• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Fear of Missing Out (FoMO) Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Mahasiswa Pengguna Media Sosial Di UIN Ar-Raniry Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hubungan Antara Fear of Missing Out (FoMO) Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Mahasiswa Pengguna Media Sosial Di UIN Ar-Raniry Banda Aceh"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

BANDA ACEH

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH

2022 AISAH ANUM

NIM. 180901089

(2)

i

(3)

ii

(4)

iii

(5)

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur Allhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segenap kekuatan dan kemampuan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini. Shalawat terhatur kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan bagi umatnya. Terima kasih yang berlimpah penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang membuat penulis menyelesaikan karya ini.

1. Kepada Bapak Dr. Muslim, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Ar-raniry atas kebijakan-kebijakan yang diterapkan dalam memipin Fakultas Psikologi UIN Ar-raniry.

2. Kepada Bapak Dr. Safrilsyah, S.Ag.,M.Si selaku Wakil Dekan I bidang Akadmik dan Kelembagaan yang telah membantu bidang akademik mahasiswa.

3. Kepada Ibu Misnawati, S.Ag., M.Ag selaku Wakin Dekan II bidang administrasi dan Keuangan, yang telah membantu dalam administrasi mahasiswa.

4. Kepada Bapak Julianto, S.Ag., M.Si selaku ketua prodi Fakultas Psikologi UIN Ar-raniry atas segala kemudahan yang diberikan pada penulis selama menjalankan pendidikan di Fakultas Psikologi.

iv

(6)

penuh kesabaran, pengertian dan keikhlasan dalam menyusun karya ini.

6. Kepada Ibu Siti Hajar Sri Hidayati, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing II yang bersedia memberikan arahan, bimbingan, dukungan dengan penuh kesabaran, pengertian, keikhlasan dan meluangkan banyak waktu dalam menyusun karya ini.

7. Kepada Bapak Jasmadi. S. Psi., M.A. Psikolog, Ibu Ida Fitria, S.Psi., M.Sc selaku dewan penguji yang telah memberikan banyak saran dan bimbingan kepada penulis dalam proses penyelesaikan skripsi ini dari ujian seminar proposal, seminar hinggan ujian skripsi.

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi UIN Ar-raniry yang telah memberikan bekal ilmu yang berharga.

9. Para staf pengelola Fakultas Psikologi UIN Ar-raniry, para staf perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Ar-raniry dan para staf perpustakaan UIN Ar-raniry atas bantuan dan kerjasama yang diberikan.

10. Terima kasih kepada orang tua tercinta, Amgasmadi A.Ma. Pd (Ayah) dan Syaidah Hasni (Mamak) yang telah memberikan dukungan serta doa tiada henti sehingga penulis sampai ke tahap akhir penyelesaian program S1 ini.

11. Terimakasih kepada Aisah Anum diri saya sendiri, telah sekuat tenaga berusaha dan berjuang menghadapi semua lelah, letih fisik dan mental.

v

(7)

Azura yang telah memberikan semangat dan bantuan dalam melakukan revisi dalam penelitian ini.

13. Terimakasih kepada Rusni yang selalu menemani, memberi dukungan, bantuan dan semangat kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

14. Terimakasih kepada teman-teman mengejar mimpi Cut Sofia Hanin dan Nurul Fatwana yang telah menemani, memberikan semangat, bantuan dan sama-sama berjuang dalam proses penyelesaian skripsi ini.

15. Terimakasih kepada Nabila Angela Taufa, Nanda Sari dan Ismariana yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

16. Terimakasih kepada teman-teman Fakultas Psikologi UIN Ar-raniry Angkatan 2018 lainnya untuk bantuan dan perhatiannya.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan, masukan dan dukungan do’a selama proses belajar dan

vi

penyusunan skripsi ini. Penulis berharap kekurangan dalam karya ini dapat diperbaiki dengan saran dan kritik yang positif.

Aisah Anum

Banda Aceh, 10 Oktober 2022 Peneliti,

(8)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

ABSTRAK ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Masalah ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Kesejahteraan Psikologis ... 12

1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis ... 12

2. Aspek-Aspek Kesejahteraan Psikologis ... 14

3. Faktor-Faktor Kesejahteraan Psikologis ... 17

B. Fear of Missing Out ... 21

1. PengertianFear of Missing Out ... 21

2. Aspek-Aspek Fear of Missing Out ... 23

3. Faktor-Faktor Fear of Missing Out ... 25

C. Hubungan Fear of Missing Out Dengan Kesejahteraan Psikologis ... 27

D. Hipotesis ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Pendekatan Dan Metode Penelitian ... 30

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 30

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 31

D. Subjek Penelitian ... 32

1. Populasi ... 32

2. Sampel ... 32

E. Teknik Pengumpulan Data ... 33

1. Persiapan Alat Ukur Penelitian ... 33

2. Uji Validitas ... 42

3. Uji Daya Beda Aitem ... 43

4. Uji Reabilitas ... 44

F. Teknik Analisis Data ... 45

1. Pengolahan Data ... 45

a. Uji Prasyarat ... 45

b. Uji Hipotesis ... 46

(9)

d. Subjek Berdasarkan Semester... 49

e. Subjek Berdasarkan Waktu Memainkan Media Sosial ... 50

f. Subjek Berdasarkan Lama Penggunaan Media Sosial ... 50

B. Persiapan Dan Pelaksanaan Penelitian ... 51

1. Administrasi Penelitian ... 51

2. Pelaksaan Uji Coba (Try Out) Alat Ukur ... 51

3. Pelaksanaan Penelitian ... 52

C. Hasil Validasi Alat Ukur... 52

D. Hasil Analisis Daya Beda Aitem Alat Ukur ... 54

E. Hasil Uji Reabilitas ... 57

F. Hasil Penelitian ... 57

1. Kategori Data Penelitian ... 57

2. Uji Prasyarat ... 61

3. Uji Hipotesis ... 63

G. Pembahasan ... 64

BAB V PENUTUP ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72 LAMPIRAN

(10)

Tabel 3.2 Blue Print Skala Fear of Missing Out ... 35

Tabel 3.3 Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis ... 39

Tabel 4.1 Data Demografi Subjek Penelitian Kategori Jenis Kelamin ... 47

Tabel 4.2 Data Demografi Subjek Penelitian Kategori Usia ... 48

Tabel 4.3 Data Demografi Subjek Penelitian Kategori Fakultas ... 49

Tabel 4.4 Data Demografi Subjek Penelitian Kategori Semester ... 49

Tabel 4.5 Data Demografi Subjek Penelitian Kategori Waktu Memainkan Media Sosial ... 50

Tabel 4.6 Data Demografi Subjek Penelitian Kategori Lama Penggunaan Media Sosial ... 50

Tabel 4.7 Koefisien CVR Skala Fear of Missing Out ... 53

Tabel 4.8 Koefisien CVR Skala Kesejahteraan Psikologis ... 53

Tabel 4.9 Koefisien Daya Beda Aitem Skala Fear of Missing Out ... 54

Tabel 4.10 Blue Print Akhir Skala Fear of Missing Out ... 55

Tabel 4.11 Koefisien Uji Daya Beda Aitem Skala Kesejahteraan Psikologis .... 55

Tabel 4.12 Blue Print Akhir Skala Kesejahteraan Psikologis ... 56

Tabel 4.13 Deskripsi Data Penelitian Skala Fear of Missing Out ... 58

Tabel 4.14 Kategorisasi Skala Fear of Missing Out ... 59

Tabel 4.15 Deskripsi Data Penelitian Skala Kesejahteraan Psikologis... 60

Tabel 4.16 Kategorisasi Skala Kesejahteraan Psikologi ... 61

Tabel 4.17 Uji Normalitas Data Penelitian... 61

Tabel 4.18 Uji Linieritas Hubungan Data Penelitian ... 62

Tabel 4.19 Uji Hipotesis Data Penelitian ... 63

Tabel 4.20 Analisis Measure of Assocoation ... 63

ix

(11)

x

(12)

Psikologis

Lampiran 3 : Tabulasi Penelitian Fear of Missing Out dan Kesejahteraan Psikologis

Lampiran 4 : Hasil Penelitian

xi

(13)

Hubungan antara Fear of Missing Out (FoMO) dengan Kesejahteraan Psikologis pada Mahasiswa Pengguna Media Sosial

di UIN Ar-Raniry Banda Aceh ABSTRAK

Kesejahteraan psikologis adalah kondisi dimana individu yang sejahtera dengan mengisi kehidupannya secara bermakna. Kesejahteraan psikologis sangat penting bagi mahasiswa karena apabila kesejahteraan psikologis meningkat akan membuat mahasiswa lebih efektif dalam perkuliahan.

Fear of missing out yang dialami mahasiswa pengguna media sosial dapat memberikan dampak terhadap kesejahteraan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara fear of missing out dengan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa pengguna media sosial di UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 201 mahasiswa. Pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling. Penelitian ini menggunakan dua skala yaitu, skala kesejahteraan psikologis (a = 0,972) dan skala fear of missing out (a = 0,930). Analisis data yang digunakan adalah korelasi rho (p) dari Spearman. Hasil penelitian ini memperoleh nilai koefisien korelasi rho (p

= 0,272) dengan p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara fear of missing out dengan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa pengguna media sosial sehingga hipotesis ini ditolak.

Kata Kunci: Kesejahteraan Psikologis, Fear of Missing Out, Pengguna Media Sosial.

xii

(14)

The Relation between Fear of Missing Out (FoMO) and Psychological Well-Being of Students Who Use Social Media

at UIN Ar-Raniry Banda Aceh ABSTRACT

Psychological well-being is a condition in which an individual who prospers by filling his life meaningfully. Psychological well-being is very important for students because if psychological well-being increases, it will make students more effective in lectures. The fear of missing out experienced by students using social media can have an impact on psychological well-being. This study aims to find out how the relationship between fear of missing out and psychological well-being in students who use social media at UIN Ar-Raniry Banda Aceh. The sample in this study was 201 students. Sampling using Purposive Sampling technique. This study uses two scales, namely, the psychological well-being scale (a = 0.972) and the fear of missing out scale (a = 0.930). The data analysis used was the rho (p) correlation of Spearman. The results of this study obtained the value of the correlation coefficient of rho (p = 0.272) with p

= 0.000 (p < 0.05) which means that there is a significant positive relationship between fear of missing out and psychological well-being in students of social media users so that this hypothesis is rejected.

Keywords: Psychological Wellbeing, Fear of Missing Out, Social Media Users

xiii

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini internet sudah menjadi kebutuhan banyak orang, melalui internet seseorang dapat mengakses dan menemukan segala macam informasi di seluruh dunia. Pengguna internet berinteraksi dengan orang lain melalui jejaringan sosial atau yang biasa disebut media sosial (Putri, Purnama & Ldi, 2019). Media sosial merupakan salah satu media baru yang dapat digunakan dan diakses oleh siapapun tanpa membatasi jarak antar penggunannya. Media sosial memiliki banyak situs website seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, Telegram, TikTok dan lain sebagainya.

Melalui media sosial, seseorang dapat dengan mudah mengirim dan membalas pesan, video call, mengenal orang lain, melihat story keseharian seseorang bahkan dapat mengomentari dan menyukai story tersebut, mendapat informasi diberbagai negara dan pengetahuan baik dalam bidang pendidikan maupun info ter update sekarang sehingga media sosial sangat dibutuhkan saat ini terutama pada kalangan mahasiswa (Lathifah & Lubis, 2018).

Mahasiwa merupakan masa memasuki dewasa yang pada umumnya berada pada rentang usia 18-25 tahun, pada masa tersebut mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap masa perkembangannya dan tanggung jawab untuk memasuki masa dewasa (Hulukati & Djibran, 2018). Mahasiswa ialah salah satu golongan orang yang paling rajin

1

(16)

mengakses media sosial (Hikmah & Duryati, 2021). Hasil poling Indonesia yang bekerjasama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2022) mengatakan bahwa jumlah Pengguna internet di indonesia sebanyak 210.026.769 jiwa dari total populasi 272.682.600 jiwa penduduk Indonesia di tahun 2021 dengan tingkat penetrasi 77,02%. Salah satu pengguna internet terbanyak ialah mahasiswa dengan jumlah survei sebanyak 98,39%.

Penggunaan media sosial memberikan dampak postif dan negatif yang dapat mempengaruhi perilaku orang dewasa salah satunya melalui aspek kesejahteraan psikologisnya (Rahman, Nawali, Insani & Tobing, 2021). Dampak positif media sosial ialah dapat membatu mencari dan menemukan berbagai macam informasi tertentu, menemukan solusi dari masalah, tempat mengekspresikan diri, hiburan dan juga dapat menghilangkan kebosanan sedangkan dampak negatifnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan mental seperti depresi, gangguan mood, sikap pesimis, hilang minat serta perubahan perilaku negatif lainnya sehingga mengakibatkan rendahnya kesejahteraan psikologis (Siringoringo, Sitepu & Girsang, 2022).

Kesejahteraan psikologis adalah suatu kondisi seseorang yang bukan hanya bebas dari tekanan atau masalah-masalah mental saja, tetapi lebih dari itu yaitu kondisi seseorang yang mempunyai kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupan di masa lalunya, pengembangan atau pertumbuhan diri, keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki

(17)

tujuan, memiliki kualitas hubungan positif dengan orang lain, kapasitas untuk mengukur kehidupan lingkungannya secara efektif dan kemampuan seseorang untuk menentukan tindakan sendiri sehingga akan menciptakan kesejahteraan pada indivu tersebut yang diukur melalui kebahagiaan dan kepuasan hidup (Ryff, 1995).

Mahasiswa dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis yang baik apabila dirinya memiliki penilaian positif terhadap dirinya dan percaya diri, mampu bertindak secara mandiri, menguasai lingkungannya, memiliki tujuan yang ingin dicapai, mengalami perkembangan diri serta memiliki penerimaan diri yang baik sehingga dapat membuat individu selalu merasa bahagia dan bersemangat dalam menjalani setiap kegiatan sehari-harinya. Selanjutnya, mahasiswa yang memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang rendah memiliki ciri perilaku yaitu tidak percaya diri, mengalami kesulitan untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, kurang mampu mengatur waktu, kurangnya dukungan sosial dan tidak memiliki tujuan hidup (Aulia & Panjaitan, 2019).

Sebelum wawancara, peneliti melakukan observasi awal, berdasarkan hasil observasi hampir seluruh mahasiwa UIN Ar-Raniry menggunakan media sosial beberapa diantaranya ialah WhatsAap, Instagram, facebook, Tiktok dan Youtube. Selanjutnya, berdasarkan observasi banyak permasalahan yang mahasiswa hadapi, timbulnya rasa malas sehingga aktivitas sehari-harinya terganggu, kurangnya rasa percaya

(18)

diri sehingga menganggu kesejahteraan psikologis serta kurang aktif di lingkungan dan kurang mengembangkan minat dalam lingkungannya.

Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti kepada tiga orang mahasiswa UIN Ar-Raniry pada tanggal 21–23 september 2022.

Cuplikan wawancara 1:

“kalau dibilang nyaman, nyaman banget sih ya karna saat menggunakan media sosial aku ngerasa senang aja ga galau lagi, ga bosan lagi, Cuma saking nyamannya aktivitas aku sehari-hari jadi terganggu karna keasikan main media sosial, keasikan nonton, aku malah malas ngerjain tugas kuliah, ntar pas udah deadline disitu deh aku stress mikirinnya, sering begadang yang membuat aku lesu dan ga semangat setiap hari, malas olahraga, nunda-nunda makan, malas keluar rumah, malas bersih- bersih bawaannya mager mulu”. (Wawancara personal dengan inisial MF, Pada tanggal 21 september 2022).

Cuplikan wawancara 2:

“iya insecure (kurang percaya diri) dimedia sosial tu banyak banget lo foto, video orang yang cantik, putih, seperti selebgram, artis, pinter kayak pengusaha sukses dan lain sebagainya sedangkan aku tau lah kan heheh, kerjaanya Cuma lihat kesuksesan orang dan ga peduli sama diri sendiri makanya aku kadang kecewa sama diri aku sendiri karna ga bisa kaya orang lain, bukannya ga bersyukur Cuma menurut aku, aku tuh jelek, malas, bodoh lagi yang membuat aku sulit menerima keadaan diri aku yang sekarang ”. (Wawancara personal dengan insial NF, pada tanggal 22 september 2022).

Cuplikan wawancara 3:

“hah, ga lah aku tu main media sosial untuk hiburan aja, ga kepikiran pun untuk mencari tau bakat yang aku miliki, makanya aku suka lihat video orang masak di media sosial tapi gamau coba hahha, aku ga tertarik untuk mencoba hal-hal baru karna udah nyaman aja gini tiduran sambil medsos, kadang-kadang aku pengen efektif dilingkungan ga pengen habisin waktu main media sosial aja tapi gatau kenapa kalo udah mainmedia sosial kaya malas aja buat ngelakuin berbagai hal. Banyak banget kegiatan kampus yang di perkenalkan melalui media sosial, aku gaberani coba takut salah aja sama diketawain orang ngerasa aku ga mampu melakukan kegiatan-kegiatan tersebut kaya nya aku ga punya

(19)

bakat apapun deh heheh”. (Wawancara personal dengan inisial RN, pada tanggal 23 september 2022).

Dari wawancara tersebut mengungkapkan bahwa ada berbagai permasalahan atau hambatan yang dialami mahasiswa dalam menggunakan media sosial yang menyebabkan berbagai aktivitas kesehariannya terganggu seperti timbulnya rasa malas untuk melakukan berbagai hal, sulit dalam mengatur waktu dalam menyelesaikan tugas kuliah, pola tidur dan juga pola makan yang buruk, selain itu mahasiwa yang menggunakan media sosial cenderung kurang menerima keadaan dirinya dikarnakan suka membandingkan dirinya dengan kelebihan yang dimiliki orang lain. Hal inilah yang menunjukkan kesejahteraan psikologis yang rendah pada penguasaan lingkungan, penerimaan diri, pertumbuhan pribadi dan tujuan hidup.

Rendahnya kesejahteran psikologis dapat terjadi karna beberapa faktor yaitu usia, media sosial dan Fear of Missing Out (FoMO). Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kesejahteraan psikologis yaitu Fear of Missing out atau biasa disebut FoMO (Przybylski, Murayama, DeHaan, & Gladwell, 2013). Fear of Missing Out adalah adanya perasaan cemas, gelisah, dan takut akan kehilangan momen berharga yang dimiliki teman atau kelompok teman sebaya, sementara ia tidak dapat terlibat di dalamnya (Przybylski, Murayama, DeHaan & Gladwell, 2013). Fear of Missing Out menjadi tanda bahwa kesejahteraan psikologis seseorang cenderung negatif. Dikatakan demikian karena perasaan takut, cemas, serta

(20)

khawatir yang dihasilkan karena adanya FoMO membuat individu tidak mampu untuk menguasai lingkungan, menjalin relasi positif dengan orang lain, dan penerimaan diri yang rendah (Sutanso, Sahrani & Basaria, 2020).

Dengan demikian, fear of missing out menjadi salah satu tanda kesejahteraan psikologis seseorang rendah.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutanto, Sahrani dan Basaria (2020) menjelaskan ketakutan akan ketinggalan informasi dapat membuat orang cemas karna individu merasa ingin selalu terhubung dengan orang lain melalui media sosial yang dapat menyebabkan individu tidak sejahtera sehingga sangat penting untuk individu agar dapat meningkatkan kesejahteraan dengan baik.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Purba, Matulessy dan Haque (2021) mengatakan terdapat hubungan negatif dan signifikan antara fear of missing out dengan kesejahteraan psikologis yang artinya semakin tinggi tingkat fear of missing out pada diri individu maka semakin rendah kesejahteraan psikologis yang dimilikinya. Hasil ini juga mempengaruhi hubungan fear of missing out dengan berbagai aspek kesejahteraan psikologis yaitu Seseorang yang memiliki fear of missing out yang tinggi dapat menyebabkan kurang puas dengan dirinya, kurang menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian yang rendah serta mudah terpengaruh oleh orang lain, kurang mampu mengatur lingkungannya, kurang memiliki perasaan yang terarah atau tujuan dalam hidupnya dan kurang dalam motivasi belajar.

(21)

Berdasarkan hasil wawancara awal serta temuan hasil dari beberapa penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya. Peneliti tertarik untuk melihat hubungan antara Fear of Missing Out dengan Kesejahteraan Psikologis pada mahasiswa pengguna media sosial di UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

B. Rumusan Masalah

Peneliti ini mengajukan rumusan masalah mengenai: Apakah ada Hubungan Antara Fear of Missing Out Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Mahasiswa Pengguna Media Sosial UIN Ar-Raniry Banda Aceh?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Hubungan Antara Fear of Missing Out (FoMO) Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Mahasiswa pengguna media sosial di UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu psikologi klinis dan psikologi positif, dapat memperluas kajian keilmuan mengenai Kesejahteraan Psikologis dan memberikan pengetahuan mengenai hubungan fear of missing out (fomo) dengan kesejahteraan psikologis pada pengguna media sosial, serta dapat memberikan manfaat bagi peneliti selanjutnya.

(22)

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi:

a. Mahasiswa

Penelitian ini di harapkan mampu memberikan pengetahuan kepada mahasiswa untuk dapat mengontrol diri dalam menggunakan media sosial sehingga dapat terhindar dari gejala fear of missing out dan dapat meningkatkan kesejahteraan psikologisnya

b. Orang tua

Bagi orang tua penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan serta pengetahuan untuk selalu memperingati perkembangan anaknya dalam menggunakan media sosial.

c. Peneliti lainya

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu dijadikan landasan untuk melengkapi kekurangan dan kelebihan setiap pembahasan dalam penelitian ini untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan fear of missing out dengan kesejahteraan psikologis.

E. Keaslian Penelitian

Pada penelitian sebelumnya terdapat persamaan dan perbedaan dalam konteks penelitian ini. Menurut peneliti terdapat kemeripin dan juga memiliki perbedaan dalam metode penelitian, identifikasi variabel, karakteristik subjek, dan tempat penelitian. Sejauh yang telah peneliti temukan, variabel kesejahteran psikologis dan fear of missing out (fomo) sudah pernah dilakukan sebelumnya di antaranya:

(23)

Berdasarkan Penilitan yang dilakukan oleh Savitri (2019) mengenai "Fear of Missing Out dan Kesejahteraan Psikologis Individu Pengguna Media Sosial di Usia Emerging Adulthood". Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu pengaruh Fear of Missing Out (FoMO) terhadap kesejahteraan psikologis terutama pada pengguna media sosial di usia emerging adulthood. Subjek dalam penelitian ini ialah individu pada usia emerging adulthood (18-25) tahun di provinsi DIY yang di sebarkan melalui link googleform. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 400 orang yang di dapatkan dengan metode accidental sampling. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada lokasi penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan sampel dan jumlah sampel.

Peneliti lain oleh Hikmah dan Duryati (2021) mengenai

“Hubungan Antara Fear of Missing Out Dengan Psychological Well Being Pada Mahasiswa”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara fear of missing out dengan psychologicsl wellbeing pada mahasiwa.

Desain penelitian ini adalah kuantitatif menggunakan sampel incidental sampling. Partisipan dalam penelitian ini ialah 358 mahasiswa universitas di Kota Padang yang berusia 18-25 tahun dan telah mengisi kuesioner berisi skala fear of missing out dan psychological well being. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada lokasi penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan sampel dan jumlah sampel.

Penelitian lainnya oleh Purba, Matulessy dan Haque (2021) mengenai “fear of missing out dan psychological well being dalam

(24)

menggunakan media sosial”. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empiris mengenai hubungan antara fear of missing out dengan psychological well being remaja menggunakan media sosial. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 100 dari jumlah populasi sebanyak 121 siswa SMA YPBK 1 Surabaya. Teknik sampling dalam penelitian ini menggusnakan teknik isidentil sampling. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada subjek penelitian, lokasi penelitian, jumlah populasi, teknik pengambilan sampel dan jumlah sampel.

Peneliti lainnya oleh Sutanto, Sahrani dan Basaria (2020) mengenai “Fear of Missing Out (FoMO) and Psychological Well-Being of Late Adolescents Using Social Media”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Fear of Missing Out (FoMO) dengan Kesejahteraan Psikologis pada remaja akhir yang menggunakan media sosial. Partisipan dalam penelitian ini ialah remaja dengan karakteristik usia 17-22 tahun yang menggunakan media sosial. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 104 remaja. Teknik pengumpulan data dengan menyebarkan kuesioner secara online di wilayah jabodetabek. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada subjek penelitian, jumlah sampel, lokasi penelitian dan teknik pengumpulan data.

Peneliti lainnya oleh Azharuddin dan Qodariah (2021) mengenai

“Hubungan Adiksi Media Sosial Dengan Psychological Well-Being pada Mahasiswa Di Kota Bandung”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa erat hubungan antara adiksi media sosial dengan psychological

(25)

well-being pada mahasiswa di Kota Bandung. Metode yang digunakan adalah desai korelasional dengan pendekatan kuantitatif dengan jumlah partisipan sebanyak 731 orang mahasiswa. Alat ukur yang digunakan adalah Bergen Social Media Addiction Scale dengan menggunakan teknik analisis yaitu Uji Korelasi Rank Spearman. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada variabel penelitian, lokasi penelitian, sampel, populasi, alau ukur penelitian dan teknik analisis data.

(26)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan psikologis dibawah ini mencakup tentang pengertian kesejahteraan psikologis, aspek-aspek kesejahteraan psikologis, faktor- faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis dan hubungan fear of missing out dengan kesejahteraan psikologis.

1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis

Ryff dan Keyes (1995) dalam jurnal ilmiyahnya yang berjudul

“The Structure of Psychological Well-Being Revisited” mengatakan bahwa manusia memiliki dua fungsi positif untuk meningkatkan kesejahteraan psikologisnya yang pertama adalah tentang bagaimana individu membedakan hal positif dan negatif sehingga akan memberikan terhadap kebahagiaan, yang kedua adalah menekankan dalam dirinya kepuasan hidup sebagai kunci utama kesejahteraan.

Kesejahteraan Psikologis adalah tingkat kemampuan individu dalam menerapkan beberapa komponen dari fungsi psikologis positif seperti menerima diri apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, mandiri terhadap tekanan sosial, mengontrol lingkungan eksternal, memiliki arti dalam hidup, serta merealisasikan potensi dirinya secara kontinyu (Ryff dan Keyes,1995).

Ryff (1989) mengatakan kesejahteraan psikologis atau psychological well being merupakan istilah yang digunakan untuk

12

(27)

menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif. Diener, Derrick, Robert, dkk (2009) kesejahteraan psikologis didasarkan pada teori humanistik tentang fungsi positif, kesejahteraan psikologis dianggap mewakili fungsi manusia secara optimal.

Kesejahteraan psikologis adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki pikiran yang sehat sehingga mampu mengatasi persoalan yang dimiliki serta mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang sedang dialami dan menerimanya dengan baik (Wells, 2010).

Ryan dan Deci (2001) mengatakan kesejahteraan psikologis adalah konstruksi kompleks yang menyangkut pengalaman dan fungsi yang optimal melalui dua perspektif yaitu pendekatan hedonis yang berfokus pada kebahagiaan dan pendekatan eudaimonic befokus pada realisasi diri.

Kesejahteraan psikologis adalah penilaian dari individu terhadap dirinya berdasarkan pemenuhan fungsi psikologi positif yang digambarkan melalui keadaan-keadaan yang berdampak positif dalam kehidupannya baik secara individu maupun sosial (Pedhu, 2022). Sedangkan Awaliyah dan Listiyandini (2017) mengatakan kesejahteraan psikologis adalah kunci untuk menjadi sehat secara penuh bagi seseorang dan digunakan untuk memaksimalkan potensi yang ada didalam dirinya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah kondisi dimana individu yang sejahtera dengan mengisi kehidupannya secara bermakna dan menerima

(28)

dirinya apa adanya sehingga berfungsi secara optimal dan memiliki arah dan tujuan yang positif yang ingin dicapai serta memiliki penilaian yang positif atas kehidupannya.

2. Aspek-Aspek Kesejahteraan Psikologis

Ryff dan Keyes (1995) mengatakan kesejahteraan psikologis memiliki enam faktor yaitu:

a. Penerimaan Diri

Seseorang dengan kesejahteraan psikologis yang tinggi memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek (Aulia & Panjaitan, 2019) positif dan negatif dalam dirinya, dan perasaan positif tentang kehidupan masa lalu.

b. Hubungan Positif dengan Orang Lain

Seseorang dengan kesejahteraan psikologis yang tinggi memiliki hubungan yang hangat dengan orang lain, saling percaya, peduli tentang kesejahteraan orang lain, mampu memiliki empati, kasih sayang dan keintiman yang kuat, memahami pemberian dan penerimaan dalam suatu hubungan.

c. Kemandirian

Merupakan kemampuan individu dalam mengambil keputusan sendiri dan mandiri, mampu menahan tekanan sosial untuk berpikir dan bersikap dengan cara yang benar, berperilaku sesuai dengan standar nilai individu itu sendiri dan mengevaluasi diri sendiri dengan standar pribadi.

(29)

d. Penguasaan terhadap lingkungan

Seseorang dengan kesejahteraan psikologis yang tinggi memiliki rasa penguasaan dan mampu dalam berkompetensi mengatur lingkungannya, mengendalikan berbagai aktivitas eksternal di luar dirinya, menggunakan secara efektif kesempatan dalam lingkungan, mampu memilih dan menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai individu itu sendiri.

e. Tujuan hidup

Memiliki tujuan dalam hidup dan terarah, merasakan ada makna hidup masa kini dan masa lalunya, memegang keyakinan yang memberi tujuan hidup, memiliki maksud untuk hidup.

f. Pertumbuhan pribadi

Merupakan perasaan mampu dalam melalui tahap-tahap perkembangan, terbuka pada pengalaman baru, memiliki rasa menyadari potensinya, melihat peningkatan dalam diri dari waktu ke waktu, berubah dengan cara yang mencerminkan lebih banyak pengetahuan diri dan efektivitas.

Selanjutnya, Diener (2009) mengatakan aspek-aspek kesejahteraan psikologis adalah sebagai berikut:

a. Makna dan tujuan

Adalah ketika individu memiliki tujuan dan perasaan terarah dalam menjalani kehidupannya

(30)

b. Dukungan dan hubungan yang bermanfaat

Adalah dimana individu memiliki hubungan hangat dan saling mendukung satu sama lain, serta saling memberikan timbal balik dengan orang sekitarnya.

c. Terlibat dan tertarik

Adalah ketika individu fokus pada sesuatu yang dikerjakan dan benar-benar merasa senang dalam keterlibatan dengan yang sedang dikerjakan.

d. Membantu dalam kesejahteraan orang lain

Adalah merujuk pada kebutuhan universal yang ada pada diri manusia yang kecenderungan untuk membahagiakan atau meningkatkan kesejahteraan pada orang lain yang ada disekitarnya.

e. Perasaan kompeten

Adalah merujuk kepada apa yang indivu mampu lakukan, keteranpilan yang dimilikinya, dan ada yang telah berhasil dicapai.

f. Penerimaan diri

Adalah individu yang memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengenali dan menerima segala aspek diri yang baik dan buruk serta sikap positif tentang masa lalunya.

g. Optimis

Adanya konsep yang memegang bahwa seseorang dapat mempelajari dan menguasai kemampuan untuk melihat situasi secara

(31)

positif dan memilih menggunakan teknik untuk mencegah pikiran yang pesimis.

h. Dihormati

Adalah penghormatan yang diberikan orang lain kepada diri individu.

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti merujuk ke aspek Ryff dan Keyes (2008) dimana aspek-aspek dalam kesejahteraan psikologis tersebut adalah: penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Alasan peneliti memeilih aspek tersebut ialah karna aspek tersebut sudah sering digunakan pada peneli terdahulu, selain itu aspek ini juga sesuai dengan kontek yang akan di teliti oleh peneliti.

3. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis Ryff dan Singer (2008) mengatakan ada lima faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis diantaranya:

a. Dukungan sosial

Dukungan sosial ialah suatu gambaran perilaku yang dapat mendukung individu dengan memberikan motivasi atau tidakan yang positif sehingga individu tersebut memiliki emosi yang postif dalam kehidupannya. Dukungan ini biasa berasal dari orang terdekat seperti keluarga, sahabat dan lain-lain.

(32)

b. Kepribadian

Kepribadian merupakan suatu hal yang dimiliki setiap masing- masing individu, individu yang memiliki kepribadian yang suka bergaul, penuh semangat dan mampu mengontrol hubungannya dengan orang lain akan menumbuhkan emosi yang postif.

c. Usia

Kesejahteraan psikologi ialah salah satu hal yang dapat mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya usia. Huppert (2009) mengatakan kesejahteraan psikologi individu di usia pertengahan lebih rendah dibandingkan indivu di usia muda. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Azka, Firdaus dan Kurniadewi (2018) indivu pada usia emerging adulthood (usia pertengahan) juga memiliki kerentangan tinggi dalam menggunakan media sosial dikarnakan kurang stabil dalam mengelola kebutuhan hidup, hubungan interpersonal serta mengembangkan aspek afektif maupun kognitif. Sehingga, indivu melarikan diri dengan menggunakan media sosial secara intensif. Hal itu dapat menimbulkan fear of Missing out dan menyebabkan rendahnya hubungan positif dengan orang lain sehingga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu tersebut.

d. Jenis kelamin

Faktor ini memiliki hubungan dengan kebahagiaan individu.

Huppert (2009) mengemukakan perempuan kemungkinan memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih rendah dibanding pria sehingga lebih

(33)

mungkin memiliki mental disorder. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Savitri (2019) mengatakan bahwa mayoritas dalam penelitian yang dilakukannya banyak dialami oleh perempuan sehingga hasil penelitiannya sangat mempengaruhi kesejahteraan psikologisnya.

e. Status sosial ekonomi

Individu dengan tingkat sosial dalam memiliki pendapatan tinggi cenderung memperoleh kebahagiaan yang tinggi dan cenderung terhindar dari stress.

Terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh Savitri (2019) menyatakan ada dua faktor utama yang menyebabkan rendahnya kesejahteraan psikologis yaitu:

f. Media sosial

Media sosial dikenal sebagai situs jejaringan sosial, memudahkan pengguna dalam berinteraksi dengan orang lain sehingga dapat membentuk ikatan sosial secara virtual, selain itu juga dapat mempresentasikan dirinya melalui media sosial. Selain itu, lamanya seseorang mengakses media sosial merupakan salah satu faktor yang menjadi pemicu sindrom FoMO (Lira, 2020). Oberst, Renau, Chamarro dan Carbonell (2016) mengungkapkan Penggunaan media sosial yang maladaptif dapat menimbulkan dampat negatif bagi kesejahteraan dan fungsi psikologis anak, remaja dan dewasa awal.

(34)

g. Fear of Missing Out

Przybylski, Murayama, DeHaan, & Gladwell, mengatakan bahwa Fear of Missing Out menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kesejahteraan psikologis seseorang. Pernyataan tersebut didukung oleh Beyens, Frison, dan Eggermont (2016) dengan mengatakan bahwa Fear of Missing Out menjadi tanda bahwa kesejahteraan psikologis seseorang cenderung negatif. Individu yang mengalami FoMO cenderung merasakan stress hingga ketakutan ketika tidak dapat terhubung dengan media sosial. Perasaan takut, cemas, serta khawatir yang dihasilkan karna adanya FoMO membuat individu tidak mampu untuk menguasai lingkungan menjalin relasi yang positif dengan orang lain dan penerimaan diri yang rendah.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis diantaranya:

dukungan sosial, kepribadian, usia, gender, status sosial ekonomi, media sosial dan fear of missing out.

B. Fear of Missing Out

Fear of Missing Out (FoMO) dibawah ini mencakup tentang pengertian fear of missing out, aspek-aspek fear of missing out, faktor- faktor yang mempengaruhi fear of missing out hubungan fear of missing out dengan kesejahteraan psikologis.

(35)

1. Pengertian Fear of Missing Out

Istilah Fear of Missing Out ini diciptakan pada tahun 2004, ketika penulis Patrick J. Mc Ginnis menerbitkan sebuah opned di The Harbus, majalah Harvard Business School, berjudul Mc Ginnis 'Two FO's: Social Theory di HBS, di mana ia merujuk pada Fear of Missing Out dan kondisi terkait lainnya. Pada umumnya mereka yang mengalami Fear of Missing Out merasa takut ketinggalan berita terbaru, gelisah bila tidak terhubung atau mengikuti tren di dunia maya. FoMO (Fear of Missing Out) menjadi fenomena baru yang lahir di tengah dominasi kaum milenial. Fear of Missing Out atau yang sering di singkat dengan FoMO mulai di kenal di banyak orang ketika Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell mempublikasikan penelitian ilmiah terkait FoMO pada tahun 2013 (Kolinug & Prasetya, 2021).

Fear of Missing Out merupakan kekhawatiran individu tidak dapat ikut serta atau mengetahui pengalaman berharga dari orang lain sehingga mendorong individu tersebut untuk selalu terhubung secara terus menerus dan mengikuti berita terbaru tentang segala sesuatu yang dilakukan orang lain (Przybylski, Murayama, Dehaan, & Gladwell, 2013).

Fear of Missing Out merupakan suatu kebutuhan individu agar selalu terkoneksi atau terhubung dengan kegiatan yang dilakukan individu lain. Perilaku tersebut muncul karena di dahului oleh motivasi maupun dorongan tertentu sehingga hal tersebut dapat muncul sebagai suatu tindakan (Christina, Yuniardi & Prabowo, 2019).

(36)

Fear of Missing Out dapat dialami oleh seseorang apabila ia mengalami gejala-gejala seperti tidak dapat melepaskan diri dari ponsel, cemas dan gelisah jika belum mengecek akun media sosial, lebih mementingkan berkomunikasi dengan rekan-rekannya di media sosial, terobsesi dengan status dan postingan orang lain, dan selalu ingin eksis dengan men- share setiap kegiatannya dan merasa depresi jika sedikit orang yang melihat akunnya. Hal tersebut sesuai dengan semua pernyataan subjek yang kami teliti, bahwa mereka merasa tidak dapat lepas dari smartphone miliknya, selalu mengecek media sosial, selalu memposting mengenai apapun, seperti kegiatan, hal-hal yang disukai, perasaan yang sedang dirasakan, dan moment yang dianggap berharga dan tidak boleh dilewatkan (Abel, Buff & Burr, 2016).

Berdasarkan teori diatas, peneliti merujuk ke teori Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (2013) dimana Fear of Missing Out (FoMO) adalah ketakutan dan kekhawatiran akan kehilangan momen berharga dari individu atau kelompok lain dimana individu tersebut tidak dapat hadir di dalamnya sehingga membuat individu berperilaku tidak biasa, seperti adanya perasaan cemas yang memicu indivu untuk mencari tau apa yang sedang orang lain lakukan, perasaan takut saat ketinggalan informasi yang sedang viral atau informasi tentang orang lain melalui media sosial dan gelisah saat tidak dapat terhubung dengan media sosial.

(37)

2. Aspek-Aspek Fear of Missing Out (FoMO)

Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (2013) mengatakan Fear of Missing Out memiliki dua aspek yaitu:

a. Kebutuhan psikologis akan relatedness yang tidak terpenuhi

Relatedness adalah kebutuhan individu untuk dapat merasakan suatu hubungan atau kedekatan dengan orang lain dimana kondisi tersebut memiliki hubungan yang hangat dan peduli yang dapat memuaskan kebutuhan individu sehingga memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan orang yang lain yang dianggap penting dan kompeten dalam sosialnya. Apabila kebutuhan psikologis akan relatedness tidak terpenuhi akan menimbulkan suatu kecemasan. Yang pertama kecemasan fisik yaitu perasaan gelisah dan gugup, yang kedua kecemasan behavioral yaitu perilaku melekat dan dependen dengan orang lain dan yang ketiga kecemasan kognitif yaitu kekhawatiran dan ketakutan (Nevid, Rathus &

Greene, 2005). Selain itu, individu akans mencoba mencari tahu pengalaman dan apa yang dilakukan oleh orang lain salah satunya melalui media sosial.

b. Kebutuhan psikologis akan self yang tidak terpenuhi

Kebutuhan psikologis akan self berkaitan dengan Competence dan Autonomy. Competence adalah keinginan individu untuk merasa efektif dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Apabila competence individu tidak terpenuhi maka akan menimbulkan kurangnya umpan balik interaksi di lingkungannya dan kurang optimal dalam menghadapi tantangan di

(38)

lingkungan. Sedangkan Autonomy bermakna bahwa individu bebas mengintegrasikan tindakan yang dijalankan dengan diri sendiri tanpa terikat atau mendapat kontrol dari orang lain. Apabila autonomy individu tidak terpenuhi maka akan membuat individu kurang mampu menentukan pilihan, kurangnya pengakuan perasaan dalam lingkungan dan adanya suatu keinginan yang dipaksakan oleh orang lain (Ryan & Deci 2000).

Sehingga ketika individu tidak memenuhi kebutuhan self individu akan menyalurkannya melalui media sosial untuk memperoleh berbagai macam informasi dan berhubungan dengan orang lain.

Sementara menurut JWT Intellegence (dalam Irwandila, 2021) mengatakan Fear of Missing out (FoMO) memiliki tiga aspek diantaranya adalah:

a. Perasaan takut kehilangan informasi terbaru yang ada dalam internet.

Perasaan takut tersebut akan muncul apabila seseorang tidak mendapatkan informasi yang sedang viral dalam media sosial.

b. Perasaan gelisah ketika tidak menggunakan internet sedangkan orang lain menggunakannya.

Perasaan gelisah tersebut timbul apabila seseorang mengalami fear of missing out sehingga berkeinginan untuk tidak ketinggalan apapun dari orang lain.

c. Perasaan tidak aman karena tertinggal informasi di internet.

Perasaan ini seseorang berkeinginan untuk selalu terhubung dengan media sosial sehingga akan menimbul rasa nyaman saat sudah

(39)

terhubung dengan media sosial dan merasa cemas saat tidak terhubung dengan media sosial.

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti merujuk ke aspek Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (2013) yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis akan relatedness dan self. Alasan peneliti memeilih aspek tersebut yaitu karna aspek tersebut sudah sering digunakan pada peneliti terdahulu, selain itu aspek ini juga sesuai dengan konteks yang akan di teliti oleh peneliti.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fear of Missing Out

JWT Intelegence (2011) mengemukakan Fear of Missing Out memiliki lima faktor diantaranya:

a. Keterbukaan informasi di media sosial

Media sosial, gadget merupakan suatu fitur pemberitahuan mengenai informasi seseorang baik informasi yang real-time, obrolan terhangat, gambar dan video terbaru yang dilakukan dengan cara memamerkannya secara terbuka kedalam media sosial, keterbukaan tersebut dapat mengubah kultur budaya masyarakat yang awalnya bersifat tertutup menjadi budaya yang lebih terbuka.

b. Social one-upmanship

Social one-upmanship merupakan suatu perilaku dimana indivu tersebut berusaha melakukan suatu tindakan seperti perbuatan, perkataan atau hal lain yang dapat membutikan bahwa dirinya lebih hebat atau superior dari orang lain sehingga individu tersebut memamerkan tentang

(40)

dirinya melalui media sosial tindakan tersebut dapat menjadi salah satu pemicu muculnya Fear of Missing Out.

c. Peristiwa yang disebarkan melalui fitur hashtag (#)

Media memiliki fitur hashtag (#) yang bertujuan untuk memberitahukan peristiwa yang sedang terjadi saat ini. Misalnya, pada saat Reuni18 (Reuni Angkatan 2018) yang dilakukan di tepi pantai. Ketika saat bersamaan banyak pengguna media sosial memamerkan aktivitasnya denga menuliskan #Reuni18, maka peristiwa hashtag tersebut akan menjadi topik pertama yang diperbincangkan didalam media sosial, hal tersebut akan menjadi viral dikalangan pengguna media sosial. Dengan demikian, bagi indivu yang tidak ikut serta dalam kegiatan tersebut akan merasa tertinggal.

d. Kondisi deprivasi relatif

Kondisi deprivasi relatif merupakan suatu keadaan yang menggambarkan perasaan tidak puas dan missing out dengan apa yang dia miliki dan membandingkan dirinya dengan orang lain. Perasaan tersebut muncul ketika indivu selalu membandingkan kondisi dirinya dengan pengguna media sosial lainnya.

e. Banyak stimulus untuk mengetahui suatu informasi

Di zaman yang serba digital ini memudahkan individu untuk mendapat topik-topik yang menarik tanpa adanya usaha keras untuk mendapatkannya salah satunya bisa melalui media sosial sehingga dapat memunculkan stimulus keingintahuan individu untuk tetap mengikuti

(41)

perkembangan terkini. Hal tersebut dapat memunculnya Fear of Missing Out.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan faktor- faktor yang dapat mempengaruhi Fear of Missing Out (FoMO) diantaranya: Keterbukaan informasi di media sosial, Social one- upmanship, Peristiwa yang disebarkan melalui fitur hashtag (#), Kondisi deprivasi relatif dan Banyak stimulus untuk mengetahui suatu informasi.

C. Hubungan Antara Fear of Missing Out Dengan Kesejahteran Psikologis

Fear of Missing Out merupakan ketakutan individu tidak dapat ikut serta atau mengetahui pengalaman berharga dari orang lain sehingga mendorong individu tersebut untuk selalu terhubung secara terus menerus dan mengikuti berita terbaru tentang segala sesuatu yang dilakukan orang lain (Przybylski, Murayama, Dehaan, & Gladwell, 2013).

Fear of Missing Out menjadi salah faktor yang menyebabkan rendahnya kesejahteraan psikologis seseorang (Przybylski, Murayama, DeHaan, & Gladwell, 2013). Hal ini sejalan dengan pendapat Beyens, Frison dan Eggermont (2016) mengatakan Individu dengan tingkat Fear of Missing Out (FoMO) tinggi cenderung memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki FoMO atau hanya memiliki tingkat FoMO yang rendah sehingga Fear of Missing Out menjadi tanda bahwa kesejahteraan psikologis seseorang cenderung negatif. Perasaan takut, cemas, serta khawatir yang dihasilkan karena

(42)

adanya FoMO membuat individu tidak mampu untuk menguasai lingkungan, menjalin relasi positif dengan orang lain, dan penerimaan diri yang rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Judithya Anggita Savitri, penelitian ini menunjukkan bahwa Fear of Missing Out dapat menjadi prediktor kesejahteraan psikologis pada individu emerging adulthood pengguna me dia sosial. Hal ini berarti hipotesis yang berbunyi fear of missing out memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan psikologis pengguna media sosial di usia emerging adulthood terbukti. semakin tinggi tingkat fear of missing out maka semakin rendah tingkat kesejahteraan psikologis pada individu emerging adult pengguna media sosial. Sebaliknya, semakin rendah tingkat fear of missing out maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan psikologis pada individu emerging adult pengguna media sosial (Savitri, 2019).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi fear of missing out (fomo) maka semakin rendah kesejahteraan psikologis individu dan sebaliknya semakin rendah fear of missing out (fomo) maka semakin tinggi kesejahteraan psikologis individu tersebut.

(43)

variabel bebas (x) Variabel terikat (y)

Fear of Missing Out Kesejahteraan

Psikologis Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Fear of Missing Out (FoMO) Terhadap Kesejahteraan Psikologis

D. Hipotesis

Peneliti mengajukan hipotesis penelitian bahwa adanya hubungan negatif antara fear of missing out (fomo) dengan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa pengguna media sosial di UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Semakin tinggi Fear of Missing Out (FoMO) maka semakin rendah kesejahteraan psikologis sebaliknya semakin rendah Fear of Missing Out (FoMO) maka semakin tinggi kesejahteraan psikologis pada mahasiswa pengguna media sosial.

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan metode-metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel (Sugiyono, 2017). Variabel- variabel ini diukur biasanya dengan instrumen-instruemen penelitian sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur statistik.

Metode yang digunakan adalah korelasional, yaitu untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Hal ini adalah hubungan antara Fear of Missing Out (FoMO) terhadap Kesejahtaran Psikologis pada mahasiswa pengguna media sosial di UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian menurut Sugiyono (2017) adalah suatu atribut atau sifat, nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Variabel dibedakan menjadi dua macam yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang

30

(45)

dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.

Adapun variabel bebas dan variabel pada penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas (X) : Fear of missing out (FoMO) 2. Variabel Terikat (Y) : Kesejahteraan psikologis

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Fear of Missing Out (FoMO)

Fear of Missing Out (FoMO) yaitu ketakutan atau kekhawatiran yang timbul ketika individu tidak mengetahui pengalaman atau kegiatan orang lain yang menarik.

Fear of Missing Out (FoMO) dalam penelitian ini diukur menggunakan skala yang dikembangkan berdasarkan aspek-aspek menurut Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (2013), yaitu: kebutuhan psikologis akan relatedness yang tidak terpenuhi dan kebutuhan psikologis akan self yang tidak terpenuhi

2. Kesejahteraan psikologis

Kesejahteraan psikologis adalah tingkat kemampuan individu dalam menerima dirinya apa adanya baik berupa hal positif maupun negatif, kemampuan membentuk hubungan yang positif dan hangat dengan orang lain, memiliki kemampuan mengambil keputusan sendiri dan mandiri terhadap tekanan sosial, dapat mengontrol lingkungan eksternal, memiliki makna dalam hidup, serta mengembangkan potensi yang ada pada dirinya secara terus menerus.

(46)

Kesejahteraan psikologis dalam penelitian ini menggunakan skala yang dikembangkan berdasarkan aspek-aspek menurut Ryff dan Keyes (1995), yaitu: penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.

D. Subjek Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakterisitik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017). Adapun populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif UIN Ar-Raniry Banda Aceh yang menggunakan media sosial.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul mewakili. Pengukuran sampel merupakan suatu langkah untuk menentukan besarnya sampel yang diambil dalam melaksanakan penelitian suatu subjek. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat berfungsi atau dapat menggambarkan keadaan populasi sebenarnya (Sugiyono, 2017).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada peneliti ini adalah purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, sampel yang pilih oleh peneliti dengan sengaja berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan

(47)

penulis. Crocker dan Algina (dalam Azwar, 2016) mengatakan apabila populasi tidak diketahui maka 200 orang subjek sudah cukup untuk mewakili populasi tersebut. Dengan demikian, dalam penelitian ini peneliti mengambil 200 subjek sebagai sampel dengan kriteria sebagai berikut:

a. Rentang usia 18 s/d 25 tahun

b. Terdaftar sebagai mahasiswa yang berkuliah di UIN Ar-Raniry Banda Aceh

c. Mahasiswa yang aktif menggunakan media sosial.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan salah satu cara yang digunakan untuk memperoleh data yang akurat dalam penelitian. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang dianalisis.

1. Persiapan Alat Ukur Penelitian

Tahapan pertama dalam penelitian yaitu mempersiapkan alat ukur untuk pengumpulan data penelitian. Pada penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah dua skala psikologi yaitu skala Fear of Mising Out dan skala Kesejahteraan Psikologis. skala ini disusun dengan menggunakan skala likert. Sugiyono (2017) menyatakan dengan skala Likert, maka variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun aitem- aitem instrument yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jenis skala yang digunakan yaitu dengan empat alternatif jawaban yang

(48)

dipisahkan menjadi pernyataan favourable dan unfavourable, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Tabel 3.1

Skor skala favourable dan skala unfavourable

No jawaban Favorable Unfavorable

1 Sangat Setuju (SS) 4 1

2 Setuju (S) 3 2

3 Tidak Setuju (TS) 2 3

4 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Berikut adalah gambaran skala yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Skala Fear of Missing Out (FoMO)

Skala fear of missing out (fomo) disusun berdasarkan aspek yang kemukakan oleh Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (2013), Fear of Missing Out memiliki 2 aspek yaitu:

a. Kebutuhan psikologis akan relatedness yang tidak terpenuhi Relatedness adalah kebutuhan individu untuk dapat merasakan suatu hubungan atau kedekatan dengan orang lain dimana kondisi tersebut memiliki hubungan yang hangat dan peduli yang dapat memuaskan kebutuhan individu sehingga memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan orang yang lain yang dianggap penting dan kompeten dalam sosialnya. Apabila kebutuhan psikologis akan relatedness tidak terpenuhi akan menimbulkan suatu kecemasan. Yang pertama kecemasan fisik yaitu perasaan gelisah dan gugup, yang kedua kecemasan behavioral yaitu perilaku melekat dan dependen dengan orang lain dan yang ketiga

(49)

kecemasan kognitif yaitu kekhawatiran dan ketakutan (Nevid, Rathus &

Greene, 2005). Selain itu, individu akan mencoba mencari tahu pengalaman dan apa yang dilakukan oleh orang lain salah satunya melalui media sosial.

b. Kebutuhan psikologis akan self yang tidak terpenuhi Kebutuhan psikologis akan self berkaitan dengan Competence dan Autonomy. Competence adalah keinginan individu untuk merasa efektif dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Apabila competence individu tidak terpenuhi maka akan menimbulkan kurangnya umpan balik interaksi di lingkungannya dan kurang optimal dalam menghadapi tantangan di lingkungan. Sedangkan Autonomy bermakna bahwa individu bebas mengintegrasikan tindakan yang dijalankan dengan diri sendiri tanpa terikat atau mendapat kontrol dari orang lain. Apabila autonomy individu tidak terpenuhi maka akan membuat individu kurang mampu menentukan pilihan, kurangnya pengakuan perasaan dalam lingkungan dan adanya suatu keinginan yang dipaksakan oleh orang lain (Ryan & Deci 2000).

Sehingga ketika individu tidak memenuhi kebutuhan self individu akan menyalurkannya melalui media sosial untuk memperoleh berbagai macam informasi dan berhubungan dengan orang lain.

Tabel 3.2

Blue Print Skala Fear of Missing Out (FoMO)

No Aspek Indikator Aitem Total

Favorable Unfavorable 1 Kebutuhan

akan relatedness yang tidak

Perasaan gelisah

6 16 15

(50)

terpenuhi

Perasaan gugup

2 21

Perilaku melekat

dengan orang lain

14 25

Perilaku dependen dengan orang lain

10 28

kekhawatiran 1 17

Ketakutan 13 22

Individu mencari tahu pengalaman orang lain melalui media sosial

3 23

Individu mencari tahu apa yang dilakukan orang lain melalui media sosial

7, 12 18, 29

2 Kebutuhan Kebutuhan Competence yang tidak terpenuhi:

Kurangnya hubungan timbal balik dalam

lingkungan

4 27 15

akan self yang tidak

terpenuhi

Kurangnya komunikasi dalam lingkungan

15 24

Kurang

dihargai dalam lingkungan

8 19

Kebutuhan autonomy

9 30

(51)

yang tidak terpenuhi:

Kurang mampu mengatur batas waktu dalam suatu hal

Keinginan yang dipaksakan orang lain

11 20

Individu menyalurkan aktivitas dirinya

melalui media sosial

5 26

Total 15 15 30

2. Skala Kesejahteraan Psikologis

Skala Kesejahteraan Psikologis disusun berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Ryff dan Keyes (1995) mengatakan kesejahteraan psikologis memiliki enam aspek yaitu:

a. Penerimaan Diri

Seseorang dengan kesejahteraan psikologisnya yang tinggi memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek positif dan negatif dalam dirinya, dan perasaan positif tentang kehidupan masa lalu.

b. Hubungan Positif dengan Orang Lain

Seseorang dengan kesejahteraan psikologis yang tinggi memiliki hubungan yang hangat dengan orang lain, saling percaya, peduli tentang

(52)

kesejahteraan orang lain, mampu memiliki empati, kasih sayang dan keintiman yang kuat, memahami pemberian dan penerimaan dalam suatu hubungan.

c. Kemandirian

Merupakan kemampuan individu dalam mengambil keputusan sendiri dan mandiri, mampu menahan tekanan sosial untuk berpikir dan bersikap dengan cara yang benar, berperilaku sesuai dengan standar nilai individu itu sendiri dan mengevaluasi diri sendiri dengan standar pribadi.

d. Penguasaan terhadap lingkungan

Seseorang dengan kesejahteraan psikologis yang tinggi memiliki rasa penguasaan dan mampu dalam berkompetensi mengatur lingkungannya, mengendalikan berbagai aktivitas eksternal di luar dirinya, menggunakan secara efektif kesempatan dalam lingkungan, mampu memilih dan menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai individu itu sendiri.

e. Tujuan hidup

Memiliki tujuan dalam hidup dan terarah, merasakan ada makna hidup masa kini dan masa lalunya, memegang keyakinan yang memberi tujuan hidup, memiliki maksud dan tujuan untuk hidup

f. Pertumbuhan pribadi

Merupakan perasaan mampu dalam melalui tahap-tahap perkembangan, terbuka pada pengalaman baru, memiliki rasa menyadari potensinya, melihat peningkatan dalam diri dan perilaku dari waktu ke

(53)

waktu, berubah dengan cara yang mencerminkan lebih banyak pengetahuan diri dan efektivitas.

Tabel 3.3

Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis

No Aspek Indikator Aitem Total

Favorable Unfavorable 1 Penerimaan

diri

Memiliki sikap positif

terhadap diri sendiri

11 53 12

Mengakui berbagai aspek positif dalam dirinya

20 66

Mengakui berbagai aspek negatif dalam dirinya

1 57

Menerima berbagai aspek positif dalam dirinya

30 65

Menerima berbagai aspek negatif dalam dirinya

5 62

Perasaan positif tentang kehidupan masa lalu

21 54

2 Hubungan positif dengan orang lain

Memiliki hubungan yang hangat

2 64 16

Memiliki hubungan yang memuaskan

4 67

Saling percaya dengan orang lain

12 56

Peduli tentang kesejahteraan

31 43

(54)

orang lain Mampu memiliki empati

3 58

Memiliki kasih sayang dan keintiman yang kuat

34 55

Memahami pemberian orang lain

22 42

Menerima hubungan dengan orang lain

13 45

3 Kemandirian Mampu mengambil keputusan

33 72 12

Mampu untuk mandiri

6 70

Mampu menahan tekanan sosial untuk berpikir

14 68

Mampu bersikap

dengan cara yang benar

26 73

Berperilaku sesuai dengan standar nilai individu itu sendiri

32 59

Mengevaluasi diri sendiri dengan standar pribadi

7 44

4 Penguasaan terhadap lingkungan

Memiliki rasa penguasaan terhadap lingkungan

15 39 10

Mampu berkompetensi mengatur lingkungan

23 74

Mengendalikan 9 69

(55)

berbagai aktivitas

eksternal di luar dirinya Memanfaatkan peluang

disekitarnya secara efektif

28 61

Mampu memilih dan menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai individu itu sendiri

35 38

5 Tujuan hidup Memiliki tujuan yang terarah

8 60 10

Merasakan adanya makna untuk

kehidupan yang sekarang

37 63

Merasakan adanya makna untuk

kehidupan masa lalu

18 71

Memiliki keyakinan bahwa hidupnya berarti

27 47

Memiliki maksud untuk hidup

29 52

6 Pertumbuhan pribadi

Merasakan akan

perkembangan dalam

hidupnya

10 48 14

Melihat dirinya tumbuh dan berkembang

17 46

(56)

Terbuka terhadap pengalaman baru

24 51

Menyadari akan potensi yang

dimilikinya

16 41

Melihat peningkatan dalam diri sepanjang waktu

19 50

Melakukan perubahan diri dengan

pengetahuan

36 49

Efektivitas diri 25 40

Total 37 37 74

2. Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2013). Uji validitas dalam penelitian ini adalah validitas isi, yaitu validitas yang diestimasi dan dikuantifikasi lewat pengujian isi skala expert review (Azwar, 2016). Untuk mencapai validitas tersebut, maka skala yang telah tersusun akan dinilai oleh reviewer dengan kualifikasi telah lulus strata (S2) dan memiliki keahlian di bidang psikologi. Tujuannya adalah untuk melihat skala yang telah di susun sudah sesuai dengan konstrak psikologi yang diukur.

Komputasi validitas yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah komputasi CVR (Content Validity Ratio), yang diperoleh dari hasil

Referensi

Dokumen terkait

Artinya, bahwa self esteem dianggap tidak menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya fear of missing out siswa, (2) terdapat hubungan positif

Fear of missing out diartikan sebagai perasaan ketakutan akan kehilangan momen berharga yang melibatkan orang lain sehingga membuat individu ingin terus terhubung

Sementara itu, juga berdampak negatif yaitu penggunaan media sosial yang berlebihan sehingga menimbulkan fenomena Fear of Missing Out (FoMO), yang didefinisikan sebagai

A person with high Fear of missing out (FoMO) and low self- control tends to reduce their anxiety by continuing to access social media and doing phubbing behaviors

Hipotesis yang diajukan penulis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara fear of missing out (FoMO) dengan intensitas penggunaan media sosial

Hipotesis dalam penelitian adalah untuk mengetahui tingkat Fear of Missing Out (FOMO) pada mahasiswi Program Studi Psikologi, Hubungan Internasional, Administrasi Bisnis, dan

Koefisien korelasi antara dua variabel diperoleh sebesar - 0,729 yang menunjukkan hasil bahwa hubungan antara kontrol diri dengan fear of missing outFOMO berada pada kategori kuat

Contribute to research on educational psychology, add information related to important efforts to determine the relationship between self-esteem and fear of Missing Out FoMo in