• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA FoMO (FEAR OF MISSING OUT) DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA REMAJA DI SMAN 4 BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA FoMO (FEAR OF MISSING OUT) DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA REMAJA DI SMAN 4 BANDUNG."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Mohammad Gilang Santika (1006388). Hubungan antara FoMO (Fear of Missing Out) dengan kecanduan internet (Internet Addiction) pada remaja di SMAN 4 Bandung. Skripsi. Departemen Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan UPI. Bandung (2015).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran fenomena Fear of Missing Out, kecanduan internet dan hubungan antara kedua variabel tersebut pada remaja di SMAN 4 Bandung. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif probabilitas dengan metode korelasional. Subjek penelitian adalah sampel remaja di SMAN 4 Bandung sebanyak 333 orang dengan 2 orang dibuang melalui analisis model rasch. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kuesioner menggunakan instrumen Fear of missing out scale (FoMOs) dan Internet addiction Test (IAT) yang telah diterjemahkan, uji ulang dan dimodifikasi untuk keperluan penelitian. Hasil penelitian menujukkan : 1) sebagian besar remaja SMAN 4 Bandung memiliki tingkat FoMO pada kategori cukup rendah yaitu sebesar 34,20%; 2) sebagian besar remaja SMAN 4 Bandung memiliki tingkat kecanduan internet pada kategori cukup rendah sebesar 27,0%; 3) terdapat hubungan yang positif antara FoMO (Fear of Missing Out) pada siswa SMAN 4 Bandung dengan kecanduan internet (Internet Addiction) dengan nilai korelasi Spearman rho sebesar 0.436 atau pada tahapan korelasi moderat. Saran yang diberikan adalah untuk mengurangi tindakan intensitas penggunaan internet sebagai sarana sosial remaja agar tidak mengalami kecanduan internet yang berpengaruh juga terhadap aspek aspek lain dalam derajat kesehatan mental individu.

(2)

ABSTRACT

Mohammad Gilang Santika (1006388). Relationship between FoMO (Fear of Missing out) and Internet Addiction on Teenagers in SMAN 4 Bandung. Undergraduate paper, Department of Psychology, Faculty of Educational Sciences UPI Bandung (2015)

The aim of this Research is to find out the profile of FoMO Phenomena, the profile of Internet addiction, and the relationship between FoMO and Internet Addiction disorder on Teenagers in Senior High School 4 Bandung. This Research employs Quantitative paradigm with correlational statistical method. The subject of this Research is the students of SMAN 4 Bandung by 333 samples with 2 deleted samples from rasch analysis. The data are collected by modifying and translating the Fear of Missing Out scale and Internet Addiction Test. The Results show that: 1) most teenagers in SMAN 4 Bandung had less low level degree of FoMO which is around 34,20%; 2) most teenagers in SMAN 4 Bandung had less low level degree of Internet Addiction which is around 27,0% 3) There had a positive correlation between FoMO (Feat of Missing out) and internet addiction with Correlation value in Spearman rho around 0.436 or in moderate level correlation. The suggestion : for teenagers is to use less internet for social interaction in order to avoid the internet addiction which also impacts to other effects in mental health degree.

(3)

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... iError! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR DIAGRAM ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

(4)

1. Kuesioner Fear of Missing Out scaleError! Bookmark not defined. 2. Kuesioner Internet Addiction Test . Error! Bookmark not defined. Proses Pengembangan Instrumen ... Error! Bookmark not defined. 1. Uji Keterbacaan Instrumen ... Error! Bookmark not defined. 2. Uji Validitas Instrumen ... Error! Bookmark not defined. 3. Uji Reliabilitas Instrumen... Error! Bookmark not defined. 4. Kategorisasi Skor... Error! Bookmark not defined. Teknik Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. 1. Uji Normalitas ... Error! Bookmark not defined. 2. Uji Korelasi ... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANError! Bookmark not defined.

Gambaran FoMO pada Remaja di SMAN 4 BandungError! Bookmark not defined. Pembahasan FoMO pada Remaja SMAN 4 BandungError! Bookmark not defined.

Gambaran Kecanduan Internet pada Remaja di SMAN 4 BandungError! Bookmark not def Pembahasan Kecanduan Internet pada Remaja SMAN 4 BandungError! Bookmark not def Hubungan Antara FoMO dengan kecanduan internetError! Bookmark not defined.

Pembahasan Hubungan antara FoMO dan Kecanduan InternetError! Bookmark not def Keterbatasan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined. KESIMPULAN ... Error! Bookmark not defined. SARAN ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA

(5)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 2.1 Diagram Neuropsychological chain model of Internet addiction (Tao, Ying,Yue & Hao dalam Young, 2011) ... Error! Bookmark not defined. Diagram 4.2 Gambaran Persentase FoMO... Error! Bookmark not defined. Diagram4.3 Presentasi Perdimensi FoMO ... Error! Bookmark not defined. Diagram 4.4 Gambaran Kecanduan Internet ... Error! Bookmark not defined. Diagram 4. 5 Presentasi Perdimensi Kecanduan Internet .... Error! Bookmark not defined.

Diagram 4.6 Presentasi FoMO dengan perbedaan Jenis Kelamin ... Error! Bookmark not defined.

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kerangka Berpikir ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.2 Daftar Peserta Yang terlibat ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.3 Instrumen Fear Of Missing Out Scale.... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.4 Penyekoran Kuesioner ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.5 Kategorisasi Skala FoMO ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Kecanduan Internet Error! Bookmark not defined. Tabel 3.7 Penyekoran Kuesioner ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.8 Kategorisasi Skala Kecanduan Internet . Error! Bookmark not defined. Tabel 3.9 Kategori Koefisien Realibilitas Guilford ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 3.10 Kategorisasi Skala Kecanduan InternetError! Bookmark not defined. Tabel 3.11 Kategori Skor FoMO dan Kecanduan Internet .. Error! Bookmark not defined.

Tabel 3.12 Kategori Skor FoMO per dimensi ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.13 Kategori Skor Kecanduan Internet per dimensi . Error! Bookmark not defined.

Tabel 3.14 Tes Normalitas ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.15 Koefisien Korelasi... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.16 Statistika Deskriptif FoMO ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.17 Gambaran FoMO Remaja SMAN 4 Bandung ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.18 Perhitungan Statistik Deskriptif Dimensi Variabel FoMO ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.19 Gambaran Tingkat Dimensi-Dimensi FoMO .... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.20 Statistika Deskriptif Kecanduan internet ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.21 Gambaran Kecanduan Internet Remaja SMAN 4 Bandung ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.22 Perhitungan Statistik Deskriptif Dimensi Variabel Kecanduan Internet ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.23 Gambaran Tingkat Dimensi-Dimensi kecanduan internet ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.24 Korelasi Kecanduan Internet dan FoMO ... Error! Bookmark not defined.

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran Profil Siswa SMAN 4 Bandung

2. Lampiran Data Mentah dan Analisis

(8)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Internet merupakan salah satu bentuk evolusi perkembangan

komunikasi dan teknologi yang berpengaruh pada umat manusia. Salah satu

akibat adanya internet adalah perubahan signifikan dalam pola interaksi sosial

primer antar individu. Percakapan konvensional seperti tatap muka telah

digantikan peranannya dengan internet message, video call dan social media.

Hal ini dimungkinkan karena kekurangan-kekurangan yang dimiliki

komunikasi konvensional seperti jarak dan waktu dapat ditutupi oleh internet

(Gackenbach, 2007; Zheng, Jason, & Clifford, 2010; Young & de Abreu,

2011; Hampton, Lauren, & Eun, 2011).

Kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh internet secara tidak

langsung menyebabkan individu memiliki tingkat kecanduan terhadap

internet yang tinggi dan cenderung menunjukkan gejala kecanduan atau

addict (Young & de Abreu, 2011) Terdapat berbagai terminologi yang

digunakan oleh beberapa ahli untuk mengidentifikasi kecanduan internet

sebagaimana disebutkan dalam Göritz, Sigh, & Voggeser (2012) seperti

internet addiction (Young, 1998), compulsive internet use (Greenfield, 1999),

phatological internet use (Morahan-martin, 2000), problematic internet use

(Caplan, 2002). Tetapi hampir semua sepakat bahwa inti dari permasalahan

kecanduan internet adalah terganggunya kehidupan personal individu

(Morahan-martin dalam (Göritz, Sigh, & Voggeser, 2012) dan peningkatan

toleransi terhadap internet, yaitu bertambahnya durasi berinternet untuk

memenuhi kepuasan diri (Grifin dalam Gackenbach, 2007; Young, Yue, &

Ying, 2011; Morahan-martin dalam Göritz, Sigh, & Voggeser, 2012).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecanduan internet dapat

menimbulkan perilaku psikopatologis. Sebuah penelitian yang dilakukan di

Iran mengemukakkan bahwa kelompok kecanduan internet cenderung

(9)

2

kompulsif, interpersonal sensitivity (sensitivitas interpersonal), kecemasan,

perilaku hostile (sikap bermusuhan), phobic anxiety (kecemasan/phobia),

paranoid ideation (paranoid) dan psychoticism (psikotis) lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok tidak kecanduan internet (Alavi,

Alaghemandan, Maracy, Jannatifard, Eslami, & et all, 2012) Penelitian ini

didukung oleh penelitian lanjutan yang dikemukakan KOC (2011)dimana

individu dengan kecanduan internet cenderung menunjukan

symptom-symptom gangguan psikologis seperti depresi, obsesif kompulsif, dan hostile.

Penelitian yang dilakukan (Ayas & Mehmet, 2007) juga menunjukkan

adanya pengaruh yang signifikan antara kecanduan internet terhadap depresi

dan kesendirian serta kurangnya korelasi antara kecanduan internet dengan

self-esteem. Hal ini menunjukkan semakin tinggi kecanduan internet maka

semakin mungkin individu mengalami gangguan depresi dan kesendirian

sementara kecanduan internet kurang berpengaruh terhadap self-esteem.

Dampak-dampak negatif yang ditunjukkan oleh hasil penelitian

tersebut menjadikan kecanduan internet penting diteliti dan diketahui faktor

faktor penyebabnya. Hal lain yang menyebabkan kecanduan internet penting

diteliti di Indonesia terlihat melalui statistik di mana pengguna Internet di

Indonesia pada 2012 telah mencapai 63 juta orang atau sekitar 24,23 persen

dari jumlah penduduk Indonesia. Lebih spesifik pengguna internet di kota

Bandung terdiri dari 579.000 jiwa atau 22,1 % dari populasi urban

keseluruhan kota Bandung ( Santosom, 2012; Asosiasi Penyelenggara Jasa

Internet Indonesia (APJII), 2012)

Indikasi kecanduan internet telah terjadi di Indonesia, terutama

ditemukan pada golongan remaja. Survei yang dilakukan Marketeers (2013)

menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia didominasi usia 15-22

tahun berkisar 42,4%, dan 84,7% -nya menggunakan internet melalui

smartphone. Hampir 70% pengguna internet remaja menghabiskan lebih dari

3 jam sehari menggunakan internet. Tiga hal utama yang dilakukan netizen

(masyarakat pengguna internet) adalah mengakses media sosial (94%),

(10)

Penggunaan yang didominasi remaja dianggap wajar karena faktor

perkembangan sosial remaja dipengaruhi oleh faktor di luar keluarga, di mana

teman sebaya memegang peranan penting dalam pertumbuhan remaja.

Remaja lebih tertarik terhadap hal-hal yang dapat membantunya untuk

memperoleh penerimaan dalam kelompok serta penghargaan diri oleh teman

sebaya dan kelompok sehingga sering kali remaja melakukan konformitas

kelompok dalam memutuskan suatu tindakan perilaku (Santrock, 2002

Marsden & Campbell, Haythornthwaite dalam Mesch, 2010).

Selain faktor pengguna remaja, faktor akses wifi sendiri dalam

beberapa sekolah telah tersedia lebih lama dibanding tempat lain. SMAN 4

Bandung contohnya, menurut pengamatan peneliti ketersediaan wifi di

sekolah telah ada semenjak tahun 2005. Meskipun ada sekolah lain yang lebih

dahulu tetapi SMAN 4 Bandung dianggap sebagai SMA Negeri awal yang

menggunakan fasilitas teknologi informasi di sekolahnya, sebagai contoh

teamplate website SMAN 4 Bandung sendiri merupakan tampilan dasar yang

dijadikan percontohan dan dapat digunakan oleh sekolah sekolah lain di

Indonesia (contoh web terlampir).

Dalam perkembangan klasifikasi gangguan penggunaan internet

timbul gejala baru yang dinamakan FoMO atau Fear of Missing Out. FoMO

didefinisikan sebagai ketakutan akan kehilangan momen berharga individu

atau kelompok lain dimana individu tersebut tidak dapat hadir di dalamnya.

FoMO ditandai dengan adanya keinginan untuk terus berhubungan dengan

apa yang individu lakukan melalui dunia maya (Przybylski, Murayama,

DeHaan, & Gladwell, 2013) FoMO pada dasarnya merupakan kecemasan

sosial tetapi dengan perkembangan media sosial saat ini menyebabkan FoMO

menjadi lebih meningkat (JWTIntelligence, 2011)

Penelitian yang dilakukan oleh Przybylski, Murayama, DeHaan, &

Gladwell, (2013) menyebutkan bahwa FoMO menimbulkan perasaan

kehilangan, stres, dan merasa jauh jika tidak mengetahui peristiwa penting

individu lain. Hal ini didasarkan pada pandangan determinasi sosial bahwa

(11)

4

mengenai tingkat kesejahteraan serta persepsi kebahagiaan menurut individu

lain. Media sosial memberikan jalan kepada individu untuk membiarkan

individu lain mengetahui perilaku-perilaku yang terjadi di hidupnya sebagai

bentuk penghargaan diri individu dan ketika individu lain melihat persepsi

yang dimunculkan, hal tersebut diterjemahkan sebagai bentuk kebahagiaan

yang sebenarnya (JWTIntelligence, 2011).

Sebagai perbandingan, sebuah survei tahun 2012 yang dilakukan oleh

MyLife.com mengungkapkan bahwa 56% individu takut kehilangan

peristiwa, berita dan update status penting jika mereka berada jauh dari

jejaring sosial (Azmil, 2013) Penelitian lain yang dilakukan di Amerika dan

Inggris pada tahun 2012 menemukan bahwa sekitar 65% dari remaja pernah

mengalami FoMO dan 40% diantaranya sering mengalami FoMO, dalam

kurun waktu kurang dari 4 bulan ke belakang (JWTIntelligence, 2013).

Di Indonesia belum ada penelitian mengenai hubungan antara

kecanduan internet dengan FoMO pada remaja, karena FoMO merupakan isu

baru dari perilaku dunia cyberpsychology dan penelitian secara konseptual

baru dilakukan oleh 2 pihak yaitu: JWT Intelligence tahun 2011 dan Andrew

Przybylski tahun 2013. Hubungan kecanduan internet dengan FoMO menjadi

isu penting karena ketika remaja dengan tingkat FoMO yang tinggi cenderung

membuka facebook lebih sering di saat bangun tidur, sebelum tidur, makan

dan adanya kemungkinan remaja menggunakan telepon genggamnya ketika

berkendara motor (Przybylski, Murayama, DeHaan, & Gladwell, 2013;

Young & de Abreu, 2011)

Symptom-symptom tersebut secara tidak langsung memiliki

keterkaitan dengan dimensi tolerance yaitu peningkatan penggunaan internet

pada gejala Internet Addiction yang dikeluarkan oleh Young tahun 1998.

Dengan adanya fakta-fakta tersebut menyebabkan peneliti tertarik untuk

meneliti bagaimana hubungan FoMO (Fear of Missing Out) dengan

(12)

Rumusan Masalah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecanduan internet dapat

berpengaruh negatif terhadap kehidupan individu baik secara personal

maupun sosial (Ayas & Mehmet, 2007; KOC, 2011; Alavi, et all, 2012)

Dalam pencarian faktor faktor penyebab kecanduan internet terdapat

fenomena gangguan media sosial baru sebagai bagian dari internet yaitu

FoMO. Hasil yang ditampilkan individu yang memiliki FoMO adalah

keterikatan individu terhadap media sosial yang menyebabkan individu

sangat sering membuka media sosial dimanapun dan kapanpun. Symptom

yang ditampilkan memiliki kemiripan dengan dimensi tolerance pada internet

addiction.

Dari uraian permasalahan di atas, maka fokus permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah hubungan Fear of Missing Out dengan Kecanduan Internet pada remaja di SMAN 4 Bandung ?”

Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan FoMO dengan kecanduan internet pada remaja di

SMAN 4 Bandung.

Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Manfaat yang diberikan secara teoritis melalui penelitian ini adalah:

a. Memberikan pandangan baru mengenai kecanduan internet dan hal-hal

yang mempengaruhinya.

b. Memperluas bidang penelitian kecanduan internet, terutama yang

berhubungan dengan penelitian FoMO pada remaja.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis melalui penelitian ini adalah sebagai sumber

(13)

6

kecanduan internet pada remaja, sehingga diharapkan dapat dibentuk proses

intervensi serta penanganan FoMO dan Kecanduan Internet di masa yang

akan datang.

Sistematika Penulisan Skripsi

Struktur penulisan dalam skripsi adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab I mengenai pendahuluan tersusun atas empat poin utama

yaitu, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

dan manfaat penelitian yang terdiri atas manfaat teoritis serta manfaat

praktis, serta sistematika penulisan skripsi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pada bab II mengenai kajian pustaka terdapat beberapa subbab yang

terdiri atas kajian literatur dari setiap variabel yang diteliti. Subbab

pertama yaitu kecanduan internet terdiri atas definisi kecanduan

internet, etimologi kecanduan internet, dimensi kecanduan internet,

jenis-jenis kecanduan internet, faktor dan pengaruh kecanduan

internet, hubungan kecanduan internet dengan remaja. Kemudian

mengenai FoMO yang terdiri dari sejarah terminologi FoMO definisi

FoMO, ciri-ciri FoMO Faktor penyebab FoMO. Selain itu dalam bab

ini terdapat akan dibahas mengenai kerangka pemikiran serta

hipotesis penelitian. Kerangka pemikiran membahas mengenai

tahapan yang akan ditempuh untuk merumuskan hipotesis dan

mengkaji hubungan teoritis antara variabel FoMO dengan kecanduan

internet. Hipotesis penelitian membahas mengenai petunjuk

sementara terhadap pemecahan masalah dari variabel FoMO dan

kecanduan internet.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab III mengenai metode penelitan berisi pembahasan mengenai

(14)

penelitian yang terdiri dari lokasi penelitian, populasi penelitian,

sampel dan teknik sampling penelitian. Kemudian membahas

mengenai metode penelitian, variabel dan definisi operasional FoMO

dan definisi operasional kecanduan internet, teknik pengumpulan

data, instrumen penelitian yang terdiri dari kuesioner FoMO dan

kuesioner kecanduan internet. Akan dibahas juga mengenai proses

pengembangan instrumen yang terdiri dari uji keterbacaan, validitas

instrumen, analisis item, uji reliabilitas instrumen. Dibahas juga

mengenai teknik analisis data yang terdiri dari uji normalitas, uji

korelasi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV mengenai hasil penelitian dan pembahasan tersusun atas

hasil penelitan, yaitu data yang didapat diolah secara kuantitatif

kemudian disajikan dalam bentuk data statistik, kemudian

pembahasan berisi poin poin utama kajian korelasi antara kedua

variabel secara statistik, yaitu gambaran mengenai FoMO dengan

kecanduan internet pada remaja di SMAN 4 Bandung. Kemudian

dibahas pula mengenai keterbatasan dalam penelitian ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab V mengenai kesimpulan dan saran tersusun atas kesimpulan

mengenai hasil penelitian korelasi kedua variabel tersebut, serta saran

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai lokasi dan subjek penelitian,

metode penelitian, variabel dan definisi operasional, teknik pengumpulan data,

instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen penelitian, serta teknik

analisis penelitian.

Lokasi dan Sampel Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMAN 4 Bandung. Bertempat di Jalan

Gardujati no 20 Bandung. Dalam penelitian ini sampel penelitian diambil

dari populasi remaja pemilik media sosial. Dasar pertimbangan pemilihan

tempat tersebut telah dijelaskan di latar belakang penelitian mengenai

akses internet yang terfasilitasi dengan baik di dalam sekolah serta salah

satu sekolah yang memadai percontohan dalam bidang IT di kota

Bandung.

2. Populasi Penelitian

Sebagai suatu populasi, kelompok subjek ini harus memiliki

ciri-ciri atau karakteristik bersama yang membedakannya dari kelompok

subjek lain. Dari populasi ini dapat diambil contoh atau sampel yang

diharapkan mampu mewakili populasi. Populasi dalam penelitian ini

sebagai berikut :

1. Remaja berusia 11-19 tahun (Santrock, 2002) yang bersekolah

di SMAN 4 Bandung.

2. Aktif menggunakan dan memiliki sosial media lebih dari 6

(16)

3. Sampel dan Teknik Sampling Penelitian

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah pemilihan

berdasarkan acccidental sampel yaitu dengan mengambil sampel

berdasarkan kelas ada. Pemilihan accidental sampling dikarenakan

beberapa hambatan yang dihadapi oleh peneliti dalam melakukan

pengambilan sampel secara acak yaitu, 1) tidak memungkinkan

pengambilan data secara acak. 2) kelas yang ada telah ditentukan oleh

pihak sekolah. Meskipun demikian peneliti berasumsi data dapat dianggap

mewakili populasi sampel dikarenakan semua anggota kelas yang terpilih

memiliki kriteria yang serupa, dalam arti antara kelompok kelas XI A

maupun XI B memiliki kriteria yang sama (Silalahi, 2009).

Dengan estimasi siswa sebanyak ± 1200 pengukuran statistik

melalui tabel Isaac dan Michael (Silalahi, 2009 hlm, 217) sampel didapat

angka ±291. Fakta di lapangan data yang didapat adalah 335 dengan

person reability 0.77 2 sampel dibuang karena merupakan nilai ekstrem

sesuai dengan analisis model rasch yang dijelaskan pada subbab

pengembangan alat ukur. Berikut dipresentasikan gambaran sebaran

mengenai sampel yang terlibat. Dari 333 sampel terlibat terbagi atas 10

kelas dengan deskripsi sebagai berikut:

Tabel 3.1

Daftar Peserta Yang terlibat

No Kelas Sampel Persentase sampel

1 XII IPA 2 41 12%

2 XII IPA 3 39 11%

3 XII IPA 5 38 11%

4 XII IPS 2 36 10%

5 XI MIA 3 36 10%

6 XI MIA 4 37 10%

7 XI IIS 2 34 10%

8 X MIA 5 29 8%

9 X MIA 6 32 9%

10 X IIS 2 31 9%

(17)

26

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

penelitian yang bersifat kuantitatif dengan desain korelasional. Penelitian

kuantitatif dan korelasional dimaksudkan bahwa penelitian hubungan antara

FoMO dengan kecanduan internet pada remaja di SMAN 4 Bandung

dilakukan dengan menggunakan pengukuran statistik untuk mengukur sejauh

mana variasi-variasi faktor dalam variabel FoMO berhubungan dengan

variasi-variasi faktor kecanduan internet berdasarkan koefisien korelasinya

( Silalahi, 2009 ; Usman & Akbar, 2006).

Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah Fear of Missing Out dan

kecanduan internet

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1) Definisi Operasional Fear of Missing Out

Menurut perspektif Self Determination Theory (SDT) FoMO

adalah keadaan situasional saat tidak terpenuhinya pemenuhan

kebutuhan psikologis pada self dan relatedness (Przybylski, Murayama,

DeHaan, & Gladwell, 2013). Dengan demikian secara operasional

FoMO didefinisikan sebagai ketakutan akan kehilangan momen berharga

yang dimiliki rekan individu atau kelompok teman sebaya siswa ketika

individu tersebut tidak hadir di dalamnya. FoMO ditandai dengan

adanya keinginan untuk terus berhubungan dengan apa yang rekan

individu lakukan melalui dunia maya. Penilaian ini dapat diukur melalui

Fear of Missing Out Scale (FoMOs). Semakin tinggi nilai FoMO

semakin sering dan tinggi individu mengecek telepon genggam untuk

(18)

2) Definisi Operasional Kecanduan Internet

Secara Operasional internet addiction atau kecanduan internet

adalah perilaku habituasi yang impulsif sehingga menyebabkan

seseorang memiliki keterikatan untuk beraktivitas internet yang

menjadikan individu terganggu secara fisik, psikologis dan sosial.

Kecanduan internet ditandai dengan empat kriteria gangguan secara

fisik, psikologis, dan emosi sebagai berikut :

Pertama, excessive use yaitu kehilangannya kontrol waktu

individu dan ketidakpedulian individu terhadap motivasi dasar, seperti

makan, hubungan romantis dan sebagainya. Kedua, withdrawal effect,

yaitu adanya efek emosi dan psikologis ketika individu tidak dapat

menggunakan internet ketika tidak menggunakan internet. Ketiga adalah

tolerance, yaitu daya peningkatan dan bertambahnya durasi berinternet

untuk memenuhi kepuasan individu. Keempat adalah negative

repercussions, yaitu adanya bentuk efek negatif terhadap diri seperti

argumen dan berbohong untuk menutupi lamanya waktu berinternet,

isolasi sosial individu akibat penggunaan internet, serta kelelahan secara

fisik akibat terlalu lamanya penggunaan internet.

Empat karakteristik gangguan tersebut dibuat menjadi suat set

kriteria dalam IAT yang mendefinisikan kecanduan internet secara klinis

dan dalam bentuk yang komprehensif (Beard & Wolf, 2001, Block, 2008

dalam Young, Yue, & Ying, 2011).

Pengukuran dilakukan menggunakan IAT yang telah disadur dan

dimodifikasi ke dalam bahasa Indonesia. Tinggi rendah nilai IAT akan

meningkatkan individu akan cenderung terindikasi adanya kecanduan

(19)

28

Teknik Pengumpulan Data

Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian

ini adalah metode survei dengan teknik kuesioner. Kuesioner merupakan satu

set pernyataan tersusun berdasarkan indikator yang diturunkan berdasarkan

konsep teori yang ada (Silalahi, 2009). Kuesioner di sini terdiri atas Fear of

Missing Out scale dan Internet Addiction Test.

Instrumen Penelitian

1. Kuesioner Fear of Missing Out scale

1) Spesifikasi Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini digunakan untuk

mengetahui tingkat FoMO individu. Instrumen dibuat berdasarkan

modifikasi dan alih bahasa dari Fear of Missing Out scale (FoMOs)

yang dibuat Przybylski, tahun 2013. Instrumen FoMOs berbahasa

Inggris kemudian dilakukan Translate Judgement pada segi bahasa

Inggris oleh Dr. Doddy Rusmoyo MILS (surat pernyataan melakukan

expert judgment terlampir) seorang dosen ahli bahasa Inggris.

Kemudian dilakukan Expert Judgement terhadap isi psikologis

oleh tiga orang dosen ahli psikologi yaitu, Helli Ihsan, M.Si sebagai ahli

dalam bidang psikometri, M. Ariez Musthofa, M.Si sebagai ahli dalam

bidang psikologi sosial, Sitti Chotidjah M.Psi sebagai ahli dalam bidang

psikologi klinis (surat pernyataan melakukan expert judgment terlampir).

Hasil dari instrumen berupa 10 item pernyataan bahasa Indonesia

yang telah divalidasi isi dan dirubah redaksionalnya setelah pelaksanaan

uji coba dengan reabilitas sebesar 0.74 atau reliabel.

Berikut struktur instrumen Fear of Missing Out scale hasil uji validitas

(20)

Tabel 3.2

Instrumen Fear Of Missing Out Scale

Aspek Dimensi Indikator No Item

Fear Of Missing Out Tidak Terpenuhinya kebutuhan psikologis akan Relatedness

Cemas akan pengalaman dan apa yang dilakukan teman/orang lain ketika tidak ada individu

3,4,5,7,9

Cemas akan pengalaman dan apa yang dilakukan teman/orang lain lebih baik dari diri individu

1,2,

Tidak Terpenuhinya kebutuhan psikologis akan self

Merasa terlalu lama mencari tahu apa yang sedang terjadi dengan teman didunia maya

6

Tetap update untuk

memberitahukan kabar diri sendiri ke dunia maya

,8,10

2) Pengisian Kuesioner

Sampel mengisi kuesioner dengan cara memilih atau menentukan

salah satu dari lima pilihan jawaban yang sesuai dengan yang dirasakan

oleh sampel pada setiap item pernyataan. Penentuan jawaban dilakukan

dengan memberi tanda cek () pada kolom pilihan jawaban yang

tersedia, sesuai dengan jawaban yang menjadi jawaban pilihannya.

Instrumen menggunakan skala Likert dengan 5 kategori jawaban, yaitu.

1 (tidak seluruhnya diri saya), 2 (sebagian kecil diri saya), 3

(setengahnya diri saya), 4 (sebagian besar diri saya), 5 (keseluruhan diri

saya).

3) Penyekoran

Penyekoran jawaban sampel pada Fear of Missing Out Scale

(21)

30

1) Setiap pernyataan dalam kuesioner disertai alternatif jawaban yang

terdiri atas lima kategori yang harus dipilih sampel. Jawaban dari setiap

pernyataan tersebut dinilai dengan angka sebagai berikut.

Tabel 3.3

Penyekoran Kuesioner

Pilihan Jawaban

Skor Pernyataan Favorable Unfavorable

Tidak seluruhnya diri saya 1 5

Sebagian kecil diri saya 2 4

Setengahnya diri saya 3 3

Sebagian Besar diri saya 4 2

Keseluruhan diri saya 5 1

2) Menjumlahkan seluruh skor dari masing-masing item kuesioner yang

diperoleh sampel.

3) Menentukan persentil untuk menentukan kategorisasi skala FoMO

4) Kategorisasi Skala Instrumen FoMO

Kategorisasi skala dilakukan untuk menempatkan individu ke

dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut

kontinu berdasarkan atribut yang diukur ( Azwar, 2010 hlm. 107). Dalam

penelitian ini FoMOs dikelompokkan dalam lima kategori. Secara lebih

rinci dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.4

Kategorisasi Skala FoMO

Kategori Skor FoMO

Sangat tinggi X > 5.7775

(22)

Cukup Tinggi 3,616 < X ≤ 4.6967

Cukup Rendah 2,53521< X ≤ 3,616

Rendah 1.4544 < X ≤ 2,5352

Sangat Rendah X ≤ 1.4544

2. Kuesioner Internet Addiction Test

1) Spesifikasi Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini digunakan untuk

mengetahui tingkat kecanduan internet individu secara general. Instrumen

dibuat berdasarkan modifikasi dan alih bahasa dari Internet Addiction test

(IAT) yang dibuat Kimberly S Young, tahun 1998. Instrumen IAT

berbahasa Inggris kemudian dilakukan Translate Judgement pada segi

bahasa Inggris oleh Dr. Doddy Rusmoyo MILS (surat pernyataan

melakukan expert judgment terlampir) seorang dosen ahli bahasa Inggris.

Kemudian dilakukan Expert Judgement terhadap isi psikologis

oleh tiga orang dosen ahli psikologi yaitu, Helli Ihsan, M.Si sebagai ahli

dalam bidang psikometri, M. Ariez Musthofa, M.Si sebagai ahli dalam

bidang psikologi sosial, Siti Chotidjah M.Psi sebagai ahli dalam bidang

psikologi klinis (surat pernyataan melakukan expert judgment terlampir).

Hasil dari instrumen berupa 20 item pernyataan bahasa Indonesia

yang telah divalidasi isi dan dirubah redaksionalnya setelah pelaksanaan

uji coba dengan reabilitas sebesar 0.86 atau reliabel.

Kemudian kisi-kisi instrumen kecanduan internet sebagai berikut :

Tabel 3.5

Kisi-kisi Instrumen Kecanduan Internet

(23)

32

Internet addiction (adiksi internet)

excessive use, Kehilangan kontrol waktu dan ketidakpedulian terhadap motivasi dasar

2,7,10,17,19

Withdrawal effect Perasaan marah, ketegangan dan atau depresi ketika kesulitan mengakses komputer (internet)

12,13,15,20

Aspek Dimensi Indikator Jumlah

Internet addiction (adiksi internet)

Tolerance Peningkatan toleransi terhadap penggunaan internet 1,5,11,16 negative repercussions, Argumen, berbohong, penurunan nilai, isolasi sosial, kelelahan secara fisik

3,4,6,8,9,14,18

2) Pengisian Kuesioner

Sampel mengisi kuesioner dengan cara memilih atau

menentukan salah satu dari lima pilihan jawaban yang sesuai dengan

yang dirasakan oleh sampel pada setiap item pernyataan. Penentuan

jawaban dilakukan dengan memberi tanda cek () pada kolom pilihan

jawaban yang tersedia, sesuai dengan jawaban yang menjadi jawaban

pilihannya. Pilihan jawaban terdiri dari lima kategori yaitu Jarang

(rarely), Terkadang (occasionally), Sering (frequently), sering kali

(often), Selalu (always)

3) Penyekoran

Penyekoran jawaban sampel pada instrumen dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut:

1) Setiap pernyataan dalam kuesioner disertai alternatif jawaban

(24)

Jawaban dari setiap pernyataan tersebut dinilai dengan angka

sebagai berikut.

Tabel 3.6

Penyekoran Kuesioner

Pilihan Jawaban

Nilai Pernyataan Favorable Unfavorable

Jarang 0 4

Terkadang 1 3

Sering 2 2

Sering kali 3 1

Selalu 4 0

2) Menjumlahkan seluruh skor pada masing-masing instrumen

Kecanduan Internet yang diperoleh sampel.

3) Menentukan rata-rata dan standar deviasi yang kemudian

dibuat kategorisasi berdasarkan rata-rata dan standar deviasi

tersebut.

4) Kategorisasi Skala Instrumen kecanduan Internet

Kategorisasi skala dilakukan untuk menempatkan individu ke

dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut

kontinu berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2010. hlm. 107).

Dalam penelitian ini skor kecemasan akademik dikelompokkan dalam

(25)

34

Tabel 3.7

Kategorisasi Skala Kecanduan Internet Kategori Kecanduan Internet Sangat Tinggi X > 11.347

Tinggi 9,2758< X ≤ 11.347

Cukup Tinggi 7,205 < X ≤ 9,2758

Cukup Rendah 5,1342 < X ≤ 7,205

Rendah 3.0634 < X ≤ 5,1342

Sangat Rendah X ≤ 3.0634

Proses Pengembangan Instrumen

Proses pengembangan instrumen meliputi uji keterbacaan instrumen

uji validitas serta uji reabilitas serta kategorisasi skor.

1. Uji Keterbacaan Instrumen

Selain uji validitas dan reliabilitas, dilakukan uji keterbacaan

instrumen, pengujian ini dilakukan sebelum try out dan serta uji validitas

maupun reabilitias, uji keterbacaan ini dimaksudkan agar tidak terjadi

kesalahpahaman serta ambiguitas bahasa. Uji keterbacaan dilakukan pada

siswa sekolah menengah atas dengan menggunakan metode Accidental

sampling atau sampel yang ditemukan di lapangan oleh peneliti (Silalahi,

2009 ).

2. Uji Validitas Instrumen

Validitas berarti “sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya” (Azwar, 2010. hlm. 5). Pengujian

validitas isi dalam penelitian ini adalah pengujian untuk mengukur apakah

butir-butir dalam Fear of Missing Out scale dan Internet Addiction Test

(26)

kecanduan internet. Uji validitas isi dilakukan dengan cara analisis

rasional oleh professional judgment.

Untuk mengetahui item yang layak, peneliti melakukan pengujian

menggunakan RASCH model. Hasil dari tryout kemudian data kemudian

dianalisis menggunakan RASCH model dengan memanfaatkan program

(27)

36

a. Hasil data mentah akan terlihat item yang sesuai (fit dan measurable)

serta item yang tidak sesuai (misfit dan outliners). pengukuran item

yang sesuai dengan berpedoman pada tiga kriteria Pertama nilai Outfit

Mean Square (MNSQ) yang diterima adalah: 0,5 < MNSQ < 1,5

(Sumintono & Widhiarso, 2014). Kedua nilai Outfit Z-Standard

(ZSTD) yang diterima adalah : -2,0 < ZSTD < +2,0. Ketiga Nilai

Point Measure Correlation (Pt Mean Corr) yang diterima adalah: 0,4 <

Pt Measure Corr < 0,85 (Sumintono & Widhiarso, 2014).

b. Data mentah kemudian dapat memunculkan bentuk klasifikasi item

berdasarkan DIF atau Differential item functioning yang dapat

menentukan deteksi bias pada aitem dalam analsisi model Rasch. Jika

terdapat probabilitas menunjukkan nilai kurang dari 5% maka data

tersebut terdeteksi bias dan perlu adanya modifikasi item (Sumintono

& Widhiarso, 2014)

c. Dari data tersebut kemudian didapat hasil data berupa skala ordinal,

data tersebut kemudian di rubah kembali menjadi data yang bersifat

rasio dengan menggunakan odd probability hasil perubahan tersebut

kemudian dirubah kembali menjadi data logic dengan menggunakan

transformasi logaritma, lalu data kembali diolah menjadi ratio dengan

melakukan anti logaritma ekspalantori (Sumintono & Widhiarso,

2014).

Hasil uji dengan RASCH model akan menunjukkan layak atau

tidaknya suatu item mengukur suatu variabel tertentu, item yang dianggap

layak kemudian akan digunakan dalam penelitian berikutnya, dan item

yang tidak digunakan akan diperbaiki (Sumintono & Widhiarso, 2014).

Berdasarkan hasil perhitungan dengan program win-step diketahui

bahwa setelah uji coba pada 150 Sampel, instrumen FoMOs yang terdiri

dari 10 item pernyataan, terdapat FoMOs 1 item kadidat outliners, 2 item

(28)

pernyataan, terdapat 2 item kadidat outliners atau misfit , 3 item bias

gender (data terlampir).

Kandidat outliners, misfit, maupun item bias gender kemudian

dilakukan perubahan redaksional berdasarkan validitas konstruk yang

dilakukan oleh pembimbing peneliti sebagai ahli dalam psikologi (data

terlampir).

3. Uji Reliabilitas Instrumen

Uji reabilitas dapat dilakukan melalui RASCH Model dengan

aplikasi winstep melalui metode teori respons butir sehingga menghasilkan

skala Alpha Cronbach. Semakin mendekati maka instrumen yang diujikan

semakin reliabel (konsisten dan terpercaya alat tersebut (Howell, 2013;

Howitt, 2011).

α = [ ] [1 − ∑��² ��²]

Keterangan:

α = koefisien reliabilitas alpha k = banyaknya belahan tes

= varians belahan tes

� = varians skor total tes

Koefisien reliabilitas dikategorikan berdasarkan kriteria yang

dibuat oleh Guilford (Silalahi, 2009) yaitu sebagai berikut

Tabel 3.8

Kategori Koefisien Realibilitas Guilford

Derajat Realibilitas Kategori

0,90 ≤ α ≤ 1,00 Sangat Reliabel

0,70 ≤ α ≤ 0,90 Reliabel

0,40 ≤ α ≤ 0,70 Cukup Reliabel

(29)

38

α ≤ 0,20 Tidak Reliabel

Kriteria untuk menentukan item yang reliabel adalah jika item

tersebut menunjukkan skor Alpha ≥ 0.70.

1) Reliabilitas FoMOs

Uji Reliabilitas dilakukan dua kali, yang pertama dilakukan saat

item-item yang misfit, outliners dan bias gender diubah redaksionalnya.

Hasil uji Reabilitas instrumen sebelum perubahan hasil analisis model

Rasch berada α = 0,80 (p <0,005). FoMO berada dalam kategori sangat

reliabel.

Kemudian pada uji reliabilitas yang kedua, yaitu setelah uji

validitas yang mana item-item yang diubah redaksionalnya, hasilnya

sebagai α = 0,74 (p <0,005) Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas FoMOs turun setelah diganti, tetapi hasil unidimensionalitas

pada bagian Unexplanied variance in 1st contrast yang menunjukan

keterukuran dimensi yang pertama turun dari angka 12.2%. ke angka

11.4% (data terlampir) hal ini menunjukkan adanya perubahan secara

keterukuran dimensi, meskipun secara reabilitas dibawah redaksional

sebelumnya, hal ini menunjukkan adanya perubahan secara keterukuran

dimensi di mana pengukuran akan semakin baik jika unidimensionalitas

tiap dimensi berada pada angka di bawah 10%. Pengambilan data masih

dianggap dapat dilaksanakan berkaitan dengan dimensi yang lebih

teridentifikasi. (Sumitomo & Widhiarso, 2014).

2) Reliabilitas Instrumen IAT

Dari perhitungan reliabilitas diatas menggunakan Cronbach’s

Alpha seperti terlihat pada tabel diatas didapatkan hasil bahwa koefisien

reliabilitas sebesar α = 0,88 (p <0,005) yang menandakan bahwa

(30)

pada uji reliabilitas yang kedua, yaitu setelah uji validitas yang mana

item-item yang telah dirubah redaksionalnya adalah α = 0,86 (p <0,005).

Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas kecanduan

internet turun setelah diganti, tetapi hasil unidimensionalitas pada bagian

Unexplanied variance in 1st contrast yang menunjukkan keterukuran

dimensi yang pertama turun dari angka 11.2%. ke angka 11.4% serta

Unexplanied variance in 2nd contrast yang menjelaskan keterukuran

dimensi yang kedua turun dari angka 10.4% menjadi 9.1% (data terlampir)

hal ini menunjukkan adanya perubahan secara keterukuran dimensi di

mana pengukuran akan semakin baik jika unidimensionalitas tiap dimensi

berada pada angka dibawah 10% (Sumintono & Widhiarso, 2014)

Meskipun secara reabilitas di bawah redaksional sebelumnya,

pengambilan data masih dianggap dapat dilaksanakan berkaitan dengan

dimensi yang lebih teridentifikasi. (Sumitomo & Widhiarso, 2014).

4. Kategorisasi Skor

Kategorisasi skala dilakukan untuk menempatkan individu ke

dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut

kontinu berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2010. hlm. 107). Dalam

penelitian ini skor kecemasan akademik dikelompokkan dalam lima

[image:30.595.171.450.587.704.2]

kategori. Secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.9

Kategorisasi Skala Kecanduan Internet

Rumus Kategori

X > (M + 1,50s) Sangat Tinggi

(M + 7,50s) < X ≤ (M + 1,50s) Tinggi

M < X ≤ (M + 0,75s) Cukup Tinggi (M –0,75s) < X ≤ M Cukup Rendah (M –0,75s) X ≤ (M – 1,50s) Rendah

X ≤ (M – 1,50s) Sangat Rendah

Keterangan:

(31)

40

(32)

Kategorisasi skor ini kemudian sebagai norma dalam pengelompokkan

skor sampel berdasarkan norma kelompoknya. Baik dalam skor FoMO

maupun pada skor kecanduan internet

Tabel 3.10

Kategori Skor FoMO dan Kecanduan Internet

Kategori FoMO Kecanduan Internet

Sangat Tinggi X > 5.7775 X > 11.347 Tinggi 5.7775< X ≤ 4.6967 11.347< X ≤ 9,2758 Cukup Tinggi 4.6967< X ≤ 3,616 9,2758< X ≤ 7,205 Cukup Rendah 3,616 < X ≤ 2,53521 7,205< X ≤ 5,1342 Rendah 2,5352 < X ≤ 1,4544 5,1342 < X ≤ 3.0634 Sangat Rendah X ≤ 1,4544 X ≤ 3.0634

Selain itu dibuat norma dari setiap dimensi FoMO dan dimensi

kecanduan internet berdasarkan norma kelompoknya. Baik pada variabel

FoMO serta variabel kecanduan internet. Hal tersebut bertujuan untuk

[image:32.612.127.518.509.676.2]

memberikan skor tiap dimensi, yang dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 3.11

Kategori Skor FoMO per dimensi

Variabel Dimensi Norma Kategori

FoMO

Tidak

Terpenuhinya kebutuhan psikologis akan

Relatedness

X > 4.1646 Sangat Rendah

3.4002 < X ≤ 4.1646 Rendah

3.4002< X ≤ 2.6359 Cukup Rendah

1.8715 < X ≤ 2.6359 Cukup Tinggi

1.1072< X ≤ 1.8715 Tinggi

X ≤ 1.1072 Sangat tinggi

Tidak

Terpenuhinya kebutuhan

X > 1.6133 Sangat Rendah

1.1911 < X ≤ 1.6133 Rendah

0.769 < X ≤ 1.1911 Cukup Rendah

(33)

42

psikologis akan Self

0.34678 < X ≤ 0.769 Tinggi

[image:33.612.125.516.194.573.2] [image:33.612.129.515.204.574.2]

X ≤ 0.34678 Sangat tinggi

Tabel 3.12

Kategori Skor Kecanduan Internet per dimensi

Variabel Dimensi Norma Kategori

Kecanduan internet

Excessive Use

X > 2.7292 Sangat Rendah

2.2636 < X ≤ 2.7292 Rendah

1.7891 < X ≤ 2.2636 Cukup Rendah

1.3326 < X ≤ 1.7981 Cukup Tinggi

0.8512 < X ≤ 1.3326 Tinggi

X ≤ 0.8672 Sangat tinggi

Whitdrawal Effect

X > 1.7867 Sangat Rendah

1.4358 < X ≤ 1.7867 Rendah

1.0850 < X ≤ 1.4358 Cukup Rendah

0.7342 < X ≤ 1.0850 Cukup Tinggi

0.38834 < X ≤ 0.7342 Tinggi

X ≤ 0.38834 Sangat tinggi

Tolerance

X > 2.6298 Sangat Rendah

2.1899 < X ≤2.6298 Rendah 1.7501 < X ≤ 2.1899 Cukup Rendah

1.3103 < X ≤ 1.7501 Cukup Tinggi

0.8705 < X ≤ 1.3103 Tinggi

X ≤ 0.8705 Sangat tinggi

negative repercussions

X > 3.7671 Sangat Rendah

3.0405< X ≤ 3.7671 Rendah

2.3140 < X ≤ 3.0405 Cukup Rendah

1.5875 < X ≤ 2.3140 Cukup Tinggi

0.8611 < X ≤ 1.5875 Tinggi

X ≤ 0.8611 Sangat tinggi Teknik Analisis Data

1. Uji Normalitas

Berdasarkan pengambilan data yang dilakukan dengan pola clustering

sampling serta berada pada angka di atas 300 sampel, menurut beberapa ahli

(34)

lebih dari 30 buah atau disebut sampel besar (Sudjana, Sutrisno hadi dalam

Usman & Akbar, 2006)

Pengujian statistik digunakan untuk memperkuat dan menguji apakah

sampel penelitian merupakan jenis distribusi normal, maka digunakan pengujian

Kolmogorov-Smirnov Goodness of Fit Test terhadap masing-masing variabel

dengan kaidah keputusan jika signifikansi lebih besar dari Alpha 0.05 (taraf

kesalahan 5%) maka dapat dikatakan data tersebut normal. Pengujian

Kolmogorov-Smirnov ini dilakukan dengan menggunakan bantuan SPPS versi

20.

Berdasarkan hasil uji nomalitas yang telah dilakukan terhadap variabel

[image:34.612.215.424.358.494.2]

FoMO dan kecanduan internet diperoleh hasil sebagai berikut

Tabel 3.13 Tes Normalitas

Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. FOMO ,087 333 ,000 IAT ,039 333 ,200* *. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Dari tabel 3.15 didapat bahwa data kecanduan internet memiliki distribusi

yang normal (signifikansi > 0,005 sedangkan data FoMO memiliki distribusi

tidak normal (signifikansi di bawah 0,005) sehingga peneliti menyimpulkan

bahwa data bersifat tidak normal.

2. Uji Korelasi

Menurut Silalahi (2009) uji hipotesis adalah sekumpulan teknik statistika

(35)

44

hipotesis kerja. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti ada atau tidaknya

hubungan antar variabel, tingkat derajat hubungan variabel, serta arah hubungan

dua variabel. Hubungan antara dua variabel yang memungkinkan terjadinya

hubungan positif maupun negatif. Hubungan variabel 1 dan 2 dikatakan positif

apabila kenaikan atau penurunan 1 pada umumnya diikuti oleh kenaikan atau

penurunan pada variabel 2. Ukuran yang dipakai mengetahui kuat tidaknya

hubungan antara variabel X dan Y disebut koefisien korelasi (r).

Penentuan koefisien korelasi (r) dalam penelitian ini menggunakan

Spearman rho dengan tahap signifikansi 0,05 (Silalahi, 2009) yaitu:

� = 1 − � � − 16ΣD

Keterangan:

rs = Spearman rho

N = Jumlah individu dalam sampel

D2 = Perkalian perbedaan antara dua set nilai Yat sudah diurutkan

Untuk mengetahui seberapa erat hubungan antara kedua variabel tersebut,

maka hasil dari koefisien korelasi yang didapat akan diinterpretasikan melalui

[image:35.612.135.537.499.634.2]

tabel 3-15 berikut ini.

Tabel 3.14 Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0.00-0.199 Sangat Rendah

0.20-0.399 Rendah

0.40-0.59 Sedang

0.60-0.799 Kuat

0.80-1.000 Sangat Kuat

(36)
(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara Fear of Missing Out

dengan kecanduan internet di SMAN 4 Bandung melalui metode penelitian

korelasional pada 333 sampel siswa SMAN 4 Bandung, maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut.

Terdapat hubungan yang positif antara Fear of Missing Out dengan

Kecanduan internet di SMAN 4 Bandung dengan tingkat korelasi sedang

sebesar 0.436. FoMO pada siswa SMAN 4 Bandung yang tinggi cenderung

memiliki kecanduan Internet yang tinggi pula. Sedangkan FoMO pada siswa

SMAN 4 Bandung yang rendah cenderung memiliki kecanduan internet yang

renda pula.

SARAN

Berikut saran peneliti kepada beberapa pihak yang terlibat dan akan

terlibat dalam penelitian ini

Saran terhadap guru bimbingan karier ataupun psikolog sekolah :

 Perlu diadakan konsensus mengenai FoMO terhadap siswa siswi dikarenakan faktor FoMO yang dapat mempengaruhi kecanduan internet.

Hal ini dikarenakan penelitian terdahulu yang telah dijelaskan di Bab

sebelumnya mengenai kecanduan internet dapat menyebabkan gangguan

gangguan dalam proses pembelajaran serta kesehatan mental siswa.

 Perlu diadakannya pelatihan penanggulangan baik terhadap FoMO maupun kecanduan internet untuk mengurangi dampak keduanya di

(38)

Saran terhadap penelitian selanjutnya :

 Kualitas alat ukur FoMO yang digunakan masih perlu diteliti untuk meningkatkan kualitas alat ukur serta fenomena ini merupakan fenomena

baru dan baru dua kali pengujian alat ukur tersebut. Penelitian selanjutnya

berfokus pada peningkatan kualitas dari alat ukur serta pengaplikasiannya

untuk membantu para praktisi dalam mendeteksi fenomena FoMO.

 Penelitan fenomena FoMO diteliti dalam bidang klinis dikarenakan proses kecanduan serta pengaruhnya terhadap kesehatan mental, penelitian

selanjutnya diharapkan dapat memberikan khazanah terhadap fenomena

FoMO dengan kajian psikologi pada bidang lain seperti konsumen,

pendidikan atau perkembangan.

 Peneliti tidak memasukan data demografi berupa durasi waktu berinternet sehingga dikemudian hari dapat dimasukan data demografi tersebut.

 Penelitian fenomena FoMO diteliti pada remaja dikarenakan penelitan sebelumnya menyatakan remaja merupakan pengguna terbesar internet.

Selain itu dilakukan hanya pada satu sekolah dengan aksebilitas internet

yang baik. Penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan

kategorisasi yang relatif lebih variatif baik dari segi rentang usia maupun

segi fasilitas sehingga dapat memberikan pandangan lain mengenai

fenomena FoMO

 Penelitan masih berupa non-parametrik dikarenakan data distribusi tidak normal. Diharapkan pada penelitian berikutnya data dapat menjadi normal

agar dapat melakukan eksplorasi terhadap dimensi dalam FoMO mana

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Alavi, S., Alaghemandan, H., Maracy, M., Jannatifard, F., Eslami, M., & et all. (2012). Impact of addiction to internet on a number of psychiatric symptoms in students of isfahan universities, Iran, 2010. . International Journal Of Preventive Medicine, 122-7.

American Psychiatric Association. (2000). The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV Text Revision : DSM-IV-TR. Washington DC: APA Publisher.

APJII. (2012, Desember 29). Profil Pengguna Internet Indonesia 2012. Dipetik September 14, 2014, dari http://www.apjii.or.id:

http://www.apjii.or.id/v2/upload/Laporan/Profil%20Internet%20Indonesia %202012%20(INDONESIA).pdf

Ayas, T., & Mehmet, B. H. (2007). Relation between deprression loneliness Self Esteem and Internet addiction. Diambil kembali dari Researchgate.net: http://www.researchgate.net/publication/237020506_Relation_between_de pression_loneliness_self-esteem_and_internet_addiction

Azmil, F. (2013, Juli 11). 56 Persen pengguna jejaring sosial terkena FOMO. Diambil kembali dari Merdeka.com:

http://www.merdeka.com/teknologi/56-persen-pengguna-jejaring-sosial-terkena-fomo.html

Azwar, S. (2010). Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cohen, C. (2013). FoMo: Do you have a Fear of Missing Out? Retrieved on September 1, 2014 . Dipetik September 2014, 1, dari The Thelegraph: http://www.telegraph.co.uk/women/womens-life/10061863/FoMo-Do-you-have-a-Fear-of-Missing-Out.html

Feist, J., Feist, G. J., & Roberts, T. A. (2008). Theories of personality. Holt: Rinehart and Winston.

Gackenbach, J. (2007). Psychology and the internet intrapersonal, interpersonal, and transpersonal impication (Vol. II). Washington DC, United State of America: Elsevier.

Göritz, A. S., Sigh, R. K., & Voggeser, B. J. (2012). Human Behaviour on the WWW. Dalam Encyclopedia of Cyber Behaviour (hal. 117-131).

(40)

http://psychcentral.com/blog/archives/2011/04/14/fomo-addiction-the-fear-of-missing-out

Gültekin, B. K., & Dereboy, I. F. (2011). The prevalence of social phobia, and its impact on quality of life, academic achievement, and identity formation in university students. Turkish Journal of Psychiatry, 150-158.

Hampton, K., Lauren, S., & Eun, J. H. (2011). Core Networks, Social Isolation and New Media : Internet and Mobile Phone Use, Network Size, and Diversity. Information Communication & Society, 130-155.

Hedges, K. (2014, Maret 27). Do You Have FOMO: Fear Of Missing Out? . Dipetik September 1, 2014, dari Forbes:

http://www.forbes.com/sites/work-in-progress/2014/03/27/do-you-have-fomo-fear-of-missing-out/

Herman, D. (2014, Januari 1). The Fear of Missing Out (FOMO). Dipetik September 1, 2014, dari Danherman.com:

http://www.danherman.com/The-Fear-of-Missing-Out-(FOMO)-by-Dan Herman.html

JWTIntelligence. (2011). Fear Of Missing Out (FOMO). New York: JWTIntelligence.

JWTIntelligence. (2013). Fear of Missing Out (FOMO) : March 2012 Update . New York: JWTIntelligence.

Kearney, C. (2005). Social anxiety and social phobia in youth: Characteristics, assessment, and psychological treatment. Springer.

KOC, M. (2011, January 2011). Internet Addiction and Psychopathology. The Turkish Online Journal of Educational Technology, Issue 1.

Marketeers. (2013, October 30). MarkPlus Insight: Pengguna Internet Indonesia 74 Juta di Tahun 2013. Jakarta, Jakarta, Indonesia.

Mesch, G. S. (2010). Internet Affordances and Teens’ Social Communication: From Diversification to Bonding. Dalam R. Zheng, J. Burrow-Sanchez, & C. Drew, Adolescent Online Social Communication and Behaviour : Relationship Formation on The Internet (hal. 14-28). Hershey, New York: Information Science Reference.

Oxford Dictionary. (2014). Oxford Dictionaries Online. Dipetik 1 September, 2014, dari http://www.oxforddictionaries.com/:

(41)

Park, S. K., Kim, J. Y., & Choon, B. (2007). Prevalence of Internet addiction and correlations with family factors among South Korean adolescents.

Adolescence, 895-909.

Przybylski, A., Murayama, K., DeHaan, C., & Gladwell, V. (2013).

Motivational,emotional,and behavioral correlates offear ofmissing out. Com puters inHuman Behavior, 1841-1848.

Rossen, L. (2013, Mei 05). Always On, All the time: Are We Suffering From FoMO social media, multi tasking and e-communication lead to Fear of Missing Out. Dipetik September 1, 2014, dari Psychologytoday.com: http://www.psychologytoday.com/blog/rewired-the-psychology-technology/201305/always-all-the-time-are-we-suffering-fomo

Ruscio, A. M., Brown, T. A., Chiu, W. T., Sareen, J., Stein, M. B., & Kessler, R. C. (2008). Social Fears and Social Phobia in the United States: Results from the National Comorbidity Survey Replication. Psychol Med, 15-28.

Ryan, R. M., & Deci, E. (2000). Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions and New Directions in Contemporary Educational Psychology 25, 54–67. Dipetik September 1, 2014, dari

www.selfdeterminationtheory.org:

http://www.selfdeterminationtheory.org/SDT/documents/2000_RyanDeci_ IntExtDefs.pdf

Ryan, R. M., & Deci, E. (2014). Self Determination Theory Retrieved on September 1, 2014. Dipetik September 1, 2014, dari

http://www.selfdeterminationtheory.org:

http://www.selfdeterminationtheory.org/theory/

Santosom, I. (2012). Pengguna Internet Indonesia 2012 capai 63 juta orang. Dipetik November 23, 2013, dari Antaranews.com:

http://www.antaranews.com/berita/348186/pengguna-internet-indonesia-2012-capai-63-juta-orang

Santrock, J. W. (2002). Adolsence. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Schreckinger, B. (2014, January 1). The Home of FOMO. Dipetik September 1, 2014, dari www.Bostonmagazine.com:

http://www.bostonmagazine.com/news/article/2014/07/29/fomo-history/

Schutters, S. I., Dominguez, M., Knappe, S., Lieb, R., van Os, J., Schruers, K. R., et al. (2012). The association between social phobia, social anxiety

cognitions and paranoid symptoms. Acta Psychiatrica Scandinavica, 213-227.

(42)

Sumintono, B., & Widhiarso, W. (2014). Aplikasi Model Rasch untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Edisi Revisi. Cimahi: Trim Komunikata Publishing House.

Thakkar, V., & Levitt, P. (2006). Addiction (Psychological Disorders). New York: Chelsea House Publishers.

Turkle, S. (2011). Alone together : why we expect more form technology and less from each other . New York: Basic Books.

Usman, H., & Akbar, P. S. (2006). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : Bumi Aksara. Jakarta: Bumi Aksara.

Wortham, J. (2011, April 10). Feel Like a Wallflower? Maybe It’s Your Facebook Wall. Dipetik September 1, 2014, dari NYtimes.com:

http://www.nytimes.com/2011/04/10/business/10ping.html

Young, K. S. (1998). Internet Addiction: The emergence of a new clinical disorder. CyberPsychology & Behavior, 237-244.

Young, K. S. (2011). Clinical Assessment of Internet-Addicted Clients. Dalam K. S. Young, & C. N. de Abreu (Penyunt.), INTERNET ADDICTION A Handbook and Guide to Evaluation and Treatment (hal. 19). Hoboken: John Wiley & Sons.

Young, K. S., & de Abreu, C. N. (Penyunt.). (2011). INTERNET ADDICTION A Handbook and Guide to Evaluation and Treatment. Hoboken, New Jersey, United States of America: John Wiley & Sons, Inc.

Young, K. S., Yue, X. D., & Ying, L. (2011). Prevalence Estimates and Etiologic Models of Internet Addiction. Dalam K. S. Young, & C. N. de Abreau (Penyunt.), INTERNET ADDICTION : A Handbook and Guide to

Evaluation and Treatment (hal. 3-18). Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Zheng, R., Jason, B.-S., & Clifford, D. (2010). Toward an Integrated Conpetual Framework of Research in Teen Online Communication. Dalam

Gambar

Tabel 3.1 Daftar Peserta Yang terlibat
Tabel 3.2 Instrumen Fear Of Missing Out Scale
Tabel 3.3 Penyekoran Kuesioner
Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Kecanduan Internet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fear of missing out diartikan sebagai perasaan ketakutan akan kehilangan momen berharga yang melibatkan orang lain sehingga membuat individu ingin terus terhubung

Berdasarkan teori diatas, peneliti merujuk ke teori Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (2013) dimana Fear of Missing Out (FoMO) adalah ketakutan dan

Hipotesis dalam penelitian adalah untuk mengetahui tingkat Fear of Missing Out (FOMO) pada mahasiswi Program Studi Psikologi, Hubungan Internasional, Administrasi Bisnis, dan

Berdasarkan dari uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa Fear of Missing Out (FoMO) adalah ketakutan, kegelisahan, dan kecemasan yang muncul

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecanduan internet dapat berpengaruh negatif terhadap kehidupan individu baik secara personal maupun sosial (Ayas &amp; Mehmet,

Koefisien korelasi antara dua variabel diperoleh sebesar - 0,729 yang menunjukkan hasil bahwa hubungan antara kontrol diri dengan fear of missing outFOMO berada pada kategori kuat

Gambar 4.8 Diagram Fear Of Missing Out Berdasarkan Jenis Kelamin 4.3.2 Deskriptif FoMO Berdasarkan Usia Berdasarkan hasil kategorisasi pada variabel FoMO yang terdiri dari 253

The Phenomenon of Fear of Missing Out FoMO in West Sumatra PTKIN Students Desmita* Universitas Islam Negeri Mahmud Yunus Batusangkar, Sumatra Barat, Indonesia E-mail: