• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi tingkat konsep diri remaja kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2005/2006 dan implikasinya terhadap penyusunan topik-topik bimbingan kelompok - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Deskripsi tingkat konsep diri remaja kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2005/2006 dan implikasinya terhadap penyusunan topik-topik bimbingan kelompok - USD Repository"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI TINGKAT KONSEP DIRI REMAJA KELAS XI IPS

SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2005/2006

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENYUSUNAN

TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KELOMPOK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh:

Dewi Ineke Gushanna Hendrik

NIM 021114054

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

SKRIPSI

DESKRIPSI TINGKAT KONSEP DIRI REMAJA KELAS XI IPS

SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2005/2006

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENYUSUNAN

TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KELOMPOK

Oleh:

Dewi Ineke Gushanna Hendrik

NIM 021114054

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I

Drs. Ign. Masidjo Tanggal : 29 September 2006

Pembimbing II

(3)

SKRIPSI

DESKRIPSI TINGKAT KONSEP DIRI REMAJA KELAS XI IPS

SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2005/2006

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENYUSUNAN

TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KELOMPOK

Telah dipersiapkan dan ditulis oleh: Dewi Ineke Gushanna Hendrik

NIM: 021114054

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 5 Januri 2007

dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si ………

Sekretaris Fajar Santoadi, S.Pd. ………

Anggota Drs. Ign. Masidjo ………

Anggota Dra. M.J. Retno Priyani, M.Si ………

Anggota Drs. J. Sumedi ………

Yogyakarta, Januari 2007

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(4)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Sebab kalau seorang menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali

tidak berarti, ia menipu dirinya sendiri. Baiklah tiap-tiap orang menguji

pekerjaannya sendiri, maka ia boleh bermegah melihat keadaannya

sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain.”

(GALATIA 6:3-4)

BERDOA, BERUSAHA, BERSYUKUR

Kupersembahkan karya ini untuk:

™ Bapa ku Tuhan Yesus Kristus, ™ Orangtuaku tercinta,

™ Kakakku sekeluarga, adikku, eyangku ™ Kekasihku, Jeffry Yonathan

™ Orang yang telah membantu dan mendukungku.

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah

Yogyakarta, 05 Januari 2007

Penulis

(6)

ABSTRAK

DESKRIPSI TINGKAT KONSEP DIRI REMAJA KELAS XI IPS SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2005/2006

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENYUSUNAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KELOMPOK

Dewi Ineke Gushanna Hendrik Universitas Sanata Dharma, 2006

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan survei. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsep diri remaja Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2005/2006 dan implikasinya terhadap penyusunan topik-topik Bimbingan Kelompok. Masalah penelitian ini adalah sejauh mana tingkat konsep diri remaja Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2005/2006 dan implikasinya terhadap penyusunan topik-topik Bimbingan Kelompok.

Sampel penelitian ini adalah siswa Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2005/2006 sebanyak 80 siswa. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari 60 item pernyataan, terbagi menjadi enam aspek konsep diri, yaitu fisik, psikis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi yang masing-masing terdiri dari 12 item.

Teknik analisis data yang digunakan adalah membuat tabulasi data, menghitung frekuensi, persentase, dan menentukan kategori berdasarkan Penilaian Acuan Patokan Tipe II dengan 5 kategori, yaitu “sangat tinggi”, “tinggi”, “cukup”, “rendah”, dan “sangat rendah”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep diri yang dimiliki oleh remaja Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2005/2006 berdasarkan aspek fisik, psikis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi sebagian besar adalah rendah. Hasil ini ditunjukkan oleh perhitungan persentase, yaitu sebanyak 54 siswa atau 67,5% berada pada kategori rendah, sebanyak 25 siswa atau 31,25% pada kategori cukup, sebanyak 1 siswa atau 1,25% pada kategori sangat rendah, dan tidak ada atau 0% pada kategori tinggi dan sangat tinggi. Aspek konsep diri yang paling rendah adalah aspek prestasi (53,98%). Aspek inilah yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan usulan topik-topik bimbingan kelompok. Topik-topik Bimbingan Kelompok yang diusulkan adalah (1) Penggunaan waktu belajar, (2) Motivasi belajar, (3) Konsentrasi belajar.

(7)

DESCRIPTION OF ADOLESCENTS’ SELF CONCEPT OF THE ELEVENTH GRADE SOCIAL STUDENTS IN BOPKRI 2

SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA ACADEMIC YEAR OF 2005/2006 AND ITS IMPLICATION

ON THE GROUP GUIDANCE TOPICS

Dewi Ineke Gushanna Hendrik Sanata Dharma University, 2006

This was descriptive study which implemented survey method. This study was aimed to describe the adolescents’ self concept of the eleventh grade social students in BOPKRI 2 Senior High School Yogyakarta academic year of 2005/2006 and its implication on group guidance topics. Its problems was what is the level of the adolescents’ self concept of the eleventh grade social students in BOPKRI 2 Senior High School Yogyakarta academic year of 2005/2006 and its implication on group guidance topics proposal.

This study’s samples were the eleventh grade social students in BOPKRI 2 Senior High School Yogyakarta academic year of 2005/2006, 80 students. The instrument employed consisted of 60 questions which were divided into six self concept aspects: physical, social, emotional, aspiration, and achievement and each aspect had 12 items.

The data analysis implemented here was tabulating data, calculating frequency and percentage, and categorizing in accordance with PAP type II in 5 categories: “very high”, “high”, “average”, “low”, and “very low”.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Baik dan Murah Hati atas karunia-Nya yang melimpah sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Di dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, peneliti selalu diberi kekuatan, pendampingan dan bimbingan-Nya. Skripsi disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dari Program Studi Bimbingan Konseling.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini disusun berkat bantuan, dukungan dan perhatian dari berbagai pihak yang telah memberikan masukan yang berharga bagi peneliti. Oleh karena itu, diucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Ign. Masidjo, dosen pembimbing I yang telah memberikan dukungan, saran, motivasi, bimbingan, dan dorongan yang berguna bagi peneliti hingga tersusun skripsi ini.

2. Ibu Dra. M.J. Retno Priyani, M.Si., dosen pembimbing II yang telah memberikan masukan-masukan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si., Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan ijin untuk penyusunan skripsi ini

(9)

5. Kepala Sekolah SMA BOPKRI 2 Yogyakarta, yang telah memberikan ijin ujicoba dan penelitian skripsi ini.

6. Koordinator Bimbingan dan Konseling SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang telah memberikan waktu kepada penulis untuk melakukan ujicoba dan penelitian skripsi ini.

7. Para segenap dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universita Sanata Dharma Yogyakarta yang dengan kesabaran mendidik, membimbing, dan mendampingi penulis selama mengikuti perkuliahan sehingga penulis mendapatkan ilmu yang sangat bermanfaat bagi kehidupan penulis.

8. Kedua orangtuaku tersayang, yang selalu mendo’akan dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Kakakku sekeluarga dan adikku tersayang, yang selalu memberikan semangat untuk terus maju dan berkarya kepada penulis.

10.Keluarga besarku yang selalu memberikan dorongan untuk menyelesaikan studi kepada penulis.

11.Kekasihku tersayang, yang selalu memberikan perhatian, dukungan, cinta, kasih sayang, dan doanya.

12.Teman-teman KKN’06 (Bang Tony, Yala, Jeng Sherly, Jeng Emy) yang selalu memberikan semangat dan dorongan untuk selalu kuat dalam menyelesaikan skripsi ini.

(10)

14.Teman-teman kelompok PPL SMP (Bangun, Sherly, Prinses) dan PLBK SMA (Sr. Franselin, Tiwi, Oka, Bangun) yang telah menjadi teman seperjuangan dalam menyelesaikan tugas dan tanggung dalam melaksanakan praktek bimbingan.

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah turut serta dalam membantu penyelesaian skripsi ini, semoga Tuhan selalu memberkati.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Semoga karya yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Terima kasih.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Operasional ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 8

A. Konsep Diri ... 8

1. Pengertian Konsep Diri ... 8

(12)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 12

4. Ciri-ciri Konsep Diri ... 15

5. Aspek-aspek Konsep Diri ... 19

B. Anak Remaja... 23

1. Pengertian Remaja ... 23

2. Perkembangan Konsep Diri Remaja ... 25

C. Bimbingan ... 26

1. Pengertian Bimbingan... 26

2. Bimbingan di Sekolah ... 28

3. Jenis-jenis Bimbingan ... 30

D. Peran Bimbingan dalam Pengembangan Konsep Diri Remaja... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 34

A. Jenis Penelitian... 34

B. Subyek Penelitian... 35

C. Instrumen Penelitian ... 35

D. Validitas dan Reliabilitas ... 37

E. Prosedur Pengumpulan Data ... 40

F. Teknik Analisis Data... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil Penelitian ... 44

(13)

BAB V USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KELOMPOK SEBAGAI

IMPLIKASI HASIL PENELITIAN ... 55

BAB VI RINGKASAN, KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN ... 57

A. Ringkasan... 57

B. Kesimpulan ... 59

C. Keterbatasan Penelitian... 59

D. Saran... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Kuesioner Konsep Diri Remaja ... 36

Tabel 2. Patokan Koefisien Korelasi... 39

Tabel 3. Jadwal Pengumpulan Data Penelitian ... 41

Tabel 4. Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe II ... 44

Tabel 5. Pengelompokan Deskripsi Tingkat Konsep Diri Remaja Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta ... 45

Tabel 6. Urutan Persentase Keseluruhan Aspek-aspek Konsep Diri Remaja Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta ... 46

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Hasil Tryout... 64

Lampiran 2. Hasil Uji Reliabilitas ... 66

Lampiran 3. Hasil Perhitungan Ujicoba (Tryout) Validitas dan Reliabilitas ... 68

Lampiran 4. Kuesioner Konsep Diri Remaja... 71

Lampiran 5. Data Hasil Penelitian ... 75

Lampiran 6. Kategori Skor Tingkat Konsep Diri Remaja Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta ... 81

Lampiran 7. Persentase Tingkat Konsep Diri Remaja Berdasarkan Patokan PAP Tipe II ... 82

Lampiran 8. Deskripsi Data Hasil Penelitian... 83

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsep diri bukan bawaan lahir, itu adalah hasil belajar. Hurlock (1996) mengemukakan berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri, antara lain: bentuk tubuh, cacat tubuh, pakaian, nama dan nama julukan, intelegensi, taraf aspirasi, emosi, jenis sekolah, status sosial ekonomi keluarga, teman bergaul atau tokoh-tokoh penting dalam hidupnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa pengaruh dari masing-masing faktor itu tergantung pada perasaan yang dialami oleh orang yang bersangkutan sehubungan dengan faktor lain yang dimilikinya. Apakah faktor tertentu itu cenderung menimbulkan perasaan positif pada orang yang bersangkutan? Dengan kata lain, apakah orang yang bersangkutan cenderung merasa positif karena memiliki faktor tertentu itu? Kalau ya, maka pengaruhnya dikatakan positif. Namun jika faktor tertentu itu cenderung menimbulkan perasaan negatif pada orang yang bersangkutan, maka pengaruhnya dikatakan negatif.

(17)

dalam membentuk konsep diri yang positif, sehingga timbul rasa aman secara jasmani, rasa aman secara batin, rasa aman secara rohani dalam diri anak.

Pada masa remaja, apa yang dikatakan orang lain mengenai dirinya sangat berpengaruh pada penerimaan, penghargaan serta kecintaan remaja terhadap dirinya sendiri. Apabila orang-orang yang dianggap penting bagi diri remaja tersebut menerima, menghargai, mencintai dirinya, maka remaja cenderung akan memiliki konsep diri yang positif terhadap dirinya, sedangkan apabila orang-orang yang dianggap penting bagi dirinya merendahkan, meremehkan, mempermalukannya, menolaknya, maka konsep diri yang terbentuk adalah konsep diri yang negatif, sehingga tentu saja hal ini akan berpengaruh pada perkembangan sikapnya ketika sedang berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.

Masa-masa remaja adalah suatu masa yang ditandai dengan berbagai perubahan yang terjadi, baik menyangkut perubahan dalam hal fisik maupun perubahan dalam hal psikologisnya. Dan di masa remaja ini ketika remaja sedang mengalami berbagai perubahan tersebut, remaja dihadapkan pada berbagai kondisi lingkungan, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat, di mana lingkungan tersebut sewaktu-waktu dapat berpengaruh pada perkembangan dirinya baik secara kognitif, afektif maupun psikomotoriknya.

(18)
(19)

beranggapan bahwa ia adalah anak yang berbakat apabila orangtuanya mengatakan ia adalah anak yang berbakat.

Apabila penilaian orangtua, guru serta teman-teman sebaya positif terhadap seorang remaja, hal ini tentu akan berpengaruh baik di dalam pembentukan konsep diri remaja tersebut serta di dalam perkembangan sikap ketika ia berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya. Namun apa jadinya bila penilaian orangtua, guru serta teman-teman sebaya negatif, dimana dampaknya adalah remaja beranggapan bahwa dirinya memiliki banyak kekurangan, sehingga dapat dipastikan ia sebagai seorang remaja akan mengalami kesulitan ketika berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya, karena bisa saja ia menarik diri dari pergaulan, baik ketika ia berada di lingkungan sekolah maupun ketika ia berada di lingkungan masyarakat, karena ia menganggap dirinya sebagai seorang remaja yang memiliki banyak kekurangan padahal sebenarnya tidaklah demikian. Hal ini sangat berpengaruh dalam perkembangan sikap remaja tersebut. Pada dasarnya konsep diri merupakan “bayangan cermin”. Bila remaja yakin bahwa orang-orang yang penting baginya menyenangi dia, maka mereka akan berpikir secara positif tentang diri mereka dan sekitarnya (Hurlock, 1996).

(20)

baju lebih ketat, ber-make up dan penggunaan aksesoris sudah menjadi suatu trend dan membudaya di kalangan anak remaja SMA. Selanjutnya dari segi pergaulan anak remaja dewasa ini telah mengalami suatu mode yang cenderung menjurus pada hal-hal negatif, seperti pergaulan bebas, free sex, penggunaan obat-obatan terlarang dan hal negatif lainnya. Tidak berbeda dengan mode pakaian dan pergaulan, cara komunikasi remaja mengalami suatu pergeseran moral yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari cara berbicara atau berkomunikasi dengan guru, orang tua dan teman sebaya tidak ada lagi batasan-batasan yang membedakan, baik dari cara berbicara maupun tata bahasa yang digunakan. Kenyataan tersebut merupakan sebuah fenomena terjadinya pergeseran moral yang secara langsung akan mempengaruhi terhadap pembentukan konsep diri remaja.

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mencoba mengungkap fenomena tersebut dengan melakukan penelitian pada remaja SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dengan judul penelitian: “Deskripsi tingkat konsep diri remaja Kelas XI SMA IPS BOPKRI 2 Yogyakarta dan implikasinya terhadap penyusunan topik-topik Bimbingan Kelompok”.

B. Perumusan Masalah

(21)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penilitian pada pokok permasalahan ini adalah untuk mengetahui tingkat konsep diri remaja Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dan implikasinya terhadap penyusunan topik-topik Bimbingan Kelompok.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk memperoleh pengalaman melaksanakan penelitian, sehingga melalui penelitian ini dapat dilihat adanya keterkaitan antara teori dengan keadaan yang sebenarnya.

2. Bagi Pihak Sekolah

(22)

segala potensi yang dimiliki. Pada akhirnya dengan prestasi yang mereka raih, kemungkinan besar akan membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia.

3. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai pengertian dan pemahaman konsep diri, sehingga pada akhirnya pembaca dapat menarik suatu kesimpulan bahwa konsep diri pada seorang individu merupakan hal yang penting.

E. Definisi Operasional

1. Deskripsi adalah gambaran atau uraian tentang fenomena yang terjadi dalam suatu objek.

2. Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang diri mereka sendiri, meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial dan emosial, aspirasi dan prestasi.

3. Remaja adalah individu yang mengalami perubahan-perubahan, baik perkembangan kelamin sekunder dan kematangan seksual, perkembangan jiwa dan pola identifikasi diri serta perubahan status sosio-ekonominya dari sama sekali tergantung untuk menjadi relatif bebas.

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Menurut Hurlock (1996), konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang diri mereka sendiri, meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial dan emosial, aspirasi dan prestasi. Semua konsep diri mencakup citra fisik dan psikologis diri. Citra fisik biasanya terbentuk pertama-tama dan berkaitan dengan penampilan fisik anak, daya tariknya dan kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan jenis kelaminnya dan pentingnya berbagai bagian tubuh untuk perilaku atas pikiran, perasaan dan emosi; citra ini terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan, sifat-sifat seperti keberanian, kejujuran, kemandirian dan kepercayaan diri serta berbagai jenis aspirasi dan kemampuan.

(24)

anda lakukan menurut pikiran anda, dan anda dapat menjadi apa menurut

pikiran anda.

Raimy (dalam Burns, 1993) mendefinisikan konsep diri sebagai sesuatu yang dipelajari. Konsep diri seseorang ini merupakan dirinya sendiri dari titik pandangnya sendiri. Konsep diri seseorang ini merupakan sebuah penemuan konsep-konsep tersendiri mengenai orang yang bersangkutan.

Sullivan (dalam Burns, 1993) mendefinisikan konsep diri sebagai suatu pemahaman diri yang diperoleh individu dari pengalamannya untuk meminimalkan kesalahan dalam berperilaku yang mungkin dilakukannya yang dapat menimbulkan kecemasan dan rasa tidak aman pada individu.

Mead (dalam Burns, 1993) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan hasil perhatian individu yang berupa perkiraan-perkiraan mengenai lingkungan dan bagaimana orang lain bereaksi padanya.

Rogers (dalam Burns, 1993) mengemukakan bahwa konsep diri ini selain menunjukkan pada cara seseorang memandang dan merasakan dirinya sendiri, juga menunjukkan pada bagaimana ia mengendalikan dan mengintegrasikan tingkah lakunya. Konsep diri dapat juga diartikan sebagai sikap terhadap diri sendiri (Sinurat, 2005). Sikap di sini adalah kecenderungan/kesiapan seseorang untuk beraksi/bertindak menurut cara tertentu terhadap sesuatu obyek (manusia atau bukan manusia).

(25)

tentang diri sendiri. Dengan kata lain konsep diri adalah seluruh pikiran tentang diri sendiri sebagai individu.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, yang dimaksud dengan konsep diri adalah keseluruhan gambaran, pandangan, keyakinan, penghargaan dan perasaan seseorang tentang dirinya sendiri yang membuat individu menyadari akan perbedaan dirinya dengan orang lain.

2. Pembentukan Konsep Diri

Pembentukan diri dipengaruhi oleh sikap dan penilaian seseorang terhadap orang lain, sehingga konsep diri bukan merupakan faktor bawaan akan tetapi dipelajari lewat pengalaman. Konsep diri terbentuk berdasarkan hubungan anak dengan orang lain, terutama dengan orang yang berpengaruh dalam hidupnya, seperti orang tua, guru maupun teman sebaya. Orang-orang yang berpengaruh tersebut sebagai image mirror

bagi anak, yang artinya menjadi gambaran cermin bagi diri anak.

Menurut Sulliun (dalam Rakhmat, 2001), jika seseorang diterima, dihormati dan disayangi oleh orang lain karena keadaan dirinya, maka orang tersebut akan bersikap menghormati dan menerima diri sendiri. Sebaliknya bila orang lain selalu meremehkan, menyalahkan dan menolak dirinya, maka orang tersebut tidak akan menyayangi dirinnya sendiri.

(26)

bahasa dan menghadapi pengalaman yang semakin banyak, konsep diri mulai terbentuk menjadi kuat.

Hurlock (1996) membedakan bahwa proses pembentukan konsep diri meliputi dua konsep diri, yaitu:

a. Konsep diri primer (Theprimary self concept)

Konsep diri primer adalah konsep diri yang terbentuk berdasarkan pengalaman anak di rumah, sehingga tertanam bermacam-macam konsep diri yang dihasilkan dari pengalaman berinteraksi dengan anggota-anggota keluarga seperti orang tua, anak dan saudara-saudaranya. Dengan meningkatnya pergaulan dengan orang di luar rumah, anak memperoleh konsep yang lain tentang diri mereka. Ini membentuk konsep diri sekunder.

b. Konsep diri sekunder (The secondary self concept)

Dengan berkembangnya hubungan anak di luar rumah, maka anak memerlukan pandangan orang lain terhadap dirinya. Konsep diri sekunder merupakan cara anak melihat dirinya berdasarkan pandangan orang lain.

(27)

dengan waktu yang cukup lama, akan membentuk konsep diri yang kuat. Sedangkan proses pembentukan konsep diri terdiri dari: konsep diri primer dan konsep diri sekunder.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Konsep diri seseorang pada masa kanak-kanak biasanya berbeda dengan konsep diri yang dimilikinya ketika memasuki usia remaja dan dewasa. Konsep dirinya berkembang berdasarkan hubungan anak dengan orang lain, seperti dengan orang tua dan anggota keluarga yang lain (Hurlock, 1996).

Perkembangan konsep diri yang dimiliki seseorang bukan dibawa sejak lahir, melainkan terbentuk setelah kelahiran melalui interaksi individu dengan lingkungan secara terus menerus. Persepsi mengenai diri ini terbentuk sepanjang kehidupan seseorang melalui hadiah dan hukuman dari orang-orang di sekitarnya, biasanya orang-orang dewasa. Hadiah dan hukuman itu sedikit demi sedikit akan dihayati, sehingga terbentuk pengertian dan keyakinan mengenai dirinya sendiri. Dikatakan oleh Allport (dalam Schultz, 1991) bahwa anak akan melihat siapa dirinya melalui penilaian orang lain terhadap dirinya.

(28)

Makin dewasa seseorang konsep dirinya semakin menjadi berkembang dalam tempo lebih lambat, namun dengan isi lebih abstrak dan luas.

Kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep diri remaja menurut Hurlock (1996) adalah:

a. Usia kematangan

Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri.

b. Penampilan diri

Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Setiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial.

c. Kepatutan seks

(29)

d. Nama dan julukan

Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka memberi nama julukan yang bernada cemoohan.

e. Hubungan keluarga

Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga, maka seorang remaja cenderung akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.

f. Teman-teman sebaya

Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dengan dua cara. Pertama, konsep diri merupakan cermin dan anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya dan kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.

g. Kreativitas

(30)

h. Cita-cita

Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistik, la akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan di mana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya lebih banyak mengalami keberhasilan daripada kegagalan. Ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri yang baik.

Ketika seseorang memasuki jenjang dewasa, maka dirinya mengalami begitu banyak perubahan dalam dirinya. Sikap-sikap atau tingkah laku yang ditampilkannya juga akan mengalami perubahan-perubahan dan sebagai akibatnya sikap orang lain terhadap dirinya juga berubah-ubah menyesuaikan dengan perubahan yang tertampil dalam dirinya. Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa konsep diri pada seorang remaja cenderung tidak konsisten dan hal ini disebabkan karena sikap orang lain yang dipersepsikan oleh remaja juga berubah. Tetapi melalui cara inilah, remaja mengalami suatu perkembangan konsep diri sampai akhirnya ia memiliki suatu konsep diri yang konsisten. Oleh karena itu masa remaja merupakan masa yang sangat potensial untuk perkembangan konsep diri.

4. Ciri-ciri Konsep Diri

(31)

yang bersifat positif, misalnya memandang dirinya sebagai orang yang menyenangkan dalam berinteraksi sosial, sedangkan seseorang dikatakan memiliki konsep diri negatif misalnya, dalam memandang diri cenderung dipenuhi hal-hal yang bersifat negatif, misalnya memandang dirinya sebagai orang bodoh.

Broeks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2003) menguraikan empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif sebagai berikut:

a. Individu peka terhadap kritikan. Individu ini sangat tidak tahan terhadap kritikan yang diterimanya, mudah marah dan naik pitam. b. Responsif sekali terhadap pujian walaupun individu berpura-pura

menghindari pujian, individu tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima apapun.

c. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Individu merasa, tidak diperhatikan, karena itulah individu bereaksi pada orang lain sebagai musuh sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan.

d. Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam prestasi. Individu merasa tidak berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.

(32)

a. Individu yakin akan kemampuannya. b. Individu merasa setara dengan orang lain. c. Individu menerima pujian tanpa rasa malu.

d. Individu menyadari bahwa setiap orang mempunyai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat. e. Individu mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup

mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.

Calhoun dan Acocella (1995) menyatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki konsep diri positif antara lain:

a. Yakin akan kemampuannya untuk mengatasi masalah. b. Merasa setara dengan orang lain.

c. Menerima pujian tanpa merasa malu.

d. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai perasaan keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat.

e. Mampu memperbaiki diri, karena mampu mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha untuk mengubahnya.

Ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri negatif menurut Calhoun dan Acocella (1995) yaitu:

a. Peka terhadap kritikan. b. Pesimis terhadap kompetisi.

(33)

d. Hiperkritis terhadap orang lain.

e. Responsif terhadap pujian, meskipun terkesan menghindarinya.

(34)

Furhmann (1990) menyatakan bahwa seseorang yang memandang negatif terhadap dirinya, menandakan bahwa ia memiliki konsep diri yang negatif dalan dirinya dan ia gagal dalam menghargai dirinya, kurangnya penghargaan diri akan menimbulkan pengasingan diri serta penyesuaian diri negatif. Konsep diri positif mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi, sedangkan konsep diri negatif tidak mampu mengatasi permasalahan dan cenderung mencari jalan keluar yang salah.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diartikan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki konsep diri positif antara lain yakin akan kemampuannya dalam mengatasi masalah, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, motivasi yang tinggi, optimis, dan berusaha untuk terus maju dalam menghadapi masa depan. Sedangkan ciri-ciri individu yang memiliki konsep diri negatif antara lain memiliki diri yang rendah, kurang memiliki motivasi, pesimistis dan tidak memiliki keinginan untuk maju sehingga tidak mampu mengatasi permasalahan dan cenderung mencari jalan keluar yang salah.

5. Aspek-aspek Konsep Diri

Menurut Kerlinger (dalam Rakhmat, 2003) aspek-aspek konsep diri terdiri atas tiga tingkat, yaitu:

(35)

b. Konsep diri mayor yaitu konsep mengenai sikap dan keyakinan individu dalam memahami komponen atau sekumpulan komponen dari keseluruhan individu, misalnya konsep diri tentang sosial.

c. Konsep diri spesifik yaitu konsep mengenai cara individu dalam memahami bagian-bagian diri yang spesifik, konkrit dan terperinci.

Shavelson dkk (dalam Song dan Hattie, 1984) mengemukakan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat dilihat sebagai suatu model struktur hirarkis yang secara umum memiliki tiga sub area, yaitu konsep diri sosial, konsep diri akademik, dan presentasi diri.

Menurut Song dan Hattie (1984) mengemukakan bahwa aspek konsep diri dapat disusun secara hirarkis terdiri dari tiga tingkat, yaitu: a. Konsep diri global adalah cara individu memahami keseluruhan

dirinya, dan ini sukar diubah karena sudah melekat menjadi kepribadiannya.

b. Konsep diri mayor adalah cara individu memahami aspek sosial, fisik, dan akademis dirinya.

c. Konsep diri spesifik adalah cara individu memahami dirinya terhadap setiap jenis kegiatan dalam aspek sosial, fisik, dan akademis.

(36)

persepsi yang lebih cermat dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain menafsirkan dengan cermat pula. Sedangkan konsep diri negatif akan melahirkan individu yang cenderung menghindari dialog terbuka dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru.

Rakhmat (2003) berpendapat bahwa konsep diri memiliki empat aspek yaitu:

a. Bagaimana individu mengamati dirinya. b. Bagaimana individu berfikir tentang dirinya. c. Bagaimana individu menilai dirinya.

d. Bagaimana individu berusaha dengan berbagai cara untuk mempertahankan diri.

Sedangkan menurut Hurlock (1996) konsep diri memiliki dua aspek yaitu:

a. Aspek fisik, terdiri dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungannya, dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya di mata orang lain.

b. Aspek psikologis, terdiri dari konsep individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya, dengan orang lain. Mula-mula kedua aspek ini terpisah, tetapi selama masa kanak-kanak secara bertahap aspek-aspek ini menyatu.

(37)

a. Aspek fisik (physical self)

Aspek fisik meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya seperti tubuh, pakaian dan benda yang dimilikinya.

b. Aspek psikis (psychological self)

Aspek psikis mencakup pikiran, perasaan dan sikap yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri.

c. Aspek sosial (social self)

Aspek sosial berhubungan dengan peranan individu dalam lingkup peran sosial dan penilaian individu terhadap peran tersebut.

d. Aspek moral (moral self)

Aspek moral merupakan nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah dalam hidup individu.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, bahwa aspek-aspek konsep diri ada yang menyatakan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu konsep diri global, konsep diri mayor dan konsep diri spesifik. Ada juga yang menyatakan terdiri dari dua aspek, yaitu aspek fisik dan psikis. Pendapat lain menyatakan, bahwa aspek konsep diri terdiri dari aspek fisik, psikis, sosial dan moral. Sedangkan pada penelitian ini aspek konsep diri mengalami pengembangan dari aspek-aspek di atas sesuai dengan kondisi dan kebutuhan remaja yang dijadikan subjek penelitian. Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari aspek fisik, psikis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.

(38)

B. Anak Remaja

1. Pengertian Remaja

Definisi remaja menurut WHO (1974) adalah kurun waktu di mana seseorang; pertama, secara berangsur-angsur memperlihatkan perubahan-perubahan (morfologis atau fungsional) dari saat mulai timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder sampai kepada kematangan seksual. Kedua, menunjukkan perkembangan jiwa dan pola identifikasi dari diri anak-anak sampai manusia dewasa. Ketiga, telah berubah status sosio-ekonominya dari sama sekali tergantung untuk menjadi relatif bebas. Remaja merupakan manusia kelompok umur belasan tahunan (10 – 20 tahun).

Menurut Masidjo (2003), hakekat remaja adalah merupakan masa menemukan diri, meneliti sikap hidup yang lama dan mencoba-coba yang baru untuk menjadi pribadi yang dewasa. Masa remaja meliputi masa remaja awal yaitu usia 11/12 tahun 15/16 tahun, masa remaja tengah 15/16 tahun – 17/18 tahun dan masa remaja akhir yaitu usia 17/18 – 21 tahun. a. Masa remaja awal yaitu usia 11/12 tahun – 15/16 tahun

1) Merupakan masa negatif, dengan tanda-tanda berikut: tidak tenang, kurang suka bekerja, kurang suka bergerak, kebutuhan tidur besar, lekas lelah, suasana hati murung, pesimistik, non sosial.

(39)

3) Remaja bersikap negatif karena bekerjanya kelenjar kelamin. Hal ini memungkinkan perubahan-perubahan cepat dalam diri remaja, sehingga ia merasa ragu-ragu dan malu.

b. Masa remaja tengah yaitu usia 15/16 tahun – 17/18 tahun

1) Setelah remaja mengalami kesepian dalam penderitaannya karena merasa ditelantarkan, maka langkah berikutnya mencari teman yang dapat memahami dan menolongnya.

2) Dari sini berkembang dorongan untuk mencari pedoman hidup yang dipandang bernilai dan pantas dijunjung tinggi.

3) Dalam proses ini terjadi kegoncangan batin dalam diri remaja. c. Masa remaja akhir yaitu usia 17/18 tahun – 21 tahun

1) Bila remaja dapat menemukan pendirian hidup sendiri berarti telah tercapai masa remaja akhir.

2) Merupakan masa pemantapan pendirian hidup (pengujian, penyiapan kemampuan dan keterampilan) dan penemuan identitas diri (sebagai pendukung dan pelaksanaan nilai-nilai tertentu). 3) Terjadi perubahan sikap idealistik ke sikap realistik.

4) Perkembangan intelektualnya lebih matang pada taraf formal operasional. Maka remaja dapat memecahkan masalah-masalah secara mandiri.

(40)

2. Perkembangan Konsep Diri Remaja

Konsep diri seseorang pada masa kanak-kanak biasanya berbeda dengan konsep diri yang dimilikinya ketika memasuki usia remaja. Konsep dirinya berkembang berdasarkan hubungan anak dengan orang lain, seperti dengan orang tua dan anggota keluarga yang lain (Hurlock, 1996).

Perkembangan konsep diri yang dimiliki seseorang bukan dibawa sejak lahir, melainkan terbentuk setelah kelahiran melalui interaksi individu dengan lingkungan secara terus menerus. Persepsi mengenai diri ini terbentuk sepanjang kehidupan seseorang melalui hadiah dan hukuman dari orang-orang di sekitarnya, biasanya orang-orang dewasa. Hadiah dan hukuman itu sedikit demi sedikit akan dihayati, sehingga terbentuk pengertian dan keyakinan mengenai dirinya sendiri. Dikatakan oleh Allport (dalam Schultz, 1998) bahwa anak akan melihat siapa dirinya melalui penilaian orang lain terhadap dirinya.

(41)

Hal ini sejalan dengan pendapat Blos (dalam Pudjijogyanti, 1991) yang memandang masa remaja sebagai The Second Individuation Process

di mana proses pertama terjadi pada usia di bawah lima tahun.

Salah satu usaha remaja untuk mengatasi masalah status atau identitas yang tidak jelas adalah dengan mencoba berbagai peran sehingga remaja mempunyai kesempatan untuk mengembangkan konsep dirinya. Dengan demikian masa remaja dapat diartikan masa yang potensial untuk perkembangan konsep diri.

Ketika seseorang memasuki jenjang keremajaan, maka dirinya mengalami begitu banyak perubahan dalam dirinya. Sikap-sikap atau tingkah laku yang ditampilkannya juga akan mengalami perubahan-perubahan dan sebagai akibatnya sikap orang lain terhadap dirinya juga berubah-ubah menyesuaikan dengan perubahan yang tertampil dalam dirinya. Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa konsep diri pada seorang remaja cenderung untuk tidak konsisten dan hal ini disebabkan karena sikap orang lain yang dipersepsikan oleh remaja juga berubah. Tetapi melalui cara inilah, remaja mengalami suatu perkembangan konsep diri sampai akhirnya ia memiliki suatu konsep diri yang konsisten.

C. Bimbingan

1. Pengertian Bimbingan

(42)

atau memberitahukan sesuatu sambil memberikan nasihat dan (b) mengarahkan, menuntun ke suatu tujuan. Tujuan itu mungkin hanya diketahui oleh pihak yang mengarahkan, mungkin perlu diketahui oleh kedua belah pihak.

Menurut Moegiadi (dalam Winkel, 1997), bimbingan dapat diartikan (1) suatu usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri; (2) suatu cara pemberian pertolongan atau bantuan kepada individu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya; (3) sejenis pelayanan kepada individu-individu, agar mereka dapat menentukan pilihan menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan di dalam lingkungan di mana mereka hidup; (4) suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri sendiri; menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan; memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya sendiri dan tuntutan dari lingkungan.

(43)

2. Bimbingan di Sekolah

Bimbingan beroperasi dalam lingkungan pendidikan sekolah dan memusatkan pelayanannya pada para peserta didik sebagai seorang individu yang harus mengembangkan kepribadiannya masing-masing dan memanfaatkan pendidikan sekolah yang mereka terima bagi perkembangan dirinya. Adanya pelayanan bimbingan di sekolah memberikan jaminan, bahwa semua peserta didik mendapat perhatian sebagai seorang pribadi yang sedang berkembang serta mendapat bantuan dalam menghadapi semua tantangan, kesulitan dan masalah yang berkaitan dengan perkembangan mereka. Pelayanan bimbingan di sekolah menyentuh segala aspek kehidupan para peserta didik dan, dengan demikian, sangat luas dalam ruang lingkupnya,; tetapi ruang lingkup itu selalu dipandang dan disoroti dari sudut perkembangan yang optimal bagi setiap peserta diri (Winkel, 1997).

Selanjutnya Winkel (1995) mengatakan berbagai permasalahan yang biasa sering dihadapi oleh para siswa yang disebut-sebut aneka bidang permasalahan sebagai berikut:

(44)

b. Keluarga, dengan rincian: suasana di rumah kurang memuaskan, interaksi antara seluruh anggota keluarga kurang akrab, peceraian orang tua atau keluarga retak, keadaan ekonomi yang sulit, perhatian orang tua terhadap belajar di sekolah kurang, orang tua terlalu menuntut dan menekankan, saudara laki-laki berbuat terlalu nakal, bahkan nekat.

c. Pengisian waktu luang, dengan rincian: tidak mempunyai hobi, tidak tahu cara mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat, terlalu dibebani pekerjaan di rumah.

d. Pergaulan dengan teman sebaya, dengan rincian: bermusuhan dengan teman tertentu di kelas, kesukaran menghindari pengaruh jelek dari teman-teman tertentu, menghadapi kelompok teman yang berlainan pendapat, kecurian pakaian, alat-alat sekolah dan uang, cara berpacaran yang akan menguntungkan kedua belah pihak.

(45)

3. Jenis-Jenis Bimbingan

Menurut Winkel (1997), bimbingan dapat dibagi atas beberapa jenis bimbingan atau macam bimbingan, yaitu beberapa golongan berdasarkan sudut pandangan tertentu. Terdapatnya bimbingan atau jenis macam bimbingan pada dasarnya dibagi atas tiga jenis atau tiga macam, yaitu (1) berdasarkan banyaknya orang yang dibimbing pada waktu dan tempat tertentu (bentuk bimbingan), (2) berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam memberikan pelayanan bimbingan (sifat bimbingan), dan (3) berdasarkan bidang tertentu dalam kehidupan siswa, atau aspek perkembangan tertentu siswa (ragam bimbingan).

a. Bentuk-bentuk Bimbingan

(46)

kelompok diskusi, diberikan bimbingan karier kepada siswa-siswi yang tergabung dalam suatu satu kesatuan kelas di SMA. Bentuk bimbingan belum menyatakan apa-apa tentang apa yang menjadi tujuan dari pelayanan bimbingan dan apa yang dijadikan materi pelayanan bimbingan.

b. Sifat-sifat Bimbingan

Istilah sifat bimbingan menunjuk pada tujuan yang dingin dicapai dalam pelayanan bimbingan. Tujuan utama dalam kegiatan bimbingan yang direncanakan dan diselenggarakan oleh tenaga bimbingan. Bilamana tujuan utama adalah mendampingi siswa supaya perkembangannya berlangsung seoptimal mungkin digunakan istilah bimbingan perseveratif atau bimbingan developmental. Bilamana tujuan utama adalah membekali siswa agar lebih siap menghadapi tantangan-tantangan di masa datang dan dicegah timbulnya masalah yang serius kelak kemudian, digunakan istilah bimbingan preventif

atau bimbingan pencegahan. Bilaman tujuan utama adalah membantu siswa dalam mengoreksi perkembangan yang mengalami salah jalur; digunakan istilah bimbingan istilah bimbingan korektif atau bimbingan penyembuhan.

c. Ragam-ragam Bimbingan

(47)

akademik, bidang perkembangan kepribadiannya yang menyangkut dirinya sendiri serta hubungannya dengan orang lain, bidang perencanaan masa depan yang menyangkut jabatan yang akan dipangku kelak. Tentu saja antara ketiga bidang itu terdapat tumpang tindih, sehingga pembagian dibedakan satu sama lain, namun tidak dapat dipisahkan yang satu dari yang lain. Bilamana isi pelayanan bimbingan terutama mengenai hal-hal yang menyangkut studi akademik, digunakan istilah bimbingan belajar atau bimbingan studi atau bimbingan akademik atau bimbingan pendidikan (Educational Guidance). Bilama isi pelayanan bimbingan terutama mengenai hal-hal yang menyangkut perncanaan jabatan, digunakan istilah bimbingan jabatan atau bimbingan karier (Vocational Guidance). Bila isi pelayanan bimbingan bimbingan terutama mengenai hal-hal yang menyangkut keadaan batinnya sendiri dan kejasmaniannya sendiri, atau mengenai hal-hal yang menyangkut hubungan dengan orang lain, digunakan istilah bimbingan pribadi-sosial.

D. Peran Bimbingan dalam Pengembangan Konsep Diri Remaja

Bimbingan merupakan bagian integral dari pendidikan yang bertujuan untuk membentuk manusia yang bertanggung jawab sehingga dapat bersikap dan berperilaku yang dapat membahagiakan dirinya dan dapat diterima oleh masyarakat sekitarnya (Ahmadi, 1991).

(48)

tindakannya menampakkan sifat-sifat psikologis kepribadiannya menurut berbagai aspeknya. Bimbingan di sekolah akan berperan secara maksimal, bila dia tidak hanya berpegang pada pengetahuan praktis tentang manusia lain yang diperoleh dalam pergaulan sehari-hari. Bimbingan harus mengetahui dan menerapkan cara berpikir tentang kepribadian yang telah dikembangkan oleh Psikologi dan dapat dipertanggungjawabkan. Istilah kepribadian menunjuk pada keseluruhan sifat psikologis yang dimiliki seseorang yang mencakup temperamen, vitalitas fisik, kemampuan intelektual, dan karakter.

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif meliputi langkah-langkah yang harus dipenuhi yaitu adanya topik atau masalah, hipotesis, data yang diperlukan, metode penelitian, persiapan sebelum lapangan, pengumpulan data, analisis data dan pada akhirnya dilaksanakan penulisan laporan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

(50)

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian merupakan kelompok sumber penelitian yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian, dengan syarat yang harus memiliki ciri-ciri dan karakteristik yang sama. Subyek yang digunakan penelitian ini adalah seluruh siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kelas XI IPS 2, 3, dan 4 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta sebanyak 82 siswa dari total 119 siswa. Jumlah sampel sebanyak 82 siswa dikarenakan pada saat penelitian beberapa siswa tidak masuk sekolah. Akan tetapi, pada saat proses penghitungan data hasil penelitian yang memenuhi syarat untuk dianalisis sebanyak 80 siswa.

C. Instrumen Penelitian

(51)

Tabel 1

Komposisi Kuesioner Konsep Diri Remaja

No. Aspek Konsep diri

Nomor Item Jumlah

1. Fisik 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12

12 2. Psikis 13, 14, 15, 16, 17, 18,

19, 20, 21, 22, 23, 24

12 3. Sosial 25, 26, 27, 28, 29, 30,

31, 32, 33, 34, 35, 36

12 4. Emosional 37, 38, 39, 40, 41, 42,

43, 44, 45, 46, 47, 48

12 5. Aspirasi 49, 50, 51, 52, 53, 54,

55, 56, 57, 58, 59, 60

12 6. Prestasi 61, 62, 63, 64, 65, 66,

67, 68, 69, 70, 71, 72

12

(52)

D. Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Menurut Masidjo (1995), suatu tes yang dihasilkan tepat dan teliti belum menjamin bahwa hasil tersebut merupakan cerminan dari apa yang seharusnya diukur oleh tes tersebut. Dengan kata lain apakah tes itu valid atau sahih.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity) merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi skala dengan analisis rasional dan professional judgement. Item-item yang digunakan selain harus komprehensif juga harus memuat isi yang relevan dengan tujuan isi, oleh karena itu pengambilan data instrument ini menggunakan validitas logis, sehingga item-item yang tersusun berdasarkan teori yang dipakai peneliti. Untuk melihat butir-butir pernyataan sesuai dengan konstruk yang telah disusun maka digunakan kriterium skor total, yaitu dengan mengkorelasikan skor setiap pernyataan dengan skor total pernyataan itu (Azwar, 2000).

(53)

Untuk menguji validitas, teknik teknik yang digunakan adalah korelasi Product Moment dari Pearson, dengan rumus sebagai berikut: (Masidjo,1995)

rxy : Koefisien validitas

X : hasil pengukuran suatu tes yang ditentukan validitasnya Y : kriteria yang dipakai

N : jumlah subyek

Sebagai kriteria penilaian item berdasarkan korelasi skor setiap item dan skor total skala, digunakan batasan minimal 0,30. jadi, item yang memiliki koefisien ≥ 0,30 dianggap valid/sahih. Setelah menganalisis, diperoleh 60 item valid dan 12 item gugur. Hasil analisis tersebut kemudian disesuaikan dengan penyebaran item agar seimbang pada setiap aspeknya.

Berdasarkan kriteria di atas, ada 12 item pernyataan kuesioner konsep diri remaja yang dinyatakan gugur, yaitu item 4, 8, 10, 13, 22, 27, 32, 46, 50, 57, 60, dan 67 yang tersebar dalam aspek konsep diri remaja yang terdiri dari fisik, psikis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.

2. Uji Reliabilitas

(54)

dalam taraf ketepatan dan ketelitian hasil. Suatu tes yang reliabel akan menunjukkan ketepatan dan ketelitian hasil dalam satu atau berbagai pengukuran. Dengan kata lain skor-skor tersebut dari berbagai pengukuran tidak menunjukkan penyimpangan atau perbedaan-perbedaan yang berarti. Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Belah Dua (Split-Half Method). Metode belah dua merupakan metode yang lebih efisien, karena dalam penentuan taraf reliabilitas suatu tes hanya mempergunakan satu tes untuk satu kali pengukuran. Taraf reliabilitas dinyatakan dalam suatu koefisien, yaitu koefisien reliabilitas. Untuk memberikan arti terhadap koefisien reliabilitas yang diperoleh, maka dibandingkan dengan nilai-nila r Product Moment dari Pearson atas dasar tingkat signifikansi 1%. Ancar-ancar besar koefisien reliabilitas digunakan patokan pada tabel di bawah ini: (Masidjo, 1995)

Tabel 2

Patokan Koefisien Korelasi Koefisien Korelasi Kualifikasi 0,91 – 1,00

0,71 – 0,90 0,41 – 0,70 0,21 – 0,40 negatif -0,20

Sangat Tinggi Tinggi

Cukup Rendah

Sangat Rendah

(55)

rtt = Hasil perhitungan uji reliabilitas adalah: rtt =

Setelah dikoreksi dengan rumus Spearman-Brown diperoleh koefisien reliabilitas rtt = 0,9713. atas dasar sigifikansi 1% untuk N=30, maka dituntut rtt = 0,361 (dalam tabel). Jadi taraf reliabilitas yang diperoleh ternyata signifikan pada taraf signifikansi 1% (0,9713 > 0,361) dengan kategori sangat tinggi. Jadi, dapat dikatakan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel (handal).

E. Prosedur Pengumpulan Data

1. Tahap Persiapan

a. Menyusun Kuesioner

(56)

b. Uji Coba Alat Kuesioner

Hasil dari uji coba kuesioner menyatakan 60 item valid dengan koefisien korelasi ≥ 0,30, sedangkan 12 item tidak valid (gugur). Dengan demikian, banyaknya item untuk penelitian berjumlah 60 item.

2. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data Penelitian

Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada tanggal 27, 28 dan 29 Mei 2006 di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta, sesuai dengan waktu jam Bimbingan dan Konseling, sehingga tidak menganggu mata pelajaran di sekolah. Dalam mengerjakan kuesioner, masing-masing kelas membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit. Adapun jadwal pelaksanaan pengumpulan data penelitian di setiap kelas XI IPS sebagaimana tersaji pada tabel di bawah ini :

Tabel 3

Jadwal Pengumpulan Data Penelitian Kelas XI Tanggal Waktu Jumlah Siswa

Hadir

Jumah Siswa tidak hadir IPS 2 27-5-2006 09.30-10.00 37 siswa 3 siswa IPS 3 28-5-2006 11.15-11.45 31 siswa 8 siswa IPS 4 29-5-2006 12.30-13.00 14 siswa 26 siswa (Catatan: jumlah sampel penelitian 82 siswa, namun data hasil penelitian yang memenuhi syarat untuk dianalisis sebanyak 80 siswa karena dua kuesioner rusak).

(57)

Sewaktu mengerjakan kuesioner konsep diri, suasana masing-masing kelas cukup tenang dan siswa sungguh-sungguh mengerjakan dengan serius, dan ada beberapa siswa yang bertanya mengenai item pernyataan yang belum dimengerti. Setelah para siswa selesai mengerjakan, peneliti meminta untuk memeriksa kembali jawaban-jawaban yang diberikan agar tidak ada jawaban-jawaban yang terlewati atau tidak terisi. Setelah seluruh selesai kuesoner konsep diri dikumpul kembali, peneliti mengucapkan terima kasih atas kesediaan para siswa untuk mengerjakan kuesioner konsep diri remaja.

F. Teknik Analisis Data

(58)

Kecenderungan konsep diri dibagi dalam lima kategori sebagai berikut: (Masidjo, 1995).

Tingkat Penguasaan Kompetensi Nilai Huruf

81% – 100% = A

66% – 80% = B

56% – 65% = C

46% – 55% = D

(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan dari data hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu tentang tingkat konsep diri remaja. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui tingkat konsep diri remaja Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dan implikasinya terhadap penyusunan topik-topik Bimbingan Kelompok.

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian tingkat konsep diri remaja kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dianalisis dengan menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe II. Pengelompokkan berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP) II tersebut sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 4

Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe II Kategori Patokan Sangat Tinggi

Tinggi Cukup Rendah

Sangat Rendah

81% - 100% 66% - 80% 56% - 65% 46% - 55% di bawah 45%

(60)

Pengelompokkan berdasarkan PAP Tipe II terhadap tingkat konsep diri remaja kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dinyatakan ke dalam lima kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, dan sangat rendah yang dijelaskan pada tabel di bawah ini:

Tabel 5

Pegelompokan Deksripsi Tingkat Konsep Diri Remaja Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

Patokan Rentang Skor Frekuensi Persentase Kategori 81% - 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat dirumuskan tingkat konsep diri remaja kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta sebagai berikut:

1. Kategori tingkat konsep remaja diri sangat tinggi : tidak ada (0%) 2. Kategori tingkat konsep diri remaja tinggi : tidak ada (0%) 3. Kategori tingkat konsep diri remaja cukup : 25 orang (31,25%) 4. Kategori tingkat konsep diri remaja rendah : 54 orang (67,5%) 5. Kategori tingkat konsep diri remaja sangat rendah : 1 orang (1,25%)

(61)

konsep diri remaja dari yang tertinggi sampai terendah sebagaimana tersaji pada tabel di bawah ini:

Tabel 6

Urutan Persentase Keseluruhan Aspek-aspek Konsep Diri Remaja Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

No Aspek-aspek Skor yang diperoleh

Skor yang seharusnya

diperoleh

Persentase

1. Fisik 2368 3600 65,78%

2. Psikis 2553 4000 63,82%

3. Sosial 2407 4000 60,17%

4. Aspirasi 2072 3600 57,61%

5. Emosional 2387 4400 54,25%

6. Prestasi 2375 4400 53,98%

Berdasarkan tabel di atas menujukkan bahwa aspek konsep diri yang paling tinggi adalah fisik dan aspek konsep diri paling rendah pada remaja kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta adalah aspek prestasi. Aspek prestasi inilah yang akan dijadikan acuan dalam usulan topik-topik bimbingan kelompok.

B. Pembahasan

(62)

Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan aspek-aspek konsep diri yang terdiri dari fisik, psikis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan konsep diri remaja kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta berdasarkan aspek fisik, psikis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi berada pada kategori rendah, yaitu sebesar 67,5%. Sedangkan berdasarkan aspek-aspek konsep diri diperoleh hasil untuk aspek fisik (65,78%), psikis (63,82%), sosial (60,17%), emosional (54,25%), aspirasi (57,61%) serta prestasi (53,98%).

(63)

teman-teman sebaya, (7) kreativitas, dan (8) cita-cita. Konsep diri yang rendah akan berpengaruh terhadap perkembangan remaja, karena remaja akan menganggap bahwa dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan aktifitas sesuai dengan apa yang diinginkan. Jika remaja mempunyai konsep diri yang rendah, maka cenderung akan menjauhkan diri dari keluarga, teman, guru dan lingkungan sekitarnya. Kondisi tersebut di atas menuntut pihak Bimbingan dan Konseling SMA BOPKRI 2 Yogyakarta harus lebih meningkatkan fungsi dan tugasnya dalam menangani siswa-siswa yang mempunyai konsep diri rendah, agar kondisi ini tidak berpengaruh terhadap proses pembelajaran siswa.

Tingkat konsep diri remaja dengan kategori cukup, sebanyak 25 orang (31,25%). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum masih ada siswa kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta mempunyai konsep diri yang stabil. Hasil penelitian tersebut dapat diartikan bahwa tidak semua siswa kelas XI IPS mempunyai konsep diri yang rendah. Remaja yang mempunyai konsep diri cukup mempunyai kecenderungan mempunyai kemampuan untuk menjaga, baik fisik, psikis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi, sehingga dapat berperan secara aktif dalam setiap kegiatan. Mereka mempunyai motivasi untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah karena mereka beranggapan bahwa sekolah dapat memberikan motivasi untuk mencapai cita-cita mereka. Kondisi tersebut harus mendapat perhatian dari pihak Bimbingan dan Konseling, dalam hal peningkatan penanganan dan perhatian terhadap siswa.

(64)

kecil tingkat konsep diri remaja kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang sangat rendah. Walaupun demikian perlu adanya perhatian dan penanganan terhadap siswa tersebut.

Tingkat konsep diri remaja dengan kategori tinggi dan sangat tinggi tidak ada (0%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada siswa kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang mempunyai konsep diri yang tinggi atau sangat tinggi. Hal ini harus mendapatkan perhatian yang serius oleh pihak Bimbingan dan Konseling khususnya agar dapat menyusun topik-topik bimbingan yang akan diberikan kepada siswa. Dorongan dari guru, keluarga, teman dan lingkungan sekitar sangat dibutuhkan dan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan konsep diri remaja.

Berdasarkan uraian di atas, maka konsep diri remaja untuk kategori rendah ada 54 orang (67,5%), cukup ada 25 orang (31,25%), sangat rendah ada 1 orang (1,25%), tinggi dan sangat tinggi tidak ada (0%).

(65)

yang ada di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta memberikan tawaran kepada seluruh siswa untuk memilih apa yang sesuai dengan bakat dan minatnya, seperti kegiatan band, drumband, baris berbaris, modeling, menjahit, olah raga, jurnalistik, keorganisasian, elektronik, kemampuan berbahasa asing dan sebagainya. Akan tetapi hanya sebagian kecil saja yang dapat mengikutinya.

Aspek fisik merupakan konsep diri remaja yang meliputi penampilan, bentuk tubuh, ukuran tubuh, pakaian, potongan rambut dan sebagainya. Hal ini diartikan bahwa arti penting fisik seorang remaja dalam hubungannya, dengan perilakunya dan gengsi yang diberikan tubuhnya di mata orang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek fisik pada remaja Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta adalah paling tinggi, yaitu 65,78%. Dengan demikian dapat diartikan bahwa dengan penampilan fisik atau tubuh yang dimilikinya, remaja kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta mempunyai konsep diri yang positif, baik dari segi penampilan fisik, bentuk tubuh, ukuran tubuh, potongan rambut, pakaian dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1996) yang mengemukakan berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri, antara lain; bentuk tubuh, cacat tubuh, pakaian, nama dan nama julukan, intelegensi, taraf aspirasi, emosi, jenis sekolah, status sosial ekonomi keluarga, teman bergaul atau tokoh-tokoh penting dalam hidupnya.

(66)

remaja terhadap dirinya sendiri. Pada masa remaja, apa yang dikatakan orang lain mengenai dirinya sangat berpengaruh pada penerimaan, penghargaan serta kecintaan remaja terhadap dirinya sendiri. Apabila orang-orang yang dianggap penting bagi diri remaja tersebut menerima, menghargai, mencintai dirinya, maka remaja cenderung akan memiliki konsep diri yang positif terhadap dirinya, sedangkan apabila orang-orang yang dianggap penting bagi dirinya merendahkan, meremehkan, mempermalukannya, menolaknya, maka konsep diri yang terbentuk adalah konsep diri yang negatif, sehingga tentu saja hal ini akan berpengaruh pada perkembangan sikapnya ketika sedang berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Hasil penelitian menujukkan bahwa konsep diri berdasarkan aspek psikis pada remaja adalah sebesar 63,82%. Kondisi ini dapat diperkuat dengan hasil observasi penulis di lapangan bahwa memang secara psikis konsep diri remaja kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta adalah sebagaimana kondisi psikis remaja pada umumnya, mereka bersikap sopan, ramah, menghargai orang lain, saling membantu, aktif dalam setiap kegiatan sekolah mempunyai sense of humor, mempunyai prinsip dalam hidup.

(67)

masih duduk di SMA sangat membutuhkan banyak teman dan jika seorang remaja tidak mempunyai teman, baik di sekolah maupun lingkungan tempat tinggalnya maka mereka akan mempunyai konsep diri yang negatif. Perlakuan yang lingkungan berikan pada remaja, terutama lingkungan keluarga yang baik dapat membantu remaja dalam membentuk konsep diri yang positif, sehingga timbul rasa aman secara jasmani, rasa aman secara batin, rasa aman secara rohani dalam diri remaja.

(68)

sewaktu-waktu dapat berpengaruh pada perkembangan dirinya baik secara kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Jika seorang remaja mempunyai kemampuan mengendalikan dirinya dari berbagai masalah yang dihadapinya, maka dapat dikatakan bahwa remaja tersebut mempunyai konsep diri yang positif, dan sebaliknya remaja yang tidak mengendalikan emosional dalam menghadapi permasalahan, maka remaja tersebut mempunyai konsep diri yang negatif. Beberapa contoh yang dapat menggambarkan seorang remaja yang tidak mampu mengendalikan emosionalnya, maka dia akan terjerumus pada hal-hal yang merugikan bagi dirinya, keluarga dan lingkungannya, seperti sering berkelahi, minum-minuman keras, perilaku free sex, pemakai obat-obatan terlarang dan sebagainya.

(69)

orang lain tidak mampu memberi ide dan pikiran yang lebih baik dari pada dirinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek aspirasi sebesar 57,61%. Hal ini dimungkinkan bahwa siswa-siswa tersebut sering diadakan atau mengikuti kegiatan yang dapat mendidik siswa untuk berjiwa demokratis, seperti pola pembelajaran yang komunikatif atau aktif dalam kegiatan organisasi siswa, di mana pada kegiatan tersebut sering dilakukan diskusi, rapat-rapat dan sebagainya.

(70)

BAB V

USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KELOMPOK SEBAGAI

IMPLIKASI HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa Kelas XI IPS BOPKRI 2 Yogyakarta tentang konsep diri remaja, maka peneliti menyusun suatu usulan topik-topik bimbingan kelompok yang direncanakan menjadi bahan pelayanan bimbingan selama periode tertentu.

Topik-topik bimbingan kelompok dibuat berdasarkan urutan persentase yang paling rendah dari hasil penelitian terhadap aspek-aspek konsep diri. Adapun aspek-aspek konsep diri yang diperoleh dari hasil penelitian adalah aspek fisik (65,78%), psikis (63,82%), sosial (60,17%), emosional (54,25%), aspirasi (57,61%) serta prestasi (53,98%). Berdasarkan persentase tersebut, aspek prestasi merupakan aspek konsep diri yang terendah (53,98%), sehingga penulis mengusulkan topik-topik bimbingan kelompok berdasarkan aspek prestasi. Usulan topik-topik bimbingan kelompok yang disusun sesuai dengan aspek prestasi adalah: (1) Penggunaan waktu belajar, (2) Motivasi belajar, (3) Konsentrasi belajar.

Topik-topik bimbingan kelompok tersebut merupakan usulan bagi guru Bimbingan dan Konseling di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta agar dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

(71)

Tabel 7

USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KELOMPOK

DI SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2005/2006

Waktu

No. Tujuan Topik Sub Topik

Sem JP

Metode Sumber 1. Siswa mampu mengatur

belajar secara efektif

Penggunaan waktu belajar.

(berdasarkan item no. 56)

- Manfaat pembagian waktu

- Memprioritaskan kegiatan

- Cara-cara mengatur waktu belajar - Cara menyusun

jadwal belajar

2 4 Sharing, diskusi, refleksi

The Liang Gie, 1995. Cara Belajar yang Efektif (Jilid 1). Yogyakarta: Liberty

Adolf Heuken, 2002. Aku Berhasil Dalam Studi. Jakarta: Cipta Loka Caraka

.2 Siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi.

Motivsi Belajar (berdasarkan item no. 60)

- Pengertian motivasi - Pengaruh motivasi

belajar

- Upaya-upaya untuk meningkatkan motivasi belajar

2 4 Ceramah, diskusi.

The Liang Gie, 1995. Cara Belajar yang Efektif (Jilid I1). Yogyakarta: Liberty

Adolf Heuken, 2002. Aku Berhasil Dalam Studi. Jakarta: Cipta Loka Caraka

3. Siswa semakin mampu dan memahami pelajaran

Konsentrasi belajar (berdasarkan item no. 52)

(72)

BAB VI

RINGKASAN, KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN

DAN SARAN

A. Ringkasan

Masa remaja adalah suatu masa yang ditandai dengan berbagai perubahan yang terjadi, baik menyangkut perubahan dalam hal fisik maupun perubahan dalam hal psikis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi. Masa remaja ini ketika remaja sedang mengalami berbagai perubahan tersebut, remaja dihadapkan pada berbagai kondisi lingkungan, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat, di mana lingkungan tersebut sewaktu-waktu dapat berpengaruh pada perkembangan dirinya baik secara kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Hal ini sangat berpengaruh dalam perkembangan sikap remaja tersebut. Pada dasarnya konsep diri merupakan “bayangan cermin”. Hal ini sesuai pendapat Hurlock (1996) yang menyatakan bila remaja yakin bahwa orang-orang yang penting baginya menyenangi dia, maka mereka akan berpikir secara positif tentang diri mereka dan sekitarnya.

Penelitian ini untuk menjawab rumusan masalah: Sejauh mana tingkat konsep diri remaja Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dan implikasinya terhadap penyusunan topik-topik Bimbingan Kelompok?

(73)

Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dengan jumlah 80 siswa.

Instrumen penelitian ini berupa kuesioner tentang konsep diri yang disusun oleh peneliti dan diarahkan oleh dosen pembimbing. Kuesioner konsep diri remaja terdiri dari aspek fisik, psikis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi berjumlah 60 item.

Prosedur pengumpulan data meliputi (1) tahap persiapan yaitu membuat kuesioner dan melakukan uji coba. (2) tahap pelaksanaan yaitu melakukan penelitian. Teknik analisis data yang digunakan adalah membuat tabulasi data, menghitung frekuensi dan persentase, serta menentukan suatu kategori berdasarakan Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe II. Dari hasil penelitian diperoleh hasil, yaitu:

1. Tingkat konsep diri remaja Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta adalah: a. Kategori tingkat konsep diri remaja sangat tinggi tidak ada (0%)

b. Kategori tingkat konsep diri remaja tinggi tidak ada (0%)

c. Kategori tingkat konsep diri remaja cukup sebanyak 25 orang (31,25%) d. Kategori tingkat konsep diri remaja rendah sebanyak 54 orang (67,5%) e. Kategori tingkat konsep diri remaja sangat rendah sebanyak 1 orang

(1,25%)

(74)

Topik-topik bimbingan kelompok disusun berdasarkan aspek konsep diri yang paling rendah yaitu aspek prestasi.

B. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa konsep diri yang dimiliki oleh remaja Kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta berdasarkan aspek fisik, psikis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi sebagian besar adalah pada kategori rendah (67,5%). Dengan kata lain kategori rendah tersebut dapat diartikan bahwa siswa kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta mempunyai konsep diri yang negatif.

C. Keterbatasan Penelitian

1. Pada saat penelitian, waktu yang dibutuhkan siswa untuk mengerjakan angket yang disebarkan sangat singkat karena bersamaan dengan jam proses pembelajaran.

2. Peneliti pada saat akan melakukan penelitian, kurang mempertimbangkan waktu yang tepat untuk mengadakan penelitian.

3. Konsep diri hanya sejauh yang terungkap dalam angket.

4. Hasil berdasarkan pada anggapan bahwa siswa mengisi dengan jujur.

D. Saran

1. Untuk Siswa

Gambar

Tabel 1 Komposisi Kuesioner Konsep Diri Remaja
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+4

Referensi

Dokumen terkait

Beras hitam merupakan varietas lokal yang mengandung pigmen (terutama antosianin) paling baik, berbeda dengan beras putih atau beras warna lain.. Beras hitam memiliki rasa dan

Untuk meringankan atau membantu menyelesaikan pekerjaan yang ada di MIN Demangan Kota Madiun dengan dibuatnya perancangan sistem peminjaman buku, yang kedepannya

Setelah menerima arahan saya untuk membeli emas, Bank hendaklah merekodkan dalam eGIA kuantiti emas yang dibeli dalam gram, harga emas yang dibeli dalam jumlah

Peran perpustakaan universitas di era kemajuan Teknologi Informasi perlu dikembangkan menuju ke arah integrasi data. Pembentukan jaringan perpustakaan dapat menjadi sarana

logo / nama dari aplikasi ini, content berisi data / kebutuhan – kebutuhan kantor, dan menu untuk dapat memilih konten yang akan dibuka, form login digunakan

Gempa bumi tahun 2000 diestimasikan hampir keseluruhan daerah Gading Cempaka dan Ratu Agung berpotensi mengalami goncangan akibat gelombang dan getaran akibat

Arus hubungan yang positif menandakan bahwa penggunaan media sosial memiliki pengaruh pada capaian pembelajaran mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang,

Berdasarkan hasil analisis model structural (SEM) dan analisis moderasi regresi (MRA) yang menguji hipotesis dalam penelitian ini didapatkan hasil antara lain :