• Tidak ada hasil yang ditemukan

Realisasi Optical Orthogonal Codes (OOC) Dengan Korelasi Maksimum Satu Menggunakan Kode Prima Yang Dimodifikasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Realisasi Optical Orthogonal Codes (OOC) Dengan Korelasi Maksimum Satu Menggunakan Kode Prima Yang Dimodifikasi."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

i Universitas Kristen Maranatha Realisasi Optical Orthogonal Codes (OOC) dengan korelasi maksimum

satu Menggunakan Kode Prima Yang Dimodifikasi

Marthin Singaga / 0322115 E-mail : sinaga_marthin@yahoo.com

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri 65

Bandung 40164, Indonesia

ABSTRAK

Teknik Code Division Multiple Access (CDMA) adalah teknologi akses jamak berbasis penyebaran spektrum. Artinya sinyal informasi akan disebar dengan sinyal penebar yang mempunyai lebar pita frekuensi lebih besar daripada lebar pita frekuensi sinyal informasi. Kode yang digunakan pada CDMA yang berbasis optik disebut Optical Orthogonal Code (OOC). OOC yang digunakan adalah kode prima yang dimodifikasi dan unjuk kerjanya dinilai menggunakan perhitungan korelasi silang (cross-correlation) maksimum satu.

Kode prima yang dimodifikasi harus memenuhi syarat kardinalitas (jumlah kode yang valid) pada pembangkitan OOC dengan kode prima asli adalah sama dengan jumlah user maksimal atau jumlah bit “1” pada kode yang valid ( nilai bilangan prima yang dipilih). Untuk menambah jumlah user, maka harus menambah panjang kode atau menaikkan nilai bilangan prima, yang berakibat semakin banyak bit “1” yang muncul pada kode yang valid.

Pada tugas akhir ini, kode prima asli dimodifikasi agar mendapatkan korelasi silang yang tetap satu dan peluang salah dapat ditekan seminimal mungkin. Dengan kenaikan jumlah user dari tiga menjadi lima, tujuh dan sebelas, peluang salah pada simulasi kode prima yang dimodifikasi tidak mengalami kenaikan yang signifikan.

(2)

ii Universitas Kristen Maranatha Realization Of Optical Orthogonal Codes (OOC) with correlation one

Using Modified Prime Code

Marthin Sinaga / 0322115 E-mail : sinaga_marthin@yahoo.com

Electrical Engineering Department, Faculty Of Engineering, Maranatha Christian University

Prof. Drg. Suria Sumantri 65 Street Bandung 40164, Indonesia

ABSTRACT

Technique Code Division Multiple Access (CDMA) is technology direct sequence spread spectrum. It means signal information will spread with signal spreading which have larger bandwidth frequency more than signal information bandwidth frequency. The code used in CDMA based on optic called Optical Orthogonal Code (OOC). OOC was used is Modified Prime Code (MPC) and performance of MPC testing with calculation

cross-correlation maximum one.

Modified prime code must fulfill cardinality condition on generate Optical Orthogonal Code (OOC) with original prime code is equal to number maximum of user or equal to number of bit “1” on valid code (number of prime was chosen). In order to increase number of user, it must increase the codelength or increase number of prime, which is impact much a lot of bit “1” was show up on cardinality.

In this final project, original prime code modified in order to produce cross-correlation constant one and pressure probability of error as minimum as posible. With increase the number of user from three to five, seven and eleven, probability of error in modified prime code not have significant increase.

(3)

v Universitas Kristen Maranatha

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH……….... 2

1.3 PERUMUSAN MASALAH………. 2

1.4 TUJUAN………... 2

1.5 PEMBATASAN MASALAH………... 2

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN……….. 3

BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDAHULUAN…....……….. 4

2.2 SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK CDMA....…… 5

2.3 KODE-KODE OPTIK ORTHOGONAL (OOC)………... 6

2.4 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL SPEKTRUM TERSEBAR…....………... 8

2.5 KODE PRIMA (PRIME CODE) …....………... 9

2.5.1 Dasar Kode Prima (Basic Prime code) …....……... 10

2.5.2 Kode Prima Yang Dimodifikasi (Modified Prime Code) …....………... 13

BAB III

PERANCANGAN SIMULASI OPTICAL

ORTHOGONAL CODES (OOC) DENGAN

(4)

vi Universitas Kristen Maranatha 3.1 Diagram alir Sistem Optik CDMA dengan MPC yang

disederhanakan…....………... 16 3.2 Diagram Alir Membangkitkan Modified Prime Code

(MPC) …....………... 17

BAB IV DATA PENGAMATAN DAN ANALISA

4.1 Data Pengamatan 1 : Pengujian Probability of error dan jumlah user untuk bilangan prima 3…....…………... 19 4.2 Data Pengamatan 2 : Pengujian Probability of error dan

jumlah user untuk bilangan prima 5………... 21 4.3 Data Pengamatan 3 : Pengujian Probability of error dan

jumlah user untuk bilangan prima 7………... 23 4.4 Data Pengamatan 4 : Pengujian Probability of error dan

jumlah user untuk bilangan prima 11....……... 25 4.5 Data Pengamatan 5 : Pengujian Perhitungan Korelasi

Silang Untuk Bilangan Prima 3…....…………... 27 4.6 Data Pengamatan 6 : Pengujian Perhitungan Korelasi

Silang Untuk Bilangan Prima 5………... 28 4.7 Data Pengamatan 7 : Pengujian Perhitungan Korelasi

Silang Untuk Bilangan Prima 7………... 30 4.8 Data Pengamatan 8 : Pengujian Perhitungan Korelasi

Silang Untuk Bilangan Prima 11....……... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN………... ... 34 5.2 SARAN…....………... 34

(5)

vii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Urutan prima Si disusun untuk p =5………... 11 Tabel 2.2 Kode prima Ci disusun untuk p = 5……….……... 11 Tabel 2.3 Kode – kode prima yang dimodifikasi S’i disusun

untuk p = 5 dan w = 4………...…. 14 Tabel 2.4 Kode – kode prima yang dimodifikasi C’i disusun

untuk panjang kode n = p2 = 25………....…. 15 Tabel 4.1 Perbandingan Nilai Probability of Error pada bilangan

prima 3...……...………....…. 20 Tabel 4.2 Perbandingan Nilai Probability of Error pada bilangan

prima 5...……...………....…. 22 Tabel 4.3 Perbandingan Nilai Probability of Error pada bilangan

prima 7...…………...………...…. 24 Tabel 4.4 Perbandingan Nilai Probability of Error pada bilangan

(6)

viii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem komunikasi serat optik dengan menggunakan

encoder dan decoder optik (korelator) …... 5 Gambar 2.2 Bentuk gelombang dari dua codewords dari

OOC(13, 3, 1) …...…... 7 Gambar 2.3 Model Sistem Komunikasi Digital Spektrum Tersebar... 8 Gambar 2.4 Contoh Fungsi Korelasi Sendiri Dari Codeword Kode

Prima (p2, p, p-1,2) = (112, 11, 10, 2) …...…. 12 Gambar 2.5 Contoh Fungsi Korelasi Silang Dari Codeword Kode

Prima (p2, p, p-1,2) = (112, 11, 10, 2) …...…. 12 Gambar 3.1 Blok diagram sistem optik CDMA yang disederhanakan.. 16 Gambar 3.2 Blok diagram membangkitkan modified prime code……. 17 Gambar 4.1 Grafik Error of probability untuk bilangan prima 3

pada percobaan 1...………...….. 19 Gambar 4.2 Grafik Error of probability untuk bilangan prima 3

pada percobaan 2...…….…….. 20 Gambar 4.3 Grafik Error of probability untuk bilangan prima 5

pada percobaan 1...……….…... 21 Gambar 4.4 Grafik Error of probability untuk bilangan prima 5

pada percobaan 2...……….…….. 22 Gambar 4.5 Grafik Error of probability untuk bilangan prima 7

pada percobaan 1...……….…….. 23 Gambar 4.6 Grafik Error of probability untuk bilangan prima 7

pada percobaan 2...……….…….. 24 Gambar 4.7 Grafik Error of probability untuk bilangan prima 11

pada percobaan 1...……….…….. 25 Gambar 4.8 Grafik Error of probability untuk bilangan prima 11

pada percobaan 2...……….…….. 26 Gambar 4.9 Perhitungan Korelasi Silang C1 dan C2 Untuk Bilangan

(7)

ix Universitas Kristen Maranatha Gambar 4.10 Perhitungan Korelasi Silang C1 dan C3 Untuk Bilangan

Prima 3 ……...……….…….. 28 Gambar 4.11 Perhitungan Korelasi Silang C1 dan C3 Untuk Bilangan

Prima 5 ……...……….…….. 29 Gambar 4.12 Perhitungan Korelasi Silang C1 dan C4 Untuk Bilangan

Prima 5 ……...……….…….. 29 Gambar 4.13 Perhitungan Korelasi Silang C1 dan C3 Untuk Bilangan

Prima 7 ……...……….…….. 30 Gambar 4.14 Perhitungan Korelasi Silang C1 dan C5 Untuk Bilangan

Prima 7 ……...……….…….. 31 Gambar 4.15 Perhitungan Korelasi Silang C1 dan C2 Untuk Bilangan

Prima 11 ……...……….…….. 32 Gambar 4.16 Perhitungan Korelasi Silang C1 dan C7 Untuk Bilangan

(8)

A-1

Lampiran Keterangan Gambar Data Pengamatan Pada Bab 4.

(9)

A-2

Program Modified Prime Code (MPC)

function[code]=mprime(P1) %

% Function ini untuk membentuk Modified Prime Code (MPC) %

% Variabel masukan : P1 : banyaknya bit "1"

% yang diinginkan pada kode % Variabel keluaran : code MPC

%

N=P1^3-P1^2+P1;

%Inisialisasi variabel x, i, dan t for x=0:P1-1,

for i=0:P1-1, for t=0:P1-1,

%Pembangkitan barisan prima s(x+1,i+1,t+1)=rem((x*i*t),P1); end;

(10)

A-3

for x=0:P1-1, count=0; j=0;

for i=0:N-1, count=count+1; if j<P1

code(x+1,i+1,t+1)=0; end;

if(rem(count,P1)==0) j=j+1;

(11)

A-4

Kode Prima

function keluar=kode_prima(masuk) %

% Function ini untuk menghasilkan kode prima (prime code) %

% Catatan : masukan berupa barisan prima %

% Variabel masukan : masuk % Variabel keluaran : keluar %

keluar=zeros(size(masuk,1),size(masuk,1).*size(masuk,2));

for m=1:size(masuk,1) temp=masuk(m,:); for n=1:length(temp) end;

(12)

A-5

Baris Prima

function keluar=baris_prima(masuk) %

% Function ini untuk menghasilkan barisan prima (prime sequence) %

% Catatan : masukan harus berupa bilangan prima %

% Variabel masukan : masuk = bilangan prima %

% Variabel keluaran : keluar = barisan prima %

cek=isprime(masuk);

p = masuk; % bilangan prima yang diinputkan for m = 1 : p

(13)

A-6

Kali

function keluar = kali(masuk1,masuk2) %

% Function ini untuk operasi perkalian %

% Variabel masukan : masuk1 dan masuk2 % Variabel keluaran : keluar

%

if length(masuk1) ~= length(masuk2)

error('Dimensi kedua sinyal masukan berbeda'); end;

for k=1:length(masuk1)

if masuk1(k)==0 | masuk2(k)==0 else

keluar(k)=1; end;

(14)

A-7

Modif Kode Prima Untuk Bilangan Prima 3

clear; close all; clc;

% Program Simulasi OCDMA dengan Modified Prime (MP) Code Sequences % Untuk P=3

%%%%%%%%%%%%%%%%

% P-1 sequences untuk membangun kode s0=[1 0 0 ];

s1=[0 1 0 ]; s2=[0 0 1 ];

% Code sequences untuk group 0 c00=[s0 s0 s0];

c01=[s2 s2 s2]; c02=[s1 s1 s1];

(15)

A-8

c10=[s0 s1 s2]; c11=[s1 s2 s0]; c12=[s2 s0 s1];

% Code sequences untuk group 2 c20=[s0 s2 s1];

c21=[s2 s1 s0]; c22=[s1 s0 s2];

% Penggabungan group g0=[c00 c01 c02 ]; g1=[c10 c11 c12 ]; g2=[c20 c21 c22 ];

%%%%%%%%%%% mod_pseq=[g0;g1;g2];

%--- %

(16)

A-9

% Proses pembentukan kode MP Lc=length(mod_pseq(1,:));

% Jumlah user transmit serentak for n=1:N

err_count=0;

% Pesan untuk user tertentu yang sdg transmit msg=zeros(n,ML);

% Proses pembentukan data unipolar for co=1:n

msg(co,:)=randuni(ML); end;

for msgnum=1:ML

% Inisialisasi sinyal yang ditransmisikan untuk user trn_sig=zeros(N,Lc);

rpdmsg=zeros(N,Lc); for co=1:n

(17)

A-10

for j=1:Lc

rpdmsg(co,j)=msg(co,msgnum); end;

% Modulasi dengan spreading sequences yang mirip % ke optical encoder

trn_sig(co,:)=rpdmsg(co,:).*mod_pseq(co,:); end;

%Inisialisasi sinyal osilator lokal locsig=zeros(size(1:Lc));

%Interferensi dan proses korelasi for co=1:n

locsig=trn_sig(co,:)+locsig; end;

%Encoding/decoding sinyal temp=locsig.*mod_pseq(1,:); decide=sum(temp);

(18)

A-11

% Keputusan benar / salah (threshold 3db) if(decide<(N/2))

decision=0; else

decision=1; end;

if decision ~=msg(1,msgnum) err_count=err_count+1; end;

end;

% Simulasi Error Probability P(n)=err_count/ML;

% Kalkulasi error probability (secara teori) clear k;

P1=3; k=1:P1;

Pb=qfunct(P1./sqrt(k-1)); end;

(19)

A-12

Pb nc=1:n; clf;

semilogy(k,Pb,'b');hold on; semilogy(nc,P,'r');grid on;

legend('Teori(biru),Simulasi (merah)'); xlabel('Jumlah user');

ylabel('Error Probability');

title(['Error Prob vs Jumlah user untuk bilangan prima = ',num2str(N)]);

kode_used1=kode_mod(1,:);

pp=2; % variabel pp diganti selama diulang --> nilainya 2,3,4,...,p kode_used2=kode_mod(pp,:);

%Pembangkitan data

% data=randuni(10); % Angka 10 bisa diganti integer lain --> usahakan tidak terlalu besar agar bisa ditampilkan di layar

data=[1 0 1 1 1];

(20)

A-13

% Proses modulasi (data dikalikan dengan kode penebar yang digunakan for k=1:length(data)

data_termod_kali1((k-1)*p.^2+1:k*p.^2)=...

kali(data_ulang((k-1)*p.^2+1:k*p.^2),kode_used1);

% Proses perhitungan fungsi korelasi silang antar 2 kode yang berbeda for m=1:length(data)

bantu1(1:p.^2)=data_termod_kali1((m-1)*p.^2+1:m*p.^2); bantu2(1:p.^2)=data_termod_kali2((m-1)*p.^2+1:m*p.^2); for k=1:p.^2

kor(k)=hitung_korelasi(bantu1,circshift(bantu2,[0 k-1])); end;

korelasi((m-1)*p.^2+1:m*p.^2)=kor; clear kor;

end;

% Tampilan grafik fungsi korelasi silang figure;stem(1:length(korelasi),korelasi);grid;

(21)

A-14

Modif Kode Prima Untuk Bilangan Prima 5

clear; close all; clc;

% Program Simulasi OCDMA dengan Modified Prime (MP) Code Sequences % Untuk P=5

%%%%%%%%%%%%%%%%

% P-1 sequences untuk membangun kode s0=[1 0 0 0 0];

s1=[0 1 0 0 0]; s2=[0 0 1 0 0]; s3=[0 0 0 1 0]; s4=[0 0 0 0 1];

% Code sequences untuk group 0 c00=[s0 s0 s0 s0 s0];

(22)

A-15

c03=[s2 s2 s2 s2 s2]; c04=[s1 s1 s1 s1 s1];

% Code sequences untuk group 1 c10=[s0 s1 s2 s3 s4];

c11=[s1 s2 s3 s4 s0]; c12=[s2 s3 s4 s0 s1]; c13=[s3 s4 s0 s1 s2]; c14=[s4 s0 s1 s2 s3];

% Code sequences untuk group 2 c20=[s0 s2 s4 s1 s3];

c21=[s2 s4 s1 s3 s0]; c22=[s4 s1 s3 s0 s2]; c23=[s1 s3 s0 s2 s4]; c24=[s3 s0 s2 s4 s1];

% Code sequences untuk group 3 c30=[s0 s3 s2 s1 s4];

(23)

A-16

c33=[s1 s4 s0 s3 s2]; c34=[s4 s0 s3 s2 s1];

% Code sequences untuk group 4 c40=[s0 s4 s1 s2 s3];

c41=[s4 s1 s2 s3 s0]; c42=[s1 s2 s3 s0 s4]; c43=[s2 s3 s0 s4 s1]; c44=[s3 s0 s4 s1 s2];

% Penggabungan group g0=[c00 c01 c02 c03 c04]; g1=[c10 c11 c12 c13 c14]; g2=[c20 c21 c22 c23 c24]; g3=[c30 c31 c32 c33 c34]; g4=[c40 c41 c42 c43 c44];

%%%%%%%%%%% mod_pseq=[g0;g1;g2;g3;g4];

(24)

A-17

N=5; % Jumlah user (sama dengan bilangan prima yang dipilih) ML=10000; % Maximum panjang kode

% Proses pembentukan kode MP Lc=length(mod_pseq(1,:));

% Jumlah user transmit serentak for n=1:N

err_count=0;

% Pesan untuk user tertentu yang sdg transmit msg=zeros(n,ML);

% Proses pembentukan data unipolar for co=1:n

msg(co,:)=randuni(ML); end;

for msgnum=1:ML

(25)

A-18

rpdmsg=zeros(N,Lc); for co=1:n

% Proses repetisi pesan sebanyak panjang kode (Lc) for j=1:Lc

rpdmsg(co,j)=msg(co,msgnum); end;

% Modulasi dengan spreading sequences yang mirip % ke optical encoder

trn_sig(co,:)=rpdmsg(co,:).*mod_pseq(co,:); end;

%Inisialisasi sinyal osilator lokal locsig=zeros(size(1:Lc));

%Interferensi dan proses korelasi for co=1:n

locsig=trn_sig(co,:)+locsig; end;

(26)

A-19

temp=locsig.*mod_pseq(1,:); decide=sum(temp);

% Keputusan benar / salah (threshold 3db) if(decide<(N/2))

decision=0; else

decision=1; end;

if decision ~=msg(1,msgnum) err_count=err_count+1; end;

end;

% Simulasi Error Probability P(n)=err_count/ML;

% Kalkulasi error probability (secara teori) clear k;

(27)

A-20

Pb=qfunct(P1./sqrt(k-1)); end;

P Pb nc=1:n; clf;

semilogy(k,Pb,'b');hold on; semilogy(nc,P,'r');grid on;

legend('Teori(biru),Simulasi (merah)'); xlabel('Jumlah user');

ylabel('Error Probability');

title(['Error Prob vs Jumlah user untuk bilangan prima = ',num2str(N)]);

% Pengujian perhitungan fungsi korelasi silang untuk bilangan prima (p) = 5 p=5;

[kode kode_mod]=modif_kode_prima(p);

kode_used1=kode_mod(1,:);

(28)

A-21

kode_used2=kode_mod(pp,:);

%Pembangkitan data

% data=randuni(10); % Angka 10 bisa diganti integer lain --> usahakan tidak terlalu besar agar bisa ditampilkan di layar

data=[1 0 1 1 1];

%Pengulangan data agar sama panjang dengan kode prima yang digunakan data_ulang=ulang(p,data);

% Proses modulasi (data dikalikan dengan kode penebar yang digunakan for k=1:length(data)

data_termod_kali1((k-1)*p.^2+1:k*p.^2)=...

kali(data_ulang((k-1)*p.^2+1:k*p.^2),kode_used2); end;

% Proses perhitungan fungsi korelasi silang antar 2 kode yang berbeda for m=1:length(data)

bantu1(1:p.^2)=data_termod_kali1((m-1)*p.^2+1:m*p.^2); bantu2(1:p.^2)=data_termod_kali2((m-1)*p.^2+1:m*p.^2); for k=1:p.^2

(29)

A-22

end;

korelasi((m-1)*p.^2+1:m*p.^2)=kor; clear kor;

end;

% Tampilan grafik fungsi korelasi silang figure;stem(1:length(korelasi),korelasi);grid;

title(['Perhitungan Korelasi Silang untuk C1 dan C',num2str(pp),' pada GF(',num2str(p),') untuk data [',...

num2str(data),']']);

(30)

A-23

Modif Kode Prima Untuk Bilangan Prima 7

clear; close all; clc;

% Program Simulasi OCDMA dengan Modified Prime (MP) Code Sequences % Untuk P=7

%%%%%%%%%%%%%%%%

% P-1 sequences untuk membangun kode s0=[1 0 0 0 0 0 0];

s1=[0 1 0 0 0 0 0]; s2=[0 0 1 0 0 0 0]; s3=[0 0 0 1 0 0 0]; s4=[0 0 0 0 1 0 0]; s5=[0 0 0 0 0 1 0]; s6=[0 0 0 0 0 0 1];

(31)

A-24

c01=[s6 s6 s6 s6 s6 s6 s6]; c02=[s5 s5 s5 s5 s5 s5 s5]; c03=[s4 s4 s4 s4 s4 s4 s4]; c04=[s3 s3 s3 s3 s3 s3 s3]; c05=[s2 s2 s2 s2 s2 s2 s2]; c06=[s1 s1 s1 s1 s1 s1 s1];

% Code sequences untuk group 1 c10=[s0 s1 s2 s3 s4 s5 s6]; c11=[s1 s2 s3 s4 s5 s6 s0]; c12=[s2 s3 s4 s5 s6 s0 s1]; c13=[s3 s4 s5 s6 s0 s1 s2]; c14=[s4 s5 s6 s0 s1 s2 s3]; c15=[s5 s6 s0 s1 s2 s3 s4]; c16=[s6 s0 s1 s2 s3 s4 s5];

(32)

A-25

c24=[s1 s3 s5 s0 s2 s4 s6]; c25=[s3 s5 s0 s2 s4 s6 s1]; c26=[s5 s0 s2 s4 s6 s1 s3];

% Code sequences untuk group 3 c30=[s0 s3 s6 s2 s5 s1 s4]; c31=[s3 s6 s2 s5 s1 s4 s0]; c32=[s6 s2 s5 s1 s4 s0 s3]; c33=[s2 s5 s1 s4 s0 s3 s6]; c34=[s5 s1 s4 s0 s3 s6 s2]; c35=[s1 s4 s0 s3 s6 s2 s5]; c36=[s4 s0 s3 s6 s2 s5 s1];

% Code sequences untuk group 4 c40=[s0 s4 s1 s5 s2 s6 s3];

(33)

A-26

% Code sequences untuk group 5 c50=[s0 s5 s3 s1 s6 s4 s2];

c51=[s5 s3 s1 s6 s4 s2 s0]; c52=[s3 s1 s6 s4 s2 s0 s5]; c53=[s1 s6 s4 s2 s0 s5 s3]; c54=[s6 s4 s2 s0 s5 s3 s1]; c55=[s4 s2 s0 s5 s3 s1 s6]; c56=[s2 s0 s5 s3 s1 s6 s4];

% Code sequences untuk group 6 c60=[s0 s6 s5 s4 s3 s2 s1]; c61=[s6 s5 s4 s3 s2 s1 s0]; c62=[s5 s4 s3 s2 s1 s0 s6]; c63=[s4 s3 s2 s2 s0 s6 s5]; c64=[s3 s2 s1 s0 s6 s5 s4]; c65=[s2 s1 s0 s6 s5 s4 s3]; c66=[s1 s0 s6 s5 s4 s3 s2];

% Penggabungan group

(34)

A-27

g1=[c10 c11 c12 c13 c14 c15 c16]; g2=[c20 c21 c22 c23 c24 c25 c26]; g3=[c30 c31 c32 c33 c34 c35 c36]; g4=[c40 c41 c42 c43 c44 c45 c46]; g5=[c50 c51 c52 c53 c54 c55 c56]; g6=[c60 c61 c62 c63 c64 c65 c66];

%%%%%%%%%%%

mod_pseq=[g0;g1;g2;g3;g4;g5;g6;];

%---

N=7; % Jumlah user (sama dengan bilangan prima yang dipilih) ML=10000; % Maximum panjang data

% Proses pembentukan kode MP Lc=length(mod_pseq(1,:));

% Jumlah user transmit serentak for n=1:N

err_count=0;

(35)

A-28

% Proses pembentukan data unipolar for co=1:n

msg(co,:)=randuni(ML); end;

for msgnum=1:ML

% Inisialisasi sinyal yang ditransmisikan untuk user trn_sig=zeros(N,Lc);

rpdmsg=zeros(N,Lc); for co=1:n

% Proses repetisi pesan sebanyak panjang kode (Lc) for j=1:Lc

rpdmsg(co,j)=msg(co,msgnum); end;

% Modulasi dengan spreading sequences yang mirip % ke optical encoder

(36)

A-29

%Inisialisasi sinyal osilator lokal locsig=zeros(size(1:Lc));

%Interferensi dan proses korelasi for co=1:n

locsig=trn_sig(co,:)+locsig; end;

%Encoding/decoding sinyal temp=locsig.*mod_pseq(1,:); decide=sum(temp);

% Keputusan benar / salah (threshold 3db) if(decide<(N/2))

decision=0; else

decision=1; end;

(37)

A-30

end; end;

% Simulasi Error Probability P(n)=err_count/ML;

% Kalkulasi error probability (secara teori) clear k;

P1=7; k=1:P1;

Pb=qfunct(P1./sqrt(k-1)); end;

P Pb nc=1:n; clf;

semilogy(k,Pb,'b');hold on; semilogy(nc,P,'r');grid on;

legend('Teori(biru),Simulasi (merah)'); xlabel('Jumlah user');

(38)

A-31

title(['Error Prob vs Jumlah user untuk bilangan prima = ',num2str(N)]);

% Pengujian perhitungan fungsi korelasi silang untuk bilangan prima (p) = 7 p=7;

[kode kode_mod]=modif_kode_prima(p);

kode_used1=kode_mod(1,:);

pp=5; % variabel pp diganti selama diulang --> nilainya 2,3,4,...,p kode_used2=kode_mod(pp,:);

%Pembangkitan data

% data=randuni(10); % Angka 10 bisa diganti integer lain --> usahakan tidak terlalu besar agar bisa ditampilkan di layar

data=[1 0 1 1 1];

%Pengulangan data agar sama panjang dengan kode prima yang digunakan data_ulang=ulang(p,data);

% Proses modulasi (data dikalikan dengan kode penebar yang digunakan for k=1:length(data)

data_termod_kali1((k-1)*p.^2+1:k*p.^2)=...

(39)

A-32

end;

% Proses perhitungan fungsi korelasi silang antar 2 kode yang berbeda for m=1:length(data)

bantu2(1:p.^2)=data_termod_kali2((m-1)*p.^2+1:m*p.^2); for k=1:p.^2

kor(k)=hitung_korelasi(bantu1,circshift(bantu2,[0 k-1])); end;

korelasi((m-1)*p.^2+1:m*p.^2)=kor; clear kor;

end;

% Tampilan grafik fungsi korelasi silang figure;stem(1:length(korelasi),korelasi);grid;

title(['Perhitungan Korelasi Silang untuk C1 dan C',num2str(pp),' pada GF(',num2str(p),') untuk data [',...

num2str(data),']']);

(40)

A-33

Modif Kode Prima Untuk Bilangan Prima 11

clear; close all; clc;

% Program Simulasi OCDMA dengan Modified Prime (MP) Code Sequences % Untuk P=11

%%%%%%%%%%%%%%%%

% P-1 sequences untuk membangun kode s0=[1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0];

(41)

A-34

s10=[0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1];

% Code sequences untuk group 0 c00=[s0 s0 s0 s0 s0 s0 s0 s0 s0 s0 s0];

c01=[s10 s10 s10 s10 s10 s10 s10 s10 s10 s10 s10]; c02=[s9 s9 s9 s9 s9 s9 s9 s9 s9 s9 s9];

c03=[s8 s8 s8 s8 s8 s8 s8 s8 s8 s8 s8]; c04=[s7 s7 s7 s7 s7 s7 s7 s7 s7 s7 s7]; c05=[s6 s6 s6 s6 s6 s6 s6 s6 s6 s6 s6]; c06=[s5 s5 s5 s5 s5 s5 s5 s5 s5 s5 s5]; c07=[s4 s4 s4 s4 s4 s4 s4 s4 s4 s4 s4]; c08=[s3 s3 s3 s3 s3 s3 s3 s3 s3 s3 s3]; c09=[s2 s2 s2 s2 s2 s2 s2 s2 s2 s2 s2]; c010=[s1 s1 s1 s1 s1 s1 s1 s1 s1 s1 s1];

(42)

A-35

c15=[s5 s6 s7 s8 s9 s10 s0 s1 s2 s3 s4]; c16=[s6 s7 s8 s9 s10 s0 s1 s2 s3 s4 s5]; c17=[s7 s8 s9 s10 s0 s1 s2 s3 s4 s5 s6]; c18=[s8 s9 s10 s0 s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7]; c19=[s9 s10 s0 s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8]; c110=[s10 s0 s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9];

% Code sequences untuk group 2 c20=[s0 s2 s4 s6 s8 s10 s1 s3 s5 s7 s9]; c21=[s2 s4 s6 s8 s10 s1 s3 s5 s7 s9 s0]; c22=[s4 s6 s8 s10 s1 s3 s5 s7 s9 s0 s2]; c23=[s6 s8 s10 s1 s3 s5 s7 s9 s0 s2 s4]; c24=[s8 s10 s1 s3 s5 s7 s9 s0 s2 s4 s6]; c25=[s10 s1 s3 s5 s7 s9 s0 s2 s4 s6 s8]; c26=[s1 s3 s5 s7 s9 s0 s2 s4 s6 s8 s10]; c27=[s3 s5 s7 s9 s0 s2 s4 s6 s8 s10 s1]; c28=[s5 s7 s9 s0 s2 s4 s6 s8 s10 s1 s3]; c29=[s7 s9 s0 s2 s4 s6 s8 s10 s1 s3 s5]; c210=[s9 s0 s2 s4 s6 s8 s10 s1 s3 s5 s7];

(43)

A-36

c30=[s0 s3 s6 s9 s2 s5 s8 s1 s4 s7 s10]; c31=[s3 s6 s9 s2 s5 s8 s1 s4 s7 s10 s0]; c32=[s6 s9 s2 s5 s8 s1 s4 s7 s10 s0 s3]; c33=[s9 s2 s5 s8 s1 s4 s7 s10 s0 s3 s6]; c34=[s2 s5 s8 s1 s4 s7 s10 s0 s3 s6 s9]; c35=[s5 s8 s1 s4 s7 s10 s0 s3 s6 s9 s2]; c36=[s8 s1 s4 s7 s10 s0 s3 s6 s9 s2 s5]; c37=[s1 s4 s7 s10 s0 s3 s6 s9 s2 s5 s8]; c38=[s4 s7 s10 s0 s3 s6 s9 s2 s5 s8 s1]; c39=[s7 s10 s0 s3 s6 s9 s2 s5 s8 s1 s4]; c310=[s10 s0 s3 s6 s9 s2 s5 s8 s1 s4 s7];

(44)

A-37

c47=[s6 s10 s3 s7 s0 s4 s8 s1 s5 s9 s2]; c48=[s10 s3 s7 s0 s4 s8 s1 s5 s9 s2 s6]; c49=[s3 s7 s0 s4 s8 s1 s5 s9 s2 s6 s10]; c410=[s7 s0 s4 s8 s1 s5 s9 s2 s6 s10 s3];

% Code sequences untuk group 5 c50=[s0 s5 s10 s3 s8 s1 s6 s4 s9 s2 s7]; c51=[s5 s10 s3 s8 s1 s6 s4 s9 s2 s7 s0]; c52=[s10 s3 s8 s1 s6 s4 s9 s2 s7 s0 s5]; c53=[s3 s8 s1 s6 s4 s9 s2 s7 s0 s5 s10]; c54=[s8 s1 s6 s4 s9 s2 s7 s0 s5 s10 s3]; c55=[s1 s6 s4 s9 s2 s7 s0 s5 s10 s3 s8]; c56=[s6 s4 s9 s2 s7 s0 s5 s10 s3 s8 s1]; c57=[s4 s9 s2 s7 s0 s5 s10 s3 s8 s1 s6]; c58=[s9 s2 s7 s0 s5 s10 s3 s8 s1 s6 s4]; c59=[s2 s7 s0 s5 s10 s3 s8 s1 s6 s4 s9]; c510=[s7 s0 s5 s10 s3 s8 s1 s6 s4 s9 s2];

(45)

A-38

c62=[s5 s4 s10 s3 s9 s2 s8 s1 s7 s0 s6]; c63=[s4 s10 s3 s9 s2 s8 s1 s7 s0 s6 s5]; c64=[s10 s3 s9 s2 s8 s1 s7 s0 s6 s5 s4]; c65=[s3 s9 s2 s8 s1 s7 s0 s6 s5 s4 s10]; c66=[s9 s2 s8 s1 s7 s0 s6 s5 s4 s10 s3]; c67=[s2 s8 s1 s7 s0 s6 s5 s4 s10 s3 s9]; c68=[s8 s1 s7 s0 s6 s5 s4 s10 s3 s9 s2]; c69=[s1 s7 s0 s6 s5 s4 s10 s3 s9 s2 s8]; c610=[s7 s0 s6 s5 s4 s10 s3 s9 s2 s8 s1];

(46)

A-39

c710=[s6 s0 s7 s1 s8 s2 s9 s3 s10 s4 s5];

% Code sequences untuk group 8 c80=[s0 s8 s2 s10 s1 s9 s3 s4 s5 s6 s7]; c81=[s8 s2 s10 s1 s9 s3 s4 s5 s6 s7 s0]; c82=[s2 s10 s1 s9 s3 s4 s5 s6 s7 s0 s8]; c83=[s10 s1 s9 s3 s4 s5 s6 s7 s0 s8 s2]; c84=[s1 s9 s3 s4 s5 s6 s7 s0 s8 s2 s10]; c85=[s9 s3 s4 s5 s6 s7 s0 s8 s2 s10 s1]; c86=[s3 s4 s5 s6 s7 s0 s8 s2 s10 s1 s9]; c87=[s4 s5 s6 s7 s0 s8 s2 s10 s1 s9 s3]; c88=[s5 s6 s7 s0 s8 s2 s10 s1 s9 s3 s4]; c89=[s6 s7 s0 s8 s2 s10 s1 s9 s3 s4 s5]; c810=[s7 s0 s8 s2 s10 s1 s9 s3 s4 s5 s6];

(47)

A-40

c95=[s7 s6 s5 s4 s3 s2 s0 s9 s1 s10 s8]; c96=[s6 s5 s4 s3 s2 s0 s9 s1 s10 s8 s7]; c97=[s5 s4 s3 s2 s0 s9 s1 s10 s8 s7 s6]; c98=[s4 s3 s2 s0 s9 s1 s10 s8 s7 s6 s5]; c99=[s3 s2 s0 s9 s1 s10 s8 s7 s6 s5 s4]; c910=[s2 s0 s9 s1 s10 s8 s7 s6 s5 s4 s3];

% Code sequences untuk group 10 c100=[s0 s10 s9 s8 s7 s6 s5 s4 s3 s2 s1]; c101=[s10 s9 s8 s7 s6 s5 s4 s3 s2 s1 s0]; c102=[s9 s8 s7 s6 s5 s4 s3 s2 s1 s0 s10]; c103=[s8 s7 s6 s5 s4 s3 s2 s1 s0 s10 s9]; c104=[s7 s6 s5 s4 s3 s2 s1 s0 s10 s9 s8]; c105=[s6 s5 s4 s3 s2 s1 s0 s10 s9 s8 s7]; c106=[s5 s4 s3 s2 s1 s0 s10 s9 s8 s7 s6]; c107=[s4 s3 s2 s1 s0 s10 s9 s8 s7 s6 s5]; c108=[s3 s2 s1 s0 s10 s9 s8 s7 s6 s5 s4]; c109=[s2 s1 s0 s10 s9 s8 s7 s6 s5 s4 s3]; c1010=[s1 s0 s10 s9 s8 s7 s6 s5 s4 s3 s2];

(48)

A-41

g0=[c00 c01 c02 c03 c04 c05 c06 c07 c08 c09 c010]; g1=[c10 c11 c12 c13 c14 c15 c16 c17 c18 c19 c110]; g2=[c20 c21 c22 c23 c24 c25 c26 c27 c28 c29 c210]; g3=[c30 c31 c32 c33 c34 c35 c36 c37 c38 c39 c310]; g4=[c40 c41 c42 c43 c44 c45 c46 c47 c48 c49 c410]; g5=[c50 c51 c52 c53 c54 c55 c56 c57 c58 c59 c510]; g6=[c60 c61 c62 c63 c64 c65 c66 c67 c68 c69 c610]; g7=[c70 c71 c72 c73 c74 c75 c76 c77 c78 c79 c710]; g8=[c80 c81 c82 c83 c84 c85 c86 c87 c88 c89 c810]; g9=[c90 c91 c92 c93 c94 c95 c96 c97 c98 c99 c910];

g10=[c100 c101 c102 c103 c104 c105 c106 c107 c108 c109 c1010];

%%%%%%%%%%%

mod_pseq=[g0;g1;g2;g3;g4;g5;g6;g7;g8;g9;g10]; %--- %

N=11; % Jumlah user (sama dengan bilangan prima yang dipilih) ML=10000; % Maximum panjang data

(49)

A-42

% Jumlah user transmit serentak for n=1:N

err_count=0;

% Pesan untuk user tertentu yang sdg transmit msg=zeros(n,ML);

% Proses pembentukan data unipolar for co=1:n

msg(co,:)=randuni(ML); end;

for msgnum=1:ML

% Inisialisasi sinyal yang ditransmisikan untuk user trn_sig=zeros(N,Lc);

rpdmsg=zeros(N,Lc); for co=1:n

% Proses repetisi pesan sebanyak panjang kode (Lc) for j=1:Lc

(50)

A-43

end;

% Modulasi dengan spreading sequences yang mirip % ke optical encoder

trn_sig(co,:)=rpdmsg(co,:).*mod_pseq(co,:); end;

%Inisialisasi sinyal osilator lokal locsig=zeros(size(1:Lc));

%Interferensi dan proses korelasi for co=1:n

locsig=trn_sig(co,:)+locsig; end;

%Encoding/decoding sinyal temp=locsig.*mod_pseq(1,:); decide=sum(temp);

(51)

A-44

decision=0; else

decision=1; end;

if decision ~=msg(1,msgnum) err_count=err_count+1; end;

end;

% Simulasi Error Probability P(n)=err_count/ML;

% Kalkulasi error probability (secara teori) clear k;

P1=11; k=1:12;

Pb=qfunct(P1./sqrt(k-1)); end;

(52)

A-45

nc=1:n; clf;

semilogy(k,Pb,'b');hold on; semilogy(nc,P,'r');grid on;

legend('Teori(biru),Simulasi (merah)'); xlabel('Jumlah user');

ylabel('Error Probability');

title(['Error Prob vs Jumlah user untuk bilangan prima = ',num2str(N)]);

% Pengujian perhitungan fungsi korelasi silang untuk bilangan prima (p)=11 p=11;

[kode kode_mod]=modif_kode_prima(p);

kode_used1=kode_mod(1,:);

pp=7; % variabel pp diganti selama diulang --> nilainya 2,3,4,...,p kode_used2=kode_mod(pp,:);

(53)

A-46

% data=randuni(10); % Angka 10 bisa diganti integer lain --> usahakan tidak terlalu besar agar bisa ditampilkan di layar

data=[1 0 1 1 1];

%Pengulangan data agar sama panjang dengan kode prima yang digunakan data_ulang=ulang(p,data);

% Proses modulasi (data dikalikan dengan kode penebar yang digunakan for k=1:length(data)

data_termod_kali1((k-1)*p.^2+1:k*p.^2)=...

kali(data_ulang((k-1)*p.^2+1:k*p.^2),kode_used2); end;

% Proses perhitungan fungsi korelasi silang antar 2 kode yang berbeda for m=1:length(data)

bantu1(1:p.^2)=data_termod_kali1((m-1)*p.^2+1:m*p.^2); bantu2(1:p.^2)=data_termod_kali2((m-1)*p.^2+1:m*p.^2); for k=1:p.^2

kor(k)=hitung_korelasi(bantu1,circshift(bantu2,[0 k-1])); end;

(54)

A-47

end;

% Tampilan grafik fungsi korelasi silang figure;stem(1:length(korelasi),korelasi);grid;

title(['Perhitungan Korelasi Silang untuk C1 dan C',num2str(pp),' pada GF(',num2str(p),') untuk data [',...

num2str(data),']']);

(55)

A-48

Qfunct

function[y]=qfunct(x)

(56)

A-49

Fungsi membangkitkan data

function[p]=randuni(N); %

% Fungsi ini untuk membangkitkan data unipolar %

% Variabel masukan : N = banyaknya data yang ingin dikirim %

% Variabel keluaran : p for i=1:N,

temp=rand; data(1,i)=0; else

data(1,i)=1; end;

end;

(57)

A-50

Fungsi untuk mengulang data

function keluar=ulang(p,masuk) %

% Function ini untuk mengulang data user

% sesuai dengan periode chip yang digunakan(p^2) %

% Variabel masukan : p =bilangan prima % masuk = data user %

% Variabel keluaran : keluar = data user yang % sudah di-repetisi (diulang) % sehingga panjangnya sama % dengan banyak data * p^2 %

for m=1:length(masuk)

(58)

A-51

Hitung Korelasi

function [keluar]=hitung_korelasi(masuk1,masuk2) %

% Function untuk menghitung nilai korelasi antara % dua buah kode (korelasi sendiri atau korelasi silang) %

% Variabel masukan : masuk1=kode pertama % masuk2=kode kedua

% Variabel keluaran : keluar = nilai korelasi %

if (length(masuk1) ~= length (masuk2)) error('Panjang kode tidak sama'); end;

keluar=0;

for k=1:length(masuk1)

if (masuk1(k)==1 & masuk2(k)==1) end;

(59)

A-52

Hitung Korelasi Silang

clear; close all; clc;

p=5;

[kode kode_mod]=modif_kode_prima(p);

kode_used1=kode_mod(1,:);

pp=3; % variabel pp diganti selama diulang --> nilainya 2,3,4,...,p kode_used2=kode_mod(pp,:);

%Pembangkitan data

% data=randuni(10); % Angka 10 bisa diganti integer lain --> usahakan tidak terlalu besar agar bisa ditampilkan di layar

%Pengulangan data agar sama panjang dengan kode prima yang digunakan data_ulang=ulang(p,data);

(60)

A-53

data_termod_kali1((k-1)*p.^2+1:k*p.^2)=...

kali(data_ulang((k-1)*p.^2+1:k*p.^2),kode_used1); end;

% Proses perhitungan fungsi korelasi silang antar 2 kode yang berbeda for m=1:length(data)

bantu1(1:p.^2)=data_termod_kali1((m-1)*p.^2+1:m*p.^2); bantu2(1:p.^2)=data_termod_kali2((m-1)*p.^2+1:m*p.^2); for k=1:p.^2

kor(k)=hitung_korelasi(bantu1,circshift(bantu2,[0 k-1])); end;

korelasi((m-1)*p.^2+1:m*p.^2)=kor; clear kor;

end;

% Tampilan grafik fungsi korelasi silang figure;stem(1:length(korelasi),korelasi);grid;

title(['Perhitungan Korelasi Silang untuk C1 dan C',num2str(pp),' pada GF(',num2str(p),') untuk data [',...

num2str(data),']']);

(61)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknik Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan teknologi akses jamak berbasis penyebaran spektrum. Artinya sinyal informasi akan disebar dengan sinyal penebar yang mempunyai lebar pita frekuensi lebih besar daripada lebar pita frekuensi sinyal informasi. Pembangkitan kode penebar (spreading code) ini merupakan salah satu penelitian yang berkembang dewasa ini. Dalam

hal ini kode yang digunakan pada CDMA yang berbasis optik disebut Optical Orthogonal Code (OOC).

OOC yang digunakan adalah kode prima yang dimodifikasi dan unjuk kerjanya dinilai menggunakan perhitungan korelasi sendiri (auto-correlation) dan korelasi silang (cross-correlation) maksimum satu. Kode prima yang dimodifikasi harus memenuhi syarat kardinalitas (jumlah kode yang valid) pada pembangkitan OOC dengan kode prima original adalah sama dengan jumlah user maksimal atau jumlah bit “1” pada kode yang valid ( nilai bilangan prima yang dipilih).

Untuk menambah jumlah user, maka harus menambah panjang kode atau menaikkan nilai bilangan prima, yang berakibat semakin banyak bit “1” yang muncul pada kode yang valid. Hal ini juga mengakibatkan peluang salah (probability of error) karena korelasi silang pada penggunaan kode prima original dapat bernilai maksimal dua.

Pada tugas akhir ini, kode prima original dimodifikasi agar mendapatkan korelasi silang yang tetap satu dan peluang salah (probabillity of error) dapat ditekan seminimal mungkin. Dengan modifikasi yang dilakukan pada bilangan prima oroginal, diharapkan penambahan jumlah user tidak akan mempengaruhi kinerja kode optik yang diukur dengan peluang salah (probability of error).

(62)

2 Universitas Kristen Maranatha 1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana melakukan pengkodean khusus untuk komunikasi optik pada sistem CDMA menggunakan Optical Orthogonal Codes (OOC) dengan menggunakan Modified Prime Code (MPC) / kode prima yang dimodifikasi.

1.3 Perumusan Masalah

1. Bagaimana membangkitkan OOC dengan Korelasi Maksimum Satu dengan Modified Prime Code (MPC) / kode prima yang dimodifikasi ? 2. Bagaimana kinerja (probability error) OOC hasil dari korelasi

maksimum satu untuk user maksimal ?

1.4 Tujuan

Tujuan Tugas Akhir ini adalah merealisasikan Optical Orthogonal Codes (OOC) dalam komunikasi serat optik CDMA dengan Korelasi Maksimum Satu menggunakan Modified Prime Code (MPC) / kode prima yang dimodifikasi .

1.5 Pembatasan Masalah

Agar permasalahan yang dibahas lebih terfokus dan tidak melebar, maka Tugas Akhir dengan judul “Realisasi Optical Orthogonal Code (OOC) Dengan Korelasi Maksimum Satu”, mengambil batasan masalah seperti berikut :

1. Bilang prima maksimal yang digunakan (p) adalah 11 2. Batas nilai korelasi silang maksimal 1 (satu)

(63)

3 Universitas Kristen Maranatha 4. Untuk menghitung kinerja dari hasil OOC ini menggunakan penilaian

Probability of error (baik simulasi maupun teori)

1.6 Sistematika Penulisan.

Bab I : Pendahuluan.

Bab ini berisi latar belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori.

Bab ini berisi landasan teori dari CDMA dalam komunikasi serat optik, kode kode optik orthogonal, kode prima dan kode prima yang dimodifikasi.

Bab III : Perancangan Simulasi Optical Orthogonal Codes Dengan Kode Prima Yang Dimodifikasi.

Dalam bab ini dibahas tentang rancangan optical orthogonal codes menggunakan kode prima yang dimodifikasi, diagram alir CDMA dengan MPC yang disederhanakan, dan diagram alir pembangkitkan kode prima yang dimodifikasi (MPC).

Bab IV : Data Pengamatan Dan Analisa

Bab ini membahas tentang proses pengujian optical orthogonal code (OOC) dalam komunikasi serat optik CDMA dengan menggunakan kode prima yang dimodifikasi.

Bab V : Kesimpulan dan Saran.

(64)

34 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil simulasi dan analisis Tugas Akhir dan saran-saran yang perlu dilakukan untuk perbaikan serta pengembangan dimasa mendatang.

5.1 KESIMPULAN

1. Dengan menggunakan Modified Prime Code korelasi maksimum satu menghasilkan probability of error yang tetap, berbeda dengan teori yang mengalami kenaikan yang signifikan.

2. Probability of error tidak mengalami kenaikan yang signifikan pada simulasi walaupun jumlah user bertambah pada bilangan prima 3 menjadi 5, 7 dan 11.

5.2 SARAN

(65)

35 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

1. Andreas Karlsson, “Simulation of a CDMA system based on optical orthogonal codes”. 2. C.L. Weber, G.K. Huth and B.H. Batson, “ Performance Considerations of Code Division

Multiple Access System,” IEEE Transactions. Veh. Technology., Vol. VT-130, pp. 3-10, Febr 1994.

3. Hongxi Yin and David J. Richardson, “Optical Code Division Multiple Access Communication Networks Theory and Applications”.

4. Keiser, Gerd, “ Optical Fiber Communication,” Mc.Graw Hill Book Company, Singapore, 1991.

5. M.B. Pursley, “ Spread Spectrum Multiple-Access Communications in Multi-User

Communication System,” G. Longo, Ed. New York : Springer-Verlag, 1989.

6. Salehi, J.A., “ Code Division Multiple Access Techniques in Optical Fiber Networks- Part I : Fundamental Principle,” IEEE Transactions On Communications, Vol.37, No 8, 1989, pp. 824-833.

7. Salehi, J.A., “ Code Division Multiple Access Techniques in Optical Fiber Networks- Part II : System Performance Analysis,” IEEE Transactions On Communications, Vol.37, No 8, 1989, PP. 824-833.

Gambar

Tabel 2.1 Urutan prima Si disusun untuk p =5……………………...
Gambar 4.10 Perhitungan Korelasi Silang C1 dan C3 Untuk Bilangan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

81 Dari hasil rekapitulasi tingkat kompetensi guru dalam pengetikan dasar, aplikasi powerpoint, internet, pembuatan media audio visual, dan pengoperasian media audio

Sedangakan Devito (2011:252) mendefinisikan komunikasi interpersonal dilihat dari tiga pendekatan utama, yang pertama definisi berdasarkan pendekatan

Hasil yang diharapkan dengan adanya aplikasi SMS Gateway ini yaitu dapat membantu, mempermudah, dan mempercepat dalam penyampaian informasi data pantauan posko

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan pengaruh mengunyah permen karet yang mengandung asam sitrat dengan mengunyah permen karet yang tidak

Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi yang diberikan oleh peneliti yaitu pada tes awal ( pre test ) nilai rata-rata peserta didik 39,52 dengan prosentase ketuntasan

Pembaruan dan modernisasi manajemen yang dikembangkan oleh pendiri Muhammadiyah ini merupakan suatu langkah dalam meng-counter model personal based management yang dikembangkan