PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”
( STUDI EKSPERIMEN KEPADA KELAS XI DI SMAN 10 BANDUNG)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada
Program Studi Pendidikan Sosiologi,
Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Universitas Pendidikan Indonesia
Oleh
Anggia Amanda Lukman
1104571
PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”
( Studi Eksperimen kepada Kelas XI Di SMAN 10 Bandung)
oleh
Anggia Amanda Lukman
1104571
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Universitas Pendidikan Indonesia
©Anggia Amanda Lukman 2015
Universitas Pendidikan Indonesia
2015
Hak cipta dilindungi undang-undang
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
“PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN THINK –TALK –WRITE (TTW) DENGAN TRAFFINGER DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”
( Studi Eksperimen Kepada Kelas XI Di SMAN 10 Bandung)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :
PEMBIMBING I
PROF. DR. Gurniwan Kamil P, M.Si
NIP.19610323 198603 1 002
PEMBIMBING II
Drs. Wahyu Erdiana, M.Si
NIP.19550505 198601 1 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi
Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si, Ph.D
PANITIA UJIAN SIDANG TERDIRI ATAS :
Ketua : Dekan FPIPS UPI
Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M.Si
NIP. 19700814 199402 001
Sekretaris : Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi
Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si, Ph.D
NIP. 19680403 199103 2 002
Penguji : Penguji I
Dr. Elly Malihah, M.Si NIP.
Penguji II
Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si, Ph.D
NIP. 19680403 199103 2 002
Penguji III
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Perbedaan Model Pembelajaran Think –Talk –Write (Ttw) dengan Traffinger Dalam Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata Pelajaran Sosiologi”( Studi
Eksperimen kepada Kelas XI di SMAN 10 Bandung) ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan dan pengutipan dengan
cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat
keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung resiko sanksi yang dijatuhkan
kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika kelimuan
dalam karya saya ini, atau ada klain dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung Januari 2015
Anggia Amanda Lukman
Anggia Amanda Lukman, 2015
ABSTRAK
“PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN THINK –TALK –WRITE (TTW) DENGAN TRAFFINGER DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN
BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”
( STUDI EKSPERIMEN KEPADA KELAS XI DI SMAN 10 BANDUNG)
Pembelajaran pada dasarnya ialah suatu proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik melalui model pembelajaran, banyak model pembelajaran yang berkembang untuk membantu peserta didik berpikir kritis. Kondisi awal peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran sosiologi di SMAN 10 Bandung yaitu kegiatan belajar mengajar masih berpusat pada pendidik, penggunaan model pembelajaran yang kurang variatif, masih terdapat peserta didik yang tingkat kemampuan berpikir kritisnya rendah dilihat apabila pendidik mengajukan permasalahan sosial untuk di amati serta dianalisis, masih terdapat peserta didik yang kurang tanggap, kurang memberikan gagasan atau ide apabila dihadapkan pada masalah. Dalam hal ini peneliti mencoba mencari solusi dengan menerapkan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning) dan memberi penekanan saat proses belajar melalui penyajian permasalahan sosial yaitu model pembelajaran think-talk and written dan model pembelajaran Traffinger untuk melihat perbedaan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Tujuan peneliti melaksanakan penelitian ini yaitu ingin mengetahui perbedaan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW), model pembelajaran Traffinger dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung. Alasan peneliti melakukan penelitian ini ialah ingin mengubah kebiasaan yang sudah lama terjadi dimana biasanya belajar dipusatkan pada pendidik kini harus berpusat pada peserta didik, ingin meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik melalui penggunaan permasalahan yang dikaitkan dengan materi sehingga peserta didik memiliki kepekaan terhadap lingkungannya. Penelitian ini menggunakan quasi eksperimen, pola penelitian menggunakan Nonequivalent Control Group Design dengan langkah memberi pretest untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik sebelum dilakukan perlakuan, memberikan perlakuan dengan model pembelajaran yang sudah ditentukan pada 2 kelas eksperimen dan satu kelas kontrol dan memberi postets untuk mengetahui kemampuan akhir setelah dilakukan perlakuan, hasilnya diolah menggunakan short method. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Think, Talk and Writen, Traffinger dan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi dengan derajat kebebasan 7 dan taraf signifikan 1% dan t hitung sebesar 3,499.
Anggia Amanda Lukman, 2015
ABSTRACT
"THE DIFFERENCE OF LEARNING MODEL THINK-TALK -WRITE (TTW) AND TRAFFINGER IN IMPROVING STUDENTS CRITICAL
THINKING SKILLS IN SOCIOLOGY SUBJECT"
(EXPERIMENTAL STUDY IN CLASS XI SMAN 10 BANDUNG)
Anggia Amanda Lukman, 2015
results are processed using the short method. The results showed that there is no the differences in improving the critical thinking skills by using learning model Think, Talk and Writen, Traffinger and conventional methods in sociology subject with 7 degrees of freedom, a significance level 1% and arithmetic t is 3,499.
Anggia Amanda Lukman, 2015
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
MOTTO DAN UCAPAN TERIMAKASIH ... iv
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Stuktur Organisasi Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran ... 10
1. Definisi Model Pembelajaran ... 10
2. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran ... 12
3. Pola-Pola Pembelajaran ... 13
4. Ciri-ciri Model Pembelajaran ... 15
B. Tinjauan Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 16
1. Pengertian Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 17
Anggia Amanda Lukman, 2015
3. Prosedur Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 19
4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 21
5. Peran dan Tugas Pendidik Dalam Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 23
6. Kelebihan dan Keuntungan Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 24
7. Kekurangan Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 25
C. Tinjauan Model Pembelajaran Traffinger ... 26
1. Pengertian Model Pembelajaran Traffinger ... 27
2. Karakteristik Model Pembelajaran Traffinger ... 28
3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Traffinger ... 28
4. Kelebihan Model Pembelajaran Traffinger ... 29
5. Kekurangan Model Pembelajaran Traffinger ... 30
D. Tinjauan Kemampuan Berpikir Kritis ... 31
1. Pengertian Berpikir Kritis ... 31
2. Tahapan Berpikir Kritis ... 33
3. Cara meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis ... 35
4. Indikator Dalam Meningkatkan Berpikir kritis ... 37
E. Tinjauan Teori ... 39
F. Penelitian Terdahulu ... 44
G. Kerangka Pemikiran ... 46
H. Hipotesis ... 50
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Waktu dan Tempat Penelitian ... 52
B. Populasi dan Sempel ... 52
C. Metode Penelitian ... 53
Anggia Amanda Lukman, 2015
E. Prosedur Penelitian ... 56
F. Definisi Variabel Penelitian ... 57
G. Instrumen Penelitian ... 57
H. Proses Pengembangan Instrumen ... 58
1. Analisis Item Tes ... 58
2. Lembar Observasi ... 64
I. Teknik Pengumpulan Data ... 70
J. Teknik Analisis Data ... 71
1. Data Hasil Tes ... 71
2. Perbedaan Model Pembelajaran Think Talk And Writen Dengan Model Pembelajaran Traffinger ... 73
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Tempat Penelitian ... 74
1. Lokasi Penelitian ... 74
2. Denah Sekolah ... 75
3. Sejarah Sekolah ... 76
B. Hasil Penelitian ... 81
1. Hasil Peserta Didik ... 81
2. Hasil Pengukuran Pretest ... 86
3. Hasil Pengukuran Posttest ... 91
4. Uji Hipotesis Dan Berpikir Kritis ... 97
5. Hasil Observasi Kegiatan Pembelajaran Peserta Didik Pada Kelas Eksperimen Dan Kontrol ... 119
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan ... 128
B. Implikasi dan Rekomendasi ... 132
DAFTAR PUSTAKAN ... 134
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai mahluk yang paling sempurna
serta memililki akal sebagai keistimewaan yang diberikan Allah SWT
dibandingkan makhluk lainnya. Dengan akal dan budi manusia senantiasa
berpikir, merenung, menggagas, menginterpretasikan segala macam realita
kehidupan yang dihadapi. Kelebihan manusia sebagai mahluk yang sempurnalah
menuntun dan mengarahkan mereka pada kehidupan yang lebih baik melalui
belajar. Belajar adalah usaha untuk mengetahui sesuatu yang baru, usaha
menguasai artinya aktivitas belajar yang sesungguhnya dan sesuatu yang baru
merupakan hasil yang diperoleh dari aktivitas belajar tersebut. Sebagai hasil
belajar perubahan yang baru itu dapat dirumuskan dalam dimensi dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mau menjadi mau, dan dari
tidak biasa menjadi terbiasa. Proses belajar tersebut dapat diperoleh manusia
melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah.
Sejatinya sekolah sebagai suatu sistem sosial yang berfokus pada sistem
pendidikan merupakan suatu tempat yang memiliki iklim yang kondusif untuk
mendukung proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, tujuan
pendidikan nasional yaitu “Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, sekolah sebagai lembaga
pendidikan yang bertugas mengembangkan potensi peserta didik agar mampu
memiliki kemampuan yang dicita-citakan oleh pendidikan di Indonesia. Tujuan
melaksanan pendidikan Sosiologi dengan baik. Namun pada kenyataannya, saat
proses belajar mengajar pendidik hanya sekedar menyampaikan,
mentransformasikan pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta didik didalam
kelas atau lebih mengutamakan pendidik sebagai pusat pembelajaran (teacher centered learning), sehingga peserta didik tidak terlatih untuk mengasah kemampuan berpikirnya lebih mendalam sebab dikondisikan hanya sekedar
menerima pengetahuan atau informasi yang diberikan (one way traffic). Akibatnya peserta didik kurang memiliki kepekaan, keaktifan terhadap peristiwa
atau fenomena sosial yang ada sekitarnya hingga kehilangan kesempatan
mengemukakan pendapat dan mempertahankan pendapatnya ketika dihadapkan
dengan isu, fenomena sosial yang terjadi.
Permasalahan yang dihadapi saat ini berkenaan dengan kegiatan belajar
mengajar yang kurang efektif terhadap tingkat kemampuan berpikir kritis peserta
didik. Terlihat dari banyaknya tenaga pendidik dalam praktek belajar mengajar
masih menggunakan model atau metode pembelajaran yang kurang variatif,
kreatif sehingga menimbulkan kejenuhan kepada peserta didik. Model
pembelajaran yang digunakan pendidik pada saat ini kebanyakan yang bersifat
ceramah sehingga kurang memberikan penekanan pada saat proses pembelajaran.
Keaktifan peserta didik yang kurang terlihat dari tidak adanya pengajuan
pertanyaan saat kegiatan belajar mengajar.
Permasalahan berawal dari observasi kelas XI IPS 2, XI IPS 3 dan XI IPS 4
SMAN 10 Bandung, peneliti menemukan bahwa terdapat beberapa permasalahan
yang terjadi pada proses pembelajaran yang mempengaruhi tingkat kemampuan
berpikir kritis peserta didik. Permasalahan pada pembelajaran sosiologi di SMAN
10 Bandung secara umum yaitu bahwa ketiga kelas yang diteliti terdapat masalah
yang hampir sama yaitu masih terdapat peserta didik yang tingkat kemampuan
berpikir kritisnya rendah dilihat apabila pendidik mengajukan permasalahan sosial
untuk dianalisis masih terdapat peserta didik yang kurang tanggap, kurang
memberikan gagasan atau ide apabila dihadapkan pada masalah, tidak
kelas tersebut yang lebih terperinci yaitu pada kelas XI IPS 2 di temukan bahwa
pada saat pendidik masuk dalam kelas, suasana kelas tidak kondusif untuk
melaksanakan pembelajaran terlihat masih banyak peserta didik yang
berjalan-jalan serta gaduh, antusias peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran
sosiologi kurang terlihat ketika pendidik menjelaskan materi terdapat beberapa
peserta didik tidak memperhatikan dan sibuk memainkan handphone, terdapat peserta didik yang tingkat kemampuan berpikirnya rendah ditandai ketika
pendidik mengajukan pertanyaan atau permasalahan sikap peserta didik tidak
menanggapi, tidak mengemukakan pendapat dan tidak mengajukan pertanyaan
ketika dihadapkan dengan masalah, penggunaan model pembelajaran kurang
variatif, peserta didik kurang menghargai keberadaan pendidik yang ditandai
dengan bahasa yang terlontar dari peserta didik yang kurang sopan. Jadi untuk
meminimalisir permasalahan tersebut pendidik harus memberikan model yang
berbeda, inovatif, serta kreatif agar peserta didik memahami materi di samping
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya.
Permasalahan yang terjadi pada kelas XI IPS 3 tidak berbeda jauh dengan
kelas XI IIS 2, di kelas ini peneliti menemukan bahwa pada saat proses belajar
mengajar terdapat beberapa peserta didik tidak memperhatikan dan sibuk
memainkan handphone, terdapat peserta didik yang tingkat kemampuan berpikirnya rendah ditandai ketika pendidik mengajukan pertanyaan atau
permasalahan, sikap peserta didik tidak menanggapi, tidak mengemukakan
pendapat dan tidak mengajukan pertanyaan ketika dihadapkan dengan masalah,
kelas tidak kondusif, kurangnya antusias peserta didik ketika mengikuti kegiatan
belajar mengajar, penggunaan model yang kurang variatif sehingga tidak
menumbuhkan motivasi, rasa ingin tahu peserta didik dalam belajar dan akibatnya
peserta didik tidak berkesempatan meningkatkan kemampuan berpikir kiritisnya,
serta pembelajaran masih berpusat pada pendidik (teacher centered learning).
Terakhir permasalah yang terjadi di kelas XI IPS 4 hampir sama dengan
kelas sebelumnya yaitu terdapat beberapa peserta didik tidak memperhatikan dan
berpikirnya rendah ditandai ketika pendidik mengajukan pertanyaan atau
permasalahan sikap peserta didik tidak menanggapi, tidak mengemukakan
pendapat dan tidak mengajukan pertanyaan ketika dihadapkan dengan masalah,
kondisi kelas tidak kondusif, kurangnya antusias peserta didik ketika mengikuti
kegiatan belajar mengajar, model pembelajaran yang kurang variatif sehingga
tidak menumbuhkan motivasi, rasa ingin tahu peserta didik dalam belajar dan
akibatnya peserta didik tidak berkesempatan meningkatkan berpikir kiritisnya
dengan pembelajaran berpusat pada pendidik (teacher centered learning).
Berdasarkan permasalahan yang ada di kelas XI IPS SMAN 10 Bandung,
alternatif pemecahan masalah salah satunya pendidik sebagai salah satu faktor
pendorong yang terpenting untuk menentukan berhasilnya proses belajar mengajar
di dalam kelas. Karena itu pendidik dituntut untuk meningkatkan peran dan
kompetensinya, pendidik yang kompeten akan lebih mampu menciptakan
lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya
sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Upaya
memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan seakan tidak akan pernah usang.
Banyak agenda reformasi yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan.
Beragam program inovatif ikut serta meningkatkan kualitas pendidikan. Belajar
atau pembelajaran merupakan sebuah kegiatan yang wajib tenaga pendidik
lakukan dan berikan kepada peserta didik sebagai tunas bangsa. Karena ia
merupakan kunci sukses untuk menggapai masa depan yang cerah,
mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi.
Melihat peran pendidikan yang begitu penting, maka menerapkan model
pembelajaran yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan.
Salah satu cara yang dapat dipakai agar mendapatkan hasil optimal seperti
yang diinginkan adalah memberi model berbasis masalah dalam proses
pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih model pembelajaran yang
Model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) merupakan salah satu model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang membantu pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan
mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan dengan
penerapannya. Model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan komunikatif yang mampu mengubah
asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting
kelompok secara keseluruhan. Karakteristik model Think –Talk –Write (TTW) peserta didik dibimbing secara mandiri, berpasangan, dan saling berbagi untuk
menyelesaikan permasalahan. Model ini selain diharapkan dapat mengarahkan
proses belajar mengajar juga mempunyai dampak lain yang sangat bermanfaat
bagi pesrta didik. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari model ini adalah
peserta didik dapat berkomunikasi secara langsung dengan individu lain yang
dapat saling memberi informasi dan bertukar pikiran serta mampu berlatih untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis melalui proses berpikir.
Model Treffinger merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan berpikir dan berbasis masalah yang mengarahkan peserta didik
mampu memecahkan masalah secara kreatif dengan menuangkan ide serta
gagasan potensial sebagai sebuah solusi. Dalam model ini menyebutkan bahwa
terdapat 3 komponen penting yaitu Understanding Challenge (memahami tantangan), generating ideas (membangkitkan gagasan), preparing for Action
(mempersiapkan tindakan) yang kemudian dirinci ke dalam enam tahapan. Model
ini diharapkan dapat melatih serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis
peserta didik dalam memecahkan permasalahan yang muncul di sekitar
lingkungannya, sebab dalam model pembelajaran ini memberikan tekanan dalam
proses pembelajaran.
Dari uraian di atas mengenai model pembelajaran Think –Talk –Write
(TTW) dan Treffinger yang merupakan alternatif dalam memecahkan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya yang akan diteliti lebih
(TTW) juga pernah digunakan untuk meningkatkan keterampilan menulis
karangan argumentasi pada peserta didik kelas XI SMK Pasundan 1 pada mata
pelajaran bahasa Indonesia. Penerapan model pembelajaran Think –Talk –Write
(TTW) dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah pada peserta didik kelas VII di SLTP. Terakhir,
penggunaan model pembelajaran Traffinger untuk meningkatkan kemampuan kreativitas matematika pada siswa SMP kelas VIII di SMP Kartika Siliwangi
XIX-2.
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana perbedaan kedua
model tersebut dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang
sebelumnya belum pernah di gunakan dalam kegiatan belajar mengajar karena
menggunakan pembelajaran yang berpusat pada pendidik sebagai objek tunggal.
Model pembelajaran yang menarik diharapkan dapat membangkitkan motivasi
belajar, rasa ingin tahu dan melatih kepekaan peserta didik.
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka
penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai seberapa besar
perbandingan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) dengan Traffinger
dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Maka dari itu
penulis akan melakukan sebuah penelitian dengan judul : “PERBEDAAN
MODEL PEMBELAJARAN THINK –TALK –WRITE (TTW) DENGAN
TRAFFINGER DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR
KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”.
( STUDI EKSPERIMEN KEPADA KELAS XI DI SMAN 10 BANDUNG)
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah “adakah Perbedaan Model
Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata Pelajaran Sosiologi ( Studi Eksperimen kepada Kelas XI di SMAN 10 Bandung)”.
Untuk ketercapian sasaran penelitian ini, maka penulis menfokuskan
kajian penelitian dengan rumusan permasalahan sebagai berikut :
1. Adakah perbedaan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW)
dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi
di kelas XI SMAN 10 Bandung?
2. Adakah perbedaan model pembelajaran traffinger dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir
kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10
Bandung?
3. Adakah perbedaan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW)
dengan model pembelajaran Traffinger dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi di kelas XI
SMAN 10 Bandung?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu untuk
memeroleh informasi dan gambaran mengenai adakah Perbedaan Model
Pembelajaran Think –Talk –Write (Ttw) dengan Traffinger dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata
Pelajaran Sosiologi ( Studi Eksperimen kepada Kelas XI di SMAN 10 Bandung).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran Think –Talk – Write (TTW) dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata
pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung.
b. Untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran Traffinger
dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran
sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung.
c. Untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran Think –Talk – Write (TTW) dengan model pembelajaran Traffinger dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata
pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoretis
Secara teoretis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang sosiologi khususnya
memberikan pengetahuan yang lebih mendalam tentang pengembangan
kemampuan berpikir kritis peserta didik melalui model pembelajaran Think – Talk –Write (TTW) dan traffinger.
2. Secara Praktis
Secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan penelitian ini dapat
memberikan pengetahuan, seperti:
a. Memberikan informasi kepada mahasiswa sebagai calon pendidik
mengenai penggunaan model pembelajaran Think –Talk –Write
b. Memberikan sumbangsih pemikiran kepada Program Studi
pendidikan Sosiologi sebagai wahana penambahan pengetahuan dan
konsep keilmuan khususnya model pembelajaran.
c. Memberikan informasi kepada tenaga pendidik mengenai
penggunaan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) dan
Traffinger pada mata pelajaran sosiologi terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi penulisan di dalam penyusunan skripsi ini meliputi lima
bab, yaitu:
BAB I : Pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, stuktur organisasi.
BAB II : Kajian Pustaka. Pada bab ini diuraikan dokumen-dokumen atau data-data
yang berkaitan dengan fokus penelitian serta teori-teori yang mendukung
penelitian penulis.
BAB III : Metode Penelitian. Pada bab ini penulis menjelaskan metodologi
penelitian, teknik pengumpulan data, serta tahapan penelitian yang digunakan
dalam penelitian mengenai PerbedaanModel Pembelajaran Think –Talk –Write
(TTW) dan Traffinger dalam meningkatkan kemempuan berpikir kritsis Pada
Mata Pelajaran Sosiologi Dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis
Peserta Didik Melalui.
BAB IV: Temuan dan Pembahasan. Dalam bab ini penulis menganalisis hasil
temuan data tentang rancangan persiapan pembelajaran, bagaimana melaksanakan
pembelajaran mengunakan model (TTW), pelaksanaan pembelajaran mengunakan model Traffinger pelaksanaan pembelajaran mengunakan model konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir.
BAB V: Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi. Dalam bab ini penulis berusaha
mencoba memberikan kesimpulan dan saran sebagai penutup dari hasil penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi, Waktu dan Tempat Penelitian
Lokasi yang di pilih untuk melaksanakan penelitian adalah SMAN 10
Bandung beralamat Jalan Cikutra no. 77, Bandung Jawa Barat Indonesia. Alasan
Pemilihan lokasi ini karena sebelumnya peneliti sudah melakukan pengamatan
terhadap proses pembelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung.
Permasalahan yang nampak dari hasil observasi yaitu masih terdapat peserta didik
yang tingkat kemampuan berpikir kritisnya rendah apabila pendidik mengajukan
permasalahan sosial untuk diamati serta dianalisis masih terdapat peserta didik
yang kurang tanggap, kurang memberikan gagasan atau ide apabila dihadapkan
masalah, kurang memperhatikan pemaparan guru sehingga suasana kelas tidak
kondusif serta kurangnya motivasi peserta didik dalam melakukan proses belajar
mengajar. Adapun waktu penelitian yang dilakukan yaitu pada semester ganjil
tahun ajaran 2014/2015 mulai tanggal 17 November – 29 November selama 2
minggu, dimana setiap minggunya terdapat 2 kali pertemuan pada masing-masing
kelas.
B. Populasi dan Sempel
Populasi menurut Komarudin (dalam Mardalis 2003, hlm. 53) “populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulan”. Jadi populasi adalah keseluruhan dari sampel
yang memiliki karakteristik tertentu yang sudah ditentukan. Populasi dalam
penelitian ini dipilih peserta didik kelas XI IPS SMAN 10 Bandung. Jumlah
Populasi kelas XI IPS 2,3,4 di SMAN 10 Bandung .
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena
keterbatasan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari
populasi tersebut. Dengan demikian sampel yang digunakan ialah tiga kelas XI
IPS 2,3 dan 4 dengan jumlah 24 peserta didik. Untuk setiap kelas di ambil 8
peserta didik dengan kriteria 4 peserta didik yang memperoleh nilai tertinggi dan
4 peserta didik yang memperoleh nilai terendah.
Rencana penelitian ini akan dilaksanakan di SMAN 10 Bandung. Bila
populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada
populasi, misalnya karena keterbatasan waktu maka peneliti dapat menggunakan
sampel yang diambil dari populasi tersedut. Karena itu, sampel yang diambil
dalam penelitian ini yaitu peserta didik kelas XI IPS 2, XI IPS 3 dan XI IPS 4. Hal
ini karena pada penelitian, peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel
purposive sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel dengan cara menentukan sendiri sampel yang akan di ambil sesuai dengan kriteria yang
ditentukan oleh peneliti itu sendiri.
Teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel dengan cara menentukan sendiri sampel
yang akan diambil sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh peneliti itu sendiri.
Pada penelitian ini mengelompokkan kelas yang terdiri dari kelas eksperimen 1
yaitu kelas XI IPS 4 menggunakan model pembelajaran Think-Talk-Write, kelas eksperimen 2 yaitu kelas XI IPS 2 menggunakan model pembelajaran Traffinger
dan kelas kontrol yaitu kelas XI IPS 3 menggunakan model pembelajaran
konvensional dimana pendidik menggunakan metode ceramah dan diskusi dalam
proses belajar mengajar.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi eksperimen. Pengertian
ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk
mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan ekperimen.
Tujuan dari penelitian eksperimen adalah untuk menyelidiki ada tidaknya
hubungan sebab akibat dengan cara memberikan perlakuan tertentu pada
kelompok eksperimen. Sesuai dengan pendapat Arikunto (dalam Fanny ,2014,
hlm 61) “ eksperimen selalu dilakukan dengan maksud untuk akibat dari suatu
perlakuan.” Pemilihan metode ini disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai,
yaitu untuk menguji perbedaan model pembelajaran think –talk –write (ttw) dengan traffinger dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran sosiologi.
D. Desain Penelitian
Penelitian di desain menggunakan desain nonequivalent control group design yang termasuk dalam bentuk quasi eksperimen yang dikembangkan dari
true experimental design. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang
mempengaruhi pelaksanaan ekperimen. Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, perbedaanya hanya pada desain ini kelompok eksperimen dan kelompok control tidak dipilih secara acak.
Gambar 3.1 Pola Penelitian Nonequivalent Control Group Design
Sumber : Sugiyono (2012, hlm. 79)
Keterangan :
O1
Xe1 Xe2
O2
O1= Pretest (test Awal) dilakukan untuk mengetahui perkembangan kemampuan
berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi sebelum dilakukan
perlakuan (treatment) pada kelas kelompok eksperimen.
O2=Posttest (tes akhir) dilakukan untuk mengetahui perkembangan kemampuan
berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi sesudah dilakukan
perlakuan (treatment) pada kelas kelompok eksperimen.
O3= Pretest (test Awal) Pretest (test Awal) dilakukan untuk mengetahui
perkembangan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran
sosiologi sebelum dilakukan perlakuan (treatment) pada kelas kelompok control. O4= Posttest (tes akhir) dilakukan untuk mengetahui perkembangan kemampuan
berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi sesudah dilakukan
perlakuan (treatment) pada kelas kelompok kontrol.
Xe1= treatment (perlakuan) pengajar mata pelajaran sosiologi dengan menggunakan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW).
Xe2= treatment (perlakuan) pengajar mata pelajaran sosiologi dengan menggunakan model pembelajaran Traffinger.
Xk= treatment (perlakuan) pengajar mata pelajaran sosiologi dengan menggunakan metode konvensional.
Pada penelitian ini menggunakan tiga kelas, dua kelas sebagai kelas
eksperimen yaitu eksperimen satu dan eksperimen 2 kemudian satu kelas sebagai
kelas kontrol. Ketiga kelas tersebut sebelumnya telah dilakukan observasi sebagai
langkah awal untuk mengetahui kondisi kelas sebelum di lakukan pretest dan
treatment. Pemberian Pretest dilakukan pada ketiga kelas yang dijadikan sebagai penelitian untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik sebelum diberikan
treatment atau perlakuan. Setelah dilakukan pretest pada masing masing kelas penelitian, selanjutnya setiap kelas di berikan treatment atau perlakuan. Untuk kelas eksperimen satu menggunakan model pembelajaran Think –Talk –Write, kelas eksperimen dua menggunakan model pembelajaran Traffinger, dan kelas kontrol tidak menggunakan perlakuan secara khusus dalam proses pembelajaran
penelitian melaksanakan pretest dan posttest, langkah selanjutnya ialah pemberian
postest untuk melihat kemampuan peserta didik setelah dilakukan treatment. Setelah dilakukan eksperimen pada masing-masing kelas, peneliti selanjutnya
mengolah hasil pretest dan postest untuk menguji perbedaan keberhasilan antar perlakuan tersebut.
Keberhasilan pada kelas eksperimen satu akan dibandingkan dengan kelas
kontrol sebagai uji hipotesis 1, kelas eksperimen dua akan dibandingkan dengan
kelas kontrol sebagai uji hipotesis 2 dan kelas eksperimen satu akan dibandingkan
dengan kelas eksperimen dua sebagai uji hipotesis 3. Berdasarkan pembahasan
yang diuraikan sebelumnya, maka pada dasarnya penelitian eksperimen adalah
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian perlakuan pada
kelas yang diteliti.
E. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang di tempuh dalam penelitian antara lain :
1. Tahap Persiapan
a. Studi pendahuluan (Pra penelitian) dilaksanakan melalui observasi
dan wawancara terhadap guru mata pelajaran Sosiologi di SMAN 10
BANDUNG.
b. Studi literatur, dilakukan untuk memperoleh teori-teori yang relevan
mengenai masalah yang tengah diuji.
c. Telaah kurikulum mengenai pokok bahasan yang akan dijadikan
sebagai materi dalam penelitian.
d. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran.
e. Membuat dan menyusun instrumen penelitian.
f. Menguji instrumen penelitian.
g. Menganalisis hasil uji coba instrumen.
2. Tahap Pelaksanaan
b. Memberikan perlakuan (treatmeant) berupa pengajaran mata pelajaran Sosiologi dengan menggunakan model TTW pada
kelompok eksperimen satu dan Traffinger pada kelas eksperimen dua dan pengajaran menggunakan metode konvensional pada kelas
kontrol.
c. Melakukan tes akhir (posttest) terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
3. Tahap Akhir
a. Melakukan analisis dan penelitian
b. Membahas hasil penemuan penelitian
c. Memberikan kesimpulan dan saran.
F. Definisi Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2012, hlm. 38), mengungkapkan bahwa “ variabel
penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa variabel adalah bagian dari yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan diteliti sehingga peneliti dapat menarik
kesimpulan dari hasil variabel tersebut.
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu :
1. Variabel Independent (bebas) atau Variabel X merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadikan sebab perubahanya atau timbulnya
variabel dependent (terikat). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel X yaitu :
X1 : penggunaan model pembelajaran Think-Talk-Write
X2 : penggunaan model pembelajaran Traffinger
2. Variabel Dependent (terikat) atau Variabel Y merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya adanya variabel
kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran Sosiologi kelas XI di
SMAN 10 BANDUNG.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Munurut Sugiyono (2012, hlm. 102) “instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang tengah diamati.
Untuk itu, alat yang digunakan peneliti dalam penelitian ini antara lain:
1. Tes Kemampuan
Pretest, tes ini diberikan kepada masing-masing kelas penelitian yang terdiri dari kelas eksperimen satu, dua dan kelas kontrol kemudian
dikerjakan secara individual untuk mengetahui kemampuan awal
sebelum melakukan treatmen atau perlakuan. Pos-test, tes ini diberikan kepada masing-masing kelas penelitian yang telah melaksanakan
treatment atau perlakuan dengan materi tertentu. Soal posttest hampir sama dengan soal pretest. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan peserta didik setelah diberikan treatment.
2. Lembar Observasi
Lembar yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas
selama pelaksanaan pembelajaran Sosiologi dengan penerapan model
pembelajaran yang diujikan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan
sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian dan dapat
membantu peneliti dalam mengumpulkan data penelitian yang ada
relevasinya dengan permasalahan dalam penelitian.
H. Proses Pengembangan Instrumen
Analisis item tes merupakan tugas yang sudah melibatkan kita kepada
proses pengukuran dalam penelitian yang dijalankan. Menurut Sumaatmadja
(1980, hlm. 138) langkah analisis item berawal dari membuat kunci jawaban,
menentukan pedoman penilian menentukan tingkat signifikansi tiap item,
menentukan tingkat kesukaran tiap item, menentukan tingkat signifikansi dan
indeks kesukaran tiap item. Langkah dan ketentuan melakukan analisis item
sebagai berikut :
a. Membuat Pedoman Penilian dan Kunci Jawaban
Pedoman penilian objektifitas tes yang menggunakan metode
statistik (Sumaatmadja, 1980, hlm 138), menggunakan rumus sebagai
berikut :
Keterangan :
S : Angka (score) yang diperoleh dari penembakan R : Jumlah Item yang dijawab dengan benar (Right) W : Jumlah item yang dijawab salah (Wrong)
0 : Banyak pilihan (Option) 1 : Angka tetap
b. Membuat Ketentuan Tingkat Signifikansi Tiap Item
Tingkat signifikan tiap item didasarkan atas selisih jawaban yang
salah dengan yang salah diantara kelompok rendah (WL) dengan
kelompok tinggi WH, atau WL-WH. Angka selisih yang signifikan untuk
tiap item yang memperlihatkan daya pembeda itu, dinyatakan pada tabel
Table 3.1 Tingkat Pembeda Tiap Item Yang Signifikan Yang ditunjukkan
(WL-WH), pada angka tersebut atau diatasnya yang
di tetapkan sebagai tingkat pembeda yang signifikan
2 3 4 4
Sumber : Sumaatmadja (1980, hlm.139)
Jadi, tiap item dihitung (WL-WH) jika angka dalam tabel tersebut
sesuai dengan tabel diatas atau lebih tinggi dari pada itu, berarti memiliki
daya pembeda yang signifikan. Sehingga tidak perlu diganti atau
diperbaiki.
c. Menentukan Indeks Kesukaran Tiap Item
Menurut (Sumaatmadja, 1980. Hlm 140) dalam menentukan tingkat
Difficulty Indeks =
Keterangan :
WL : kelompok rendah yang membuat kesalahan, menjawab item
dengan salah. Keseluruhan kelompok rendah = 27% dari seluruh yang di
test.
WH : kelompok tinggi yang membuat kesalahan, menjawab item
dengan salah. Keseluruhan kelompok rendah = 27% dari seluruh yang di
test.
100 : Konstanta
n : 27% dari yang di test ( 27%dari N)
N : jumlah individu yang di test
0 : banyak pilihan pada tiap item
Untuk menentukan tiga tingkat kesukaran item menggunakan
ketentuan :
Item mudah : jika 16% yang ditest tidak dapat menjawab item tersebut.
Item sedang : jika 50% yang ditest tidak dapat menjawab item tersebut.
Item sukar : jika 84% yang ditest tidak dapat menjawab item tersebut.
Atau dapat juga menggunakan table dari J.C Stanley dalam buku Measurement Today ‘s School menjelaskan rumus dalam mencari WL-WH nilai pada tingkatan kesukaran dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 3.2 Nilai Pada Tiga Tingkat Kesukaran
Presentase yang
ditest yang
menjaweab item
dengan salah
Jumlah Pilihan (Option) Tiap Item
2 3 4 5
50 0,50n 0,667n 0,750n 0,800n
84 0,84n 1,120n 1,260n 1,344n
(Sumaatmadja 1984, hlm.135)
Untuk mempermudah memahami tingkat kesukaran dengan
menggunakan table yang ada diatas, peneliti mengukur hasil penelitian
eksperimen ini menggunakan pretest dn posttest berupa alat tes yaitu soal
berbentuk pilihan ganda denghan jumlah option 5 buah. Maka jumlah
kelompok rendah dari kelompok tinggi yaitu 27% x 25 = 6,75 atau 7
dengan perhitungan sebagai berikut :
Mudah : 0,256 x 8 = 1,972 /2 ≤ 2
Sedang : 0,800 x 8 = 5,6 3-8
Sukar : 1,344 x 8 = 9,408 ≥ 9
d. Memperbaiki dan Mengganti Item
Menurut Sumaatmadja (1980, hlm. 140) dalam memperbaiki dan
mengganti item, digunakan pedoman sebagai berikut :
Item yang diganti :
1) Jika daya pembedanya (WL-WH) tidak signifikan dan indeks
kesukarannya lebih dari 100.
2) Jika daya pembedanya tidak signifikan, dan indeks kesukarannya
sama dengan nol (tidak mempunyai indeks kesukaran).
Item-item yang di perbaiki :
1) Jika daya pembedanya signifikan, tetapi indeks kesukarannya lebih
dari 100.
2) Jika daya pembedanya tidak signifikan, tetapi indeks kesukarannya
kurang dari 100.
tidak, dan indeks kesukarannya lebih atau kurang dari 100, seluruh item
Table 3.3 Hasil Uji Coba Pretest Berdasarkan Daya Pembeda Dan Indek
Kesukaran
Sumber : Diolah oleh peneliti
Berdasarkan tabel di atas, analisis uji coba soal pretest didapatkan item-item soal yang harus diganti dan di perbaiki, diantaranya:
signifikan atau tidak, dan indeks kesukarannya lebih atau kurang
dari 100, seluruh item test ditabulasikan kedalam bentuk table
dari J.C Stanley pada buku Measurement Today’s school sebagai
berikut :
Table 3.4 Hasil Uji Coba Postest Berdasarkan Daya Pembeda Dan Indek
Kesukaran
Sumber : Diolah oleh peneliti
a) Item yang harus diganti yaitu nomor 3, 5, 7, 9, 13, 17, 24, 25
2. Lembar Observasi
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
sebagai pedoman yang dilakukan untuk memperoleh gambaran secara
langsung keterlaksanaan penerapan model pembelajaran Think-Talk-Write
dan Traffinger. Obeservasi dilakukan sebagai bahan evaluasi pendidik dalam menerapkan model pembelajaran yang tujuannya untuk melihat keterlibatan
peserta didik dalam proses belajar mengajar melalui arahan pendidik sebagai
fasilitator agar sesuai dengan yang diharapkan dalam langkah pembelajaran.
Berikut lembar observasi model pembelajaran di dalam kelas.
Table 3.5 Lembar Observasi Model Pembelajaran Think-Talk-Write
NO ASPEK YANG DIOBSERVASI KETERANGAN SARAN
YA TIDAK
1 A. Tahap Orientasi
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran TTW
3. Guru mengarahkan peserta didik agar siap mengikuti proses pembelajaran
4. Guru memotivasi peserta didik untuk membangkitkan minat belajar
2 B. Tahap Perumusan Permasalahan
1. Guru mengajukan sebuah
permasalahan berupa teks atau artikel (Think)
2. Guru membimbing peserta didik untuk membaca permasalahan dan merumuskan masalah
1. Guru mengarahkan peserta didik
untuk berinteraksi dan
berkolaborasi dengan teman satu groupnya untuk membahas isi catatan (Talk)
2. Guru memancing peserta didik dengan pertanyaan agar peserta didik dapat menjawab sebagai penjelasan atas masalah atau pertanyaan yang dirumuskan 3. Guru menjawab ya atau tidak atas
pertanyaan peserta didik sebagai jawaban yang mereka kemukakan
4 D. Mengumpulkan Data
1. Guru membimbing peserta didik untuk menggunakan informasi yang dibutuhkan
2. Guru mengarahkan peserta didik untuk menggunakan informasi untuk menguji hipotesis yang diajukan
3. Guru membimbing peserta didik untuk mengkontruksikan sendiri
pengetahuan yang memuat
pemahaman dalam bentuk tulisan (Write)
5 E. Menguji Hipotesis
1. Guru membimbing agar peserta
didik dapat mengemukakan
pendapat
2. Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menyampaikan hasil pekerjaaanya
6 F. Tahap Perumusan Kesimpulan
1. Guru membimbing peserta didik merumuskan kesimpulan
2. Guru memberikan komentar dan penjelasan tentang hasil kegiatan belajar
Table 3.6 Lembar Observasi Model Pembelajaran Traffinger
NO ASPEK YANG DIOBSERVASI KETERANGAN SARAN
YA TIDAK
1 A. Tahap Orientasi
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
b. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran Traffinger
c. Guru mengarahkan peserta didik agar siap mengikuti proses pembelajaran
d. Guru memotivasi peserta didik untuk membangkitkan minat belajar
2 B. Tahap Perumusan Permasalahan
1. Guru mendemonstrasikan/
menyajikan fenomena yang dapat mengundang keingintahuan 2. Guru membimbing peserta didik
untuk mengamati permasalahan dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi masalah
3 C. Tahap Mengembangkan Hipotesis
1. Guru memberi waktu dan kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan gagasan serta membimbing siswa untuk menyepakati alteratif pemecahan 2. Guru memancing peserta didik
dengan pertanyaan agar peserta didik dapat menjawab sebagai penjelasan atas masalah atau pertanyaan yang dirumuskan 3. Guru menjawab ya atau tidak atas
pertanyaan peserta didik sebagai jawaban yang mereka kemukakan
4 D. Mengumpulkan Data
1. Guru membimbing peserta didik untuk menggunakan informasi yang di butuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam memecahkan masalah
5 E.Menguji Hipotesis
1. Guru membimbing agar peserta didik dapat mengemukakan pendapat
2. Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
menyampaikan hasil
pekerjaannya
3. Guru membimbing peserta didik untuk mengkontruksikan sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dalam bentuk tulisan
6 F. Tahap Perumusan Kesimpulan
1. Guru membimbing peserta didik merumuskan kesimpulan.
2. Guru memberikan komentar dan penjelasan tentang hasil kegiatan belajar
Table 3.7 Lembar Observasi Model Pembelajaran Konvensional
NO ASPEK YANG DIOBSERVASI KETERANGAN SARAN
YA TIDAK
1 A. Tahap Orientasi
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran
3. Guru mengarahkan peserta didik agar siap mengikuti proses pembelajaran
4. Guru memotivasi peserta didik untuk membangkitkan minat belajar
2 B. Tahap Perumusan
Permasalahan
1. Guru menjelaskan materi 2. Guru membimbing peserta
didik untuk membaca dan menanyakan materi mana yang sulit dimengerti
3. Guru memancing peserta didik dengan pertanyaan agar peserta didik dapat menjawab sebagai penjelasan atas pertanyaan yang dirumuskan
4 D. Mengumpulkan Data
1. Guru membimbing peserta didik untuk menggunakan informasi yang dibutuhkan seperti buku.
2. Guru mengarahkan peserta didik untuk menggunakan informasi
sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dalam bentuk tulisan
5 E. Menguji Hipotesis
1. Guru membimbing agar
6 F. Tahap Perumusan Kesimpulan
1. Guru membimbing peserta didik merumuskan kesimpulan 2. Guru memberikan komentar
dan penjelasan tentang hasil kegiatan belajar
Sumber : Diolah oleh peneliti
I. Teknik Pengumpulan Data
Terdapat dua hal utama yang dapat mempengaruhi kualitas data hasil
penelitian diantaranya kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan
data. Kualitas pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang
digunakan untuk mengumpulkan data, karena itu instrumen yang telah teruji
belum tentu dapat menghasilkan data yang baik apabila instrumen tersebut tidak
digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik tes dan lembar observasi. Menurut Arikunto (dalam Purwasih, 2006, hlm.
150) mengungkapkan bahwa tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta
alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok. Tes yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu tes berupa pilihan ganda (pretest dan
treatment atau perlakuan. Sedangkan lembar observasi digunakan untuk mengetahui keterlibatan peserta didik dalam penerapan model pembelajaran.
J. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian melalui tes hasil belajar pretest dan
posttest terhadap kelas eksperimen 1, eksperimen 2 dan kelas kontrol. Adapun prosedur pengolahan data-data tersebut dilakukan melalui analisis secara
kuantitatif adalah sebagai berikut :
1. Data Hasil Tes
a. Menguji Soal Pretest dan Postest
Pengujian soal pretest dan posttest dilakukan di kelas yang berbeda,
dengan kata lain bukan dilakukan pada kelas eksperimen atau kontrol
yang menjadi tempat penelitian. Langkah pertama yaitu dengan membuat
kisi-kisi soal prestest dan posttest, membuat soal dengan materi yang akan menjadi bahasan selama melakukan penelitian. Kemudian soal
pretest dan posttest diujikan kepada kelas yang bukan menjadi kelas penelitian, kelas yang menjadi tempat pengujian yaitu XI IPS 1 dan 2 di
SMA PGII 2 BANDUNG. Selanjutnya, membuat ketentuan tingkat
signifikansi tiap item soal yang didasarkan atas selisih jawaban yang
salah diantara kelompok rendah (WL) dan kelompok yang tinggi (WH).
Langkah selanjutnya yaitu menentukan indeks kesukaran tiap item yang
merupakan gambaran kemampuan peserta didik ketika menjawab soal.
Setalah melewati langkah demi langkah, selanjunya dilakukan perbaikan
atau pergantian item soal karena apabila soal yang seharusnya diganti
atau diperbaiki tidak dilakukan perbaikan maka dikhawatirkan akan
berakibat terhadap soal yang akan di berikan kepada peserta didik kelas
penelitian.
b. Uji T dengan menggunakan Short Method
mengetahui perbedaan keberhasilan penerapan model pembelajaran.
Short method dipilih karena menurut peneliti jauh lebih efisien dan penggunaanya tidak sulit. Dengan rumus :
√
Keterangan :
MD : Hasil dari rata-rata D dibagi jumlah sampel
∑d² : rata-rata nilai d N : jumlah sampel
Untuk mengetahui perbedaan keberhasilan melalui uji t Traffinger
maka peneliti menguji hipotesi uji, diantaranya :
1) Hipotesis nol (Ho)
Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis
antara model pembelajaran Think-Talk-Write dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi.
Hipotesis Alternatif (H1)
Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis
antara model pembelajaran Think-Talk-Write dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi.
2) Hipotesis nol (Ho)
Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis
antara model pembelajaran Traffinger dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi.
Hipotesis Alternatif (H1)
Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis
3) Hipotesis nol (Ho)
Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis
antara model pembelajaran Think-Talk-Write dengan metode
Traffinger pada mata pelajaran sosiologi. Hipotesis Alternatif (H1)
Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis
antara model pembelajaran Think, Talk and Writen dengan metode Traffinger pada mata pelajaran sosiologi.
2. Perbedaan Model Pembelajaran Think Talk And Writen Dengan
Model Pembelajaran Traffinger
Pada penelitian ini menggunakan Matched Subjects Designs yang dilakukan terhadap subjek demi subjek. Berbeda dengan Matched Groups Designs yang dilakukan terhadap group sebagai keseluruhan, suatu unit. Menurut Hadi ( 1994, hlm. 484) mengungkapkan bahwa Matched Subjects Designs terdapat pemisahan pasangan-pasangan subjek (pair of subjects)
masing-masing ke grup eksperimen dan kontrol secara otomatis akan
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
Bab V simpulan dan saran merupakan bagian terakhir dalam penelitian ini,
bab ini didasarkan pada seluruh hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti
untuk menjawab semuan pertanyaan atau hipotesis penelitian. Pada bab terakhir
ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang berjudul “Perbedaan Model
Pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) Dengan Traffinger Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata Pelajaran
Sosiologi” (Studi Eksperimen kepada Kelas XI di SMAN 10 Bandung), selama 2 minggu yang berlokasi di SMAN 10 Bandung beralamat Jalan Cikutra
no. 77, Bandung Jawa Barat Indonesia. Kelas yang menjadi penelitian terdiri dari
tiga kelas yaitu dua kelas eksperimen dan satu kelas kontrol.
Pada bagian akhir dari penyusunan skripsi akan dikemukakan hal-hal pokok yang
disajikan sebagai pemaknaan penelitian terhadap hasil penelitian yang diperoleh
berdasarkan kesimpulan dan saran.
A. Simpulan
Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan
oleh peneliti pada bab sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil
beberapa kesimpulan yaitu tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir
kritis antara model pembelajaran Think –Talk –Write, model pembelajaran
Traffinger dan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran sosiologi pada masing-masing model di kelas eskperimen dan kontrol. Untuk lebih jelasnya
akan diuraikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan tabel dan perhitungan pada kelas eksperiemen satu dengan
model pembelajaran Think –Talk –Write dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajarn konvensional, dengan derajat
kebebasan untuk t-test adalah jumlah sampel yang diteliti dikurangi
tersebut, didapat nilai t hitung sebesar -2,049. Untuk menolak hipotesis
nol (Ho), diperlukan nilai t hitung yang sama atau lebih besar dari 3,499
dan lebih kecil dari -3,499 dengan taraf signifikan 1% dan derajat
kebebasan 7. Karena nilai t-hitung yang diperoleh lebih kecil dari 3,499
dan lebih besar dari -3,499 pada taraf signifikan 1%, maka H1 ditolak
dan Ho diterima. Jadi, tidak terdapat perbedaan peningkatan
kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Think –Talk – Write dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi pada kelas eksperimen 1 dikelas XI IPS 4 dan kelas kontrol dikelas XI IPS 3.
2. Berdasarkan tabel dan perhitungan pada kelas eksperiemen dua dengan
model pembelajaran Traffinger dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajarn konvensional, derajat kebebasan
untuk t-test adalah jumlah sampel yang diteliti dikurangi satu, atau
8-1=7. Dari proses penghitungan dengan menggunakan cara hitung short method tersebut, didapat nilai t hitung sebesar -1. Untuk menolak hipotesis nol (Ho), diperlukan nilai t hitung yang sama atau lebih besar
dari 3,499 dan lebih kecil dari -3,499 dengan taraf signifikan 1% dan
derajat kebebasan 7. Karena nilai t-hitung yang diperoleh lebih kecil
dari 3,499 dan lebih besar dari -3,499 pada taraf signifikan 1%, maka
H1 ditolak dan Ho diterima. Jadi, tidak terdapat perbedaan peningkatan
kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Traffinger dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi pada kelas
eksperimen 2 dikelas XI IPS 2 dan kelas kontrol dikelas XI IPS 3.
3. Berdasarkan tabel dan perhitungan pada kelas eksperiemen satu dengan
model pembelajaran Think –Talk –Write dengan kelas eksperimen dua menggunakan model pembelajaran Traffinger,dengan derajat kebebasan untuk t-test adalah jumlah sampel yang diteliti dikurangi
satu, atau 8-1=7. Dari proses penghitungan dengan menggunakan cara
atau lebih besar dari 3,499 dan lebih kecil dari -3,499 dengan taraf
signifikan 1% dan derajat kebebasan 7. Karena nilai t-hitung yang
diperoleh lebih kecil dari 3,499 dan lebih besar dari -3,499 pada taraf
signifikan 1%, maka H1 ditolak dan Ho diterima. Jadi, tidak terdapat
perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model
pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) dengan model pembelajaran
Traffinger dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi pada kelas eksperimen 1 dikelas
XI IPS 4 dan kelas eksperimen 2 dikelas XI IPS 2.
Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat beberapa faktor yang menjadi
alasan tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara
kedua model pembelajaran, antara lain :
1. Waktu pelaksanaan posttest tidak dilakukan secara linear.
2. Bocornya jawaban posttest, ditunjukan dari hasil antara tiga kelas penelitian yang hampir sama dengan nomor soal yang betul sama.
3. Letak kelas yang berdampingan
4. Suasana sekolah yang tidak kondusif
Walaupun tidak ada terdapat perbedaan pada hasil posttest dalam menjawab pertanyaan penelitian, bila dibandingkan antara hasil pretest dengan hasil posttest
terlihat terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Terlihat jelas pada skor
rata-rata pretest peserta didik pada kelas eksperimen 1 adalah 11,13; kelas eksperimen 2 adalah 11,25 dan kelas kontrol adalah 11,5. Sedangkan Skor rata-rata peserta
didik pada hasil postest antara lain kelas eksperimen 1 adalah 20,25; kelas eksperimen 2 adalah 19,75 dan kelas kontrol adalah 19,5. Sebab, Pemberian soal
berupa pretest dan postest merupakan salah satu cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis karena meningkatkan rasa ingin tahu yang dapat dilakukan dengan
Sedangkan dalam prosesnya, cara meningkatkan kemapuan berpikir kritis melalui
membaca dengan kritis dan meningkatkan daya analisis dari penyajian
permasalahan soal, serta diskusi yang kaya saat pemberian permasalahan yang
sudah disesuikan dengan indikator kemampuan berpikir kritis.
Dengan demikian, ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara
model pembelajaran Think –Talk –Write, Traffinger dan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi bila dibandingkan antara pretest dan posttest. Faktor
pendorong terjadinya Perbedaan hasil pretest dan posttest, diantaranya :
1. Penggunaan model pembelajaran yang variatif dalam kegiatan belajar
mengajar.
2. Mengaitkan materi belajar dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.
3. Media yang digunakan bervariasi.
4. Perbedaan usia peneliti dengan peserta didik tidak terlalu jauh.
Meskipun demikian, peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik
tidak dapat diukur dari perolehan hasil belajar berupa tes pilihan ganda saja,
melainkan dapat dilihat dari proses penerapan model pembelajaran Think –Talk – Write dan model pembelajaran Traffinger. Hal ini sejalan dengan pendapat pada teori belajar kognitif yang lebih mementingkan proses dibandingkan hasilnya. Hal
ini terlihat pada penilian peningkatan berpikir peserta didik selama proses belajar
menggunakan model pembelajaran Think –Talk –Write kemampuan berpikir kritis peserta didik diatas 3,00 dan traffinger kemampuan berpikir kritis peserta didik diatas 2,88 dengan predikat baik sedangkan kontrol 2,66.
Pada proses penerapan model pembelajaran Think –Talk –Write,
kemampuan yang diperoleh peserta didik ketika dilihat dari prosesnya selain
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dari pengetahuan-pengetahuan yang
berkembang selama proses penggalian informasi, meningkatkan kemampuan
dalam berbicara dan mengemukakan pendapat. Pendapat peneliti sejalan dengan
teori belajar kognitif, jika dalam teori perkembangan Piaget perkembangan
perkembangan Bruner pekembangan bahasa besar pengaruhnya dalam
perkembangan kognifif. Maka dalam penelitaian ini, model pembelajaran Think, Talk and written sejalan dengan teori perkembangan kognitif Bruner, dimana jika peserta didik berhasil melewati langkah pembelajaran ini maka selain
meningkatkan kemampuan berbahasa juga meningkatnya kognitif peserta didik,
akibat pemberian pemasalahan untuk didiskusikan.
Sedangkan pada proses penerapan model pembelajaran Traffinger, pada situasi belajar seperti ini keterlibatan seseorang secara langsung dalam situasi
belajar tersebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu
tersebut memcahkan masalah. Dengan kata lain, pendapat peneliti sejalan dengan
pendapata pada teori Gestalt yang menyatakan bahwa yang paling penting dalam
proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh individu.
Dengan demikian proses pembelajaran pada masing-masing model
pembelajaran merupakan salah satu hal yang paling penting karena pendapat
peneliti ini sejalan dengan pendapat pada teori belajar kognitif lebih
mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Keterlibatan peserta
didik secara langsung dalam situasi belajar melalui pemberian isu, fenomena atau
permasalahan sosial tersebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat
membantu individu tersebut memcahkan masalah. Sebagai hasilnya, dapat
membawa perubahan bagi peserta didik baik perubahan sikap, pengetahuan atau
keterampilan. Sebab dalam proses belajarnya peserta didik dituntut untuk berpikir
secara lebih dalam, memiliki kepekaan, keaktifan dalam menghadapi peristiwa
atau fenomena sosial sehingga mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis
melalui proses berpikir.
B. Implikasi, Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dan kesimpulan di atas
1. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang
lebih baik perlu dilakukan secara berkesinambungan artinya terus
menerus dengan menggunakan model pembelajaran yang partisifatif,
aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan (PAIKEM).
2. Ketika pemilihan model pembelajaran harus bisa menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan dan disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran pada rencana pelaksanaan pembelajaran, sehingga
mampu mendorong minat peserta didik dalam mengikuti kegiatan
belajar belajar, menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik yang
berdampak pada pemahaman materi yang lebih cepat.
3. Bagi teman mahasiswa atau peneliti yang akan melakukan penelitian
model pembelajaran, hendaknya memperhatikan jadwal pembelajaran
untuk tidak melakukan penelitian berdekatan dengan pelaksanaan ujian
semester dan ujian praktek, sebab dapat menganggu dan mempengaruhi
hasil penelitian. Saat memberikan postest diusahakan dilakukan secara