• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS PENOLAKAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) HAK ATAS TANAH MELALUI PROSEDUR GUGATAN KE PENGADILAN

(STUDI PUTUSAN MA NO. 3703.K/PDT/2016)

TESIS

Oleh

HERLINA HASIBUAN 167011017 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

ANALISIS YURIDIS PENOLAKAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) HAK ATAS TANAH MELALUI PROSEDUR GUGATAN KE PENGADILAN

(STUDI PUTUSAN MA NO. 3703.K/PDT/2016)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HERLINA HASIBUAN 167011017 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum

2. Dr. Suprayitno, SH, MKn

3. Dr. Rosnidar Sembiring, SH, MHum 4. Dr. Maria Kaban, SH, MHum

(5)

ANALISIS YURIDIS PENOLAKAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) HAK ATAS TANAH MELALUI PROSEDUR GUGATAN KE PENGADILAN

(STUDI PUTUSAN MA NO. 3703.K/PDT/2016)

Adalah karya orisinil saya dan setiap serta seluruh sumber acuan telah ditulis sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, 16 Januari 2020 Yang menyatakan

Herlina Hasibuan

(6)

atas tanah yang telah bersertipikat merupakan implementasi dari asas kebebasan membuat perjanjian. PPJB dengan menggunakan akta notaris dibuat sebagai perjanjian pendahuluan sebelum dilakukannya pembuatan Akta Jual Beli (AJB) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), agar para pihak baik pihak calon penjual maupun pihak calon pembeli dapat mengikatkan dirinya untuk pada akhirnya melaksanakan pembuatan AJB hak atas tanah tersebut dihadapan PPAT.

Perumusan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan hukum tentang pembatalan perjanjian pengikatan jual beli menurut ketentuan hukum yang berlaku, bagaimana akibat hukum pembatalan akta PPJB terhadap para pihak melalui putusan pengadilan dan bagaimana pertimbangan hukum terhadap putusan MA No.3703.K/Pdt/2016 berkaitan dengan pembatalan akta PPJB hak atas tanah.

Jenis penelitian ini adalah normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini adalah Buku III KUHPerdata, UUJN No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UUJN No. 30 Tahun 2004. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis dimana penelitian ini berupaya untuk menggambarkan, memaparkan dan menganalisis permasalahan yang timbul, lalu mencari jawaban yang benar sebagai solusi dari permasalahan tersebut.

Hasil pembahasan dari permasalahan yang timbul dalam penelitian ini pengaturan hukum tentang pembatalan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dengan menggunakan akta notaris dapat dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata yaitu dengan kesepakatan para pihak dan dengan membuat akta pembatalan dengan menggunakan akta autentik notaris atau mengajukan gugatan pembatalan ke pengadilan karena adanya unsur penipuan, unsur pemaksaan, unsur kekhilafan / kesalahan dan unsur penyesatan yang mengakibatkan PPJB tersebut cacat hukum yang dapat dijadikan dalil dalam mengajukan gugatan pembatalan akta autentik PPJB. Selain itu dalil gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dari salah satu pihak dapat pula dijadikan dasar untuk mengajukan gugatan pembatalan akta PPJB. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung telah tepat dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di bidang hukum perjanjian. Hal ini disebabkan karena dalil yang diajukan oleh pihak penjual yaitu adanya gugatan dari pihak ketiga bukan merupakan alasan yang sah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembatalan sepihak tidak dapat dilaksanakan dan merupakan suatu perbuatan yang tidak sah serta melanggar hukum karena tidak memperoleh persetujuan dari pihak lain dan ikut terlibat dalam pembuatan perjanjian.

Kata kunci : Pembatalan, PPJB dan Pihak Ketiga

(7)

PPAT (official Empowered to Draw up Land Deeds) so that both the buyer and the seller are bound together to make land rights AJB before a notary. The research problems are how about the regulation on revocation of a PPJB according to law, hpw about the legal consequence of the revocation of PPJB certificate toward the related parties through litigation, and how about legal consideration of the Supreme Court’s Rulling No.3707.K/Pdt/2016 on the Revocation of PPJB on land rights.

The research used normative method which analyzed legal provisions such as Book III of the Civil Voce and UUJN No. 2/2014 on the Amandement of UUJN No. 30/2004. It also used descriptive analytic method which described, explained, and analyzed the research problems and found the right answer as the solution of the problems.

The result of the research showed that the recovation of PPJB by using notarial deed can be done based on article 1338, paragraph (2) of the Civil Code with the agreement of both parties by making a revocation certificate, using notarial authentic deed of filing a complaint of revocation to the Court since there are elements of fraud, coercion, error, and deluding which cause the PPJB to be legally defective so that it can be used as the grounds for revocation of authentic PPJB certificate. The legal consideration of the Supreme Court Judge is correct and in accordance with contract law because the seller’s argumentation is that the complaint of the third party is not valid according to legal provisions.

Unilateral revocation cannot be carrier out, and it is invalid and illegal since it does not get approval from the other party thow is involved in making the contract.

Keywords : Revocation, PPJB, the Third Party

(8)

Syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT karena hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “ANALISIS YURIDIS PENOLAKAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) HAK ATAS TANAH MELALUI PROSEDUR GUGATAN KE PENGADILAN (STUDI PUTUSAN MA NO. 3703.K/PDT/2016)”.

Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Prof. Dr.

Muhammad Yamin, SH, MS, CN, dan Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, Dr. Suprayitno, SH, MKn, selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah. Kepada Dosen penguji Dr. Rosnidar Sembiring, SH, MHum dan Dr. Maria Kaban, SH, M.Hum, yang telah memberikan masukan/arahan sehingga memperkaya tesis ini.

(9)

rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku Ketua Program Study Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, selaku Sekretaris Program Study Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

6. Para narasumber atas segala informasi yang telah diberikan untuk melengkapi isi penulisan tesis ini.

Terima kasih teramat dalam kepada kedua orang tua terima kasih atas dukungannya. Terima kasih kedua orangtua Ayahanda Ruslan Hasibuan dan Ibunda Dahliana Nasution yang selalu memberikan dukungan dan kesabaran tanpa

(10)

diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang berlimpah kepada kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, 16 Januari 2020 Penulis

Herlina Hasibuan

(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Herlina Hasibuan

Tempat / Tgl. Lahir : Sei Rakyat, 13 November 1987 Alamat : Sei Rakyat, Kecamatan Panai Tengah

Kabupaten Labuhan Batu

Status : Menikah

Agama : Islam

Ayah : Ruslan Hasibuan

Ibu : Dahliana Nasuton

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SDN N 112213 Sei Rakyat Labuhan Batu 2. SMP Pemda Rantau Prapat Labuhan Batu 3. SMA PPR Rantau Prapat Labuhan Batu 4. S1 Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 16

E. Keaslian Penelitian ... 17

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 19

1. Kerangka Teori ... 19

2. Konsepsi ... 25

G. Metode Penelitian ... 27

1. Jenis Penelitian ... 27

2. Sifat Penelitian ... 27

3. Sumber Data ... 28

4. Teknik Pengumpulan Data ... 29

5. Alat Pengumpulan Data ... 29

6. Analisis Data ... 30

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PEMBATALAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI MENURUT KETENTUAN HUKUM YANG BERLAKU ... 32

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang Dibuat dengan Menggunakan Akta Autentik Notaris ... 32

B. Fungsi Perjanjian Pengikatan Jual Beli Yang Dibuat Dihadapan Notaris ... 49

(13)

PARA PIHAK MELALUI PUTUSAN PENGADILAN ... 76

A. Prosedur Pelaksanaan Pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan Menggunakan Akta Notaris ... 76

B. Kekuatan Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan Menggunakan Akta Autentik Notaris ... 92

C. Akibat Hukum Pembatalan PPJB terhadap para pihak melalui putusan pengadilan ... 104

BAB IV PERTIMBANGAN HUKUM TERHADAP PUTUSAN MA NO.3703.K/PDT/2016 BERKAITAN DENGAN PEMBATALAN AKTA PPJB HAK ATAS TANAH ... 110

A. Kasus Posisi Sengketa Pembatalan Akta PPJB Hak atas Tanah yang Dibuat Secara Autentik oleh notaris Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 3703.K/PDT/2016 ... 110

B. Dasar Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan No. 3703.K/PDT/2016 tentang Sengketa Pembatalan Akta PPJB Hak Atas Tanah yang Dibuat Secara Autentik Oleh Notaris ... 114

C. Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan No. 3703.K/PDT/2016 tentang Sengketa Pembatalan Akta PPJB Hak Atas Tanah yang Dibuat Secara Autentik Oleh notaris ... 117

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 126

A. Kesimpulan ... 126

B. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 130

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan suatu bentuk perjanjian yang muncul dari kebutuhan hukum yang berkembang dalam masyarakat. PPJB hak atas tanah yang telah bersertipikat merupakan implementasi dari asas kebebasan membuat perjanjian, dimana para pihak secara bebas dapat menentukan kemauannya dalam membuat perjanjian dengan nama apapun sepanjang perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan juga asas-asas kepatutan dan keadilan yang diakui umum.

Sifat terbuka suatu perjanjian didasarkan pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Di dalam hukum perjanjian ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata tersebut menjadi dasar hukum bagi tiap orang atau badan hukum untuk bebas membuat perjanjian dengan nama apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan undang- undang, asas-asas kepatutan, keadilan dan kesusilaan baik. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata tersebut juga memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian dan berhak menentukan nama, bentuk dan isi suatu perjanjian tersebut sepanjang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa, "Syarat sahnya suatu perjanjian wajib memenuhi empat unsur yaitu:

(15)

1. Adanya kesepatan mereka yang mengikatkan diri 2. Adanya kecakapan untuk membuat perjanjian, 3. Suatu hal tertentu,

4. Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua disebut dengan syarat subjektif yang apabila tidak terpenuhi dapat dimintakan pembatalannya ke pengadilan. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut dengan syarat objektif yang apabila tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat batal dengan sendirinya demi hukum tanpa harus dimintakan pembatalannya ke pengadilan oleh salah satu pihak.1

PPJB dengan menggunakan akta notaris dibuat sebagai perjanjian pendahuluan sebelum dilakukannya pembuatan Akta Jual Beli (AJB) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), agar para pihak baik pihak calon penjual maupun pihak calon pembeli dapat mengikatkan dirinya untuk pada akhirnya melaksanakan pembuatan AJB hak atas tanah tersebut dihadapan PPAT.

Pelaksanaan pembuatan AJB yang dibuat dihadapan PPAT harus memenuhi syarat-syarat agar dapat dilaksanakannya pembuatan AJB tersebut. Karena adanya persyaratan pembuatan AJB yang belum bisa dipenuhi oleh salah satu pihak maka pada umumnya dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah yang ada di masyarakat dilakukan terlebih dahulu PPJB sebagai perjanjian pendahuluan, menunggu dipenuhinya seluruh persyaratan untuk dapat dilaksanakannya suatu pembuatan AJB dihadapan PPAT. 2

1 Muhammad Ridwan, Hukum Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertipikat, pustaka ilmu, jakarta, 2010, hal. 52.

2 Akhmad Mighdad, Akibat Hukum Terhadap Pembatalan Akta Jual Beli : Study Kasus Perkara Perdata No.107/Pdt.G/2010/PN.MDN, Tesis Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, 2012, hal. 87

(16)

Faktor-faktor yang menjadi penghambat terlaksananya pembuatan AJB dihadapan PPAT adalah sebagai berikut :

1. Karena faktor belum terpenuhinya persyaratan yang disyaratkan dalam peraturan perundangan seperti halnya yang ditentukan dalam Pasal 39 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

2. faktor kesepakatan penjual/pembeli itu sendiri, misalkan tentang mekanisme pembayaran peralihan hak atas tanah tersebut yang belum dapat dipenuhi oleh pihak pembeli.

3. Kesengajaan dari pihak penjual maupun pembeli dalam upaya menghindari pajak PPh dan BPHTB yang diwajibkan.

Dengan keadaan di atas tentunya akan menghambat untuk pembuatan akta jual belinya, karena pejabat pembuat akta tanah akan menolak untuk membuatkan akta jual belinya karena belum selesainya semua persyaratan tersebut. Untuk tetap dapat melakukan perbuatan hukum jual beli hak atas tanah dihadapan PPAT maka para pihak baik penjual maupun pembeli sepakat bahwa jual beli akan dilakukan setelah sertifikat selesai diurus, atau setelah harga dibayar lunas dan sebagainya.

Untuk menjaga agar kesepakatan itu terlaksana dengan baik sementara persyaratan yang diminta bisa diurus maka biasanya pihak yang akan melakukan jual-beli menuangkan kesepakatan awal tersebut dalam bentuk perjanjian yang kemudian dikenal dengan nama perjanjian pengikatan jual beli.3 Perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris. Perjanjian pengikatan jual beli atau PPJB dapat dilakukan dihadapan notaris namun pembuatan AJB hak atas

3Ruslan Hartono, Jual-Beli Hak Atas Tanah Bersertipikat, Armico, Bandung, 2010, hal.64

(17)

tanah yang telah bersertipikat wajib dilakukan dihadapan PPAT. Hal ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini adalah PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Faktor kesengajaan dalam upaya melakukan pembayaran pajak baik Pihak terhadap penjual maupun BPHTB terhadap pembeli adalah disebabkan pihak pembeli akan memanfaatkan lahan pertanahan yang telah dibelinya tersebut untuk pelaksanaan pembangunan rumah atau bangunan tempat usaha, apartemen atau perkantoran yang waktunya masih cukup lama, sehingga pelaksanaan pembuatan AJB hak atas tanah yang telah bersertipikat tersebut dihadapan PPAT ditunda untuk sementara waktu oleh pihak pembeli meskipun harga tanah tersebut telah dibayar lunas oleh pihak pembeli dalam pelaksanaan PPJB dihadapan notaris tersebut.4

Suatu perjanjian yang telah disepakati dan telah dituangkan dalam suatu tulisan atau akta baik dalam bentuk akta autentik maupun akta dibawah tangan dan telah ditandatangani oleh para pihak, memiliki kekuatan hukum mengikat bagi para pihak untuk dipatuhi dan ditaati serta dilaksanakan oleh para pihak yang menandatanganinya sebagaimana layaknya undang-undang.5 Para pihak yang telah menandatangani perjanjian tersebut tidak boleh membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak, tanpa adanya kesepakatan dengan pihak lain yang juga menandatangani perjanjian tersebut. Pembatalan sepihak suatu perjanjian oleh salah satu pihak merupakan suatu perbuatan yang melanggar perjanjian

4Mirwan Amir, Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Oleh PPAT, Media Ilmu, Jakarta, 2010, hal.42.

5Edi Marwanto, Perjanjian Jual Beli Hak atas tanah, Dalam Teori dan Praktek, Armico, Bandung, 2010, hal. 64

(18)

pengikatan jual beli itu sendiri. Hal ini disebabkan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelanggaran terhadap suatu perjanjian yang telah disepakati dan ditanda datangani oleh para pihak menimbulkan akibat hukum bagi pihak yang melanggarnya dan menimbulkan hak untuk menuntut dipenuhinya prestasi dalam perjanjian tersebut oleh pihak yang melanggar perjanjian tersebut.6

Pelaksanaan PPJB hak atas tanah dalam bentuk akta autentik notaris sering dilakukan di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. PPJB merupakan suatu perjanjian pendahuluan sebelum dilaksanakannya AJB yang dibuat dihadapan PPAT.

Tujuan pembuatan akta PPJB hak atas tanah dalam bentuk akta notaris adalah untuk memperoleh suatu kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya, karena akta PPJB yang dibuat dalam bentuk akta notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak apabila terjadi sengketa dikemudian hari.

Dalam pembuatan akta PPJB meskipun telah dibuat dalam bentuk akta autentik notaris tidak selamanya berjalan dengan baik dalam pelaksanaannya. Di dalam pelaksanaan PPJB di masyarakat dalam kondisi-kondisi tertentu dapat ditemukan terjadinya berbagai hal, yang berakibat suatu perjanjian mengalami pembatalan, baik dibatalkan oleh para pihak maupun atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.7

6Yulianto Sarbini, Hukum Perjanjian dan Perikatan Berdasarkan KUH Perdata, Banyu Media, Publishing, Malang, 2010, hal. 39

7Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hal. 34

(19)

Pembatalan suatu perjanjian hanya dapat dilakukan apabila ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang mengacu pada syarat sahnya perjanjian yaitu melanggar Pasal 1320 ayat 1 dan/atau ayat 2 (dapat dibatalkan) serta melanggar Pasal 1320 ayat 3 dan/atau 4 (batal demi hukum). Batal demi hukum akibat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum menjadikan perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada sejak perjanjian tersebut dibuat, sedangkan dapat dibatalkan akibat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap menjadikan perjanjian tersebut tidak lagi berlaku sejak putusan berkekuatan hukum tetap.

Selain apa yang disebutkan diatas, alasan pembatalan lainnya suatu perjanjian adalah apa yang dinyatakan dalam Pasal 1321 BW, yaitu adanya cacat kehendak diakibatkan kekhilafan (dwaling), paksaan (dwang) dan/atau penipuan (bedrog). Selain alasan pembatalan perjanjian sebagaimana disebutkan di atas, berdasarkan praktik hukum dan yurisprudensi dikenal alasan pembatalan perjanjian lainnya yaitu penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden).

Beberapa contoh yurisprudensi putusan MvO ini dalam putusan Mahkamah Agung adalah Putusan No. 2485K/sip/1982, Putusan No.3431K/sip/1985 dan Putusan No. 3641K/sip/2001. Secara konsep, MvO ini dianggap terjadi apabila salah satu pihak dalam melakukan perjanjian berada dalam kondisi keadaan darurat atau keadaan terpaksa atau keadaan pihak lawan berada dalam kondisi psikologis yang sangat kuat atau penyalahgunaan keadaan-keadaan tersebut.

Penggunaan MvO sebagai alasan pembatalan perjanjian kepada majelis hakim pengadilan, pada dasarnya harus memenuhi syarat :

(20)

1. Keadaan istimewa, keadaan darurat, ketergantungan, ceroboh, jiwa kurang waras dan tidak berpengalaman

2. Suatu hal yang nyata, salah satu pihak mengetahui atau semestinya mengetahui pihak lain dalam keadaan istimewa

3. Penyalahgunaan, salah satu pihak menutup perjanjian walaupun ia mengetahui atau mengeti seharusnya ia tidak menutup perjanjian itu.

4. Hubungan kausal, dimana tanpa menyalahgunakan keadaan itu maka perjanjian tersebut tidak akan ditutup.

Jadi, pada dasarnya penggunaan MvO dalam pembatalan perjanjian harus melihat posisi masing-masing pihak dalam perjanjian yang dibuat tersebut, dimana MvO ini digunakan untuk melindungi pihak dalam posisi yang lemah dalam menutup sebuah perjanjian yang berhadapan dengan pihak yang memiliki banyak kelebihan. Kekuatan atau kelebihan salah satu pihak dalam perjanjian bisa dari sudut mana pun dan masalahnya bukan hanya pada kekuatan dan kelebihan salah satu pihak tetapi pada bagaimana kekuatan dan kelebihan tersebut digunakan oleh salah satu pihak dalam membuat suatu perjanjian.8

Berdasarkan uraian di atas maka pembatalan suatu perjanjian bisa dibedakan kedalam dua terminologi yang memiliki konsekuensi yuridis, yaitu:

a. Nulland Void; Dari awal perjanjian itu telah batal, atau dianggap tidak pernah ada, apabila syarat objektif tidak dipenuhi. Perjanjian itu batal demi hukum, dari semula tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

8Ibid, hal. 34

(21)

b. Voidable; bila salah satu syarat subyektif tidak dipenuhi, perjanjiannya bukannya batal demi hukum, tetapi salah satu puhak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas.

Ketentuan tentang syarat batal dari suatu perjanjian secara sah diatur dalam Pasal 1266 KUH Perdata :

“Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Pengadilan. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka hakim dengan melihat keadaan, atas permintaan tergugat, leluasa memberikan suatu jangka waktu untuk memenuhi kewajiban, tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih dan satu bulan.”

Dari ketentuan Pasal 1266 KUH perdata tersebut di atas dapat dikatakan bahwa syarat agar suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak adalah perjanjian harus timbal balik dan pembatalannya harus dimintakan kepada hakim.

Jika pembatalan yang dilakukan tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, maka dapat dikatakan perbuatan pembatalan tersebut melanggar undang-undang, yakni Pasal 1266 KUH Perdata tersebut di atas.9

Selain itu, pendapat pertimbangan lain dapat dilihat dari alasan pembatalan perjanjian, jika pembatalan tersebut mengandung kesewenang- wenangan, atau menggunakan posisi dominannya untuk memanfaatkan posisi

9Arifin Rachman, Hukum Perikatan Menurut KUH Perdata, Eresco, Bandung, 2015, hal.

26

(22)

lemah (keadaan merugikan) pada pihak lawan, maka hal tersebut termasuk dalam perbuatan melanggar perjanjian, karena kesewenang-wenangan atau memanfaatkan posisi lemah atau keadaan merugikan dari pihak lawan di luar dari pelaksanaan kewajiban yang diatur dalam perjanjian, sehingga bukan merupakan wanprestasi, namun lebih ke arah melanggar kewajiban hukumnya untuk selalu beritikad baik dalam perjanjian.10

Pada saat para pihak telah sepakat dan menuangkan/menandatangani suatu PPJB dalam bentuk tulisan baik yang dibuat secara akta autentik maupun dengan akta dibawah tangan dimana perjanjian tersebut telah memenuhi semua syarat- syarat sahnya suatu perjanjian sesuai ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, maka PPJB tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Apabila salah satu pihak melanggar ketentuan yang termuat di dalam PPJB tersebut maka pihak lain dapat mengajukan tuntutan dipenuhinya ketentuan yang dilanggar oleh pihak lain sebagaimana termuat dalam PPJB tersebut.11

Pihak yang keberatan dengan perbuatan pembatalan tersebut, dapat menggugat melalui Pengadilan Negeri, maka jika gugatannya diterima ada konsekuensi yang harus diterima oleh pihak yang membatalkan perjanjian secara sepihak tadi. Pada dasarnya pembuatan akta PPJB dengan menggunakan akta autentik merupakan suatu perjanjian pendahuluan yang bukan mengakibatkan timbulnya peralihan hak atas tanah tersebut dari pihak penjual kepada pihak

10Wayan Sudharta, Jual-Beli Hak Atas Tanah Melalui Akta PPAT, Andi, Yogyakarta, 2016, hal.50.

11Rismawan Darianto, Prosedur Pembuatan AJB dan Balik Nama oleh PPAT, Elexmedia Komputindo, Jakarta, 2008, hal. 5

(23)

pembeli. Peralihan hak atas tanah tersebut baru terjadi setelah dilakukan pembuatan AJB oleh PPAT dan telah dilakukan balik nama dari nama pihak penjual kepada nama pihak pembeli di kantor pertanahan tempat dimana tanah tersebut berdomisili. Dengan terjadinya balik nama tersebut maka status hak atas tanah tersebut telah beralih dari penjual kepada pembeli.12 Berdasarkan akta PPJB tersebut maka pembatalan perjanjian dapat sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat apabila memperoleh persetujuan dari kedua belah pihak.13

Kasus sengketa Pembatalan sepihak PPJB dalam putusan Mahkamah Agung No.13703.K/Pdt/2016 diawali dengan diajukannya gugatan ke pengadilan negeri Jayapura oleh penggugat/pembanding/pemohon kasasi EK, yang menggugat tergugat/terbanding/termohon kasasi IT dimana penggugat EK dan tergugat IT telah melakukan hubungan hukum dengan menandatangani akta PPJB hak atas tanah No.14 pada tanggal 12 Febuari 2015 milik penggugat seluas 1625 m2 terletak di Jalan Jeruk Nipis, Desa VM, Kecamatan Jayapura Selatan dengan SHM No.417 atau Surat Ukur No.522/1986, tertanggal 10 Maret 1986 dihadapan Notaris/PPAT LH, Notaris di Jayapura. PPJB tersebut disepakati dengan harga dua milyar rupiah, dengan ketentuan PPJB tersebut akan dilanjutkan dengan pembuatan AJB dihadapan Notaris/PPAT LH apabila tanah tersebut telah selesai jangka waktu sewanya, dimana pada saat pembuatan akta PPJB antara penggugat EK dan tergugat IT, status tanah milik EK tersebut masih dalam jangka waktu sewa dengan pihak ketiga.

12Adrian Sutedji, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 47

13Wahyu Riswanto, Sistem Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hal.54.

(24)

Dalam pelaksanaan pembuatan PPJB dihadapan notaris PPAT LH tersebut Tergugat IT memberikan uang muka sebesar Rp 50.000.000 (limapuluh juta rupiah) kepada penggugat EK sebagai panjar untuk peralihan hak atas tanah seluas 1.625 m2 yang terletak di Jalan Jeruk Nipis, Desa VM Kecamatan Jayapura Selatan dengan sertipikat No. 147 atau surat ukur No. 522/1986 tertanggal 10 Maret 1986 yang dibuat dihadapan notaris PPAT LH notaris di Jayapura.

Salah satu ketentuan termuat di dalam PPJB yang dibuat oleh notaris PPAT LH tersebut adalah bahwa sisa harga peralihan hak atas tanah sebesar Rp 1.950.000.000 (satu milyar sembilan ratus lima puluh juta rupiah) akan dibayar secara tunai oleh tergugat IT kepada penggugat EK selaku pemilik tanah setelah selesainya jangka waktu sewa hak atas tanah yang masih dalam status disewakan oleh penggugat EK kepada pihak ketiga, atau setelah tanah dalam keadaan kosong tidak lagi dalam status sewa.

Penggugat EK berjanji akan mengosongkan tanah dan bangunan tersebut terhitung enam bulan sejak tanggal penandatanganan akta PPJB tersebut. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan kewajiban penggugat EK, maka penggugat EK menemui penyewa tanah ESW dengan maksud untuk mengakhiri masa sewa dari penyewa ESW dan ESW sebagai penyewa berjanji kepada penggugat EK tanah dan bangunan yang disewanya tersebut pada tanggal 15 Agustus 2015.

Namun kemudian pada hari Senin tanggal 10 Agustus 2015 penggugat EK digugat oleh seseorang yang bernama AM dan kawan-kawan dengan gugatan melawan hukum yang telah diregistrasi di Kepaniteraan Pengadilan Negeri

Jayapura dengan nomor registrasi gugatan 117/Pdt.G/2015/PN Jap.

(25)

Sebagai dampak dari adanya gugatan dari pihak ketiga AM dan kawan kawan tersebut, penggugat EK menghubungi tergugat IT melalui telepon seluler dan pada hari Selasa 11 Agustus 2015 tergugat IT hadir menemui penggugat EK di toko milik penggugat yang mana dalam pertemuan tersebut penggugat EK menyatakan kepada tergugat IT bahwa penggugat EK tidak dapat melangsungkan jual beli hak atas tanah tersebut karena penggugat EK mendapatkan gugatan dari pihak ketiga yaitu AM dan kawan-kawan atas hak atas tanah yang akan diperjualbelikan kepada tergugat IT tersebut. Oleh karena itu Penggugat EK bermaksud untuk mengembalikan uang muka yang telah diberikan oleh tergugat IT sebesar limapuluh juta rupiah tersebut.

Namun tergugat IT menolak pengembalian uang muka sebesar limapuluh juta tersebut. Atas penolakan pengembalian uang muka dari tergugat sebesar limapuluh juta rupiah tersebut, maka penggugat EK kembali menemui tergugat IT pada hari Rabu tanggal 12 Agustus 2015 menyerahkan surat yang isinya menanyakan nomor rekening tergugat IT untuk melakukan transfer dana sebesar Rp 50.000.000 (limapuluh juta rupiah) sebagai uang muka pembelian hak atas tanah milik penggugat EK yang diterimanya dari tergugat IT. Namun terggugat IT kembali menolak rencana penggugat EK untuk mengembalikan uang muka tersebut melalui transfer dana ke rekening tergugat IT.

Pengembalian uang muka sebesar Rp 50.000.000 (limapuluh juta rupiah) tersebut dilakukan oleh penggugat EK bertujuan untuk menghindari adanya tindakan hukum dari tergugat IT baik pidana maupun perdata sekaligus sebagai perwujudan itikad baik dari penggugat EK. Penggugat EK kemudian bermaksud

(26)

menitipkan uang muka sebesar limapuluh juta rupiah tersebut ke Pengadilan Negeri Jayapura, dan Pengadilan Negeri Jayapura telah menerima titipan uang muka tersebut untuk diserahkan kepada tergugat IT. Karena tergugat IT kembali menolak penitipan uang muka tersebut dari Pengadilan Negeri Jayapura, maka penggugat EK mengajukan gugatan terhadap tergugat IT dengan dalil gugatan (petitum) bahwa tergugat IT telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menolak pengembalian uang muka tersebut dari penggugat EK yang telah dittipkan ke Pengadilan Negeri Jayapura, karena penggugat membatalkan PPJB tersebut secara sepihak akibat adanya gugatan dari pihak ketiga atas tanah yang akan dioerjual belikan tersebut, dan oleh karena PPJB teesebut tidak dapat dilanjutkan dengan pembuatan AJB.

Pembatalan sepihak yang dilakukan penggugat EK atas pelaksanaan PPJB yang dibuat dihadapan notaris/PPAT LH bukan karena adanya kesewenang- wenangan dari penggugat EK tapi karena adanya gugatan dari pihak ketiga AM dan kawan kawan atas tanah yang akan diperjual belikan antara penggugat EK dan tergugat IT tersebut. Terhadap gugatan yang diajukan oleh penggugat EK terhadap tergugat IT maka tergugat IT mengajukan gugatan rekonvensi terhadap penggugat EK.

Dalam gugatan rekonvesinya tergugat IT pada pokoknya dalam dalil gugatan rekonvensinya menyatakan bahwa:Penggugat rekonvensi telah mengalami kerugian materil dan immateril atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat rekonvensi. Oleh karena itu penggugat rekonvensi mengajukan gugatan ganti rugi terhadap tergugat rekonvensi atas kerugian yang

(27)

dialaminya yaitu kerugian materil sebesar lima milyar delapan ratus limapuluh juta lima ratus ribu rupiah dan kerugian immateril sebesar tiga milyar rupiah.

Sehingga total kerugian yang diderita oleh penggugat rekonvensi sebesar delapan milyar delapan ratus juta limaratus ribu rupiah.

Atas gugatan penggugat konvensi EK dan gugatan rekonvensi IT tersebut maka Pengadilan Negeri Jayapura dalam putusan no.129/Pdt.G/2015/PN Jap mengeluarkan amar putusan berupa:

Dalam konvensi/Dalam pokok perkara:

1. Menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya Dalam Rekonvensi:

2. Menolak gugatan penggugat dalam rekonvensi/tergugat konvensi untuk seluruhnya

Dalam konvensi dan Rekonvensi:

Menghukum penggugat dalam konvensi/tergugat dalam rekonvensi membayar biaya perkara sebesar Rp.501.000

Dalam tingkat banding ke Pengadilan Tinggi Jayapura, upaya hukum banding yang diajukan penggugat konvensi/pembanding dalam putusannya No.30/Pdt/2016/PT JAP tanggal 21 Juli 2016 dalam amar putusannya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jayapura No.129/Pdt.G/2015/PN Jap. Atas putusan Pengadilan Tinggi Jayapura tersebut Penggugat konvensi/pembanding/pemohon kasasi EK mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung atas upaya hukum pengajuan Kasasi penggugat EK tersebut dalam putusannya No.3703.K/Pdt/2016 dalam amarnya memutuskan:

(28)

1. Menolak permohonan kasasi pemohon kasasi EK

2. Menghukum pemohon kasasi/penggugat konvensi/pembanding membayar biaya perkara sebesar Rp.500.000 (limaratus ribu rupiah).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hukum tentang pembatalan perjanjian pengikatan jual beli menurut ketentuan hukum yang berlaku?

2. Bagaimana akibat hukum pembatalan akta PPJB terhadap para pihak melalui putusan pengadilan?

3. Bagaimana pertimbangan hukum terhadap putusan MA No.3703.K/Pdt/2016 berkaitan dengan pembatalan akta PPJB hak atas tanah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang pembatalan perjanjian pengikatan jual beli menurut ketentuan hukum yang berlaku?

2. Untuk mengetahui akibat hukum pembatalan akta PPJB terhadap para pihak melalui putusan pengadilan

(29)

3. Untuk mengetahui pertimbangan hukum terhadap putusan MA No.3703.K/Pdt/2016 berkaitan dengan pembatalan akta PPJB hak atas tanah.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis dibidang hukum perjanjian pada umumnya dan perjanjian pengikatan jual beli dengan menggunakan akta autentik notaris pada khususnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum perjanjian yaitu pada Buku Ketiga III KUH Perdata dan juga ketentuan tentang pembuatan akta autentik notaris berdasarkan UUJN No.2 tahun 2014 tentang perubahan atas UUJN No.30 Tahun 2004.

1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum perjanjian pada umumnya dan juga tentang prosedur dan tata cara pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat secara autentik oleh notaris, dimana terjadi pembatalan sepihak dari pihak penjual karena adanya gugatan pihak ketiga atas tanah yang akan diperjualbelikan tersebut.

Pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat dengan menggunakan akta autentik notaris merupakan perjanjian yang harus dipatuhi dan ditaati oleh para pihak yaitu pihak penjual dan pihak pembeli. Apabila PPJB tersebut akan dibatalkan maka ketentuannya harus memperoleh persetujuan kedua belah pihak baik pihak penjual maupun pihak pembeli. Pembatalan sepihak

(30)

terhadap PPJB tersebut merupakan suatu perbuatan melawan hukum sebagaimana termuat di dalam ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata.14

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat, praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai praktek pelaksanaan pembuatan akta PPJB yang dibuat secara autentik oleh notaris yang harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh pihak pembeli dan penjual hingga ditingkatkan menjadi akta jual beli. Pembatalan sepihak yang dilakukan terhadap PPJB hak atas tanah tersebut merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dapat menimbulkan hak bagi pihak yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ganti rugi terhadap pihak yang membatalkan PPJB tersebut.

Pembatalan suatu akta PPJB hak atas tanah yang dibuat notaris secara autentik hanya dapat dilakukan apabila ada kesepakatan dari kedua belah pihak atau sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata dimana salah satu pihak tidak memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah ditanda tangani.

Pembatalan PPJB tersebut harus diajukan ke pengadilan oleh pihak yang dirugikan atas terjadinya wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. 15

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini

14Herlina Suyati Bachtiar, Notaris dan Akta Autentik, Mandar Maju, Bandung, 2015, hal.

68

15 Rahman Hidayat, Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebagai Perjanjian Tak Bernama, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 77

(31)

belum pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini antara lain:

1. Melda Nejhemia Sitinjak, NIM 117011066/MKn USU, dengan judul tesis

“Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian pengikatan Jual Beli (PPJB) Unit Apartemen Sebagai Agunan Dalam Perjanjian Kredit Investasi (Studi diPT.Bank Natiojalnobu Tbk)”.

Pemasalahan yang dibahas :

a. Bagaimana tanggung jawab PT. Internusa Jaya semesta dalam perjanjian pengikatan jual beli unit apartemen jika terjadi wanprestasi?

b. Bagaimana keabsahan PPJB sebagai agunan dalam perjanjian kredit investasi PT. Nationalnobu Tbk dengan PT.ITC Multifinance?

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap PT. Nationalnobu Tbk jika Develkoper tidakdapat melanjutkan pembangunan apartemen karena keadaan memaksa (force majeure) pasca penandatanganan kredit?

2. Wanda Lucia, NIM. 117011154/MKn USU, dengan judul tesis “Analisis Yuridis Atas Akta Notaris Terkait Dengan Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Dengan Cicilan”.

Subtansi permasalahan adalah :

a. Bagaimana pengikatan jualbeli tanah secara cicilan disebut juga sebagai jual beli yang disebut dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang HukumPerdata?

b. Bagaimana status hukum proses jual beli tanah secara cicilan?

(32)

c. Bagaimana status hukum pembeli dalam perjanjian pengikatan jual beli secara cicilan dalam hal penjual wanprestasi?

3. Fenderick, NIM 127011122, dengan judul tesis “Keabsahan Jual Beli Hak Atas Tanah dan Bangunan dengan Akta di Bawah Tangan serta Upaya Hukum Pembeli untuk Melakukan Peralihan Hak / Balik Nama Atas Tanah”

Pemasalahan yang dibahas :

a. Bagaimana legalitas jual beli hak atas tanah dan bangunan dengan akta di bawah tangan?

b. Bagaimana akibat hukum pelaksanaan jual beli hak atas tanah dan bangunan dengan menggunakan akta di bawah tangan?

c. Bagaimana upaya hukum pembeli untuk melakukan peralihan hak / balik nama atas tanah yang dibeli berdasarkan jual beli hak atas tanah dengan akta di bawah tangan?

Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,16dan suatu teori harus diuji dengan

16 JJJ M, Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jilid I), FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203

(33)

menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaranya.

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan/pegangan teoritis.17 Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pertanggungjawaban hukum dan teori perlindungan hukum.

Teori pertanggung jawaban hukum menurut Hans Kelsen adalah pertanggung jawaban hukum orang pribadi atau orang yang mewakili suatu organisasi kemasyarakatan/perusahaan yang telah melakukan kesalahan dengan cara melakukan perbuatan yang melawan hukum.18

Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.19

Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang

17 M Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994), hal. 80

18Denny Armando, Pertanggung Jawaban Hukum Dalam Teori dan Praktek, Refika Aditama, Bandung, 2011, hal.25.

19Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti Bandung, 2009, hal.60

(34)

dilaksanakan20. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik,21

Mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu:

a. Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.

b. Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan.22

Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggung jawab yang harus ditanggung.

20Muryanto Resnik, Tanggung Jawab Profesi Hukum Dalam Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal 41

21Donny Hasbullah, Kewajiban Dan Wewenang Jabatan Serta Pertanggung jawaban hukumnya, Ghalia, Indonesia, 2006, hal.77.

22Ibid, hal.78

(35)

Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut:23.

1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.24

2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Kata “dianggap” pada prinsip “presumption of liability” adalah penting, karena ada kemungkinan tergugat membebaskan diri dari tanggung jawab, yaitu dalam hal ia dapat membuktikan bahwa ia telah “mengambil” semua tindakan yang diperlukan untuk menghindarkan terjadinya kerugian.25

Dalam prinsip ini, beban pembuktiannya ada pada si tergugat. Dalam hal ini tampak beban pembuktian terbalik (omkering van bewijslast). Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah (presumption of innocence). Namun jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak asas

23Suparman TK Raskito, TeoriPertanggung jawaban hukum, Eresco, Bandung, 2012, hal.16

24 Winarno Suradi, Prosedur Pendaftaran Hak Atas Tanah di Indonesia, Media Ilmu, Surabaya, 2009, hal. 56

25Buchari Rahardiman, Kesalahan dan Pertanggungan Jawaban hukum Profesi, Rajawali Press, Jakarta, 2008, hal.45.

(36)

demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada pada pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat harus menghadirkan bukti-bukti bahwa dirinya tidak bersalah. Tentu saja pihak yang merasa dirugikan tidak dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi pihak yang dirugikan sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh tergugat, jika ia gagal menunjukkan kesalahan tergugat.

3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip yang kedua, prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin atau bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Pihak yang dibebankan untuk membuktikan kesalahan itu ada pada konsumen.26

4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas.27

Apabila dikaitkan dengan penelitian ini maka teori pertanggungjawaban hukum akan digunakan sebagai pisau analisis dalam mengkaji konsekuensi hukum atas pembatalan sepihak yang dilakukan oleh pihak penjual terhadap

26 Rustando Sundoro, Hukum Agraria, Tarsito, Bandung, 2012, hal. 63

27Frandhani Harijanto, Bentuk-Bentuk Pertanggung jawaban Hukum, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2009, hal.55

(37)

PPJB tersebut karena adanya gugatan pihak ketiga atas tanah yang akan diperjual belikan tersebut. Pihak penjual yang membatalkan secara sepihak PPJB tersebut wajib bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan pembatalan sepihak PPJB tersebut. Pihak yang dirugikan atas pembatalan PPJB oleh penjual tersebut berhak untuk mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak penjual berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata.

Perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon adalah perlindungan yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada setiap warga negara agar setiap warga negara terlindungi hak-haknya dari perbuatan-perbuatan yang merugikan warga negara tersebut. Perlindungan hukum juga diberikan oleh para aparat penegak hukum dalam menegakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga hak-hak dan kewajiban setiap warga negara terlindungi secara baik dan tidak merugikan hak dan kewajibannya. Perlindungan hukum yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu perbuatan hal melindungi subjek-subjek hukum dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pelaksanaanya dapat dipaksakan dengan suatu sanksi.28 Di negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila maka negara wajib memberikan perlindungan hukum terhadap seluruh warga masyarakat sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu perlindungan hukum berdasarkan Pancasila berarti pengakuan dan perlindungan hukum akan harkat dan martabat manusia atas dasar nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan,

28 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 2006, hal. 84

(38)

Persatuan, Permusyawaratan serta Keadilan Sosial. Nilai-nilai tersebut melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wadah kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan dalam mencapai kesejahteraan bersama.29

Dalam penelitian ini teori perlindungan hukum dijadikan sebagai suatu pisau analisis untuk melakukan pembahasan terhadap permasalahan yang timbul dalam penelitian ini. Teori perlindungan hukum digunakan untuk mengkaji tentang akibat hukum dari pembatalan sepihak PPJB yang dilakukan pihak penjual terhadap pihak pembeli karena adanya gangguan berupa gugatan dari pihak ketiga atas tanah yang akan diperjualbelikan tersebut. Pihak pembeli yang dirugikan atas perbuatan pembatalan sepihak yang dilakukan oleh penjual harus memperoleh perlindungan hukum karena hak dan kepentingan hukumnya telah diabaikan oleh pihak penjual, sehingga dengan adanya perlindungan hukum yang diberikan oleh aparatur penegak hukum maka pihak pembeli akan memperoleh kembali hak – haknya secara hukum dalam pelaksanaan PPJB tersebut.30

2. Konsepsi

a. PPJB adalah perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat dengan menggunakan akta autentik notaris dimana perjanjian PPJB merupakan perjanjian pendahuluan yang apabila seluruh persyaratan telah

29 Donni Gusmawan, Perlindungan Hukum di Negara Pancasila, Liberty, Yogyakarta, 2007, hal. 38

30R. Subekti, Hukum Perjanjian, Bina Cipta,Bandung , 2010, hal.75

(39)

terpenuhi baik oleh pihak penjual maupun pihak pembeli maka PPJB tersebut akan ditingkatkan menjadi AJB yang dibuat dihadapan PPAT.31 b. Akta jual beli adalah dokumen peralihan hak atas tanah yang telah

bersertipikat dari penjual kepada pembeli yang menjadi dasar perbuatan hukum bagi pembeli untuk melakukan pendaftaran dan balik nama di kantor pertanahan dimana tanah tersebut berada32.

c. Hak Atas Tanah Bersertipikat adalah Hak atas tanah yang dimiliki oleh orang pribadi sebagai hak milik yang telah terdaftar haknya di kantor pertanahan tempat dimana tanah tersebut berada dan telah dikeluarkan dokumen berupa bukti kepemilikan hak atas tanah tersebut oleh kantor pertanahan yang bnersangkutan33

d. Pembatalan Akta PPJB adalah pembatalan akta PPJB hak atas tanah bersertipikat yang dibuat secara autentik oleh notaris oleh pihak penjual karena adanya gangguan dari pihak ketiga berupa gugatan atas tanah yang akan diperjualbelikan yang menimbulkan kerugian bagi pihak pembeli34 e. Gugatan PPJB adalah suatu pengajuan gugatan oleh pihak pembeli kepada

pihak penjual ke pengadilan karena adanya kerugian yang diderita oleh pihak pembeli dengan dilakukannya pembatalan sepihak oleh pihak

31Henny Rahmita, Hukum Perikatan Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, Bina Cipta, Jakarta, 2009, hal. 21

32Ruslan Hartono, Jual-Beli Hak Atas Tanah Bersertipikat, Armico, Bandung, 2010, hal.64

33 Irawan Suhardi, Pendaftaran Hak Atas Tanah, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2008, hal 31

34Ibid, hal.34

(40)

penjual karena adanya gangguan berupa gugatan pihak ketiga atas tanahyang akan diperjualbelikan tersebut.35

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.36

Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai peraturan perundangan-undangan yang berlaku di dalam hukum perjanjian yaiktu Buku III KUH Perdata, UUJN No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UUJN No. 30 Tahun 2004, dan putusan Mahkamah Agung No.3703.K/PDT/2016.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab

35.Agung Ryanto, Prosedur Pengajuan Gugatan Ke Pengadilan Di bidang Pertanahan, Pradnya Paramita Jakarta, 2011, hal.62

36 Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, ANDI, Yogyakarta, 2000, hal. 4

(41)

permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.

3. Sumber Data

Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan kepustakaan yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Buku III KUH Perdata, UUJN No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UUJN No. 30 Tahun 2004, dan putusan Mahkamah Agung No.3703.K/PDT/2016.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya buku-buku, atikel, jurnal, karya-karya ilmiah lainnya yang membahas tentang masalah hukum perjanjian dan pembatalan PPJB yang dibuat dengan menggunakan akta autentik notaris.

c. Bahan Hukum Tertier

Bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terbadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berupa kamus umum, kamus hukum, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal hukum, laporan ilmiah yang berkaitan prosedur dan tata cara pembuatan PPJB, dan prosedur pembatalan akta PPJB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana termuat di dalam Buku III KUH Perdata, UUJN No. 2 Tahun

(42)

2014 tentang Perubahan atas UUJN No. 30 Tahun 2004, dan putusan Mahkamah Agung No.3703.K/PDT/2016.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research). Metode penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulakan buku-buku, karya- karya tulis ilmiah, jurnal, Buku III KUH Perdata, UUJN No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UUJN No. 30 Tahun 2004, dan putusan Mahkamah Agung No.3703.K/PDT/2016.

5. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa data primer yakni peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang masalah prosedur dan tata cara pembuatan akta PPJB yang dibuat dengan menggunakan akta autentik notaris dan tata cara pembatalan akta tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum perjanjian yang termuat di dalam Buku III KUH Perdata, UUJN No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UUJN No. 30 Tahun 2004, dan putusan Mahkamah Agung No.3703.K/PDT/2016 yang akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini sebagai data primer yang didukung dengan data sekunder berupa buku, artikel, dan karya ilmiah yang berkaitan dengan pelaksanaan pembuatan akta PPJB yang dibuat secara autentik oleh notaris dan tata cara pembatalan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku maupun

(43)

data tertier berupa kamus hukum, kamus umum, ensiklopedia dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian ini.37

6. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan sataun uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.38 Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan- bahan hukum tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.39 Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan baik melalui studi dokumen.

Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif, sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban terhadap permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu prosedur dan tata cara pembuatan akta PPJB yang dibuat oleh notaris secara autentik dan juga prosedur pembatalan akta PPJB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku yang termuat dalam Buku III KUH Perdata, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat dengan metode deduktif, yaitu melakukan penarikan kesimpulan, diawali dari hal-hal yang bersifat umum untuk

37 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu Media, Malang, 2005, hal. 28

38 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal 106.

39 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal 25.

(44)

kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, sebagai jawaban yang benar dalam pembahasan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.

(45)

BAB II

PENGATURAN HUKUM TENTANG PEMBATALAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI MENURUT KETENTUAN HUKUM YANG

BERLAKU

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang Dibuat dengan Menggunakan Akta Autentik Notaris

Istilah atau perkataan “akta” yang dalam Bahasa Belanda disebut

“acte/akta” dan dalam Bahasa Inggris disebut “act/deed”, pada umumnya mempunyai dua arti yaitu :

1. Perbuatan (handeling)/perbuatan hukum (rechtshandeling); dalam pengertian itulah pengertian yang luas, dan ;

2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai/digunakan sebagai bukti perbuatan hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian sesuatu40

Sedang menurut R.Subekti dan Tjitrosoedibio mengatakan, bahwa kata

“acta” merupakan bentuk jamak dari kata “actum” yang berasal dari bahasa Latin dan berarti perbuatan-perbuatan.41 A. Pitlo mengartikan akta, adalah surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat.42 Sudikno Mertokusumo mengatakan akta adalah surat yang diberi tandatangan, yang memuat peristiwa- peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.

40 Victor M Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Aspek Hukum Akta Catatan Sipil Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hal 50

41 R.Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1980, hal 9

42 A. Pitlo, Pembuktian dan Daluarsa, Terjemahan M. Isa Arif, PT Intermasa, Jakarta, 1978, hal 29

(46)

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1867 KUH Perdata, maka akta dapat dibedakan atas :

a. Akta Autentik

1) Pengertian Akta Autentik

Definisi mengenai akta autentik dengan jelas dapat dilihat di dalam Pasal 1868 KUH Perdata yang berbunyi : “Suatu Akta Autentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.”

Berdasarkan Pasal 1868 KUH Perdata tersebut di atas dapat dilihat bentuk dari akta ditentukan oleh undang-undang dan harus dibuat oleh atau dihadapan Pegawai yang berwenang. Pegawai yang berwenang yang dimaksud di sini antara lain adalah Notaris, hal ini didasarkan pada Pasal 1 angka 1 UUJN No. 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas UUJN No. 30 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan berwenang lainnya sebagai dimaksud dalam undang-undang ini.

2) Syarat-syarat Akta Autentik

Otentisitas dari akta Notaris didasarkan pada Pasal 1 angka 1 UUJN No. 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas UUJN No. 30 Tahun 2004, dimana disebut Notaris adalah pejabat umum dan apabila suatu akta hendak memperoleh stempel otentisitas seperti yang disyaratkan oleh Pasal 1868 KUH Perdata, maka akta yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut :

Referensi

Dokumen terkait

Pengguna akan memasukan url domain ke dalam form input kemudian sistem yang ada pada aplikasi akan melakukan analisis terhadap semua parameter dalam satu waktu,

Setelah beberapa bulan mereka akrab, Toni ingin mengutarakan perasaan yang selama ini ia pendam. Perasaan yang menyiksa dia. Ia berpikir, apakah sebaiknya ia menulis sepucuk surat

Oleh kerana presiden mengikut sistem ketatanegaraan Indonesia seperti yang terdapat dalam sumber hukum dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia, iaitu UUD

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, pencerahan, bimbingan,

Penelitian ini menyimpulkan bahwa model pembelajaran Inkuiri Terbimbing berpengaruh nyata terhadap hasil belajar Biologi siswa kelas VIII SMP Islam Diponegoro

memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter Adapun apa yang menjadi dasar hukum dalam pelayanan medik, menurut King bahwa

Dengan standar ini maka perilaku para pihak dalam melaksanakan kontrak dan penilaian terhadap isi kontrak didasarkan pada prinsip rasionalitas dan kepatutan; dan (2) akibat hukum

Tujuan dari Penelitian ini adalah Mempermudah pekerjaan peternak dalam pemeliharaan sapi, meningkatkan kwalitas pakan ternak sapi , membuat Alat Pemotong dan