VARIABEL PENENTU STRUKTUR MODAL
PERUSAHAAN FOOD & BEVERAGE
DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen
Oleh:
Mustika Dewi Anggraeni
0812010165 / FE /EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL `VETERAN`
J AWA TIMUR
VARIABEL PENENTU STRUKTUR MODAL
PERUSAHAAN FOOD & BEVERAGE
DI BURSA EFEK INDONESIA
Yang Diajukan Oleh
Mustika Dewi Anggraeni
0812010165 / FE /EM
Telah disetujui untuk diseminarkan oleh
Pembimbing Utama
Dr. Muhadjir Anwar,MM
Tanggal: ………..
Mengetahui
Ketua Jurusan Progam Studi Manajemen
Dr. Muhadjir Anwar,MM
NIP. 19650907199103101
VARIABEL PENENTU STRUKTUR MODAL
PERUSAHAAN FOOD & BEVERAGE
DI BURSA EFEK INDONESIA
Yang Diajukan Oleh
Mustika Dewi Anggraeni
0812010165 / FE /EM
Telah diseminarkan dan disetujui untuk untuk menyusun skripsi oleh :
Pembimbing Utama
Dr. Muhadjir Anwar,MM
Tanggal: ………..
Mengetahui
Ketua Jurusan Progam Studi Manajemen
SKRIPSI
VARIABEL PENENTU STRUKTUR MODAL
PERUSAHAAN FOOD & BEVERAGE
DI BURSA EFEK INDONESIA
Yang Diajukan Oleh
Mustika Dewi Anggraeni
0812010165 / FE /EM
disetujui untuk ujian lisan oleh
Pembimbing Utama
Dr. Muhadjir Anwar,MM
Tanggal: ………..
Mengetahui
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……… i
DAFTAR ISI ……….. iii
DAFTAR TABEL………... vi
DAFTAR GAMBAR……….. vii
ABSTRAKSI
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang ………. 1
1.2.
Rumusan Masalah ……… 8
1.3.
Tujuan Penelitian ……… 9
1.4.
Manfaat Penelitian ……… 9
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA
2.1.
Penelitian Terdahulu ………. 10
2.2.
Landasan Teori ………. 13
2.2.1.
Pengertian Modal ……… 13
2.2.2.
Sumber – Sumber Penawaran Modal ………... 14
2.2.3.
Pengertian Struktur Modal ……….. 18
2.2.4.
Arti Penting Struktur Modal ………. 19
2.2.5.
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal ………….. 23
2.2.5.1.
Risiko Bisnis ………. 26
2.2.5.2.
Pertumbuhan Aset ………. 29
2.2.5.3.
Struktur Kepemilikan ……… 30
2.2.6.
Teori Struktur Modal ……….. 31
2.2.7.1.
Pengaruh Risiko Bisnis Terhadap Struktur Modal ……… 40
2.2.7.2.
Pengaruh Pertumbuhan Aset Terhadap Struktur Modal … 41
2.2.7.3.
Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Struktur Modal.42
2.3.
Kerangka Konseptual ……… 43
2.4.
Hipotesis Penelitian ……….. 44
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ……… 45
3.2.
Teknik Penentuan Sampel ……… 47
3.2.1.
Populasi ……….. 47
3.2.2.
Sampel ………. 47
3.3.
Teknik Pengumpulan Data ……… 48
3.3.1.
Jenis Data ……… 48
3.3.2.
Sumber Data ……… 48
3.3.3.
Pengumpulan Data ………... 49
3.4.
Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis ……… 49
3.4.1.
Teknik Analisis Data ……… 49
3.4.2.
Uji Hipotesis ……… 51
3.4.3.
Uji Asumsi Klasik ……… 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian ……….. 58
4.1.1.
Sejarah Singkat PT. Bursa Efek Indonesia ……….. 58
4.1.2.
Visi dan Misi PT. Bursa Efek Indonesia ………. 59
4.2. Deskripsi Variabel Penelitian ………... 60
4.2.1.
Struktur Modal (Y) ……….. 60
4.2.2.
Risiko Bisnis (X1) ………... 61
4.2.3.
Pertumbuhan Aset (X2) ………... 62
4.3. Deskripsi Hasil Pengujian Hipotesis ……… 63
4.3.1.
Uji Outlier ……….. 63
4.3.2.
Uji Normalitas ………. 64
4.3.3.
Uji Asumsi Klasik ……….. 65
4.3.4.
Analisis Linier Berganda ………. 70
4.3.5.
Uji F ………. 72
4.3.6.
Uji T ………. 73
4.4. Pembahasan ……….. 73
4.4.1.
Pengaruh Risiko Bisnis Terhadap Struktur Modal …………... 74
4.4.2.
Pengaruh Pertumbuhan Aset Terhadap Struktur Modal ………… 74
4.4.3.
Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Struktur Modal ……... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ……….. 77
5.2. Saran ………. 78
DAFTAR PUSTAKA
VARIABEL PENENTU STRUKTUR MODAL
PERUSAHAAN FOOD & BEVERAGE
DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh :
Mustika Dewi Anggraeni
Abstr aksi
Dalam kondisi perekonomian yang sulit seperti saat ini, persaingan di segala sektor usaha semakin ketat, hal ini mendorong setiap perusahaan perlu melakukan berbagai upaya untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing, sehingga perusahaan dapat bertahan ditengah-tengah persaingan. Dalam manajemen keuangan, salah satu unsur yang perlu diperhatikan adalah mengenai seberapa besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dana yang akan digunakan untuk beroperasi dan mengembangkan usahanya. Modal menjadi salah satu elemen penting dalam perusahaan karena modal sangatlah diperlukan. Masalah struktur modal merupakan masalah yang sangat penting bagi setiap perusahaan karena naik turunnya struktur modal ditandai dengan besarnya total hutang Jangka Panjang dibandingkan modal sendiri. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan Food & Beverage yang go publik di BEI.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan Food & Beverage yang go publik di BEI. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu bahwa pengambilan sampel dilakukan atas dasar tujuan tertentu, maka jumlah sampel perusahaan Food & Beverage yang memenuhi kriteria sebanyak 6 perusahaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data laporan keuangan periode 2006-2010 yang diambil dari Bursa Efek Indonesia. Sedangkan untuk pengujian data menggunakan analisis regresi linear berganda dengan asumsi klasik menggunakan program SPSS
Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Risiko Bisnis mempunyai pengaruh Positif tidak signifikan terhadap struktur modal, (2) Pertumbuhan Aset mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap struktur modal, dan (3) Struktur Kepemilikan mempunyai pengaruh negatif Tidak signifikan terhadap struktur modal.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada umumnya kondisi persaingan menuntut setiap perusahaan
membaca dengan baik terhadap situasi internalnya baik dibidang pemasaran,
produksi, sumber daya manusia dan keuangan. Hal ini agar perusahaan dapat
bertahan dalam berbagai situasi yang di hadapi.
Dalam pengelolaan bidang keuangan, salah satu unsur yang penting
adalah kemampuannya memenuhi kebutuhan dana agar kegiatan usaha dapat
berkembang. Struktur modal mencerminkan imbangan antara hutang jangka
panjang dan modal sendiri didalam membelanjai aktiva yang ada dan perlu
diperhatikan dengan baik komposisinya.
Salah satu keputusan penting yang dihadapi oleh manajer (keuangan)
dalam kaitannya dengan kelangsungan operasi perusahaan adalah keputusan
pendanaan atau keputusan struktur modal, yaitu suatu keputusan keuangan
yang berkaitan dengan komposisi utang, saham preferen dan saham biasa
yang harus digunakan oleh perusahaan. Manajer harus mampu menghimpun
dana baik yang bersumber dari dalam perusahaan maupun luar perusahaan
secara efisien, dalam arti keputusan pendanaan tersebut merupakan keputusan
pendanaan yang mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung
oleh perusahaan. Biaya modal yang timbul dari keputusan pendanaan yang
yang timbul sebesar biaya bunga yang dibebankan oleh kreditur, sedangkan
jika manajer menggunakan dana internal atau dana sendiri akan timbul
opportunity cost dari dana atau modal sendiri yang digunakan. Keputusan
pendanaan yang dilakukan secara tidak cermat akan menimbulkan biaya tetap
dalam bentuk biaya modal yang tinggi, yang selanjutnya dapat berakibat pada
rendahnya profitabilitas perusahaan ( Saidi, 2004:44).
Pada umumnya perusahaan cenderung untuk menggunakan modal
sendiri sebagai modal permanen, sedangkan modal asing hanya digunakan
sebagai pelengkap saja apabila dana yang dibutuhkan kurang mencukupi,
maka penggunaan modal sendiri akan menjadi tanggungan terhadap
keseluruhan resiko perusahaan dan merupakan jaminan bagi kreditur
sedangkan modal asing adalah modal yang berasal dari kreditur dan
merupakan hutang bagi perusahaan yang bersangkutan oleh karena itu
diperlukan adanya kebijaksanaan dalam menentukan apakah kedutuhan dana
perusahaan akan dibelanjai oleh modal sendiri atau modal asing dalam hal
ini perusahaan harus mengetahui terlebih dahulu biaya yang dibutuhkan
untuk memperoleh dana tersebut (cost of capital).
Dengan demikian berkembangnya teknologi dan semakin banyaknya
perusahaan-perusahaan yang telah berkembang menjadi perusahaan besar,
maka faktor produksi modal mempunyai arti yang lebih menonjol lagi
mengingat bahwa pada umumnya modal di artikan sebagai hasil produksi
pada daya beli nilai ataupun kekuasaan untuk memakai barang-barang
modal.
Modal menjadi salah satu elemen penting dalam perusahaan karena
baik dalam pembukaan bisnis modal sangatlah diperlukan. Oleh karena itu,
perusahaan harus menentukan seberapa banyak modal yang diperlukan
untuk membiayai bisnisnya sumber dana bagi perusahaan dapat diperoleh
dari dalam perusahaan yang berasal dari laba ditahan dan depresiasi, serta
dana dari luar perusahaan yang berasal dari hutang, yaitu dana yang berasal
dari para kreditur dan dana yang berasal dari peserta yang mengambil bagian
dalam perusahaan yang akan menjadi modal sendiri.
Dengan adanya pasar modal memberikan kesempatan bagi
perusahaan yang ingin memperoleh tambahan dana bagi pengembangan
perusahaan. Pasar modal menyediakan dana yang diperlukan oleh pihak
pihak-pihak yang membutuhkan dana dan pihak yang membutuhkan dana
tersebut tanpa harus terlibat langsung di pasar modal. Setelah adanya pasar
modal memungkinkan perusahaan Indonesia untuk memiliki modal yang
lebih besar dari hutang.
Pecking Order Theory menyatakan bahwa perusahaan lebih
cenderung memilih pendanaan yang berasal dari internal dari pada eksternal
perusahaan. Penggunaan dana internal lebih didahulukan dibandingkan
dengan penggunaan dana yang bersumber dari eksternal. Urut-urutan yang
ditahan diikuti dengan penggunaan hutang dan yang terakhir adalah
penerbitan ekuitas baru. Pemilihan urutan pendataan ini menunjukkan
bahwa pendanaan ini didasarkan dari tingkat cost of fund dari
sumber-sumber tersebut yang juga berkaitan dengan tingkat resiko suatu investasi.
Perusahaan manufaktur pada sektor food & beverage pada dasarnya
merupakan kelompok perusahaan yang bergerak dibidang makanan dan
minuman yang cukup besar dan berkembang pesat di Indonesia. Bisnis
manufaktur pada sektor food & beverage merupakan suatu usaha yang
fluktuatif. Bisnis ini sangat tergantung pada siklus usaha dan keadaan
perekonomian Negara. Disamping itu, juga merupakan salah satu jenis
perusahaan yang membutuhkan struktur permodalan yang cukup besar,
terutama untuk kebutuhan investasi yang sifatnya jangka panjang seperti
lokasi dan bangunan perusahaan, mesin-mesin produksi maupun untuk
membiayai kegiatan produksi itu sendiri. Selain itu perusahaan food and
beverage merupakan perusahaan yang produknya sering digunakan oleh
orang banyak dan mampu bertahan dalam kondisi kebijakan model apapun
sehingga seburuk apapun kebijakan yang dibuat hampir pasti produk
perusahaan ini tetap di beli dan diminati oleh konsumen. Jadi, bisa
dikatakan bahwa produk tersebut sangat dibutuhkan oleh konsumen. Apabila
kegiatan produksi tersebut tersendat beberapa waktu maka hal tersebut
dianggap bad news bagi perusahaan karena proses produksinya memerlukan
waktu yang relatif cepat (www.kompas.com). Untuk itu perusahaan harus
satu usaha untuk memperkuat faktor internalnya adalah dengan mengelola
struktur modal dengan baik.
Kondisi struktur modal food and beverage mengalami ketidakstabilan
sehingga menyebabkan fluktuasi harga dan dalam tampilan laporan keuangan
yang dipublikasikan tampak adanya perubahan laba perusahaan yang
mengalami fluktuasi tajam. Penyebab masalah yang terjadi tersebut diduga
karena struktur struktur modal yang dimiliki oleh food and beverage kurang
stabil, sehingga menyebabkan kurangnya sumber daya untuk membiayai
usahanya. Dengan demikian dalam mempertimbangkan kebijakan struktur
modal tersebut ada satu permasalahan yang sering timbul, yakni seberapa
besar total hutang yang dimiliki oleh perusahaan dalam membiayai
asset-assetnya. Masalah yang dihadapi perusahaan food and beverage yang go
public adalah tingginya struktur modal yang ditandai dengan besarnya total
hutang dibanding total modal yang dimiliki oleh perusahaan ( debt/equity) .
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bagaimana pengaruh
resiko bisnis, tingkat pertumbuhan dan struktur kepemilikan terhadap
struktur modal, dimana akan membantu perusahaan dalam menentukan
bagaimana sebaiknya pemenuhan dana harus dilakukan oleh perusahaan, hal
ini dapat dilihat data perusahaan manufaktur sektor Food & Beverage
Tabel 1.1
Data Struktur Modal Perusahaan Manufaktur sektor Food & Beverage
Tahun 2006 – 2010
NO Nama Perusahaan
Struktur Modal (%)
2006 2007 2008 2009 2010
1 CAHAYA KALBAR 0.44 1.8 1.58 0.89 1.75
2
INDOFOOD SUKSES
MAKMUR 2.13 2.61 3.08 2.45 1.34
3 PRASIDHA ANEKA NIAGA 1.87 2.14 1.63 1.44 1.59
4 SEKAR LAUT 3.03 0.9 1 0.73 0.69
5
ULTRAJAYA MILK
INDUSTRY 0.53 0.28 0.39 0.32 0.37
6 SIANTAR TOP 0.36 0.44 0.72 0.36 0.45
Sumber : Indonesian Capital Market Direktory &Laporan Keuangan Food&Beverage
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa struktur modal pada
perusahaan-perusahaan Food & Beverage umumnya cenderung meningkat. Hal
tersebut mencerminkan bahwa perusahaan lebih banyak didanai oleh dana
eksternal melalui hutang dibandingkan dengan modal sendiri. Dengan adanya
tingginya tingkat hutang yang dimiliki oleh perusahaan, maka juga akan
mengindikasi tingginya struktur modal, sehingga akan berakibat pada tingginya
resiko perusahaan di mata para investor. Paling tidak, diharapkan perusahaan
dapat menetapkan suatu target struktur modal yang optimal yang menunjukkan
faktor-fakor struktur modal tersebut. Masalah struktur modal merupakan masalah
yang sangat penting bagi setiap perusahaan karena naik turunnya struktur modal
ditandai dengan besarnya hutang dibandingkan dengan besarnya modal yang
dimiliki. Disamping itu Bisnis ini sangat tergantung pada siklus usaha dan
keadaan perekonomian Negara dimana perkembangan politik dan ekonomi yang
berubah – ubah. Sehingga menyebabkan tidak stabilnya struktur modal dan
berakibat pada sedikitnya keuntungan atau laba yang di dapatkan oleh
perusahaan.
Beberapa variabel yang dianggap mempengaruhi struktur modal adalah
resiko bisnis, pertumbuhan asset dan struktur kepemilikan. Menurut penelitian Mc
Cue Oscan, Faktor- faktor yang mempengaruhi struktur modal adalah struktur
aktiva, ukuran perusahaan, tingkat pertumbuhan, resiko bisnis, profitabilitas,
struktur kepemilikan, pajak, system pembayaran konsumen dan kondisi pasar.
Pada penelitian ini faktor yang digunakan hanya terdiri dari tiga faktor yaitu :
resiko bisnis, tingkat pertumbuhan dan struktur kepemilikan. Struktur modal
perusahaan erat kaitannya dengan tingkat risiko, dalam perusahaan resiko bisnis
akan meningkat jika menggunakan hutang yang tinggi. Hal ini juga akan
meningkatkan kemungkinan kebangrutan. Hasil penelitian membuktikan bahwa
perusahaan dengan resiko yang tinggi seharusnya menggunakan hutang yang lebih
sedikit untuk menghindari kemungkinan kebangrutan. Titman & Wessels, (1998)
dalam saidi (2004). Hubungan growth opportunity dengan struktur modal yaitu
semakin cepat growth oportunity maka lebih banyak penggunaan hutang dalam
hanya ditentukan oleh jumlah hutang dan ekuitas tetapi juga oleh prosentase
kepemilikan oleh manager dan institusional. Jensen and Meckling (1976) dalam
wahidawati (2002). Struktur kepemilikan sesuai dengan agency theory yang
menjelaskan tentang adanya konflik yaitu konflik antara pihak manajemen dengan
pemegang saham tentang pendanaan. Ketika perusahaan memiliki Struktur
kepemilikan yang besar pihak manajemen akan cenderung memilih menggunakan
sumber intern untuk membiayai operasional perusahaan dengan laba ditahan
sedangkan pemegang saham menginginkan laba tersebut dibagikan. Pada
penelitian saidi (2004) bahwa struktur kepemilikan akan mengurangi agency
Theory, apabila banyak pemegang saham yang menjadi manajer perusahaan,
sehingga perusahaan akan lebih memilih menggunakan utang untuk
mengembangkan perusahaannya.
Berdasarkan Latar Belakang tersebut, Bagaimana pengaruh Risiko Bisnis,
Pertumbuhan Aset dan Struktur Kepemilikan terhadap struktur modal, dimana
akan membantu perusahaan dalam menentukan bagaimana sebaiknya pemenuhan
dana yang harus dilakukan oleh perusahaan. Sehingga permasalahan dalam
penelitian ini sangat menarik peneliti untuk melakukan penelitian.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas ,maka masalah yang
akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Apakah variabel risiko bisnis berpengaruh terhadap struktur modal
2. Apakah variabel pertumbuhan Aset berpengaruh terhadap struktur
modal pada perusahaan Food & Beverage yang go public di BEI.
3. Apakah variabel struktur kepemilikan berpengaruh terhadap struktur
modal pada perusahaan Food & Beverage yang go public di BEI.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini
maka tujuan penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh Risiko Bisnis terhadap Struktur Modal pada
perusahaan Food & Beverage yang go public di BEI.
2. Untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Aset terhadap Struktur Modal
pada perusahaan Food & Beverage yang go public di BEI.
3. Untuk mengetahui pengaruh struktur kepemilikan terhadap Struktur
Modal pada perusahaan Food & Beverage yang go public di BEI.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bagi perusahaan Sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan
faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi struktur modal sehingga
dapat dijadikan dasar bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan
selanjutnya.
2. Memberikan wawasan dan gambaran sebagai tambahan referensi bagi
peneliti lain yang ingin melakukan pengembangan ilmu penelitian
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Ter dahulu
Penelitian terdahulu yang yang digunakan sebagai awal penulisan ini
adalah penelitian dari :
1. Yuke Prabansari dan Hadri Kusuma (2005), penelitian dengan judul “
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan
Manufaktur Go Public Di Bursa Efek Indonesia”. Permasalahan yang
dikemukakan adalah apakah ukuran perusahaan, risiko bisnis,
pertumbuhan aktiva, profitabilitas dan struktur kepemilikan berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal. Sampel yang digunakan adalah
metode random sampling dan pengujian dilakukan dengan menggunakan
metode regresi linier berganda.
Pada penelitian jurnal tersebut diperoleh dari hasil analisis maka dapat
disimpulkan bahwa ukuran perusahaan, pertumbuhan aktiva, profitabilitas
dan struktur kepemilikan berpengaruh positif terhadap struktur modal,
sedangkan risiko bisnis berpengaruh negatif terhadap struktur modal.
2. Endang Sri Utami (2009), penelitian dengan judul “ Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur”.
Permasalahan yang dikemukakan ialah, apakah ukuran perusahaan,
Risiko Bisnis, profitabilitas, tingkat pertumbuhan, dan struktur aktiva
adalah metode purposive random sampling dan pengujian dilakukan
dengan menggunakan metode regresi linier berganda.
Pada penelitian jurnal tersebut diperoleh dari hasil analisis maka dapat
disimpulkan hanya struktur aktiva dan profitabilitas yang berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal, sedangkan ukuran perusahaan, risiko
bisnis dan tingkat perumbuhan tidak berpengaruh terhadap struktur
modal.
3. Theresia T. dan Eduardus T. (2007), penelitian dengan judul “pengaruh
firm size, tangible assets, growth opportunity, profitability, dan business
risk pada struktur modal perusahaan manufaktur di Indonesia : study
kasus di BEJ” , sampel yang digunakan adalah metode purposive
sampling dengan tipe judgement sampling. Dan model yang digunakan
dalam penelitian kali ini adalah structural equation modeling (SEM),
model ini terdiri dari dua bagian, yaitu measurement model dan structural
model. Simpulan yang diperoleh adalah firm size berhubungan positif.
Tangible assets tidak berpengaruh terhadap leverage perusahaan, tidak
ditemukan bukti growth opportunity berpengaruh terhadap leverage
perusahaan, profitability berhubungan negative dan signifikan dengan
leverage perusahaan, dan tidak ditemukan bukti bahwa business risk
berpengaruh terhadap leverage perusahaan.
4. Mozes Tomasila (2009), penelitian dengan judul “Faktor – Faktor yang
mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur Di BEI.
profitabilitas, pertumbuhan asset dan struktur kepemilikan memiliki
pengaruh terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur. Sampel
yang digunakan adalah metode purposive sampling dan pengujian
dilakukan dengan menggunakan metode regresi linier berganda.
Berdasarkan hasil pengujian, maka peneliti mengambil kesimpulan
bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, pertumbuhan asset dan struktur
kepemilikan memiliki pengaruh signifikan terhadap struktur modal.
5. Seftianne dan Ratih Handayani (2011), penelitian dengan judul
“Faktor-Faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan public
sektor manufaktur. Permasalahan yang dikemukakan apakah
profitabilitas, tingkat likiuditas, ukuran perusahaan, risiko bisnis,
kepemilikan Manajerial, growth opportunity dan struktur aktiva memiliki
pengaruh terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur. Sampel
yang digunakan adalah metode purposive sampling dan pengujian
dilakukan dengan menggunakan metode regresi linier berganda.
Berdasarkan hasil pengujian, maka peneliti mengambil kesimpulan
bahwa growth opportunity dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh
signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan profitabilitas, tingkat
likuiditas, risiko bisnis, kepemilikan manajerial dan struktur aktiva tidak
memiliki pengaruh terhadap struktur modal.
Penelitian terdahulu ini akan digunakan sebagai acuan dan masukan untuk
2.2. Landasan Teor i
2.2.1. Penger tian Modal
Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya tentu
memerlukan modal. Tersedianya modal yang memadai bagi perusahaan
akan mendorong kelancaran usahanya. Hal ini berarti bahwa kebutuhan
modal bagi setiap perusahaan adalah sangat penting, karena modal
merupakan salah satu faktor produksi dimana Modal merupakan salah satu
elemen terpenting dalam peningkatan pelaksanaan kegiatan perusahaan
disamping sumber daya manusia, mesin, material, dan metode. Oleh
karena itu, perusahaan wajib untuk melakukan perencanaan yang
berkenaan dengan modal, baik menambah maupun mengurangi modal itu
sendiri. Pemenuhan modal perusahaan dapat berasal dari sumber internal
perusahaan, yaitu sumber dana yang dihasilkan dari dalam perusahaan
(berupa laba ditahan dan depresiasi) dan sumber eksternal perusahaan,
yaitu sumber dana yang berasal pihak-pihak lain diluar perusahaan (berupa
hutang, baik jangka panjang maupun jangka pendek dan modal sendiri
dalam bentuk saham). Dan apabila suatu perusahaan tidak didukung oleh
tersedianya factor produk modal, maka perusahaan tidak akan berjalan
lancar.
Menurut Munawir (2002), Pengertian Modal adalah Hak atau bagian yang
dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditujukan dalam pos modal (Modal
saham),Surplus dan laba yang ditahan atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki
adalah modal yang tertera disebelah debet dari neraca yang dapat dibagi dalam
bentuk aktiva lancar dan aktiva tetap serta nilai dari modal aktif ini akan berubah
– ubah dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Sedangkan modal pasif
adalah modal yang tertera disebelah kredit dari neraca yang menggambarkan cara
bagaimana perusahaan memperoleh dana yang diperlukan untuk membiayai
modal aktifnya serta nilai dari modal pasif ini dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan menurut Riyanto (2010) pengertian modal menurut klasik
diartikan secara fisik yaitu hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi
lebih lanjut dan dalam perkembangan selanjutnya ternyata pengertian modal mulai
bersifat non fisik, dimana antara lain pengertian modal ditekankan pada nilai, daya
beli atau kekuasaan memakai atau menggunakan yang terkandung dalam barang
barang modal.
Dari beberapa pengertian modal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
modal adalah suatu kekayaan yang ditekankan pada nilai, daya beli , atau
kekuasaan memakai atau menggunakan, berada di neraca sebelah kredit dan
diinvestasikan dalam barang-barang modal yang berada di neraca sebelah debet
serta digunakan untuk menghasilkan kekayaan selanjutnya.
2.2.2. Sumber –sumber Penawar an Modal
Menurut beberapa ahli, sumber sumber penawaran modal dapat ditinjau
1. Sumber Intern (Intern Sources)
Modal yang berasal dari sumber intern adalah modal atau dana yang
dibentuk atau dihasilkan sendiri dalam perusahaan. Sumber intern atau
sumber dana yang dihasilakn sendiri didalam perusahaan adalah
keuntungan yang ditahan (Retained Net Profit ) dan Penyusutan
(depreciations)
2. Sumber Ekstern (External Sources)
Modal yang berasal dari sumber ekstern adalah modal atau dana yang
diperoleh dari luar perusahaan yaitu dana yang berasal dari para kreditur
dan pemili, peserta atau pengambil bagian didalam peusahaan.
Ditinjau dari cara terjadinya, sumber penawaran modal dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu :
1. Tabungan dari subyek subyek ekonomi.
2. Penciptaan atau kreasi uang atau kredit dari bank.
3. Intensifikasi penggunaan Uang.
Jika ditinjau dari jenisnya, maka sumber penawaran modal perusahaan dapat
dibagi menjadi dua, Yaitu :
1. Modal asing.
Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan, dan bagi
saat jatuh tempo harus dibayar kembali. Modal asing atau hutang dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu :
a. Modal Asing atau Hutang jangka pendek (Short-term debt) adalah
hutang yang jangka waktunya pendek,kurang dari satu tahun.
Adapun jenis jenis daripada modal asing (hutang atau kredit )
jangka pendek yang terutama adalah kredit rekening Koran, kredit
dari penjual, kredit dari pembeli dan kredit wesel.
b. Modal Asing atau Hutang jangka menengah ( intermediet – term
debt ) adalah hutang yang jangka waktunya antara satu tahun
sampai spuluh tahun. Bentuk bentuk utama dari kredit jangka
menengah yaitu term loan dan leasing.
c. Modal Asing atau Hutang jangka panjang ( Long – term debt)
adalah hutang yang jangka waktu lebih dari sepuluh tahun.
Adapun jenis atau bentuk-bentuk utama dari hutang jangka
panjang antara lain pinjaman obligasi ( Bond payables ) dan
pinjaman hipotik ( Mortgage)
2. Modal sendiri
Modal sendiri pada dasarnya adalah modal yang berasal dari pemilik
perusahaan dan tertanam didalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak
tentu lamanya. Oleh karena itu, modal sendiri ditinjau dari sudut likuiditas
merupakan dana jangka panjang yang tidak tertentu waktunya. Modal sendiri
a. Modal saham
Saham adalah tanda bukti pengambilan bagian Suatu PT. adapun
jenis-jenis saham antara lain saham biasa, saham preferen dan
saham komulatif.
b. Cadangan
Cadangan disini dimaksudkan sebagai cadangan yang dibentuk
dari keuntungan yang diperoleh perusahaan selama beberapa waktu
yang lampau dari tahun yang berjalan ( reserve that are surplus ).
Cadangan yang termasuk dalam modal sendiri adalah cadangan
ekspansi, cadangan modal kerja, cadangan selisih kurs dan
cadangan untuk menampung hal-hal yang tidak terduga
sebelumnya.
c. Laba ditahan
Keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dapat sebagian
dibayarkan sebagai deviden dan sebagian ditahan oleh perusahaan.
Perusahaan yang belum mempunyai tujuan tertentu mengenai
penggunaan keuntungan tersebut, maka keuntungan tersebut
merupakan keuntungan yang ditahan ( Retained Earning ), Riyanto
(2010).
Komponen modal sendiri ini merupakan modal perusahan yang
kerugian lainnya. Modal sendiri ini tidak memperlukan jaminan atau keharusan
untuk pembayaran kembali dalam setiap keadaan maupun tidak adanya kepastian
tentang jangka waktu pembayaran kembali modal sendiri. Oleh karena itu, tiap–
tiap perusahaan harus mempunyai jumlah minimum modal yang diperlukan untuk
menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
Modal sendiri yang bersifat permanen akan tetap tertanam dalam
perusahaan dan dapat diperhuitungkan pada setiap saat untuk memelihara
kelangsungan hidup dan melindungi perusahan dari risiko kebangkrutan. Modal
sendiri merupakan sumber dana perusahaan yang paling tepat untuk
diinvestasikan pada aktiva tetap yang bersifat permanen dan investasi-investasi
yang menghadapi risiko kerugian yang relative kecil, karena suatu kerugian atau
kegagalan dari investasi tersebut dengan alasan apapun merupakan tindakan
membahayakan bagi kontinuitas kelangsungan hidup perusahaan
2.2.3. Penger tian Str uktur Modal
Dalam pembahasan mengenai struktur modal maka yang menjadi
perhatian utama adalah penggunaan modal berdasarkan jenisnya karena persoalan
struktur modal adalah persoalan penentuan komposisi antara modal asing yang
berupa hutang jangka panjang dan modal sendiri.
Menurut Theresia T. dan Eduardus T. (2007) struktur modal merupakan
pilihan pendanaa antara hutang dan ekuitas. Sedangkan menurut Halim (2002
:63), bahwa struktur modal menunjukkan perimbangan jumlah utang jangka
pendek yang bersifat tetap, utang jangka panjang, saham preferen dan saham
berpengaruh atau tidak terhadap nilai perusahaan, dengan asumsi keputusan
investasi dan kebijakan deviden tidak berubah apabila ada pengaruhnya, berarti
ada struktur modal yang terbaik tetapi jika tidak ada pengaruhnya maka tidak ada
struktur modal yang terbaik.
Struktur atau komposisi modal harus diatur sedemikian rupa sehingga
terjamin stabilitas finansial perusahaan, memang tidak ada ukuran yang pasti
mengenai jumlah dan komposisi modal dari tiap-tiap perusahaan, tetapi pada
dasarnya pengaturan terhadap struktur modal dalam pesahaan harus berorientasi
pada tercapainya stabilitas finansial dan terjaminnya kelangsungan hidup
perusahaan. Menurut Bringham dan Houston (2001:45) menyatakan bahwa
struktur modal yang optimal suatu perusahaan adalah kombinasi dari utang dan
ekiutas yang memaksimumkan harga saham perusahaan. Dalam penelitian ini
adalah perbandingan antara hutang jangka panjang perusahaan (long term debt)
dengan modal sendiri, atau dapat dituliskan sebagai berikut:
Struktur Modal =
2.2.4. Ar ti Pentingnya Str uktur Modal
Setiap perusahaan membutuhkan dana untuk membiayai operasi
perusahan, yang bisa dipenuhi dari pemilik modal sendiri atau dari pihak lain
berupa hutang, dana tersebut mempunyai modal yang ditanggung perusahaan.
Struktur Modal akan menentukan biaya modal. Biaya Modal adalah balas jasa
yang harus dibayar perusahaan kepada masing-masing pihak yang menanamkan
hutang perlu dirinci lebih lanjut, karena tiap-tiap jenis modal mempunyai
konsekuensi tersendiri, baik jenis, cara perhitungan maupun ada atau tidak adanya
keharusan untuk dibayarkan. Sumber modal yang dimaksud disini terbatas pada
modal tetapnya saja, yaitu hutang jangka panjang, modal saham preferen dan
modal saham biasa. Keputusan untuk menggunakan tiap-tiap jenis modal tersebut
atau mengkombinasikan senantiasa dihadapkan pada berbagai pertimbangan baik
yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang mencakup tiga unsur penting
yaitu:
a. Sifat keharusan untuk membayar balas jasa atas penggunaan
modal kepada pihak yang menyediakan dana tersebut atau sifat
keharusan untuk pembayaran biaya modal.
b. Sampai seberapa jauh kewenangan atau campur tangan pihak
penyedia dana dalam pengelola perusahaan.
c. Risiko yang dihadapi perusahan.
Arti pentingnya struktur modal terutama disebabkan oleh perbedaan
karakteristik diantara jenis modal tersebut, perbedaan karakteristik diantara jenis
modal tersebut secara umum mempunyai pengaruh pada dua aspek penting dalam
kehidupan perusahaan yaitu:
1. Terhadap kemampuan untuk menghasilkan laba.
2. Terhadap kemampuan perusahaan untuk membayar kembali
hutang jangka panjang.
Arti penting struktur modal pada umumnya diperlukan dalam perusahan (Riyanto,
1. Pada waktu mengkoorganisir atau mendirikan perusahaan.
2. Pada waktu membutuhkan tambahan modal baru untuk perluasan atau
ekspansi.
3. Pada waktu diadakan consolidation baik dalam bentuk merger atau
amalgamation.
4. Pada waktu dijalankan peyusunan kembali struktur modal
(recapitalization), pada waktu mengadakan perubahan-perubahan yang
fundamental dalam struktur modal (debt readjustment) dan pada waktu
dijalankan perbaikan-perbaikan struktur modal (financial reorganization)
yang terpaksa harus dilakukan, karena perusahaan yang bersangkutan telah
nyata-nyata dalam keadaan insolvable atau adanya ancaman insolvency.
Perubahan-perubahan tersebut dimaksudkan supaya perusahaan tersebut
untuk selanjutnya dapat bekerja dalam basis finansial yang lebih kuat. Dalam hal
ini, pendapatan yang dihasilkan dari sumber-sumber ekonomi yang dimiliki
perusahaan akan dialokasikan kepada masing-masing pihak yang menyediakan
dana sebagai berikut:
1. Kepada debitur dalam jumlah tertentu yang tidak tergantung pada jumlah
pendapatan yang dihasilkan bahkan juga terdapat ada atau tidak adanya
penggunaan sumber ekonomi dalam perusahaan. Bunga atas hutang
kepada kreditur harus dibayar, bahkan dalam keadaan dimana menderita
kerugian dalam operasinya.
2. Kepada pemilik saham, seluruh sisa pendapatan yang dihasilkan oleh
kreditur. Oleh karena itu, kemungkinan para pemilik saham akan
memperoleh bagian yang lebih besar, sama atau kurang dari bagian yang
diterima oleh kreditur, bahkan perusahaan mengalami kegagalan di dalam
operasinya para pemilik saham harus membayar extra untuk membalas
jasa kepada para kreditur. Dalam situasi demikian dana yang
diinvestasikan oleh pemilik tidak hanya berkurang karena adanya kerugian
didalan operasinya tetapi sebagai akibat dari kegiatan pembelanjaan.
Apabila suatu perusahan dalam memenuhi kebutuhan dananya
mengutamakan pemenuhan dengan sumber dari dalam perusahaan akan
mengurangi ketergantunganya kepada pihak luar, tetapi apabila kebutuhan dana
sudah demikian meningkatnya karena pertumbuhan perusahaan dan dana dari
sumber intern sudah digunakan semua maka tidak ada pilihan lain selain
menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan baik hutang dengan
mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhan dananya, kalau dalam
memenuhi kebutuhan dana dari sumber extern tersebut mengutamakan pada
hutang saja, maka ketergantungan kita pada pihak luar akan semakin besar dan
risiko finansialnya semakin besar, sebaliknya kalau kita hanya mendasarkan pada
saham saja, biaya akan sangat mahal. Biaya penggunaan dana yang berasal dari
saham baru adalah paling mahal dibandingkan dengan sumbersumber dana lainya.
Oleh karena, itu perlu diusahakan adanya keseimbangan optimal antara kedua
sumber dana tersebut. Apabila kita mendasarkan pada prinsip hati-hati, maka kita
modal yang optimal. Untuk mengetahui besarnya “modal optimal“ diperlukan
lebih dahulu menetapkan jangka waktu kritis.
Jangka waktu kritis adalah waktu di mana biaya untuk kredit jangka
panjang sama besarnya dengan kredit jangka pendek (Bambang Riyanto,2001)
kalau kredit yang dibutuhkan itu jangka waktunya lebih lama daripada jangka
waktu kritis tersebut, lebih menguntungkan mengambil kredit jangka panjang
dengan membungakan kelebihan modal sementara yang digunakan. Sebaliknya
apabila kebutuhan kredit jangka waktunya lebih pendek daripada jangka waktu
kritis adalah lebih menguntungkan membiayai kebutuhan modal kerja itu dengan
jangka pendek. Dengan mengetahui besarnya modal optimum maka perusahaan
dapat menetapkan apabila kebutuhan dana perusahaan dipenuhi dengan modal
sendiri ataukah dipenuhi dengan modal asing (hutang).
Dari uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa arti
pentingnya struktur modal merupakan masalah penting bagi setiap perusahaan,
karena baik buruknya struktur modal akan mempunyai pengaruh yang langsung
terhadap posisi finansial perusahaan. Suatu perusahaan yang mempunyai struktur
modal yang kurang baik dimana mempunyai hutang yang sangat besar akan
memberikan beban yang berat kepada perusahaan yang bersangkutan, sehingga
akan berpengaruh pada labanya, struktur modal merupakan cermin dari
kebijaksanaan perusahaan dalam menentukan jenis sekuritas yang dikeluarkan.
2.2.5. Faktor -faktor yang mempengar uhi str uktur modal
Masalah struktur modal merupakan masalah yang penting bagi
langsung terhadap posisi finansial perusahaan. Oleh karena itu manajer keuangan
di dalam operasinya perlu berusaha untuk memenuhi suatu sasaran tertentu yang
mengenai perimbangan antara besarnya hutang dan jumlah modal sendiri yang
tercermin dalam struktur modal perusahaan, sehingga manajer harus
memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi struktur modal. Menurut
Brigham dan Houston (2006), faktor- faktor yang berpengaruh dalam
pengambilan keputusan struktur modal adalah sebagai berikut:
1. Stabilitas Penjualan (sales stability)
2. Struktur Aktiva (asset structure)
3. Leverage Operasi (operating leverage)
4. Tingkat Pertumbuhan (growth rate)
5. Profitabilitas (profitability)
6. Pajak (taxes)
7. Pengendalian (control)
8. Sikap Manajemen (management etitude)
9. Sikap Pemberi Pinjaman dan Lembaga Penilai Peringkat ( Lender
and Rating Regency Attitudes)
10.Kondisi Pasar (market conditions)
11.Kondisi Internal Perusahaan (firms internal conditions)
12.Fleksibilitas Keuangan ( Financial Flexibility )
Sedangkan menurut Mardiyanto (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi
struktur modal adalah sebagai berikut :
2. Pajak.
3. Fleksibilitas Financial.
4. Sikap manajer.
Sedangkan menurut Mc. Cue dan Ozean ( 1992:333 ) dalam jurnal saidi
struktur modal dipengaruhi oleh faktor – faktor sebagai berikut :
1. Struktur aktiva
2. Tingkat pertumbuhan aktiva
3. Profitabilitas
4. Risiko bisnis
5. Ukuran perusahaan
6. Pajak
7. Struktur kepemilikan
8. System pembayaran dari konsumen
9. Kondisi pasar
Sedangkan menurut Baker ( 1989 ) faktor – faktor yang mempengaruhi
struktur modal optimal adalah sebagai berikut :
1. Perputaran Kas
2. Kondisi pasar
3. Profitabilitas dan Stabilitas
4. Pengawasan
5. Preferensi manajemen
Senada dengan pendapat diatas Weston dan Copeland (1997) menyatakan
bahwa faktor-faktor yang berpengaruh pada struktur modal :
1. Tingkat pertumbuhan penjualan
2. Stabilitas arus kas
3. Karakteristik industry
4. Struktur aktiva
5. Sikap manajemen
6. Sikap pemberi kredit
Karena adanya perbedaan dalam literature maka penulis membatasi
variable yang digunakan.Variable – variable tersebut adalah Risiko bisnis, Tingkat
Pertumbuhan dan Struktur Kepemilikan.
2.2.5.1. Risiko Bisnis.
Menurut Brigham dan Houston (2006), risiko didefinisikan sebagai
peluang atau kemungkinan terjadinya beberapa peristiwa yang tidak
menguntungkan.Risiko bisnis (business risk) adalah ketidakpastian yang dihadapi
perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Risiko bisnis merupakan
risiko yang mencakup intrinsik business risk, financial leverage risk, dan
operating leverage risk. Dalam teori agensi juga disebutkan bahwa manajer
cenderung tidak menyukai risiko (risk aversion) karena terdapat ketidakpastian di
dalamnya dan terdapat asumsi sifat manusia yang mementingkan dirinya sendiri
(self interest). Risiko tidak bisa dihindari dan pada umumnya risiko muncul dari
1. Besarnya investasi
Suatu investasi yang besar memiliki risiko yang lebih besar disbanding
investasi kecil, terutama dari unsur kegagalannya. Apabila proyek dengan
investasi besar gagal, maka kegagalannya bisa mengakibatkan perusahaan
menjadi bangkrut, sedangkan investasi kecil mempunyai risiko yang kecil
artinya tidak terlalu banyak menggangu operasional perusahaan secara
keseluruhan.
2. Penanaman kembali dari cashflow
Apakah perusahaan akan menerima proyek investasi dengan return 24% selama
2 tahun atau yang mendatangkan keuntungan 20% selama 4 tahun? Apabila
risiko dari penanaman kembali proyek pertama tersebut besar, maka proyek
dengan hasil 20% lebih diutamakan.
3. Penyimpangan dari cashflow
Apabila penerimaan cash flow besar maka risikonya juga besar, demikian
sebaliknya apabila penerimaan cashflow kecil risiko yang dihadapi juga kecil.
Risiko bisnis tergantung sejumlah faktor, dimana faktor yang lebih penting
akan dicantumkan di bawah ini (Brigham dan Houston, 2006) :
1. Variabilitas permintaan. Semakin stabil permintaan akan produk sebuah
perusahaan, jika hal-hal lain dianggap konstan, maka semakin rendah
2. Variabilitas harga jual. Perusahaan yang produk-produknya dijual di pasar
yang sangat tidak stabil terkena risiko bisnis yang lebih tinggi daripada
perusahaan yang sama yang harga produknya lebih stabil.
3. Variabilitas biaya input. Perusahaan yang inputnya sangat tidak pasti akan
terkena tingkat risiko bisnis yang tinggi.
4. Kemampuan untuk menyesuiakan harga output untuk
perubahan-perubahan pada biaya input. Beberapa perusahaan memiliki kemampuan
yang lebih baik daripada yang lain untuk menaikkan harga output mereka
ketika biaya input naik. Semakin besar kemampuan melakukan
penyesuaian harga output untuk mencerminkan kondisi biaya, semakin
rendah tingkat risikonya.
5. Kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru pada waktu yang
tepat dan efektif dalam hal biaya. Perusahaan-perusahaan di bidang
industri yang menggunakan teknologi tinggi seperti obat-obatan dan
komputer tergantung pada arus konstan produk-produk baru. Semakin
cepat produknya menjadi usang, semakin tinggi risiko bisnis perusahaan.
6. Eksposur risiko asing. Perusahaan yang mengahsilkan sebagian besar
labanya dari operasi luar negeri dapat terkena penurunan laba akibat
fluktuasi nilai tukar. Begitu pula jiak perusahaan beroperasi di wilayah
yang secra politiis tidak stabil, perusahaan dapat terkena risiko politik.
7. Komposisi biaya tetap: leverage operasi. Jika sebagian besar biaya adalah
permintaan turun, maka perusahaan tekena tingkat risiko bisnis yang
relatif tinggi.
2.2.5.2. Per tumbuhan Aset.
Asset merupakan aktiva yang digunkan untuk aktivitas operasional
perusahaan. Semakin besar asset diharapkan semakin besar hasil operasi yang
dihasilkan oleh perusahaan. Peningkatan asset yang diikuti peningkatan hasil
operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan.
Dengan meningkatnya kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan, maka
proporsi hutang akan semakin besar dibandingkan modal sendiri. Hal ini
didasarkan pada keyakinan kreditor atas dana yang ditanamkan kedalam
perusahaan dijamin oleh besarnya asset yang dimiliki perusahaan.
Houston dan Brigham (2006:43) mengatakan perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak mengandalkan pada modal eksternal.
Biaya emisi untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk
penerbitan hutang. Oleh karena itu, perusahaan yang bertumbuh pesat cenderung
lebih banyak menggunakan hutang daripada perusahaan yang tumbuh dengan
lambat. Dalam menghadapi pertumbuhan perusahaan ini, teori agensi
mengasumsikan bahwa manusia yang memiliki sifat mementingkan dirinya
sendiri (self interest) dan memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality)
menyebabkan manajer mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan
2.2.5.3. Str uktur Kepemilikan.
Didalam struktur modal selain ditentukan oleh hutang dan ekuitas juga
ditentukan oleh struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan merupakan komposisi
antara hutang dan ekuitas termasuk juga proporsi antara kepemilikan saham inside
shareholders dan outside shareholders (Bathala,et,al,1994). Outside shareholders
dapat dimiliki secara perorangan atau individu tetapi bisa juga dimiliki oleh
Institusi ( Institusional Investors).
Dalam teori agency ( keagenan ) yang dikemukakan oleh Jensen and
Meckling, 1976 yang disingkat dengan JM diuraikan mengenai adanya hubungan
antara pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan ( Separation
ownership and control ). Selain itu Jensen and meckling juga menjelaskan tentang
adanya konflik antara principal dan agent yang dikategorikan dalam 3 hal yaitu :
1. Konflik antara pemegang saham (principal) dengan dewan direksi (
Agent)
2. Konflik antara pemegang obligasi dengan dewan direksi dan
pemilik perusahaan.
3. Konflik antara produsen dengan konsumen.
Dalam paper Jensen and Meckling disebutkan biaya agensi merupakan
hasil jumlah dari (i) pengeluaran untuk pemantauan (Monitoring) oleh pemilik
(principal) ; (ii) pengeluaran dalam pengikatan agent dan (iii) biaya-biaya lain
yang berkaitan dengan pengendalian perusahaan.
Dalam konteks kontrak kerja selanjutnya principal akan memberikan hak
oleh kontrak yang menyatakan hak dan kewajiban masing masing. ( Adler
Haimans,2004). Sehingga besar kecilnya kepemilikan saham sangat berpengaruh
terhadap besar kecilnya jumlah modal. Ketika perusahaan memiliki Struktur
kepemilikan yang besar pihak manajemen akan cenderung memilih menggunakan
sumber intern untuk membiayai operasional perusahaan dengan laba ditahan
sedangkan pemegang saham menginginkan laba tersebut dibagikan. Pada
penelitian saidi (2004) bahwa struktur kepemilikan akan mengurangi agency
Theory, apabila banyak pemegang saham yang menjadi manajer perusahaan,
sehingga perusahaan akan lebih memilih menggunakan utang untuk
mengembangkan perusahaannya.
2.2.6. Teor i Str uktur Modal
a) MM Theor y
Pada Tahun 1958, Franco Modigliani dan Merton Miller dikenal dengan
MM theory menerbitkan tulisannya pada Journal Of Finance dan
merupakan awal adanya teori struktur capital ( Capital Structure ) karena
tulisan ini sangat berpengaruh serta para akademisi selalu mengacu kepada
tulisan dari MM ini bila membahas biaya modal dan struktur capital. Teori
struktur capital dari MM mempunyai asumsi sebagai berikut :
1) Perusahaan dengan dengan yang kelas yang sama mempunyai
risiko bisnis yang sama dimana risiko bisnis ini diukur dengan
2) Investor mempunyai harapan yang sama terhadap perusahaan dan
risiko perusahaan serta memiliki ekspektasi yang sama terhadap
EBIT dimasa mendatang.
3) Surat hutang seperti obligasi dan penyertaan dalam bentuk saham
yang diperdagangkan pada pasar yang sempurna ( Perfect Capital
market ). Kriteria pasar yang efisien untuk pasar instrument yaitu :
a. Tidak adanya pajak pribadi dan pajak perusahaan.
b. Adanya informasi yang merata dan dapat diakses dengan
tanpa biaya.
c. Investor bersikap rasional serta tidak adanya biaya
transaksi.
d. Investor dapat melakukan diversifikasi atas investasinya.
e. Adanya tingkat bunga pinjaman dan meminjamkan yang
sama besarnya yaitu tingkat bunga bebas risiko.
b) Peck ing Or der Theor y
Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun 1961,
pengamatannya terhadap perilaku struktur modal di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai keuntungan tinggi adala
perusahaan yang cenderung menggunakan hutang lebih rendah sedangkan
penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers (1984) dalam Yuke
Prabansari dan Hadri kusuma (2005) , berdasarkan asumsi tentang perilaku
a. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari
hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan)
dibandingkan dengan sumber dana eksternal.
b. Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan,
maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling
aman terlebih dahulu, yaitu dimulai dengan penerbitan
obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang
berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru
akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru
diterbitkan.
c. Perusahaan menyesuaikan target pembayaran dividen dengan
peluang investasi.
d. Kebijakan dividen bersifat sticky, Fluktuasi profitabilitas dan
peluang investasi berdampak pada aliran kas internal lebih
besar atau lebih kecil dari pengeluaran investasi.
Kusumawati ( 2004 :27 ) kerangka pemikiran pecking order yang
memandang perusahaan lebih menyukai sumber dana internal
dibandingkan dengan sumber dana eksternal dan lebih menyukai hutang
dibanding ekuitas. Mengacu pecking order theory, perusahaan lebih
memilih menggunakan dana internalnya sebagai alternative awal untuk
memenuhi kebutuhan investasi, hal ini untuk mereduksi masalah dan biaya
yang menyertai pendanaan eksternal, yaitu adanya berbagai perjanjian
mendatang serta adanya kecenderungan harga saham lama turun ketika
perusahaan melakukan emisi saham baru. Urutan penggunaan sumber
pendanaan dengan mengacu pada pecking order theory adalah: internal
fund (dana internal), debt (hutang), dan equity (modal sendiri) (Kaaro,
2003; 53).
c) Agency Theor y
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jansen dan William H.
Meckling pada tahun 1976 (Horne dan Wachowicz, (1998 ;482) dalam
Saidi, (2004), manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai
pemilik perusahaan. Para pedagang saham berharap agen akan bertindak
atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada
agen. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus
diberikan insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat
dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan
keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil
manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang
disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi menurut Horne dan Wachowic,
(1998;482) dalam Saidi, (2004) adalah biaya-biaya yang berhubungan
dengan pengawasan manajemen untuk menyakinkan bahwa manajemen
bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan
dengan kreditor dan pemegang saham.
Menurut Horne dan Wachowicz (1998;482) dalam Saidi, (2004),
biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti tanggungan pemegang saham.
Sebagai misal, pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasan, serta
membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya
pengawasan, semakin tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai
perusahaan bagi pemegang saham. Biaya pengawasan berfungsi sebagi
diisensif dalam penerbitan obligasi, terutama dalam jumlah yang besar.
Jumlah pengawasan yang diminta pemegang obligasi akan meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah obligasi yang beredar.
Teori keagenan (agency theory) membahas tentang adanya
hubungan keagenan antara prinsipal dan agen. Hubungan keagenan adalah
sebuah kontrak di mana satu atau lebih prinsipal menyewa orang lain
(agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka yaitu
dengan mendelegasikan beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada
agen. Yang disebut dengan principal adalah pihak yang memberikan
mandat kepada agen, dalam hal ini yaitu pemegang saham. Sedangkan
yang disebut agen adalah pihak yang mengerjakan mandat dari prinsipal,
yaitu manajemen yang mengelola perusahaan. Tujuan utama teori
keagenan (agency theory) adalah untuk menjelaskan bagaimana
pihak-pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak yang
tujuannya untuk meminimalisir cost sebagai dampak adanya informasi
yang tidak asimetris dan kondisi ketidakpastian. Teori keagenan berusaha
untuk menjawab masalah keagenan yang terjadi yang disebabkan karena
Teori keagenan (agency theory) ditekankan untuk mengatasi dua
permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan
(Eisenhardt,1989) yang dikutip Meythi (2005). Pertama, adalah masalah
keagenan yang timbul pada saat keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan
prinsipal dan agen saling berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi
prinsipal untuk melakukan verifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu
secara tepat. Kedua, adalah masalah pembagian dalam menanggung resiko
yang timbul dimana prinsipal dan agen memiliki sikap berbeda terhadap
resiko. Inti dari hubungan keagenan adalah bahwa di dalam hubungan
keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan (pihak
prinsipal) yaitu para pemegang saham dengan pengendalian (pihak agen)
yaitu manajer yang mengelola perusahaan atau sering disebut dengan the
separation of the decision making and risk beating functions of the firm.
Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan
akan mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara manajer
dengan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer dengan
pemegang saham ini dapat terjadi disebabkan karena manajer tidak perlu
mananggung resiko sebagai akibat adanya pengambilan keputusan yang
salah, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik yaitu pemegang
saham. Karena pihak manajemen ini tidak ikut menanggung resiko maka
mereka cenderung membuat keputusan yang tidak optimal begitupun juga
sepenuhnya dinikmati oleh manajer, sehingga membuat para manajer tidak
hanya berkonsentrasi pada maksimalisasi nilai dalam pengambilan
keputusan pendanaan untuk peningkatan kemakmuran pemegang saham
melainkan cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya
sendiri. Para manajer mempunyai kecenderungan untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Perilaku ini
yang biasa disebut sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality) dan
manajer juga cenderung tidak menyukai resiko (risk aversion).
Teori keagenan (agency theory) dilandasi oleh beberapa asumsi
(Eisenhardt,1989) yang dikutip Khomsiyah (2005). Asumsi-asumsi
tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia,
asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia
menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan dirinya sendiri
(self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality),
dan tidak menyukai resiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian
menekankan bahwa adanya konflik antar anggota organisasi dan adanya
asimetri informasi antara prinsipal dan agen. Sedangkan asumsi informasi
menekankan bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa
diperjualbelikan. Jadi yang dimaksud dengan teori keagenan yaitu
membahas tentang hubungan keagenan antara prinsipal dan agen.
Menurut teori keagenan dari Jensen dan Meckling (1976) yang
dikutip dari Wahidahwati (2002) permasalahan keagenan ditandai dengan
(asymmetry information) antara pemilik perusahaan (principal) dengan
agen (manajemen). Perbedaan kepentingan ini dikarenakan oleh
kemungkinan bahwa agen tidak selalu bertindak sesuai dengan
kepentingan prinsipal. Oleh karena itu perlu adanya suatu mekanisme
pengawasan untuk meminimumkan konflik kepentingan antara manajer
dengan pemegang saham. Munculnya mekanisme pengawasan atau
kegiatan pemantauan ini akan menyebabkan timbulnya suatu biaya yang
disebut agency cost. Biaya keagenan (agency cost) adalah biaya yang
dikeluarkan pemilik untuk mengatur dan mengawasi kerja para manajer
sehingga mereka bekerja untuk kepentingan perusahaan. Jensen dan
Meckling (1976) yang dikutip Darmawati (2005) menyebutkan ada tiga
jenis biaya keagenan yaitu meliputi monitoring cost, bonding cost, dan
residual loses. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung
oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur,
mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Contohnya adalah biaya audit
dan biaya untuk menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan
anggaran, dan aturan-aturan operasi. Bonding cost adalah biaya yang
ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mamatuhi mekanisme yang
menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan prinsipal.
Contohnya adalah biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk
menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham. Sedangkan
residual loses timbul dari kenyataan bahwa tindakan agen kadang kala
d) Signaling Theor y
Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2000: 36)
dalam Saidi (2001) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen
perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana
manajemen memandang prospek perusahaan. Dalam Brigham dan
Houston (2000 : 36) dalam Saidi (2001), perusahaan dengan prospek yang
menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan
mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain,
termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang
normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan
cenderung untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu
perusahaan, umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen
memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan
menawarkan penjualan saham baru, lebih sering dari biasanya, maka harga
sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti
memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham
sekalipun prospek perusahaan cerah.
e) Asymetr ic Infor mation Theor y
Asymmetric information atau ketidaksamaan informasi menurut
Brigham dan Houston (2000 ; 35) adalah situasi dimana manajer memiliki
informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek perusahaan
daripada yang dimiliki investor. Asimetri informasi ini terjadi berdasarkan
akan berusaha menyampaikan informasi tersebut kepada investor luar agar
harga saham perusahaan meningkat. Dengan demikian, pihak manajemen
mungkin berpikir bahwa harga saham saat ini sedang overvalue (terlalu
mahal). Kalau hal ini yang diperkirakan terjadi, maka manajemen tentu
akan berpikir untuk lebih baik menawarkan saham baru (sehingga dapat
dijual dengan harga yang lebih mahal dari yang seharusnya). Tetapi
pemodal akan menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru,
salah satu kemungkinannya adalah harga saham saat ini sedang terlalu
mahal (sesuai dengan persepsi pihak manajemen). Sebagai akibatnya para
pemodal akan menawar harga saham baru tersebut dengan harga yang
lebih rendah. Karena itu emisi saham baru akan menurunkan harga saham.
2.2.7. Pengar uh Var iabel Ter hadap Str uk tur Modal
2.2.7.2.Penga r uh Risiko Bisnis Ter hadap Str uktur Modal.
Dalam perusahaan resiko bisnis akan meningkat jika menggunakan hutang
yang tinggi. Hal ini juga akan meningkatkan kemungkinan kabangrutan. Hasil
penelitian membuktikan bahwa perusahaan dengan resiko yang tinggi seharusnya
menggunakan hutang yang lebih sedikit untuk menghindari kemungkinan
kebangrutan. Titman & Wessels, (1998) dalam Saidi (2004). Atas dasar hal
ini,Resiko Bisnis (business risk) diduga mempunyai pengaruh negatif yang
signifikan terhadap struktur modal perusahaan.
Menurut Atmaja (2003:225) Perusahaan yang memiliki risiko bisnis
(variabilitas keuntungannya) tinggi cenderung kurang dapat menggunakan hutang
Menurut pecking order theory, perusahaan dengan cash flow yang sangat
fluktuatif akan menyadari bahwa penggunaan hutang yang penuh resiko akan
kurang menguntungkan dibandingkan dengan ekuitas, sehingga perusahaan
dipaksa untuk menggunakan ekuitas untuk memenuhi pendanaan perusahaan
guna menghindari financial distress. Zou & Xiao (2006) dalam setiawan (2006).
Oleh karena itu menurut pecking order theory, resiko bisnis memiliki pengaruh
negatif terhadap struktur modal.
Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan
tingkat pengembalian. Penambahan hutang memperbesar risiko perusahaan tetapi
sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Risiko yang
semakin tinggi akibatnya memperbesar hutang cenderung menurunkan harga
saham, tetapi meningkatnya tingkat pengembalian yang diharapkan akan
menaikkan harga saham tersebut. Houston and Brigham (2006).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
perusahaan dengan resiko yang tinggi seharusnya menggunakan hutang yang lebih
sedikit untuk menghindari kemungkinan kebangrutan. Sehingga risiko bisnis
memiliki pengaruh negatif terhadap struktur modal.
2.2.7.3.Penga r uh Tingkat Per tumbuhan Asset Ter hadap Str uktur Modal.
Untuk hubungan pertumbuhan aset dengan struktur modal, Menurut
Sartono dan Sriharto (1999) dan Saidi (2004) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan aset berpengaruh positif terhadap struktur modal. Perusahaan
untuk mendanai pertumbuhan tinggi tersebut secara internal. Sedangkan untuk
menerbitkan saham baru memerlukan biaya yang tinggi, maka perusahaan lebih
menyukai hutang sebagai sumber pembiayaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Balakrishnan dan Isaac (1993) dalam Yuke
Prabansari dan Hadri Kusuma (2005) terhadap 295 perusahaan industri di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa pertumbuhan aset berpengaruh terhadap
struktur modal. Semakin tinggi pertumbuhan aktiva maka akan semakin tinggi
struktur modalnya.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
perusahaan yang tingkat pertumbuhannya cepa