1
SKRIPSI
PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN
JAMINAN RESI GUDANG
DALAM PRAKTEK PERBANKAN DI KOTA
DENPASAR
DEWA MADE ARI WIDIYATMIKA NIM.1203005069
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
SKRIPSI
PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN
JAMINAN RESI GUDANG
DALAM PRAKTEK PERBANKAN DI KOTA
DENPASAR
DEWA MADE ARI WIDIYATMIKA NIM.1203005069
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
iii
PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN
JAMINAN RESI GUDANG
DALAM PRAKTEK PERBANKAN DI KOTA
DENPASAR
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
DEWA MADE ARI WIDIYATMIKA NIM. 1203005069
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
vii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat serta karuniaNYA, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Resi Gudang Dalam Praktek Perbankan di Kota Denpasar”. Skripsi ini disusun dalam rangka untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Pembuatan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini baik berupa bimbingan, arahan, saran, dan dukungan teknis maupun moril. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wirocana, SH., MH., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.
2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH., MH., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana.
3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, SH., MH., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana.
4. Bapak I Wayan Suardana, SH., MH., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.
viii
bimbingan, saran, serta waktu yang diluangkan untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Dewa Gde Rudy, SH., M.Hum. Dosen Pembimbing II atas bimbingan, saran, serta waktu yang diluangkan untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.
7. Bapak I Ketut Keneng, SH., MH. Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
8. Bapak/Ibu Dosen/Asisten Dosen yang telah membimbing dan membekali ilmu selama mengikuti perkuliahan.
9. Bapak/Ibu Staff Tata Usaha, Staff Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan bantuan dalam mengurus segala keperluan administrasi selama mengikuti perkuliahan dan sehubungan dengan penulisan skripsi ini.
10.Bapak Gatot Supriatin KASIDALUR Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali yang banyak memberikan informasi dalam penulisan skripsi ini. 11.Bapak Anak Agung Gede Bagus Nareswara Relationship Manager PT. Bank
Mandiri (Persero) Tbk. yang banyak memberikan informasi dalam penulisan skripsi ini.
ix
13.Istri dan anak tercinta Putu Maya Widya Chandrayani dan Dewa Ayu Tiara Purnamasari Diatmika atas segala doa dan dukungannya selama menyelesaikan penulisan skripsi ini.
14.Orang tua tercinta Dewa Made Puja, dan Desak Putu Istami, dan kakak tercinta Dewa Putu Gede Wedha Anggarayana, SE. dan adik Dewa Ayu Intan Fridayanti, ayah mertua Bapak Agus Supardi, SE. dan ibu mertua Ibu Ni Wayan Sartikawati, SE, serta Kadek Kharisma Suryandari dan Komang Gede Pradnyan atas semua dukungan, saran dan doanya yang tulus dan tiada hentinya selama menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana. 15.Sahabat tercinta Eric Hendrawan, Pebry Dirgantara, Gede Adi Nugraha, I.B.
Komang Paramartha, Wriyawan Aries, dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yakni rekan-rekan angkatan 2012, dan semua teman-teman di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan dukungan dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, dan masih banyak kekurangannya. Untuk itu sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Denpasar, 15 Maret 2016
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN ... i
HALAMAN SAMPUL DALAM ... ii
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iv
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
ABSTRAK ... xiv
ABSTRACT ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Rumusan masalah ... 6
1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 6
1.4 Orisinalitas ... 7
1.5 Tujuan Penelitian ... 9
1.5.1 Tujuan umum ... 9
1.5.2 Tujuan khusus ... 10
xi
1.6.1 Manfaat teoritis ... 10
1.6.2 Manfaat praktis ... 10
1.7 Landasan Teoritis ... 11
1.8 Metode Penelitian ... 19
1.8.1. Jenis penelitian ... 19
1.8.2. Jenis pendekatan ... 20
1.8.3. Sifat penelitian ... 20
1.8.4. Data dan sumber data ... 21
1.8.5. Teknik pengumpulan data ... 22
1.8.6. Pengolahan dan analisis data ... 22
BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN JAMINAN KREDIT ... 24
2.1. Pengertian Pernjanjian Kredit Bank ... 24
2.2. Fungsi dan Jenis Perjanjian Kredit ... 27
2.3. Prinsip-Prinsip Dalam Pemberian Kredit Bank ... 31
2.4. Jaminan Dalam Pernjanjian Kredit ... 33
2.5. Jenis-Jenis Jaminan Kredit ... 34
BAB III PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMININAN RESI GUDANG DALAM PRAKTEK PERBANKAN DI KOTA DENPASAR ... 45
3.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Resi Gudang ... 45
3.2. Manfaat dan Tujuan Sistem Resi Gudang ... 54
xii
3.4. Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit ... 59
3.5. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Resi Gudang ... 62
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI KENDALA PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN RESI GUDANG DALAM PRAKTEK DI KOTA DENPASAR ... 81
4.1.Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Resi Gudang Dalam Praktek Di Kota Denpasar ... 81
4.2.Peranan Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Resi Gudang ... 92
BAB V PENUTUP ... 95
5.1. Simpulan ... 95
5.2. Saran ... 96
DAFTAR PUSTAKA ... 98
xiii
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
1.1 Materi Perbedaan Penelitian ... 7
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
3.1 Prosedur Pelaksanaan Pemberian Kredit
xiv
PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN RESI GUDANG DALAM PRAKTEK PERBANKAN
DI KOTA DENPASAR
ABSTRAK
Sistem Resi Gudang dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi petani maupun kelompok petani dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang. Menurut ketentuan pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem resi gudang bahwa Resi Gudang sebagai dokumen kepemilikan dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa dipersyaratkan adanya agunan lainnya. Dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar melihat resiko usaha tani masih sangat tinggi karena sangat bergantung pada faktor alam atau cuaca yang sulit untuk dikendalikan. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah pelaksanaan dan faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di kota Denpasar. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis bagaimana pelaksanaan dan faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di kota Denpasar.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum empiris. Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan fakta dan, pendekatan perundang-undangan.
Kesimpulan dalam skripsi ini adalah masih belum terlaksana karena belum terpenuhinya empat komponen yang terdiri dari ketersediaan gudang Sistem Resi Gudang, kesiapan pengelola, keandalan sistem, dan ketersediaan komoditas Sistem Resi Gudang. Dari segi petani kendala yang dihadapi yaitu keterbatasan pemahaman mengenai manfaat dari sistem resi gudang, sedangkan dari segi Perbankan di Kota Denpasar masih ada keraguan dalam pemberian kredit dengan jaminan resi gudang lebih percaya pada fix asset, dan Belum terdapat Kantor Wilayah Lembaga Jaminan Resi Gudang di Provinsi Bali. Saran dari penelitian ini untuk melaksanakan sosialisasi secara komperhensif dengan dilanjutkan pembangunan fasilitas-fasilitas pendukung untuk terlaksananya pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di kota Denpasar.
15
IMPLEMENTATION OF CREDIT GUARANTEE WAREHOUSE RECEIPT IN PRACTICE BANKING IN DENPASAR
ABSTRACT
Warehouse Receipt System can facilitate the provision of credit to farmers and groups of farmers with collateral inventory or goods stored in the warehouse. According to the provisions of Article 4 (2) of Law Number 9 of 2006 on the warehouse receipt system that the warehouse receipt as a document of ownership can be used as security for the debt completely without required any other banking practice in the city of Denpasar. The purpose of this thesis was to analyze how the implementation and any factors that constrain lending with collateral warehouse receipts in the banking practice in the city of Denpasar.
The method used in this thesis is empirical legal research. Approach to the problem that will be used in this research is to use facts and approach, the approach of legislation.
The conclusion of this thesis is still yet to be done because it has not fulfilled the four components consisting of warehouse with Warehouse Receipt System, preparedness manager, system reliability, and availability of commodities Warehouse Receipt System. In terms of farmers' constraints faced by the limited understanding of the benefits of the warehouse receipt system, while in terms of Banking in Denpasar there are still doubts in the provision of credit to guarantee the warehouse receipt believe more in fixed assets, and the lack of a regional office Guarantee Institute Warehouse Receipt in the Province Bali. Suggestions from this study to conduct socialization comprehensively with the continued construction of support facilities for the implementation of the provision of credit to guarantee the warehouse receipt in the banking practice in the city of Denpasar.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang mememiliki sumber daya alam yang
melimpah, hamparan lahan yang luas, keragaman hayati yang melimpah, tanah
yang subur dan beriklim tropis melihat keadaan alam tersebut bercocok tanam
dapat dilakukan sepanjang tahun dan dapat dimanfaatkan sescara maksimal guna
dapat menghasilkan produk-produk pertanian yang berkualitas tinggi. Seperti
diketahui bahwa mayoritas penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai
petani, dan pertanian merupakan sektor yang sangat penting pada perekonomian
dalam pemenuhan kebutuhan pangan serta bisa dapat menjadi sumber pendapatan
negara.
Permasalahan yang sering muncul dalam usaha agribisnis di Indonesia
yang menimpa petani kecil adalah jatuhnya harga pada saat musim panen raya.1 Hal ini sering terjadi pada petani padi, dimana petani padi cenderung memiliki
jadwal tanam seragam, sehingga saat panennya pun bersamaan.2 Pola tanam padi yang dilakukan secara bersamaan tersebut bertujuan agar semua padi yang
ditanam dapat memperoleh jatah pengairan yang cukup dan meminimalkan
serangan hama atau penyakit, sehingga masa panen padi cenderung bersamaan
mempunyai gudang penyimpanan yang memadai. Sehingga dalam kondisi saat
terjadi kelebihan persedian yang berakibat harga pasaran jatuh dan merugikan
produsen yaitu petani.
Guna mewujudkan pembangunan di bidang ekonomi khususnya
kelancaran produksi dan distribusi barang dalam sistem perdagangan diarahkan
pada upaya memajukan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila yang mencakup seluruh
aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan
pemerintah. Masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan dan pemerintah
berkewajiban mengarahkan, membimbing, dan melindungi serta menumbuhkan
suasana yang kondusif. Efisiensi perdagangan dapat tercapai apabila didukung
oleh iklim usaha yang kondusif dengan tersedianya dan tertatanya sistem
pembiayaan perdagangan yang dapat diakses oleh setiap pelaku usaha secara tepat
waktu berdasarkan ketentuan penjelasan atas Undang-Undang No 9 Tahun 2006
tentang Sistem Resi Gudang, Ketentuan Umum Paragraf 1.
Guna menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat pada era
globalisasi diperlukan kesiapan untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat di
bidang ekonomi khususnya perdagangan. Salah satu upaya untuk menghadapi
persaingan tersebut adalah diperlukannya suatu instrumen dalam penataan sistem
perdagangan yang efektif dan efisien, sehingga menyebabkan harga barang yang
ditawarkan dapat bersaing di pasar global. Sistem pembiayaan perdagangan
pengusaha kecil dan petani kecil, yang selama ini masih terbentur masalah
permodalan dan keterbatasan jaminan kredit.
Semenjak adanya Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi
Gudang diberlakukan, jatuhnya harga komoditas agribisnis pada saat musim
panen raya bisa teratasi serta untuk mendukung terwujudnya kelancaran produksi
dan distribusi barang. Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 09 Tahun 2006
yang dimaksud dengan Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan
dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi
Gudang Sistem Resi Gudang merupakan salah satu instrumen penting dan efektif
dalam sistem pembiayaan perdagangan. Sistem Resi Gudang dapat memfasilitasi
pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang yang
disimpan di gudang. Sistem Resi Gudang juga bermanfaat dalam menstabilkan
harga pasar dengan memfasilitasi cara penjualan yang dapat dilakukan sepanjang
tahun. Di samping itu, Sistem Resi Gudang dapat digunakan oleh Pemerintah
untuk pengendalian harga dan persediaan nasional, Resi Gudang sebagai atas hak
(document of title) atas barang dapat digunakan sebagai agunan karena Resi
Gudang tersebut dijamin dengan komoditas tertentu dalam pengawasan Pengelola
Gudang yang terakreditasi.
Sistem resi gudang merupakan sistem yang paling aman dan canggih jika
dibandingkan dengan beberapa sistem yang pernah ada di Indonesia. Dalam
sistem resi gudang terdapat jaminan keamanan bagi perbankan karena semua data
penatausahaan resi gudang terpusat di Pusat Registrasi dan diawasi oleh Badan
maupun calon pemilik barang karena barang yang disimpan dan dikelola dengan
baik oleh pengelola gudang dan dilakukan uji mutu sebelumnya oleh lembaga
penilaian kesesuaian independen yang telah mendapat sertifikasi dari KAN dan
disetujui oleh BAPPEBTI.4
Provinsi Bali memiliki potensi pertanian tanaman pangan dengan
komoditas andalan seperti padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan buah-buahan
hampir tersebar di seluruh wilayah pulau Bali yang sering disebut pulau Dewata
ini. Luas panen komoditas utama di Bali pada tahun 1997 menunjukkan
hasil-hasil berikut: luas panen padi, sawah dan ladang 151.735 ha, hasil-hasil produksinya
818.613 ton; luas panen jagung 44.190 ha, hasil produksinya 107.395 ton; luas
panen ubi kayu 17.946 ha, hasil produksinya 211.499 ton, luas panen ubi jalar
7.486 ha, hasil produksinya 86.856 ton; luas panen kedelai 20.749 ha, hasil
produksinya 29.443 ton. Untuk 1998, produksi padi di Bali mengalami penurunan
sekitar 2,05%, meski luas panennya meningkat 2,35% dibandingkan 1997. begitu
juga dengan luas panen dan produksi palawija, secara umum juga mengalami
penurunan kecuali jagung dan kacang hijau. luas panen dan hasil produksi
pertanian di Bali tahun 1998 adalah sebagai berikut: luas panen padi sawah dan
ladang 155.304 ha, hasil produksinya 818.600 ton; luas panen jagung 45.107 ha,
hasil produksinya 111.598 ton; luas panen ubi kayu 17.917 ha, hasil produksinya
210.010 ton; luas panen kedelai 4.028 ha, hasil produksinya 7.135 ton.5 Melihat
data yang di uaraikan diatas Provinsi Bali memiliki potensi di sektor pertanian,
4 Irma Devita Purnamasari, 2011, Hukum Jaminan Perbankan, Kaifa, Bandung, h.137.
maka demi meningkatkan, mengelola, dan mengembangkan hasil pangan serta
membantu kesejahteraan petani kecil yang terdapat dalam Provinsi Bali sehingga
sistem resi gudang sangat diperlukan guna untuk mewujudkan hal tersebut.
Bank di dalam menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada pihak-pihak
yang membutuhkan khususnya pada para petani yang membutuhkan modal atau
dana tidaklah mudah, karena harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang
ditetapkan oleh bank. Salah satu persyaratan terpenting untuk memperoleh
fasilitas kredit adalah adanya jaminan atau agunan. Di butuhkannya jaminan atau
agunan dalam suatu pemberian fasiltas kredit adalah semata-mata berorientasi
untuk melindungi kepentingan kreditur, agar dana yang telah diberikannya kepada
debitur dapat dikembalikan sesuai jangka waktu yang telah ditentukan. Mengingat
angunan atau jaminan merupakan salah satu unsur dalam pemberian kredit dan
sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur untuk adanya kepastian atas
pelunasan utang debitur, atau untuk pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau
oleh penjamin debitur, maka meskipun berdasarkan unsur-unsur lain telah di
diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan utangnya, jaminan
tambahan atau agunan masih tetap diminta oleh pihak bank.6 Dalam pemberian
kredit dengan jaminan resi gudang pihak bank melakukan analisa kredit sebelum
kredit tersebut diberikan. Dalam perkembangannnya jaminan dan agunan tersebut
haruslah barang-barang yang bermutu tinggi dan mudah di perjual belikan.
Dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek
perbankan di Kota Denpasar melihat resiko usaha tani masih sangat tinggi karena
sangat bergantung pada faktor alam atau cuaca yang sulit untuk dikendalikan.
Bedasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk menulis
skripsi dengan judul “Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Resi
Gudang Dalam Praktek Perbankan Di Kota Denpasar”.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas maka dapat ditarik beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang
dalam praktek perbankan di Kota Denpasar ?
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala pelaksanaan pemberian kredit
dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar ?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Guna menghindari pembahasan yang menyimpang dan keluar dari
permasalahan yang dibahas maka perlu adanya pembatasan atas permasalahan
yang dibahas. Adapun masalah yang dibahas dibatasi ruang lingkupnya sebagai
berikut ;
1. Pertama membahas pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang
dalam praktek perbankan di Kota Denpasar
2. Kedua membahas tentang Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala
pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek
1.4. Orisinalitas Penelitian
Penulis menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi dengan judul
"Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Resi Gudang Dalam Praktek
Perbankan Di Kota Denpasar " ini merupakan hasil penelitian, pemikiran dan
pemaparan asli penulis. Jika terdapat referensi terhadap karya orang lain atau
pihak lain, maka dituliskan sumbernya dengan jelas. Beberapa penelitian dengan
jenis yang sama yang ada dalam internet atau perpustakaan skripsi diantaranya
tentang “Pelaksanaan Pembinaan Sistem Resi Gudang Di Kabupaten Blitar͇dan
͆ Perlindungan Hukum Terhadap Lembaga Perbankan Sebagai Kreditur
Penerima Hak Jaminan Resi Gudang”. Dari kedua penelitiaan yang telah ada
tersebut terdapat perbedaan dengan penelitian saya karena penelitian saya
berfokus pada penelitian pada Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan
Resi Gudang Dalam Praktek Perbankan Di Kota Denpasar. Berikut terlampir
materi perbedaan penelitian yang telah ada dengan penelitian ini :
Tabel 1.1 Materi Perbedaan Penelitian
oleh Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, Dinas Pertanian
dan Bank Pembangunan
2.
Kabupaten Blitar?
Apa hambatan dan upaya
dalam pelaksanaan pembinaan
Sistem Resi Gudang di
Kabupaten Blitar oleh Dinas
Perindustrian & Perdagangan,
Dinas Pertanian dan Bank
Pembangunan Daerah Jawa
Timur di Kabupaten Blitar ?
3 Dewa Made
1) Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi Fakultas Hukum
Universitas Udayana khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan
mahasiswa.
2) Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah
3) Untuk pembulat studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana, sebagai
syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum.
4) Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi
gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar
5) Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala
pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam
praktek perbankan di Kota Denpasar
1.5.2 Tujuan khusus
a. Untuk memahami dan menganalisis pelaksanaan pemberian kredit
dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar
b. Untuk memahami tentang faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala
pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam
praktek perbankan di Kota Denpasar.
1.6. Manfaat Penulisan
1.6.1Manfaat teoritis
1. Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu
hukum
2. Untuk memperluas khasanah berpikir tentang pelaksanaan pemberian
kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota
Denpasar
1.6.2 Manfaat praktis
1. Memberikan tambahan refrensi bagi institusi pendidikan dan mahasiswa
pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di
Kota Denpasar.
2. Bagi masyarakat, memberikan pengetahuan praktis mengenai hukum
jaminan dalam hal pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi
gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar.
3. Penulisan ini diharapkan sebagai pedoman dalam penyelesaian masalah
mengenai pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang
dalam praktek perbankan di Kota Denpasar.
1.7. Landasan Teroristis
Teori Efektivitas Hukum yang diungkapkan oleh Soerjono Soekanto
terdapat lima faktor-faktor terhadap efektivitasnya hukum atau peraturan yang
berlaku di masyarakat melipiuti :
1. Faktor hukumnya sendiri
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan atau pelaksanaan
hukum
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.7
Mengenai kredit menurut ketentuan pasal 1 angka 11 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan dirumuskan bahwa “Kredit adalah penyedian uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga”.
Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana
disebut diatas, suatu pijam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit
perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut ;
1. Adanya penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyedian uang. Penyedian uang atau tagihan dapat dipersamakan dengan
penyedian uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak penyedia
dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut
sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang dapat
dipersmakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya
berupa pemberian (penerbitan) garansi bank dan penyediaan fasilitas dana
untuk pembukaan letter of credit (LC).
2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
merupakan dasar dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat
kesepakatan pinjam-meminjam dibuat oleh bank dengan pihak debitur
yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian kredit.
3. Adanya kewajiban melunasi utang. Pinjam-meminjam uang adalah suatu
utang bagi peminjam. Peminjam wajib melunasinya sesuai dengan yang
diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur adalah suatu
pinjaman uang, dan debitur wajib melakukan pembayaran pelunasan kredit
sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakatinya, yang biasanya
terdapat dalam ketentuan perjanjian kredit. Dengan demikian, kredit
perbankan bukan suatu bantuan dana bank yang diberikan secara
cuma-cuma.Kredit perbankan adalah suatu utang yang harus dibayar kembali
oleh debitur.
4. Adanya jangka waktu tertentu. Pemberian kredit terkait dengan suatu
jangka tertentu. Jangka waktu tersebut ditetapkan pada perjanjian kredit
yang dibuat bank dengan debitur. jangka waktu yang ditetapkan
merupakan batas waktu kewajiban bank untuk menyediakan dana
pinjaman dan menunjukan kesempatan dilunasinya kredit. Berdasarkan
jangka waktu tertentu yang ditetapkan atas pemberian kredit, maka kredit
perbankan dapat dibedakan atas kredit jangka pendek, jangka menengah,
dan jangka panjang. Kredit jangka pendek adalah kredit yang mempunyai
jangka waktu satu tahun atau dibawah satu tahun. Kredit jangka menengah
adalah kredit yang mempunyai jangka waktu diatas satu tahun sampai
dengan tiga tahun, dan kredit jangka waktu panjang adalah kredit
dan mempertimbangkan tujuan penggunaan kredit serta kemampuan
membayar dari calon debitur setelah dinilai kelayakannya. Berdasarkan
pengertian kredit tentang jangka waktu tertentu tersebut dapat disimpulkan
bahwa jangka waktu kredit harus ditetapkan secara tegas karena
menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak.
5. Adanya pemberian bunga kredit. Terhadap suatu kredit sebagai salah satu
bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank
menetapkan suku bunga atas pinjaman uang yang diberikannya. Suku
bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan dan disetujui bank
kepada debitur. Namun, sering pula di sebut sebagai balas jasa atas
penggunaan uang bank oleh debitur. Sepanjang terhadap bunga kredit
yang ditetapkan dalam perjanjian kredit dilakukan pembayarannya oleh
debitur, akan merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama bagi
bank.8
Kelima unsur-unsur yang diuraikan diatas harus dipenuhi bagi suatu
pinjaman uang untuk dapat disebut sebagai kredit di bidang perbankan. Hal ini
sesuai dengan pengertian kredit yang ditetapkan oleh ketentuan pasal 1 angka 11
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Unsur-Unsur kredit yang dikemukakan oleh Thomas Suyatno terdiri atas :
a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa pestasi yang
diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan
datang.
b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahakan antara pemberian
prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan
datang.
c. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari
adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari.
d. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang,
tetapi dapat juga berbentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan
ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka
transaksi-transaksi kredit dalam bentuk uanglah yang lazim dalam praktek
perkreditan.9
Dalam kegiatan pembiayaan melalui bank, penyaluran kredit dikaji dan
dikembangkan secara ke ilmuan, melalui teori perkreditan (find lending
theory).10 Teori ini mengkaji penyaluran kredit oleh bank kepada masyarakat
terutama pengusaha yang menjalankan perusahaan dan manfaatnya bagi
masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Agar penyaluran kredit
lebih berdaya guna, bank menerapkan prinsip kehati-hatian yaitu penyaluran
9 Thomas Suyatno et Al, 2003, Dasar Dasar Perkreditan, Pt Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, h.14.
kredit berdasarkan barang jaminan.11 Asas-asas perkreditan yang sehat dan prinsip-prinsip kehati-hatian dalam kaitannya dengan pemberian kredit, yaitu :
1. Mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad
dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi
utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang
di perjanjikan,
2. Memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan
oleh Bank Indonesia.12
Keyakinan dimaksud didapat setelah dilakukan analisis yang mendalam
terhadap apa yang disebutkan dengan prinsip 5C, yang dapat memberikan
informasi mengenai itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar
(ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya.13 5C dijadikan pedoman untuk pemberian kredit oleh bank yang meliputi :
1. Character (Penilaian Watak/Kepribadian)
Penilaian watak/kepribadian calon debitur dimaksud untuk mengetahui
kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan
pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank di kemudian hari.
2. Capacity (Penilaian Kemampuan)
Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya
dan kemampuan manajerial, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan
11Ibid.
dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya
dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan
pinjamannya.
3. Capital ( Penilaian terhadap Modal)
Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh
mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui
kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek
atau usaha calon debitur yang bersangkutan.
4. Colletral (Penilaian terhadap agunan)
Untuk menanggung pembayaran kredit macet dikarenankan debitur
wanprestasi, maka calon debitur umumnya wajib menyediakan jaminan berupa
agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal
sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diberikan kepadanya.
5. Condition of Economy (Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur)
Bank harus menganalisa keadaan pasar di dalam dan di luar negeri, baik masa
lali maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil
proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai dapat pula diketahui.14
Perjanjian kredit merupakan dasar pemberian kredit oleh Bank, tanpa
adanya perjanjian kredit yang dibuat, disepakati, dan ditanda tangani oleh bank
dan debitur maka tidak ada pemberian kredit. Perjanjian kredit dijadikan dasar
pengikatan antara bank dan debitur yang berisikan hak dan kewajiban kedua belah
pihak sehubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit. Perjanjian kredit
merupakan sebagia perjanjian pokok dan diikuti dengan perjanjian accessoir yaitu
perjanjian jaminan merupakan perjanjian ikutan dan berhenti atau berakhirnya
perjanjian jaminan tergantung dari perjanjian pokok (perjanjian kredit).
Menurut pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.9 Tahun 2006 Resi gudang
adalah surat berharga yang mewakili barang yang disimpan di gudang. Sifat Resi
Gudang sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang No.9 Tahun 2006 meliputi dua
hal, yaitu :
1. Resi Gudang dapat dialihkan, dijadikan jaminan utang, atau digunakan
sebagai dokumen penyerahan barang;
2. Resi Gudang sebagai dokumen kepemilikan dapat dijadikan jaminan utang
sepenuhnya tanpa dipersyaratkan adanya agunan lainnya.15 Sifat hak jaminan resi gudang adalah sebagai berikut :
a. Hak jaminan sebagai perjanjian accesoir
Sesuai dengan sifat lembaga pengikatan jaminan, perjanjian pembebanan hak
jaminan juga merupakan perjanjian accesoir (ikutan) dari suatu perjanjian utang
piutang (pasal 12 ayat 1 Undang-Undang No.9 Tahun 2006). Artinya keberadaan
atau lahirnya perjanjian Hak jaminan tersebut didahului adanya perjanjian pokok,
yaitu perjanjian utang piutang,
b. Hak jaminan hanya untuk menjamin satu utang
Setiap resi gudang yang diterbitkan menurut ketentuan pasal 12 ayat 2
Undang-Undang No.9 Tahun 2006 hanya dapat dibebani satu jaminan utang dan untuk
melindungi kepentingan penerima Hak jaminan serta memudahkan eksekusi
apabila debitor cedera janji, maka resi gudang yang telah dijadikan utang tersebut
wajib diserahkan kepada kreditor,
c. Pembuatan Akta pengikatan jaminan Hak jaminan
Pemebanan hak jaminan resi gudang menurut pasal 14 ayat 1 Undang-Undang
No.9 Tahun 2006 dilakukan dengan pembuatan akta perjanjian hak jaminan antara
pemegang resi gudang atau pemilik barang dengan kreditor,
d. Pemberitahuan Hak jaminan
Di dalam Undang-Undang No.9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang tidak
diatur mengenai kewajiban pendaftaraan hak jaminan, tetapi diatur kewajiban bagi
penerima hak jaminan untuk memberitahukan perjanjian pengikatan resi gudang
sebagai hak jaminan tersebut kepada pengelola gudang dan pusat registrasi diatur
dalam pasal 13 Undang-Undang No.9 Tahun 2006 tujuan pemberitahuan
pembebanan jaminan tersebut adalah untuk mempermudah pusat registrasi dan
pengelola gudang dalam rangka mencegah adanya penjaminan ganda serta
memantau peredaran Resi gudang dan memberikan kepastian hukum tentang
pihak yang berhak atas barang dalam hal terjadi cedera janji.16
1.8. Metode Penelitian
1.8.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk katagori jenis penelitian hukum empiris. Peter
Mahmud Marzuki, menyatakan penelitian hukum empiris adalah data yang
diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui
penelitian lapangan, yang dilakukan baik melalui pengamatan, wawancara,
ataupun penyebaran kuisioner.17 Penelitian hukum empiris beranjak dari adanya kesenjangan antara teori dan realita, kesenjangan antara keadaan teoritis dengan
fakta hukum, dan atau adanya situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk pemenuhan
sistem akademik. Penelitian hukum empiris atau sosiologis lebih menitikberatkan
pada penelitian data primer yaitu melalui wawancara.18 Dipilihnya jenis penelitian
ini karena penelitian ini didasarkan pada realita dan kenyataan sosial yang
terdapat pada masyarakat dan mengkaji mengenai pelaksanaan pemberian kredit
dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan Di Kota Denpasar.
1.8.2. Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunkan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta karena
menjelaskan untuk mengkaji suatu permasalahan di dalam masyarakat atau
lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk mendapatkan fakta,
yang dilanjutkan dengan menemukan masalah, pada pengidentifikasian masalah
dan untuk mencari penyelesaian masalah.19
1.8.3. Sifat Penelitian
Sifat penelitian lebih mengarah kepada penelitian deskriptif yakni
penelitian secara umum termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum,
17Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Predia Media Group, Jakarta, Cetakan I, h. 35.
18Amiruddin dan Zaenal Azikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13.
bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan
gejala lain dalam masyarakat.20
1.8.4. Data dan Sumber Data
Data-data yang diperoleh dari penelitian ini dari dua sumber data :
1. Bahan Hukum Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama
dilapangan dimana data itu berasal dari observasi dan pengamatan tentang
informan. Informasi yang diperoleh dari wawancara itu di dalamnya termasuk
fakta-fakta, pendapat dan persepsi. 21
2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer di antaranya: Undang-Undang, hasil penelitian,
hasil karya dari pakar huku/literatur, jurnal, makalah dan sebagainya.22 Penulis menggunakan bahan hukum sekunder berupa berupa literatur-literatur yang
relevan dengan permasalahan yang dibahas, baik literatur-literatur hukum
(buku-buku hukum (textbook) yang ditulis para ahli yang berpengaruh (de
hersender leer), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2006
tentang Sistem Resi Gudang, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007
tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 09 Tahun 2006 tentang Sistem Resi
Gudang, pendapat para sarjana, dan artikel atau berita yang diperoleh via
internet.
3. Sumber bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, diantaranya kamus,
20M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian Dan Aplikasinya, Cet. I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 43.
21Amiruddin dan H. Zaenal Azikin, op.cit, h. 30.
ensiklopedi dan indeks komulatif.23 Disini penulis juga menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai sumber bahan hukum tersier.
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data
Sebagai penelitian ilmu hukum dengan aspek empiris, maka dalam teknik
pengumpulan data ada beberapa teknik yaitu studi dokumen, wawancara
(interview). Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
melalui:
a. Teknik Wawancara: dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada informan yang dirancang atau yang telah dipersiapkan sebelum untuk
memperoleh jawaban-jawaban yang relevan mendukung permasalahan yang
diajukan dalam penelitian. Dan dari jawaban ini diadakan pencatatan
sederhana yang kemudian diolah dan dianalisa. Dalam teknik wawancara
yang dilakukan penulis informan terdiri dari pihak Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Bali, dan Perbankan yang terdapat di Kota Denpasar.
b. Teknik Studi Dokumen: studi pustaka ini diperoleh dengan cara mempelajari
kitab peraturan perundang-undangan, buku-buku ilmiah, jurnal, dan
bahan-bahan lain yang dapat dijadikan sebagai data yang mendukung penyusunan
skripsi ini.
1.8.6 Pengolahan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dengan analisis
kualitatif. Adapun yang dimaksud analisis kualitatif adalah analisa yang tidak
digambarkan dengan angka-angka tetapi berbentuk penjelasan dan
pendeskripsian,24 dan data yang diperoleh tersebut diolah menjadi rangkaian kata-kata yang bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat
disusun ke dalam struktur klasifikasi.25Data yang telah didapatkan dan dikumpulkan tersebut, berupa data primer maupun data sekunder yang merupakan
hasil dari wawancara dan studi kepustakaan yang diolah secara kaulitatif.
Kemudian mengkualifikasikan dan mengumpulkan data berdasarkan kerangka
penulisan penelitian secara menyeluruh. Selanjutnya data yang diklasifikasikan
dianalisa secara deskriptif kualitatif yaitu dengan cara menggambarkan secara
jelas dan sistematis yang kemudian dapat diperoleh suatu kesimpulan atas
permasalahan yang dibahas.
24Amarudin dan Zainal Azikin, op.cit, h. 167.
BAB II
TINJAUN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT
DAN JAMINAN KREDIT
2.1.Pengertian Perjanjian Kredit
Menurut ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata perjanjian adalah suatu
perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih. Subekti mengukapkan perjanjian adalah suatu peristiwa di mana
seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal.26 Sementara pengertian kredit menurut para ahli Achmad
Anwari memberikan arti kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh satu pihak
kepada pihak lain dan prestasi (jasa) itu akan dikembalikan lagi pada waktu
tertentu yang akan datang dengan disertai suatu kontra prestasi (balas jasa berupa
biaya).27 Menurut Djuhaendah Hasan dari beberapa pengertian yang dikemukakan
para sarjana dalam literatur kredit adalah suatu perjanjian yang objeknya dapat
berupa uang atau barang, meskipun titik temu antara semua pendapat sarjana itu
akan menuju keapada pengertian peminjaman uang.28 Didalam pasal 1 angka 11
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pengertian Kredit adalah
penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.
26 Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, h.1.
Berdasarkan jangka waktu dan penggunaanya kredit dapat digolongkan
menjadi tiga jenis, yaitu :
1) Kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang yang
diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam
rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasaan, ataupun pendirian proyek
baru;
2) Kredit modal kerja, yaitu kredit modal kerja yang diberikan baik dalam
rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis
dalam siklus usaha dengan jangka waktu maksimal satu tahun dan dapat
diperpanjang sesuia kesepakatan antara pihak yang bersangkutan;
3) Kredit konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan
kepada debitur untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi
dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan
bulanan nasabah debitur yang bersangkutan.29
Pengertian perjanjian kredit di dalam KUH Perdata tidak ditemukan.
Perjanjian dalam KUHPerdata yang mirip dengan perjanjian kredit yaitu
perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam Buku III Bab XIII. Ciri-Ciri
perjanjian kredit yang membedakan dengan perjanjian pinjam-meminjam yaitu
sebagai berikut :
1) Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang bersifat konsensuil. Hal ini
jelas berbeda dengan pinjam meminjam yang bersifat riil dalam pasal
1754 KUH Perdata.
2) Tujuan dan syarat kredit, menurut ketentuan pasal 1755 KUH Predata,
uang yang diperoleh oleh debitur dari kreditur menjadi milik debitur. Oleh
karena itu dalam perjanjian pinjam meminjam uang, debitur sebagai
pemilik uang berkuasa penuh untuk menggunakan uang tersebut untuk
keperluan apapun dan kreditur tidak berhak mencampuri tujuan pemakaian
uang tersebut. Hal tersebut tidak berlaku untuk perjanjian kredit bank.
Penggunaan kredit harus dilakukan sesuai dengan tujuan kredit
sebagaimana ditetapkan di dalam perjanjian kredit. Pemakain kredit oleh
nasabah debitur yang menyimpang dari tujuan kredit memberikan hak
kepada bank untuk mengakhiri perjanjian kredit tersebut secara sepihak
dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh sisa kredit.
3) Syarat penggunaan kredit, kredit bank hanya dapat digunakan menurut
cara tertentu, yaitu dengan menggunakan cek atau perintah pemindah
bukuan. Pada perjanjian kredit bank, kreditur tidak diserahkan oleh bank
ke dalam kekuasaan mutlak debitur. Kredit diberikan dalam bentuk yang
penarikan atau penggunaannya selalu di bawah pengawasan bank. Dilihat
dari hal ini, maka perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian
pinjam-meminjam uang. Dalam perjanjian pinjam pinjam-meminjam uang, uang yang
dipinjamkan diserahkan seluruhnya oleh kreditur ke dalam kekuasaan
debitur dengan tidak disyaratkan bagaimana caranya debitur akan
menggunakan uang pinjaman tersebut30.
Dari hal itu, maka Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil
antara Debitur dengan Kreditur (dalam hal ini Bank) yang melahirkan
hubungan hutang piutang, dimana Debitur berkewajiban membayar kembali
pinjaman yang diberikan oleh Kreditur, dengan berdasarkan syarat dan kondisi
yang telah disepakati oleh para pihak.
2.2.Fungsi dan Jenis Perjanjian Kredit Bank
2.2.1 Fungsi Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian,
pengelolaan maupun pelaksanaan kredit itu sendiri. Perjanjian kredit mempunyai
beberapa fungsi, yaitu diantaranya:
1) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian
kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya
perjanjian lain yang mengikutinya (misalnya perjanjian pengikatan
jaminan).
2) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan
hak dan kewajiaban diantara kreditor dan debitor dan
3) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring
kredit31.
2.2.2. Jenis-Jenis Perjanjian Kredit
Secara yuridis bahwa terdapat dua jenis perjanjian kredit yang digunakan
bank, yaitu;
1) Perjanjian Kredit di Bawah Tangan
Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit di bawah tangan adalah
perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya
dibuat di antara mereka (kreditor dan debitor) tanpa notaris. Akta
perjanjian kredit dibawah tangan ini memiliki beberapa kelemahan, antara
lain:
a. Apabila akan diambil tindakan hukum melalui proses peradilan
karena misalnya alasan debitor wanprestasi, maka seandainya debitor
yang bersangkutan menyangkal atau memungkiri tandatangannya
akan berakibat mentahnya kekuatan hukum perjanjian kredit yang
telah dibuat tersebut. Dalam pasal 1877 KUH Perdata disebutkan
bahwa jika seseorang memungkiri tulisan atau tandatangannya, maka
Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari pada tulisan atau
tandatangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan, tentunya hal ini
akan merepotkan bank.
b. Oleh karena perjanjian ini dibuat hanya oleh para pihak, dimana
formulirnya telah disediakan oleh bank (formulir baku), maka ada
kemungkinan terdapat kekurangan data-data yang seharusnya
dilengkapi untuk suatu kepentingan pengikatan kredit, bahkan dapat
terjadi karena alasan-alasan pelayanan, penandatanganan perjanjian
dilakukan walaupun formulir perjanjian masih dalam bentuk blangko
kosong, bila terjadi perselisihan, debitor dapat menyangkal
perjanjian kredit dengan alasan yang bersangkutan menandatangani
blangko kosong.
c. Apabila akta perjanjian kredit dibawah tangan tersebut hilang karena
sebab apapun, maka bank tidak lagi memiliki arsip asli mengenai
adanya perjanjian tersebut sebagai alat bukti, keadaan ini akan
membuat posisi bank menjadi lemah bila terjadi perselisihan.
Berbeda dengan akta perjanjian kredit notaril, walaupun arsip di
bank hilang, masih ada arsip lainnya di notaris.
2) Perjanjian Kredit Notaril
Yang dimaksud dengan perjanjian kredit notaril (otentik) adalah perjanjian
pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat oleh atau
dihadapan notaris. Mengenai definisi akta otentik dapat dilihat pada Pasal
1868 KUH Perdata. Dari ketentuan/definisi akta otentik yang diberikan
oleh Pasal 1868 KUH Perdata tersebut, dapat ditemukan beberapa hal
sebagai berikut :
(1) Yang berwenang membuat akta-otentik adalah notaris, terkecuali
wewenang tersebut diserahkan pada pejabat lain atau orang
lain.Pejabat lain yang dapat membuat akta otentik adalah misalnya
seorang panitera dalam sidang-pengadilan, seorang juru sita, seorang
jaksa atau polisi dalam membuat pemeriksaan pendahuluan, seorang
pegawai catatan sipil yang membuat akta kelahiran atau perkawinan,
dikenal sebagai “onbezoldigde-hulpmagistraten” ex pasal 39 (6) HIR
yang dapat pula membuat proses verbal suatu akta otentik.
(2) akta otentik dapat dibedakan dalam : yang dibuat “oleh” dan yang
dibuat “dihadapan” pejabat umum. Jika dalam hal “membuat proses
verbal akta” adalah menulis apa yang dilihat dan yang dialami sendiri
oleh seorang notaris tentan perbuatan (handeling) dan kejadian
(daadzaken); membaca dan menadatangani hanya bersama para saksi
akta tersebut di luar hadirnya atau karena atau karena penolakan para
penghadap maka dalam hal “membuat partij akta” notaris membaca isi
akta tersebut, disusul oleh penandatangan akta tersebut oleh para
penghadap dan para saksi, terakhir oleh notaris itu sendiri.
(3) isi dari akta otentik adalah : semua “perbuatan” yang oleh
undang-undang diwajibkan dibuat didalam akta otentik dan semua perjanjian
dan penguasaan yang dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan.
Suatu akta otentik dapat berisikan suatu perbuatan hukum yang
diwajibakan oleh undang-undang, jadi bukan perbuatan oleh seseorang
notaris atas kehendaknya sendiri.
(4) akta otentik memberikan kepastian mengenai atau tentang
penanggalan. Seorang notaris memberi kepastian tentang penanggalan
pada aktanya yang berarti bahwa ia berkewajiban menyebut dalam akta
bersangkutan tahun, bulan, dan tanggal pada waktu mana akta tersebut
dibuat. Pelanggaran dari kewajiban tersebut berakibat akta tersebut
akta di bawah tangan ( pasal 25 S. 1860-3) Reglement tentang jabatan
notaris di Indonesia.32
2.3. Prinsip-Prinsip Dalam Pemberian Kredit
Di dalam praktek perbankan dikenal beberapa prinsip yang digunakan
dalam pemberian kredit pada pihak debitur. Prinsip-Prinspin tersebut antara lain :
1) Prinsip kepercayaan, maksudnya bahwa kredit adalah kepercayaan
kreditur bagi debitur, sekaligus kepercayaan bahwa debitur akan
mengembalikan hutangnya,
2) Prinsip kehati-hatian adalah salah satu konkretisasi dari prinsip
kepercayaan dalam pemberian kredit.
3) Prinsip 5C’s Meliputi :
a. Watak (character), yaitu kepribadian, moral dan kejujuran pemohon
kredit;
b. Modal (capital), yaitu modal dari pemohon kredit yang untuk
mengembangkan usahanya memerlukan bantuan bank.
c. Kemampuan (capacity), yaitu kemampuan untuk mengendalika,
memimpin, menguasai bidang usahanya, kesungguhan dan melihat
perspektif masa depan, sehingga usaha pemohon berjalan dengan baik
dan memberikan untung (rendable);
d. Kondisi ekonomi (condition of economic), yaitu situasi ekonomi pada
waktu dan jangka waktu tertentu, dimana kredit diberikan bank pada
pemohon;
e. Jaminan (collateral), adalah kekayaan yang dapat diikat sebagai
jaminan, guna kepastian pelunasan di belakang hari, kalau menerima
kredit tidak melunasi hutangnya. Jaminan kredit tersebut harus dapat
diyakini sebagai jaminan yang baik dan berharga sehingga akan dapat
memenuhi fungsi-fungsinya, antara lain jaminan kredit sebagai
pengamanan pelunasan kredit, jaminan kredit sebagai pendorong
motivasi debitur, dan fungsi yang terkait dengan pelaksanaan
ketentuan perbankan.33
4) Prinsip 5 P, meliputi :
a. Para pihak (party), dilakukan penggolongan calon debitur yang dibagi
dalam beberapa golongan berdasarkan character, capacity, dan capital.
b. Tujuan (purpose) maksudnya analisis tentang tujuan penggunaan
kredit yang telah disampaikan oleh calon debitur;
c. Pembayaran (payment), artinya sumber pembayaran dari calon debitur;
d. Perolehan laba (profitability) yaitu penilaian terhadapa kemampuan
calon debitur untuk memperoleh keuntungan dalam usahanya;
e. Perlindungan (protection) merupakan analisis terhadap sarana
perlindungan terhadap kreditur.
5) Prinsip 3 R meliputi :
a. Return, adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh perusahaan
peminjam setelah memperoleh kredit;
b. Repayment adalah meperhitungkan kemampuan, jadwal dan jangka waktu
pembayaran kredit oleh debitur, tetapi perusahaannya tetap berjalan;
c. Risk bearing ability adalah besarnya kemampuan perusahaan debitur
untuk menghindari resiko, dan apakah resiko perusahaan debitur besar
atau kecil.34
2.4. Jaminan Dalam Perjanjian Kredit
2.4.1 Pengertian Jaminan
Dalam Bahasa Belanda istilah jaminan memiliki terjemahan yaitu
Zekerheid atau cutie yang mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin
dipenuhinya tagihannya, di samping pertanggungan jawab umum debitur terhadap
barang-barangnya. Menurut dalam Pasal 1131 KUH Perdata Jaminan yaitu
“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah
ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan
perorangan debitur itu”. Hartono Hadisoeprapto mengungkapkan jaminan adalah
sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa
debitor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul
dari suatu perikatan35.
Pengertian kata jaminan kredit dalam perpektif Undang-Undang No.07
Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun
1998 disebutkan dalam ketentuan pasal 8 ayat (1) bahwa “dalam memberikan
kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah , Bank Umum wajib
mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan
kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”. Istilah
jaminan dalam perspektif Undang-Undang No.07 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 diartikan sebagai “keyakinan
atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi
utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang
diperjanjikan”.36
Berkaitan dengan pemberian kredit bank tetap meminta agunan dari
pemohon kredit selain analisis itikad baik dan kemampuan permohonan kredit.
Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Perbankan yang
mengartikan Agunan adalah “Jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur
kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah”. Perjanjian pengikatan jaminan bersifat accesoir artinya
perjanjian pengiktan jaminan keberadaanya tergantung dari perjanjian pokonya
yaitu perjanjian kredit. Tujuan agunan ini untuk mendapatkan fasilitas pemberian
kredit dari bank.
2.5. Jenis-Jenis Jaminan Kredit
Pada umunya jenis-jenis lembaga jaminan sebagaimana dikenal dalam
Tata Hukum Indonesia dapat digolong-golongkan menurut cara terjadinya,
menurut sifatnya, menurut objeknya, menurut kewenangan menguasainya dan
lain-lain.37 Menurut sifatnya, jaminan digolongkan menjadi jaminan perorangan
dan jaminan kebendaan. antara lain :
1) Jaminan Perorangan
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengemukakan bahwa jaminan yang
bersifat perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung
pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur
tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya (contoh borgtocht).38
Dikenal asas kesamaan dalam hak peroranganyang diatur dalam Pasal
1311 dan 1312 KUH Perdat. asas ini memiliki arti bahwa tidak ada
pembedaan atas piutang terdahulu dengan piutang yang terjadi kemudian.
Semua debitur mempunyai kedudukan yang sama terhadap harta kekayaan
debitur.
Pada jaminan perorangan kreditur mempunyai hak menuntut pemenuhan
piutangnya selain kepada debitur yang utama juga kepada penanggung atau
dapat menuntut pemenuhan kepada debitur lainnya. Jaminan perorangan yang
demikian dapat terjadi jika kreditur mempunyai seorang penjamin (borg) atau
jika pihak ketiga mengikatkan diri secara tanggung menanggung dalam
debitur.39 Kata “perorangan” dalam jaminan perorangan harus diartikan
sebagai subjek hukum, yang terdiri dari orang-perorangan (manusia) dan
badan hukum. Oleh karena itu jaminan perorangan ini dapat berupa personal
37 Tan Kamelo, 2006, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni,
Bandung, h.185.
38 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 2007, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, h.46-47.
guaranty (jamina orang/pribadi) dan corporate guaranty (jaminan badan
hukum/ badan usaha).40 Terdapat 3 jenis jamina perorangan, yaitu :
a. Perjnajian penanggungan/Borgtocht (pasal 1820 KUH Perdata)
b. Perjanjian Garansi (Pasal 1316 KUH Perdata)
c. Perjanjian Tanggung-menanggung/tanggung renteng (Pasal 1278
KUH Perdata).
2) Jaminan Kebendaan
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengemukakan bahwa jaminan
kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang
mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu,
dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (dnoite
de suite) dan dapat diperalihkan (contoh hipotik, gadai dan lain-lain.41
Hukum jaminan di Indonesia mengenat 5 (lima) jenis hak jaminan
kebendaan :
a. Gadai
Hak gadai menurut KUH Perdata diatur dalam Buku II Bab XX
Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1161. Menurut Pasal 1150 KUH
Perdata, “Gadai adalah suatu huk yang diperoleh kreditur atas suatu
barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh
kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya dan yang memberi
wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya
40 Djaja S. Meliala, 2007, Perkembangan Hukum Perdata tentang Benda dan Hukum Perikatan,
Nuansa Aulia, Bandung, h.68-69.
dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain; dengan
pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas
tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya
penyelamatan barang itu, yang dikeluarakan setelah barang itu
diserahkan sebagai gadai dan yang harus didahulukan”.Dari
pengertian gadai yang diatur dalam ketentuan Pasal 1150 KUH
Perdata, belum dapat disimpulkan tentang sifat umum dari gadai. Sifat
umum gadai harus dicari lagi didalam ketentuan-ketentuan lain KUH
Perdata yaitu sebagai berikut42:
- Gadai berlaku untuk benda bergerak
Benda yang menjadi objek gadai adalah benda bergerak; baik
berwujud maupun tidak berwujud.
- Gadai bersifat kebendaan
Tujuan sifat kebendaan sebagaimana ketentuan Pasal 528
KUH Perdata adalah untuk memberikan jaminan bagi pemegang
gadai bahwa di kemudian hari piutangnya pasti dibayar dari nilai
jaminan.
- Benda gadai dikuasai oleh pemegang gadai
Sesuai dengan objek benda gadai yang merupakan benda
bergerak, maka harus ada hubungan yang nyata antara benda dan
pemcgang gadai. Benda gadai harus diserahkan oleh pemberi gadai
kepada pemegang gadai. Benda gadai tidak boleh berada dalam
kekuasaan wakil atau petugas pemberi gadai. Ratio dari
penguasaan ini ialah sebagai publikasi untuk umum; bahwa hak
kebendaan (jaminan) atas benda bergerak itu ada pada pemegang
gadai.
Demikian juga hak gadai hapus apabila barang gadai keluar
dari kekuasaan penerima gadai kecuali jika barang itu hilang atau
dicuri padanya, sesuai dengan bunyi Pasal 1152 ayat (3) KUH
Perdata.
- Hak menjual sendiri benda gadai
Berdasarkan ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUH Perdata,
pemegang gadai berhak menjual sendiri benda gadai dalam hal
debitur wanprestasi. Dari hasil penjualan tersebut, pemegang gadai
berhak mengambil pelunasan piutang beserta bunga dan biaya dari
pendapatan penjualan tersebut.
- Hak yang didahulukan
Pasal 1133 jo Pasal 1150 KUH Perdata
- Hak accesoir
Perjanjian gadai merupakan perjanjian ikutan atau accesoir,
yaitu perjanjian yang mengikuti perjanjian pokoknya yang dalam
hal ini yaitu perjanjian kredit. Dengan demikian perjanjian gadai
menjadi hapus apabila perjanjian kredit yang menjadi perjanjian
Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu pemberi gadai
(pandgever) dan penerima gadai (pandnemer). Pandgever, yaitu orang
atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda
bergerak selaku gadai kepada penerima gadai, untuk pinjaman uang
yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga. Pandnemer adalah orang
atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk
pinjaman uang yang diberikannya kepada pemberi gadai
(pandgever).43
b. Hipotik
Pasal 1162 KUH Perdata mendefinisikan hipotik sebagai suatu
hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil
penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Sebagaimana halnya gadai, hipotik ini pun merupakan hak yang
bersifat accesoir. Pasal 1168 KUH Perdata menentukan bahwa hipotik
hanya dapat dilakukan oleh pemilik barang dan pemasangan hipotik
atau kuasa memasang hipotik harus dilakukan dengan akta Notaris,
sebagaimana ketentuan Pasal 1171 KUH Perdata.
Objek hipotik sesuai dengan Pasal 1164 KUH Perdata adalah
bacang tidak bergerak. Hipotik tidak dapat dibebankan atas benda
bergerak. Dengan berlakunya UUHT, maka hak-hak atas tanah hanya
dapat dibebani dengan Hak Tanggungan.