• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka membangun infratsruktur data spasial, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, setidaknya ada 5 (lima) komponen utama yang dibutuhkan, yaitu data, peraturan perundangan, teknologi, standar, dan kelembagaan. Pengesahan UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam upaya perwujudan infrastruktur data spasial di tingkat nasional dengan menerapkan asas keterbukaan. Hadirnya UU-IG merupakan satu jaminan yang melengkapi hak dalam memperoleh informasi untuk meningkatkan kualitas pribadi dan kualitas lingkungan sosial sebagaimana dituangkan pada Pasal 28F, UUD 1945. Lahirnya UU-IG juga untuk mendukung pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya di negeri ini bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, di masa kini dan masa yang akan datang, sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) terdiri atas Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT). Informasi Geospasial Dasar (IGD) terdiri dari jaring kontrol geodesi dan peta dasar. Sedangkan Informasi Geospasial Tematik (IGT) mengacu kepada Informasi Geospasial Dasar (IGD). Pada Informasi Geospasial Dasar (IGD) terdapat berbagai aspek-aspek yang diatur di dalamnya. Aspek-aspek tersebut adalah aspek legal, aspek kelembagaan, dan aspek teknis. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek teknis adalah hal-hal yang berhubungan dengan keilmuan Geodesi. Sehingga, diperlukan kajian mengenai aspek teknis dari Informasi Geospasial Dasar (IGD) yang mengacu kepada Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) sesuai dengan amanat Presiden Republik Indonesia bahwa berbagai bentuk turunan kegiatan dari UU tersebut harus segera dilaksanakan dalam kurun waktu 2 (dua) tahun setelah Undang-undang tersebut disahkan.

(2)

2 Daerah kota memiliki kondisi yang lebih kompleks dibandingkan dengan daerah pedesaan. Kota-kota besar di dunia sudah terlalu padat. Kepadatan itu terjadi karena pertumbuhan populasi penduduk dunia yang semakin meningkat secara signifikan dari waktu ke waktu. Peningkatannya pun berbanding lurus dengan waktu. Jumlah dari penduduk dunia yang terus bertambah ini juga terjadi karena angka natalitas selalu lebih besar dari angka mortalitas. Perkembangan kota yang semakin tidak teratur pun terjadi bukan hanya semata-mata karena pertumbuhan populasi yang besar, tetapi juga terjadi akibat kecenderungan urbanisasi lebih besar daripada reurbanisasi. Dengan kata lain orang lebih senang melakukan migrasi ke kota daripada ke luar kota, sehingga terjadilah efek dari memadatnya kota tersebut. Kota menjadi semakin tidak teratur, baik dilihat secara fisik maupun dari kacamata kehidupan sosial yang terjadi. Contoh permasalahan fisik yang terjadi di kota adalah seperti munculnya permukiman kumuh, pencemaran udara, sulitnya air bersih, menumpuknya sampah, kemacetan yang terjadi hampir setiap detik, dan lain-lain. Permasalahan fisik kota ini merupakan permasalahan pelik kota-kota di dunia, apalagi permasalahan fisik kota di Indonesia karena Indonesia memiliki kepadatan penduduk terbesar kelima di dunia, sehingga permasalahan fisik kota di Indonesia semakin kompleks. Oleh karena itu, diperlukan suatu perencanaan kota yang lebih baik untuk mengatasi permasalahan fisik yang terjadi di kota-kota di Indonesia. Perencanaan kota yang baik membutuhkan informasi geospasial yang baik pula, sehingga dibutuhkan survey pemetaan untuk mengatasi permasalahan fisik yang terjadi di kota-kota di Indonesia. Salah satu hasil dari survey pemetaan adalah peta. Peta berfungsi sebagai sumber informasi dasar. Pada dasarnya peta dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan muatan informasi muka bumi yaitu sebagai berikut:

• Peta topografi

(3)

3 • Peta tematik

Peta yang memuat/menyajikan informasi yang terbatas sesuai dengan tema ataupun kebutuhan informasi tertentu. Peta tematik merupakan peta turunan dari peta topografi.

Sedangkan berdasarkan skala, peta dapat dibagi menjadi beberapa golongan. Pembagian peta berdasarkan skala adalah sebagai berikut [Wongsotjitro, 1980]:

• peta-peta teknis dengan skala 1:10.000

• peta-peta topografi atau peta-peta detail dengan skala lebih kecil daripada 1:10.000 sampai dengan 1:100.000

• peta-peta geografi atau peta-peta ikhtisar dengan skala lebih kecil dari 1:100.000

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa untuk mendapatkan perencanaan kota yang baik dibutuhkan informasi geospasial, dimana peta sebagai sumber informasi dasar. Oleh karena itu, dibutuhkan peta kota. Karena peta topografi merupakan peta dasar dari peta tematik, maka peta kota secara umum yang dibutuhkan adalah peta topografi. Sedangkan terkait dengan skala, peta kota yang dibutuhkan adalah peta kota skala besar, mengingat peta skala besar digunakan untuk perencanaan wilayah.

Perencanaan kota membutuhkan informasi geospasial. Aturan-aturan mengenai informasi geospasial telah diatur oleh Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) yang telah disahkan di tahun 2011. Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) ini merupakan aturan yang mengatur tata cara dalam pembuatan serta penyajian informasi geospasial. Informasi geospasial adalah informasi tentang aspek fisik dan administratif dari sebuah objek geografis. Aspek fisik di sini mencakup bentuk anthropogenic dan bentuk alam. Pada bentuk anthropogenic terkandung di dalamnya fenomena budaya seperti jalan, rel kereta api, bangunan, jembatan, dan sebagainya. Bentuk alam adalah sungai, danau, pantai, daratan tinggi, dan sebagainya.

(4)

4 Sedangkan aspek administratif adalah pembagian atau pembatasan sosio-kultural yang dibuat oleh suatu organisasi atau badan untuk keperluan pengaturan dan pemakaian sumberdaya alam. Termasuk dalam aspek administratif ini adalah batas negara, pembagian wilayah administrasi, zona, kode pos, batas kepemilikan tanah, dan sebagainya.

Pada Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) terdapat aturan-aturan untuk membuat informasi geospasial secara umum. Pembuatan informasi geospasial ini mempunyai beberapa tahap. Tahapan itu adalah pengumpulan data geospasial, pengolahan data geospasial, dan penyajian data geospasial. Penjelasan mengenai tahapan pembuatan informasi geospasial pada Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) ini masih secara umum.

Pelaksanaan teknis pembuatan informasi geospasial memiliki beberapa wahana. Wahana untuk pelaksanan teknik pembuatan informasi geospasial antara lain melalui darat, air, dan udara, sehingga metode yang digunakan pun beraneka ragam seperti survey pemetaan terestris, fotogrametri, citra, dll. Untuk mendapatkan peta skala besar dibutuhkan suatu metode. Metode yang memenuhi tujuan tersebut adalah survey pemetaan terestris. Oleh karena itu, diperlukan kajian teknis Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) berdasarkan survey pemetaan terestris yang memiliki batasan masalah tersendiri. Output dari kajian teknis Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) ini adalah berupa pedoman teknis pelaksanaan survey pemetaan terestris untuk dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan kota-kota di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas pada tugas akhir ini adalah bagaimana cara menyusun pedoman teknis pelaksanaan survey pemetaan skala besar dalam perspektif Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) pada daerah kota yang digunakan sebagai informasi geospasial untuk perencanaan wilayah kota di Indonesia.

(5)

5 1.3 Tujuan

Tujuan dari kajian ini adalah untuk menyusun pedoman teknis pelaksanaan survey pemetaan terestris di lapangan untuk peta topografi skala besar pada Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) untuk daerah kota di Indonesia.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah yang akan dibahas pada penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

a. Pasal-pasal yang terkait dengan ketelitian posisi.

b. Metode survey pemetaan yang digunakan adalah survey pemetaan terestris.

c. Bahasan kajian teknis yang akan dilakukan adalah pedoman teknis pelaksanaan pada kerangka dasar horisontal.

d. Skala yang digunakan untuk penjabaran teknis adalah skala 1:1000. e. Wilayah yang dikaji adalah daerah kota.

1.5 Alur Penelitian

Alur penelitian yang akan digunakan dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari beberapa tahap, yang dapat dilihat pada Gambar 1.1.

(6)

6 Gambar 1. 1. Diagram alir (alur) penelitian

(7)

7 Persiapan

Inventarisasi pengetahuan yang berkaitan dengan tugas akhir, yang berasal dari studi literatur, internet, artikel, dll.

Pengumpulan Data

Mengumpulkan data yang berkaitan dengan kajian teknis yang akan dilakukan. Data yang digunakan adalah sebagai berikut:

• Data primer

Data primer yang akan digunakan adalah Undang-Undang informasi Geospasial (UU-IG) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 2 Tahun 1987.

• Data sekunder

Data sekunder yang akan digunakan adalah data pengukuran kerangka dasar horisontal kemah kerja oleh angkatan 2007 yang berupa sudut horisontal dan jarak mendatar.

Pengolahan Data

Pengolahan data yang dimaksud adalah melakukan kajian teknis terhadap data yang telah dikumpulkan. Data primer berupa Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) yang telah dikumpulkan kemudian diseleksi dan diidentifikasi berupa pasal-pasal yang terkait dengan ketelitian posisi. Dari pasal-pasal yang telah diseleksi tersebut digunakan sebagai acuan untuk menentukan toleransi titik-titik yang digunakan pada pengukuran di lapangan. Selain itu, data primer berupa Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 2 Tahun 1987 dilakukan seleksi dan identifikasi berupa pendefinisian kota. Kemudian dijabarkan menjadi daftar objek kota dan kerapatan objek. Daftar objek dan kerapatan objek ini berfungsi untuk mendapatkan asumsi berupa jarak antar titik-titik di area kota.

Hasil akhir dari seleksi dan identifikasi data primer tersebut digunakan sebagai acuan untuk menentukan toleransi titik kerangka dasar horisontal. Selain itu,

(8)

8 aspek lain yang terkait untuk penentuan toleransi titik kerangka dasar horisontal adalah analisis visual kartografi yang akan dibahas pada tinjaun pustaka. Oleh karena itu, toleransi titik kerangka dasar tersebut digunakan untuk membuat pedoman teknis pelaksanaan survey pemetaan terestris di area kota.

Selain itu, pada tahap pengolahan data, data sekunder berupa data pengukuran kerangka dasar horisontal yang berupa sudut dan jarak diolah menggunakan hitung perataan untuk menghasilkan residu yang akan digunakan di tahapan analisis.

Analisis

Toleransi titik kerangka dasar dianalisis menggunakan perhitungan chi square. Perhitungan ini memerlukan hasil perhitungan data pengukuran berupa residu yang telah diolah pada tahapan pengolahan data. Jumlah dari residu dibagi dengan toleransi titik kerangka dapat digunakan jika memenuhi selang kepercayaan 95%.

Kesimpulan dan Saran

Dari seluruh proses kajian teknis yang dilakukan, dapat ditarik/diambil kesimpulan. Dari kesimpulan yang diperoleh, diajukan beberapa saran dengan harapan agar dapat dicapai hasil yang optimal.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan

Pada bab ini akan diuraikan pokok-pokok pemikiran tentang penulisan tugas akhir yang meliputi latar belakang, perumusan masalah, maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup, dan metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

(9)

9 BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini akan menguraikan tentang teori dasar dalam penulisan tugas akhir yang berkaitan dengan ketelitian pengambilan data, konsep penentuan posisi, konsep pengukuran, dan konsep perambatan kesalahan, analisis visual kartografi, dan konsep hitung perataan.

BAB III Kajian Teknis

Bab ini akan menguraikan mengenai tahapan-tahapan kajian teknis Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) yang berupa proses penyusunan pedoman teknis pelaksaanaan survey pemetaan terestris di area kota.

BAB IV Analisis

Bab ini akan menguraikan analisis yang dilakukan terhadap hasil dari pedoman teknis pelaksanaan survey pemetaan di ara kota berupa toleransi titik kerangka dasar horisontal, apakah toleransi kerangka dasar horisontal tersebut dapat digunakan atau tidak.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan pelaksanaan penelitian dan saran yang berisikan masukan untuk perbaikan ke depan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Jika seseorang itu percaya bahawa kitar semula dapat membantu dalam memulihkan alam sekitar yang kini mempunyai sumber yang amat terhad dan dapat menjimatkan kos dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui volume sedimen yang menjadi salah satu penyebab meluapnya saluran primer avour Sidokare, menghitung debit rancangan drainase

pendidikan rumah tangga miskin di Kelurahan Binuang Kampung Dalam Kecamatan Pauh Kota Padang, 2) Pekerjaan rumah tangga miskin di Kelurahan Binuang Kampung Dalam

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan

Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pola penggunaan obat anti hipertensi pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa, rasionalitas penggunaan obat anti

Berdasarkan hasil analisis pada kajian ini maka dapat disimpulkan nilai ( value ) dari alternatif merk keramik yang ada dengan pendekatan Value Engineering adalah

Indonesia. Tujuh NGO di Indonesia telah mengirim surat kepada PBB, menuntut diadakannya pengadilan internasional. Mereka perlu dukungan dari keluarga korban di sini, karena