strategi belajar yang tepat, 8) Mengevaluasi proses dan hasil
belajar, 9) Konsep diri.
4. Kemampuan Awal Matematis (KAM).
Kategori kemampuan awal matematis (KAM) merupakan klasifikasi
12
diberikan perlakuan dalam penelitian, yang dikelompokan menjadi tiga level
kemampuan awal siswa, yaitu tinggi, sedang, rendah.
5. Pembelajaran Ekspositori
Pembelajaran yang dilakukan berdasarkan dengan langkah-langkah
pembelajaran sebagai berikut : Guru menerangkan materi pelajaran, guru
memberikan contoh soal, kemudian guru memberikan latihan soal kepada
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan dengan
menggunakan desain kuasi-eksperimen dan dengan pendekatan kuantitatif. Desain
kuasi eksperimen digunakan karena penelitian ini dilakukan di sekolah, maka peneliti tidak mungkin membentuk dua kelas secara acak, sehingga pada
penelitian ini peneliti menggunakan kelas yang telah terbentuk sebelumnya dan
keadaan subjek diterima sebagaimana adanya.
Pada penelitian ini terdapat dua kelompok sampel. Kelompok pertama
adalah kelompok eksperimen yaitu kelompok sampel yang melakukan
pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analysis, sedangkan yang kedua adalah
kelompok kontrol yaitu kelompok sampel yang melakukan pembelajaran
ekspositori. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika
dengan strategi Means-Ends Analysis , variabel terikatnya adalah kemampuan
penalaran dan Self-Regulated Learning siswa, dan Kemampuan awal matematika
(tinggi, sedang, rendah) siswa merupakan variabel prediktor yang didasarkan pada
nilai rapot.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Nonequivalent
Control-Group Design”, desain yang disajikan adalah sebagai berikut:
Kelas Eksperimen : O X O
Kelas Kontrol : O O
Sedangkan untuk self-regulated learning, karena tidak dilakukan
pre-respons untuk kedua kelas, maka desain penelitiannya adalah sebagai berikut:
Kelas Eksperimen : X O
Kelas Kontrol : O
Keterangan:
O : Pengukuran kemampuan Penalaran dan Self-Regulated
Learning siswa pada waktu sebelum dan sesudah
25
X : Pembelajaran Dengan Strategi Means-End Analysis
: Subjek tidak dikelompokkan secara acak
3.2 Subjek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di salah satu SMP Negeri di Lembang pada
semester II (genap) tahun pembelajaran 2014/2015. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di Lembang pada
semester II (genap) tahun pembelajaran 2014/2015, provinsi Jawa Barat. Untuk
keperluan uji coba tes maka dipilih kelas selain kelas sampel di luar populasi dari
penelitian.
Sampel penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling. Tujuan
dilakukan pengambilan sampel seperti ini adalah agar penelitian dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi
subyek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian
serta prosedur perijinan.
3.3 Keterkaitan Antar Variabel Penelitian
Untuk mempermudah melihat bagaimana keterkaitan antar variabel, berikut
ini disajikan keterkaitan antar-variabel untuk masing-masing rumusan masalah.
Tabel 3.1 Keterkaitan Antar Variabel Bebas, Terikat Dan Kontrol
Kemampuan yang
PMEA : Pembelajaran dengan Strategi Means-End Analysis.
PE : Pembelajaran dengan model ekspositori
Contoh:
PTMEA adalah kemampuan penalaran siswa kemampuan awal tinggi yang
26
PMEA adalah kemampuan penalaran siswa yang pembelajarannya dengan
strategi MEA.
PPE adalah kemampuan penalaran siswa yang pembelajarannya
eksposotori.
SLRMEA adalah self-regulated learning siswa yang pembelajarannya
dengan strategi MEA.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua jenis instrumen
yaitu instrumen tes dan instrumen non-tes. Instrumen dalam bentuk tes terdiri dari
pretes dan postes untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa,
sedangkan instrumen dalam bentuk non-tes terdiri dari skala self-regulated
learning siswa dan lembar observasi yang memuat indikator-indikator aktivitas
guru dan siswa dalam pembelajaran. Berikut ini merupakan uraian dari instrumen
yang digunakan.
3.4.1 Instrumen Tes Kemampuan Penalaran
Instrumen tes matematika pada penelitian ini adalah tes kemampuan
penalaran yang terdiri dari lima butir soal yang berbentuk uraian. Dalam
penyusunan soal tes, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal yang dilanjutkan
dengan menyusun soal beserta alternatif jawaban dari masing-masing butir
soal. Kemudian dilakukan uji coba tes kemampuan penalaran pada kelas
lain dengan sekolah yang sederajat. Untuk memberikan penilaian yang
objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan penalaran
matematis adalah sebagai berikut.
3.4.2 Instrumen Skala Self-Regulated Learning Matematis
Skala Self-Regulated Learning matematis ini terdiri dari 32 butir
pertanyaan, diantaranya: 16 pertanyaan positif dan 16 pertanyaan dengan
negatif dengan indikator sebagaimana yang terdapat pada definisi
operasional. Skala Self-Regulated Learning matematis ini dibuat dengan
berpedoman pada bentuk skala Likert, yang terdiri atas empat kategori
27
Tidak Setuju (STS) dengan tidak ada pilihan netral. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari sikap ragu-ragu siswa untuk tidak memihak pada
pertanyaan yang diajukan.
Sebelum diujicobakan, dibuat kisi-kisi skala self-regulated terlebih
dahulu kemudian disusun pernyataan dengan revisi dan saran pembimbing
serta pakar psikologi di UPI.
3.4.3 Lembar Observasi
Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati
dan menelaah setiap aktivitas siswa dalam pembelajaran. Kegiatan yang
diamati meliputi aktivitas guru sebagai pengajar dan aktivitas siswa dalam
pembelajaran. Observasi dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi
awal siswa sebelum pembelajaran dan jalannya proses belajar mengajar di
dalam kelas.
3.5 Tahap Pelaksanaan
Penelitian dalam penerapan strategi Means-Ends Analisys (MEA)
dilaksanakan dengan beberapa tahapan, yaitu:
3.5.1 Tahap Persiapan
Pada tahap ini diadakan persiapan-persiapan yang dipandang perlu
antara lain: melakukan studi kepustakaan tentang kemampuan penalaran
matematis, self-regulated, serta pembelajaran Means-Ends Analisys dan
merancang perangkat pembelajaran serta instrumen pengumpulan data.
Kemudian memohon izin melakukan penelitian kepada rektor UPI dan
kepala SMP Negeri tempat penelitian akan dilaksanakan, melakukan uji
coba instrumen penelitian dan menganalisis hasil uji coba tersebut,
mengobservasi pembelajaran di sekolah dan berkonsultasi dengan guru
matematika untuk menentukan waktu dan teknis pelaksanaan penelitian,
serta meminjam nilai rapot siswa untuk membuat pengelompokkan. Lalu
memilih sampel secara purposif dan memberikan pretes kepada siswa
28
3.5.2 Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan penerapan pembelajaran dengan strategi
Menas-Ends Analisys (MEA) pada kelompok eksperimen dan pembelajaran
ekspostori pada kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol mendapat perlakuan yang sama dalam hal jumlah jam pelajaran,
penyampaian materi, serta sumber pelajaran. Kelas eksperimen
mendapatkan lembar permasalahan, sedangkan kelas kontrol mendapatkan soal-soal latihan dari buku paket yang dimiliki guru. Jumlah pertemuan pada
kelas eksperimen dan kontrol masing-masing 7 kali pertemuan.
Secara garis besar langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran
MEA pada penelititan ini adalah sebagai berikut:
1. Pendahuluan
1. Guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam.
2. Guru mempersiapkan siswa dengan cara berdo’a, mengecek
kehadiran siswa dan menanyakan kabar.
3. Guru menginformasikan tujuan pembelajaran, cakupan materi
yang akan dipelajari dan kegiatan pembelajaran yang akan
dilakukan selama pembelajaran yaitu dengan menggunakan
strategi Means-Ends Analysis.
4. Guru memotivasi siswa dengan memberi penjelasan tentang
pentingnya mempelajari materi ini.
2. Kegiatan Inti
1. Guru mengelompokan siswa kedalam beberapa kelompok yag
terdiri dari 5 orang.
Fase 1: Mengidentifikasi perbedaan atara current state dan goal
state.
2. Guru membagikan LKS yang terdiri dari beberapa permasalahan
terkait materi PLSV dengan topik PLSV.
3. Guru menginformasikan tata cara pengerjaan LKS.
4. Masing-masing siswa dalam kelompok diminta memahami,
29
5. Guru membimbing kelompok yang mengalami kesulitan dalam
mengidentifikasi perbedaan atara current state dan goal state.
6. Guru memantau aktifitas siswa
Fase 2 : Membagi masalah menjadi sub-sub masalah.
7. Guru membimbing kelompok yang mengalami kesulitan dalam
membuat sub masalah.
Fase 3 : Menentukan dan mengaplikasikan strategi
8. Guru meminta siswa untuk menyelesaikan sub-sub masalah
yang telah dibuat.
9. Guru meminta beberapa perwakilan kelompok untuk
mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya di depan kelas.
10. Guru membimbing dan mengarahkan diskusi kelas.
11. Guru meminta siswa mengerjakan latihan soal yang terdapat
dalam LKS serta memantau kegiatan siswa.
12. Guru mengajak siswa membahas latihan soal.
13. Guru memantau aktifitas siswa
14. Guru meminta salah satu Kelompok untuk mempresentasikan
hasil pekerjaannya di depan kelas.
15. Guru dan siswa lainnya mengajukan pertanyaan kepada
kelompok penyaji.
3. Kegiatan Penutup
1. Guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran secara
menyeluruh dan meluruskan beberapa konsep yang belum tepat.
2. Guru meminta siswa untuk membaca dan memahami materi
yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan
pembelajaran Ekspositori adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan Pendahuluan
1. Guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam.
30
3. Guru menginformasikan tujuan pembelajaran, cakupan materi
yang akan dipelajari.
4. Guru memotivasi siswa dengan memberi penjelasan tentang
pentingnya mempelajari materi ini.
2. Kegiatan inti
1. Guru menjelaskan kepada siswa tentang materi pelajaran
2. Guru memberi contoh-contoh soal dan menyelesaikannya di papan tulis.
3. Guru bertanya kepada siswa apakah siswa sudah mengerti atau
belum, jika belum, guru akan kembali menjelaskan pada bagian
yang siswa belum begitu memahaminya.
4. Guru memberikan latihan-latihan soal, siswa diminta
mengerjakannya secara individu.
5. Guru meminta beberapa orang siswa untuk mengerjakan soal
yang telah diberikan guru.
3. Penutup
1. Guru menyimpulkan mengenai pembelajaran yang telah
dilakukan
2. Guru memberikan pekerjaan rumah.
Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai, sebelum dilakukan tes akhir
(postes) pada kelompok eksperiman dan kelompok kontrol, kedua kelompok
siswa diberikan skala self-regulated. Kemudian kedua kelompok ini diberikan
soal tes akhir yang sama dengan soal tes awal (pretes), hal ini dilakukan untuk
mengetahui besarnya peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa.
Pelaksanaan tes penalaran matematis selama 80 menit baik pada kelompok
eksperimen maupun pada kelompok kontrol.
3.6 Waktu dan Tahap Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Oktober 2014 tahun ajaran
2014/2015. Penelitian dibagi ke dalam beberapa tahapan. Adapun untuk rencana
31
Tabel 3.2 Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Bulan
Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1. Pembuatan Proposal
2. Seminar Proposal 3. Menyusun
Instrumen Penelitian 4. Pelaksanaan
Penelitian
5. Pengumpulan Data
6. Pengolahan Data 7. Penulisan Tesis
8. Sidang Tahap I dan II
3.7 Tahap Analisis
Setelah implementasi pembelajaran selesai, data yang telah terkumpul
dianalisis dan diolah secara statistik untuk data kuantitatif dan secara deskriptif
untuk data kualitatif.
3.8 Teknik Analisis Instrumen
3.8.1 Instrumen Kemampuan Penalaran
1. Analisis Validitas dan reliabilitas Instrumen Tes
Sebelum soal instrumen dipergunakan dalam penelitian, soal
instrumen tersebut diuji cobakan terlebih dahulu pada siswa yang telah
memperoleh materi yang berkenaan dengan penelitian ini. Uji coba ini
dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut telah memenuhi
syarat instrumen yang dapat dipakai atau belum, oleh karena itu kita perlu
menganalisis validitasnya dan reliabilitas terlebih dahulu
a. Validitas
Menurut Arikunto (2003: 168), validitas adalah suatu ukuran yang
32
Validitas instrumen diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengamatan.
dari hasil tersebut akan diperoleh validitas teoritik dan validitas empirik.
Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada
kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid
berdasarkan teori dan aturan yang ada. Validitas teoritik atau dapat disebut
validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari
segi materi yang dievaluasikan (Suherman, 2003). Validitas isi dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang
telah diajarkan. Apakah soal pada instrumen penelitian sesuai atau tidak
dengan indikator.
Validitas muka dilakukan dengan melihat tampilan dari soal itu yaitu
keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas
pengertiannya dan tidak salah tafsir. Jadi suatu instrumen dikatakan
memiliki validitas muka yang baik apabila instrumen tersebut mudah
dipahami maksudnya sehingga testi tidak mengalami kesulitan ketika
menjawab soal. Penilain validitas isi dan validitas muka dilakukan oleh
beberapa dosen UPI, rekan mahasiswa Pendidikan Matematika Pascasarjana
UPI dan guru matematika SMP Negeri di Lembang yang hasilnya
dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Validitas isi dan validitas muka
yang dinilai adalah kesesuaian antara butir tes dengan kisi-kisi soal,
penggunaan bahasa atau gambar dalam soal, dan kebenaran materi atau
konsep.
Validitas empirik adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria
tertentu. Kriteria ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya
koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi
produk momen dengan menggunakan angka kasar (Arikunto, 2003) yaitu:
rxy = N ∑ − ∑ ∑
√{N ∑ 2–(∑ 2} {N ∑ 2− ∑ 2}
Keterangan :
rxy = Koefisian validitas
33
Y = Skor total
N = Jumlah subyek
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas
Koefisien Korelasi Interpretasi
Dengan mengambil taraf signifikan 0,05, didapat kemungkinan
interpretasi:
jika rhit≤ rkritis , maka soal tidak valid
jika rhit > rkritis , maka soal valid
Berdasarkan hasil uji coba pada siswa kelas VIII di salah satu SMP
Negeri di Lembang, diperoleh korelasi validitas antar butir tes kemampuan
penalaran matematis dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini.
Tabel 3.4 Validitas Instrumen Kemampuan Penalaran Matematis
Nomor Soal Besarnya � Interpretasi
1 0,64 Validitas tinggi
Suherman (2003) suatu alat evaluasi (tes dan nontes) disebut reliabel
jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap yang digunakan pada objek yang
sama. Relatif tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami
perubahan yang tidak signifikan dan bisa diabaikan. Adapun bentuk soal tes
yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe subjektif atau uraian,
karena itu menurut Suherman (2003: 154) untuk mencari koefisien
34
r11 = koefisien reliabilitas alat evaluasi
n = banyaknya butir soal
Si2= jumlah varians skor setiap soal
Sx tot2 = varians skor total
Adapun kriteria dari koefisien reliabilitas diinterpretasikan dalam Tabel
3.5 berikut.
Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas (r11) Interprestasi
20
0 rxy reliabilitas sangat tinggi.
Pengambilan keputusan yang dilakukan adalah dengan
membandingkan rhitung dan rtabel pada taraf signifikan 0,05. Jika rhitung > rtabel
maka soal reliabel, sedangkan jika rhitung ≤ rtabel maka soal tidak reliabel.
Berdasarkan hasil uji coba, diperoleh nilai r11 = 0,81. sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa soal tes penalaran matematis memiliki reliabilitas
yang tinggi.
2. Uji Daya Pembeda
Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh
kemampuan butir soal itu mampu membedakan antara testi yang
mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang menjawab salah
(Suherman, 2003). Galton (Suherman, 2003) berasumsi suatu perangkat alat
tes yang baik bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata dan
bodoh. Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus (Suherman,
35
JBA= banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok atas
JBB= banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah
JSA= jumlah siswa kelompok atas.
Adapun kriteria dari daya pembeda diinterpretasikan dalam Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Kriteria Daya Pembeda
Koefisien Daya Pembeda (DP) Kriteria 00
Hasil perhitungan daya pembeda untuk tes kemampuan penalaran matematis
disajikan dalam Tabel 3.7 berikut ini:
Tabel 3.7 Daya Pembeda Tes Penalaran Matematis
Nomor Soal Besarnya DP Interpretasi
1 0,31 Cukup
Indeks kesukaran adalah bilangan real yang menyatakan derajat
kesukaran suatu butir soal dengan interval 0,00 sampai dengan 1,00
(Suherman, 2003). Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti
butir soal tersebut terlalu sukar/ sulit, sebaliknya soal dengan indeks
kesukaran 1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah. Menurut Suherman
36
JBA= banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok atas
JBB= banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah
JSA= jumlah siswa kelompok atas
JSB= jumlah siswa kelompok bawah
Adapun kriteria dari indeks kesukaran diinterpretasikan dalam Tabel 3.8
Tabel 3.8 Kriteria Indeks Kesukaran
Koefisien Daya Pembeda (DP) Kriteria
00
Dari hasil perhitungan. diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal tes
kemampuan penalaran matematis yang terangkum dalam Tabel 3.9 berikut
ini:
Tabel 3.9 Indeks Kesukaran Tes Penalaran Matematis
Nomor Soal Besarnya IK Interpretasi
1 0,77 Mudah
Rekapitulasi dari semua perhitungan analisis hasil uji coba tes
kemampuan penalaran matematis disajikan secara lengkap dalam Tabel 3.10
37
Tabel 3.10 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis
Berdasarkan Tabel 3.10 di atas, instrumen kemampuan penalaran
matematis yang diujikan memiliki reliabilitas tinggi, namun ada satu butir
soal yang memiliki validitas rendah (nomor soal 5), oleh karena itu soal
tersebut tidak akan digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran
matematis siswa.
3.8.2 Instrumen Self-Regulated Learning
Untuk menguji validitas skala self-regulated digunakan uji validitas isi
(content validity). Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan
membandingkan antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah
ditetapkan (Sugiyono, 2006). Instrumen dinyatakan valid apabila isinya
sesuai dengan apa yang hendak diukur. Pada penelitian ini, pengujian
validitas skala self-regulated dilakukan oleh dosen pembimbing dan pakar
self-regulated di UPI. Hasilnya adalah Merevisi pernyataan-pernyataan
tertentu yang dianggap kurang tepat dari segi kebahasaan sehingga tidak
mengandung makna ganda atau multi tafsir kepada responden dalam
memilihnya
Setelah instrumen self-regulated dinyatakan valid oleh ahli, dilakukan
uji keterbacaan instrumen terhadap 10 orang siswa. Uji keterbacaan
dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah pernyataan-pernyataan yang
terdapat dalam angket dapat dimengerti susunan redaksi dan maknanya,
38
kesulitan dalam memahami pernyataan-pernyataan yang terdapat pada
lembar skala self-regulated.
Kemudian dilakukan uji coba instrumen self-regulated siswa terhadap
35 orang siswa. Hasil uji coba dianalisis dengan menggunakan program
SPSS 17
untuk menguji derajat validitas dan reliabilitas instrumen.
1. Validitas Instrumen
Pengujian validitas instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan
antara skor item dengan skor total. Hasil uji validitas skala self-regulated
dengan menggunakan program SPSS 17 (Uji nonparametrik Spearman)
disajikan secara lengkap pada Lampiran. Hasil uji validitas pernyataan
self-regulated terangkum dalam Tabel 3.11 berikut ini.
Tabel 3.11 Validitas Self-Regulated Learning
Nomor Pernyataan
Koefisien
Korelasi Signifikansi Interpretasi
39
Nomor Pernyataan
Koefisien
Korelasi Signifikansi Interpretasi
24 0,482 0,003 Valid
25 0,450 0,007 Valid
26 0,408 0,015 Valid
27 0,556 0,001 Valid
28 0,787 0,000 Valid
29 0,534 0,001 Valid
30 0,356 0,036 Valid
31 0,146 0,397 Tidak Valid
32 0,480 0,004 Valid
33 0,395 0,019 Valid
34 0,509 0,002 Valid
2. Reliabilitas Self-Regulated Learning
Untuk mengetahui instrumen yang digunakan reliabel atau tidak maka
dilakukan pengujian reliabilitas dengan rumus alpha-croncbach. Pengujian
reliabilitas suatu alat ukur dimaksudkan untuk mengetahui apakah suatu alat
ukur akan memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg). Untuk
menghitung koefisien reliabilitas instrumen self-regulated digunakan
program SPSS yang hasilnya terangkum pada Tabel 3.12 berikut ini.
Tabel 3.12 Reliabilitas Skala Self-regulated
Cronbach's Alpha N of Items
.894 34
Dari Tabel 3.12 di atas, diperoleh � = , 4. Nilai ini berada pada
interval 0,90 < � ≤ 1,00 dengan interpretasi derajat reliabilitas instrumen
tinggi.
Berdasarkan Tabel 3.12, Tabel 3.13, instrumen self-regulated instrumen
kemampuan penalaran matematis memiliki reliabilitas tinggi, namun terdapat dua
butir pernyataan yang tidak valid (nomor 23 dan 31), oleh karena itu pernyataan
40
3.9 Data Kemampuan Awal Matematika Siswa
Data kemampuan awal matematika siswa yang diperoleh nilai rapor
matematika siswa kelas PMEA dan kelas PE pada semester ganjil digunakan
untuk penempatan siswa berdasarkan kemampuan awal matematikanya. Siswa
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu siswa kelompok tinggi, siswa
kelompok sedang, dan siswa kelompok rendah. kriteria pengelompokkan
kemampuan awal matematika siswa berdasarkan skor rerata (�̅) dan simpangan baku (SB) sebagai berikut:
n ≥ �̅+ SB : Siswa Kemampuan Tinggi �
̅– SB ≤ n < �̅ + SB : Siswa Kemampuan Sedang n < �̅– SB : Siswa Kemampuan Rendah
Keterangan:
n : Nilai matematika pada rapor semester 1 �
̅ : Nilai rata-rata kelas pada rapor semester 1 �� : Simpangan baku nilai rapor semester 1
Tabel 3.13 Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Eksperimen
KATEGORI INTERVAL NILAI JUMLAH
Siswa Kemampuan Tinggi Nilai rapot ≥ 79,9 7 orang siswa
Siswa Kemampuan Sedang 76,5 ≤ Nilai rapot < 79,9 25 orang siswa
Siswa Kemampuan Rendah Nilai rapot < 76,5 6 orang siswa
Tabel 3.14 Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Kontrol
KATEGORI INTERVAL NILAI JUMLAH
Siswa Kemampuan Tinggi Nilai rapot ≥ 79,5 6 orang siswa
Siswa Kemampuan Sedang 76,0 ≤ Nilai rapot < 79,5 27 orang siswa
Siswa Kemampuan Rendah Nilai rapot < 76,0 6 orang siswa
3.10 Prosedur Pengolahan Data
Penelitian ini akan meliputi tiga tahap dalam prosedur penelitian, yaitu:
1. Tahap Persiapan
41
a. Merancang perangkat pembelajaran dan meminta penilaian para ahli.
b. Menganalisis instrument tes dengan mengukur reliabilitas dan
validitas.
c. Mengelompokkan kemampuanm awal siswa bedasarkan hasil nilai
rapor yang diberi oleh guru sebelumnya.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Melaksanakan pretes untuk mengukur kemampuan penalaran matematis
b. Melaksanakan pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analysis dan
ekspositori.
c. Melaksanakan postes untuk mengukur mengukur kemampuan
penalaran matematis setelah diberi perlakuan.
3. Tahap Analisis Data
a. Melakukan analisis data dan melakukan pengujian hipotesis.
b. Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian yang meliputi
analysis data dan uji hipotesis.
c. Menyimpulkan hasil penelitian.
3.11 Teknik Analisis Data
Data-data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan penalaran
matematis dianalisis secara statistik. Data skala self-regulated siswa dan hasil
observasi dianalisis secara deskriptif dan statistik. Untuk pengolahan data penulis
menggunakan bantuan program software SPSS 17, dan Microsoft Excell 2007.
3.11.1 Data Hasil Tes Penalaran Matematis
Dalam penelitian ini ingin dilihat perbedaan rerata kemampuan penalaran
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran MEA dan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional serta peningkatan kemampuan penalaran
siswa berdasarkan kategori kemampuan siswa (tinggi, sedang, rendah). Oleh
karena itu, uji statistik yang digunakan adalah uji perbedaan dua rerata.
42
1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan
sistem penskoran yang digunakan.
2. Membuat tabel skor pretes dan postes siswa kelas PMEA dan kelas PE.
3. Menghitung peningkatan kemampuan yang terjadi pada siswa
bedasarkan masing-masing KAM dengan rumus gain ternormalisasi,
yaitu:
Rumus indeks gain menurut Hake (1999) yaitu:
Normalized gain = % < �� > − % < �� >
− % < �� >
Keterangan:
�� = Skor postes
�� = Skor pretes
Dengan kriteria indeks gain pada Tabel 3.15 berikut ini:
Tabel 3.15 Klasifikasi Gain Ternormalisasi
Skor Gain Interpretasi g > 0,7 Tinggi 0,3 < g ≤ , Sedang g < 0,3 Rendah
Analisis dilakukan untuk mengetahui perbedaan pencapaian dan
peningkatan kemampuan penalaran antara siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analysis dengan yang
mendapatkan pembelajaran ekspositori.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat kedua kelompok berdistribusi
normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini akan menggunakan uji
klomogrov-Smirnov dengan taraf signifikansi 5%.
Adapun rumusan hipotesisnya adalah:
Ho: Data berdistribusi normal
H1: Data tidak berdistribusi normal
Dengan kriteria uji sebagai berikut: