Pikiran
Rakyat
Mewariskan Pesan Budaya
P
ERSERlKATAN Bangsa-Bangsa (PBB) menjadikan tanggal21 Feb-ruari sebagai Rari Bahasa lbu (RBI) lnternasional. Indonesia mulai me-nerapkan hal itu sejak 2005 dan Jawa Ba-rat dalam hal ini Paguyuban Panglawu-ngan Sastra Sunda (PPSS) mulai menge-nalkan dan merayakan RBI setahun ke-mudian (2006).Caranya, dengan menggelar berbagai kegiatan seperti seminar, pembacaan sa-jak, serta lomba tarucing cakra (ITS) ba-gi pelajar, guru, dan umum. Wadah iniju-ga mencoba mengguar bahasa Sunda se-bagai bahasa ibu di berse-bagai daerah lewat kegiatan "Saba Sastra".
Pendek kata, organisasi yang diketuai Dra. Etti R.S., M.Rum. ini mengupayakan agar bahasa Sunda terus tumbuh di ma-syarakat. Pasalnya, kata Etti, bahasa me-rupakan "pintu mas uk" masyarakat da-lam menguak nilai-nilai dan pes an buda-ya buda-yang terkandung dalam tradisi.
Kebudayaan dan nilai-nilai Sunda, me-nurut Etti, akan bisa diwariskan kepada generasi berikutnya apabila generasi ter-sebut bisa dan menggunakan bahasa Sun-da.Namun sebaliknya;jika generasi ber-ikut tidak mempelajari dan mengerti ba-hasa Sunda,jangan harap akan teIjadi pe-warisan budaya.
Pewarisan budaya begitu penting. Se-buah generasi yang mengenaljati diri (asal usulnya) akan dapat menggali segal a potensi dari asal usulnya tersebut. Perso-alan pewarisan budaya tidak melulu hal-hal yang bersifat seni seperti tari, tem-bang, atau yang lainnya, tetapijuga se-mua unsu,r yang berkelindan dengan tra-disi dan kehidupan urang Sunda. Mulai dari perilaku, tata busana, cara makan, obat-obatan, sampai teknologi setempat
yang mguna-kan. "Dengan terkuaknya ni-lai-nilai tradisi kesundaan, orang Sunda mempunyai gambaran ba-gaimana potret diri dan asal usulnya," demi-kian Etti.
Namun, Etti justru sangat menyesalkan, di tengah PPSS "mengampa-nyekan" bahasa Sunda kepada masyarakat dan sedang beren-cana melaku-kan "Saba Sas-tra" ke bebera-pa daerah yang masyarakatnya masih menggu-nakan bahasa Sunda tetapi berada di luar wilayah kesun-daan,justru ba-hasa Sunda
"di-kerdilkan" dengan munculnya wacana daerah-daerah tertentu di J abar diperbo-lehkan tidak (lagi) mem,pelajari dan menggunakan bahasa Sunda sebagai
ba-hasa ibu. .
"Ini ironis sekali, di tengah kita menco-ba menyemenco-barIuaskan kembali bahasa Sunda agar terus dipakai oleh masyara-kat,justru dipotong. Ibaratnya, bahasa Sunda dikerdilkan di daerahnya sendiri, " ujarnya.
Padahal, dalam "Saba Sastra" ke dae-rah-daerah Sunda minoritas, kata Etti, PPSS justru ingin tetap memelihara baha-sa dan budaya Sunda itu walaupun mere-ka tergolong minoritas di wilayah yang berIainan bahasa dan budayanya.
Etti mencontohkan komunitas Sunda Kuningan dan Brebesyang berada di per-batasan dan wilayah Jabar, tetapi masih menggunakan bahasa Sunda dalam kese-hariannya. Komunitas ini menurut Etti sangat haus dan,memerIukan buku-buku dan berbagai sumber informasi ten tang kesundaan. "Kita akan berangkat ke dae-rah tersebut," ujarnya.
la berpendapat, pemerintah bisa saja mengizinkan daerah-daerah tertentu un-tuk mengganti Sunda dengan bahasa lain, walaupun daerah tersebut berada di Jawa Barat. Akan tetapi, melalui simposium ataupun pembicaraan terIebih dahulu.
"
Pewarisan budaya begitu
penting. Sebuah generasi yang
mengenaljati diri
(asal usulnya) akan dapat
menggali segala potensi dari
asal usulnya tersebut.
Persoalan pewarisan budaya
tidak melulu hal-hal y'G.ng
bersifat seni seperti tari,
tembang, atau yang lainnya,
tetapijuga semua unsur yang
berkelindan dengan tradisi
dan kehidupan urang Sunda.
"
--
---Kliping
Humas
Unpad
2009
---
---o
Senin
o
Selasa
o
Rabuo
Kamis
o
Jumat
.
Sabtuo
Winggu4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
20
€D
22 23 24 25 26 27 2J 29 30 31Sebab bagaimanapun, penetapan bahasa
Sunda sebagai bahasa ibu yang dipelajari
di sekolah-sekolah di Jawa Barat
merupa-kan hasil dari kongres bahasa Sunda dan
pembicaraannya yang tidak main-main.
"Artinya,jika kebijakan tersebut akan
diubah, setidaknya harus melalui
peneli-tian terlebih dahulu. Apakah benar para
penutumya sudah sangat sedikit?
Bagai-mana kondisi yang sesungguhnya?
Ja-ngan-jangan di perkotaannya saja," kata
Etti.
Sementara itu, Redaktur Majalah
Sun-da Mangle, Kamo Kartadibrata tiSun-dak
mempersoalkan sedikit
banyaknyajum-lah penutur. Bahasa Sunda yang
diguna-kan oleh sebagian orang pun masih
me-merlukan pembenahan. Malah, masih
ba-nyak pula persoalan kebahasaan yang
be-lum tergarap sehingga bagi Kamo tidak
jadi persoalan bila ada daerah-daerah di
Jawa Barat yangjustru merasa tidak
per-lu mempelajari lagi bahasa Sunda.
"Absa-ya kira, masih ban"Absa-yak daerah lain "Absa-yang
masih mau dan mempelajari bahasa
Sun-da. Dan itu belum kacabak semua.
Meng-apa kita tidak mengurus dan
memaksi-malkan yang masih mau saja," ujamya.
Menurut dia, eksistensi sebuah bahasa
tidak hanya ditentukan oleh populasi.
Akan tetapi, kalaupun itu memengaruhi,
jumlah populasi penutur bahasa Sunda
masih banyak. Walaupun hal itu hanya
ditemukan di sekitar pasisian.
Menyinggung keberadaan media
Sun-da, menurut Kamo, harus ada keinginan
besar dari pemerintah daerah setempat
untuk membiayai media tersebut. Hidup
matinya media Sunda tidak bisa lagi
ber-gantung kepada donatur yang tiba-tiba
ada, tiba-tiba tidak ada. Akan tetapi,
ha-rus menjadi bagian dari kebijakan politis
-,
pemerintah
se-tempat, dalam
hal ini
Peme-rintah Provinsi
Jawa Barat.
Se-lama ini,
bebe-rapa suntikan
dana telah
di-berikan
dona-tur. Namun,
karena lebih
bersifat
tempo-ral, dana
terse-but tidak abadi
dan terpakai
seiring
kebu-tuhan media.
Dalam
kon-teks yang lebih
ril, pembina
PPSSsekaligus
Rektor Unpad
Prof. Dr.
Gan-jar Kumia,
.
D.E.A.,mende-sak pemerintah
agar mau
me-masukkan
ang-garan
pe.ngelo-laan media
massa Sunda
ke dalam
APBD.Anggar-an tersebut nAPBD.Anggar-antinya bisa berupa (lAPBD.Anggar-ana abadi yang diberikan kepada media
terse-but, minimal Rp
2 miHar. Dengan uang tersebut, pengelola media bisa menyim-pannya di Bank J abar sebagai bank peme-rintah. Dengan bunga 12 % dari Rp 2 miH-ar, diperkirakan sudah ada anggaran Rp 240 juta per tahun. Dana tersebut dapat digunakan dan lebih dari cukup untuk se-buah majalah.Sedangkan media yang dibiayai adalah media yang sudah menunjukkan eksis-tensinya, sebut saja Mangle. Media ini menurut Ganjar, sudah mumpuni untuk didanai pemerintah sebagai bagian dari program "ngamumule bahasa Sunda". Dengan pembiayaan seperti itu, pengelola media, tidak harus lagi menggantungkan keperluannya pada iklan dan oplah. Oplah pun dicetak sesuai dengan banyak-nyajumlah sekolah mulai dari SD sampai SMA yang akan menjadi "pelanggan gra-tis" yang dibiayai pemerintah provinsi.
"Berbagai peluang harus dibuka. PPSS