• Tidak ada hasil yang ditemukan

PITIRIASIS LIKENOIDES ET VARIOLIFORMIS AKUTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PITIRIASIS LIKENOIDES ET VARIOLIFORMIS AKUTA."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1 PITIRIASIS LIKENOIDES ET VARIOLIFORMIS AKUTA

Ayu Purnama Dewi, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar

ABSTRAK

Pitiriasis likenoides et varioliformis akuta (PLEVA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang jarang ditemukan dan belum diketahui penyebabnya dengan gambaran klinis berupa makula eritema yang berkembang menjadi papul dengan tanpa keluhan, namun terkadang muncul rasa gatal atau terbakar dengan meninggalkan jaringan parut berbentuk varioliform. Dilaporkan kasus seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun datang dengan gambaran lesi yang tersebar diseluruh tubuh berupa papul multipel diatas makula eritema dengan batas tegas dan berbentuk bulat dengan diameter 1-3 mm serta terdapat ekskoriasi di beberapa tempat. Pemeriksaan biopsi kulit dilakukan dan menunjukkan gambaran morfologi sesuai dengan PLEVA. Terapi untuk pasien ini berupa eritromisin 500 mg dengan dosis 4 kali sehari, hidrokortison krim 2,5%, dan chlorampenicol krim 2% yang digunakan 2 kali sehari. Hasil pengobatan pada kunjungan pertama cukup baik, namun untuk selanjutnya masih belum dapat di evaluasi. Prognosis pasien ini baik.

Kata kunci: PLEVA, remaja laki-laki, papul multipel.

PITYRIASIS LICHENOIDES ET VARIOLIFORMIS ACUTA

ABSTRACT

Pityriasis lichenoides et varioliformis acuta (PLEVA) is an inflammatory disease of the skin are rare and the cause is unknown with clinical features such as macular erythema that develops into a papule with no complaints, but sometimes appears itching or burning with varioliform shaped scarring . Reported the case of a adolescent boy 15 year old came up with an idea lesions scattered throughout the body in the form of multiple papules on macular erythema with firm boundaries and are round with a diameter of 1-3 mm and are excoriated in some places. Skin biopsy performed and showed morphological according to PLEVA. This form of therapy for patients with a dose of erythromycin 500 mg 4 times daily, hydrocortisone cream 2.5%, and 2 % cream chlorampenicol used 2 times daily. The results of the treatment on the first visit quite good, but still not be able to subsequently evaluated. The patient's prognosis is good.

Keywords : PLEVA, adolescent boy, multiple papules.

PENDAHULUAN

Pitiriasis likenoides (PL) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang merupakan bagian dari penyakit parapsoriasis.1,2

(2)

2 pada laki-laki daripada perempuan. Belum

ada dilaporkan penyakit PL ini terkait dengan ras tertentu ataupun letak geografis tertentu.1,2

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, PL dapat dibedakan dalam bentuk akut yang disebut pitiriasis likenoides et varioliformis akuta (PLEVA) dan bentuk kronis yang disebut pityriasis lichenoides

chronica (PLC). PLEVA dan PLC

memiliki kesamaan berupa papul berwarna merah kecoklatan. PLEVA memiliki karakteristik makula eritema yang cepat berkembang menjadi papul dengan tanpa keluhan, namun terkadang muncul rasa gatal atau terbakar dengan meninggalkan jaringan parut berbentuk varioliform. PLC memiliki karakteristik adanya papul dengan ciri khas fine scalling dengan meninggalkan bentuk hipopigmentasi setelah inflamasi tanpa adanya jaringan parut.1,3

Secara umum, diagnosis PL ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang berupa biopsi kulit yang merupakan standar baku emas. Terapi untuk penyakit ini masih sulit dilakukan karena belum diketahui penyebab pastinya. Secara umum, terapi yang digunakan berupa kortikosteroid topikal, antibakteri secara oral dan terapi penyinaran.1,2,4

LAPORAN KASUS

Seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah diantar oleh ayahnya pada tanggal 27 Januari 2014 dengan nomor rekam medis 01231002. Keluhan utama pasien adalah bercak – bercak merah di seluruh tubuh sejak bulan Desember. Pasien mengatakan lesi tersebut dimulai dari tangan, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Pasien tidak merasakan gatal dan nyeri di sekitar lesi tersebut. Pasien sudah pernah melakukan pengobatan ke dokter umum sebanyak 3 kali, namun keluhan tidak ada perbaikan. Pasien datang ke dokter kulit dan kelamin sebanyak 3 kali dan diberi obat berupa salep dan tablet, namun pasien tidak ingat nama obat tersebut. Dengan pengobatan tersebut, pasien mengatakan keluhan yang dialami sudah membaik, namun dalam beberapa hari kemudian muncul lagi. Pasien akhirnya disarankan datang ke poliklinik kulit dan kelamin. Pasien memiliki riwayat opname karena thypoid

(3)

3 yang serupa dengan pasien dan tidak ada

riwayat penyakit lainnya dalam keluarga. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status Internus pasien dalam batas normal. Keadaan umum tampak baik, tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi napas 20 kali/menit, suhu 36,5o C, dan nadi 80 kali/menit. Pada status dermatologi terdapat lesi pada seluruh tubuh. Bentuk kelainan kulit (eflorisensi) berupa papul multipel diatas makula eritema dengan batas tegas dan berbentuk bulat dengan diameter 1-3 mm serta terdapat ekskoriasi di beberapa tempat. Pemeriksaan lain pada mukosa, rambut, kuku, kelenjar limfe, fungsi kelenjar keringat, dan sistem saraf tidak ditemukan adanya kelainan. Diagnosis kerja pasien ini belum dapat ditegakkan, namun dicurigai mengalami

pityriasis lichenoides chronica (PLC)

dengan diagnosis banding berupa pitiriasis likenoides et varioliformis akuta (PLEVA). Untuk menegakkan diagnosis, pasien melakukan pemeriksaan penunjang berupa biopsi kulit di punggung. Terapi awal untuk pasien ini berupa hidrokortison krim 2,5% dan chlorampenicol krim 2% yang digunakan dua kali dalam sehari serta pemberian KIE.

Pada tanggal 6 Februari 2014 pasien datang untuk kontrol dan membawa hasil pemeriksaan biopsi. Dari anamnesis

didapatkan keluhan yang dirasakan berupa bercak merah sudah mengering, tidak ada bercak merah baru yang muncul dan tidak dirasakan adanya gatal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status Internus pasien dalam batas normal. Pada status dermatologi terdapat lesi pada seluruh tubuh yang sudah mengering. Bentuk kelainan kulit (eflorisensi) berupa makula hiperpigmentasi multipel dengan bentuk bulat dengan diameter 1-3 mm. Terdapat pula makula eritema multipel erosi multipel bentuk bulat dengan diameter 1-4 mm. Pemeriksaan lain pada mukosa, rambut, kuku, kelenjar limfe, fungsi kelenjar keringat, dan sistem saraf tidak ditemukan adanya kelainan. Dari hasil pemeriksaan laboratorium dapat disimpulkan bahwa gambaran morfologi sesuai dengan PLEVA. Setelah diagnosis kerja ditegakkan, terapi untuk pasien ini berupa eritromisin 500 mg diminum 4 kali sehari selama 7 hari, hidrokortison krim 2,5% dan chlorampenicol krim 2% yang digunakan 2 kali sehari serta pemberian KIE.

DISKUSI

(4)

4 tubuh. PLEVA merupakan penyakit yang

jarang ditemukan dan belum diketahui penyebab pastinya, namun dikatakan bahwa terdapat beberapa agen infeksi yang terkait dengan awal munculnya ruam seperti virus Epstein-Barr, Streptococcus

pyogenes, Adenovirus, Mycoplasma

pneumonia, Toxoplasma gondii, dan

parvovirus B19. Disebutkan pula bahwa

penyakit ini biasanya di dahului oleh adanya infeksi saluran pencernaan atau infeksi saluran pernafasan bagian atas (ISPA). Penyakit ini merupakan bentuk akut dari penyakit Pityriasis lichenoides

(PL) dan biasanya self-limiting dalam beberapa minggu atau bulan. Biasanya ditemukan pada anak-anak berumur 2-3 tahun dan 5-7 tahun, namun dikatakan pula terjadi pada 20 atau 30 tahun pertama kehidupan dimana jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan perempuan dengan rasio 1,5:1.2,4,5 Pada kasus ini, memang dikatakan jarang didapatkan di RSUP Sanglah. PLEVA sering ditemukan pada laki-laki dewasa muda dengan etiologi yang belum diketahui seperti pada kasus ini.

PLEVA memiliki gambaran klinis berupa makula eritema yang berkembang menjadi papul yang berwarna merah kecoklatan dengan diameter 2-10 mm, nekrotik, dan berkembang secara perlahan menjadi vesikuler, pustul, erosi, kemudian ulserasi

yang dilapisi oleh krusta yang berwarna merah kecoklatan dengan hipo atau hiperpigmentasi. Terdapat pula bercak merah pada tubuh bagian depan dan ekstremitas yang bisa disertai dengan gatal dan rasa terbakar.2,3,5 Pada kasus ini didapatkan lesi berupa papul multipel diatas makula eritema berukuran 1-3 mm, ekskoriasi dibeberapa tempat, dan hiperpigmentasi multipel yang sesuai dengan PLEVA. Pada pasien didapatkan keluhan bercak merah di seluruh tubuh yang diawali dari ekstremitas atas yang menyebar keseluruh tubuh namun tidak disertai dengan rasa terbakar ataupun gatal. Di kasus didapatkan pasien memiliki riwayat gastritis yang merupakan salah satu yang diduga sebagai penyebab munculnya manifestasi klinis ini pada pasien.

(5)

5 berupa pembengkakan endotel disertai

tidak adanya fibrin di dinding pembuluh darah.1,2,6 Pada kasus ini didapatkan adanya kerusakan bagian basal (lichenoid

reaction) di lapisan epidermis yang

ditandai dengan degenerasi vakuolar dari sel-sel basal. Disekitarnya tampak pula ekstravasasi eritrosit yang prominent dan sel-sel apoptotik (civatte bodies). Pada

papillary dermis dibawahnya tampak

infiltrat perivaskular yang padat didominasi limfosit yang meluas hingga retikularis dermis dan sedikit ke bagian basal epidermis yang sesuai dengan diagnosis PLEVA.

Diagnosis banding pada kasus-kasus PLEVA yang memiliki gambaran klinis serupa adalah limfomatoid papulosis, skabies, eritema multiforme, sifilis sekunder, pityriasis rosea, psoriasis gutata, varisela, tularemia, sindrom Gianotti-Crosti, ektima, vaskulitis, reaksi gigitan arthropoda, dan urtikaria papular.2,5 Pada kasus ini tidak dicantumkan diagnosis banding dari PLEVA karena hasil biopsi sudah menunjukkan diagnosis kerja yaitu PLEVA.

Terapi klinis untuk PLEVA masih sulit dilakukan karena penyebab penyakit ini yang belum diketahui. Penggunaan antibakteri seperti tetrasiklin atau eritromisin dan kortikosteroid topikal atau immunomodulator pada dosis standar

(6)

6 ini baik dilihat dari hasil pengobatan pada

kunjungan pertama.

SIMPULAN

Dilaporkan kasus pitiriasis likenoides et varioliformis akuta (PLEVA) pada seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun dengan gambaran lesi yang tersebar diseluruh tubuh berupa papul multipel diatas makula eritema dengan batas tegas dan berbentuk bulat dengan diameter 1-3 mm serta terdapat ekskoriasi di beberapa tempat. Pemeriksaan biopsi kulit dilakukan untuk menegakkan diagnosis kerja. Hasil biopsi menunjukkan gambaran morfologi sesuai dengan PLEVA. Terapi untuk pasien ini berupa eritromisin 500 mg diminum 4 kali sehari selama 7 hari, hidrokortison krim 2,5% dan chlorampenicol krim 2% yang digunakan 2 kali sehari. Hasil pengobatan saat kunjungan pertama cukup baik karena lesi sudah mengering, tidak ada lesi baru, dan tidak ada gatal yang terlihat pada saat kontrol, namun untuk selanjutnya belum bisa di evaluasi. Prognosis pasien ini baik. DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2011;h:196

2. Guerra AAH, Osguthorpe RJ, Putnam A, and Vanderhooft SL. Visual Diagnosis : A 7 Month-Old Who Has a Persistent Rash. American Academy of Pediatrics. 2011;32(12):1-5

3. Markus JR, Carvalho VO, Lima MN, Abagge KT, Nascimento A, Werner B. The Relevance of Recognizing Clinical and Morphologic Features of Pityriasis Lichenoides : Clinicopathological Study of 29 Cases. Dermatol Pract Concept. 2013;3(4):2

4. Lazaridou E, Fotiadou C, Tsorova C, Trachana M, Trigoni A, Patsatsi A, Ioannides D. Resistent Pityriasis Lichenoides et Varioliformis Acuta in a 3-year-old Boy. International Journal of Dermatology. 2010;49:215-217 5. Pereira N, Brinca A, Brites MM, Juliao

MJ, Tellechea O, Goncalo M. Pityriasis Lichenoides et Varioliformis Acuta : Case Report and Review of the Literature. Case Rep Dermatol. 2012;4:61-65

6. Nair PS. A Clinical and Histopathological Study of Pityriasis Lichenoides. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2007;73:100-102 7. Verhamme T, Arnaout A, Ayliffe WH.

(7)

7 Bull. Soc. Belge Ophtalmol. 2008;307:

13-18

(8)

1 PITIRIASIS LIKENOIDES ET VARIOLIFORMIS AKUTA

Ayu Purnama Dewi, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar

ABSTRAK

Pitiriasis likenoides et varioliformis akuta (PLEVA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang jarang ditemukan dan belum diketahui penyebabnya dengan gambaran klinis berupa makula eritema yang berkembang menjadi papul dengan tanpa keluhan, namun terkadang muncul rasa gatal atau terbakar dengan meninggalkan jaringan parut berbentuk varioliform. Dilaporkan kasus seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun datang dengan gambaran lesi yang tersebar diseluruh tubuh berupa papul multipel diatas makula eritema dengan batas tegas dan berbentuk bulat dengan diameter 1-3 mm serta terdapat ekskoriasi di beberapa tempat. Pemeriksaan biopsi kulit dilakukan dan menunjukkan gambaran morfologi sesuai dengan PLEVA. Terapi untuk pasien ini berupa eritromisin 500 mg dengan dosis 4 kali sehari, hidrokortison krim 2,5%, dan chlorampenicol krim 2% yang digunakan 2 kali sehari. Hasil pengobatan pada kunjungan pertama cukup baik, namun untuk selanjutnya masih belum dapat di evaluasi. Prognosis pasien ini baik.

Kata kunci: PLEVA, remaja laki-laki, papul multipel.

PITYRIASIS LICHENOIDES ET VARIOLIFORMIS ACUTA

ABSTRACT

Pityriasis lichenoides et varioliformis acuta (PLEVA) is an inflammatory disease of the skin are rare and the cause is unknown with clinical features such as macular erythema that develops into a papule with no complaints, but sometimes appears itching or burning with varioliform shaped scarring . Reported the case of a adolescent boy 15 year old came up with an idea lesions scattered throughout the body in the form of multiple papules on macular erythema with firm boundaries and are round with a diameter of 1-3 mm and are excoriated in some places. Skin biopsy performed and showed morphological according to PLEVA. This form of therapy for patients with a dose of erythromycin 500 mg 4 times daily, hydrocortisone cream 2.5%, and 2 % cream chlorampenicol used 2 times daily. The results of the treatment on the first visit quite good, but still not be able to subsequently evaluated. The patient's prognosis is good.

Keywords : PLEVA, adolescent boy, multiple papules.

PENDAHULUAN

Pitiriasis likenoides (PL) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang merupakan bagian dari penyakit parapsoriasis.1,2

(9)

2 pada laki-laki daripada perempuan. Belum

ada dilaporkan penyakit PL ini terkait dengan ras tertentu ataupun letak geografis tertentu.1,2

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, PL dapat dibedakan dalam bentuk akut yang disebut pitiriasis likenoides et varioliformis akuta (PLEVA) dan bentuk kronis yang disebut pityriasis lichenoides

chronica (PLC). PLEVA dan PLC

memiliki kesamaan berupa papul berwarna merah kecoklatan. PLEVA memiliki karakteristik makula eritema yang cepat berkembang menjadi papul dengan tanpa keluhan, namun terkadang muncul rasa gatal atau terbakar dengan meninggalkan jaringan parut berbentuk varioliform. PLC memiliki karakteristik adanya papul dengan ciri khas fine scalling dengan meninggalkan bentuk hipopigmentasi setelah inflamasi tanpa adanya jaringan parut.1,3

Secara umum, diagnosis PL ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang berupa biopsi kulit yang merupakan standar baku emas. Terapi untuk penyakit ini masih sulit dilakukan karena belum diketahui penyebab pastinya. Secara umum, terapi yang digunakan berupa kortikosteroid topikal, antibakteri secara oral dan terapi penyinaran.1,2,4

LAPORAN KASUS

Seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah diantar oleh ayahnya pada tanggal 27 Januari 2014 dengan nomor rekam medis 01231002. Keluhan utama pasien adalah bercak – bercak merah di seluruh tubuh sejak bulan Desember. Pasien mengatakan lesi tersebut dimulai dari tangan, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Pasien tidak merasakan gatal dan nyeri di sekitar lesi tersebut. Pasien sudah pernah melakukan pengobatan ke dokter umum sebanyak 3 kali, namun keluhan tidak ada perbaikan. Pasien datang ke dokter kulit dan kelamin sebanyak 3 kali dan diberi obat berupa salep dan tablet, namun pasien tidak ingat nama obat tersebut. Dengan pengobatan tersebut, pasien mengatakan keluhan yang dialami sudah membaik, namun dalam beberapa hari kemudian muncul lagi. Pasien akhirnya disarankan datang ke poliklinik kulit dan kelamin. Pasien memiliki riwayat opname karena thypoid

(10)

3 yang serupa dengan pasien dan tidak ada

riwayat penyakit lainnya dalam keluarga. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status Internus pasien dalam batas normal. Keadaan umum tampak baik, tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi napas 20 kali/menit, suhu 36,5o C, dan nadi 80 kali/menit. Pada status dermatologi terdapat lesi pada seluruh tubuh. Bentuk kelainan kulit (eflorisensi) berupa papul multipel diatas makula eritema dengan batas tegas dan berbentuk bulat dengan diameter 1-3 mm serta terdapat ekskoriasi di beberapa tempat. Pemeriksaan lain pada mukosa, rambut, kuku, kelenjar limfe, fungsi kelenjar keringat, dan sistem saraf tidak ditemukan adanya kelainan. Diagnosis kerja pasien ini belum dapat ditegakkan, namun dicurigai mengalami

pityriasis lichenoides chronica (PLC)

dengan diagnosis banding berupa pitiriasis likenoides et varioliformis akuta (PLEVA). Untuk menegakkan diagnosis, pasien melakukan pemeriksaan penunjang berupa biopsi kulit di punggung. Terapi awal untuk pasien ini berupa hidrokortison krim 2,5% dan chlorampenicol krim 2% yang digunakan dua kali dalam sehari serta pemberian KIE.

Pada tanggal 6 Februari 2014 pasien datang untuk kontrol dan membawa hasil pemeriksaan biopsi. Dari anamnesis

didapatkan keluhan yang dirasakan berupa bercak merah sudah mengering, tidak ada bercak merah baru yang muncul dan tidak dirasakan adanya gatal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status Internus pasien dalam batas normal. Pada status dermatologi terdapat lesi pada seluruh tubuh yang sudah mengering. Bentuk kelainan kulit (eflorisensi) berupa makula hiperpigmentasi multipel dengan bentuk bulat dengan diameter 1-3 mm. Terdapat pula makula eritema multipel erosi multipel bentuk bulat dengan diameter 1-4 mm. Pemeriksaan lain pada mukosa, rambut, kuku, kelenjar limfe, fungsi kelenjar keringat, dan sistem saraf tidak ditemukan adanya kelainan. Dari hasil pemeriksaan laboratorium dapat disimpulkan bahwa gambaran morfologi sesuai dengan PLEVA. Setelah diagnosis kerja ditegakkan, terapi untuk pasien ini berupa eritromisin 500 mg diminum 4 kali sehari selama 7 hari, hidrokortison krim 2,5% dan chlorampenicol krim 2% yang digunakan 2 kali sehari serta pemberian KIE.

DISKUSI

(11)

4 tubuh. PLEVA merupakan penyakit yang

jarang ditemukan dan belum diketahui penyebab pastinya, namun dikatakan bahwa terdapat beberapa agen infeksi yang terkait dengan awal munculnya ruam seperti virus Epstein-Barr, Streptococcus

pyogenes, Adenovirus, Mycoplasma

pneumonia, Toxoplasma gondii, dan

parvovirus B19. Disebutkan pula bahwa

penyakit ini biasanya di dahului oleh adanya infeksi saluran pencernaan atau infeksi saluran pernafasan bagian atas (ISPA). Penyakit ini merupakan bentuk akut dari penyakit Pityriasis lichenoides

(PL) dan biasanya self-limiting dalam beberapa minggu atau bulan. Biasanya ditemukan pada anak-anak berumur 2-3 tahun dan 5-7 tahun, namun dikatakan pula terjadi pada 20 atau 30 tahun pertama kehidupan dimana jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan perempuan dengan rasio 1,5:1.2,4,5 Pada kasus ini, memang dikatakan jarang didapatkan di RSUP Sanglah. PLEVA sering ditemukan pada laki-laki dewasa muda dengan etiologi yang belum diketahui seperti pada kasus ini.

PLEVA memiliki gambaran klinis berupa makula eritema yang berkembang menjadi papul yang berwarna merah kecoklatan dengan diameter 2-10 mm, nekrotik, dan berkembang secara perlahan menjadi vesikuler, pustul, erosi, kemudian ulserasi

yang dilapisi oleh krusta yang berwarna merah kecoklatan dengan hipo atau hiperpigmentasi. Terdapat pula bercak merah pada tubuh bagian depan dan ekstremitas yang bisa disertai dengan gatal dan rasa terbakar.2,3,5 Pada kasus ini didapatkan lesi berupa papul multipel diatas makula eritema berukuran 1-3 mm, ekskoriasi dibeberapa tempat, dan hiperpigmentasi multipel yang sesuai dengan PLEVA. Pada pasien didapatkan keluhan bercak merah di seluruh tubuh yang diawali dari ekstremitas atas yang menyebar keseluruh tubuh namun tidak disertai dengan rasa terbakar ataupun gatal. Di kasus didapatkan pasien memiliki riwayat gastritis yang merupakan salah satu yang diduga sebagai penyebab munculnya manifestasi klinis ini pada pasien.

(12)

5 berupa pembengkakan endotel disertai

tidak adanya fibrin di dinding pembuluh darah.1,2,6 Pada kasus ini didapatkan adanya kerusakan bagian basal (lichenoid

reaction) di lapisan epidermis yang

ditandai dengan degenerasi vakuolar dari sel-sel basal. Disekitarnya tampak pula ekstravasasi eritrosit yang prominent dan sel-sel apoptotik (civatte bodies). Pada

papillary dermis dibawahnya tampak

infiltrat perivaskular yang padat didominasi limfosit yang meluas hingga retikularis dermis dan sedikit ke bagian basal epidermis yang sesuai dengan diagnosis PLEVA.

Diagnosis banding pada kasus-kasus PLEVA yang memiliki gambaran klinis serupa adalah limfomatoid papulosis, skabies, eritema multiforme, sifilis sekunder, pityriasis rosea, psoriasis gutata, varisela, tularemia, sindrom Gianotti-Crosti, ektima, vaskulitis, reaksi gigitan arthropoda, dan urtikaria papular.2,5 Pada kasus ini tidak dicantumkan diagnosis banding dari PLEVA karena hasil biopsi sudah menunjukkan diagnosis kerja yaitu PLEVA.

Terapi klinis untuk PLEVA masih sulit dilakukan karena penyebab penyakit ini yang belum diketahui. Penggunaan antibakteri seperti tetrasiklin atau eritromisin dan kortikosteroid topikal atau immunomodulator pada dosis standar

(13)

6 ini baik dilihat dari hasil pengobatan pada

kunjungan pertama.

SIMPULAN

Dilaporkan kasus pitiriasis likenoides et varioliformis akuta (PLEVA) pada seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun dengan gambaran lesi yang tersebar diseluruh tubuh berupa papul multipel diatas makula eritema dengan batas tegas dan berbentuk bulat dengan diameter 1-3 mm serta terdapat ekskoriasi di beberapa tempat. Pemeriksaan biopsi kulit dilakukan untuk menegakkan diagnosis kerja. Hasil biopsi menunjukkan gambaran morfologi sesuai dengan PLEVA. Terapi untuk pasien ini berupa eritromisin 500 mg diminum 4 kali sehari selama 7 hari, hidrokortison krim 2,5% dan chlorampenicol krim 2% yang digunakan 2 kali sehari. Hasil pengobatan saat kunjungan pertama cukup baik karena lesi sudah mengering, tidak ada lesi baru, dan tidak ada gatal yang terlihat pada saat kontrol, namun untuk selanjutnya belum bisa di evaluasi. Prognosis pasien ini baik. DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2011;h:196

2. Guerra AAH, Osguthorpe RJ, Putnam A, and Vanderhooft SL. Visual Diagnosis : A 7 Month-Old Who Has a Persistent Rash. American Academy of Pediatrics. 2011;32(12):1-5

3. Markus JR, Carvalho VO, Lima MN, Abagge KT, Nascimento A, Werner B. The Relevance of Recognizing Clinical and Morphologic Features of Pityriasis Lichenoides : Clinicopathological Study of 29 Cases. Dermatol Pract Concept. 2013;3(4):2

4. Lazaridou E, Fotiadou C, Tsorova C, Trachana M, Trigoni A, Patsatsi A, Ioannides D. Resistent Pityriasis Lichenoides et Varioliformis Acuta in a 3-year-old Boy. International Journal of Dermatology. 2010;49:215-217 5. Pereira N, Brinca A, Brites MM, Juliao

MJ, Tellechea O, Goncalo M. Pityriasis Lichenoides et Varioliformis Acuta : Case Report and Review of the Literature. Case Rep Dermatol. 2012;4:61-65

6. Nair PS. A Clinical and Histopathological Study of Pityriasis Lichenoides. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2007;73:100-102 7. Verhamme T, Arnaout A, Ayliffe WH.

(14)

7 Bull. Soc. Belge Ophtalmol. 2008;307:

13-18

(15)

1 PITIRIASIS LIKENOIDES ET VARIOLIFORMIS AKUTA

Ayu Purnama Dewi, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar

ABSTRAK

Pitiriasis likenoides et varioliformis akuta (PLEVA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang jarang ditemukan dan belum diketahui penyebabnya dengan gambaran klinis berupa makula eritema yang berkembang menjadi papul dengan tanpa keluhan, namun terkadang muncul rasa gatal atau terbakar dengan meninggalkan jaringan parut berbentuk varioliform. Dilaporkan kasus seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun datang dengan gambaran lesi yang tersebar diseluruh tubuh berupa papul multipel diatas makula eritema dengan batas tegas dan berbentuk bulat dengan diameter 1-3 mm serta terdapat ekskoriasi di beberapa tempat. Pemeriksaan biopsi kulit dilakukan dan menunjukkan gambaran morfologi sesuai dengan PLEVA. Terapi untuk pasien ini berupa eritromisin 500 mg dengan dosis 4 kali sehari, hidrokortison krim 2,5%, dan chlorampenicol krim 2% yang digunakan 2 kali sehari. Hasil pengobatan pada kunjungan pertama cukup baik, namun untuk selanjutnya masih belum dapat di evaluasi. Prognosis pasien ini baik.

Kata kunci: PLEVA, remaja laki-laki, papul multipel.

PITYRIASIS LICHENOIDES ET VARIOLIFORMIS ACUTA

ABSTRACT

Pityriasis lichenoides et varioliformis acuta (PLEVA) is an inflammatory disease of the skin are rare and the cause is unknown with clinical features such as macular erythema that develops into a papule with no complaints, but sometimes appears itching or burning with varioliform shaped scarring . Reported the case of a adolescent boy 15 year old came up with an idea lesions scattered throughout the body in the form of multiple papules on macular erythema with firm boundaries and are round with a diameter of 1-3 mm and are excoriated in some places. Skin biopsy performed and showed morphological according to PLEVA. This form of therapy for patients with a dose of erythromycin 500 mg 4 times daily, hydrocortisone cream 2.5%, and 2 % cream chlorampenicol used 2 times daily. The results of the treatment on the first visit quite good, but still not be able to subsequently evaluated. The patient's prognosis is good.

Keywords : PLEVA, adolescent boy, multiple papules.

PENDAHULUAN

Pitiriasis likenoides (PL) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang merupakan bagian dari penyakit parapsoriasis.1,2

(16)

2 pada laki-laki daripada perempuan. Belum

ada dilaporkan penyakit PL ini terkait dengan ras tertentu ataupun letak geografis tertentu.1,2

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, PL dapat dibedakan dalam bentuk akut yang disebut pitiriasis likenoides et varioliformis akuta (PLEVA) dan bentuk kronis yang disebut pityriasis lichenoides

chronica (PLC). PLEVA dan PLC

memiliki kesamaan berupa papul berwarna merah kecoklatan. PLEVA memiliki karakteristik makula eritema yang cepat berkembang menjadi papul dengan tanpa keluhan, namun terkadang muncul rasa gatal atau terbakar dengan meninggalkan jaringan parut berbentuk varioliform. PLC memiliki karakteristik adanya papul dengan ciri khas fine scalling dengan meninggalkan bentuk hipopigmentasi setelah inflamasi tanpa adanya jaringan parut.1,3

Secara umum, diagnosis PL ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang berupa biopsi kulit yang merupakan standar baku emas. Terapi untuk penyakit ini masih sulit dilakukan karena belum diketahui penyebab pastinya. Secara umum, terapi yang digunakan berupa kortikosteroid topikal, antibakteri secara oral dan terapi penyinaran.1,2,4

LAPORAN KASUS

Seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah diantar oleh ayahnya pada tanggal 27 Januari 2014 dengan nomor rekam medis 01231002. Keluhan utama pasien adalah bercak – bercak merah di seluruh tubuh sejak bulan Desember. Pasien mengatakan lesi tersebut dimulai dari tangan, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Pasien tidak merasakan gatal dan nyeri di sekitar lesi tersebut. Pasien sudah pernah melakukan pengobatan ke dokter umum sebanyak 3 kali, namun keluhan tidak ada perbaikan. Pasien datang ke dokter kulit dan kelamin sebanyak 3 kali dan diberi obat berupa salep dan tablet, namun pasien tidak ingat nama obat tersebut. Dengan pengobatan tersebut, pasien mengatakan keluhan yang dialami sudah membaik, namun dalam beberapa hari kemudian muncul lagi. Pasien akhirnya disarankan datang ke poliklinik kulit dan kelamin. Pasien memiliki riwayat opname karena thypoid

(17)

3 yang serupa dengan pasien dan tidak ada

riwayat penyakit lainnya dalam keluarga. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status Internus pasien dalam batas normal. Keadaan umum tampak baik, tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi napas 20 kali/menit, suhu 36,5o C, dan nadi 80 kali/menit. Pada status dermatologi terdapat lesi pada seluruh tubuh. Bentuk kelainan kulit (eflorisensi) berupa papul multipel diatas makula eritema dengan batas tegas dan berbentuk bulat dengan diameter 1-3 mm serta terdapat ekskoriasi di beberapa tempat. Pemeriksaan lain pada mukosa, rambut, kuku, kelenjar limfe, fungsi kelenjar keringat, dan sistem saraf tidak ditemukan adanya kelainan. Diagnosis kerja pasien ini belum dapat ditegakkan, namun dicurigai mengalami

pityriasis lichenoides chronica (PLC)

dengan diagnosis banding berupa pitiriasis likenoides et varioliformis akuta (PLEVA). Untuk menegakkan diagnosis, pasien melakukan pemeriksaan penunjang berupa biopsi kulit di punggung. Terapi awal untuk pasien ini berupa hidrokortison krim 2,5% dan chlorampenicol krim 2% yang digunakan dua kali dalam sehari serta pemberian KIE.

Pada tanggal 6 Februari 2014 pasien datang untuk kontrol dan membawa hasil pemeriksaan biopsi. Dari anamnesis

didapatkan keluhan yang dirasakan berupa bercak merah sudah mengering, tidak ada bercak merah baru yang muncul dan tidak dirasakan adanya gatal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status Internus pasien dalam batas normal. Pada status dermatologi terdapat lesi pada seluruh tubuh yang sudah mengering. Bentuk kelainan kulit (eflorisensi) berupa makula hiperpigmentasi multipel dengan bentuk bulat dengan diameter 1-3 mm. Terdapat pula makula eritema multipel erosi multipel bentuk bulat dengan diameter 1-4 mm. Pemeriksaan lain pada mukosa, rambut, kuku, kelenjar limfe, fungsi kelenjar keringat, dan sistem saraf tidak ditemukan adanya kelainan. Dari hasil pemeriksaan laboratorium dapat disimpulkan bahwa gambaran morfologi sesuai dengan PLEVA. Setelah diagnosis kerja ditegakkan, terapi untuk pasien ini berupa eritromisin 500 mg diminum 4 kali sehari selama 7 hari, hidrokortison krim 2,5% dan chlorampenicol krim 2% yang digunakan 2 kali sehari serta pemberian KIE.

DISKUSI

(18)

4 tubuh. PLEVA merupakan penyakit yang

jarang ditemukan dan belum diketahui penyebab pastinya, namun dikatakan bahwa terdapat beberapa agen infeksi yang terkait dengan awal munculnya ruam seperti virus Epstein-Barr, Streptococcus

pyogenes, Adenovirus, Mycoplasma

pneumonia, Toxoplasma gondii, dan

parvovirus B19. Disebutkan pula bahwa

penyakit ini biasanya di dahului oleh adanya infeksi saluran pencernaan atau infeksi saluran pernafasan bagian atas (ISPA). Penyakit ini merupakan bentuk akut dari penyakit Pityriasis lichenoides

(PL) dan biasanya self-limiting dalam beberapa minggu atau bulan. Biasanya ditemukan pada anak-anak berumur 2-3 tahun dan 5-7 tahun, namun dikatakan pula terjadi pada 20 atau 30 tahun pertama kehidupan dimana jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan perempuan dengan rasio 1,5:1.2,4,5 Pada kasus ini, memang dikatakan jarang didapatkan di RSUP Sanglah. PLEVA sering ditemukan pada laki-laki dewasa muda dengan etiologi yang belum diketahui seperti pada kasus ini.

PLEVA memiliki gambaran klinis berupa makula eritema yang berkembang menjadi papul yang berwarna merah kecoklatan dengan diameter 2-10 mm, nekrotik, dan berkembang secara perlahan menjadi vesikuler, pustul, erosi, kemudian ulserasi

yang dilapisi oleh krusta yang berwarna merah kecoklatan dengan hipo atau hiperpigmentasi. Terdapat pula bercak merah pada tubuh bagian depan dan ekstremitas yang bisa disertai dengan gatal dan rasa terbakar.2,3,5 Pada kasus ini didapatkan lesi berupa papul multipel diatas makula eritema berukuran 1-3 mm, ekskoriasi dibeberapa tempat, dan hiperpigmentasi multipel yang sesuai dengan PLEVA. Pada pasien didapatkan keluhan bercak merah di seluruh tubuh yang diawali dari ekstremitas atas yang menyebar keseluruh tubuh namun tidak disertai dengan rasa terbakar ataupun gatal. Di kasus didapatkan pasien memiliki riwayat gastritis yang merupakan salah satu yang diduga sebagai penyebab munculnya manifestasi klinis ini pada pasien.

(19)

5 berupa pembengkakan endotel disertai

tidak adanya fibrin di dinding pembuluh darah.1,2,6 Pada kasus ini didapatkan adanya kerusakan bagian basal (lichenoid

reaction) di lapisan epidermis yang

ditandai dengan degenerasi vakuolar dari sel-sel basal. Disekitarnya tampak pula ekstravasasi eritrosit yang prominent dan sel-sel apoptotik (civatte bodies). Pada

papillary dermis dibawahnya tampak

infiltrat perivaskular yang padat didominasi limfosit yang meluas hingga retikularis dermis dan sedikit ke bagian basal epidermis yang sesuai dengan diagnosis PLEVA.

Diagnosis banding pada kasus-kasus PLEVA yang memiliki gambaran klinis serupa adalah limfomatoid papulosis, skabies, eritema multiforme, sifilis sekunder, pityriasis rosea, psoriasis gutata, varisela, tularemia, sindrom Gianotti-Crosti, ektima, vaskulitis, reaksi gigitan arthropoda, dan urtikaria papular.2,5 Pada kasus ini tidak dicantumkan diagnosis banding dari PLEVA karena hasil biopsi sudah menunjukkan diagnosis kerja yaitu PLEVA.

Terapi klinis untuk PLEVA masih sulit dilakukan karena penyebab penyakit ini yang belum diketahui. Penggunaan antibakteri seperti tetrasiklin atau eritromisin dan kortikosteroid topikal atau immunomodulator pada dosis standar

(20)

6 ini baik dilihat dari hasil pengobatan pada

kunjungan pertama.

SIMPULAN

Dilaporkan kasus pitiriasis likenoides et varioliformis akuta (PLEVA) pada seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun dengan gambaran lesi yang tersebar diseluruh tubuh berupa papul multipel diatas makula eritema dengan batas tegas dan berbentuk bulat dengan diameter 1-3 mm serta terdapat ekskoriasi di beberapa tempat. Pemeriksaan biopsi kulit dilakukan untuk menegakkan diagnosis kerja. Hasil biopsi menunjukkan gambaran morfologi sesuai dengan PLEVA. Terapi untuk pasien ini berupa eritromisin 500 mg diminum 4 kali sehari selama 7 hari, hidrokortison krim 2,5% dan chlorampenicol krim 2% yang digunakan 2 kali sehari. Hasil pengobatan saat kunjungan pertama cukup baik karena lesi sudah mengering, tidak ada lesi baru, dan tidak ada gatal yang terlihat pada saat kontrol, namun untuk selanjutnya belum bisa di evaluasi. Prognosis pasien ini baik. DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2011;h:196

2. Guerra AAH, Osguthorpe RJ, Putnam A, and Vanderhooft SL. Visual Diagnosis : A 7 Month-Old Who Has a Persistent Rash. American Academy of Pediatrics. 2011;32(12):1-5

3. Markus JR, Carvalho VO, Lima MN, Abagge KT, Nascimento A, Werner B. The Relevance of Recognizing Clinical and Morphologic Features of Pityriasis Lichenoides : Clinicopathological Study of 29 Cases. Dermatol Pract Concept. 2013;3(4):2

4. Lazaridou E, Fotiadou C, Tsorova C, Trachana M, Trigoni A, Patsatsi A, Ioannides D. Resistent Pityriasis Lichenoides et Varioliformis Acuta in a 3-year-old Boy. International Journal of Dermatology. 2010;49:215-217 5. Pereira N, Brinca A, Brites MM, Juliao

MJ, Tellechea O, Goncalo M. Pityriasis Lichenoides et Varioliformis Acuta : Case Report and Review of the Literature. Case Rep Dermatol. 2012;4:61-65

6. Nair PS. A Clinical and Histopathological Study of Pityriasis Lichenoides. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2007;73:100-102 7. Verhamme T, Arnaout A, Ayliffe WH.

(21)

7 Bull. Soc. Belge Ophtalmol. 2008;307:

13-18

Referensi

Dokumen terkait

Hingga saat sebab pasti penyakit tidak ditemukan, tetapi berdasarkan klinis dan onset gejala yang muncul dapat terbagi menjadi sindroma nefrotik bawaan yang biasanya

Sifilis II adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum sangat kronis dan dengan gambaran klinis dapat berupa kelainan kulit di. telapak

Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan keluaran klinis yang

Pendahuluan: Cerebral venous sinus thrombosis (CVST) atau trombosis vena sinus serebral merupakan kasus penyakit serebrovaskuler yang jarang terjadi dengan gejala klinis dan

pervaginam yang belum diketahui penyebabnya, mungkin saja perdarahan itu dapat disebabkan karena adanya penyakit yang akan bertambah parah

Hingga saat sebab pasti penyakit tidak ditemukan, tetapi berdasarkan klinis dan onset gejala yang muncul dapat terbagi menjadi sindroma nefrotik bawaan yang biasanya

Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan keluaran klinis yang

MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis dari pitiriasis versikolor biasanya berupa patch atau makula berwarna merah, putih atau kecoklatan yang kadang muncul rasa gatal terutama saat