• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETIDAKPASTIAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI TPI CILAUTEUREUN KECAMATAN CIKELET, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KETIDAKPASTIAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI TPI CILAUTEUREUN KECAMATAN CIKELET, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETIDAKPASTIAN HASIL TANGKAPAN

IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI TPI CILAUTEUREUN

KECAMATAN CIKELET, KABUPATEN GARUT,

JAWA BARAT

BAKTI ANJANI C24062035

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Analisis Ketidakpastian Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Auxis thazard) di TPI Cilauteureun, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2010

Bakti Anjani C24062035

(3)

RINGKASAN

Bakti Anjani. C24062035. Analisis Ketidakpastian Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Auxis thazard) di TPI Cilauteureun, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dibawah bimbingan Luky Adrianto dan Achmad Fachrudin

Wilayah Pameungpeuk bagian selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Ikan tongkol (Auxis thazard) merupakan pelagis besar yang melakukan migrasi melalui perairan Samudera Hindia. Hasil tangkapan ikan tongkol sebagai ikan paling dominan yang didaratkan di PPI/TPI Cilauteureun Kabupaten Garut mengalami fluktuasi antar waktu.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hasil tangkapan dan nilai produksi, wilayah sebaran penangkapan (fishing ground), fluktuasi hasil tangkapan dan nilai produksi akibat adanya ketidakpastian dalam kegiatan perikanan, serta alternatif pengelolaan bagi sumberdaya ikan tongkol.

Penelitian dilakukan Maret-April 2010 di TPI Cilauteureun dengan parameter yang diamati yaitu panjang, berat, produksi dan harga ikan tongkol setiap hari. Alat yang digunakan : penggaris (meteran), kamera digital, timbangan, alat tulis. Bahan : ikan tongkol, peta lokasi TPI, formulir kuesioner, data sheet dan bahan pustaka yang berkaitan dengan penelitian. Pengambilan data dengan metode Systematic Random Sampling. Analisis ketidakpastian dengan metode Monte Carlo menggunakan software Crystal ball, pola pertumbuhan menggunakan parameter panjang dan berat dengan rumus W =aLb.

Analisis sebaran distribusi produksi dan harga menunjukkan fluktuasi per satuan waktu dengan produksi maksimum 3494,9 kg dan harga Rp. 8217 sedangkan produksi dan harga minimum sebesar 567,7 kg dan harga Rp. 7807,25. Wilayah sebaran penangkapan ikan tongkol dengan metode deskriptif visual terletak di sekitar 7° dan 8° LS perairan selatan Garut. Pola peramalan dengan simulasi Monte Carlo menunjukkan tingginya ketidakpastian sumberdaya ikan tongkol dengan nilai rata-rata produksi harian sebesar 1706,06 kg dan standar deviasi 796,44 kg serta rata-rata harga senilai Rp. 8058,46 dengan standar deviasi Rp. 111,12. Hubungan panjang berat yang diperoleh berdasarkan analisis regresi linear menghasilkan nilai n sebesar 2,4971 dengan persamaan W =0,0636L2,4971, menunjukkan pola pertumbuhan ikan tongkol adalah alometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan pertumbuhan berat.

Hasil analisis menunjukkan bahwa fluktuasi ikan tongkol masih dapat diatasi masyarakat. Pada umumnya, fluktuasi dipengaruhi oleh armada, teknologi, global warming serta kondisi alam perairan selatan. Wilayah sebaran penangkapan ikan tongkol oleh nelayan Cilauteureun dan menurut ZPPI dari LAPAN Garut terdapat di sekitar 7° dan 8° LS. Kurangnya kontribusi langsung pemerintah dalam mengelola kegiatan perikanan mengakibatkan sumberdaya ikan tongkol belum termanfaatkan secara optimal. Masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak terkait perlu bekerja sama dalam melakukan upaya pengelolaan sumberdaya di perairan selatan Garut sehingga produksi optimum dan kelestarian dapat

(4)

terjaga. Perlu dilakukan studi mengenai pola migrasi ikan tongkol (Auxis thazard) untuk mengetahui musim tangkapan yang baik di Cilauteureun, perlunya kajian mengenai jejaring makanan ikan tongkol serta perlu dilakukan penelitian yang sama di daerah yang berbeda untuk mengetahui faktor lain yang menjadi faktor ketidakpastian dalam kegiatan perikanan.

(5)

Hak cipta milik Bakti Anjani, tahun 2010 Hak Cipta dilinungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,

(6)

KECAMATAN CIKELET, KABUPATEN GARUT,

JAWA BARAT

BAKTI ANJANI C24062035

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Analisis Ketidakpastian Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Auxis thazard) di TPI Cilauteureun, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Nama Mahasiswa : Bakti Anjani

NRP : C24062035

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc Dr. Ir. Achmad Fachrudin, MS NIP. 19691013 199512 1 001 NIP. 19640327 198903 1 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 19660728 199103 1 002

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian sampai dengan selesai.

2. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc dan Dr. Ir. Achmad Fachrudin, M.S, masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbinng skripsi dan akademik yang telah banyak memberikan arahan dan masukan hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Ir. Gatot Yulianto, M.Si selaku dosen penguji tamu dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku perwakilan dari komisi pendidikan program S1, atas saran, nasehat, dan perbaikan yang diberikan.

4. Ir. Agustinus M Samosir, M.Phil selaku komisi pendidikan program S1 atas bimbingan dan arahannya.

5. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc sebagai pembimbing akademik, Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA, Ir. Zairion, M.Sc, Yonvitner, S.Pi, M.Si, dan Ir. Rakhmat Kurnia, M.Si atas semua masukan yang diberikan.

6. Keluarga tercinta, Papa, Mama, Suci, Syifa, Ghina serta seluruh keluarga besar Garut (Bi Iis, Mang Jajang, Bi Deulis, dll), Bandung (Uwa Endang, A Rakhmat dan A Imat) dan Jakarta (Bi Cucu dan Mang Aris) yang selalu memberi semangat dan dukungan.

7. Seluruh staf Tata Usaha MSP dan FPIK yang sangat saya hormati, Mba Widar, Mba Yani, Bu Lina, Pak Iwa, Pak Yopi, dan Bu Endang yang telah membantu kelancaran penelitian.

8. Wulan Agung Wardani selaku teman seperjuangan dalam melakukan penelitian, serta Yuli dan Tajudin, semoga sukses selalu.

9. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Garut (Pak Khaidir, Bang Ikbal dan Mba Irma), Pak Ade, Pak Djaja, Pak Asep, dan Pak Nana serta seluruh nelayan dan pengumpul di Pameungpeuk.

10. Ian yang selalu memberikan semangat, dukungan, perhatian serta bantuannya selama ini.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 5 Desember 1988 dari Pasangan Bapak Undang Suntana dan Ibu Lilis. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bogor pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan diterima pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata Kuliah Metode Statistika (2008/2009 dan 2009/2010), aktif sebagai staf eksternal Dewan Perwakilan Mahasiswa (2007/2008), staf BEST di Badan Eksekutif Mahasiswa (2008/2009), dan staf Informasi dan Komunikasi Himpunan Mahasiswa manajemen Sumberdaya Perairan tahun 2007/2008 dan 2008/2009. Penulis juga menerima dana hibah kewirausahaan dari DPKHA, IPB.

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Analisis Ketidakpastian Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Auxis thazard) di TPI Cilauteureun, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat”.

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 3 1.3. Kerangka Pemikiran ... 3 1.4. Tujuan Penelitian ... 5 1.5. Manfaat ... 6 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7 2.1. Sistem Perikanan ... 7 2.2. Pengelolaan Perikanan ... 8

2.3. Ketidakpastian Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ... 9

2.4. Permasalahan dalam Pengelolaan Perikanan ... 11

2.5. Ikan Tongkol (Auxis thazard) ... 12

2.5.1. Klasifikasi dan karakteristik umum morfologi ... 12

2.5.2. Habitat dan distribusi serta karakteristik lingkungan hidup ... 13

2.5.3. Alat tangkap ... 14

2.6. Hubungan Panjang Berat ... 15

3. METODE PENELITIAN ... 17

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 17

3.2. Alat dan Bahan ... 18

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 18

3.3.1. Data primer ... 18

3.3.2. Data sekunder ... 18

3.4. Metode Pengambilan Contoh ... 19

3.5. Analisis Data ... 20

3.5.1. Analisis sebaran tangkapan ... 20

3.5.2. Analisis ketidakpastian ... 20

3.5.3. Analisis hubungan panjang berat ... 21

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1. Keadaan Umum Wilayah sekitar TPI Cilauteureun ... 23

4.2. Wilayah Sebaran Penangkapan ... 24

4.3. Produksi dan Harga Ikan Tongkol (Auxis thazard) ... 27

4.4. Analisis Ketidakpastian Ikan Tongkol ... 31

4.4.1. Analisis ketidakpastian hasil tangkapan ... 31

(11)

xi

4.5. Hubungan Panjang Berat ... 35

4.6. Pembahasan ... 36

4.6.1. Pembahasan hasil simulasi Monte Carlo ... 36

4.6.2. Ketidakpastian berdasarkan tipologi dan sumber Ketidakpastian ... 37

4.6.3. Kaitan hasil tangkapan dengan hubungan panjang berat ... 39

4.7. Alternatif Pengelolaan Perikanan Tongkol di Cilauteureun ... 40

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1. Kesimpulan ... 41

5.2. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Sumber-sumber ketidakpastian dalam sistem perikanan

(Sumber : Charles (2001)) ... 10 2. Fasilitas-fasilitas TPI Cilauteureun (Sumber : Dinas Peternakan,

Perikanan dan Kelautan Garut) ... 23 3. Nilai-nilai statistik peramalan volume produksi ... 32 4. Nilai-nilai statistik peramalan harga ... 34

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 5

2. Ikan Tongkol (Auxis thazard) (dokumentasi pribadi) ... 12

3. Sebaran Ikan Tongkol (Auxis thazard) (www.fishbase.com) ... 13

4. Alat tangkap payang (www.dkp.go.id) ... 14

5. Alat tangkap gillnet (www.dkp.go.id) ... 15

6. Lokasi penelitian dan pengambilan data ... 17

7. Sebaran daerah penangkapan ikan tongkol ... 24

8. Kapal penangkap ikan (dokumentasi pribadi) ... 25

9. Jaring insang (gillnet) (dokumentasi pribadi) ... 26

10. Zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Garut) ... 27

11. Produksi harian ikan tongkol ... 28

12. Trend produksi ikan tongkol tahun 2004-2009 (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, diolah 2010) ... 29

13. Harga rata-rata ikan tongkol ... 29

14. Trend harga ikan tongkol tahun 2005-2009 (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, diolah 2010) ... 30

13. Kurva frekuensi volume produksi di Cilauteureun periode Maret-April 2010 ... 31

14. Kurva frekuensi harga ikan tongkol periode Maret-April 2010 ... 33

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta lokasi penelitian dan pengambilan data ... 45

2. Data produksi harian periode 23 Maret-11 April 2010 ... 46

3. Data harga ikan tongkol harian periode 23 Maret-11 April 2010 ... 47

4. Statistik produksi harian dan harga harian ikan tongkol periode 23 Maret-11 April 2010 ... 48

5. Data produksi bulanan ikan tongkol di Cilauteureun tahun 2004-2009 (Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Garut) ... 49

6. Data produksi bulanan ikan tongkol di Cilauteureun tahun 2008-2009 (Sumber : Tempat Pelelangan Ikan, Cikelet Garut) ... 49

7. Kuesioner untuk nelayan ... 50

8. Data panjang berat ikan tongkol ... 52

9. Grafik pertumbuhan ikan tongkol ... 56

10. Indeks separasi pertumbuhan ikan tongkol ... 60

11. Data responden nelayan Cilauteureun ... 61

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu jenis ikan pelagis dan ikan demersal. Ikan pelagis adalah kelompok ikan yang berada pada lapisan permukaan hingga kolom air dan mempunyai ciri khas utama, yaitu dalam beraktivitas selalu membentuk gerombolan (schooling) dan melakukan migrasi untuk berbagai kebutuhan hidupnya. Ikan pelagis berdasarkan ukurannya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ikan pelagis besar, misalnya jenis ikan tuna, cakalang, tongkol, dan lain-lain, serta ikan pelagis kecil, misalnya ikan layang, teri, kembung, dan lain-lain. Penggolongan ini lebih dimaksudkan untuk memudahkan dalam pemanfaatan dan pengelolaan, karena karakter aktivitas yang berbeda kedua kelompok jenis ikan tersebut (Nelwan 2004).

Ikan tongkol (Auxis thazard) merupakan pelagis besar yang melakukan migrasi melalui perairan Samudera Hindia untuk mencari makanan dan suhu yang lebih hangat. Populasi ikan tongkol di perairan selatan Kabupaten Garut selalu ada sepanjang tahun karena tersedianya sumberdaya makanan yang cukup. Dalam rantai makanannya, makanan ikan tongkol adalah teri dan cumi-cumi (Widajanti et al. 2004). Perikanan termasuk dalam kegiatan ekonomi yang tidak biasa, tidak seorang pun dapat memprediksi produksi dari hasil perikanan karena merupakan kegiatan yang kompleks, sehingga sistem perikanan berada dibawah ketidakpastian. Menurut Charles (2001), terdapat dua sumber ketidakpastian dalam sistem perikanan yaitu sumber yang bersifat alami dan sumber yang berasal dari manusia dan manajemen.

Ikan tongkol memiliki nilai ekonomis penting dan dominan di perairan selatan Kabupaten Garut dan dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat setempat untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Namun, sumber daya perikanan dan kelautan sangat kompleks, dimana sifat dari sumber daya yang sangat fugitive resource (sumber daya yang bergerak terus), kompleksitas biologi dan fisik

(16)

perairan, serta hak kepemilikan (common property resource), sehingga interaksi dari berbagai faktor tersebut berakibat pada kemungkinan terjadinya penangkapan ikan yang berlebihan, menurunya stok sumber daya, kerusakan ekologi, yang kemudian sangat berpengaruh terhadap kehidupan nelayan (Sinulingga 2009).

Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha (3.065,19 km2) dengan batas wilayah bagian selatan yaitu Samudera Hindia. Panjang pantai Kabupaten Garut ± 80 km yang terbentang di 7 (tujuh) wilayah kecamatan. Pantai selatan Kabupaten Garut memiliki potensi berupa Zona Ekonomi Ekslusir (ZEE) 200 mil laut dengan luas areal penangkapan ± 28.560 km2 dan diestimasi memiliki potensi lestari (MSY) sebesar 166.667 ton/tahun. Sementara untuk zona teritorial (12 mil laut) memiliki potensi sebesar 10.000 ton/tahun. Sampai saat ini nelayan Kabupaten Garut baru memanfaatkan zona teritorial dengan hasil tangkapan mencapai 4,994,16 ton (atau sekitar 49,94% dari potensi yang ada). Hal ini disebabkan karena armada penangkapan yang dimiliki saat ini baru berupa perahu/kapal ukuran kecil (5-10 GT). Potensi perikanan yang umumnya ditangkap di perairan selatan Kabupaten Garut diantaranya adalah tuna, tongkol, cakalang, cumi-cumi, layur, kakap, bawal hitam, kerapu, baronang, cucut botol, lobster dan ikan hias. Ikan tongkol merupakan salah satu ikan ekonomis penting yang dominan tertangkap oleh nelayan dan dikonsumsi oleh masyarakat pesisir setempat.

Hasil tangkapan ikan tongkol yang didaratkan di PPI/TPI Cilauteureun Kabupaten Garut mengalami fluktuasi setiap waktu. Hal tersebut dikarenakan faktor-faktor alam (natural risk) diantaranya musim angin barat yang sering berlangsung secara tidak menentu, serta teknologi, sarana dan prasarana yang dimiliki nelayan setempat yang belum memadai untuk kegiatan penangkapan (resiko dari manusia). Adanya berbagai ketidakpastian dalam sebuah sistem perikanan tersebut mengakibatkan pentingnya kajian mengenai ketidakpastian yang biasanya terjadi dalam perikanan dan pengelolaannya sebagai upaya mengoptimalisasi kegiatan perikanan agar dapat menunjang kehidupan masyarakat nelayan serta tetap menjaga kelestarian dari sumberdaya ikan yang dimanfaatkan agar keseimbangan ekosistem juga dapat terjaga.

(17)

3

1.2. Perumusan Masalah

Sinulingga (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa sifat dan permasalahan dalam sumber daya perikanan dan kelautan yang dapat berpengaruh terhadap bagaimana mengelola sumber daya tersebut agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Pertama, kondisi kepemilikan yang bersifat common property. Kedua, ketidakpastian hasil tangkapan dan tergantung pada fluktuasi musim. Salah satu ciri nelayan adalah tidak menentunya hasil tangkapan perharinya dan berhadapan dengan sumber daya yang tidak kelihatan. Kondisi ketidakpastian hidup senantiasa membayangi kehidupan nelayan. Ketiga, sifat sumber daya tersebut yang dinamis (bergerak) dan lemahnya data hasil tangkapan. Saat ini pertumbuhan manusia dan kemajuan teknologi penangkapan ikan menyebabkan tingkat eksploitasi yang semakin meningkat. Pada sisi lain, daya dukung lingkungan termasuk sumberdaya ikan mempunyai keterbatasan. Namun, di Kabupaten Garut Selatan ini masih memiliki potensi yang besar dan belum termanfaatkan. Tingginya potensi perikanan yang dimiliki perairan Kabupaten Garut diantaranya sumberdaya ikan tongkol (Auxis thazard) belum termanfaatkan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan nelayan. Selain itu data hasil tangkapan yang diberikan juga terkadang tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Minimnya sarana dan teknologi yang dimiliki nelayan untuk menangkap ikan sehingga mengakibatkan sulitnya mengoptimalkan kegiatan penangkapan.

Berdasarkan kenyataan tersebut, adapun perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini diantaranya yaitu :

1. Bagaimana hasil tangkapan dan nilai produksi sumberdaya ikan tongkol (Auxis thazard) di PPI/TPI Cilauteureun dan daerah tangkapannya?

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpastian hasil tangkapan dan produksi ikan tongkol di PPI/TPI Cilauteureun?

1.3. Kerangka Pemikiran

Perairan Selatan Kabupaten Garut memiliki sumberdaya perikanan dan kelautan yang masih melimpah. Sumberdaya perikanan dominan di perairan selatan Garut diantaranya adalah ikan tongkol dan ikan layur. Kekayaan sumberdaya tersebut mengakibatkan terjadinya suatu kegiatan perikanan tangkap

(18)

yang dilakukan oleh nelayan penduduk setempat bahkan nelayan pendatang dari luar wilayah Kabupaten Garut. Kegiatan penangkapan ikan tongkol dilakukan dengan menggunakan alat tangkap jaring dan pancing. Alat tangkap terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan nelayan, alat tangkap tersebut terbagi dalam jenis modern dan tradisional. Perbedaan tersebut akan menghasilkan fluktuasi jumlah produksi (hasil tangkapan) yang diperoleh. Produksi dari sumberdaya ikan tongkol yang tertangkap dalam kegiatan penangkapan akan memiliki suatu nilai atau harga. Harga tersebut cenderung akan selalu berubah setiap waktu mengikuti perubahan hasil tangkapan dari sumberdaya ikan tongkol yang diperoleh.

Ketidakpastian terbesar yang terjadi terhadap kegiatan perikanan di Garut diantaranya fluktuasi hasil tangkapan ikan tongkol beserta harga dari ikan tongkol tersebut. Pentingnya mengetahui seberapa tinggi fluktuasi yang terjadi serta seberapa besar ketidakpastian terhadap kegiatan perikanan adalah untuk dapat meminimalisir resiko dari suatu kegiatan penangkapan ataupun melakukan pengoptimalan produksi sumberdaya perikanan. Peramalan terhadap suatu nilai ketidakpastian yang terjadi dapat digunakan untuk dasar srategi pengelolaan perikanan yang diharapkan dapat menunjang keberlanjutan sumberdaya ikan tongkol di Kabupaten Garut. Secara skematis kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(19)

5

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui wilayah sebaran yang menjadi daerah penangkapan (fishing ground) sumberdaya ikan tongkol (Auxis thazard) di perairan laut Pameungpeuk.

Keberlan

jutan

TPI Cilauteureun, Pameungpeuk, Garut

Potensi Sumberdaya Ikan Tongkol

Kegiatan Perikanan Tangkap

Sumber dari alam [Pertumbuhan, Stok,

Fishing ground]

Sumber dari manusia [Teknologi, Harga, Alat

tangkap]

Ketidakpastian Perikanan (Uncertainty)

Fishing Ground Pertumbuhan Harga Hasil Tangkapan

Simulasi Monte Carlo Analsis

Hubungan Panjang Berat Deskriptif

Kualitatif

(20)

2. Mengetahui hasil tangkapan dan harga sumberdaya ikan tongkol (Auxis thazard) dalam menunjang kebutuhan masyarakat setempat pada setiap harinya.

3. Mengetahui ketidakpastian hasil tangkapan dan harga ikan tongkol (Auxis thazard) di PPI/TPI Cilauteureun.

1.5. Manfaat

Tulisan dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak terkait dalam menentukan alternatif kebijakan pengelolaan perikanan di Kabupaten Garut, serta sebagai bahan masukan untuk mengoptimalkan kegiatan perikanan di Kabupaten Garut.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Perikanan

Perikanan adalah semua kegiatan yang terorganisir berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Perikanan tangkap Indonesia sangat khas dengan karakteristik multi-alat dan multispesies, tersebar di seluruh wilayah pendaratan. Hal ini menyulitkan dalam mendapatkan atau melakukan koleksi data statistik hasil tangkap dari masing-masing alat tangkap pada setiap pendaratan ikan sepanjang garis pantai yang mencapai ± 81.000 km. Oleh karena itu, 30 tahun yang lalu dilakukan sistem sampling untuk mendapatkan data statistik perikanan (Wiadnya et al. 2009).

Berbagai studi menunjukkan kelemahan sistem statistik perikanan Indonesia terkait dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh DKP untuk menerapkan sistem tersebut dengan benar dan konsisten (Dudley & Harris, 1987; Venema, 1996 in Wiadnya et al. 2009). Permasalahan lainnya adalah DKP belum bisa mengatasi masalah di lapangan sehubungan dengan banyaknya alat tangkap atau kegiatan penangkapan illegal, tidak diatur, dan alat yang tidak dilaporkan (IUU fishing) kepada pemerintah. Jadi, sangat jelas bahwa hasil tangkap yang didapat dari IUU fishing tidak akan ikut dihitung dalam statistik perikanan. Studi FAO yang dilaporkan oleh Venema (1996) in Wiadnya et al. (2009) secara khusus menyebutkan kurangnya data untuk Indonesia Bagian Timur.

Keanekaragaman jenis ikan dan alat tangkap serta tingginya populasi penduduk yang terjadi mengakibatkan sulitnya menerapkan pengembangan sistem perikanan yang sesuai untuk keberlanjutan sumberdaya ikan serta potensi perikanan lainnya di Indonesia. Kekompleksan sistem perikanan dapat didekati dari perspektif keragaman (diversity) yang terdiri dari empat jenis keragaman dalam sistem ini, yaitu keragaman spesies (species diversity), keragaman genetik (genetic diversity), keragaman fungsi dan keragaman sosial ekonomi (de Young et al. in Adrianto 2004).

(22)

2.2. Pengelolaan Perikanan

Pengelolaan sumberdaya ikan adalah semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan yang bertujuan agar sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan secara optimal dan mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan yang terus menerus (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1985 dan Nomor 31 Tahun 2004).

Kekompleksan sistem perikanan dapat didekati dari perspektif keragaman (diversity) dimana paling tidak ada empat jenis keragaman dalam sistem ini, yaitu keragaman spesies (species diversity), keragaman genetic (genetic diversity), keragaman fungsi dan keragaman sosial ekonomi (de Young et al. 1999 in Adrianto 2004). Dalam sejarahnya, wacana keberlanjutan perikanan diawali dengan munculnya paradigma konservasi (conservation paradigm) yang dipelopori sejak lama oleh para ilmuwan biologi. Dalam paradigma ini keberlanjutan perikanan diartikan sebagai konservasi jangka panjang (long term conservation) sehingga sebuah kegiatan perikanan akan disebut “berkelanjutan” apabila mampu melindungi sumberdaya perikanan dari kepunahan (Adrianto 2004).

Pendekatan pengelolaan perikanan dan kelautan secara komperhensif tetap diperlukan dalam konteks bahwa seluruh manfaat laut memiliki keterkaitan ke dalam maupun keluar antar sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Sejarah dan evolusi pengeolaan perikanan global menunjukkan bahwa secara empiris trend hasil-hasil pengelolaan ternyata tidak sesuai dengan karakteristik yang diharapkan. Jangkauan pengelolaan perikanan (management scope) ternyata bersifat dinamik dan variatif, bukan statis. Sementara itu, struktur pengelolaan perikanan pun bersifat kaku (sluggish) dan bukan bersifat adaptif (adaptable). Konsekuensi dari lemahnya pengelolaan perikanan ini adalah produksi perikanan yang terus menurun, kehilangan nilai produktivitas ekonomi, biaya pengelolaan perikanan yang tinggi dan ketidakadilan distribusi kesejahteraan dari sektor ini.

(23)

9

2.3. Ketidakpastian Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Sumberdaya perikanan merupakan komoditas yang memiliki karakteristik yang berbeda dan rumit bila dibandingkan dengan komoditas pertanian lainnya. Karakteristik yang berbeda tersebut menghasilkan berbagai macam ketidakpastian serta menimbulkan resiko yang dapat mengganggu sektor perikanan tersebut. Sumberdaya perikanan yang ada tidak hanya dibutuhkan pada saat ini saja, akan tetapi generasi yang akan datang juga memerlukan sumberdaya perikanan untuk berbagai kepentingan. Sumberdaya perikanan ini memerlukan pengelolaan yang tepat dan cermat. Untuk itulah diperlukan suatu pengelolaan sumberdaya perikanan secara lestari dan berkelanjutan (sustainable resource exploitation) dan didukung dengan kebijakan pengelolaan yang baik pada semua lapisan (Charles 2001)

Sektor perikanan merupakan kegiatan ekonomi yang berbeda dengan kegiatan perekonomian lainnya, dimana tidak ada satu orang pun yang dapat memastikan berapa banyak sumberdaya setiap tahunnya, berapa banyak produksi yang harus dihasilkan setiap tahun, atau apa akibatnya terhadap produksi dimasa yang akan datang yang terkait dengan ketersediaan ikan (Charles 2001). Hal tersebut merupakan contoh ketidakpastian dalam sektor perikanan. Ketidakpastian yang terdapat dalam sektor perikanan muncul dari adanya faktor-faktor alami sektor perikanan tersebut maupun berasal dari berbagai pihak yang berkepentingan di dalamnya.

Sumber ketidakpastian dalam perikanan seperti dijelaskan oleh FAO (2002) in Widodo dan Suadi (2006) muncul karena adanya keterbatasan, ketidaktersediaan, dan rendahnya kualitas data yang tersedia (seperti data hasil tangkapan, upaya, ekonomi, dan komunitas). Kondisi serba terbatas ini juga semakin diperlemah oleh keterbatasan ilmu pengetahuan tentang sumberdaya ikan. Kondisi ini kemudian mendorong berbagai upaya pengelolaan sumberdaya ikan ke arah yang tidak berkelanjutan (unsustainable) (Widodo dan Suadi 2006). Sumber ketidakpastian yang luas senantiasa muncul dalam sistem perikanan baik secara alamiah maupun dari sisi manusia dan manajemen. Dampak dari adanya ketidakpastian akan menimbulkan resiko di dalam sistem perikanan yang apabila

(24)

tidak diatasi akan mengancam sistem perikanan (Charles 2001). Sumber-sumber ketidakpastian dalam perikanan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sumber-sumber ketidakpastian dalam sistem perikanan

Sumber yang bersifat alami Sumber yang berasal dari manusia

• Ukuran stok dan struktur umur ikan • Mortalitas alami • Predator-prey • Heterogenitas ruang • Migrasi • Parameter ”stock-recruitment” • Hubungan ”stock-recruitment” • Interaksi multispesies

• Interaksi ikan dengan lingkungan

• Harga ikan dan struktur pasar

• Biaya operasional dan biaya korbanan • Perubahan teknologi

• Sasaran pengelolaan • Sasaran nelayan

• Respon nelayan terhadap peraturan • Perbedaan persepsi terhadap stok ikan • Perilaku konsumen

(Sumber : Charles (2001))

Tipologi ketidakpastian menurut Charles 2001 terdiri atas:

1) Randomness / Process Uncertainty, merupakan tipologi ketidakpastian yang menyangkut dengan proses dalam sistem perikanan yang bersifat random (acak).

2) Parameter and State Uncertainty, merupakan ketidakpastian dalam konteks ketidakakuratan parameter atau status yang diestimasi. Tipologi seperti ini dapat dibedakan menjadi tiga macam ketidakpastian :

a. Observation Uncertainty, ketidakpastian perikanan karena keterbatasan observasi (ketidakpastian variabel perikanan) yang dapat mengakibatkan terjadinya mis-management.

b. Model Uncertainty, ketidakpastian dalam memprediksi model system perikanan.

c. Estimation uncertainty, ketidakpastian sebagai akibat dari ketidakakuratan estimasi.

3) Structural Uncertainty, ketidakpastian yang muncul akibat dari proses struktural dalam pengelolaan perikanan.

(25)

11

a. Implementation Uncertainty, ketidakpastian implementasi pengelolaan perikanan.

b. Institutional Uncertainty, ketidakpastian dalam pengelolaan perikanan sebagai sebuah institusi, ketidakpastian ”value system” dalam perikanan.

2.4. Permasalahan dalam Pengelolaan Perikanan

Aktivitas perekonomian utama yang menimbulkan permasalahan pengelolaan sumberdaya dan lingkungan wilayah pesisir dan lautan, yaitu (1) perkapalan dan transportasi (tumpahan minyak, limbah padat dan kecelakaan); (2) pengilangan minyak dan gas (tumpahan minyak, pembongkaran bahan pencemar, konversi kawasan pesisir); (3) perikanan (over fishing, pencemaran pesisir, pemasaran dan distribusi, modal dan tenaga kerja/keahlian); (4) budi daya perairan (ekstensifikasi dan konversi hutan); (5) pertambangan (penambangan pasir dan terumbu karang); (6) kehutanan (penebangan dan konversi hutan); (7) industry (reklamasi dan pengerukan tanah); dan (8) pariwisata (pembangunan infrastruktur dan pencemaran air) (Subri 2005).

Selanjutnya Subri (2005) menjelaskan bahwa pada masyarakat nelayan, pola adaptasinya menyesuaikan dengan ekosistem lingkungan fisik laut dan lingkungan sosial di sekitarnya. Bagi masyarakat yang bekerja di tengah-tengah lautan, lingkungan fisik laut sangatlah mengandung banyak bahaya. Dalam banyak hal bekerja di lingkungan laut sarat dengan risiko. Karena pekerjaan nelayan adalah memburu ikan, hasilnya tidak dapat ditentukan kepastiannya, semuanya hampir serba spekulatif. Masalah risiko dan ketidakpastian (risk and uncertainty) terjadi karena laut adalah wilayah yang dianggap bebas untuk dieksploitasi (open-access) (Acheson in Subri 2005). Adanya risiko dan ketidakpastian ini disarankan untuk disiasati dengan mengembangkan pola-pola adaptasi berupa perilaku ekonomi yang spesifik yang selanjutnya berpengaruh pada pranata ekonominya. Hubungan patronage merupakan salah satu pola adaptasi nelayan. Hubungan patronage diharapkan dapat menanggulangi kesulitan dan krisis ekonomi keluarga yang dihadapinya, terutama pada saat paceklik (musim angin barat/tidak melaut).

(26)

2.5. Ikan Tongkol (Auxis thazard)

2.5.1. Klasifikasi dan karakteristik umum morfologi

Klasifikasi ikan tongkol (Auxis thazard) menurut Cuvier (1832) in www.zipcodezoo.com : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Ordo : Percomorphi Sub-ordo : Scombroidea Famili : Scombridae Genus : Auxis

Spesies : Auxis thazard

Sinonim : Scomber thazard, Auxis hira, dll Nama Lokal : ikan tongkol

Nama Umum : Frigate mackerel

Gambar 2. Ikan Tongkol (Auxis thazard) (dokumentasi pribadi)

Ikan tongkol memiliki bentuk tubuh fusiform, memanjang dan penampang lintangnya membundar. Bentuk tubuh yang demikian memungkinkan ikan berenang dengan sangat cepat. Bentuk kepala meruncing, mulut lebar dan miring ke bawah dengan gigi yang kuat pada kedua rahangnya, serta tipe mulut terminal. Bentuk sisiknya sangat kecil dan termasuk tipe ktenoid. Pada batang ekor ikan terdapat 3 buah “keel” (rigi-rigi yang bagian tengahnya mempunyai puncak yang

(27)

13

tajam). Keel tengah berbentuk memanjang dan tinggi dibandingkan dengan dua keel lain yang mengapitnya.

Ikan tongkol mempunyai sirip lengkap yaitu sepasang sirip dada, sepasang sirip perut, dua sirip punggung, satu sirip anal dan satu sirip ekor. Warna daerah punggung biru tua, kepala agak hitam, terdapat belang-belang hitam pada daerah punggung yang tidak bersisik di atas garis sisi. Perut berwarna putih, pewarnaan tubuh yang demikian ini, dimana warna bagian dorsal gelap dan bagian ventral terang, dinamakan counter shading sebagai salah satu upaya penyamaran (www.fishbase.com).

2.5.2. Habitat dan distribusi serta karakteristik lingkungan hidup

Habitat ikan tongkol yaitu epipelagik, neritik dan oseanik. Ikan ini hidup pada daerah pelagis oseanodromous dan laut dalam dengan iklim tropis yang bersuhu 27-28°C dengan memakan ikan kecil, cumi-cumi, krustasea planktonik. Karena kelimpahannya ikan tongkol merupakan elemen yang penting dalam jaring makanan serta dimangsa oleh ikan yang lebih besar termasuk tuna. Auxis thazard banyak tersebar di Atlantik, Indian dan Pasifik. Ikan tongkol termasuk spesies yang bermigrasi. Peta distribusi Auxis thazard dapat dilihat pada Gambar 3.

(28)

2.5.3. Alat tangkap

Nelayan Kabupaten Garut melakukan operasi penangkapan ikan tongkol dengan menggunakan jaring insang (gillnet), pukat cincin atau jaring lingkar (purse seine) dan pancing (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Garut). Jaring lingkar adalah jenis jaring penangkap ikan berbentuk empat persegi panjang atau trapesium, dilengkapi dengan tali kolor yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kolor bagian bawah jaring dapat dikuncupkan sehingga gerombolan ikan terkurung di dalam jaring (Mukhtar 2010).

Gambar 4. Alat tangkap payang (www.dkp.go.id)

Jaring insang adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring empat persegi panjang, yang mempunyai ukuran mata jaring merata. Lembaran jaring dilengkapi dengan sejumlah pelampung pada tali ris atas dan sejumlah pemberat pada tali ris bawah. Tinggi jaring insang permukaan 5-15 meter & bentuk gillnet empat persegi panjang atau trapesium terbalik, tinggi jaring insang pertengahan 5-10 meter dan bentuk gillnet empat persegi panjang serta tinggi jaring insang dasar 1-3 meter dan bentuk gillnet empat persegi panjang atau trapesium. Bentuk gillnet tergantung dari panjang tali ris atas dan bawah (Mukhtar 2010).

(29)

15

Gambar 5. Alat tangkap gillnet (www.dkp.go.id)

Pancing merupakan alat tangkap yang memiliki mata pancing untuk menangkap ikan dengan cara menggunakan umpan berupa makanan ikan yang menjadi sasaran. Makanan ikan tongkol yang biasa digunakan sebagai umpan yaitu ikan-ikan kecil, cumi, ataupun umpan buatan.

2.6. Hubungan Panjang Berat

Panjang badan diartikan sebagai panjang rata-rata dari suatu kohort. Estimasi panjang rata-rata tersebut diturunkan dari perata-rataan pengukuran individu hewan. Pengukuran pertumbuhan ikan dapat dilaksanakan dalam beberapa cara diantaranya dengan melihat hubungan panjang dan berat ikan yang diamati. Pengertian dari hubungan panjang dan berat adalah asumsi bahwa adanya relasi antara panjang dengan berat. Artinya setiap adanya penambahan panjang diasumsikan terjadi penambahan berat, sampai ikan tersebut berhenti untuk bisa bertambah panjang (Sparre & Venema 1999).

Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi, hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Jika diplotkan panjang dan berat ikan pada suatu gambar, maka akan didapat bentuk logaritmik. Maka hubungan tadi tidak selamanya mengikuti hukum kubik, tetapi dalam suatu bentuk

(30)

rumus yang umum yaitu : w = cLn , dimana w = berat , L = panjang, c dan n = konstanta (Effendi 2002).

Jika rumus umum tersebut ditransformasi kedalam logaritma, maka akan diperoleh persamaan : log w = log c + n log L, yaitu persamaan linear atau garis lurus. Harga n ialah pangkat yang harus cocok dari panjang ikan agar sesuai dengan berat ikan. Menurut Carlander (1969) in Effendi (2002) harga eksponen ini telah diketahui dari 398 populasi ikan berkisar 1.2-4.0 namun, kebanyakan dari harga n tadi berkisar dari 2.4-3.5 bilamana harga n = 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan tidak berubah bentuknya. Pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan beratnya. Pertumbuhan demikian seperti telah dikemukakan ialah pertumbuhan isometrik. Sedangkan apabila n > 3 atau n < 3 dinamakan pertumbuhan alometrik. Apabila harga n < 3 menunjukkan keadaan ikan yang kurus, dimana pertambahan panjangnya lebih cepat dari pertambahan beratnya. Jika harga n > 3 menunjukkan ikan montok, pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang. Hubungan panjang bobot ikan tongkol (Auxis thazard) yang diperoleh Celloran in www.fishbase.com di Sri Lanka sebesar 3,334 (alometrik positif).

(31)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian dilakukan selama 20 hari yaitu pada bulan Maret – April 2010 di sekitar Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Cilauteureun, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Cilauteureun termasuk dalam wilayah Pameungpeuk yang berada pada koordinat 7° 38' 0" Lintang Selatan, 107° 43' 0" Bujur Timur (www.maplandia.com).

Pengukuran ikan dan pencatatan hasil tangkapan dari nelayan penangkap tongkol dilakukan setiap hari ketika nelayan mendaratkan ikan hasil tangkapannya untuk disalurkan kepada pengumpul yaitu antara pukul 11.00 – 16.00. Lokasi penelitian dan pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 6.

(32)

3.2. Alat dan Bahan

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah panjang total ikan tongkol, berat ikan tongkol, produksi dan nilai (harga) ikan tongkol setiap hari, serta upaya (effort) untuk melakukan kegiatan penangkapan. Alat yang digunakan adalah penggaris (meteran), kamera digital, timbangan, papan jalan, alat tulis (buku, pensil atau bolpoin). Sedangkan bahan yang digunakan adalah contoh ikan tongkol di TPI Cilauteureun, peta lokasi TPI, formulir kuisioner, data sheet dan bahan pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.3. Jenis dan Sumber Data 3.3.1. Data primer

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi yaitu mengamati secara langsung kondisi lapangan. Data primer diperoleh dengan melakukan pengukuran pajang dan berat ikan tongkol, serta produksi dan harga ikan selama 20 hari antara bulan Maret – April 2010. Selain itu jenis data primer yang diambil adalah data sosial ekonomi meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengalaman sebagai nelayan. Pengambilan data sosial ekonomi dilakukan dengan metode wawancara dan kuesioner terhadap nelayan tongkol di TPI Cilauteureun.

Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya, malalui proses interaksi dan komunikasi langsung kepada responden (Singarimbun 1979). Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi jumlah tangkapan perhari, wilayah penangkapan ikan, dan jenis alat tangkap yang digunakan serta data primer lainnya yang dapat digunakan sebagai informasi pendukung bagi penelitian ini. Kegiatan wawancara atau pengisian kuesioner dilakukan pada nelayan penangkap tongkol yang ada pada saat pengukuran serta ikannya dijadikan contoh (diamati).

3.3.2 Data sekunder

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, buku-buku dan laporan ilmiah hasil penelitian sebelumnya, serta buku yang terkait dengan penelitian ini. Data yang dikumpulkan meliputi produksi dan nilai (harga) ikan tongkol dalam tahunan dan harian, upaya untuk kegiatan penangkapan ikan tongkol, serta

(33)

19

keadaan dan kegiatan umum kawasan TPI. Data ini diperoleh melalui instansi terkait yaitu TPI Cilauteureun, dan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Garut. Data sekunder yang diambil berupa harga lelang dan volume produksi ikan tongkol (Auxis thazard) selama kurun waktu 2 tahun.

3.4. Metode Pengambilan Contoh

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Systematic Random Sampling atau Penarikan Contoh Acak Sistematik (PCASis), metode ini digunakan untuk mengurangi faktor subjektifitas dalam pengukuran atau pengamatan karakter yang diamati. Selain itu, metode PCASis ini umumnya memberikan informasi yang lebih banyak per satuan biaya yang dikeluarkan dibandingkan Penarikan Contoh Acak Sederhana (PCAS) (Boer 2008).

Ikan tongkol contoh yang diukur, dipilih secara acak dengan metode penarikan contoh acak sistematik, kemudian ikan tersebut diukur panjang dan beratnya sebagai data masukan untuk menduga hubungan panjang dan beratnya. Sedangkan untuk penentuan narasumber atau responden nelayan yang diwawancarai ditentukan berdasarkan accidental method, karena waktu kedatangan nelayan yang tidak menentu.

Setiap hari selama pengamatan terdapat jumlah hasil tangkapan mencapai lebih dari 10 box ikan tongkol. Box yang digunakan berupa box sterofoam dengan kapasitas ± 50 kg. Banyaknya contoh ikan yang diambil setiap harinya sebanyak 10 ekor yang berasal dari 10 box yang terpilih dengan metode penarikan contoh acak sistematik, sedangkan untuk penentuan jumlah ikan contoh sebanyak 10 ekor per hari dengan metode judgement agar pada akhir penelitian dapat diperoleh sebanyak 200 data panjang dan berat ikan contoh. Perhitungan rata-rata dan ragam berdasarkan penarikan contoh sistematik tersebut menurut Boer (2008) dijelaskan dengan rumus :

Penduga rata-rata =

= = = n i i x n x 1 1 ˆ μ Ragam penduga = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = N n N n s x Vˆ( ) 2 dengan

(

)

− − − = n i i x x n s 1 2 2 1 1

(34)

Keterangan

μˆ : Penduga rata-rata

x : Penduga takbias parameter populasi µ xi : Data ke i i = (1,2,3, ... , n) n : Jumlah contoh N : Jumlah populasi : Penduga ragam s2 : Ragam 3.5. Analisis Data

3.5.1. Analisis sebaran tangkapan

Analisis sebaran tangkapan dilakukan secara deskriptif visual yang ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang berbagai kondisi lapang yang bersifat tanggapan dan pandangan terhadap pelaksanaan program perkuatan serta kondisi lingkungan sosial ekonomi dan daerah sampel. Hasil analisis kualitatif berupa perbandingan kondisi riil di lapang yang diperoleh dari pendapat-pendapat berbagai unsur yang terlibat langsung dalam pelaksanaan kegiatan penangkapan ikan tongkol dengan kondisi ideal yang diperoleh dari studi pustaka. Model deskriptif kualitatif yaitu hasil penelitian beserta analisa yang diuraikan dalam suatu tulisan ilmiah yang berbentuk narasi, kemudian diambil kesimpulan.

Teknik untuk menggambarkan dan memvisualisasikan hubungan dalam data termasuk peta, transek, waktu, kalender musim, transek sejarah, diagram pohon dan Venn, flow chart, dan peringkat. Teknik ini digunakan untuk menyatakan informasi yang kompleks serta melibatkan interaksi antara tim penduga dengan narasumber. Peta dapat mengilustrasi distribusi spasial dari suatu sumberdaya, kegiatan termasuk penggunaan dalam komunitas dan wilayah. Peta menyediakan informasi dasar yang bermanfaat dan umumnya dikembangkan pada proses pengumpulan data untuk menetapkan penempatan corak, aktivitas, dan sumberdaya tertentu (Bunce et al. 2000).

3.5.2. Analisis ketidakpastian

Ketidakpastian dalam perikanan mengikuti hukum peluang dimana terdapat kemunngkinan berhasil atau gagal dalam menghasilkan tangkapan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya upaya serta dapat

(35)

21

mempengaruhi nilai harga (price) dari ikan hasil tangkapan tersebut. Analisis ketidakpastian tersebut dilakukan dengan rumus yang dikenal dengan kaidah Bayes yang dijelaskan dalam Walpole (1997), yaitu :

Jika kejadian-kejadian B1, B2, ... , Bk merupakan sekatan dari ruang contoh S

dengan P

( )

Bi ≠0 untuk i= 1, 2, ..., k, maka untuk sembarang kejadian A yang bersifat P

( )

A ≠0,

(

)

( )

( )

( )

( )

(

(

)

)

( )

(

)

k k r r r B A P B P B A P B P B A P B P B A P B P A B P + + + = ... ( 2 2 1 1 untuk r = 1, 2, ..., k.

Analisis ketidakpastian ini menggunakan alat bantu berupa perangkat lunak Crystal ball yang berbasis aplikasi spreadsheet suite untuk model prediksi, peramalan, simulasi, dan optimasi. Dengan Crystal ball dapat membuat keputusan-keputusan taktis yang tepat untuk mencapai tujuan dan mendapatkan keunggulan kompetitif pada kondisi pasar paling tidak pasti. Crystal ball dapat membantu menganalisis risiko dan ketidakpastian yang terkait dengan model spreadsheet. Suite meliputi alat analisis untuk simulasi Monte Carlo (Crystal Ball), time-series peramalan (CB Predictor), dan optimisasi (OptQuest) serta kit pengembang untuk membangun antarmuka kustom dan proses (Goldman 2002).

3.5.3. Analisis hubungan panjang berat

Cara yang dapat digunakan untuk menghitung panjang berat ikan ialah dengan menggunakan regresi, dapat mengikuti seperti telah dikemukakan oleh Rousenfell dan Everhart (1953) dan Lagler (1961) in Effendi (2002) yaitu dengan menghitung dahulu logaritma dari tiap-tiap panjang dan berat ikan. Atau dapat juga dengan mengikuti jalan pendek seperti dikemukakan oleh Carlander (1968) in Effendi (2002) yaitu dengan mengadakan pengkelasan berdasarkan logaritma. Dasar perhitungan dari cara tersebut adalah sama namun metode yang dikemukakan Carlander lebih pendek dan dapat dipakai tanpa menggunakan mesin hitung.

Pertumbuhan ikan dapat dianalisa melalui relasi antara hubungan pertumbuhan panjang dengan hubungan pertumbuhan berat yaitu dengan rumus :

b

aL

(36)

Keterangan

W : Berat / bobot (gram)

L : Panjang (mm)

dengan a dan b: Konstanta

Berdasarkan pola hubungan linear maka Log w = log a + b log L

Analisis pola pertumbuhan menggunakan parameter panjang dan berat dengan rumus W =aLb, nilai b digunakan untuk menduga laju pertumbuhan

kedua parameter yang dianalisa,

- Jika b = 3 dikatakan hubungan yang isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan berat).

- Jika b ≠ 3, dikatakan memiliki allometrik, yaitu :

a) bila b>3 ; Allometrik positif (pertambahan berat lebih dominan). b) bila b<3 ; Allometrik negatif (pertambahan panjang lebih dominan).

Penetapan nilai b = 3 dilakukan dengan uji statistik menggunakan uji parsial (uji t). Hipotesis : H0 : b = 3 H1 : b ≠ 3 1 0 1 β β β S Thit = −

Kaidah keputusan adalah dengan membandingkan hasil T hitung dengan T tabel pada selang kepercayaan 95%. Jika :

T hit > T tabel ; tolak hipotesis nol (H0)

(37)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Wilayah sekitar TPI Cilauteureun

Tempat pelelangan ikan (TPI) Cilauteureun merupakan TPI terbesar di Kabupaten Garut yang terletak di Desa Pamalayan Kecamatan Cikelet, Pameungpeuk Kabupaten Garut, Jawa Barat. TPI Cilauteureun didirikan pada tahun 1973, sedangkan Perda (Peraturan daerah) mengenai kegiatan pelelangan mulai diberlakukan sejak tahun 1983-1999. Pada tahun 1999-2010 peraturan tersebut mengalami transisi oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat melalui Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Garut sehingga kegiatan pelelangan dihapuskan dan pungutan biaya retribusi dihentikan pada tahun 2010. Meskipun kegiatan pelelangan sudah resmi dihentikan semenjak tahun 1999, akan tetapi TPI Cilauteureun memiliki fasilitas yang biasanya digunakan dalam kegiatan perikanan. Fasilitas-fasilitas yang sudah ada di TPI Cilauteureun dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Fasilitas-fasilitas TPI Cilauteureun

No Uraian Jumlah Unit Asal Anggaran Kondisi

1 Depot/Pabrik es 2 Unit - Rusak 2 Air Bersih 1 Unit - Rusak 3 Bengkel 88 m2 APBD Provinsi Baik 4 Gedung Pertemuan 96 m2 APBD Prov/APBN Sedang 5 Gedung Kantor 55 m2 APBD Prov/APBN Sedang 6 Pagar Keliling 600 m APBD Prov/APBN Sedang 8 Instalasi Listrik 400 m APBD Prov/APBN Baik 9 Jalan Lingkungan APBD Prov/APBN Baik

10 Pasar Ikan m2 DAK Baik

11 Penahan Gelombang 210 m APBD Prov/APBN Baik 12 Turap 250 m APBD Prov/APBN Baik 13 Dermaga 400 m APBD Prov/APBN Baik 14 Alur masuk/keluar 150 m APBD Prov/APBN Baik 15 Area Pelabuhan 43754 m2 APBD Prov/APBN Baik (Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Garut)

Selain sebagai tempat penjualan ikan, wilayah sekitar TPI Cilauteureun ini dikenal sebagai tempat wisata alam pantai yaitu Pantai Santolo yang dikenal

(38)

dengan keindahan pemandangan, ombak, pasir putih serta kejernihan airnya sehingga di sekitar pantai terdapat bangunan-bangunan semi permanen sebagai penginapan dan rumah makan untuk pengunjung pantai tersebut. Di teluk Cilauteureun ini juga bermuara sungai Cilauteureun.

4.2. Wilayah Sebaran Penangkapan

Nelayan Kabupaten Garut termasuk nelayan tradisional yang masih sangat bergantung pada kondisi alam. Kapal yang digunakan untuk melaut merupakan kapal dengan ukuran kecil yaitu 5-10 GT sehingga operasi penangkapan ikan dilakukan di sekitar wilayah perairan pantai selatan Garut. Selain itu terdapat 7 kapal besar yang beroperasi jika musim puncak penangkapan tiba yaitu sekitar bulan Juli-September. Wilayah sebaran daerah penangkapan ikan tongkol yang ditangkap oleh nelayan Cilauteureun terdapat di sekitar lintang 7° dan 8° LS. Sebaran daerah penangkapan ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 7.

(39)

25

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa lokasi penangkapan ikan tongkol berada di sekitar wilayah 7° dan 8° LS. Hal tersebut disebabkan oleh karakteristik alam laut selatan yang curam, berombak dan berangin besar sehingga dengan kapal dan alat tangkap yang ada nelayan hanya sanggup menjangkau daerah-daerah tersebut. Selain faktor alami tersebut, nelayan juga melakukan penangkapan di wilayah tersebut karena sarana prasarana yang ada kurang memadai, permodalan yang rendah serta pengalaman dari nelayan sebelumnya ataupun dari cerita antar sesama nelayan. Armada kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Kapal penangkap ikan (dokumentasi pribadi)

Kapal-kapal tersebut berukuran 5-10 GT, yang terdiri dari 16 kapal motor, 282 kapal motor tempel, dan 36 kapal tanpa motor, sehingga total armada kapal yang terdaftar dan dimiliki oleh nelayan-nelayan Cilauteureun sejumlah 334 kapal. Berdasarkan informasi dari kepala PPI Cilauteureun, total kapal yang beroperasi rata-rata hanya 30% atau sekitar 100 kapal. Masing-masing kapal memiliki kapasitas mencapai 10 orang, akan tetapi untuk melakukan operasi penangkapan biasanya hanya melibatkan 3-5 awak kapal. Nelayan Cilauteureun melakukan penangkapan 1 trip/hari (one day fishing) yaitu berangkat melaut sekitar pukul 04.30 dan kembali sekitar pukul 11.00-15.00 dengan alat tangkap gillnet .

(40)

Ikan tongkol ditangkap menggunakan alat tangkap gillnet (jaring insang) dengan mesh size 2,5 inchi, selain itu ikan tongkol juga biasa ditangkap dengan pancing. Jaring insang dipasang oleh nelayan pada kedalaman sekitar 15-30 meter. Jaring insang yang digunakan untuk menangkap ikan tongkol di Cilauteureun dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Jaring insang (gillnet) (dokumentasi pribadi)

Lokasi penangkapan ikan oleh nelayan di perairan Pameungpeuk ini memang dilakukan secara tradisional dan berdasarkan pengalaman. Jarak yang ditempuh oleh nelayan sekitar 6-8 mil ke arah Tenggara atau Barat Daya atau sekitar 3-4 jam perjalanan dengan kecepatan normal (60 km/jam). Walaupun demikian, kondisi tersebut sesuai dengan zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) yang menunjukkan wilayah gerombolan ikan terdistribusi/tersebar ke perairan Teluk Cilauteureun melalui daerah sekitar 7° dan 8° LS, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 10. Sehingga dalam hal ini, pengalaman nelayan juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk potensi penangkapan ikan.

(41)

27

Gambar 10. Zona potensi penangkapani ikan (ZPPI)

(Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Garut)

Zona potensi penangkapan ikan tersebut diperoleh dari hasil citra satelit yang diterima oleh stasiun pengamat LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), Garut pada saat gerombolan ikan mendekati wilayah perairan laut Garut.

4.3. Produksi dan Harga Ikan Tongkol (Auxis thazard)

Penelitian yang dilakukan selama 20 hari pengamatan menghasilkan produksi serta harga ikan tongkol yang berfluktuasi. Hasil tangkapan (produksi) dan harga harian diperoleh dari 9 pengumpul yang terdapat di Desa Pamalayan, Cilauteureun. Produksi atau hasil tangkapan harian di perairan selatan Kabupaten Garut ini diperoleh dari jumlah total tangkapan ikan tongkol oleh nelayan yang diserahkan kepada setiap pengumpul. Fluktuasi produksi atau hasil tangkapan ikan tongkol (Auxis thazard) tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.

(42)

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 23 M aret 2 010 25 Ma ret 20 10 27 Ma ret 20 10 29 M aret 2010 31 M aret 2010 02-A pr-1 0 04-A pr-1 0 06-Apr -10 08-Apr -10 10-A pr-1 0 Produksi (kg)

Gambar 11. Produksi harian ikan tongkol

Fluktuasi produksi yang terjadi selama periode pengamatan mengindikasikan adanya ketidakpastian dalam kegiatan perikanan. Dalam kegiatan penangkapan ikan tongkol yang dilakukan oleh nelayan Cilauteureun digunakan alat tangkap pancing dan jaring dengan sistem nonstop yang dikenal dengan istilah trawling. Pada gambar diatas, puncak hasil tangkapan terjadi pada 31 Maret 2010 yaitu sebesar 3494,9 kg sedangkan tangkapan minimum terjadi pada 4 April 2010 yaitu sebesar 567,7 kg dengan standar deviasi untuk hasil tangkapan ikan tongkol mencapai 794,67 kg.

Fluktuasi produksi harian yang terjadi secara kontinu selama 1 tahun dapat mencerminkan trend penangkapan untuk tahun tersebut. Gambaran pola produksi yang diperoleh dapat digunakan untuk menduga waktu penangkapan yang baik untuk memperoleh hasil tangkapan yang optimal. Trend produksi ikan tongkol di Cilauteureun tahun 2004-2009 dapat dilihat sebagai gambaran adanya ketidakpastian yang tinggi dalam perikanan tongkol di Garut. Penyajian trend produksi ikan tongkol pada tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Gambar 12.

(43)

29 7600 7700 7800 7900 8000 8100 8200 8300 23 M aret 2010 25 M aret 2010 27 M aret 2010 29 M aret 2010 31 M aret 20 10 02-A pr-1 0 04-A pr-1 0 06-A pr-1 0 08-A pr-1 0 10-A pr-1 0 Produksi (kg)

Gambar 12. Trend produksi ikan tongkol tahun 2004-2009

(Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, diolah 2010)

Fluktuasi juga terjadi pada harga ikan tongkol selama pengamatan. Fluktuasi yang terjadi terhadap harga ikan tongkol tidak sejauh yang terjadi pada produksi. Fluktuasi harga harian ikan tongkol di Cilauteureun tersebut ditunjukkan oleh Gambar 13.

Harga (Rp.)

Gambar 13. Harga rata-rata ikan tongkol

Pengamatan terhadap data harga harian ikan tongkol menunjukkan adanya fluktuasi harga ikan tongkol selama periode Maret-April 2010. Hal tersebut tidak seperti pembentukan harga ikan tongkol di tahun-tahun sebelumnya.

(44)

Tahun 2004-2009, harga ikan tongkol mengalami perubahan, akan tetapi perubahan terjadi di tahun selanjutnya, walaupun pada tahun 2007-2008 harga ikan tidak mengalami perubahan. Harga yang terbentuk tersebut merupakan harga yang terdapat di TPI Cilauteureun, bukan harga lelang. Grafik harga ikan tongkol tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Trend harga ikan tongkol tahun 2005-2009

(Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, diolah 2010)

Harga ikan tongkol mengikuti produksi ikan tongkol yang dihasilkan. Apabila hasil tangkapan ikan tongkol semakin besar atau melimpah, maka harga beli ikan terhadap nelayan cenderung semakin menurun. Selain itu ukuran ikan tongkol juga berpengaruh terhadap nilai jual, sehingga ikan tongkol yang memiliki ukuran kecil cenderung memiliki nilai jual yang lebih rendah, akan tetapi nilai ikan tongkol yang berukuran sangat besar juga tidak akan bertambah tinggi, sehingga harga ikan mengalami fluktuasi.

Pengumpul juga memiliki pengaruh terhadap penentuan harga. Masing-masing pengumpul memiliki kesepakatan sendiri dengan para nelayannya. Karena modal keberangkatan nelayan untuk melaut diperoleh dari pengumpul (tengkulak), maka harga sepenuhnya menjadi keputusan tengkulak. Perbedaan jumlah tangkapan setiap nelayan, perbedaan ukuran ikan tongkol yang tertangkap,

(45)

31

Crystal Ball Student Edi ti on Not for Commercial Use

Frequency Chart .000 .007 .014 .020 .027 0 6.75 13.5 20.25 27 -364.68 670.69 1,706.06 2,741.43 3,776.80 1,000 Trials 6 Outliers Forecast: Produksi

serta perbedaan modal dan tengkulak menjadi faktor yang sangat mempengaruhi harga ikan tongkol pada saat itu.

4.4. Analisis Ketidakpastian Ikan Tongkol 4.4.1. Analisis ketidakpastian hasil tangkapan

Analisis dilakukan dengan menggunakan data rata-rata produksi harian ikan tongkol yang ditangkap di perairan Pameungpeuk. Data tersebut diperoleh dari setiap nelayan yang berhasil memperoleh tangkapan berupa ikan tongkol. Ikan tongkol tersebut diserahkan kepada para pengumpul yang kemudian pencatatan hasil tangkapan ikan dilakukan oleh pengumpul. Rata-rata produksi harian ikan tongkol yang digunakan merupakan total hasil tangkapan yang diperoleh per jumlah hari pengamatan. Pola peramalan sebaran produksi atau hasil tangkapan ikan tongkol yang dilakukan menggunakan analisis Monte Carlo dengan bantuan software Crystal ball menunjukkan adanya fluktuasi serta ketidakpastian yang sangat tinggi, meskipun terlihat menyerupai kurva sebaran normal. Frekuensi untuk volume produksi ikan tongkol ini dapat dilihat pada gambar 15.

Gambar 15. Kurva frekuensi volume produksi di Cilauteureun periode Maret- April 2010

(46)

Distribusi volume yang terjadi bersifat semu karena kurva terkesan menyebar secara normal, namun penyebaran secara normal ini mencerminkan bahwa kegiatan perikanan tangkap banyak dipengaruhi faktor ketidakpastian. Selain itu, ketidakpastian juga ditunjukkan dengan kecilnya nilai peluang dari produksi yang diperoleh yaitu nilai peluang yang kurang dari 0,5 serta diperoleh besarnya nilai standar deviasi dalam percobaan yang dilakukan yaitu sebesar 796,44 kg. Tabel 3 memperlihatkan nilai-nilai statistik dari peramalan volume produksi yang diperoleh.

Tabel 3. Nilai-nilai statistik peramalan volume produksi

Statistik: Value Trials (kali) 1000 Mean (kg) 1,706.06 Median (kg) 1,688.52 Standard Deviation (kg) 796.44 Variance 634,312.54 Skewness 0.03 Kurtosis 2.84 Coeff. of Variability 0.47 Range Minimum -874.32 Range Maximum 4,113.60 Range Width 4,987.92 Mean Std. Error 25.19

Nilai statistik yang diperoleh dari peramalan produksi menunjukkan bahwa data tersebut hanya sedikit menjulur ke kanan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai skewness sebesar 0,03. Besarnya nilai standar deviasi hasil tangkapan ikan tongkol juga dikarenakan armada penangkapan yang digunakan hanya kapal tradisional berukuran kecil tanpa alat bantu. Kegiatan penangkapan ikan dengan alat bantu serta teknologi yang lebih canggih akan menghasilkan nilai ketidakpastian serta standar deviasi yang kecil.

Peramalan yang dilakukan menghasilkan nilai koefisien variabilitas yang tinggi yaitu sebesar 0,47 atau 47%, hal tersebut menunjukkan kegiatan penangkapan ini memiliki ketidakpastian yang sangat tinggi. Mayangsoka (2010) menunjukkan bahwa hasil analisis terhadap sumberdaya ikan cakalang yang didaratkan di PPS Nizam Zachman memiliki nilai koefisien variabilitas yang lebih tinggi mencapai 0,71 atau 71% . Penangkapan ikan cakalang yang dilakukan

(47)

33

Crys tal Ball Student Edi ti on Not for Commerc ial Us e

Frequency Chart .000 .009 .018 .027 .036 0 9 18 27 36 7,769.55 7,914.00 8,058.46 8,202.92 8,347.38 1,000 Trials 9 Outliers Forecast: Harga

menggunakan alat bantu GPS serta kapal yang besar diharapkan dapat memperkecil nilai koefisien variabilitas. Tingginya nilai koefisien variabilitas diduga karena lokasi penangkapan (fishing ground) ikan cakalang yang sangat jauh dari pantai sehingga wilayahnya lebih luas dan menyebar, berbeda dengan ikan tongkol yang lokasi penangkapannya (fishing ground) dekat dengan pantai.

4.4.2. Analisis ketidakpastian harga ikan tongkol

Harga merupakan suatu nilai nominal terhadap suatu komoditas atau barang. Harga ikan tongkol yang terjadi di Garut mengikuti volume produksinya. Fluktuasi terjadi akibat adanya perubahan hasil tangkapan yang diperoleh. Penentuan harga ikan tongkol setiap harinya terbentuk sesuai kesepakatan antara nelayan dengan tengkulak. Desa Pamalayan, Kecamatan Cikelet memiliki 9 orang pengumpul besar (tengkulak) yang menerima hasil tangkapan dari nelayan. Masing-masing tengkulak memiliki kisaran harga sesuai dengan keadaan serta kondisi yang mereka alami. Berdasarkan fakta tersebut, maka peramalan terhadap harga ikan tongkol di TPI Cilauteureun dilakukan dengan menggunakan harga rata-rata dari masing-masing tengkulak yang terbentuk setiap hari yang kemudian menjadi rata-rata harga selama hari pengamatan. Pola peramalan sebaran harga ikan tongkol di Cilauteureun yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 16.

(48)

Apabila dibandingkan dengan fluktuasi yang terjadi pada volume produksi, maka dapat dilihat bahwa fluktuasi harga cenderung lebih stabil karena kurva sebaran yang lebih menyebar normal. Selain itu, beberapa nilai peluang yang dihasilkan juga lebih besar dibandingkan nilai peluang untuk volume produksi. Akan tetapi hal tersebut bukan menunjukkan tidak adanya ketidakpastian dalam penetapan harga karena dalam kenyataannya fluktuasi harga tetap terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya standar deviasi sebesar Rp. 572,68.

Kurva distribusi produksi dan harga yang terbentuk berdasarkan simulasi yang dilakukan menyerupai kurva normal, namun memiliki karakteristik yang berbeda. Pada peramalan produksi diperoleh kemenjuluran ke kanan, sedangkan untuk peramalan harga ini diperoleh kemenjuluran ke kiri dengan nilai sebesar -0,04. Nilai tersebut mengakibatkan nilai tengah yang lebih kecil daripada mediannya. Beberapa perhitungan statistik yang diperoleh juga dapat dijadikan indikasi adanya ketidakpastian dalam kegiatan perikanan yang dilakukan seperti banyaknya percobaan yang akan mempengaruhi nilai-nilai statistik yang akan diperoleh. Nilai-nilai statistik yang diperoleh dalam peramalan harga disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai-nilai statistik peramalan harga

Statistics: Value Trials (kali) 1000 Mean (Rp.) 8,058.46 Median (Rp.) 8,061.02 Standard Deviation (Rp.) 111.12 Variance 12,347.95 Skewness -0.04 Kurtosis 2.93 Coeff. of Variability 0.01 Range Minimum 7,710.90 Range Maximum 8,397.54 Range Width 686.63 Mean Std. Error 3.51

Komoditas ikan tongkol ini termasuk jenis ikan yang dikonsumsi oleh penduduk lokal atau tidak termasuk komoditas untuk diekspor. Hal ini juga berpengaruh terhadap harga ikan. Jika dibandingkan dengan ikan layur dan ikan cakalang, maka ikan tongkol memiliki fluktuasi dan ketidakpastian harga yang

(49)

35 W = 0.0636L2.4971 R2 = 0.807 n = 200 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 0 5 10 15 20 25 30 35 Panjang (cm) B e ra t ( g ra m )

lebih tinggi. Koefisien variabilitas harga tongkol yang diperoleh dari hasil peramalan sebesar 0,01 atau 1%. Fluktuasi dan ketidakpastian harga ikan layur relatif kecil, nilai koefisien variabilitas yang diperoleh sebesr 0,03 atau 3% (Wardani 2010). Ikan cakalang memiliki nilai koefisien variabilitas sebesar 0,19 atau 19% (Mayangsoka 2010). Layur dan cakalang termasuk komoditas ikan untuk diekspor sehingga memiliki kisaran harga yang sempit dan mengikuti permintaan pasar global seharusnya memiliki harga yang relatif lebih stabil. Peramalan menunjukkan harga ikan tongkol lebih stabil dibandingkan layur dan cakalang, hal tersebut diduga karena penetapan harga ekspor dari negara pengimpor yang letaknya jauh.

4.5. Hubungan Panjang Berat

Hubungan panjang berat digunakan untuk menduga pertumbuhan dari sumberdaya ikan tongkol. Berdasarkan jumlah ikan contoh yang diperoleh selama waktu penelitian, dilakukan analisis dengan 200 ekor ikan. Jumlah data panjang dan berat ikan tersebut diperoleh dalam waktu 20 hari dengan jumlah per hari 10 ekor. Grafik analisis hubungan panjang-berat ikan tongkol di Cilauteureun dapat dilihat pada Gambar 17.

(50)

Hubungan panjang-berat ikan tongkol adalah W =0,0636L2,4971 dengan nilai b sebesar 2,4971. Setelah dilakukan uji t (α = 0,05) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan tongkol memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif. Pola pertumbuhan alometrik negatif menyatakan bahwa pertumbuhan panjang ikan tongkol lebih dominan dibandingkan pertumbuhan beratnya. Hal tersebut dikuatkan oleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,807 yang berarti bahwa model dugaan mampu menjelaskan model sebenarnya sebesar 80,7%.

Analisis hubungan panjang berat ikan tongkol (Auxis thazard) yang pernah dilakukan di negara Sri Lanka diperoleh nilai b sebesar 3,334 yang menunjukkan pola pertumbuhan yang alometrik positif. Perbedaan nilai b yang diperoleh dapat disebabkan faktor lingkungan seperti iklim, kondisi perairan dan ketersediaan makanan, musim penangkapan, jumlah banyaknya contoh ikan serta genetis ikan.

4.6. Pembahasan

4.6.1. Pembahasan hasil simulasi Monte Carlo

Permasalahan-permasalahan yang muncul dalam kegiatan perikanan tangkap disebabkan adanya ketidakpastian yang dapat berasal dari sumber-sumber ketidakpastian secara alami maupun bersumber dari manusia. Fluktuasi hasil tangkapan dan harga ikan tongkol merupakan dua faktor yang memberikan pengaruh besar bagi industri perikanan tangkap dan pengelolaan yang berkelanjutan.

Hasil tangkapan yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya musim penangkapan, kemampuan biologis, cuaca, daerah penangkapan, alat tangkap yang digunakan, armada dan jumlah armada penangkap ikan, perilaku nelayan serta teknologi atau sarana lain yang mendukung keberhasilan kegiatan penangkapan. Faktor-faktor tersebut menyebabkan volume produksi sumberdaya perikanan yang ditangkap dapat berubah dari waktu ke waktu dan tidak dapat diramalkan.

Fluktuasi harga yang terjadi dapat lebih stabil apabila dibandingkan dengan fluktuasi hasil tangkapan yang banyak dipengaruhi oleh keadaan alam. Pembentukan harga yang terjadi biasanya dipengaruhi oleh jumlah produksi serta

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2. Ikan Tongkol (Auxis thazard)  (dokumentasi pribadi)
Gambar 3. Sebaran Ikan Tongkol (Auxis thazard)  (www.fishbase.com)
Gambar 4. Alat tangkap payang  (www.dkp.go.id)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian, penulis menyarankan Keberadaan kendaraan pribadi sebagai angkutan umum di Kota Samarinda banyak didapati dikarenakan kurangnya keinginan para

Meskipun konsentrasi seng pada hati ikan mas masih sangat rendah dan seng merupakan logam yang diregulasi secara proporsional di dalam tubuh, bioakumulasi seng masih dapat

Pada akhirnya, implikasi positif dari pengembangan usaha kecil menengah harus dapat dibuktikan secara empiris, maka dari itu tim pengabdian dari UPI Kampus

Persoalan lain terkait kesehatan adalah ketersediaan obat-obatan bagi penyandang skizofrenia. Tidak sedikit kasus penyandang skizofrenia yang sudah ditangani medis harus

2 Tepung ikan terasi diketahui memberikan respon terbaik sebagai PGPR dalam pertumbuhan akar kecambah kacang hijau, kemudian diikuti tepung udang, tepung ikan terasi yang

negara Dunia Ketiga secara fisik, akan tetapi dominasi bangsa penjajah terhadap bekas koloninya tetap dipertahankan melalui kontrol terhadap teori-teori pembangunan

Ascarya (2017) menjelaskan bahwa generasi ketiga dibangun atas dasar kekurangan model generasi kedua, namun jika diteliti lebih mendalam generasi ketiga mencoba