• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN SISWA AKTIF (STUDENT ACTIVE LEARNING) BAGI PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI SISWA SMP DI KABUPATEN BANDUNG BARAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN SISWA AKTIF (STUDENT ACTIVE LEARNING) BAGI PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI SISWA SMP DI KABUPATEN BANDUNG BARAT."

Copied!
333
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBELAJARAN SISWA AKTIF (STUDENT ACTIVE

LEARNING) BAGI PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS

NARASI SISWA SMP DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

Disertasi

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Pendidikan Bahasa Indonesia

disusun oleh

Rochmat Tri Sudrajat NIM .0907619

PROGRAM S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Model Pembelajaran Ssiswa Aktif bagi Peningkatan Keterampilan Menulis Narasi Siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini saya siap menanggung segala resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan ataupun dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING DISERTASI

Promotor Merangkap Ketua,

Prof. Dr. H. Syamsuddin A.R., MS.

Ko-Promotor Merangkap Sekretaris,

Prof. Dr. H. Iskandarwassid, M.Pd.

Anggota,

Prof. Dr. H. Ahmad Slamet Hardjasujana, MA.

Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia,

(4)

ABSTRAK

Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan bahasa Indonesia yang harus dioptimalkan pada siswa di tingkat SMP. Salah satu kemampuan menulis yang harus dikuasai siswa adalah kemampuan menulis karangan narasi. Untuk mengoptimalkan proses pembelajaran menulis agar bisa mencapai tujuan yang dikehendaki adalah dengan menerapkan model pembelajaran Student Active Learning (SAL). Dengan menerapkan model pembelajaran SAL diharapkan bisa meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa di tingkat SMP.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan mengenai aktivitas guru dan siswa dalam penerapan model pembelajaran student active learning, mendeskripsikan kemampuan menulis sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran student active learning, dan mendeskripsikan keefektifan model pembelajaran student active learning dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, dengan desain the randomized pretest-postest control group design atau matched pair design. Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 3 Saguling, siswa kelas VIII SMPN 1 Batujajar dan SMPN 1 Cisarua. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, angket, dokumentasi, wawancara, dan tes tertulis. Pengolahan data penelitian ini menggunakan Methode Succefive Interval atau Kuder-Richardson dengan mengolah data interval melalui: 1) validitas, 2) reabilitas dan 3) homoginitas, 4) menguji hipotesis dengan uji per nilai pretes dan postes atau uji t atau uji signifikan.

(5)
(6)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 11

1. Batasan Masalah ... 11

2. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

1. Manfaat Teoretis ... 13

2. Manfaat Praktis ... 14

E. Asumsi ... 14

F. Hipotesis ... 15

G. Definisi Operasional ... 16

(7)

ix

BAB II MODEL PEMBELAJARAN SISWA AKTIF, KETERAMPILAN MENULIS, DAN KARANGAN NARASI

A. Model Pembelajaran ... 23

B. Tinjauan Pembelajaran Siswa Aktif sebagai Model Pembelajaran ... 30

1. Pengertian Pembelajaran Siswa Aktif ... 30

2. Pembelajaran Siswa Aktif sebagai Model Pembelajaran ... 34

3. Model Pembelajaran Siswa Aktif dalam Pembelajaran Menulis ... 39

C. Ihwal Keterampilan Menulis ... 56

1. Pengertian Menulis ... 56

2. Fungsi Menulis ... 63

3. Tujuan Menulis ... 64

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Menulis ... 65

5. Proses Menulis... 65

6. Langkah-langkah Menulis ... 68

7. Syarat-syarat Menulis ... 75

8. Ragam Menulis ... 76

D. Ihwal Karangan Narasi ... 90

1. Pengertian Karangan Narasi ... 90

2. Ciri-ciri Karangan Narasi ... 91

3. Jenis-jenis Karangan Narasi ... 92

4. Unsur-Unsur Karangan Narasi ... 95

5. Metode Penulisan Narasi ... 95

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN A. Metode dan Teknik Penelitian ... 100

1. Metode Penelitian ... 100

2. Teknik Penelitian ... 102

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 105

1. Populasi ... 105

(8)

x

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 106

1. Lokasi Penelitian ... 106

2. Waktu Penelitian ... 109

D. Prosedur dan Langkah-langkah Penelitian ... 109

1. Tahap Persiapan ... 109

2. Tahap Pelaksanaan ... 110

E. Instrumen Penelitian ... 110

1. Desain Model Pembelajaran ... 113

2. Lembar Tes ... 117

3. Observasi ... 122

4. Angket ... 125

5. Wawancara ... 125

F. Teknik Pengumpulan Data ... 125

G. Klasifikasi Data ... 131

H. Teknik Analisis Data ... 132

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Aktivitas Guru dan Siswa dalam Penerapan Model Pembelajaran Siswa Aktif di Tingkat SMP di Kabupaten Bandung Barat ... 135

1. Rancangan Model Pembelajaran ... 145

2. Implementasi Model Pembelajaran pada Kelas Eksperimen ... 152

1. Implementasi Model Pembelajaran di Kelas VIII-A SMP Negeri 1 Batujajar Kabupaten Bandung Barat ... 153

2. Implementasi Model Pembelajaran di Kelas VIII-A SMP Negeri Saguling Kecamatan Saguling Kab. Bandung Barat ... 155

3. Implementasi Model Pembelajaran di Kelas VIII-C SMP Negeri 1 Cisarua Kecamatan Cisarua Kab. Bandung Barat .... 157

3. Implementasi Model Pembelajaran pada Kelas Pembanding ... 160

(9)

xi

2. Implementasi Model Pembelajaran Metode Ceramah di Kelas VIII-B SMP Negeri Saguling Kecamatan Saguling Kab.

Bandung Barat ... 163

3. Implementasi Model Pembelajaran dengan Teknik Alfa di Kelas VIII-B SMP Negeri 1 Cisarua Kecamatan Cisarua Kab. Bandung Barat ... 166

B. Kemampuan Menulis Sebelum dan Sesudah Penerapan Model Pembelajaran Siswa Aktif Siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat ... 168

C. Keefektivan Model Pembelajaran Siswa aktif dalam Meningkatkan Keterampilan Menulis Siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat... 223

1. Analisis Hasil Angket Guru ... 223

2. Analisis Hasil Angket Siswa ... 228

3. Analisis Hasil Penilaian RPP ... 240

4. Analisis Hasil Observasi Kelas ... 245

5. Analisis Data Kuantitatif ... 266

D. Temuan Penelitian ... 284

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 287

1. Kondisi Pembelajaran Menulis Siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat ... 287

2. Rancangan Model Pembelajaran Siswa Aktif ... 289

3. Implementasi Model Pembelajaran Siswa Aktif yang dapat Meningkatkan Keterampilan Menulis siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat ... 290

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 298

B. Saran ... 299

DAFTAR PUSTAKA ... 302

(10)

xii

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel KETERANGAN HAL

Tabel 2.1 Perbedaan antara Narasi Ekspositoris dengan Narasi Sugestif. 92 Tabel 3.1 Kisi-kisi Soal Tes Menulis Karangan Narasi 118 Tabel 3.2 Pedoman Penilaian Menulis Karangan Narasi 119 Tabel 3.3 Komposisi Penilaian Menulis Karangan Narasi 120 Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Menulis Karangan Narasi 122 Tabel 3.5 Pedoman Penilaian Kreativitas Siswa dalam Proses

Pembelajaran Menulis Karangan Narasi 123

Tabel 3.6 Komposisi Penilaian Kreativitas Siswa dalam Proses

Pembelajaran Menulis Karangan Narasi 123

Tabel 3.7 Interpretasi Nilai Hasil Observasi 125

Tabel 4.1 Rekapitulasi Observasi Guru di Kelas 136

Tabel 4.2 Tabulasi Penilaian Observasi Guru Berdasarkan Kriteria

Penelitian 140

Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap I SMP Negeri 1

Batujajar Kabupaten Bandung Barat 168

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Tes Berdasarkan Aspek Karangan Narasi

Tahap I SMP Negeri 1 Batujajar Kabupaten Bandung Barat 170 Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap I SMP Negeri

Saguling Kecamatan Saguling Kab. Bandung Barat 176 Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Tes Berdasarkan Aspek Karangan Narasi

Tahap I SMP Negeri Saguling Kecamatan Saguling Kab.

Bandung Barat 178

Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap I SMP Negeri 1

(11)

xiii

Tahap I SMP Negeri 1 Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten

Bandung Barat 185

Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap II SMP Negeri 1

Batujajar Kabupaten Bandung Barat 190

Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Tes Berdasarkan Aspek Karangan Narasi

Tahap II SMP Negeri 1 Batujajar Kabupaten Bandung Barat 192 Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap II SMP Negeri 1

Saguling Kecamatan Saguling Kabupaten Bandung Barat 197 Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Tes Berdasarkan Aspek Karangan Narasi

Tahap II SMP Negeri 1 Saguling Kecamatan Saguling

Kabupaten Bandung Barat 199

Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap II SMP Negeri

Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat 204 Tabel 4.14 Rekapitulasi Hasil Tes Berdasarkan Aspek Karangan Narasi

Tahap II SMP Negeri Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten

Bandung Barat 206

Tabel 4.15 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap II SMP Negeri 1

Batujajar Kabupaten Bandung Barat 211

Tabel 4.16 Rekapitulasi Hasil Tes Berdasarkan Aspek Karangan Narasi Tahap II SMP Negeri 1 Saguling Kecamatan Saguling

Kabupaten Bandung Barat 215

Tabel 4.17 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap II SMP Negeri 1

Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat 219

(12)

xiv

Tabel 4.29 Uji Mann Whitney Pre Tes Berdasarkan Pembelajaran 269 Tabel 4.30 Hasil Uji Mann Whitney Pre Tes Berdasarkan Pembelajaran 269

Tabel 4.31 Uji Mann-Whitney Untuk Pre Tes Berdasarkan Level Sekolah

Tinggi dan Sedang 272

Tabel 4.32 Hasil Uji Mann-Whitney untuk Pre Tes Berdasarkan Level

Sekolah Tinggi dan Sedang 272

Tabel 4.33 Uji Mann-Whitney Pre Tes untuk Sekolah Level Tinggi dan

Rendah 273

Tabel 4.34 Hasil Uji Mann-Whitney Pre Tes untuk Sekolah Level Tinggi

dan Rendah 273

Tabel 4.35 Uji Mann-Whitney Pre Tes untuk Sekolah Level Sedang dan

Rendah 274

Tabel 4.36 Hasil Uji Mann-Whitney Pre Tes untuk Sekolah Level

Sedang 274

Tabel 4.37 Analisis Data Tes Akhir 274

Tabel 4.38 Uji Normalitas Pos Tes 276

Tabel 4.39 Uji Mann-Whitney Postes Berdasarkan Pembelajaran ………. 277 Tabel 4.40 Hasil Uji Mann-Whitney Pos Tes Berdasarkan Pembelajaran 277

Tabel 4.41 Analisis Data Gain 278

Tabel 4.42 Uji Normalitas Pre Tes 279

Tabel 4.43 Uji Mann-Whitney Gain Berdasarkan Pembelajaran 280 Tabel 4.44 Hasil uji Mann-Whitney Gain Kemampuan Menulis

berdasarkan pembelajaran 280

Tabel 4.45 Uji Mann-Whitney untuk Gain kemampuan menulis

berdasarkan level sekolah Tinggidan Sedang 281 Tabel 4.46 Hasil uji Mann-Whitney Untuk Gain Kemampuan Menulis

Berdasarkan Level Sekolahtinggi dan Sedang 281 Tabel 4.47 Uji Mann-Whitney Gain Kemampuan Menulis untuk Sekolah

Level Tinggi dan Rendah 282

Tabel 4.48 Hasil Uji Mann-Whitney Pre Tes untuk Sekolah Level Tinggi

dan Rendah 282

Tabel 4.49 Uji Mann-Whitney Pre Tes untuk Sekolah Level Sedang dan

Rendah 283

Tabel 4.50 Hasil Uji Mann-Whitney Pre Tes untuk Sekolah Level Sedang

(13)

xv

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Nama Gambar Halaman

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian 22

Gambar 2.1 Konsep Penerapan SAL dalam Pembelajaran Menulis Karangan Narasi

(14)

1

Ro c h mat Tr i S u d r ajat, 2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan manusia yang lainnya. Hubungan antarmanusia tersebut dikenal sebagai sebuah interaksi. Dalam banyak hal, wujud interaksi ditentukan oleh komunikasi.Salah satu media komunikasi terpenting adalah bahasa. Keberhasilan berkomunikasi sangat ditentukan oleh keterampilan seseorang dalam menggunakan bahasa. Di antaranya keterampilan menulis sebagai sarana komunikasi antar manusia.

Dalam kenyataan sehari-hari, setiap orang selalu dihadapkan dengan berbagai kegiatan yang menuntut keterampilan menulis, interaksi di lingkungan keluarga, di lingkungan masyarakat, atau di lingkungan pendidikan. Di lingkungan pendidikan, siswa dituntut untuk dapat menulis, karena dengan menulis siswa bisa memperoleh ilmu pengetahuan yang lebih banyak serta bisa menunjukkan gagasan dan ide-idenya melalui tulisan.

Secara sederhana, kegiatan menulis merupakan kegiatan menggambarkan bahasa dengan lambang-lambang grafik yang bisa dipahami. (Tarigan, 1986, hlm. 4) menyatakan bahwa menulis adalah “menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dapat dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut, kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut”. Hernowo mengatakan bahwa kegiatan menulis bukan sekedar membuat huruf-huruf dengan pena pada selembar kertas melainkan sebagai upaya untuk melahirkan pikiran dan perasaan, dan melalui kegiatan menulis kita bisa mengekspresikan diri secara total (Hernowo, 2002, hlm. 166).

Menulis merupakan keterampilan yang menuntut penguasaan bahasa yang baik. Ketika belajar bahasa, menulis merupakan kemahiran pada tingkat lanjut.

(15)

2

keterampilan menulis” (Semi, 1995, hlm. 5). Keterampilan menulis sama halnya seperti keterampilan berbicara yaitu keterampilan yang bersifat produktif dan ekspresif. Perbedaannya keduanya adalah menulis merupakan komunikasi yang dilakukan tanpa bertatap muka (tidak langsung), sedangkan berbicara merupakan komunikasi yang dilakukan dengan tatap muka (secara langsung) (Tarigan, 1994, hlm. 2). Menurut Azies dan Alwasilah (1996, hlm. 128), keterampilan menulis berhubungan erat dengan keterampilan membaca. Demikian halnya menurut Semi (1995, hlm. 5), semakin banyak seorang siswa membaca, akan semakin lancar pula dia menulis.

Materi menulis di sekolah biasanya selalu berhubungan dengan paragraf atau wacana. Sebelum siswa mendalami wacana, dia terlebih dahulu harus memahami paragraf. Jika ada materi mengarang (komposisi), materi paragraf haruslah menjadi dasar pemahaman komposisi, pengajaran menulis, sebagaimana juga materi lain, disajikan secara bertahap. Dalam belajar menulis, siswa dapat ditugaskan membuat surat, naskah pidato atau konsep wawancara, atau periklanan.Dalam kaitan dengan menulis, siswa harus memiliki kemampuan dalam memahami ejaan. Materi ejaan sifatnya sangat teknis sehingga siswa cukup mempelajarinya di rumah saja melalui modul atau buku khusus tentang ejaan. Atau bisa juga siswa dilatih menggunakan ejaan. Pelatihan menulis paragraf atau karangan merupakan cara untuk melatih menggunakan ejaan. Ejaan hanya merupakan bagian dari materi menulis. Oleh karena itu, sejak dini siswa diperkenalkan dengan kaidah tata tulis ini walaupun bukan sebagai materi tersendiri.

(16)

Ro c h mat Tr i S u d r ajat, 2015

3

menulis adalah penggunaan metode. Cara penyampaian guru cenderung kurang bervariasi (Tarigan, 1986, hlm. 39). Padahal, cara guru mengajar sangat mempengaruhi cara siswa belajar. Bila guru mengajar dengan metode ceramah, siswa pun belajar dengan cara menghafal. Bila guru mengajar dengan banyak memberikan latihan, siswa pun akan memperoleh pengalaman.

Pembelajaran bahasa di sekolah cenderung bersifat sangat teoretis dan tidak terkait dengan lingkungan tempat anak berada. Akibatnya, peserta didik tidak mampu menerapkan materi yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan seakan-akan mencabut peserta didik dari lingkungannya sehingga asing dari masyarakatnya sendiri (Dikmenum, 2002, hlm. 2). (Nurhadi, 2004, hlm. 32) melaporkan hasil penelitian yang sama. Para siswa sekolah dasar dan menengah di Indonesia tidak mampu menghubungkan materi yang dipelajari dan memanfaatkan pengetahuan itu untuk memecahkan persoalan sehari-hari. Siswa hanya memperoleh hafalan dengan tingkat pemahaman yang rendah. la hanya tahu bahwa tugasnya adalah mengenal fakta, sedangkan keterkaitan antara fakta-fakta dengan pemecahan masalah belum mereka kuasai.

Widharyanto (2003, hlm. 23) menyatakan temuan lain, bahwa

(17)

4

Materi menulis kadang-kadang membuat siswa bingung karena beragam jenis tulisan yang dipelajari di sekolah. Tulisan tersebut antara lain seperti narasi, eksposisi, deskripsi, dan argumentasi. Menulis merupakan suatu keterampilan dan keterampilan akan berkembang jika siswa atau pelajar melakukan latihan secara berkelanjutan. Bisa dengan cara memberikan kesempatan lebih banyak bagi siswa untuk berlatih menulis baik menulis karangan, novel, dongeng, cerita atau tulisan lainnya yang sesuai dengan materi pelajaran di sekolah.

Di antara permasalahan yang berhubungan dengan belajar keterampilan menulis pada siswa adalah sistem penilaiannya. Sistem penilaian yang digunakan pada umumnya hanya berdasar pada tes tertulis saja yang biasanya dilakukan di akhir semester, atau tahun pelajaran. Padahal, tidak semua keterampilan berbahasa dapat dievaluasi dengan menggunakan tes tertulis saja (Saukah, 1999, hlm 211).

(18)

Ro c h mat Tr i S u d r ajat, 2015

5

kompetensi dan kreativitas guru dalam memberdayakan berbagai pendekatan, metode dan prosedur pembelajaran akan menentukan kualitas hasil pembelajarannya. Seiring dengan harapan itu, tidak salah apabila masih dipertanyakan, sejauh mana upaya peningkatan kualifikasi tenaga pengajar dan penyempurnaan kurikulum bahasa Indonesia dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran. (Rivers, 1987, hlm. 56) menyatakan bahwa “proses belajar mengajar memerlukan interaksi yang memadai yang merupakan syarat mutlak untuk berkembangnya belajar bahasa yang optimal.”

Interaksi dalam pembelajaran berperan sebagai proses kognitif dalam interaksi siswa dengan masukan dan siswa dengan sesama temannya. Oleh karena itu, siswa tidak hanya sekedar menyimak dari guru, tetapi berpartisipasi aktif dalam mengolah dan menegosiasikan masukan tersebut (Long, 1983). Dengan kata lain, belajar bahasa yang optimal memerlukan interaksi negosiatif yang menempatkan siswa pada posisi pengolah informasi-informasi yang diperlukan melalui makna dengan guru dan sesama temannya. Di samping itu, pembelajaran yang baik adalah yang menempatkan siswa sebagai gurunya, dan guru yang baik adalah yang juga belajar dari siswa nya. Siswa adalah gurunya guru.

Standar kompetensi menulis dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas VIII berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah supaya siswa mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan informasi dalam bentuk narasi dan pesan singkat.Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipakai seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut, kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut (Tarigan 2008, hlm. 1).

(19)

6

maupaun nonfiksi.Keterampilan menulis telah diajarkan diberbagai jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Meskipun demikian, pembelajaran menulis telah lama menjadi masalah dalam sistem pembelajaran bahasa Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, bahwa sampai saat ini masih banyak terjadi sistem pembelajaran yang kurang sesuai. Kekurangtepatan sistem pembelajaran dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran terutama pembelajaran menulis.

Mengingat pentingnya keterampilan menulis, khususnya menulis karangan narasi pada siswa kelas VIII, perlu diadakan pembinaan dan pembiasaan diri dalam menulis, khususnya menulis karangan narasi. Pembinaan dan pelatihan menulis karangan narasi pada siswa kelas VIII menuntut peran guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Guru harus memiliki teknik, metode atau media yang sesuai agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.

Karangan narasi menarik untuk dibicarakan pada siswa karena hal yang disampaikan dalam karangan ini adalah suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa secara kronologis sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau melihat peristiwa itu secara langsung (Keraf 1983, hlm. 135). Seperti yang diungkapkan Sulkhan, dkk. (dalam Fitri 2008, hlm. 2) bahwa, dalam praktik pembelajaran menulis banyak siswa yang tidak suka. Pembelajaran menulis karangan sering menimbulkan rasa bosan, terutama bagi siswa yang kurang mampu dan kurang mendapat latihan di sekolah sehingga tidak berminat dalam kegiatan pembelajaran keterampilan menulis.

(20)

Ro c h mat Tr i S u d r ajat, 2015

7

halaman penuh, siswa tidak memperhatikan pilihan kosakata, alur, isi karangan, maupun urutan dalam kalimat dan keterpaduan paragraf. Keadaan tersebut bertolak belakang dengan pernyataan Keraf (1983, hlm. 147) yang menyatakan

bahwa “menulis karangan narasi harus memperhatikan unsur-unsur yang

membangun karangan tersebut agar hasil yang ditulis baik. Struktur narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang membentuknya, yaitu: alur (plot), perbuatan, penokohan, latar, dan sudut pandang”.

Selama ini, pembelajaran menulis karangan narasi, banyak dijumpai masalah yang dihadapi oleh para guru maupun siswa, sehingga hasil pembelajaran tidak sesuai dengan harapan. Masalah-masalah ini disebabkan oleh kekurangtepatan pemilihan strategi pembelajaran ataupun metode yang digunakan guru. Metode apapun sebenarnya baik, karena memiliki dasar yang kuat, akan tetapi sebaik-baiknya metode memiliki kelemahan disamping kelebihannya. Baik tidaknya metode yang digunakan sangat tergantung pada faktor guru dalam menerapkannya.

Faktor guru yang menyebabkan siswa kurang terampil menulis karangan narasi adalah teknik mengajar yang kurang kreatif dalam mengembangkan potensi diri para siswa dan tidak menggunakan media yang tersedia. Teknik yang selama ini sering digunakan adalah teknik ceramah dan penugasan. Teknik ini memiliki kelemahan karena siswa lebih berperan sebagai objek didik, bukan sebagai subjek didik yang aktif. Guru lebih baik menggunakan teknik diskusi karena dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih aktif selama proses pembelajaran. Padahal dalam menulis karangan narasi siswa menuangkan ide pikirannya sendiri bukan kelompok.

(21)

8

Faktor dari siswa yang pertama adalah siswa kurang berminat pada pembelajaran menulis. Kurangnya minat siswa karena mereka tidak mengetahui pentingnya keterampialn menulis sebagai bagian dari empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan membaca, keterampilan berbicara, dan keterampilan menulis. Guru harus memberikan pengertian bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan untuk meningkatkan performa seseorang. Keterampilan menulis bukan bawaan sejak lahir, tetapi keterampilan yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Kurang minatnya siswa juga karena menganggap bahwa menulis narasi itu sulit, padahal dengan membaca teks wawancara dapat mempermudah siswa dalam menulis karangan narasi.

Faktor dari siswa yang kedua adalah siswa sulit menemukan tema karangan yang disebabkan karena siswa jarang membaca. Siswa dapat memulai menulis dengan tema-tema yang sederhana. Tema yang sederhana digunakan sebagai latihan sebelum menulis dengan tema yang lebih kompleks. Dengan membaca teks wawancara siswa akan lebih mudah untuk menemukan tema.

Faktor ketiga adalah siswa bingung untuk memulai menulis. Biasanya siswa merasa bingung ketika mengawali sebuah karangan, sehingga judul yang dipilihnya pun kadang tidak sesuai dengan isi karangan itu sendiri. Jadi hasilnya pun menyimpang dari dari tema yang ditetapkan oleh guru. Untuk menyusun sebuah karangan narasi, siswa harus mampu menguasai kosakata dan kaidah bahasa serta mampu mengembangkan tema yang akan ditulis. Siswa seharusnya memulai dengan menata dan memetakan gagasan lebih dahulu sebelum menulis. Setelah membuat peta gagasan, kegiatan menulis akan lebih mudah apabila ada stimulannya. Teks wawancara dapat dijadikan sebagai stimulan yang tepat bagi siswa agar dapat memulai menulis. Dalam teks wawancara terdapat berbagai informasi yang dapat digunakan siswa dalam memulai menulis. Selain itu dorongan dan motivasi dari guru juga sangat dibutuhkan.

(22)

Ro c h mat Tr i S u d r ajat, 2015

9

jelas. Untuk mengatasi hal ini, guru dapat memberikan penjelasan untuk menulis dari hal yang umum ke hal yang khusus (deduktif) atau dari hal yang khusus ke hal-hal yang umum (induktif). Membaca teks wawanacara dapat mempermudah siswa dalam mengembangkan gagasan karena dalam teks wawancara informasi yang dibutuhkan ada, sehingga daya khayal siswa akan lebih baik.

Oleh karena itu, untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut di atas, maka perlu dicari solusi adanya model dan media yang tepat agar dapat digunakan dalam pembelajaran menulis terutama menulis karangan narasi yaitu melalui pengembangan model pembelajaran siswa aktif dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat.

Problematika pendidikan yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah proses belajar mengajar yang diberikan di kelas pada umumnya hanya mengemukakan konsep-konsep dalam suatu materi. Proses belajar mengajar yang dilakukan adalah satu arah (teaching directed). Model pembelajaran tersebut dianggap kurang mengeksplorasi wawasan dan pengetahuan siswa.

Perubahan paradigma dalam proses yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam

membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep learning) dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa. Peran guru dalam pembelajaran berpusat pada siswa adalah sebagai fasilitator yang dalam hal ini, guru memfasilitasi proses pembelajaran di kelas. Fasilitator adalah orang yang memberikan fasilitas.

(23)

10

pelajari (Silberman, 1996, hlm. 39). Dalam siswa aktif, aktivitas siswa didasarkan pada pengalaman belajar yang diperoleh melalui bentuk keterlibatan kelas baik dalam kerja tim, kerja kelompok kecil, kerja berpasangan, maupun kerja individual. Selain itu, keterlibatan siswa di kelas juga dilakukan melalui aktivitas menulis, menulis, membaca, debat, role playing, acting, wawancara, percobaan, ataupun riset kecil. Aktivitas seperti itu diduga dapat mengatasi: (1) siswa kurang berminat dalam pembelajaran menulis, (2) siswa sulit menentukan tema karangan, (3) siswa bingung untuk memulai menulis, dan (4) siswa sulit untuk mengembangkan gagasan.

(24)

Ro c h mat Tr i S u d r ajat, 2015

11

dalam konteks siswa aktif bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

Dengan penerapan metode ini siswa diharapkan mampu mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan berbagai masalah yang ada di kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan produktif dan bermakna. Disinilah perlunya memahami secara benar bagaimana cara menerapkan metode siswa aktif sehingga dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran.

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, pembatasan masalah diperlukan untuk memudahkan penelitian, agar bidang garapan yang diteliti menjadi fokus. Menurut (Arikunto, 1989, hlm. 32) bahwa pembatasan masalah harus menetapkan lebih dulu segala yang diperlukan untuk pemecahannya, yaitu: tenaga, kecekatan, waktu, ongkos, dan lain-lain yang timbul dari rencana itu. Pembahasan penelitian ini adalah pengembangan model pembelajaran siswa aktif dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama satu semester di Tiga SMP Kabupaten Bandung Barat tahun ajaran 2011 - 2012. Penerapan model ini akan berujung kepada kesimpulan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Indikatornya mengacu pada salah satu indikator yang dikemukakan (Reigeluth dan Merrill, 1979, hlm. 37) yakni kecermatan penguasaan keterampilan. Dalam penelitian ini, keterampilan yang dimaksudkan adalah keterampilan menulis narasi dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

(25)

12

sesuai dengan prinsip-prinsip menulis, salah satu prinsip tersebut adalah menulis itu bersifat interaktif, artinya menulis tidak hanya mensyaratkan hadirnya partisipan melainkan diperlukan adanya dialog dan saling menanggapi antar kedua belah pihak. Dalam hal ini keaktifan siswa sangat dituntut. Sementara itu, salah satu prinsip siswa aktif adalah siswa terlibat aktif dalam setiap pembelajaran.Adapun tahapan pembelajarannya adalah siswa mengeksplorasi ide-ide, menemukan konsep, dan mengaplikasikan konsep. Dengan demikian, pendekatan siswa aktif diduga efektif dapat mengembangkan kemampuan menulis siswa.

Berdasarkan deskripsi singkat di atas, penelitian ini berjudul “Model pembelajaran siswa aktif dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat. Tujuannya adalah menguji keefektifan model tersebut dan mengkaji perbedaan yang signifikan tentang kemampuan menulis sebelum dan sesudah penerapan model tersebut dilaksanakan serta mendeskripsikan langkah-langkah pembelajarannya.

2. Rumusan Masalah

(26)

Ro c h mat Tr i S u d r ajat, 2015

13

Secara umum, masalah penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah apakah model pembelajaran siswa aktif dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat.

1) Langkah-langkah apa saja yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menulis narasi di SMP Kabupaten Bandung Barat dengan menggunakan model pembelajaran siswa aktif?

2) Apakah model pembelajaran siswa aktif dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa SMP Kabupaten Bandung Barat?

3) Apakah penerapan model pembelajaran siswa aktif dalam pembelajaran menulis narasi, berhasil lebih tinggi, jika dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional di SMP Kabupaten Bandung Barat?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diarahkan pada implementasi model pembelajaran siswa aktif dalam meningkatkan keterampilan menulis narasi siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1) langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menulis narasi di SMP Kabupaten Bandung Barat dengan menggunakan model pembelajaran siswa aktif;

2) model pembelajaran siswa aktif dalam meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa SMP Kabupaten Bandung Barat; dan

3) penerapan model pembelajaran siswa aktif dalam pembelajaran menulis narasi, berhasil lebih tinggi, jika dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional di SMP Kabupaten Bandung Barat.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

(27)

14

yang dapat meningkatkan keterampilan menulis yang dikembangkan dalam pembelajaran menulis.

1) Manfaat bagi siswa

a) Penelitian ini dapat memberikan wawasan yang baik kepada siswa dalam memahami konsep menulis narasi melalui tahapan pembelajaran SAL. b) Secara konseptual, penelitian ini dapat membantu mengorganisasikan

pikiran siswa dan menempatkannya dalam suatu bentuk yang berdiri sendiri melalui proses belajar melalui SAL.

2) Manfaat bagi guru

a) Penelitian ini dapat menjadi media untuk menuangkan ide, gagasan, dan pemikiran mengenai berbagai hal, khususnya terkait dengan tugas dan fungsinya sebagai tenaga pendidik.

b) Penelitian ini merupakan media untuk mengembangkan kemampuan guru dalam memecahkan masalah pembelajaran menulis. Menulis merupakan salah satu cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh guru di kelas dan di sekolah atau berbagai permasalahan yang dihadapi oleh bangsa ini. Dalam hal ini, berkaitan dengan fungsinya sebagai pendidik. 3) Manfaat bagi Sekolah

a) Penelitian ini dapat berfungsi sebagai pengembangan materi pelajaran di sekolah. Guru dianjurkan untuk membuat diktat pelajaran ataupun bahan ajar. Dengan demikian, materi pelajaran akan dapat diperluas, tidak hanya sekadar yang ada pada buku sumber tetapi disesuaikan dengan materi yang bersifat kontekstual di sekolah.

(28)

Ro c h mat Tr i S u d r ajat, 2015

15

2. Manfaat Praktis

1) Bagi beberapa instansi pendidikan, di dalam mengembangkan kurikulum Bahasa Indonesia, model pembelajaran siswa aktif meningkatkan keterampilan menulis ini bisa dijadikan salah satu model pembelajaran. 2) Bagi LPTK, hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam menyediakan guru

yang akan mengajarkan bahasa Indonesia, mengembangkan konsep kurikulum, dan mengembangkan model pembelajaran.

3) Bagi guru, penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan wawasan guru dalam mencari solusi dari belajar yang membosankan ke belajar yang menyenangkan.

4) Bagi siswa, penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan kreativitas siswa.

E. Asumsi

Asumsi adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti berdasarkan berbagai sumber, yang akan dijadikan dasar untuk membuat hipotesis yang harus dirumuskan secara jelas. Dalam penelitian ilmiah peneliti harus memberikan asumsi tentang kedudukan masalahnya, karena asumsi akan menjadi landasan teori dalam laporan hasil penelitian. Asumsi atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh peneliti. Dalam penelitian ini ada beberapa asumsi yang dijadikan dasar yaitu:

1) Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki siswa SMP. Berbagai aktivitas di sekolah menuntut para siswa untuk dapat menyampaikan ide dan gagasannya dalam bahasa tulisan.

2) Ketepatan pemilihan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran sangat menentukan keberhasilan tujuan pembelajaran.

(29)

16

4) Pembelajaran siswa aktif adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa. Dengan demikian, pendekatan tersebut dapat menunjang keberhasilan proses belajar siswa sehingga kemampuan menulis dapat berkembangan dengan baik.

F. Hipotesis

Hipotesis adalah penjelasan sementara tentang suatu tingkah laku, gejala-gejala, atau kejadian tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Jadi hipotesis merupakan rumusan jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya dengan data yang dianalisis dalam kegiatan penelitian. Hipotesis penelitian ini dirumuskan dengan hipotesis nol (Ho) dan hipotesis kerja (Ha) sebagai berikut:

1) Ho : 1 2 (tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan menulis karangan narasi antara siswa yang mengikuti model pembelajaran siswa aktif dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional).

2) H1 : 1 2 (terdapat perbedaan peningkatan kemampuan menulis

karangan narasi antara siswa yang mengikuti model pembelajaran siswa aktif dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional).

G. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi salah tafsir dalam memahami konsep-konsep penelitian ini, maka penulis memberikan penjelasan beberapa istilah dalam penelitian ini sebagai berikut.

(30)

Ro c h mat Tr i S u d r ajat, 2015

17

2. Komponen pembelajaran dalam penelitian ini adalah komponen yang turut menentukan keefektifan pembelajaran, yaitu guru, siswa, materi ajar menulis, sarana dan prasarana yang secara siginifikan berpengaruh terhadap pelaksanaan model siswa aktif.

3. Pembelajaran menulis yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia yang terfokus pada menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa. Ragam menulis yang dipilih adalah ragam menulis narasi. Menulis narasi adalah adalah karangan yang mengisahkan suatu peristiwa yang disusun secara kronologis (sistematika waktu) dengan tujuan memperluas karangan seseorang paragraf.

4. Model pembelajaran siswa aktif adalah perekayasaan model pembelajaran menulis dengan penerapkan prinsip-prinsip pembelajaran siswa aktif yang dijabarkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran, yakni mengkaji ide-ide, memecahkan masalah, dan menerapkan konsep-konsep.

5. Kemampuan menulis karangan narasi adalah kemampuan siswa SMP dalam mengisahkan rangkaian peristiwa atau kejadian yang saling berkaitan dari suatu kejadian yang diceritakan dan disusun sesuai dengan kronologi waktu berdasarkan alur cerita atau plot yang mengandung tokoh-tokoh dan perwatakannya yang bertujuan untuk memperluas pengalaman, baik pengalaman yang bersifat lahir ataupun yang bersifat batin.

H. Paradigma Penelitian

(31)

18

dengan lingkungan, yaitu model pembelajaran tersebut harus mendorong siswa reaktif, aktif dan partisipatif terhadap apa yang terjadi dalam lingkungannya.

Menurut Chauhan (1979, hlm. 74), ada beberapa fungsi dari model mengajar, antara lain: (1) pedoman, yaitu sebagai pedoman guru dalam melaksanakan proses mengajar secara komprehensif untuk mencapai tujuan pembelajaran; (2) pengembangan kurikulum, yaitu dapat membantu dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP); (3) menetapkan bahan-bahan pengajaran, yaitu menetapkan bahan ajar secara khusus yang akan disampaikan siswa untuk membantu perubahan positif pengetahuan dan kepribadian siswa; (4) membantu perbaikan dalam mengajar, yaitu mampu mendorong atau membantu proses belajar-mengajar secara efektif dalam mencapai tujuan pendidikan; dan (5) mendorong atau memotivasi terjadinya perubahan tingkah laku pada peserta didik secara maksimal sesuai dengan bakat, minat atau kemampuan masing- masing.

Apabila mengkaji beberapa sumber ilmiah tentang pembelajaran, maka beberapa konsep yang dapat dipahami dari makna pembelajaran inovatif dan partisipatif, antara lain: (1) model pembelajaran inovatif dan partisipatif dapat menumbuhkembangkan pilar-pilar pembelajaran pada siswa, antara lain: learning to know (belajar mengetahui), learning to do (belajar berbuat), learning together

(32)

Ro c h mat Tr i S u d r ajat, 2015

19

(kepribadian) dan kualitas spiritual sehingga siap menyongsong masa depan yang penuh kompetisi. Dalam proses pengembangan potensi atau kemampuan siswa tersebut, pembelajaran inovatif dan partisipatif menempatkan posisi dan peran-peran siswa sebagai sebagai pihak yang paling aktif (paling sentral), guru hanya sekedar sebagai pembimbing, motivator dan evaluator kegiatan pembelajaran siswa.

Berdasarkan paparan tersebut, peneliti berkeyakinan, bahwa: (1) setiap guru dalam proses pembelajaran pada era sekarang dan akan datang harus menggunakan model-model pembelajaran invatif dan partisipatif; dan (2) wujud pembelajaran pada era sekarang dan akan datang harus mampu mengembangkan diri siswa untuk memilki ketrampilan atau kualitas pada sepuluh aspek, yaitu: (1) Basic skills; (2) Technology skills; (3) Problem solving skills; (4) Multicultural

quality; (5) Interpersonal skills; (6) Inquiry skills; (7) Information quality; (8)

Critical and creative thinkingskills; (9) Communicationskills; dan (10)

Spiritualquality.

Pengembangan kompetensi guru, terutama kompetensi profesional dan pedagogic berkaitan dengan proses pembelajaran. Sejalan dengan perkembangan teknologi serta teori-teori pembelajaran, maka guru pun dituntut mampu menguasai dan memilih pendekatan, model, strategi, dan metode pembelajaran yang tepat, sehingga menjadikan siswa aktif, kreatif, dan belajar dalam suasana senang serta efektif.

Menghadapi tugas tersebut guru tentu harus menguasai strategi, metode, teknik pembelajaran dan bimbingan yang up to date. Bila pengetahuan guru sudah ketinggalan, apa lagi hanya mengandalkan pengalaman tanpa didukung teori-teori, maka guru tidak akan mandapatkan respek dari para siswa yang dibinanya.

(33)

20

Para ahli pendidikan berpendapat bahwa proses pembelajaran di sekolah sampai saat ini cenderung berpusat kepada guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung jawab untuk menghafal semua pengetahuan. Memang pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang.

Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak boleh semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan sendiri ide-ide, dan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri dalam belajar. Guru dapat memberikan kepada siswa tangga yang dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, tetapi harus di upayakan sendiri siswa yang memanjat tangga itu. Tingkat pemahaman siswa menurut model Gagne (1985) dapat dikelompokan menjadi delapan tipe belajar, yaitu: (1) belajar isyarat, (2) stimulus-respon, (3) rangkaian gerak, (4) rangkaian verbal, (5) membedakan, (6) pembentukan konsep, (7) pembentukan aturan dan (8) pemecahan masalah (problem solving).

(34)

Ro c h mat Tr i S u d r ajat, 2015

21

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemadirian sesuai denganbakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik. Kegiatan pembelajaran ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian (originality) dan ketajaman pemahaman(insight) dalam mengembangkan sesuatu (generating). Kemampuan memecahkan masalah (problem solving) adalah kemampuan tahap tinggi siswa dalam mengatasi hambatan, kesulitan maupun ancaman. Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solvingdapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.

Berpikir kreatif merupakan dasar untuk menulis karangan narasi. Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berisi fakta, misalnya biografi (riwayat seseorang), otobiografi/riwayat hidup seseorang yang ditulisnya sendiri, atau kisah pengalaman. Narasi seperti ini disebut dengan narasi ekspositoris. Narasi bisa juga berisi cerita khayal/fiksi atau rekaan seperti yang biasanya terdapat pada cerita novel atau cerpen. Narasi ini disebut dengan narasi imajinatif.

(35)

22

(36)

23

Potensi Sumber Daya, lingkungan, Kelompok Usaha, Keluarga, dll.

(37)
(38)

23 BAB II

MODEL PEMBELAJARAN SISWA AKTIF, KETERAMPILAN MENULIS, DAN KARANGAN NARASI

A. Model Pembelajaran

Eppen, Gould, and Schmidt, (1993, hlm. 2) mendefinisikan bahwa, “A model is a selective abstraction of reality. A model usually simplies reality”. Jadi, model adalah pola, acuan, kerangka dari sesuatu yang akan dihasilkan. Model dimaknai sebagai penyederhanaan atau simplikasi dari sejumlah aspek dunia nyata. Jadi, model merupakan pola yang mewakili dunia nyata secara benar dan tepat. Bentuknya bermacam-macam, misalnya berbentuk tiruan mini dari dunia fisik yang nyata, seperti globe, atau mungkin hanya berbentuk diagram, konsep, atau pun rumus. Jadi, sebuah model harus mereduksi atau menata informasi yang begitu banyak menjadi sederhana baik dalam ukuran maupun bentuk. Juga, model dapat digunakan sebagai alat analisis sesuatu.

Model pembelajaran yang dipilih atau akan digunakan dalam proses pembelajaran, seyogyanya relevan dan mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Pertimbangan utama dalam pemilihan model pembelajaran ialah tujuan pencapaian yang hendak dicapai setelah proses pembelejaran. Menurut Sukmadinata (2004: 209) model pembelajaran adalah suatu desain yang menggunakan proses rincian atau cara mengajar yang memungkinkan para siswa berinteraksi dalam proses pembelajaran, sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa tersebut.

(39)

24

representation of some real world process, system subsystem. Model are used in all

aspect of life. Model are useful in depicting alternative and in analysing their

performance. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa model

merupakan representasi abstrak dari proses, sistem subsistem yang konkret. Model digunakan dalam seluruh aspek kehidupan. Model bermanfaat dalam mendeskripsikan pilihan-pilihan dan dalam menganalisis tampilan-tampilan pilihan tersebut.

Mengenai model pembelajaran, Joyce dan Weil (2003, hlm. 7) menyebutkan ada 4 kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.“Model pembelajaran pada intinya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru”.atau, “model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran”.

(40)

25

learning. Models of teaching are really models of learning. As we help students

acquire information, ideas, skills, values, ways of thinking, and means of expressing

themselves, we are also teaching them how to learn (Joyce, Weil, Calhoun, 2002,

hlm. 6). Dalam kenyataannya, mengkaji model mengajar „teaching‟ tidak akan lepas

dari pembicaraan model belajar „learning‟, yaitu bagaimana siswa dapat mencapai

suatu strategi dan metode belajar yang baik dan efisien. Dengan menerapkan berbagai model mengajar, sekaligus guru membantu siswa dalam hal bagaimana cara belajar. Artinya, bagaimana cara memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, cara-cara berpikir. Yang lebih penting lagi bagaimana siswa terbiasa menyatakan dirinya sendiri.

Pengertian-pengertian tersebut menekankan pada kreativitas dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Dengan demikain dari penjeladan tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan pola, sistem atau stategi pembelajaran yang dirancang berdasarkan teori untuk meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan pembelajaran.

Model mengajar merupakan model rancang kegiatan yang digunakan untuk merancang pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal itu dikemukakan (Joyce and Weil, 1980, hlm. 1) mengemukakan bahwa, A model of teaching is a plan or pattern that can be used to shape curriculum (long-term

courses of studies), to design instruction in the classroom and other setting. Model

mengajar adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, merancang pembelajaran baik dalam seting kelas atau pun seting lainnya. Intinya adalah bahwa model pembelajaran dirancang sebagai bentuk usaha menciptakan lingkungan belajar yang kondusif yang mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan.

(41)

26

dewasa ini paling tidak didasarkan atas tiga hal, yakni pengalaman praktik, telaah teori-teori, dan hasil-hasil penelitian (Nasution, 1992, hlm. 111). Dalam mengembangkan model pembelajaran, Joyce, Weil, and Calhoun (2002) berpendapat bahwa setiap model mensyaratkan adanya unsur pembangun sebagai karakteristik model mengajar, yakni 1) orientasi model, 2) model pembelajaran, 3) penerapan model, dan mengkaji dampak instruksional dan dampak penyertanya. Pertama, orientasi model meliputi tujuan, asumsi-asumsi teoretis, prinsip-prinsip dan pokok yang mendasari munculnya model. Kedua, pembentukan model sebagai tindak lanjut hasil orientasi dengan menganalisis empat konsep.

1) Penahapan langkah-langkah. Maksudnya, gambaran model yang diuraikan ke dalam serangkaian kegiatan kongkret di dalam kelas. Jenis kegiatan yang akandikerjakan, bagaimana memulainya, serta apa yang akan dikerjakan setelah itu.

2) Sistem sosial yang diharapakan dalam model adalah yang menggambarkan peranan dan hubungan guru dan siswa dan norma yang mengikat keduanya ketika di kelas.

3) Prinsip-prinsip mereaksi yang membicarakan bagaimana guru menghargai dan merespons siswa dalam model pengajaran tersebut.

4) Sistem penunjang yang diharapkan. Artinya, mengharapkan adanya sistem tertentu yang disyaratkan untuk berhasilnya pelaksanaan suatu model. (Joyce, Weil, and Calhoun, 2002, hlm. 43)

Ketiga, penerapan model mengajar dalam situasi kelas. Pada tahap ini model

(42)

27

Menurut S Chauhan, dalam buku Innovation in Teaching Learning Process (1979, hlm. 48), mengelompokkan model-model mengajar (pembelajaran) inovatif dan partisipatif dalam tiga kelompok orientasi, antara lain:

Pertama, model pembelajaran inovatif yang berorientasi pada interaksi

sosial. Diantara ciri-ciri model pembelajaran inovatif ini antara lain: (1) menekankan

pentingnya hubungan sosial yang berkualitas dalam proses interaksi sosial diantara siswa selama proses pembelajaran; (2) bertujuan untuk meningkatkan peran individu dalam proses-proses sosial, meningkatkan kualitas kehidupan demokrasi, kerjasama, toleransi; (3) dibangun atas asumsi dasar, bahwa manusia tidak akan bisa berkembang dengan baik apabila tidak mampu menjalin kerjasama sesama manusia (interaksi sosial) secara berkualitas; dan (4) posisi guru dan murid sama-sama bagian dari suatu sistem sosial dalam kelompok, dan guru berfungsi sebagai pembimbing dan motivator bagi siswa selama proses-proses sosial, untuk mengembangkan kualitas hidup dalam kelompoknya. Diantara contoh, model-model pembelajaran yang berorientasi pada interaksi sosial ini antara lain: (a) Model pembelajaran inovatif investigasi kelompok; (b) Model pembelajaran inovatif Inkuiri sosial; dan (c) Model pembelajaran inovatif Kooperatif, antara lain: Jigsaw, Teams Gemes Tournaments (TGT)), The Student Teams Achievement Division (STAD), dan sebagainya.

Kedua, model pembelajaran inovatif yang berorientasi pada Pemrosesan

Informasi. Diantara ciri-ciri model pembelajaran inovatif ini antara lain: (1)

(43)

28

kehidupan sehari-hari/ lingkungannya baik dari pendekatan induktif atau pendekatan deduktif; dan (5) tugas guru membantu, membimbing dan memotivasi siswa untuk memperoleh dan memproses data untuk kemudian siswa secara mandiri mampu memecahkan problem atau permasalahan sosial, sehingga siswa terus didorong untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan berpikirnya. Diantara contoh model pembelajaran inovatif yang berorientasi pada Pemrosesan Informasi antara lain: (a) model pembelajaran inovatif inkuiri; (b) model pembelajaran inovatif kontekstual; (c) model pembelajaran inovatif Pemerolehan konsep; (d) model pembelajaran inovatif pengembangan; (e) pembelajaran model menyusun yang lebih maju (Advance Organizer Model); (f) model pembelajaran berbasis masalah (PBM); dan (g) model

pembelajaran berbasis critical thinking; dan (h) model pembelajaran CTL, dan sebagainya.

Ketiga, model pembelajaran inovatif yang berorientasi pada optimalisasi

individu. Diantara ciri-ciri model pembelajaran inovatif ini antara lain: (1) model ini

(44)

29

Model (NDTM); (b) Class Room Meeting Model (CRMM); (c) model pembelajaran

berpikir melalui pertanyaan; (d) model pembelajaran konstruktivis, dan sebagainya. Pada hakikatnya pengembangan dan penerapan model-model pembelajaran inovatif oleh guru-guru di setiap satuan pendidikan pada era sekarang dan yang akan datang harus bisa menerapkan ketiga kelompok orientasi model-model pembelajaran inovatif dan partisipatif tersebut di atas, dan diantara salah satu model pembelajaran inovatif dan partisipatif yang mengakmodasi ketiga orientasi model pembelajaran tersebut di atas adalah model pembelajaran CTL. Perlu diingat dalam penerapan model pembelajaran inovatif tertentu harus sesuai dengan esensi materi, keadaan lingkungan dan kemampuan siswa serta tujuan yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran di sekolah.

Lain halnya dengan pendapat Bruce Joyce & Marsha Weil (1980, hlm. 3) yang menjelaskan bahwa model mengajar adalah a pattern or plan, which can be used to shaped a curriculum or course to select instructional materals, and to guide a

teacher’s actions. Rumusan ini diperjelas oleh karakretistik model yang harus ada pada unsur setiap model mengajar yakni: 1) orientasi model (orientation to the model); 2) model mengajar (the model of teaching); 3) penerapan (application); dan

4) dampak instruksional dan penyerta (instructional and nurturant effect).

Unsur yang pertama, yaitu orientasi model, terdiri atas: a) tujuan model, dan b) asumsi teori. Unsur yang kedua yaitu model mengajar, terdapat konsep unsur model mengajar yang terdiri atas: a) syntax (urutan kegiatan), b) social system (sistem sosial), c) principal of reaction (prinsip reaksi), dan d) support system (sistem penunjang). Di bawah ini diuraikan unsur-unsur model mengajar sebagai berikut:

(45)

30

2. Social system (sistem sosial), adalah unsur-unsur model mengajar yang berhubungan dengan peran guru untuk menciptakan interaksi yang efektif dengan siswanya ketika sedang berlangsung proses pembelajaran. Secara ideal guru harus menciptakan jalinan komunikasi yang baik, melibatkan diri terhadap interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, sehingga interaksi tersebut dapat menciptakan suasana yang yaman, kondusif, sehingga para siswa memperoleh kepuasan dan kenyamanan dalam aktivitas belajarnya.

3. Principal of reaction (prinsip reaksi). Prinsip-prinsip reaksi dapat terwujud apabila guru punya komitmen dan kesungguan dalam mengarahkan, membimbing, membina atau memeberi pelayanan yang maksimal, serta dapat menanggapi semua kebutuhan siswa. Pemberian pujian ganjaran atau hukuman positif terhadap perilaku siswa pada saat proses pembelajaran. Dengan kata lain sikap dan perilaku guru harus selalu menanggapi dan merespon keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

4. Support system (sistem penunjang). Peran sistem penunjang dalam pembelajaran sangat penting. Dalam proses pembelajaran menulis, semua siswa membutuhkan fasilitas yang kompeten. Dalam hubungannya dengan masalah-masalah yang dibutuhakan siswa untuk dapat dipergunakan dalam keperluan belajar menulis baik teori ataupun praktik yang lebih berdaya guna dan memberi manfaat kepada siswa. Oleh karena itu unsur penunjang harus mendapat perhatian dalam mengimplementasikan proses pembelajaran.

Model pembelajaran yang disusun berdasarkan proses secara sistematis,

(46)

31

B. Tinjauan Pembelajaran Siswa Aktif sebagai Model Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaran Siswa Aktif

Dalam pembelajaran aktif, siswa mengintegrasikan informasi, konsep-konsep atau keterampilan-keterampilan baru ke dalam skemata atau struktur kognitif yang sudah mereka miliki melalui berbagai cara seperti merumuskan dan memeriksa kembali serta mempraktikkannya. Hal ini berarti bahwa belajar merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa, bukan aktivitas yang dilakukan oleh guru terhadap siswa. Prinsip ini didasarkan pada pandangan Piaget (dalam Lie, 2002) bahwa pada diri siswa sudah terdapat skemata yang sewaktu-waktu dapat diaktifkan untuk mengakomodasi pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan baru. Dalam konteks pembelajaran Bahasa Indonesia, siswa dapat secara aktif memperoleh sendiri pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan berbahasa karena pada otak siswa sudah terdapat piranti pemerolehan bahasa atau Language Acquisition Devise (LAD) (Widharyanto, 2003, hlm. 3).

Belajar aktif meliputi cara untuk membuat peserta didik aktif sejak awal melalui kegiatan yang membangun kerja kelompok dan dalam waktu singkat membuat anak berfikir tentang materi pelajaran yang dipelajari. Teknik yang dipilih adalah teknik yang merangsang siswa untuk berdiskusi dan debat, mempraktikan keterampilan-ketrampilan, mendorong adanya pertanyaan-pertanyaan, bahkan membuat peserta didik saling mengajar satu sama lainnya. Sebagaimana prinsip SAL yang dikemukakan (Silberman 1996, hlm. xii).

a. “Class discussion: Dialogue and debate of key issues.

b. Collaborative learning: Assignments done cooperatively in small groups of students.

c. Peer teaching: Instruction led by students.

d. Independent learning: Learning activities performed individually.

e. Affective learning: Activities that help students to examine their feelings, values, and attitudes.

(47)

32

Siswa adalah subjek belajar. Karena itu, siswa menjadi fokus atau pusat terhadap setiap usaha-usaha pendidikan. Menurut konsep psikologi belajar, siswa akan belajar efektif jika mengalami proses proses belajar seperti berikut.

a. Siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan belajar dan tidak hanya mendengarkan guru menulis karangan narasi. Siswa terlibat secara fisik maupun mental, yaitu meliputi pikiran dan perasaannya.

b. Siswa memahami apa yang diharapkan guru dari dirinya. Pemahaman atas tugas-tugas yang diberikan guru akan memudahkan ia mengarahkan perilakunya.

c. Siswa memperoleh pengetahuan akan kinerjanya sendiri. Hal tersebut memberikan dorongan atau motivasi untuk belajar. Umpan balik dapat diperoleh dengan membandingkan harapan atau hasil kerja orang lain. Umpan balik dari guru merupakan hal yang sangat berarti bagi siswa karena guru memberi rujukan bagi ukuran-ukuran keberhasilan.

d. Siswa, seperti juga semua orang, belajar dari keberhasilan maupun dari kesalahan. Kebehasilan mendorong siswa untuk mengulangnya, sedangkan kesalahan akan bermanfaat bagi kegiatan belajar siswa apabila dituntut untuk memperbaikinya. Inilah arti dari sebuah koreksi yang sebenarnya.

e. Apa yang dipelajari siswa bermakna bagi dirinya. la mempelajari hal-hal yang akan dapat dipahami ataupun dikerjakan dengan bantuan kemampuan yang dimilikinya sekarang. Dengan kata lain, ia dihadapkan dengan hal-hal yang tidak terlalu asing bagi dirinya, dapat ia bandingkan dengan pengalamannya dan membantu kehidupan mereka sehari-hari. Dalam situasi lain, hal-hal yang baru tentu saja akan menarik perhatian.

(48)

33

g. Di samping belajar hal-hal yang memungkinkan ia untuk sukses, siswa juga perlu memperoleh kesempatan untuk ditantang. Kesulitan sampai taraf tertentu, akan menumbuhkan rasa ingin tahu, rasa penasaran, sehingga ingin menjelajahi hal yang belum terang bagi dirinya.

h. Dalam proses pembelajaran diterapkan variasi metode dan teknik yang menarik yang memungkinkan siswa belajar secara individual, kelompok, di samping belajar secara klasikal.

i. Siswa mendapatkan peluang untuk melakukan sesuatu. Dewey menyebutkan belajar dengan mengerjakan (learning by doing) (Suhaenah, 2000, hlm. 4-7). Kesembilan prinsip di atas menjadi dasar dalam pelaksanaan model pembelajaran siswa aktif. (Widharyanto, 2003, hlm. 14-18) menuliskan sepuluh prinsip pokok pembelajaran siswa aktif , yakni.

a. Siswamerupakan subjek pembelajaran. Hal ini menunjukka bahwa yang harus aktif dalam pembelajaran adalah siswa. Siswa yang menjadi pelaku utama dalam mencari dan membangun pengetahuan dan keterampilan baru. Dalam hal ini bukan berarti peran guru menjadi tidak penting, guru tetap berperan sebagai mediator dan fasilitator.

b. Belajar dengan melakukan sesuatu. Siswa menemukan pengalaman yang nyata dan aktual terkait dengan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya.

c. Pembelajaran berorientasi kelompok. Guru perlu mengelola bentuk aktivitas kelas menjadi berpasangan, dalam kelompok kecil, sedang, atau besar. Mereka dapat melakukan permainan, bermain peran, penelitian kecil, wawancara, observasi, percobaan, dan sebagainya.

d. Pembelajaran dengan variasi model belajar auditori, visual, dan kinestetik. Dalam pembelajaran aktif, gaya belajar siswa dan pemakaian beberapa model secara variatif, baik model auditori, visual, maupun kinestetis perlu diperhitungkan. Para guru dianjurkan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan kesenangan belajar siswa bukan kesenangan belajar guru.

(49)

34

aktif dimulai dengan apa yang diketahui siswa bukan dari apa yang diketahui guru.

f. Penciptaan interaksi multi arah. Interaksi multi arah dapat dikembangkan antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa pasangannya, siswa dengan kelompoknya, siswa dengan lingkungannya, kepala sekolah, atau orang-orang yang ada di sekitar sekolah.

g. Pembelajaran dengan melibatkan seluruh pikiran, emosi, dan tubuh. Implementasinya dalam pembelajaran aktif adalah ketiganya harus mendapatkan fasilitas yang memadai agar proses belajar menjadi optimal. h. Pembelajaran harus menyenangkan, santai, dan menarik hati. Hal ini sesuai

dengan prinsip belajar yang sebenarnya yakni ketakjuban, penemuan, permainan, menanyakan sejuta pertanyaan, terlibat didalamnya, dan kegembiraan. Suasana kelas juga dipengaruhi oleh suasana hati guru. Suasana hati guru biasanya menyebar ke dalam suasana kelas dan sangat bersifat psikologis.

i. Ancangan fisik kelas yang bebas, leluasa, dan variatif. Kelas hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga menarik, menyenangkan, dan membuat siswa nyaman untuk belajar. Lingkungan belajar yang kondusif akan menumbuhkembangkan kreativitas siswa yang akan berdampak pada (a) siswa merasa nyaman, (b) kebutuhan siswa dapat terpenuhi, siswa dapat bekerjasama dengan guru maupun kawannya, (c) siswa dapat memperoleh kecakapan baik secara individu maupun kelompok.

j. Pembelajaran dengan model berkreasi bukan model mengkonsumsi. Tugas guru dalam model ini adalah memfasilitasi para siswa agar mereka optimal menggunakan daya pikir, daya imajinasi, daya fantasi mereka dalam menanggapi suatu persoalan.

Gambar

Gambar 1.1
Gambar 1.1 Paradigma Penelitian
Gambar 2.1 Konsep Penerapan SAL dalam Pembelajaran Menulis Karangan Narasi
Tabel 3.2 Pedoman Penilaian Menulis Karangan Narasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tim Penyusun Buku, Paradigma, op.. Hambali yang memperbolehkan penukaran atau penjualan harta wakaf, baik itu berbentuk masjid. Menurut PP No. 28 Tahun 1977 Bab IV

tepung kacang hijau untuk memanfaatkan kemampuan serat dalam menyerap logam kadmium dalam tubuh. Cookies kacang hijau mengalami pengolahan berupa pemanggangan yang diketahui

It is also far too anarchic; the study of international or global political econ- omy may lead one to believe that realist accounts of the world err by placing too much emphasis on

tindakan menghapus BMN dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang

Dari hasil penelitia lanjut usia yang memiliki pasangan hidup mengalami sebagian besar tingkat kesepiannya adalah tingkat kesepian rendah 24 orang (60%) dan pada lanjut

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan dan mekanisme corporate governance yang meliputi kepemilikan manajerial,

1) Melaksanakan kegiatan bantuan Pengadaan Alat Praktik dan Peraga Siswa PAUD Taman Kanak-Kanak / Kelompok Bermain sesuai dengan pengajuan yang disetujui

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN SINEKTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MATERI AJAR IPS.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |