• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN REUMATIK

N/A
N/A
alana aisya amany

Academic year: 2024

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN REUMATIK"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN REUMATIK

(Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Gerontik)

Disusun Oleh : Kelompok 1

Aam Nurmalasari/ 4002230317 Agus Suhud/ 4002230304 Anang Mulyana/ 4002230307 Ari Risniawati Eka/4002230319

Mia Safriani/ 4002230318

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN KELAS RPL RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG JAWA BARAT

2023

(2)

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN REUMATIK

A. Konsep Dasar Rematik

1. Pengertian Artritis Reumatoid

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan Reumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan bahwa, Reumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi diartroidial.

Reumatoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh (Hidayat, 2006).

Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165).

Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001).

Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 2002).

Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut (Susan Martin Tucker, 2003).

(3)

Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. (Diane C. Baughman, 2000).

Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour, 2005).

Reumatik adalah gangguan berupa kekakuan, pembengkakan, nyeri dan kemerahan pada daerah persendian dan jaringan sekitarnya (Adellia, 2011).

2. Klasifikasi Artritis Reumatoid

Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:

a. Reumatoid arthritis klasik

Pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

b. Reumatoid arthritis defisit

Pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

c. Probable Reumatoid arthritis

Pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

d. Possible Reumatoid arthritis

Pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu : a. Stadium sinovitis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.

b. Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.

c. Stadium deformitas

(4)

Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

3. Etiologi Artritis Reumatoid

Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapi beberapa hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-faktor :

a. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC dan faktor Reumatoid

b. Gangguan Metabolisme c. Genetik

d. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial)

Penyebab penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

Adapun faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya artritis reumatoid adalah;

a. Jenis Kelamin.

Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki. Perbandingannya adalah 2-3:1.

b. Umur

Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil)

c. Riwayat Keluarga

Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis Reumatoid maka anda kemungkinan besar akan terkena juga.

d. Merokok

Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.

4. Patofisiologi Artritis Reumatoid

Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi.

Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran

(5)

sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.

Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.

Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).

(6)

5. Pathway Artritis Reumatoid

6. Tanda Dan Gejala Artritis Reumatoid

Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti : a. Nyeri persendian

b. Bengkak (Reumatoid nodule)

c. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari d. Terbatasnya pergerakan

e. Sendi-sendi terasa panas f. Demam (pireksia) g. Anemia

h. Berat badan menurun

(7)

i. Kekuatan berkurang

j. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi k. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran norma

Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti : a. Gerakan menjadi terbatas

b. Adanya nyeri tekan

c. Deformitas bertambah pembengkakan d. Kelemahan

e. Depresi

Gejala Extraartikular :

a. Pada jantung : Reumatoid heard diseasure, Valvula lesion (gangguan katub),Pericarditis, Myocarditis

b. Pada mata : Keratokonjungtivitis, Scleritis c. Pada lympa : Lhymphadenopathy

d. Pada thyroid : Lyphocytic thyroiditis e. Pada otot : Mycsitis

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid.

Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.

a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.

c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.

(8)

d. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.

e. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.

f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita arthritis Reumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.

g. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.

Gejala umum Reumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali (Reeves, Roux & Lockhart, 2001).

Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga manifestasi klinis Reumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang

(9)

klasik untuk Reumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari Reumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia (Long, 1996).

Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum.

Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu : a. Stadium sinovitis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.

b. Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.

c. Stadium deformitas

Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi- sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare, 2002).

Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari,

(10)

mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang

7. Komplikasi Artritis Reumatoid

a. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.

b. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.

c. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.

d. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya darah yang membeku.

e. Terjadi splenomegali.

Slenomegali merupakan pembesaran limfa, jika limfa membesar kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.

Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

8. Kriteria Diagnostik Artritis Reumatoid

Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid, Revisi 1987.

No Kriteria Definisi

1 Kaku pagi hari Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal

2 Artritis pada 3 daerah Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada

(11)

sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter. Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan, siku pergelangan kaki dan MTP kiri dan kanan.

3 Artritis pada persendian tangan

Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti yang tertera diatas.

4 Artritis simetris Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris.

5 Nodul Reumatoid Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta-artrikular yang diobservasi oleh seorang dokter.

6 Faktor Reumatoid serum Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa.

7 Perubahan gambaran Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi arthritis reumotoid pada periksaan sinar X tangan posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak memenuhi persyaratan).

Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita artritis reumatoid jika ia sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis tidak dieksklusikan. Pembagian diagnosis sebagai artritis reumatoid klasik, definit, probable atau possible tidak perlu dibuat.

9. Pemeriksaan Penunjang Artritis Reumatoid

(12)

a. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia dan leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita

b. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.

c. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium

d. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi

e. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal:

buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).

f. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.

g. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau atroskopi;

cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.

Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.

Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada penegakan diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid, inflamasi sendi yang ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan factor Reumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun.

Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer & Bare, 2002). Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu

(13)

penegakan diagnosis dan memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi tulang yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).

10. Penatalaksanaan Artritis Reumatoid Tujuan utama terapi adalah:

a. Meringankan rasa nyeri dan peradangan

b. Mempertahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal penderita.

c. Mencegah atau memperbaiki deformitas

Program terapi dasar yang dapat membantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut adalah:

a. Edukasi mengenai penjelasan penyakit b. Fisiotherapi

Tujuan dari fisioterapi adalah mengurangi nyeri dan kekakuan, mencegah deformitas, memaksimalkan fungsi serta meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan tonus otot. Aktivitas yang dilakukan dapat berupa aktifitas aktif seperti Latihan sendi maupun secara pasif melalui termoterapi.

c. Konseling gaya hidup dan Program diet

Pasien dengan rheumatoid artritis sebaiknya menjalani program berhenti merokok dan pasien yang obesitas perlu mengikuti program penurunan berat badan yang dapat mencegah progresivitas penyakit lebih lanjut.

(14)

d. Pengobatan

1) Disease modifying anti rheumatic Drugs (DMARDs)

Merupakan agen yang menghambat umpan balik positif sinyal inflamasi pada keadaan rheumatoid arthritis. DMARDs dapat di bagi menjadi sintetik dan biologis.

DMARDs yang umum di gunakan pada rheumatoid arthritis antara lain Methotreexate, lefnunomide, sulfasalazine dan hydroxychloroquine

2) Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)

OAINS diberikan sebagai terapi simptomatik untuk mengurangi rasa nyeri, namun tidak berpengaruh terhadap progresivitas penyakit.

3) Kortikosteroid

Kortikosteroid seperti prednisolone merupakan obat antiinflamasi potensi kuat yang dapat di gunakansebagai terapi adjuvan pada rheumatoid arthritis. Namun penggunakan kortikosteroid berkaitan dengan efeksamping seperti perdarahan saluran cerna dan osteoporosis.

Bila Reumatoid artritis progresif dan menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:

a. Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.

b. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.

c. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.

d. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada persendian.

Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara pasien dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2001).

Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa dipertahankan

(15)

sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal (Smeltzer & Bare, 2002).

Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan Reumatoid arthritis menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih dini.

Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit terdapat dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).

Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini, seperti: tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara persendian agar tetap lentur.

B. Asuhan Keperawatan Lansia dengan Artritis Reumatoid 1. Pengkajian

a. Data Biografi

Meliputi nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat dll b. Data status Kesehatan

Meliputi keluhan utama yang dirasakan oleh lansia saat ini, pada kasus reumatik keluhan yang paling sering muncul adalah nyeri dan kesulitan dalam melakukan pergerakan. Kembangkan keluhan nyeri dengan metode PQRST. Kaji juga bagaimana pemahaman dan penatalaksanaan dalam masalah kesehatannya. Selanjutnya kaji juga Tindakan yang sudah di lakukan untuk mengurangi nyerinya dan dampak yang terjadi akibat nyeri tersebut.

c. Data Riwayat kesehatan

Meliputi data riwayat Kesehatan sekarang yang sedang di rasakan dan riwayat Kesehatan dahulu yang mungkin berhubungan dengan kondisi sakit saat ini. Jika terdapat penyakit keturunan di buat genogram

d. Data Perubahan fisik

(16)

1) Pandangan lanjut usia tentang kesehatan 2) Kegiatan yang mampu di lakukan lansia 3) Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri,

4) Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan pendengaran, 5) Kebiasaan gerak badan/olahraga/senam lansia,

6) Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang dirasakan sangat bermakna,

7) Kebiasaan lansia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam minum obat.

e. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksanaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.

1) Keadaan umum, kesadaran dan Tanda- tanda vital lansia

2) Pengkajian sistem persyarafan: kesimetrisan raut wajah, tingkat kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak, kebanyakan mempunyai daya ingatan menurun atau melemah,

3) Mata: pergerakan mata, kejelasan melihat, dan ada tidaknya katarak. Pupil:

kesamaan, dilatasi, ketajaman penglihatan menurun karena proses pemenuaan,

4) Ketajaman pendengaran: apakah menggunakan alat bantu dengar, tinnitus, serumen telinga bagian luar, kalau ada serumen jangan di bersihkan, apakah ada rasa sakit atau nyeri ditelinga.

5) Sistem kardiovaskuler: sirkulasi perifer (warna, kehangatan), auskultasi denyut nadi apical, periksa adanya pembengkakan vena jugularis, apakah ada keluhan pusing, edema.

6) Sistem gastrointestinal: status gizi (pemasukan diet, anoreksia, mual, muntah, kesulitan mengunyah dan menelan), keadaan gigi, rahang dan rongga mulut, auskultasi bising usus, palpasi apakah perut kembung, apakah ada konstipasi (sembelit), diare, dan inkontinensia alvi.

7) Sistem genitourinarius: warna dan bau urine, distensi kandung kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan buang air kecil), frekuensi, tekanan, desakan, pemasukan dan pengeluaran cairan. Rasa sakit saat buang air kecil, kurang minat untuk melaksanakan hubungan seks, adanya kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas seksual.

(17)

8) Sistem kulit/integumen: kulit (temperatur, tingkat kelembaban), keutuhan luka, luka terbuka, robekan, perubahan pigmen, adanya jaringan parut, keadaan kuku, keadaan rambut.

9) Sistem muskuloskeletal: kaku sendi, pengecilan otot, mengecilnya tendon, gerakan sendi yang tidak adekuat, bergerak dengan atau tanpa bantuan/peralatan, keterbatasan gerak, kekuatan otot, kemampuan melangkah atau berjalan, kelumpuhan dan bungkuk.

f. Aktivitas hidup sehari-hari (ADL) 1) Indeks Katz : A/B/C/D/E/F/G

2) Bagaimana kebiasaan makan dan minum lansia 3) Bagaimana kebiasaan lansia dalam eliminasi 4) Bagaimana pola istirahat tidur lansia

5) Bagaimana pola aktivitasnya 6) Bagaimana personal hyginenya 7) Bagaimana aktivitas seksual nya g. Data Psikologis

1) Bagaimana sikap lansia terhadap proses penuaan, 2) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak, 3) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan, 4) Bagaimana mengatasi stres yang di alami,

5) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri, 6) Apakah lansia sering mengalami kegagalan, 7) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang,

8) Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir, alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam menyelesaikan masalah

h. Data sosial ekonomi

1) Dari mana sumber keuangan lansia,

2) Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang, 3) Dengan siapa dia tinggal,

4) Kegiatan organisasi apa yang diikuti lansia,

5) Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya,

(18)

6) Seberapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di luar rumah, 7) Siapa saja yang bisa mengunjungi,

8) Seberapa besar ketergantungannya,

9) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan fasilitas yang ada.

i. Data Spiritual

1) Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya, 2) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan,

misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin.

3) Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa, 4) Apakah lansia terlihat tabah dan tawakal.

j. Pengkajian Status fungsional

1) Pengkajian Status Fungsional dengan pemeriksaan Index Katz

Skor Kriteria

A Kemandirian dalam hal makan, minum, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi

B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi tersebut C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi

tambahan

D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan

E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan

F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali berpakaian, ke kamar kecil,

dan satu fungsi tambahan

G Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan

Skor Kriteria

Lainlain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F

(19)

k. Pengkajian status kognitif

1) SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire) adalah penilaian fungsi intelektual lansia.

Benar Salah No Pertanyaa

n 01 Tanggal berapa hari ini ? 02 Hari apa sekarang ? 03 Apa nama tempat ini?

04 Dimana alamat anda?

05 Berapa umur anda ?

06 Kapan anda lahir ? (Minimal tahun) 07 Siapa presiden Indonesia sekarang ? 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ? 09 Siapa nama Ibu anda?

10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru, semua secara menurun.

TOTAL NILAI Interpretasi :

Salah 0-3 : Fungsi intelektual utuh

Salah 4-5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan Salah 6-8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang Salah 9-10 : Funsi intelektual kerusakan berat

2) MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa

No Aspek

Kognitif

Nilai Maksimal

Nilai

Klien Kriteria

1 Orientasi 5 3 Menyebutkan dengan

benar?

 Tahun

 Musim

 Tanggal

 Hari

 Bulan

Orientasi 5 4 Dimana sekarang kita

berada?

(20)

 Negara Indonesia

 Provinsi Kalsel

 PSTW Budi Sejahtera

 Wisma Melati

2 Registrasi 3 3 Sebutkan Nama 3 Objek

(Oleh pemeriksa) 1 detik untuk mengatakan masing- masing objek. Kemudian tanyakan kepada klien ketiga objek tadi (untuk disebutkan)

 Objek

 Objek

 Objek 3 Perhatian

dan Kalkulasi

5 5 Minta klien untuk memulai

dari angka 100 kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali/tingkat

 93

 86

 79

 72

 65

4 Mengingat 3 3 Minta klien untuk

mengulangi ketiga objek pada no 2 (registrasi) tadi.

Bila benar 1 poin untuk masing-masing objek

5 Bahasa 9 9 Tunjukan pada klien suatu

benda dan tanyakan namanya pada klien

 (misalnya jam tangan)

 (Missal pensil)

Minta klien untuk mengulang kata berikut :

“tak ada jika, dan atau tetapi” bila benar nilai 1 poin

 Pertanyaan benar 2 buah : tak ada tetapi

(21)

Minta klien untuk mengikuti perintah berikut yang terdiri atas 3 langkah “Ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan taruh dilantai”.

 Ambil kertas ditangan Anda

 Lipat dua

 Taruh dilantai

Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila aktivitas sesuai perintah nilai 1 poin)

 “tutup mata anda”

Perintahkan pada klien untuk menulis satu kalimat dan menyalin gambar

 Tulis satu kalimat

 Menyalin gambar

TOTAL NILAI 30 27

(22)

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri Kronis b.d kondisi muskuloskeletal kronis

b. Gangguan mobilitas fisik b.d deformitas skeletal, nyeri, penurunan kekuatan otot.

c. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan tubuh, sendi bengkok, deformitas d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

e. Defisit perawatan diri b.d gangguan muskuloskeletal 3. Intervensi keperawatan

No DIAGNOSA

KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI

a. Nyeri kronis

berhubungan dengan kondisi muskuloskeletal kronis

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak ada Keluhan nyeri, dengan kriteria :

 Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol

 Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan

 Menggabungkan

keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol

Manajemen Nyeri

1. Identifikasi lokasi, karakterist ik, frekuensi, intensitas nyeri.

2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi faktor penyebab

nyeri

4. Monitor efek samping pengg unaan analgetik

5. Berikan teknik non farmakol ogi

6. Batasi Kontak lingkungan ya ng

memperberat rasa nyeri (suh u, pencahayaan, kebisingan) 7. Fasilitasi istirahat dan tidur.

Edukasi

(23)

nyeri. 1. Jelaskan penyebab dan pemic u nyeri

2. Jelasakan strategi pereda nyer i

3. Anjurkan monitor nyeri secar a mandiri

4. Anjurkan teknik non farmako logis untuk megurangi nyeri Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analge tik (jika perlu)

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri, penurunan, kekuatan otot.

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 ja m didapatkan mobilisasi fi sik meningkat

Kriteria Hasil:

 Pergerakan sendi menin gkat

 Kekuatan otot

meningkat

 Aktivitas tidak dibantu lagi

1. Monitor TTV sebelum memulai mobilisasi 2. Monitor kondisi umum

selama melakukan

mobilisasi

3. Identifikasi indikasi dan kontraindikasi mobilisasi 4. Monitor kemajuan

pasien/keluarga dalam melakukan mobilisasi 5. Fasilitasi aktivitas

mobilisasi dengan alat bantu

6. Fasilitasi melakukan pergerakan bila perlu 7. Libatkan keluarga untuk

membantu pasien dalam peningkatan pergerakan

(24)

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

2. Anjurkan melakukan Mobilisasi dini

3. Ajarkan mobilisasi sederahana

c. Gangguan citra tubuh

b.d perubahan

penampilan tubuh,

sendi bengkok,

deformitas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam

diharapkan dapat

meningkatkan perbaikan perubahan persepsi terhadap fisik pasien dengan kriteria hasil :

 Pasien lebih

realistis dalam menerima kondisi tubuhnya

1. Indentifikasi perubahan penampilan tubuh

2. Diskusikan peubahan tubuh dan fungsinya akibat penuaan

3. Diskusikan kondisi stress yang mempengaruhi citra tubuh

4. Diskusikan persepsi pasien dan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis.

5. Anjurkan menggunakan alat bantu

6. Latih fungsi tubuh yang dimiliki

d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 24 jam di harapkan pengetahuan meningkat Kriteria Hasil:

 Kepatuhan meningkat

1. Identifikasi pemahaman tenta ng kondisi kesehatan saat ini 2. Identifikasi kesiapan meneri

ma informasi.

3. Lakukan penguatan potensi p asien dan kleuarga untuk men

(25)

 Pengetahuan meningkat erima informasi

1. Libatkan pengambilan keputu san dalam untuk menerima in formasi

2. Fasilitasi mengenali kondisi t ubuh yang membutuhkan lay anan keperawatan

3. Fasilitasi akses pelayanan pa da saat dibutuhkan

Edukasi

1. Berikan informasi berupa alu r, leaflet atau gambar untuk memudahkan pasien mendapatkan informasi keseh atan

2. Anjurkan keluarga mendampi ngi pasien

e. e. Defisit

perawatan diri b.d gangguan

muskuloskeletal

Setelah dilakukan Tindakan keperawatan 1x 24 jam diharapkan pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi dengan kriteria hasil :

 Pasien dapat

melakukan

perawatan diri secara mandiri

1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri 2. Monitor Tingkat kemandirian 3. Identifikasi kebutuhan alat

bantu dalam melakukan perawatan diri

4. Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri

5. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan

(26)

perawatan diri

6. Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C., Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC

Harris ED Jr. 1993. Etiology and Pathogenesis of Reumatoid Arthritis. Dalam: Textbook of Rheumatology. Philadhelpia: Saunders Co

(27)

Hirmawan, Sutisna., 1973. Patologi. Jakarta : Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp : 437, 1

Hollmann DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM, McPhee, Papadakis MA (Eds): Current Medical Diagnosis & Treatment, 34 th ed., Appleton & Lange, International Edition, Connecticut 2005, 729-32.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Jakarta : EGC

Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC

Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media Aesculapius

Nasution. 1996. Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor) Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Price, SA. Dan Wilson LM. 1993. Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit bag 2.

Jakarta: EGC

Referensi

Dokumen terkait