• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN ATRITIS REUMATOID DR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN ATRITIS REUMATOID DR"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Arthritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit sistematik yang bersifat

progresif, yang cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi serta jaringan

lunak. Artritis rheumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana, secara

simetris persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan

sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakan, nyeri, dan sering kali

menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi. Karakteristik artritis

rheumatoid adalah radang cairan sendi (sinovitis inflamatoir) yang persisten, biasanya menyerang sendi-sendi perifer dengan penyebaran yang simetris

(Junaidi, 2013)

Penderita artritis reumatoid di seluruh dunia telah mencapai angka 355

juta jiwa, artinya 1 dari 6 orang di dunia ini menderita artritis reumatoid.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20%, penduduk dunia

terserang penyakit artritis reumatoid. Dimana 5-10% adalah mereka yang

berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia 55 tahun. (Junaidi,2013)

Prevalensi penyakit sendi atau Rematik di Indonesia berdasar diagnosis

sebesar 11,9% dan berdasar diagnosis atau gejala sebesar 24,7%. Prevalensi

berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi berada di Bali yaitu

berjumlah 19,3% dan terendah di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar

5,6%. Sedangkan prevalensi penyakit sendi di provinsi Sumatera Selatan

berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 8,4% dan berdasarkan

diagnosis atau gejala sebesar 15,6% (Riskesdas, 2013).

Hasil dari Laporan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Palembang tahun

2013, didapatkan angka kejadian gangguan jaringan lunak lainnya (reumatik)

menempati posisi keempat dari 10 penyakit terbesar di kota Palembang

dengan jumlah penderita 45.153 jiwa sedangakan pada tahun 2014, didapatkan

angka kejadian gangguan jaringan lunak lainnya (reumatik) mengalami

(2)

jiwa kemudian pada bulan Januari sampai bulan April 2015, didapatkan angka

kejadian gangguan jaringan lunak lainnya (reumatik) menempati posisi

keempat dari 10 penyakit terbesar di kota Palembang dengan jumlah penderita

18.260 jiwa.

Puskesmas Basuki Rahmat Palembang merupakan wilayah yang padat

penduduk dimana kasus Artritis Reumatoid sering terjadi pada wilayah

tersebut dengan total kunjungan pasien mencapai 1.000 sampai 2.000 jiwa

pada setiap bulannya. Data dari Puskesmas Basuki Rahmat menunjukkan

bahwa pada tahun 2013 penyakit akut pada system otot dan jaringan pengikat,

tulang sendi serta reumatik termasuk dalam urutan ke-2 dari 10 penyakit

terbesar dengan jumlah penderita sebanyak 3.499 jiwa. Sedangkan pada tahun

2014 terjadi peningkatan jumlah penderita penyakit akut pada system otot dan

jaringan pengikat, tulang sendi serta rematik yaitu sebanyak 3.562 jiwa (Profil

Puskesmas Basuki Rahmat Palembang, 2014).

Dampak dari penyakit rematik adalah terganggunya aktivitas karena

nyeri, tulang menjadi keropos, terjadi perubahan bentuk tulang. Dari 100 jenis

rematik, diketahui Artritis Reumatoid yang dapat menyebabkan kecacatan

yang paling parah pada penderitanya. Asupan makanan yang kurang sehat,

kurangnya berolahraga, stress dan lain sebagainya diketahui sebagai faktor

pencetus terjadinya rematik. Salah satu solusi untuk penyakit ini adalah

dengan menjaga perilaku hidup sehat baik dari aktivitas, seperti rajin

berolahraga, dan memenuhi kebutuhan nutrisi dengan sempurna dengan cara

memenuhi asupan makanan yang bergizi, hal itu dianjurkan untuk mengurangi

kekakuan pada sendi, dan untuk meminimalisirkan bagi yang sudah menderita

penyakit rematik tidak berulang atau mengalami kekambuhan (Purwoastuti,

2009).

Pada keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan artritis reumatoid

tentu saja akan berdampak pada ekonomi keluarga tersebut karena kronisitas

serta resiko kecacatan yang dialami penderita menyebabkan banyaknya

pengeluaran yang akan digunakan untuk meminimalisir tingkat keparahan

penyakit. Selain itu, karena artritis reumatoid dapat menimbulkan kelemahan

(3)

mengakibatkan penderita tidak mampu untuk melakukan kegiatan sehari-hari

secara mandiri. Hal tersebut tentu saja menyebabkan penderita akan sangat

bergantung pada keluarga untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti

mandi, berjalan, buang air kecil dan lain sebagainya (Lukman, 2009)

Mengingat bahwa banyaknya penderita artritis reumatoid serta besarnya

dampak yang ditimbulkan dari penyakit ini, maka upaya promotif dan

preventif sangat besar peranannya dalam penanganan masalah artritis

reumatoid yaitu melalui upaya binaan terhadap keluarga. Oleh karena itu,

dalam menanggulangi dampak tersebut, peran perawat sebagai pemberi

asuhan keperawatan, konselor, pendidik, atau peneliti agar keluarga dapat

mengenal tanda bahaya dini gangguan kesehatan pada anggota keluarganya

sangat diperlukan sehingga apabila keluarga tersebut mempunyai masalah

kesehatan, mereka tidak datang ke pelayanan kesehatan dalam keadaan kronis.

Perawat keluarga juga memiliki peran yang sangat strategis dalam

pemberdayaan kesehatan dalam sebuah keluarga sehingga keluarga mampu

menjalankan 5 tugas kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah kesehatan

keluarga, mengambil keputusan tindakan yang tepat bagi keluarga, merawat

anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan untuk menjamin

kesehatan keluarga serta memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan

baik sehingga upaya pencegahan maupun pengobatan dapat berjalan dengan

baik (Harmoko, 2012)

Berdasarkan data dan permasalahan diatas, penulis merasa perlu untuk

menyusun laporan tugas akhir tentang “Asuhan Keperawatan Pada

Keluarga Tn. B dengan Artritis Reumatoid di Wilayah Kerja Puskesmas

Basuki Rahmat Palembang Tahun 2015”.

1.2Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah penelitian ini, difokuskan kepada Keperawatan

Keluarga yaitu memberikan Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Artritis

Reumatoid. Data diperoleh dengan cara wawancara, observasi, pemeriksaan

(4)

Kerja Puskesmas Basuki Rahmat Palembang dan dilaksanakan pada bulan

Juni 2015.

1.3Tujuan

1.3.1Tujuan Umum

Mampu melakukan proses Asuhan Keperawatan Pada Keluarga Tn.

B dengan Artritis Reumatoid di Wilayah Kerja Puskesmas Basuki Rahmat

Palembang tahun 2015.

1.3.2Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan Pengkajian Keperawatan Pada Keluarga Tn.B

dengan Artritis Reumatoid di Wilayah Kerja Puskesmas Basuki

Rahmat Palembang tahun 2015.

b. Mampu merumuskan Diagnosa Keperawatan Pada Keluarga Tn.B

dengan Artritis Reumatoid di Wilayah Kerja Puskesmas Basuki

Rahmat Palembang tahun 2015.

c. Mampu menyusun Rencana Keperawatan Pada Keluarga Tn.B

dengan Artritis Reumatoid di Wilayah Kerja Puskesmas Basuki

Rahmat Palembang tahun 2015.

d. Mampu melakukan Tindakan Keperawatan Pada Keluarga Tn.B

dengan Artritis Reumatoid di Wilayah Kerja Puskesmas Basuki

Rahmat Palembang tahun 2015.

e. Mampu melakukan evaluasi hasil Asuhan Keperawatan Pada

Keluarga Tn.B dengan Artritis Reumatoid di Wilayah Kerja

Puskesmas Basuki Rahmat Palembang tahun 2015.

1.4Manfaat Penulisan

1. Untuk Penulis

Penulisan ini merupakan wadah penerapan ilmu pengetahuan yang

telah didapat, memberikan pengalaman dalam bidang penelitian, dan

menambah pengetahuan penulis, terutama mengenai asuhan keperawatan

(5)

2. Untuk Perawat Komunitas

Penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan, sumber

pemikiran, dan pedoman bagi profesi keperawatan dalam upaya

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pelayanan keperawatan,

terutama dalam bidang keperawatan komunitas dan keluarga.

3. Untuk Puskesmas

Menjalin kerjasama dengan pihak puskesmas dalam upaya memberi

asuhan keperawatan keluarga yang berkualitas pada klien rawat jalan dan

memberi informasi pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga pada klien

artritis reumatoid serta untuk pelaksanaan asuhan keperawatan lebih lanjut

melalui sarana home visite.

4. Untuk Institusi Pendidikan

Penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan pustaka

bagi pembaca, mahasiswa, dan penulis lainnya serta merupakan bahan

evaluasi tentang rangkaian kegiatan proses pembelajaran. Serta diharapkan

dapat digunakan oleh mahasiswa dan pendidik untuk mengembangkan

metode pembelajaran yang tepat dalam meningkatkan kemampuan

mahasiswa dalam memahami dan menerapkan asuhan keperawatan.

1.5 Metode Penulisan

1.5.1 Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara/Anamnesa

Wawancara adalah salah satu teknik komunikasi yang

bertujuan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam

mengidentifikasi dan merencanakan tindakan keperawatan

dengan metode tanya jawab langsung dengan klien maupun

anggota keluarga atau orang yang berhubungan dekat dengan

klien.

2. Observasi dan Pengukuran

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan dan

pengukuran langsung baik pada klien dan anggota keluarga

(6)

3. Pemeriksaan Fisik (head to toe)

Pemeriksaan fisik adalah teknik mengumpulkan data dari

tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit dari ujung

rambut sampai ujung kaki pada setiap sistem tubuh dengan

menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

4. Penelusuran Data sekunder (Rekam Medik)

Penelusuran rekam medis dilakukan dengan menggunakan

berkas yang berisi catatan dan dokumen yang berkaitan dengan

status kesehatan klien.

1.5.2 Sistematika Penulisan

Penyusunan proposal ini terdiri dari lima bab yaitu :

BAB 1 Pendahuluan

Meliputi latar belakang, ruang lingkup penulisan, tujuan,

manfaat penelitian, metode penulisan, teknik

pengumpulan data, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Meliputi konsep dasar prilaku, konsep dasar keluarga,

konsep dasar artritis reumatoid dan konsep dasar asuhan

keperawatan keluarga dengan penderita artritis reumatoid.

BAB III Tinjauan Kasus

Meliputi pengkajian, pengumpulan data, analisis data,

perumusan diagnosis keperawatan, perencanaan,

implementasi, dan evaluasi pada keluarga dengan artritis

reumatoid.

BAB IV Pembahasan

Meliputi profil tempat pengambilan kasus, pembahasan

kesenjangan antara asuhan keperawatan secara teori

dengan yang diberikan langsung ke klien berdasarkan

tahapan proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai

(7)

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari 2

bagian, yaitu:

1. Kesimpulan

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1. Pengertian

Artritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit sistematik yang

bersifat progresif, yang cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi

serta jaringan lunak. Karakteristik artritis rheumatoid adalah radang

cairan sendi (sinovitis inflamatoir) yang persisten, biasanya menyerang sendi-sendi perifer dengan penyebaran yang simetris (Junaidi, 2013).

Menurut Noer S (1997) dalam Lukman (2009), artritis reumatoid

merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun

manifestasi utamanya adalah poliatritis yang progresif, akan tetapi

penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh.

Artritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi kronik dan sistemik

yang menyebabkan destruksi sendi dan deformitas serta menyebabkan

disability. Penyakit ini sering terjadi dalam 3-4 dekade ini pada lansia.

Penyebab artritis rheumatoid tidak diketahui, tetapi mungkin akibat

penyakit autoimun dimulai dari interfalank proksimal,

metakarpofalankeal, pergelangan tangan dan pada tahap lanjut dapat

mengenai lutut dan paha (Fatimah, 2010).

2.1.2 Etiologi

Penyebab utama dari kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa

teori yang dikemukakan mengenai penyebab arthtritis reumatoid, yaitu :

1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non hemolitikus

2. Endokrin

3. Autoimun

4. Metabolic

5. Faktor genetik serta faktor pemicu

Pada saat ini, arthtritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor

(9)

faktor injeksi mungkin disebabkan oleh virus dan organisme

mikroplasma atau group difteriod yang menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan sendi penderita. Kelainan yang dapat terjadi

pada suatu arthtritis reumatoid yaitu :

1. Kelainan pada daerah artikuler

a. Stadium I (stadium sinovitis)

b. Stadium II (stadium destruksi)

c. Stadium III (stadium deformitas)

2. Kelainan pada jaringan ekstra-artikuler

Pada jaringan ekstra-artikuler akan terjadi perubahan patologis, yaitu:

a. Pada otot terjadi miopati

b. Nodul subkutan

c. Pembuluh darah perifer terjadi proliferasi tunika intima pada

pembuluh darah perifer dan lesi pada pembuluh darah arteriol

dan venosa

d. Terjadi nekrosis fokal pada saraf

e. Terjadi pembesaran limfe yang berasal dari aliran limfe sendi

(Nurarif dan Kusuma, 2013).

Sedangkan menurut Price (1995) dan Noer S, (1996), faktor-faktor

yang berperan dalam timbulnya penyakit Artritis Reumatoid adalah jenis

kelamin, keturunan, lingkungan dan infeksi (Lukman, 2009).

2.1.3 Patofisiologi

Pemahaman mengenai anatonomi normal dan fisiologi persendian

diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi

penyakit reumatik. Fungsi persendian sinovial memilki kisaran gerak

tertentu kendati masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak

yang sama pada sendi-sendi yang dapat digerakkan.

Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus

ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta

ulet untuk gerakkan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula

(10)

cairan sinovial ini yaitu sebagai peredam kejut (shock absorber) dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam

arah yang tepat.

Sendi merupakan salah satu bagian tubuh yang paling sering

terkena inflamasi. Meskipun memilki keankearagaman mulai dari

kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga kelainan multisistem yang

sistemik, semua penyakit rematik meliputi inflamasi dan degenerasi

dalam derajat tertentu yang bisa terjadi sekaligus. Inflamasi ini akan

terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit rematik

inflamatori, inflamasi adalah proses primer dan degenerasi yang terjadi

merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus

(proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi tersebut merupakan akibat dari

respon imun tersebut.

Sebaliknya, pada penyakit rematik degeneratif dapat terjadi proses

inflamasi yang sekunder sinovitis ini biasanya lebih ringan serta

menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya

untuk terlihat pada penyakit lanjut. Pelepasan proteoglikan tulang rawan

yang bebas dari kartilago artikuler yang mengalami degenerasi dapat

berhubungan dengan sinovitis kendati faktor-faktor imunologi dapat

pula terlibat (Smeltzer dan Bare, 2002).

Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada

jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam

sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi

edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya membentuk panus.

Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang,

akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu

gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami

perubahan generatif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan

(11)

Bagan 2.1 Pathway Artritis Reumatoid

Hambatan mobilitas fisik Pannus

Defisiensi pengetahuan

(12)

2.1.4 Manifestasi Klinis

Gejala utama rematik biasa terjadi pada otot dan tulang, termasuk

di dalamnya sendi dan otot sendi. Gangguan nyeri yang terus

berlangsung menyebabkan aktivitas sehari-hari terhambat (Purwoastuti,

2009).

Menurut Lukman (2009), ada beberapa manifestasi klinis yang

lazim ditemukan pada klien artritis reumatoid. Manifestasi ini tidak

harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu,

penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi.

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan

menurun, dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.

2. Poliarhtritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk

sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi-sendi-sendi

interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.

3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat

generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini

berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoarthritis, yang biasanya

hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari

satu jam.

4. Arhtritis erosif, merupakan ciri khas artritis reumatoid pada

gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan

erosi di tepi tulang dan dapat dilihat pada radiogram.

2.1.5 Komplikasi

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis

dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat

anti inflamasi non steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan

penyakit DMARD (disease modifying antirheumatoid drugs) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis

rheumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran

yang jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi

(13)

ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis

(Mansjoer, 1999).

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang ini tidak banyak berperan dalam diagnosis

artirits reumatoid, pemeriksaan laboratorium mungkin dapat sedikit

membantu untuk melihat prognosis pasien, seperti :

1. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) akan meningkat

2. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis

reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada

pasien lepra, TB paru, sirosis hepatis, penyakit kolagen dan

sarkoidosis

3. Leukosit normal atau meningkat sedikit

4. Trombosit meningkat

5. Kadar albumin serum turun dan globulin

6. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun

7. Protein C-reaktif dan antibodi antinukleus (ANA) biasanya positif

8. Laju sedimentasi eritrosit meningkat menunjukkan inflamasi

9. Tes aglutinasi lateks menunjukkan kadar igG atau igM (faktor mayor

dari rheumatoid) tinggi. Makin tinggi iter, makin berat penyakitnya

10.Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakkan

diagnosa dan memantau perjalanan penyakit. Foto rontgen

menunjukkan erosi tulang yang khas dan penyempitan rongga sendi

yang terjadi kemudian dalam perjalanan penyakit tersebut

(Mansjoer, 1999 dan Rosyidi 2013).

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan

Arthtritis Reumatoid yaitu :

1. Langkah pertama dari program penatalaksanaan artritis reumatoid

adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang

(14)

berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan

meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab, dan

prognosis penyakit, semua komponen program penatalaksanaan

termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan

untuk mengatasi penyakit, dan metode-metode yang efektif tentang

penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan

2. Sejak dini, klien diberikan OAINS (Obat Anti Inflamasi Non

Steroid) untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering

dijumpai. OAINS yang dapat diberikan yaitu :

a. Aspirin, dengan ketentuan pasien umur <65 tahun dosisinya 3-4

x 1g/hr, kemudian dinaikkan 0.3-0,6 g per minggu sampai terjadi

perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl

b. Ibuprofen, naproksen, diklofenak, dan sebagainya

3. DMARD (disease modifying antirheumatoid drugs) digunakan untuk

melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat

arthtritis reumatoid ini. Jenis-jenis yang digunakan yaitu : klorokuin

(yang paling banyak digunakan, karena harganya yang terjangkau),

sulfasalazin, garam emas (gold standard bagi DMARD), obat

imunosupresif atau imunoregulator, dan kortikosteroid.

4. Rehabilitasi, tujuannya yaitu unttuk meningkatkan kualitas hidup

klien. Beberapa cara yang bisa dilakukan yaitu :

a. Pemakaian alat bidai untuk mengistirahatkan sendi yang sakit,

kursi roda, sepatu dan alat

b. Terapi mekanik

c. Pemanasan : baik hidroterapi maupun elektroterapi

d. Terapi mekanik

5. Pembedahan, pembedahan ini dilakukan jika berbagai cara telah

dilakukan dan tidak berhasil serta ada alasan yang cukup kuat,

sehingga dapat dilakukan pembedahan (Mansjoer, 1999 dan

Lukman, 2009).

Perawatan dan pengobatan tradisional atau obat luar juga bisa kita

(15)

1. Hindari faktor resiko seperti aktivitas yang berlebihan pada sendi,

faktor cuaca dan pola makan yang tidak sehat

2. Olahraga yang teratur dan istirahat yang cukup, seperti melakukan

senam rematik.

3. Kompres panas dapat mengatasi kekakuan dan kompres dingin dapat

membantu meredakan nyeri.

4. Pertahankan berat badan agar tetap normal

5. Bila nyeri, lakukan relaksasi untuk mengurangi sakit

6. Mengurangi dan menghindari makanan yang mengandung purin,

seperti bir dan minuman beralkohol, daging, jeroan, kembang kol,

jamur, bayam, asparagus, kacang-kacangan, sayuran seperti daun

singkong (tidak semua jenis sayuran mempunyai efek kambuh yang

sama pada setiap orang)

7. Memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat, memakan

makanan seperti tahu untuk pengganti daging

8. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang

terdapat dalam darah sehingga tidak tertimbun sendi

9. Lakukan latihan gerak sendi/ senam rematik (Maryam, dkk., 2010)

2.2 Konsep Perilaku

2.2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas dari

manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas,

baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati.

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (makhluk hidup yang bersangkutan). Sedangkan dari segi

kepentingan kerangka analisis, perilaku adalah apa yang dikerjakan

oleh organisme tersebut baik dapat diamati secara langsung maupun

tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2012), perilaku

merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau

(16)

adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme

tersebut merespons, maka teori ini disebut teori “S-O-R” atau

Stimulus Organisme Respons. Respon tersebut dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang

ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu.

Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena

menimbulkan respons-respons yang relative tetap. Respondent

respons ini juga mencakup perilaku emosional.

2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau

perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing

stimulation atau reinforce, karena memperkuat respons.

2.2.2 Macam – Macam Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2012), perilaku dibedakan menjadi dua,

yaitu :

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung

atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi pengetahuan/kesadaran,

dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus

tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan

nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas

dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat

diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.2.3 Perilaku Kesehatan

Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner, maka

(17)

objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor

yang mempengaruhi sehat-sakit seperti lingkungan, makanan,

minuman, dan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2012). Dengan

kata lain, perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan

seseorang baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati

yang terkait dengan pemeliharaan dan peningkatan taraf atau derajat

kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup pencegahan atau

perlindungan diri terhadap berbagai macam penyakit dan masalah

kesehatan lain, meningkatkan derajat kesehatan, dan mencari

penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan.

Klasifikasi tentang perilaku kesehatan menurut Becker (1979)

dalam Notoatmodjo (2012) yaitu :

1. Perilaku sehat

Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan

upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan atau

pola/gaya hidup sehat (healthy life style) 2. Perilaku sakit (illness behavior)

Perilaku sakit mencakup respons seseorang terhadap sakit dan

penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang

penyakit yang dialaminya.

3. Perilaku peran orang sakit

Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran

yang mencakup hak-haknya, dan kewajiban sebagai orang sakit.

Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri

maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya

disebut perilaku peran orang sakit (the sick role). Perilaku ini meliputi :

a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan,

b. Mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan

penyembuhan penyakit yang layak,

(18)

2.2.4 Perubahan (Adopsi) Perilaku dan Indikatornya

Adopsi atau perubahan perilaku adalah suatu proses yang

kompleks dan memerlukan waktu yang tidak singkat, ada 3 tahap

sebelum seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru,yaitu

sebagai berikut :

1. Pengetahuan, indikator-indikator yang dapat digunakan untuk

mengetahui tingkat pengetahuan ataus kesadaran terhadap

kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi :

a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit : penyebab penyakit,

gejala atau tanda-tanda penyakit, cara pengobatan dan kemana

harus berobat, bagaimana cara penularannya, bagaimana cara

pencegahannya seperti imunisasi dan lain sebagainya

b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara

hidup sehat, yaitu : jenis-jenis makanan yang bergizi, manfaat

makanan yang bergizi, pentingya olahraga bagi kesehatan,

pentingnya istirahat, rekereasi, dan sebagainya

c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan, seperti : manfaat air

bersih, cara pembuangan limbah yang sehat, akibat dari polusi

(air, udara, dan tanah) bagi kesehatan dan sebagainya.

2. Sikap, indikator dari sikap beriringan dengan pengetahuan

kesehatan, yakni :

a. Sikap terhadap sakit dan penyakit, bagaimana seseorang

berpendapat terhadap penyakit tersebut.

b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat, bagaimana

pendapat dan sikap seseorang terhadap pemeliharaan kesehatan

dan cara hidup yang sehat

c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan, bagaimana pendapat

seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya bagi

kesehatan.

(19)

a. Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit, mencakup

bagaimana tindakan kita dalam mencegah dan menyembuhkan

penyakit

b. Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan,

mencakup bagaimana cara memelihara dan meningkatkan

kesehatan dengan mengkonsumsi makanan dengan gizi

seimbang, berolahraga secara teratur, tidak merokok, dan

sebagainya

c. Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan, mencakup bagaimana

cara menjaga kesehatan lingkungan dengan membuang limbah

rumah tangga yang ada pada tempatnya (Notoatmodjo, 2007).

2.2.5 Aspek Sosio-Psikologi Perilaku Kesehatan

Menurut Notoadmojo (2007), emosi merupakan salah satu

penyebab adanya perilaku. Aspek psikologis yang mempengaruhi

emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, sedangkan keadaan

jasmani merupakan keturunan, dalam perkembangan mencapai

kedewasaannya, semua aspek yang memiliki hubungan dengan

keturunan dan emosi akan berkembang sesuai dengan hukum

perkembangan. Jadi, perilaku yang berhubungan dengan emosi adalah

perilaku bawaan.

Dalam pendidikan kesehatan, mempelajari perilaku kesehatan

sangatlah penting, karena pendidikan kesehatan masyarakat

merupakan bagian dari kesehatan masyarakat. Yang berfungsi sebagai

media atau sarana untuk menyediakan kondisi sosio-psikologis yang

baik sehingga individu atau masyarakat dapat berperilaku sesuai

(20)

2.3 Konsep Keluarga

2.3.1 Definisi Keluarga

Menurut WHO (1969) dalam Harmoko (2012), keluarga adalah

anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian

darah, adopsi atau perkawinan.

Keluarga adalah unit terkecil dari masyrakat yang terdiri atas

kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di

suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling

ketergantungan (Depkes RI, 1988 dalam Padila, 2012).

Johnson’s (1992) mendefinisikan keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa

yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang perempuan

yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri

atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Padila, 2012).

Jadi, dari beberapa definisi diatas maka keluarga adalah unit

terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan

beberapa orang yang saling berhubungan melalui pertalian darah,

adopsi atau perkawinan dan tinggal dibawah satu atap dalam keadaan

saling ketergantungan serta mempunyai peran atau kewajiban yang

harus dilaksanakan.

2.3.2 Strukur Keluarga

Ciri – ciri struktur keluarga menurut Widyanto (2014) :

1. Terorganisasi

Keluarga merupakan cerminan organisasi dimana setiap anggota

keluarga memiliki peran dan fungsinya masing-masing untuk

mencapai tujuan keluarga. Dalam menjalankan peran dan

funsinya, anggota keluarga saling berhubungan dan saling

bergantung.

2. Keterbatasan

Setiap anggota keluarga memiliki kebebasan, namun juga

(21)

3. Perbedaan dan Kekhususan

Setiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsinya

masing-masing. Peran dan fungsi tersebut cenerung berbeda dan khas,

yang menunjukkan adanya ciri perbedaan dan kekhususan.

Macam – macam struktur keluarga :

1. Patrilineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu

disusun melalui jalur ayah.

2. Matrilineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu

disusun melalui jalur garis ibu.

3. Matrilokal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

4. Patrilokal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

5. Keluarga kawinan, adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak (Padila, 2012).

2.3.3Tipe Keluarga

Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari

berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial,

maka tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar dapat

mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat

kesehatan, maka perawat perlu memahami dan mengetahui berbagai

tipe keluarga.Menurut Mubarak (2012) tipe-tipe keluarga antara lain:

1. Traditional Nuclear

Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal

dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu

(22)

2. Extended family

Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya

nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan

sebagainya.

3. Reconstitude nuclear

Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali

suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan

anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari

perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.

4. Middle age/Aging couple

Suami sebagai pencari uang, istri dirumah/kedua-duanya bekerja di

luar rumah, dan anak-anak sudah meninggalkan rumah karena

sekolah/perkawinan/meniti karir.

5. Dyadic nuclear

Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak,

keduanya/salah satu bekerja di luar rumah.

6. Single parent

Satu orang tua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya dan

anak-anaknya dapat tinggal di rumah/di luar rumah.

7. Dual carrier

Suami istri atau keduanya berkarir dan tanpa anak.

8. Commuter married

Suami/istri atau keduanya orang karir dan tinggal terpisah pada

jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.

9. Single adult

Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya

keinginan untuk menikah.

10.Three generation

Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.

11.Institutional

(23)

12.Comunal

Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan

anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.

13.Group marriage

Suatu rumah terdiri atas orang tua dan keturunannya di dalam satu

keluarga dan tiap individu adalah menikah dengan yang lain dan

semua adalah orang tua dari anak-anak.

14.Unmarried parent and child

Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya

diadopsi.

15.Cohibing couple

Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan.

Menurut Padila (2012), selain tipe keluarga diatas, terdapat juga

tipe keluarga tradisional dan tipe keluarga nontradisional, yaitu:

1. Keluarga tradisional

a. Keluarga inti, suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri,

dan anak (kandung/amgkat). Biasanya keluarga yang melakukan

perkawinan pertama atau keluarga dengan orang tua campuran

atau keluarga tiri.

b. Pasangan suami istri, yang terdiri dari suami dan istri saja tanpa

anak, atau tidak ada anak yang tinggal bersama mereka.

Biasanya keluarga dengan karir tunggal atau dengan karir

keduanya.

c. Keluarga dengan orang tua tunggal, biasanya sebagai

konsekuensi dari perceraian dan kematian.

d. Bujangan dewasa sendirian.

e. Keluarga besar, terdiri dari keluarga inti dan orang-orang yang

berhubungan.

f. Pasangan lanjut usia, keluarga inti dimana suami istri sudah tua

(24)

2. Tipe keluarga non tradisional

a. Keluarga dengan orang tua yang memiliki anak tanpa menikah,

bisanya ibu dan anak.

b. Pasangan yang memiliki anak tapi tidak menikah, didasarkan

pada hukum tertentu.

c. Pasangan kumpul kebo, kumpul bersama tanpa menikah.

d. Pasangan homoseksual, orang-orang berjenis kelamin yang

sama hidup bersama sebagai pasangan yang menikah.

e. Keluarga komuni, keluarga yang terdiri dari lebih dari satu

pasangan monogami dengan anak-anak secara bersama

menggunakan fasilitas, sumber daya yang sama.

2.3.4 Peran Keluarga

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan orang

lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam satu sistem

(Mubarak dkk 2012). Peran didasarkan pada preskipsi dan harapan

peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan

dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan mereka

sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran tersebut

(Harmoko, 2012).

1. Peran formal keluarga

Setiap posisi formal dalam keluarga adalah peran-peran yang

bersifat terkait, yaitu sejumlah perilaku yang kurang lebih bersifat

homogen. Keluarga membagi peran secara merata kepada

anggotanya. Dalam peran formal keluarga ada peran yang

membutuhkan keterampilan dan kemampuan tertentu dan ada juga

peran yang tidak terlalu kompleks, sehingga dapat didelegasikan

kepada anggota keluarga lain yang kurang terampil. Contoh peran

formal yang terdapat dalam keluarga adalah pencari nafkah, ibu

rumah tangga, sopir, pengasuh anak, tukang masak, dan lain-lain.

Jika seorang anggota keluarga meninggalkan rumah, dan

(25)

lain akan mengambil alih kekosongan ini dengan memerankan

perannya agar terap berfungsi (Mubarak, 2012).

2. Peran informal keluarga

Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak,

dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

emosional individu dan/atau untuk menjaga keseimbangan dalam

keluarga. Peran informal keluarga lebih didasarkan pada

atribut-atribut personalitas atau kepribadian anggota keluarga individu.

Beberapa contoh peran informal keluarga adalah pendorong,

pengharmoni, inisiator, pendamai, koordinator, pionir keluarga,

dan lain-lain (Harmoko, 2012).

2.3.5 Fungsi Keluarga

Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi keluarga yang dapat

dijalankan. Fungsi keluarga tersebut menurut Mubarak (2012) adalah

sebagai berikut:

1. Fungsi biologis, yaitu fungsi untuk meneruskan keturunan,

memelihara dan membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan

gizi keluarga.

2. Fungsi psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman

bagi keluarga, memberikan perhatian diantara keluarga,

memberikan kedewasaan kepribadian anggota keluarga, serta

memberikan identitas pada keluarga.

3. Fungsi sosialisasi, membina sosialisasi pada anak, membentuk

norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan

masing-masing dan meneruskan nilai-nilai budaya.

4. Fungsi ekonomi, mencari sumber-sumber penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk

memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan datang.

5. Fungsi pendidikan, yaitu menyekolahkan anak untuk memberikan

(26)

dengan bakat dan minat yang dimilikinya, dan mendidik anak

sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Menurut Friedman dalam Padila (2012) ada lima fungsi dasar

keluarga diantaranya adalah:

1. Fungsi afektif (the affective function)

Fungsi afektif berkaitan dengan fungsi internal keluarga yang

merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna

untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi

afektif tampak melalui keluarga yang bahagia. Dalam fungsi ini

anggota keluarga mengembangkan gambaran diri yang positif,

perasaan memiliki dan dimiliki, perasaan yang berarti, dan

merupakan sumber kasih sayang. Fungsi afektif merupakan

sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga.

2. Fungsi sosialisasi (the socialization function)

Sosialisasi merujuk pada proses perkembangan dan perubahan

yang dialami oleh seorang individu sebagai hasil dari interaksi

dan belajar berperan dalam lingkungan sosial. Keluarga

merupakan tempat individu melakukan sosialisasi. Dalam fungsi

ini anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya serta perilaku

melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga, sehingga individu

mampu berperan dalam masyarakat.

3. Fungsi reproduksi (the reproductive function)

Dalam fungsi ini keluarga berfungsi untuk meneruskan

kelangsungan keturunan dan meningkatkan sumber daya manusia.

4. Fungsi ekonomi (the economic function)

Fungsi ini menjelaskan untuk memenuhi kebutuhan keluarga

seperti makanan, pakaian, dan perumahan, maka keluarga

memerlukan sumber keuangan.

(27)

Fungsi lain keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan. Selain

keluarga menyediakan makanan, pakaian dan rumah, keluarga

juga berfungsi melakukan asuhan kesehatan kepada anggotanya

baik untuk mencegah terjadinya gangguan maupun merawat

anggota yang sakit. Keluarga juga menentukan kapan anggota

keluarga yang mengalami gangguan kesehatan memerlukan

bantuan atau pertolongan tenaga profesional. Kemampuan ini

sangat mempengaruhi status kesehatan individu dan keluarga.

2.3.6 Tugas Keluarga

Menurut Harmoko (2012) di dalam sebuah keluarga ada

beberapa tugas dasar yang didalamnya terdapat 8 tugas pokok, yaitu:

1. Memelihara kesehatan fisik keluarga dan para anggotanya.

2. Berupaya untuk memelihara sumber-sumber daya yang ada dalam

keluarga.

3. Mengatur tugas masing-masing anggota sesuai dengan

kedudukannya.

4. Melakukan sosialisasi antar anggota keluarga agar timbul

keakraban dan kehangatan para anggota keluarga.

5. Melakukan pengaturan jumlah anggota keluarga yang diinginkan.

6. Memelihara ketertiban anggota keluarga.

7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang

lebih luas.

8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.

Selain keluarga harus mampu melaksanakan fungsi dengan

baik, keluarga juga harus mampu melaksanakan tugas kesehatan

keluarga. Tugas kesehatan keluarga Menurut Friedman adalah sebagai

berikut:

1. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan

perubahan-perubahan yang dialami oleh anggota keluarganya. Perubahan

(28)

langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang tua. Apabila

menyadari adanya perubahan, keluarga perlu mencatat kapan

terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar

perubahannya.

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari

pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga. Tindakan

kesehatan yang dilakukan keluarga diharapkan tepat agar masalah

kesehatan yang sedang terjadi dapat dikurangi atau diatasi. Jika

keluarga mempunyai keterbatasan dalam mengambil keputusan,

maka keluarga dapat meminta bantuan kepada orang lain di

lingkungan tempat tinggalnya.

3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

Anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

perlumemperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah

yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di

institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah

memiliki kemampuan tindakan untuk pertolongan pertama.

4. Mempertahankan suasanan rumah yang sehat

Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi

bagi anggota keluarga. Oleh karena itu kondisi rumah haruslah

dapat menjadikan lambang ketenangan, keindahan dan dapat

menunjang derajat kesehatan bagi keluarga.

5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat

Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan

dengan kesehatan keluarga atau anggota, keluarga harus dapat

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di sekitarnya.

Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga

keperawatan untuk memecahkan masalah yang dialami anggota

keluarganya, sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam

(29)

2.3.7 Peran Perawat Keluarga

Perawat kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang

ditujukan kepada keluarga sebagai unit pelayanan untuk mewujudkan

keluarga yang sehat. Fungsi perawat, membantu keluarga untuk

menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan

kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan

kesehatan keluarga.

Menurut Widyanto (2014), peran dan fungsi perawat dalam

keluarga yaitu :

a. Pendidik Kesehatan, mengajarkan secara formal maupun informal

lepada keluarga tentang kesehatan dan penyakit.

b. Pemberi Pelayanan, pemberi asuhan keperawatan kepada angota

keluarga yang sakit dan melakukan pengawasan terhadap

pelayanan/pembinaan yang diberikan guna meningkatkan

kemampuan merawat bagi keluarga.

c. Advokat Keluarga, mendukung keluarga berkaitan dengan isu-isu

keamanan dan akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

d. Penemu Kasus (epidiomologist), mendeteksi kemungkinan

penyakit yang akan muncul dan menjalankan peran utama dalam

pengamatan dan pengawasan penyakit.

e. Peneliti, mengidentifikasi masalah praktik dan mencari

penyelesaian melalui investigasi ilmiah secara mandiri maupun

kolaborasi.

f. Manager dan Koordinator, mengelola dan bekerja sama dengan

anggota keluarga, pelayanan kesehatan dan sosial, serta sektor lain

untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan.

g. Fasilitator, menjalankan peran terapeutik untuk membantu

mengatasi masalah dan mengidentifikasi sumber masalah.

h. Konselor, sebagai konsultan bagi keluarga untuk mengidentifikasi

dan memfasilitasi keterjangkauan keluarga/masyarakat terhadap

(30)

i. Mengubah atau Memodifikasi Lingkungan, memodifikasi

lingkungan agar dapat meningkatkan mobilitas dan menerapkan

asuhan secara mandiri.

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga

2.4.1 Pengkajian

Menurut Mubarak (2012), pengkajian adalah tahapan seorang

perawat mengumpulkan informasi secara terus-menerus terhadap

anggota keluarga yang dibinanya. Secara garis besar data dasar yang

dipergunakan mengkaji status keluarga adalah:

1. Struktur dan karakteristik keluarga

2. Sosial, ekonomi, dan budaya

3. Faktor lingkungan

4. Riwayat kesehatan dan medis dari setiap anggota keluarga

5. Psikososial keluarga

Pengkajian data pada asuhan keperawatan keluarga

berdasarkan format pengkajian keluarga meliputi :

1. Data Umum

a. Nama kepala keluarga, usia, pendidikan, pekerjaan, dan

alamat kepala keluarga, komposisi anggota keluarga yang

terdiri atas nama atau inisial, jenis kelamin, tanggal lahir,

atau umur, hubungan dengan kepala keluarga, status

imunisasi dari masing-masing anggota keluarga, dan

genogram (genogram keluarga dalam tiga generasi).

(31)

Keterangan :

Tipe Keluarga: Keluarga Inti

: Laki-laki : Perempuan

: Meninggal, Laki-laki : Tinggal serumah

: Meninggal, Perempuan : Klien

: Hubungan suami istri

b. Tipe keluarga, menjelaskan jenis tipe keluarga beserta

kendala atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga

tersebut.

c. Suku bangsa atau latar belakang budaya (etnik), mengkaji

asal suku bangsa keluarga tersebut, serta mengidentifikasi

budaya suku bangsa terkait dengan kesehatan.

d. Agama, mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta

kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.

e. Status sosial ekonomi keluarga, ditentukan oleh pendapatan,

baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya.

Selain itu, status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula

oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga

serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.

f. Aktivitas rekreasi keluarga dan waktu luang, rekreasi

keluarga tidak hanya dilihat kapan keluarga pergi

bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi, namun dengan

menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan

aktivitas rekreasi, selain itu perlu dikaji pula penggunaan

waktu luang atau senggang keluarga. (Mubarak, 2012)

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

a. Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini

Data ini ditentukan oleh anak tertua dalam keluarga.

(32)

Data ini menjelaskan mengenai tugas dalam tahap

perkembangan keluarga saat ini yang belum terpenuhi dan

alasan mengapa hal tersebut belum terpenuhi.

c. Riwayat Keluarga Inti

Data ini menjelaskan mengenai penyakit keturunan, riwayat

kesehatan masing-masing anggota keluarga, status imunisasi,

sumber kesehatan yang biasa digunakan serta pengalaman

menggunakan pelayanan kesehatan.

d. Riwayat Keluarga Sebelumnya

Data ini menjelaska riwayat kesehatan dari pihak suami dan

istri.

3. Pengkajian Lingkungan

a. Karakteristik Rumah

Data ini menjelaskan mengenai luas rumah, tipe, jumlah

ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, penempatan

perabot rumah tangga, jenis WC, serta jarak WC ke sumber

air. Data karakteristik rumah disertai juga dalam bentuk

denah.

b. Karakteristik Tetangga dan Komunitas Setempat

Data ini menjelaskan mengenai lingkungan fisik setempat,

kebiasaan dan budaya yang mempengaruhi kesehatan.

c. Mobilitas Geografis Keluarga

Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berpindah

tempat.

d. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat

Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga

berkumpul, sejauh mana keterlibatan keluarga dalam

(33)

4. Struktur Keluarga

a. Sitem Pendukung Keluarga

Data ini menjelaskan mengenai jumlah anggota keluarga

yang sehat, fasilitas keluarga, dukungan keluarga dan

masyarakat sekitar terkait dengan kesehatan dan lain

sebagainya.

b. Pola Komunikasi Keluarga

Data ini menjelaskan mengenai cara komunikasi dengan

keluarga serta frekuensinya.

c. Struktur Peran

Data ini menjelaskan mengenai peran anggota keluarga dan

masyarakat yang terbagi menjadi peran formal dan informal.

d. Nilai/Norma Keluarga

Data ini menjelaskan mengenai nilai atau norma yang dianut

keluarga terkait dengan kesehatan.

5. Fungsi Keluarga

a. Fungsi Afektif

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga,

perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan

keluarga terhadap anggota keluarga dan bagaimana keluarga

mengembangkan sikap saling menghargai

b. Fungsi Sosialisasi

Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga,

sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma,

budaya, serta perilaku.

c. Fungsi Perawatan Kesehatan

1) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal

masalah kesehatan, sejauh mana keluarga mengetahui

fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi

pengertian, faktor penyebab, tanda dan gejala serta yang

(34)

2) Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam

mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang

tepat. Kemampuan keluarga yang tepat akan mendukung

proses perawatan.

3) Untuk mengetahui sejauh mana keluarga merawat

anggota keluarga yang sakit. Yang perlu dikaji sejauh

mana keluarga mengetahui keadaaan penyakit anggota

keluarganya dan cara merawat anggota keluarga yang

sakit.

4) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga

memelihara lingkungan rumah yang sehat. Yang perlu

dikaji bagaimana keluarga mengetahui manfaat atau

keuntungan pemeliharaan lingkungan. Kemampuan

keluarga untuk memodifikasi lingkungan akan dapat

mencegah resiko cedera.

5) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga

menggunakan fasilitas kesehatan yang mana akan

mendukung terhadap kesehatan dan proses perawatan.

6. Fungsi reproduksi

Mengkaji berapa jumlah anak, merencanakan jumlah anggota

keluarga, serta metode apa yang digunakan keluarga dalam

mengendalikan jumlah anggota keluarga.

7. Fungsi ekonomi

Mengkaji sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan

sandang, pangan, dan papan. Bagaimana keluarga memanfaatkan

sumber yang ada di masyarakat guna meningkatkan status

(35)

8. Stres dan koping keluarga

a. Stresor jangka pendek, yaitu stresor yang dialami keluarga

yang memerlukan penyelesaian dalam waktu 6 bulan

b. Stresor jangka panjang, yaitu stresor yang saat ini dialami

yang memerlukan penyelesaian lebih dari 6 bulan

c. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stressor

d. Strategi koping yang digunakan, strategi koping apa yang

digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan

e. Strategi fungsional, menjelaskan adaptasi disfungsional yang

digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.

9. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga.

metode yang digunakan pada pemeriksaan ini tidak berbeda

dengan pemeriksaan fisik di klinik. Pada pemeriksaan fisik kita

juga bisa menanyakan mengenai status kesehatan dari klien.

Pada klien dengan Artritis Reumatoid, kita dapat mengkaji

mengenai nyeri yang dialami klien, yaitu :

a. Status kesehatan umum selama setahun yang lalu

b. Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu

c. Keluhan utama : Jika nyeri, tanyakan mengenai PQRST,

1) Provokative/pemicu nyeri 2) Quality/kualitas nyeri 3) Region/daerah nyeri

4) Severity Scale/skala nyeri (0-10)

5) Timing/waktu terjadi nyeri (pagi, siang, malam hari)

10.Harapan keluarga

Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan

(36)

2.4.2 Perumusan Diagnosis Keperawatan Keluarga

Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis mengenai

individu, keluarga, atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu

proses pengumpulan data dan analisis data secara cermat,

memberikan dasar untuk menetapkan tindakan-tindakan dimana

perawat bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Diagnosis

keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian terhadap

masalah dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan keluarga,

struktur keluarga, fungsi-fungsi keluarga, koping keluarga, baik yang

bersifat aktual, resiko, maupun sejahtera dimana perawat memiliki

kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan tindakan

keperawatan bersama-sama dengan keluarga, berdasarkan

kemampuan, dan sumber daya keluarga (Mubarak, 2012).

Mubarak (2012) merumuskan diagnosis keperawatan keluarga

berdasarkan data yang didapatkan pada pengkajian. Komponen

diagnosis keperawatan meliputi problem atau masalah, etiology atau penyebab, dan sign atau tanda yang selanjutnya dikenal dengan PES.

1. Problem atau masalah (P)

Masalah yang mungkin muncul pada penderita artritis

rheumatoid.

2.Etiology atau penyebab (E)

Penyebab dari diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan

keluarga berfokus pada 5 tugas kesehatan keluarga yang

meliputi:

a. Mengenal masalah kesehatan.

b. Mengambil keputusan yang tepat.

c. Merawat anggota keluarga yang sakit.

d. Memodifikasi lingkungan.

e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.

3. Sign atau tanda (S)

(37)

Menentukan prioritas masalah

Menurut Mubarak (2012), tipologi dari diagnosis keperawatan yaitu:

1. Diagnosis aktual (terjadi defisit atau gangguan kesehatan)

Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda dan gejala

dari gangguan kesehatan, dimana masalah kesehatan yang dialami

oleh keluarga memerlukan bantuan untuk segera ditangani dengan

cepat.

2. Diagnosis resiko tinggi (ancaman kesehatan)

Sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan,

tetapi tanda tersebut dapat menjadi masalah aktual apabila tidak

segera mendapatkan bantuan pemecahan dari tim kesehatan atau

keperawatan.

3. Diagnosis potensial (keadaan sejahtera atau wellness)

Suatu keadaan jika keluarga dalam keadaan sejahtera, kesehatan

keluarga dapat ditingkatkan.

Setelah data dianalisis, kemungkinan perawat menemukan lebih

dari satu masalah. Mengingat keterbatasan kondisi dan sumber daya yang

dimiliki oleh keluarga maupun perawat, maka masalah-masalah tersebut

tidak dapat ditangani sekaligus. Oleh karena itu, perawat bersama

keluarga dapat menyusun dan menentukan prioritas masalah kesehatan

keluarga dengan menggunakan skala perhitungan yang dapat dilihat pada

(38)

Tabel 2.1 Skoring Masalah Keperawatan

No. Kriteria Skor Bobot

1. Sifat Masalah 1

a. Tidak/kurang sehat

b. Ancaman kesehatan

c. Krisis atau keadaan sejahtera

3

c. Masalah tidak dirasakan

2

1

0

Sumber : (Baylon dan Maglaya dalam Padila, 2012 dan Widyanto, 2014)

Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan

dengan cara berikut ini:

1. Tentukan skor untuk setiap kriteria yang telah dibuat.

2. Selanjutnya skor dibagi dengan angka tertinggi yang dikalikan

dengan bobot.

Skor x bobot

(39)

3. Jumlahkanlah skor untuk semua kriteria, skor tertinggi adalah 5,

sama dengan seluruh bobot.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada keluarga

dengan artritis reumatoid yaitu:

1. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

dalam merawat anggota keluarga yang sakit

2. Gangguan mobilitas fisik akibat penurunan kekuatan otot pada

penderita artritis reumatoid berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit

3. Resiko cedera akibat penurunan fungsi motorik pada penderita

artritis reumatoid berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

dalam merawat anggota keluarga yang sakit

4. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit artritis reumatoid

berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah

kesehatan

5. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran berhubungan

dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan

6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit

7. Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal

masalah kesehatan

Sumber : (Doengoes, 2000 dalam Lukman, 2009)

2.4.3 Perencanaan

Rencana keperawatan keluarga adalah kumpulan rencana

tindakan yang dibuat oleh perawat yang nantinya diimplementasikan

dalam tindakan yang nyata dengan mengerahkan segala kemampuan

yang dimiliki untuk perbaikan kesehatan keluarga yang lebih baik

dari sebelumnya.

Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari tujuan (umum

(40)

criteria dan standar. Perumusan tujuan dilakukan secara spesifik,

dapat diukur (measurable), dapat dicapai (achivable), rasional dan menunjukkan waktu (SMART). Rencana intervensi ini ditetapkan

untuk mencapai tujuan (Padila, 2012).

Berikut ini klasifikasi intervensi keperawatan menurut Feeman

(1970) dalam Friedman (1998), yaitu :

1. Intervensi Suplemental, perawat memberikan perawatan

langsung kepada keluarga karena tidak dapat dilakukan keluarga

2. Intervensi Facilitate, perawat membantu mengatasi hambatan yang dimiliki keluarga dengan berusaha memfasilitasi pelayanan

yang diperlukan, seperti pelayanan medis, kesejahteraan sosial,

transportasi dan pelayanan kesehatan di rumah

3. Intervensi Developmental, perawat melakukan tindakan dengan tujuan meningkatkan dan memperbaiki kapasitas keluarga dalam

perawatan diri dan tanggung jawab pribadi. Perawat juga

membantu keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan yang

berasal dari sumber diri sendiri , termasuk dukungan sosial

internal maupun eksternal ( Padila, 2012).

2.4.4 Implementasi Keperawatan Keluarga

Implementasi atau pelaksanaan keperawatan adalah proses

dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk menerapkan

rencana tindakan yag telah disusun dan membangkitkan minat dan

kemandirian keluarga dalam mengadakan perbaikan ke arah perilaku

hidup sehat. Namun sebelum melakukan implementasi, perawat

terlebih dahulu membuat kontrak agar keluarga lebih siap baik fisik

maupun psikologis dalam menerima asuhan keperawatan yang

diberikan. Tindakan keperawatan keluarga mencakup hal-hal di

bawah ini yaitu :

1. Merangsang kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai

masalah kesehatan dan kebutuhan kesehatan dengan cara

(41)

kesehatan serta memberi motivasi atau dorongan sikap emosi

yang sehat terhadap masalah.

2. Membantu keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang

tepat, dengan cara memberitahu konsekuensi jika tidak

melakukan, mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki

keluarga, dan membicarakan dengan keluarga tentang

konsekuensi tiap tindakan.

3. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga

yang sakit, dengan cara mendemonstrasikan cara perawatan,

memanfaatkan alat dan fasilitas yang ada di rumah, dan

mengawasi keluarga dalam melakukan tindakan.

4. Membantu keluarga untuk memodifikasi lingkungan menjadi

sehat, dengan cara menggali sumber-sumber yang ada pada

keluarga dan memodifikasi lingkungan semaksimal mungkin

5. Memberi motivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas

kesehatan tyang ada, dengan cara mengenalkan fasilitas

kesehatan yang ada di lingkungan keluarga, serta membantu

keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada. (Widyanto,

2014)

Namun, tidak semua pelaksanaan tindakan ini berjalan

dengan baik, ada faktor-faktor penyulit dari keluarga yang dapat

menghambat minat keluarga dalam berkerja sama melakukan

tindakan kesehatan ini, yaitu :

1. Kurang jelasnya informasi yang didapat keluarga, sehingga

membuat keluarga keliru

2. Kurang lengkapnya informasi yang didapat keluarga sehingga

keluarga melihat masalah sebagian

3. Keliru, keluarga tidak dapat mengkaitka informasi yang di dapat

dengan kondisi yang dihadapi

4. Keluarga tidak mau menghadapi situasi

5. Anggota keluarga tidak mampu melawan tekanan dari keluarga

(42)

6. Keluarga ingin mempertahankan suatu pola tingkah laku

7. Gagalnya keluarga dalam mengaitkan tindakan dengan sasaran

atau tujuan upaya keperawatan

8. Keluarga kurang percaya dengan tindakan yang diajukan perawat

Selain itu, ada juga kesulitan yang dihadapi petugas dalam

tahap pelaksanaan ini, seperti :

1. Perawat kaku dan kurang flekesibel dan cenderung menggunakan

1 pola pendekatan

2. Kurangnya pemberian penghargaan dan perhatian terhadap

faktor-faktor sosial budaya dari petugas

3. Perawat kurang mampu dalam mengambil

tindakan/menggunakan berbagai macam teknik dalam mengatasi

masalah yang rumit. (Mubarak, 2012)

2.4.5 Evaluasi

Menurut Mubarak (2012), evaluasi proses keperawatan ada

dua yaitu evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif.

1. Evaluasi Kuantitatif

Evaluasi kuantitatif dilaksanakan dalam kuantitas, jumlah

pelayanan, atau kegiatan yang telah dikerjakan.

2. Evaluasi Kualitatif

Evaluasi kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat

difokuskan pada salah satu dari tiga dimensi yang saling terkait.

Tahapan evaluasi dapat dilakukan pula secara formatif dan

sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama

proses asuhan keperawatan sedangkan evaluasi sumatif adalah

evaluasi yang dilakukan pada akhir asuhan keperawatan (Mubarak,

2012).

Evaluasi dilaksanakan dengan pendekatan SOAP (Subyektif,

(43)

S : adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif

setelah dilakukan intervensi keperawatan.

O : adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah

dilakukan intervensi keperawatan.

A : adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu

pada tujuan yang terkait dengan diagnosis.

P : adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon

Gambar

Tabel 2.1 Skoring Masalah Keperawatan

Referensi

Dokumen terkait

Sesaat sebelum intubasi pada kelompok A disemprotkan xylocain spray 10 % , 5 semprotan pada ETT mulai ujung distal sampai dengan kurang lebih 10 cm dari ujung ETT... dan 5

Saya harap anda pernah berkaraoke sehingga tahu apa yang saya maksudkan pada statement di atas. onsep audio karaoke adalah pada pengaturan mi5er output, jadi bila right channel

temperatur dan tekanan yang di dapat dari kompresor, kondensor, evaporator, refrigerant masuk dan keluar tangki air serta tekanan kompresor, evaporator, Kuat arus

Dengan keindahan alam yang dimiliki, Kecamatan Sijuk merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan wisata pantai dan bahari (RIPPARKAB, 2009-2019). Beberapa

Apabila ingin mengujicobakan sebuah aplikasi yang tidak dipercaya atau bukan dari situs-situs resmi, harap gunakan aplikasi yang menyediakan area virtual pada

Pengaruh Keharmonisan Keluaga Terhadap Kedisiplinan Siswa Kelas XI MAN Krecek Pare Kabupaten Kediri, Psikologi Islam, Ushuluddin dan Ilmu Sosial, STAIN Kediri, 2017..

Kenyamanan Visual dan Sirkulasi Pengunjung dalam Ruang Pameran.. Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Jl. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk 1) mendeskripsikan bentuk lingual pelanggaran prinsip kerja sama tuturan percakapan dalam proses pembelajaran kelas VIII