BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit-penyakit inflamatorik kolon atau penyakit penyakit radang usus besar (Inflammatory Bowel Diseases) dapat dibagi dalam dua golongan :
1. Penyakit radang kolon karena infeksi 2. Penyakit radang kolon karena non-infeksi.
Penyakit infeksi disebabkan karena kuman Shigella, ameba dan sebagainya.Yang akan dibahas sekarang adalah penyakit radang kolonyang non-infeksi atautidak jelas disebabkan karena infeksi.Walaupun kasus ini tidak begitu sering dijumpaidiIndonesia dibandingkan dengan negara-negara Barat, akantetapi justru karena hal ini,maka penyakit tersebut seringkurang mendapat perhatian oleh dokter di Indonesia,sehingga diagnosa menjadi salah dan pengobatan tidak diberikan dengan tepat.
Pada tahun 1932, Chorn, Ginzberg dan Oppenheimer mendeskripsikan penyakit Chorn dengan melokalisasi segmen ileum dan mempengaruhi gastrointestinal lainnya. Kondisi ini kemudian di dokumentasikan bahwa enteritis regional bisa melibatkan bagian manapun dari saluran gastrointrstinal.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan system pencernaan penyakit enteritis (Chorn)
1.2.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui bagaiman diagnosa dalam asuhan keperwatan system pencernaan enteritis
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Enteritis regional adalah inflamasi kronis dan sub-akut yang meluas keseluruh lapisan dinding usus dari mukosa usus, ini di sebut juga transmural . (brunner & suddarth. 2002)
Penyakit crohn merupakan salah satu penyakit usus inflamatorik, yang dapat menyerang seluruh bagian saluran gastrointestinal , mulai dari mulut (berupa stomatitis) sampai lesi pada anus. (mansjoer arif, dkk . 2001)
Crohn disease adalah suatu inflamasi transmural gangguan dari saluran system pencernaan. (Grace.P.A. 2002)
Enteritis regional(penyakit crohn) merupkan suatu penyakit peradangan granulomatosa kronis pada saluran cerna yang sering terjadi berulang. (price, and Wilson. 2006)
2.2 Etiologi
Etiologi dari Penyakit Corhn (Grace.P.A. 2002):
a) Masih belum diketahui
b) Kelemahan sel- system imun yang melemah c) Factor genetic tapi belum diketahui secara pasti
d) Adanya infeksi mycrobakterium atau virus akibat hypersensitivitas. e) Perokok pasif maupun pasif bisa beresiko
2.3 Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang paling sering timbul adalah sebagai berikut (brunner & suddarth, 2002) :
a. Nyeri abdomen
c. Jaringan parut dan pembentukan granuloma mempengaruhi kemampuan usus untuk menstranspor produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkonstriksi mengakibatkan nyeri abdomen seperti kram . karena peristaltic usus di rangsang oleh makanan, nyeri terjadi setelah makan. Untuk menghindari nyeri, pasien cenderung untuk membatasi masukan makanan , mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi.
d. Penurunan berat badan ,malnutrisi, 3nemia sekunder.akibatnya individu menjadi kurus karena masukan makanan tidak adekuat dan cairan hilang secara terus-menerus.
e. Usus yang terinflamasi dapat mengalami perforasi dan membentuk abses anal dan intra-abdomen . terjadi demam dan leukositosis. Abses ,fistula, dan fisura umum terjadi.
f. Perjalan klinis dan gejala bervariasi. Pada beberapa pasien terjadi periode remisi dan eksaserbasi, sementara yang lain mengikuti beratnya penyebab. g. Gejala meluas keseluruhan saluran gastrointestinal dan umumnya mencakup
masalah sendi (arthritis), lesi kulit (eritema nodosum), gangguan okuler (konjungtivitis), ulkus oral.
2.4 Patofisiologi
Enteritis regionl/ penykit crohn umumnya terjadi pada remaja atau dewasa muda , tetapi dapt terjadi kapan sja selama hidup. Keadaan ini sering terlihat pada populasi lansia (50-80 tahun). Meskipun ini dpat terjdi dimana saja disepanjang sluran gastrointestinal , area paling umum yang sering terkena adalah ileum distl dan kolon. Enteritis regional dalah penykit inflamasi kronois dan subakut yang meluas keseluruh lapisan dinding usus dari mukosa usus, ini disebut juga transmural. Pembentukan fistula . fistula dan abses terjadi sesuai luasnya inflamasi kedalam peritoneum . lesi (ulkus)tidak pada kontak terus menerus satu sama lain dipisahkan oleh jaringan normal. Granuloma terjadi pada setengah kasus . pada kasus lanjut mukosa usus mempunyai penampilan (coblostone) dengan berlanjutnya penyakit , dinding usus menebal dan menjadi fibrotic dan lumen usus menyempit. (brunner & suddarth. 2002)
produk dari pencernaan usus atas melalu lumen yang terkonstriksi, mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Gerakan peristaltik usus dirangsang oleh makan sehingga nyeri kram terjadi setelah makan. Untuk menghindari nyeri kram ini, pasien cenderung untuk membatasi masukan makanan, mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya adalah penurunan berat badan, malnutrisi, anemia sekunder. Selain itu, pembentukan ulkus dilapisan membran usus dan ditempat terjadinya inflamasi akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon dari usus yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis. Kekurangan nutrisi dapat terjadi akbiat absorbsi terganggu. Malabsorbsi terjadi sebagai akibat hilangnya fungsi penyerapan permukaan mukosa. Fenomena ini dapat mengakibatkan malnutrisi protein – kalori, dehidrasi dan beberapa kekurangan gizi. (brunner & suddarth. 2002)
2.5 Komplikasi
Obstruksi usus atau pembentukan striktur, penyakit perianal , ketidakseimbangan cairan dan elektrolit , dan pembentukan fistula serta abses . fistula adalah hubungan abnormal antara dua struktur tubuh , baik internal (antara dua struktur internal dan permukaan luas dari tubuh ). Jenis fistula usus halus yang paling umum yang diakibatkan oleh enteritis regional adalah fistula enterokutan (antara usus halu dan kulit). Abses dapat berasal dari jalur fistula internal yamg kemudian masuk kedalam area yang mengakibatkan akumulasi cairan dan infeksi. (brunner & suddarth. 2002)
2.6 Prognosis
penderita meninggalkarena kanker saluran pencernaan yang timbul pada penyakit Crohn yang menahun.
Crohn disease adalah penyakit inflamasi kronis , dan berulang dari aktifasi penyakit yang bisa muncul kembali.
75% dari pasien akan dilakukan tindakan operasi suatu waktu
60% dari pasien akan dilakukan tindakan lebih dari satu kali operasi/bisa berkali-kali dilakukan operasi
Harapan untuk hidup dari pasien crohn disease kecil berbeda dari jumlah penduduk normal
2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
Koreksi anemia , malnutrisi, dehidrasi
Diet rendah serat, suplementasi vitamin, besi, atau asam folat. b. Penatalaksanaan famakologi
5-Aminosalicylic acid (5ASA mesalazine). Ini adalah senyawa dari aksi local anti-inflamasi, terutama pada colon, dan dapat pangaturan rectal atau oral. Perlambatan perumusan pelepasan(pentasa atau asacol) melarutkan di dalam kolon , pada saat mentransrifkan pembentukan dari 5ASA (sulphasalazine,osalazine,dan basalazine) adalah pelepasa enzim di dalam colon oleh bakteri.
Corticosteroids ,terapi steroid biasanya efektif mempengaruhi remisi dan bisa digunakan terutama untuk pengobatan penyakit yang akut dan sudah mulai adanya pembusukan. Itu mungkin dapat diatur oleh parenteral,oral, dan rectal. Memperpanjang pengobatan steroid sistemik banyak efek yang merugikan. Mrncangkup memperburuk osteoporosis . budesonide adalah sintetik steroid proses metabolisme dengan cepat oleh liver. Menghasilkan level sistemik yang lebih rendah, dan kemungkinan itu sebagai partikel yang efektif dari penyakit terminal crohn disease.
Antibiotic , metronidazole , mungkin membujuk remisi dari beberapa penyebab crohn disease tapi ini tidak efektif di ulseratif colitis.
Probiotik , bacteria yang hidup, untuk memperbaiki dari keseimbangan flora normal pada usus, telah digunakan untuk pengobatan dengan berhasil.
(keshaf, satish. 2004)
a) Pembedahan
Pembedahan Panproctocolectomy (ppemotongan colon dan rectum) adalah penyembuhan untuk colitis ulseratif dan digunakan sebagai tempat beristirahat selanjutnya untuk penyakit ringan atau dimana timbul dysplasia. Crohn disease hampir tanpa terkecuali setelah operasi. Oleh karena itu ,penggunaan prosedur bedah lebih besar terbatas. Contohnya pengurangan tanda dan gejala penyempitan atau terjadi abses. (keshaf, satish. 2004)
Lebih dari 80% pasien yang telah lama menderita penyakit Crohn akan menjalani operasi walaupun operasi tak mencegah rekuensi , namun dapat menghilangkan gejala dalam waktu lama. (mansjoer arif, dkk . 2001)
2.8 Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium adalah kadar hemoglobin, hematokrit, kadar besi serum untuk menilai kehilangan darah dalam usus, laju endap darah untuk menilai aktivitas inflamasi serta kadar alumin serum untuk status nutrisi, serta C reactive protein yang dapat dipakai juga sebagai parameter aktivitas penyakit
2. Endoscopy
Penyakit crohn dapat bersifat transmural, segmental dan dapat terjadi disaluran cerna bagian atas, usus halus ataupun colon.
3. Radiologi
Spesimen yang berasal dari operasi lebih mempunyai nilai diagnostik daripada spesimenyang diambil secara biopsi per – endoskopik. Terlebih lagi bagi penyakit crohn yang lesinya bersifat transmural sehingga tidak dapat dijangkau dengan teknik biopsi per-endoscopik. Gambaran khas untuk penyakit crohn adanya granuloma tuberculoid (terdapat 20 – 40% kasus) merupakan hal yang karakteristik disampung adanya infiltrasi sel makrofag dan limfosit di lamina profia serta ulserasi yang dalam.
5. MRI
Dapat lebih unggul daripada Ct Scan dalam menunjukkan lesi panggul. Oleh karena kadar air diverensia, MRI dapat mebedakan peradangan aktif dari fibrosis dan dapat membedakan antara inflamasi serta lesi fibrostenosis penyakit crohn. 6. Colonoscopy
Dapat membantu ketika barium enema satu kontras belum informatif dalam mengevalusia sebuah lesi kolon. Kolonoscopy berguna dalam memperoleh jaringan biopsi, yang membantu dalam diferensiasi penyakit lain, dalam evaluasi lesi masa, dan dalam pelaksanaan surveilans kanker. Colonoscopy juga memungkinkan mefisualisasi fibrosis striktur pada pasien dengan penyakit kronis. Selain itu, colonoscopy juga dapat digunakan dalam periode pasca operasi bedah untuk mengevaluasi anastomosis dan meprediksi kemungkinan kambuh klinis serta respon terhadap terapi pasca operasi.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Pasien melaporkan tanda gejala awalnya seperti diare tapi belum terjadi perdarahan pada fases(3-5 dengan konsistensi cair /hari), kelelahan,anorexia,nyeri abdomen yang hilang timbul. Jika penyakit tersebut berkembang cepat biasanya pasien mengalami nyeri pada abdomen yang menetap dan terus-menerus pada kuadran kanan bawah, kehilangan berat badan, kelelahan yang lebih berat, dan demam ringan. Beberapa pasien bisa terjadi penurunan turgor kulit di sekitar parineal dan area sekitar rectal. (Dongoes, M. 2000)
2. Pemeriksaan fisik
Karena crohn disease adalah penyakit inflamasi kronis yang mempengaruhi dari sistem saluran pencernaan dan menyebabkan anorexia,diare yang berkepanjangan, masalah malnutrisi dan dehidrasi. Inspeksi tentang kehilangan/kerontokan rambut,kulit kering,membran mukosa yang lembab, turgor kulit yang buruk,kelemahan otot dan lesu. Inspeksi juga daerah perianal untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda dari pembentukan fistula.
Palpasi daerah abdomen mengetahui ada/tidaknya nyeri tekan,kelembutan,pembesaran. Umumnya terdapat nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan bawah, tetapi catat: intensitas,jenis nyeri,dan lamanya nyeri. Auskultasi area abdomen untuk mendengar bising usus. Seringkali, hiperaktifitas peristaltik usus akan dicatat sebagai peristiwa inflamasi yang akut.
Keadaan umum : terlihat lemah dan kesakitan
TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan diare, suhu badan pasien naik ≥38,5°C
a. Integumen
Kilit kering dan turgor tidak baik karena kekurangan nutrisi b. Abdomen
Inspeksi: pasien mengalami nyeri tekan, kram andomen, perut kembung, inspeksi dari daerah perinatal dapat mengungkapkan fistula, abses dan jaringan parut.
Auskultasi: terdapat peningkatan bising usus karena pasien mengalami diare Perkusi: nyeri tekuk dan tympani karena adanya flatulen
Palpasi: nyeri tekan abdomen, peningkatan suhu tubuh atau didapatkan adanya masaa pada abdomen. Turgor kulit >3 detik menandakan gejala dehidrasi c. Pemeriksaan Laboratorium
Anemia disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk peradangan kroni, malabsorbsi besi, kehilangan darah kronis, dan malabsorbsi vitamin B12 atau folat
Hipoalbuminemia, hipokolesterolemia, hipokalsemia dan hipomagnesemia mencerminkan malabsorbsi
Leukositosis disebabkan oleh peradangan kronis, abses atau pengobatan steroid
3. Psikososial
Akibat dari peradangan yang kronis dan tubuh yang mulai melemah karena berbagai tanda gejala yang muncul, kira-kira dengan seringnya pasien dirawat di rumah sakit, sering kali menunjukan hasil pada masalah psikologi dan isolasi sosial. Pengkajian mekanisme koping , sebaiknya diberikan dukungan/support system. (Sommers, Susan, dkk. 2007)
3.2 Diagnosa keperawatan utama (Dongoes, M. 2000)
Nyeri b.d iritasi nitestinal, kram abdomen dan respon pembedahan
Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder akibat nyeri, ketidaknyamana lambung dan intestinal
Resti infeksi b.d adanya luka pasca bedah
Kecemasan b.d prognosis penyakit dan rencana pembedahan
3.3 Intervensi
No.
Dx Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan
nyeri elektrolit dapat teratasi dengan KH sebagai
- Monitor status cairan (membran mukosa, turgor kulit dan output urin)
- Kaji sumber kehilangan cairan
- Manajemen pemberian cairan
- Kolaborasi untuk pemberian diuresis
- Mengetahui keadaan umum pasien, hipotensi
ketidakseimbangan
makanan dan bau obat yang dapat merangsang intake nutriso dan cairan per oral 2. - Menidentifikasi
kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan 3. - Perawatan luka
kemerahan setelah luka yang benar dan steril
7. - Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti infeksi sesuai dosis
hari untuk menurunkan kontak dengan luka yang dalam kondisi steril gerakan yang berulang – ulang dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan
3. - Respon dari kecemasan anggota keluarga
pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu seperti menulis, menonton tv, dll
kepada perawat
4. - Sejumlah aktivitas atau ketrampilan dapat menurunkan tingkat kebosanan yang dapat menjadi stumulus kecemasan
Ditarik kesimpulan dari makalah ini, mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan system pencernaan dengan gangguan enteritis serta mampu membuat diagnose kepeawatan dengan gangguan enteritis sehingga mahasiswa mampu membuat intervensi dalam asuhan keperawatan system pencernaan dengan gangguan enteritis.
4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2002. keperawatan medical bedah edisi 8 vol 2. Jakarta : EGC
Grace.P.A.2002. Surgery at a Glance second edition.blackwell science Ltd: EGC
Keshaf, satish.2004.the gastrointestinal system at a glance.Blackwell Publishing Company
Mansjoer, Arif Dan Kuspuji Triyanti, dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1.Jakarta.Media Aesculapius.
Price, and Wilson. 2006. Patofisiologi konsep penyakit klinis proses-proses penyakit.jakarta:EGC