• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN THINK –TALK –WRITE (TTW) DENGAN TRAFFINGER TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI: Studi Eksperimen Kepada Kelas XI Di SMA 10 Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN THINK –TALK –WRITE (TTW) DENGAN TRAFFINGER TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI: Studi Eksperimen Kepada Kelas XI Di SMA 10 Bandung."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”

( STUDI EKSPERIMEN KEPADA KELAS XI DI SMAN 10 BANDUNG)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada

Program Studi Pendidikan Sosiologi,

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,

Universitas Pendidikan Indonesia

Oleh

Anggia Amanda Lukman

1104571

PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”

( Studi Eksperimen kepada Kelas XI Di SMAN 10 Bandung)

oleh

Anggia Amanda Lukman

1104571

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,

Universitas Pendidikan Indonesia

©Anggia Amanda Lukman 2015

Universitas Pendidikan Indonesia

2015

Hak cipta dilindungi undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)

PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) DENGAN TRAFFINGER DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”

( Studi Eksperimen Kepada Kelas XI Di SMAN 10 Bandung)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

PEMBIMBING I

PROF. DR. Gurniwan Kamil P, M.Si

NIP.19610323 198603 1 002

PEMBIMBING II

Drs. Wahyu Erdiana, M.Si

NIP.19550505 198601 1 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi

Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si, Ph.D

(4)

PANITIA UJIAN SIDANG TERDIRI ATAS :

Ketua : Dekan FPIPS UPI

Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M.Si

NIP. 19700814 199402 001

Sekretaris : Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi

Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si, Ph.D

NIP. 19680403 199103 2 002

Penguji : Penguji I

Dr. Elly Malihah, M.Si NIP.

Penguji II

Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si, Ph.D

NIP. 19680403 199103 2 002

Penguji III

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Perbedaan Model Pembelajaran Think Talk Write (Ttw) dengan Traffinger Dalam Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata Pelajaran Sosiologi”( Studi

Eksperimen kepada Kelas XI di SMAN 10 Bandung) ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan dan pengutipan dengan

cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat

keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung resiko sanksi yang dijatuhkan

kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika kelimuan

dalam karya saya ini, atau ada klain dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung Januari 2015

Anggia Amanda Lukman

(6)

Anggia Amanda Lukman, 2015

ABSTRAK

PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) DENGAN TRAFFINGER DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”

( STUDI EKSPERIMEN KEPADA KELAS XI DI SMAN 10 BANDUNG)

Pembelajaran pada dasarnya ialah suatu proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik melalui model pembelajaran, banyak model pembelajaran yang berkembang untuk membantu peserta didik berpikir kritis. Kondisi awal peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran sosiologi di SMAN 10 Bandung yaitu kegiatan belajar mengajar masih berpusat pada pendidik, penggunaan model pembelajaran yang kurang variatif, masih terdapat peserta didik yang tingkat kemampuan berpikir kritisnya rendah dilihat apabila pendidik mengajukan permasalahan sosial untuk di amati serta dianalisis, masih terdapat peserta didik yang kurang tanggap, kurang memberikan gagasan atau ide apabila dihadapkan pada masalah. Dalam hal ini peneliti mencoba mencari solusi dengan menerapkan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning) dan memberi penekanan saat proses belajar melalui penyajian permasalahan sosial yaitu model pembelajaran think-talk and written dan model pembelajaran Traffinger untuk melihat perbedaan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Tujuan peneliti melaksanakan penelitian ini yaitu ingin mengetahui perbedaan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW), model pembelajaran Traffinger dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung. Alasan peneliti melakukan penelitian ini ialah ingin mengubah kebiasaan yang sudah lama terjadi dimana biasanya belajar dipusatkan pada pendidik kini harus berpusat pada peserta didik, ingin meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik melalui penggunaan permasalahan yang dikaitkan dengan materi sehingga peserta didik memiliki kepekaan terhadap lingkungannya. Penelitian ini menggunakan quasi eksperimen, pola penelitian menggunakan Nonequivalent Control Group Design dengan langkah memberi pretest untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik sebelum dilakukan perlakuan, memberikan perlakuan dengan model pembelajaran yang sudah ditentukan pada 2 kelas eksperimen dan satu kelas kontrol dan memberi postets untuk mengetahui kemampuan akhir setelah dilakukan perlakuan, hasilnya diolah menggunakan short method. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Think, Talk and Writen, Traffinger dan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi dengan derajat kebebasan 7 dan taraf signifikan 1% dan t hitung sebesar 3,499.

(7)

Anggia Amanda Lukman, 2015

ABSTRACT

"THE DIFFERENCE OF LEARNING MODEL THINK-TALK -WRITE (TTW) AND TRAFFINGER IN IMPROVING STUDENTS CRITICAL

THINKING SKILLS IN SOCIOLOGY SUBJECT"

(EXPERIMENTAL STUDY IN CLASS XI SMAN 10 BANDUNG)

(8)

Anggia Amanda Lukman, 2015

results are processed using the short method. The results showed that there is no the differences in improving the critical thinking skills by using learning model Think, Talk and Writen, Traffinger and conventional methods in sociology subject with 7 degrees of freedom, a significance level 1% and arithmetic t is 3,499.

(9)

Anggia Amanda Lukman, 2015

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN UCAPAN TERIMAKASIH ... iv

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Stuktur Organisasi Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran ... 10

1. Definisi Model Pembelajaran ... 10

2. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran ... 12

3. Pola-Pola Pembelajaran ... 13

4. Ciri-ciri Model Pembelajaran ... 15

B. Tinjauan Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 16

1. Pengertian Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 17

(10)

Anggia Amanda Lukman, 2015

3. Prosedur Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 19

4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 21

5. Peran dan Tugas Pendidik Dalam Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 23

6. Kelebihan dan Keuntungan Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 24

7. Kekurangan Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 25

C. Tinjauan Model Pembelajaran Traffinger ... 26

1. Pengertian Model Pembelajaran Traffinger ... 27

2. Karakteristik Model Pembelajaran Traffinger ... 28

3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Traffinger ... 28

4. Kelebihan Model Pembelajaran Traffinger ... 29

5. Kekurangan Model Pembelajaran Traffinger ... 30

D. Tinjauan Kemampuan Berpikir Kritis ... 31

1. Pengertian Berpikir Kritis ... 31

2. Tahapan Berpikir Kritis ... 33

3. Cara meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis ... 35

4. Indikator Dalam Meningkatkan Berpikir kritis ... 37

E. Tinjauan Teori ... 39

F. Penelitian Terdahulu ... 44

G. Kerangka Pemikiran ... 46

H. Hipotesis ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Waktu dan Tempat Penelitian ... 52

B. Populasi dan Sempel ... 52

C. Metode Penelitian ... 53

(11)

Anggia Amanda Lukman, 2015

E. Prosedur Penelitian ... 56

F. Definisi Variabel Penelitian ... 57

G. Instrumen Penelitian ... 57

H. Proses Pengembangan Instrumen ... 58

1. Analisis Item Tes ... 58

2. Lembar Observasi ... 64

I. Teknik Pengumpulan Data ... 70

J. Teknik Analisis Data ... 71

1. Data Hasil Tes ... 71

2. Perbedaan Model Pembelajaran Think Talk And Writen Dengan Model Pembelajaran Traffinger ... 73

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Tempat Penelitian ... 74

1. Lokasi Penelitian ... 74

2. Denah Sekolah ... 75

3. Sejarah Sekolah ... 76

B. Hasil Penelitian ... 81

1. Hasil Peserta Didik ... 81

2. Hasil Pengukuran Pretest ... 86

3. Hasil Pengukuran Posttest ... 91

4. Uji Hipotesis Dan Berpikir Kritis ... 97

5. Hasil Observasi Kegiatan Pembelajaran Peserta Didik Pada Kelas Eksperimen Dan Kontrol ... 119

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan ... 128

B. Implikasi dan Rekomendasi ... 132

DAFTAR PUSTAKAN ... 134

(12)
(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai mahluk yang paling sempurna

serta memililki akal sebagai keistimewaan yang diberikan Allah SWT

dibandingkan makhluk lainnya. Dengan akal dan budi manusia senantiasa

berpikir, merenung, menggagas, menginterpretasikan segala macam realita

kehidupan yang dihadapi. Kelebihan manusia sebagai mahluk yang sempurnalah

menuntun dan mengarahkan mereka pada kehidupan yang lebih baik melalui

belajar. Belajar adalah usaha untuk mengetahui sesuatu yang baru, usaha

menguasai artinya aktivitas belajar yang sesungguhnya dan sesuatu yang baru

merupakan hasil yang diperoleh dari aktivitas belajar tersebut. Sebagai hasil

belajar perubahan yang baru itu dapat dirumuskan dalam dimensi dari tidak tahu

menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mau menjadi mau, dan dari

tidak biasa menjadi terbiasa. Proses belajar tersebut dapat diperoleh manusia

melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah.

Sejatinya sekolah sebagai suatu sistem sosial yang berfokus pada sistem

pendidikan merupakan suatu tempat yang memiliki iklim yang kondusif untuk

mendukung proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.

Berdasarkan pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, tujuan

pendidikan nasional yaitu “Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, sekolah sebagai lembaga

pendidikan yang bertugas mengembangkan potensi peserta didik agar mampu

memiliki kemampuan yang dicita-citakan oleh pendidikan di Indonesia. Tujuan

(14)

melaksanan pendidikan Sosiologi dengan baik. Namun pada kenyataannya, saat

proses belajar mengajar pendidik hanya sekedar menyampaikan,

mentransformasikan pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta didik didalam

kelas atau lebih mengutamakan pendidik sebagai pusat pembelajaran (teacher centered learning), sehingga peserta didik tidak terlatih untuk mengasah kemampuan berpikirnya lebih mendalam sebab dikondisikan hanya sekedar

menerima pengetahuan atau informasi yang diberikan (one way traffic). Akibatnya peserta didik kurang memiliki kepekaan, keaktifan terhadap peristiwa

atau fenomena sosial yang ada sekitarnya hingga kehilangan kesempatan

mengemukakan pendapat dan mempertahankan pendapatnya ketika dihadapkan

dengan isu, fenomena sosial yang terjadi.

Permasalahan yang dihadapi saat ini berkenaan dengan kegiatan belajar

mengajar yang kurang efektif terhadap tingkat kemampuan berpikir kritis peserta

didik. Terlihat dari banyaknya tenaga pendidik dalam praktek belajar mengajar

masih menggunakan model atau metode pembelajaran yang kurang variatif,

kreatif sehingga menimbulkan kejenuhan kepada peserta didik. Model

pembelajaran yang digunakan pendidik pada saat ini kebanyakan yang bersifat

ceramah sehingga kurang memberikan penekanan pada saat proses pembelajaran.

Keaktifan peserta didik yang kurang terlihat dari tidak adanya pengajuan

pertanyaan saat kegiatan belajar mengajar.

Permasalahan berawal dari observasi kelas XI IPS 2, XI IPS 3 dan XI IPS 4

SMAN 10 Bandung, peneliti menemukan bahwa terdapat beberapa permasalahan

yang terjadi pada proses pembelajaran yang mempengaruhi tingkat kemampuan

berpikir kritis peserta didik. Permasalahan pada pembelajaran sosiologi di SMAN

10 Bandung secara umum yaitu bahwa ketiga kelas yang diteliti terdapat masalah

yang hampir sama yaitu masih terdapat peserta didik yang tingkat kemampuan

berpikir kritisnya rendah dilihat apabila pendidik mengajukan permasalahan sosial

untuk dianalisis masih terdapat peserta didik yang kurang tanggap, kurang

memberikan gagasan atau ide apabila dihadapkan pada masalah, tidak

(15)

kelas tersebut yang lebih terperinci yaitu pada kelas XI IPS 2 di temukan bahwa

pada saat pendidik masuk dalam kelas, suasana kelas tidak kondusif untuk

melaksanakan pembelajaran terlihat masih banyak peserta didik yang

berjalan-jalan serta gaduh, antusias peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran

sosiologi kurang terlihat ketika pendidik menjelaskan materi terdapat beberapa

peserta didik tidak memperhatikan dan sibuk memainkan handphone, terdapat peserta didik yang tingkat kemampuan berpikirnya rendah ditandai ketika

pendidik mengajukan pertanyaan atau permasalahan sikap peserta didik tidak

menanggapi, tidak mengemukakan pendapat dan tidak mengajukan pertanyaan

ketika dihadapkan dengan masalah, penggunaan model pembelajaran kurang

variatif, peserta didik kurang menghargai keberadaan pendidik yang ditandai

dengan bahasa yang terlontar dari peserta didik yang kurang sopan. Jadi untuk

meminimalisir permasalahan tersebut pendidik harus memberikan model yang

berbeda, inovatif, serta kreatif agar peserta didik memahami materi di samping

dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya.

Permasalahan yang terjadi pada kelas XI IPS 3 tidak berbeda jauh dengan

kelas XI IIS 2, di kelas ini peneliti menemukan bahwa pada saat proses belajar

mengajar terdapat beberapa peserta didik tidak memperhatikan dan sibuk

memainkan handphone, terdapat peserta didik yang tingkat kemampuan berpikirnya rendah ditandai ketika pendidik mengajukan pertanyaan atau

permasalahan, sikap peserta didik tidak menanggapi, tidak mengemukakan

pendapat dan tidak mengajukan pertanyaan ketika dihadapkan dengan masalah,

kelas tidak kondusif, kurangnya antusias peserta didik ketika mengikuti kegiatan

belajar mengajar, penggunaan model yang kurang variatif sehingga tidak

menumbuhkan motivasi, rasa ingin tahu peserta didik dalam belajar dan akibatnya

peserta didik tidak berkesempatan meningkatkan kemampuan berpikir kiritisnya,

serta pembelajaran masih berpusat pada pendidik (teacher centered learning).

Terakhir permasalah yang terjadi di kelas XI IPS 4 hampir sama dengan

kelas sebelumnya yaitu terdapat beberapa peserta didik tidak memperhatikan dan

(16)

berpikirnya rendah ditandai ketika pendidik mengajukan pertanyaan atau

permasalahan sikap peserta didik tidak menanggapi, tidak mengemukakan

pendapat dan tidak mengajukan pertanyaan ketika dihadapkan dengan masalah,

kondisi kelas tidak kondusif, kurangnya antusias peserta didik ketika mengikuti

kegiatan belajar mengajar, model pembelajaran yang kurang variatif sehingga

tidak menumbuhkan motivasi, rasa ingin tahu peserta didik dalam belajar dan

akibatnya peserta didik tidak berkesempatan meningkatkan berpikir kiritisnya

dengan pembelajaran berpusat pada pendidik (teacher centered learning).

Berdasarkan permasalahan yang ada di kelas XI IPS SMAN 10 Bandung,

alternatif pemecahan masalah salah satunya pendidik sebagai salah satu faktor

pendorong yang terpenting untuk menentukan berhasilnya proses belajar mengajar

di dalam kelas. Karena itu pendidik dituntut untuk meningkatkan peran dan

kompetensinya, pendidik yang kompeten akan lebih mampu menciptakan

lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya

sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Upaya

memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan seakan tidak akan pernah usang.

Banyak agenda reformasi yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan.

Beragam program inovatif ikut serta meningkatkan kualitas pendidikan. Belajar

atau pembelajaran merupakan sebuah kegiatan yang wajib tenaga pendidik

lakukan dan berikan kepada peserta didik sebagai tunas bangsa. Karena ia

merupakan kunci sukses untuk menggapai masa depan yang cerah,

mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi.

Melihat peran pendidikan yang begitu penting, maka menerapkan model

pembelajaran yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan.

Salah satu cara yang dapat dipakai agar mendapatkan hasil optimal seperti

yang diinginkan adalah memberi model berbasis masalah dalam proses

pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih model pembelajaran yang

(17)

Model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) merupakan salah satu model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang membantu pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan

mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan dengan

penerapannya. Model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan komunikatif yang mampu mengubah

asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting

kelompok secara keseluruhan. Karakteristik model Think –Talk –Write (TTW) peserta didik dibimbing secara mandiri, berpasangan, dan saling berbagi untuk

menyelesaikan permasalahan. Model ini selain diharapkan dapat mengarahkan

proses belajar mengajar juga mempunyai dampak lain yang sangat bermanfaat

bagi pesrta didik. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari model ini adalah

peserta didik dapat berkomunikasi secara langsung dengan individu lain yang

dapat saling memberi informasi dan bertukar pikiran serta mampu berlatih untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis melalui proses berpikir.

Model Treffinger merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan berpikir dan berbasis masalah yang mengarahkan peserta didik

mampu memecahkan masalah secara kreatif dengan menuangkan ide serta

gagasan potensial sebagai sebuah solusi. Dalam model ini menyebutkan bahwa

terdapat 3 komponen penting yaitu Understanding Challenge (memahami tantangan), generating ideas (membangkitkan gagasan), preparing for Action

(mempersiapkan tindakan) yang kemudian dirinci ke dalam enam tahapan. Model

ini diharapkan dapat melatih serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis

peserta didik dalam memecahkan permasalahan yang muncul di sekitar

lingkungannya, sebab dalam model pembelajaran ini memberikan tekanan dalam

proses pembelajaran.

Dari uraian di atas mengenai model pembelajaran Think –Talk –Write

(TTW) dan Treffinger yang merupakan alternatif dalam memecahkan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya yang akan diteliti lebih

(18)

(TTW) juga pernah digunakan untuk meningkatkan keterampilan menulis

karangan argumentasi pada peserta didik kelas XI SMK Pasundan 1 pada mata

pelajaran bahasa Indonesia. Penerapan model pembelajaran Think –Talk –Write

(TTW) dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah pada peserta didik kelas VII di SLTP. Terakhir,

penggunaan model pembelajaran Traffinger untuk meningkatkan kemampuan kreativitas matematika pada siswa SMP kelas VIII di SMP Kartika Siliwangi

XIX-2.

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana perbedaan kedua

model tersebut dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang

sebelumnya belum pernah di gunakan dalam kegiatan belajar mengajar karena

menggunakan pembelajaran yang berpusat pada pendidik sebagai objek tunggal.

Model pembelajaran yang menarik diharapkan dapat membangkitkan motivasi

belajar, rasa ingin tahu dan melatih kepekaan peserta didik.

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka

penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai seberapa besar

perbandingan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) dengan Traffinger

dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Maka dari itu

penulis akan melakukan sebuah penelitian dengan judul : “PERBEDAAN

MODEL PEMBELAJARAN THINK –TALK –WRITE (TTW) DENGAN

TRAFFINGER DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”.

( STUDI EKSPERIMEN KEPADA KELAS XI DI SMAN 10 BANDUNG)

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka

rumusan masalah pada penelitian ini adalah adakah Perbedaan Model

(19)

Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata Pelajaran Sosiologi ( Studi Eksperimen kepada Kelas XI di SMAN 10 Bandung)”.

Untuk ketercapian sasaran penelitian ini, maka penulis menfokuskan

kajian penelitian dengan rumusan permasalahan sebagai berikut :

1. Adakah perbedaan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW)

dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan

kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi

di kelas XI SMAN 10 Bandung?

2. Adakah perbedaan model pembelajaran traffinger dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir

kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10

Bandung?

3. Adakah perbedaan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW)

dengan model pembelajaran Traffinger dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi di kelas XI

SMAN 10 Bandung?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu untuk

memeroleh informasi dan gambaran mengenai adakah Perbedaan Model

Pembelajaran Think –Talk –Write (Ttw) dengan Traffinger dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata

Pelajaran Sosiologi ( Studi Eksperimen kepada Kelas XI di SMAN 10 Bandung).

2. Tujuan Khusus

(20)

a. Untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran Think –Talk – Write (TTW) dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata

pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung.

b. Untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran Traffinger

dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan

kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran

sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung.

c. Untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran Think –Talk – Write (TTW) dengan model pembelajaran Traffinger dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata

pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoretis

Secara teoretis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

untuk perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang sosiologi khususnya

memberikan pengetahuan yang lebih mendalam tentang pengembangan

kemampuan berpikir kritis peserta didik melalui model pembelajaran Think – Talk –Write (TTW) dan traffinger.

2. Secara Praktis

Secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan penelitian ini dapat

memberikan pengetahuan, seperti:

a. Memberikan informasi kepada mahasiswa sebagai calon pendidik

mengenai penggunaan model pembelajaran Think –Talk –Write

(21)

b. Memberikan sumbangsih pemikiran kepada Program Studi

pendidikan Sosiologi sebagai wahana penambahan pengetahuan dan

konsep keilmuan khususnya model pembelajaran.

c. Memberikan informasi kepada tenaga pendidik mengenai

penggunaan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) dan

Traffinger pada mata pelajaran sosiologi terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi penulisan di dalam penyusunan skripsi ini meliputi lima

bab, yaitu:

BAB I : Pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, stuktur organisasi.

BAB II : Kajian Pustaka. Pada bab ini diuraikan dokumen-dokumen atau data-data

yang berkaitan dengan fokus penelitian serta teori-teori yang mendukung

penelitian penulis.

BAB III : Metode Penelitian. Pada bab ini penulis menjelaskan metodologi

penelitian, teknik pengumpulan data, serta tahapan penelitian yang digunakan

dalam penelitian mengenai PerbedaanModel Pembelajaran Think –Talk –Write

(TTW) dan Traffinger dalam meningkatkan kemempuan berpikir kritsis Pada

Mata Pelajaran Sosiologi Dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis

Peserta Didik Melalui.

BAB IV: Temuan dan Pembahasan. Dalam bab ini penulis menganalisis hasil

temuan data tentang rancangan persiapan pembelajaran, bagaimana melaksanakan

pembelajaran mengunakan model (TTW), pelaksanaan pembelajaran mengunakan model Traffinger pelaksanaan pembelajaran mengunakan model konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir.

BAB V: Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi. Dalam bab ini penulis berusaha

mencoba memberikan kesimpulan dan saran sebagai penutup dari hasil penelitian

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi, Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi yang di pilih untuk melaksanakan penelitian adalah SMAN 10

Bandung beralamat Jalan Cikutra no. 77, Bandung Jawa Barat Indonesia. Alasan

Pemilihan lokasi ini karena sebelumnya peneliti sudah melakukan pengamatan

terhadap proses pembelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung.

Permasalahan yang nampak dari hasil observasi yaitu masih terdapat peserta didik

yang tingkat kemampuan berpikir kritisnya rendah apabila pendidik mengajukan

permasalahan sosial untuk diamati serta dianalisis masih terdapat peserta didik

yang kurang tanggap, kurang memberikan gagasan atau ide apabila dihadapkan

masalah, kurang memperhatikan pemaparan guru sehingga suasana kelas tidak

kondusif serta kurangnya motivasi peserta didik dalam melakukan proses belajar

mengajar. Adapun waktu penelitian yang dilakukan yaitu pada semester ganjil

tahun ajaran 2014/2015 mulai tanggal 17 November – 29 November selama 2

minggu, dimana setiap minggunya terdapat 2 kali pertemuan pada masing-masing

kelas.

B. Populasi dan Sempel

Populasi menurut Komarudin (dalam Mardalis 2003, hlm. 53) “populasi

adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulan”. Jadi populasi adalah keseluruhan dari sampel

yang memiliki karakteristik tertentu yang sudah ditentukan. Populasi dalam

penelitian ini dipilih peserta didik kelas XI IPS SMAN 10 Bandung. Jumlah

Populasi kelas XI IPS 2,3,4 di SMAN 10 Bandung .

(23)

mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena

keterbatasan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari

populasi tersebut. Dengan demikian sampel yang digunakan ialah tiga kelas XI

IPS 2,3 dan 4 dengan jumlah 24 peserta didik. Untuk setiap kelas di ambil 8

peserta didik dengan kriteria 4 peserta didik yang memperoleh nilai tertinggi dan

4 peserta didik yang memperoleh nilai terendah.

Rencana penelitian ini akan dilaksanakan di SMAN 10 Bandung. Bila

populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada

populasi, misalnya karena keterbatasan waktu maka peneliti dapat menggunakan

sampel yang diambil dari populasi tersedut. Karena itu, sampel yang diambil

dalam penelitian ini yaitu peserta didik kelas XI IPS 2, XI IPS 3 dan XI IPS 4. Hal

ini karena pada penelitian, peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel

purposive sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel dengan cara menentukan sendiri sampel yang akan di ambil sesuai dengan kriteria yang

ditentukan oleh peneliti itu sendiri.

Teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel dengan cara menentukan sendiri sampel

yang akan diambil sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh peneliti itu sendiri.

Pada penelitian ini mengelompokkan kelas yang terdiri dari kelas eksperimen 1

yaitu kelas XI IPS 4 menggunakan model pembelajaran Think-Talk-Write, kelas eksperimen 2 yaitu kelas XI IPS 2 menggunakan model pembelajaran Traffinger

dan kelas kontrol yaitu kelas XI IPS 3 menggunakan model pembelajaran

konvensional dimana pendidik menggunakan metode ceramah dan diskusi dalam

proses belajar mengajar.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi eksperimen. Pengertian

(24)

ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk

mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan ekperimen.

Tujuan dari penelitian eksperimen adalah untuk menyelidiki ada tidaknya

hubungan sebab akibat dengan cara memberikan perlakuan tertentu pada

kelompok eksperimen. Sesuai dengan pendapat Arikunto (dalam Fanny ,2014,

hlm 61) “ eksperimen selalu dilakukan dengan maksud untuk akibat dari suatu

perlakuan.” Pemilihan metode ini disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai,

yaitu untuk menguji perbedaan model pembelajaran think –talk –write (ttw) dengan traffinger dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran sosiologi.

D. Desain Penelitian

Penelitian di desain menggunakan desain nonequivalent control group design yang termasuk dalam bentuk quasi eksperimen yang dikembangkan dari

true experimental design. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang

mempengaruhi pelaksanaan ekperimen. Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, perbedaanya hanya pada desain ini kelompok eksperimen dan kelompok control tidak dipilih secara acak.

Gambar 3.1 Pola Penelitian Nonequivalent Control Group Design

Sumber : Sugiyono (2012, hlm. 79)

Keterangan :

O1

Xe1 Xe2

O2

(25)

O1= Pretest (test Awal) dilakukan untuk mengetahui perkembangan kemampuan

berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi sebelum dilakukan

perlakuan (treatment) pada kelas kelompok eksperimen.

O2=Posttest (tes akhir) dilakukan untuk mengetahui perkembangan kemampuan

berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi sesudah dilakukan

perlakuan (treatment) pada kelas kelompok eksperimen.

O3= Pretest (test Awal) Pretest (test Awal) dilakukan untuk mengetahui

perkembangan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran

sosiologi sebelum dilakukan perlakuan (treatment) pada kelas kelompok control. O4= Posttest (tes akhir) dilakukan untuk mengetahui perkembangan kemampuan

berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi sesudah dilakukan

perlakuan (treatment) pada kelas kelompok kontrol.

Xe1= treatment (perlakuan) pengajar mata pelajaran sosiologi dengan menggunakan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW).

Xe2= treatment (perlakuan) pengajar mata pelajaran sosiologi dengan menggunakan model pembelajaran Traffinger.

Xk= treatment (perlakuan) pengajar mata pelajaran sosiologi dengan menggunakan metode konvensional.

Pada penelitian ini menggunakan tiga kelas, dua kelas sebagai kelas

eksperimen yaitu eksperimen satu dan eksperimen 2 kemudian satu kelas sebagai

kelas kontrol. Ketiga kelas tersebut sebelumnya telah dilakukan observasi sebagai

langkah awal untuk mengetahui kondisi kelas sebelum di lakukan pretest dan

treatment. Pemberian Pretest dilakukan pada ketiga kelas yang dijadikan sebagai penelitian untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik sebelum diberikan

treatment atau perlakuan. Setelah dilakukan pretest pada masing masing kelas penelitian, selanjutnya setiap kelas di berikan treatment atau perlakuan. Untuk kelas eksperimen satu menggunakan model pembelajaran Think –Talk –Write, kelas eksperimen dua menggunakan model pembelajaran Traffinger, dan kelas kontrol tidak menggunakan perlakuan secara khusus dalam proses pembelajaran

(26)

penelitian melaksanakan pretest dan posttest, langkah selanjutnya ialah pemberian

postest untuk melihat kemampuan peserta didik setelah dilakukan treatment. Setelah dilakukan eksperimen pada masing-masing kelas, peneliti selanjutnya

mengolah hasil pretest dan postest untuk menguji perbedaan keberhasilan antar perlakuan tersebut.

Keberhasilan pada kelas eksperimen satu akan dibandingkan dengan kelas

kontrol sebagai uji hipotesis 1, kelas eksperimen dua akan dibandingkan dengan

kelas kontrol sebagai uji hipotesis 2 dan kelas eksperimen satu akan dibandingkan

dengan kelas eksperimen dua sebagai uji hipotesis 3. Berdasarkan pembahasan

yang diuraikan sebelumnya, maka pada dasarnya penelitian eksperimen adalah

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian perlakuan pada

kelas yang diteliti.

E. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang di tempuh dalam penelitian antara lain :

1. Tahap Persiapan

a. Studi pendahuluan (Pra penelitian) dilaksanakan melalui observasi

dan wawancara terhadap guru mata pelajaran Sosiologi di SMAN 10

BANDUNG.

b. Studi literatur, dilakukan untuk memperoleh teori-teori yang relevan

mengenai masalah yang tengah diuji.

c. Telaah kurikulum mengenai pokok bahasan yang akan dijadikan

sebagai materi dalam penelitian.

d. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran.

e. Membuat dan menyusun instrumen penelitian.

f. Menguji instrumen penelitian.

g. Menganalisis hasil uji coba instrumen.

2. Tahap Pelaksanaan

(27)

b. Memberikan perlakuan (treatmeant) berupa pengajaran mata pelajaran Sosiologi dengan menggunakan model TTW pada

kelompok eksperimen satu dan Traffinger pada kelas eksperimen dua dan pengajaran menggunakan metode konvensional pada kelas

kontrol.

c. Melakukan tes akhir (posttest) terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

3. Tahap Akhir

a. Melakukan analisis dan penelitian

b. Membahas hasil penemuan penelitian

c. Memberikan kesimpulan dan saran.

F. Definisi Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2012, hlm. 38), mengungkapkan bahwa “ variabel

penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.”

Jadi, dapat disimpulkan bahwa variabel adalah bagian dari yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan diteliti sehingga peneliti dapat menarik

kesimpulan dari hasil variabel tersebut.

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu :

1. Variabel Independent (bebas) atau Variabel X merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadikan sebab perubahanya atau timbulnya

variabel dependent (terikat). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel X yaitu :

X1 : penggunaan model pembelajaran Think-Talk-Write

X2 : penggunaan model pembelajaran Traffinger

2. Variabel Dependent (terikat) atau Variabel Y merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya adanya variabel

(28)

kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran Sosiologi kelas XI di

SMAN 10 BANDUNG.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.

Munurut Sugiyono (2012, hlm. 102) “instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang tengah diamati.

Untuk itu, alat yang digunakan peneliti dalam penelitian ini antara lain:

1. Tes Kemampuan

Pretest, tes ini diberikan kepada masing-masing kelas penelitian yang terdiri dari kelas eksperimen satu, dua dan kelas kontrol kemudian

dikerjakan secara individual untuk mengetahui kemampuan awal

sebelum melakukan treatmen atau perlakuan. Pos-test, tes ini diberikan kepada masing-masing kelas penelitian yang telah melaksanakan

treatment atau perlakuan dengan materi tertentu. Soal posttest hampir sama dengan soal pretest. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan peserta didik setelah diberikan treatment.

2. Lembar Observasi

Lembar yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas

selama pelaksanaan pembelajaran Sosiologi dengan penerapan model

pembelajaran yang diujikan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan

sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian dan dapat

membantu peneliti dalam mengumpulkan data penelitian yang ada

relevasinya dengan permasalahan dalam penelitian.

H. Proses Pengembangan Instrumen

(29)

Analisis item tes merupakan tugas yang sudah melibatkan kita kepada

proses pengukuran dalam penelitian yang dijalankan. Menurut Sumaatmadja

(1980, hlm. 138) langkah analisis item berawal dari membuat kunci jawaban,

menentukan pedoman penilian menentukan tingkat signifikansi tiap item,

menentukan tingkat kesukaran tiap item, menentukan tingkat signifikansi dan

indeks kesukaran tiap item. Langkah dan ketentuan melakukan analisis item

sebagai berikut :

a. Membuat Pedoman Penilian dan Kunci Jawaban

Pedoman penilian objektifitas tes yang menggunakan metode

statistik (Sumaatmadja, 1980, hlm 138), menggunakan rumus sebagai

berikut :

Keterangan :

S : Angka (score) yang diperoleh dari penembakan R : Jumlah Item yang dijawab dengan benar (Right) W : Jumlah item yang dijawab salah (Wrong)

0 : Banyak pilihan (Option) 1 : Angka tetap

b. Membuat Ketentuan Tingkat Signifikansi Tiap Item

Tingkat signifikan tiap item didasarkan atas selisih jawaban yang

salah dengan yang salah diantara kelompok rendah (WL) dengan

kelompok tinggi WH, atau WL-WH. Angka selisih yang signifikan untuk

tiap item yang memperlihatkan daya pembeda itu, dinyatakan pada tabel

(30)

Table 3.1 Tingkat Pembeda Tiap Item Yang Signifikan Yang ditunjukkan

(WL-WH), pada angka tersebut atau diatasnya yang

di tetapkan sebagai tingkat pembeda yang signifikan

2 3 4 4

Sumber : Sumaatmadja (1980, hlm.139)

Jadi, tiap item dihitung (WL-WH) jika angka dalam tabel tersebut

sesuai dengan tabel diatas atau lebih tinggi dari pada itu, berarti memiliki

daya pembeda yang signifikan. Sehingga tidak perlu diganti atau

diperbaiki.

c. Menentukan Indeks Kesukaran Tiap Item

Menurut (Sumaatmadja, 1980. Hlm 140) dalam menentukan tingkat

(31)

Difficulty Indeks =

Keterangan :

WL : kelompok rendah yang membuat kesalahan, menjawab item

dengan salah. Keseluruhan kelompok rendah = 27% dari seluruh yang di

test.

WH : kelompok tinggi yang membuat kesalahan, menjawab item

dengan salah. Keseluruhan kelompok rendah = 27% dari seluruh yang di

test.

100 : Konstanta

n : 27% dari yang di test ( 27%dari N)

N : jumlah individu yang di test

0 : banyak pilihan pada tiap item

Untuk menentukan tiga tingkat kesukaran item menggunakan

ketentuan :

Item mudah : jika 16% yang ditest tidak dapat menjawab item tersebut.

Item sedang : jika 50% yang ditest tidak dapat menjawab item tersebut.

Item sukar : jika 84% yang ditest tidak dapat menjawab item tersebut.

Atau dapat juga menggunakan table dari J.C Stanley dalam buku Measurement Today ‘s School menjelaskan rumus dalam mencari WL-WH nilai pada tingkatan kesukaran dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 3.2 Nilai Pada Tiga Tingkat Kesukaran

Presentase yang

ditest yang

menjaweab item

dengan salah

Jumlah Pilihan (Option) Tiap Item

2 3 4 5

(32)

50 0,50n 0,667n 0,750n 0,800n

84 0,84n 1,120n 1,260n 1,344n

(Sumaatmadja 1984, hlm.135)

Untuk mempermudah memahami tingkat kesukaran dengan

menggunakan table yang ada diatas, peneliti mengukur hasil penelitian

eksperimen ini menggunakan pretest dn posttest berupa alat tes yaitu soal

berbentuk pilihan ganda denghan jumlah option 5 buah. Maka jumlah

kelompok rendah dari kelompok tinggi yaitu 27% x 25 = 6,75 atau 7

dengan perhitungan sebagai berikut :

Mudah : 0,256 x 8 = 1,972 /2 ≤ 2

Sedang : 0,800 x 8 = 5,6  3-8

Sukar : 1,344 x 8 = 9,408 ≥ 9

d. Memperbaiki dan Mengganti Item

Menurut Sumaatmadja (1980, hlm. 140) dalam memperbaiki dan

mengganti item, digunakan pedoman sebagai berikut :

Item yang diganti :

1) Jika daya pembedanya (WL-WH) tidak signifikan dan indeks

kesukarannya lebih dari 100.

2) Jika daya pembedanya tidak signifikan, dan indeks kesukarannya

sama dengan nol (tidak mempunyai indeks kesukaran).

Item-item yang di perbaiki :

1) Jika daya pembedanya signifikan, tetapi indeks kesukarannya lebih

dari 100.

2) Jika daya pembedanya tidak signifikan, tetapi indeks kesukarannya

kurang dari 100.

(33)

tidak, dan indeks kesukarannya lebih atau kurang dari 100, seluruh item

(34)

Table 3.3 Hasil Uji Coba Pretest Berdasarkan Daya Pembeda Dan Indek

Kesukaran

Sumber : Diolah oleh peneliti

Berdasarkan tabel di atas, analisis uji coba soal pretest didapatkan item-item soal yang harus diganti dan di perbaiki, diantaranya:

(35)

signifikan atau tidak, dan indeks kesukarannya lebih atau kurang

dari 100, seluruh item test ditabulasikan kedalam bentuk table

dari J.C Stanley pada buku Measurement Today’s school sebagai

berikut :

Table 3.4 Hasil Uji Coba Postest Berdasarkan Daya Pembeda Dan Indek

Kesukaran

Sumber : Diolah oleh peneliti

(36)

a) Item yang harus diganti yaitu nomor 3, 5, 7, 9, 13, 17, 24, 25

2. Lembar Observasi

Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

sebagai pedoman yang dilakukan untuk memperoleh gambaran secara

langsung keterlaksanaan penerapan model pembelajaran Think-Talk-Write

dan Traffinger. Obeservasi dilakukan sebagai bahan evaluasi pendidik dalam menerapkan model pembelajaran yang tujuannya untuk melihat keterlibatan

peserta didik dalam proses belajar mengajar melalui arahan pendidik sebagai

fasilitator agar sesuai dengan yang diharapkan dalam langkah pembelajaran.

Berikut lembar observasi model pembelajaran di dalam kelas.

Table 3.5 Lembar Observasi Model Pembelajaran Think-Talk-Write

NO ASPEK YANG DIOBSERVASI KETERANGAN SARAN

YA TIDAK

1 A. Tahap Orientasi

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran TTW

3. Guru mengarahkan peserta didik agar siap mengikuti proses pembelajaran

4. Guru memotivasi peserta didik untuk membangkitkan minat belajar

2 B. Tahap Perumusan Permasalahan

1. Guru mengajukan sebuah

permasalahan berupa teks atau artikel (Think)

2. Guru membimbing peserta didik untuk membaca permasalahan dan merumuskan masalah

(37)

1. Guru mengarahkan peserta didik

untuk berinteraksi dan

berkolaborasi dengan teman satu groupnya untuk membahas isi catatan (Talk)

2. Guru memancing peserta didik dengan pertanyaan agar peserta didik dapat menjawab sebagai penjelasan atas masalah atau pertanyaan yang dirumuskan 3. Guru menjawab ya atau tidak atas

pertanyaan peserta didik sebagai jawaban yang mereka kemukakan

4 D. Mengumpulkan Data

1. Guru membimbing peserta didik untuk menggunakan informasi yang dibutuhkan

2. Guru mengarahkan peserta didik untuk menggunakan informasi untuk menguji hipotesis yang diajukan

3. Guru membimbing peserta didik untuk mengkontruksikan sendiri

pengetahuan yang memuat

pemahaman dalam bentuk tulisan (Write)

5 E. Menguji Hipotesis

1. Guru membimbing agar peserta

didik dapat mengemukakan

pendapat

2. Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menyampaikan hasil pekerjaaanya

6 F. Tahap Perumusan Kesimpulan

1. Guru membimbing peserta didik merumuskan kesimpulan

2. Guru memberikan komentar dan penjelasan tentang hasil kegiatan belajar

(38)

Table 3.6 Lembar Observasi Model Pembelajaran Traffinger

NO ASPEK YANG DIOBSERVASI KETERANGAN SARAN

YA TIDAK

1 A. Tahap Orientasi

a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

b. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran Traffinger

c. Guru mengarahkan peserta didik agar siap mengikuti proses pembelajaran

d. Guru memotivasi peserta didik untuk membangkitkan minat belajar

2 B. Tahap Perumusan Permasalahan

1. Guru mendemonstrasikan/

menyajikan fenomena yang dapat mengundang keingintahuan 2. Guru membimbing peserta didik

untuk mengamati permasalahan dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi masalah

3 C. Tahap Mengembangkan Hipotesis

1. Guru memberi waktu dan kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan gagasan serta membimbing siswa untuk menyepakati alteratif pemecahan 2. Guru memancing peserta didik

dengan pertanyaan agar peserta didik dapat menjawab sebagai penjelasan atas masalah atau pertanyaan yang dirumuskan 3. Guru menjawab ya atau tidak atas

pertanyaan peserta didik sebagai jawaban yang mereka kemukakan

4 D. Mengumpulkan Data

1. Guru membimbing peserta didik untuk menggunakan informasi yang di butuhkan

(39)

untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam memecahkan masalah

5 E.Menguji Hipotesis

1. Guru membimbing agar peserta didik dapat mengemukakan pendapat

2. Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk

menyampaikan hasil

pekerjaannya

3. Guru membimbing peserta didik untuk mengkontruksikan sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dalam bentuk tulisan

6 F. Tahap Perumusan Kesimpulan

1. Guru membimbing peserta didik merumuskan kesimpulan.

2. Guru memberikan komentar dan penjelasan tentang hasil kegiatan belajar

(40)

Table 3.7 Lembar Observasi Model Pembelajaran Konvensional

NO ASPEK YANG DIOBSERVASI KETERANGAN SARAN

YA TIDAK

1 A. Tahap Orientasi

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran

3. Guru mengarahkan peserta didik agar siap mengikuti proses pembelajaran

4. Guru memotivasi peserta didik untuk membangkitkan minat belajar

2 B. Tahap Perumusan

Permasalahan

1. Guru menjelaskan materi 2. Guru membimbing peserta

didik untuk membaca dan menanyakan materi mana yang sulit dimengerti

3. Guru memancing peserta didik dengan pertanyaan agar peserta didik dapat menjawab sebagai penjelasan atas pertanyaan yang dirumuskan

4 D. Mengumpulkan Data

1. Guru membimbing peserta didik untuk menggunakan informasi yang dibutuhkan seperti buku.

2. Guru mengarahkan peserta didik untuk menggunakan informasi

(41)

sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dalam bentuk tulisan

5 E. Menguji Hipotesis

1. Guru membimbing agar

6 F. Tahap Perumusan Kesimpulan

1. Guru membimbing peserta didik merumuskan kesimpulan 2. Guru memberikan komentar

dan penjelasan tentang hasil kegiatan belajar

Sumber : Diolah oleh peneliti

I. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua hal utama yang dapat mempengaruhi kualitas data hasil

penelitian diantaranya kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan

data. Kualitas pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang

digunakan untuk mengumpulkan data, karena itu instrumen yang telah teruji

belum tentu dapat menghasilkan data yang baik apabila instrumen tersebut tidak

digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik tes dan lembar observasi. Menurut Arikunto (dalam Purwasih, 2006, hlm.

150) mengungkapkan bahwa tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta

alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan intelegensi,

kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok. Tes yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu tes berupa pilihan ganda (pretest dan

(42)

treatment atau perlakuan. Sedangkan lembar observasi digunakan untuk mengetahui keterlibatan peserta didik dalam penerapan model pembelajaran.

J. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian melalui tes hasil belajar pretest dan

posttest terhadap kelas eksperimen 1, eksperimen 2 dan kelas kontrol. Adapun prosedur pengolahan data-data tersebut dilakukan melalui analisis secara

kuantitatif adalah sebagai berikut :

1. Data Hasil Tes

a. Menguji Soal Pretest dan Postest

Pengujian soal pretest dan posttest dilakukan di kelas yang berbeda,

dengan kata lain bukan dilakukan pada kelas eksperimen atau kontrol

yang menjadi tempat penelitian. Langkah pertama yaitu dengan membuat

kisi-kisi soal prestest dan posttest, membuat soal dengan materi yang akan menjadi bahasan selama melakukan penelitian. Kemudian soal

pretest dan posttest diujikan kepada kelas yang bukan menjadi kelas penelitian, kelas yang menjadi tempat pengujian yaitu XI IPS 1 dan 2 di

SMA PGII 2 BANDUNG. Selanjutnya, membuat ketentuan tingkat

signifikansi tiap item soal yang didasarkan atas selisih jawaban yang

salah diantara kelompok rendah (WL) dan kelompok yang tinggi (WH).

Langkah selanjutnya yaitu menentukan indeks kesukaran tiap item yang

merupakan gambaran kemampuan peserta didik ketika menjawab soal.

Setalah melewati langkah demi langkah, selanjunya dilakukan perbaikan

atau pergantian item soal karena apabila soal yang seharusnya diganti

atau diperbaiki tidak dilakukan perbaikan maka dikhawatirkan akan

berakibat terhadap soal yang akan di berikan kepada peserta didik kelas

penelitian.

b. Uji T dengan menggunakan Short Method

(43)

mengetahui perbedaan keberhasilan penerapan model pembelajaran.

Short method dipilih karena menurut peneliti jauh lebih efisien dan penggunaanya tidak sulit. Dengan rumus :

Keterangan :

MD : Hasil dari rata-rata D dibagi jumlah sampel

∑d² : rata-rata nilai d N : jumlah sampel

Untuk mengetahui perbedaan keberhasilan melalui uji t Traffinger

maka peneliti menguji hipotesi uji, diantaranya :

1) Hipotesis nol (Ho)

Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis

antara model pembelajaran Think-Talk-Write dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi.

Hipotesis Alternatif (H1)

Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis

antara model pembelajaran Think-Talk-Write dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi.

2) Hipotesis nol (Ho)

Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis

antara model pembelajaran Traffinger dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi.

Hipotesis Alternatif (H1)

Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis

(44)

3) Hipotesis nol (Ho)

Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis

antara model pembelajaran Think-Talk-Write dengan metode

Traffinger pada mata pelajaran sosiologi. Hipotesis Alternatif (H1)

Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis

antara model pembelajaran Think, Talk and Writen dengan metode Traffinger pada mata pelajaran sosiologi.

2. Perbedaan Model Pembelajaran Think Talk And Writen Dengan

Model Pembelajaran Traffinger

Pada penelitian ini menggunakan Matched Subjects Designs yang dilakukan terhadap subjek demi subjek. Berbeda dengan Matched Groups Designs yang dilakukan terhadap group sebagai keseluruhan, suatu unit. Menurut Hadi ( 1994, hlm. 484) mengungkapkan bahwa Matched Subjects Designs terdapat pemisahan pasangan-pasangan subjek (pair of subjects)

masing-masing ke grup eksperimen dan kontrol secara otomatis akan

(45)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Bab V simpulan dan saran merupakan bagian terakhir dalam penelitian ini,

bab ini didasarkan pada seluruh hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti

untuk menjawab semuan pertanyaan atau hipotesis penelitian. Pada bab terakhir

ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang berjudul “Perbedaan Model

Pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) Dengan Traffinger Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata Pelajaran

Sosiologi” (Studi Eksperimen kepada Kelas XI di SMAN 10 Bandung), selama 2 minggu yang berlokasi di SMAN 10 Bandung beralamat Jalan Cikutra

no. 77, Bandung Jawa Barat Indonesia. Kelas yang menjadi penelitian terdiri dari

tiga kelas yaitu dua kelas eksperimen dan satu kelas kontrol.

Pada bagian akhir dari penyusunan skripsi akan dikemukakan hal-hal pokok yang

disajikan sebagai pemaknaan penelitian terhadap hasil penelitian yang diperoleh

berdasarkan kesimpulan dan saran.

A. Simpulan

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan

oleh peneliti pada bab sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil

beberapa kesimpulan yaitu tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir

kritis antara model pembelajaran Think –Talk –Write, model pembelajaran

Traffinger dan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran sosiologi pada masing-masing model di kelas eskperimen dan kontrol. Untuk lebih jelasnya

akan diuraikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan tabel dan perhitungan pada kelas eksperiemen satu dengan

model pembelajaran Think –Talk –Write dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajarn konvensional, dengan derajat

kebebasan untuk t-test adalah jumlah sampel yang diteliti dikurangi

(46)

tersebut, didapat nilai t hitung sebesar -2,049. Untuk menolak hipotesis

nol (Ho), diperlukan nilai t hitung yang sama atau lebih besar dari 3,499

dan lebih kecil dari -3,499 dengan taraf signifikan 1% dan derajat

kebebasan 7. Karena nilai t-hitung yang diperoleh lebih kecil dari 3,499

dan lebih besar dari -3,499 pada taraf signifikan 1%, maka H1 ditolak

dan Ho diterima. Jadi, tidak terdapat perbedaan peningkatan

kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Think –Talk – Write dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi pada kelas eksperimen 1 dikelas XI IPS 4 dan kelas kontrol dikelas XI IPS 3.

2. Berdasarkan tabel dan perhitungan pada kelas eksperiemen dua dengan

model pembelajaran Traffinger dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajarn konvensional, derajat kebebasan

untuk t-test adalah jumlah sampel yang diteliti dikurangi satu, atau

8-1=7. Dari proses penghitungan dengan menggunakan cara hitung short method tersebut, didapat nilai t hitung sebesar -1. Untuk menolak hipotesis nol (Ho), diperlukan nilai t hitung yang sama atau lebih besar

dari 3,499 dan lebih kecil dari -3,499 dengan taraf signifikan 1% dan

derajat kebebasan 7. Karena nilai t-hitung yang diperoleh lebih kecil

dari 3,499 dan lebih besar dari -3,499 pada taraf signifikan 1%, maka

H1 ditolak dan Ho diterima. Jadi, tidak terdapat perbedaan peningkatan

kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Traffinger dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi pada kelas

eksperimen 2 dikelas XI IPS 2 dan kelas kontrol dikelas XI IPS 3.

3. Berdasarkan tabel dan perhitungan pada kelas eksperiemen satu dengan

model pembelajaran Think –Talk –Write dengan kelas eksperimen dua menggunakan model pembelajaran Traffinger,dengan derajat kebebasan untuk t-test adalah jumlah sampel yang diteliti dikurangi

satu, atau 8-1=7. Dari proses penghitungan dengan menggunakan cara

(47)

atau lebih besar dari 3,499 dan lebih kecil dari -3,499 dengan taraf

signifikan 1% dan derajat kebebasan 7. Karena nilai t-hitung yang

diperoleh lebih kecil dari 3,499 dan lebih besar dari -3,499 pada taraf

signifikan 1%, maka H1 ditolak dan Ho diterima. Jadi, tidak terdapat

perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model

pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) dengan model pembelajaran

Traffinger dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi pada kelas eksperimen 1 dikelas

XI IPS 4 dan kelas eksperimen 2 dikelas XI IPS 2.

Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat beberapa faktor yang menjadi

alasan tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara

kedua model pembelajaran, antara lain :

1. Waktu pelaksanaan posttest tidak dilakukan secara linear.

2. Bocornya jawaban posttest, ditunjukan dari hasil antara tiga kelas penelitian yang hampir sama dengan nomor soal yang betul sama.

3. Letak kelas yang berdampingan

4. Suasana sekolah yang tidak kondusif

Walaupun tidak ada terdapat perbedaan pada hasil posttest dalam menjawab pertanyaan penelitian, bila dibandingkan antara hasil pretest dengan hasil posttest

terlihat terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Terlihat jelas pada skor

rata-rata pretest peserta didik pada kelas eksperimen 1 adalah 11,13; kelas eksperimen 2 adalah 11,25 dan kelas kontrol adalah 11,5. Sedangkan Skor rata-rata peserta

didik pada hasil postest antara lain kelas eksperimen 1 adalah 20,25; kelas eksperimen 2 adalah 19,75 dan kelas kontrol adalah 19,5. Sebab, Pemberian soal

berupa pretest dan postest merupakan salah satu cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis karena meningkatkan rasa ingin tahu yang dapat dilakukan dengan

(48)

Sedangkan dalam prosesnya, cara meningkatkan kemapuan berpikir kritis melalui

membaca dengan kritis dan meningkatkan daya analisis dari penyajian

permasalahan soal, serta diskusi yang kaya saat pemberian permasalahan yang

sudah disesuikan dengan indikator kemampuan berpikir kritis.

Dengan demikian, ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara

model pembelajaran Think –Talk –Write, Traffinger dan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi bila dibandingkan antara pretest dan posttest. Faktor

pendorong terjadinya Perbedaan hasil pretest dan posttest, diantaranya :

1. Penggunaan model pembelajaran yang variatif dalam kegiatan belajar

mengajar.

2. Mengaitkan materi belajar dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.

3. Media yang digunakan bervariasi.

4. Perbedaan usia peneliti dengan peserta didik tidak terlalu jauh.

Meskipun demikian, peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik

tidak dapat diukur dari perolehan hasil belajar berupa tes pilihan ganda saja,

melainkan dapat dilihat dari proses penerapan model pembelajaran Think –Talk – Write dan model pembelajaran Traffinger. Hal ini sejalan dengan pendapat pada teori belajar kognitif yang lebih mementingkan proses dibandingkan hasilnya. Hal

ini terlihat pada penilian peningkatan berpikir peserta didik selama proses belajar

menggunakan model pembelajaran Think –Talk –Write kemampuan berpikir kritis peserta didik diatas 3,00 dan traffinger kemampuan berpikir kritis peserta didik diatas 2,88 dengan predikat baik sedangkan kontrol 2,66.

Pada proses penerapan model pembelajaran Think –Talk –Write,

kemampuan yang diperoleh peserta didik ketika dilihat dari prosesnya selain

meningkatkan kemampuan berpikir kritis dari pengetahuan-pengetahuan yang

berkembang selama proses penggalian informasi, meningkatkan kemampuan

dalam berbicara dan mengemukakan pendapat. Pendapat peneliti sejalan dengan

teori belajar kognitif, jika dalam teori perkembangan Piaget perkembangan

(49)

perkembangan Bruner pekembangan bahasa besar pengaruhnya dalam

perkembangan kognifif. Maka dalam penelitaian ini, model pembelajaran Think, Talk and written sejalan dengan teori perkembangan kognitif Bruner, dimana jika peserta didik berhasil melewati langkah pembelajaran ini maka selain

meningkatkan kemampuan berbahasa juga meningkatnya kognitif peserta didik,

akibat pemberian pemasalahan untuk didiskusikan.

Sedangkan pada proses penerapan model pembelajaran Traffinger, pada situasi belajar seperti ini keterlibatan seseorang secara langsung dalam situasi

belajar tersebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu

tersebut memcahkan masalah. Dengan kata lain, pendapat peneliti sejalan dengan

pendapata pada teori Gestalt yang menyatakan bahwa yang paling penting dalam

proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh individu.

Dengan demikian proses pembelajaran pada masing-masing model

pembelajaran merupakan salah satu hal yang paling penting karena pendapat

peneliti ini sejalan dengan pendapat pada teori belajar kognitif lebih

mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Keterlibatan peserta

didik secara langsung dalam situasi belajar melalui pemberian isu, fenomena atau

permasalahan sosial tersebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat

membantu individu tersebut memcahkan masalah. Sebagai hasilnya, dapat

membawa perubahan bagi peserta didik baik perubahan sikap, pengetahuan atau

keterampilan. Sebab dalam proses belajarnya peserta didik dituntut untuk berpikir

secara lebih dalam, memiliki kepekaan, keaktifan dalam menghadapi peristiwa

atau fenomena sosial sehingga mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis

melalui proses berpikir.

B. Implikasi, Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dan kesimpulan di atas

(50)

1. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang

lebih baik perlu dilakukan secara berkesinambungan artinya terus

menerus dengan menggunakan model pembelajaran yang partisifatif,

aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan (PAIKEM).

2. Ketika pemilihan model pembelajaran harus bisa menciptakan suasana

belajar yang menyenangkan dan disesuaikan dengan tujuan

pembelajaran pada rencana pelaksanaan pembelajaran, sehingga

mampu mendorong minat peserta didik dalam mengikuti kegiatan

belajar belajar, menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik yang

berdampak pada pemahaman materi yang lebih cepat.

3. Bagi teman mahasiswa atau peneliti yang akan melakukan penelitian

model pembelajaran, hendaknya memperhatikan jadwal pembelajaran

untuk tidak melakukan penelitian berdekatan dengan pelaksanaan ujian

semester dan ujian praktek, sebab dapat menganggu dan mempengaruhi

hasil penelitian. Saat memberikan postest diusahakan dilakukan secara

Gambar

Gambar 3.1  Pola Penelitian Nonequivalent Control Group Design
Table 3.1 Tingkat Pembeda Tiap Item Yang Signifikan Yang ditunjukkan Oleh Perbedaan WL-WH
Tabel 3.2 Nilai Pada Tiga Tingkat Kesukaran
Table 3.3 Hasil Uji Coba Pretest Berdasarkan Daya Pembeda Dan Indek
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdul-Razzak KK dkk 23 mengenai hubungan antara kadar vitamin E dan vitamin C plasma terhadap tingkat

3 DESA NAGA HUTA KECAMATAN SIANTAR MARIMBUN NAGA HUTA SIANTAR MARIMBUN PEMATANG SIANTAR SUMATERA UTARA Kandidat Careworker... SIMPANG III

Perhitungan dosis resep obat telinga, mata, mulut dan gigi ... Interaksi resep obat telinga, mata, mulut dan

By implementing this method, the students have more chances to speak in a class without queuing too long, therefore their speaking skill improved during the

Apabila seorang remaja memiliki konsep diri yang positif terhadap dirinya sendiri, maka di dalam perkembangan sikap yang dimiliki remaja akan berpengaruh baik ketika

Hasil mind mapping siklus II penilaian setiap indikator yaitu siswa telah menuliskan kata kunci, data pendukung berupa diagram Venn, menuliskan cabang dari setiap sub topik

Setelah tombol start ditekan maka, sensor photodiode akan mendeteksi adanya benda dalam box penampungan benda, selanjutnya silinder pneumatic 1 akan mundur dan

Berdasarkan informasi mengenai kondisi yang terjadi terhadap sumberdaya ikan tongkol di Cilauteureun yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, maka diperlukan adanya upaya