• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN DAN SIMULASI SISTEM TRANSMISI OPTIC TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) MENGGUNKAN OPTISYSTEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERANCANGAN DAN SIMULASI SISTEM TRANSMISI OPTIC TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) MENGGUNKAN OPTISYSTEM"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN DAN SIMULASI SISTEM TRANSMISI OPTIC TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) MENGGUNKAN OPTISYSTEM

17

SIMULATION AND ANALYSIS OF THE DESIGN OPTICAL TRANSMISSION SYSTEM TECHNOLOGY OF DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) USING

OPTISYSTEM 17

Esa Ganang Sunjoko

1

, Dadiek Pranindito

2

Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi Institut Teknologi Telkom Purwokerto

1[email protected], 2

Abstrak – Dense Wavelenght Division Multiplexing (DWDM) sebagai salah satu teknologi transmisi serat optik dengan penyediaan kapasitas bitrate dan bandwidth yang besar dalam melayani akses informasi yang tinggi.

Teknologi ini memanfaatkan panjang gelombang (λ) yang berbeda sebagai kanal untuk beragam jenis informasi, kemudian di multiplexing lalu dilewatkan pada satu saluran trasnsmisi fiber optik. Dalam penelitian ini dilakukan analisis performansi sistem DWDM, dengan jarak total sebesar 92 km yang ditransmisikan pada 4 channel (4λ), dimana tiap channel memiliki spacing sebesar 100 GHz dengan bitrate sebesar 5 Gbps dan memiliki bandwidth sebesar 50 Gbps dengan menggunakan dua jenis penguat EDFA dan penguat SOA yang dikombinasikan pada penempatannya yaitu sebagai booster amplifier, inline amplifier, dan pre amplifier. Untuk memaksimalkan kinerja sistem DWDM diperlukan besar daya input power transmitter, jenis dan posisi penempatan penguat yang tepat, maka dilakukannya simulasi untuk membandingkan dan menganalisis hasil penggunaan parameter power input transmitter dan perbandingan performansi posisi penguatan antara EDFA dan SOA berdasarkan parameter penguji Quality factor (Q factor), dan Bit Error Rate (BER).

Pada penelitian ini didasarkan pada tiga skema penempatan penguat didapatkan power penerima sebesar -17,6 dBm untuk booster –inline, -17,25 dBm untuk booster -pre amp, dan -14,18 dBm untuk inline – pre amp dengan sensitivitas penerima sebesar -18 dBm. Dengan toleransi minimal BER sebesar 10-11, penggunaan penguat EDFA-EDFA pada skema booster –inline memiliki hasil BER paling baik 10-19~10-32 pada hasil simulasi.

Kata kunci : FTTH, Bit Error Rate, local loop unbundling, NPV, IRR, payback period

Abstract – Dense Wavelenght Division Multiplexing (DWDM) as one of the optical fiber transmission technology with the provision of a large bitrate and bandwidth capacity in the service of access to high information. This technology makes use of different wavelengths (λ) as channels for various types of information, then in multiplexing then passed on one channel of optical fiber transmission. In this research conducted analysis of DWDM system performance, with a total distance of 92 km transmitted on 4 channels (4 λ), where each channel has a spacing of 100 GHz with a bitrate of 5 Gbps and has a bandwidth of 50 Gbps using two types of EDFA amplifier and SOA amplifier combined in the placement is as a booster amplifier, inline amplifier, and pre amplifier. To maximize the performance of the system DWDM large required power input transmitter power, the type and position of the placement of the precise amplifier, then doing a simulation to compare and analyze the results of the use of parameters power input transmitter and comparison of performance position of the strengthening between EDFA and SOA based on the tester parameters Quality factor (Q factor) and Bit Error Rate (BER).

.

Keywords – Dense Wavelenght Division Multiplexing

, Semiconductor Optical Amplifier, Erbium Dopped Fiber Amplifier, Bit Error Rate, Q factor

.

(2)

I. PENDAHULUAN

Perkembangan jangkauan dan penggunaan internet mendorong pengembangan penyediaan layanan dengan transmisi data yang cepat dan kapasitas yang besar seperti layanan berbasis serat optik. Serat optik saat ini menjadi pilihan yang sangat tepat untuk dipergunakan sebagai media transmisi karena memiliki kapasitas bandwith yang besar dan kecepatan transmisi yang sangat tinggi. Pengoptimalan kapasitas dalam serat optik dilakukan melalui proses penjamakan kanal dalam satu media transmisi. Terdapat beberapa metode penjamakan pada komunikasi serat optik seperti Time Division Multiplexing (TDM) dan Wavelength Division Multiplexing (WDM) yang pada generasi selanjutnya berkembang menjadi sebuah teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM). Teknologi DWDM dianggap paling unggul sebagai media multiplexing karena pada teknologi tersebut dapat membagi kanal dalam daerah panjang gelombang yang berbeda sehingga tenologi tersebut lebih mudah diakses dibandingkan oleh pembagian atas dasar waktu pada TDM [1]. Untuk mendukung performa media transmisi DWDM diperlukan pemilihan teknik pengiriman seperti modulasi eksternal dan pengkodean kanal yang dapat diimplementasikan. Terdapat berbagai jenis pengkodean kanal seperti NRZ (No Return to Zero) dan RZ (Retrun to Zero).

Pemilihan format pengkodean tersebut bertujuan agar kinerja yang didapatkan maksimal. Format modulasi dan pengkodean kanal dapat mempengaruhi sebuah kualitas sinyal, kecepatan media pengiriman serta mengurangi efek dispersi[2]. Teknologi DWDM (Density Wavelength Division Multiplexions) merupakan teknik transmisi yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda yang digunakan sebagai kanal-kanal informasi.

Sehingga setelah dilakukan proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut dapat di transmisikan melalui suatu media serat optik, namun jarak transmisi antara Transmitter dan Receiver yang terlalu jauh membuat tingkatan daya sinyal pada sistem DWDM menurun, hal ini tentunya sangat merugikan karena adanya rugi-rugi sepanjang lintasan[1]. Sehingga dibutuhkan sebuah optical amplifier untuk mengatasi hal tersebut karena memiliki kemampuan untuk menguatkan daya sinyal yang mengalami pelemahan.

Penelitian Rajat Paliwal membahas tentang meningkatkan kinerja link optik DWDM 10 Gbps pada komunikasi optik berkecepatan tinggi. Penelitian ini membahas kinerja link optik DWDM 10 Gbps dengan membandingkan hasil Q-factor dan BER menggunakan 2 jenis pengkodean kanal. Penelitian ini menggunakan 32 kanal dengan spasi kanal 100 GHz dan panjang link optic 50 km serta dispersion compensating fiber (DCF).

Padapenelitian tersebut kanal 1, 8 ,dan 16 menjadi kanal yang parameter Q-factor dan BER diamati. Hasil dari simulasi berdasarkan nilai Q-factor dan BER pengkodean NRZ lebih baik digunakan [3].

Satria Hanafie[1], telah melakukan penelitian penguat optik Hybrid EDFA-Raman bahwa EDFA memiliki performansi yang lebih baik dalam hal noise figure dibanding penguat Raman.

Penguat SOA menghasilkan kinerja yang baik pada jumlah kanal dan bit rate rendah pada parameter DWDM yang sama.

Mohamad Fadhian[12], meneliti bahwa semakin jauh link serat optik dan tinggi bit rate maka Q factor akan menurun, namun pada beberapa titik akan mengalami peningkatan yang disebabkan oleh ketidaklinearan serat optik.

Adapun yang akan dilakukan penelitian ini adalah perancangan simulasi pada system transmisi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) pada jarak 92 km antara link Cirebon dengan Cikijing menggunakan dua buah penguat yaitu optical amplifier jenis Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA) dan Semiconductor Optical Amplifier (SOA) dengan. Kedua penguat ini akan dianalisis dengan menggunakan perbandingan letak posisi penguat EDFA dan SOA sebagai booster , Inline , dan pre amplifier dengan besar parameter input frekuensi pada sisi transmitter dan daya transmitter yang dibedakan dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui design yang optimal untuk sistem transmisi DWDM pada jarak 92km dengan membandingkan parameter performasi Q factor dan BER.

II. METODE PENELITIAN

Pada penelitian tugas akhir ini merancang simulasi mengenai penggunaan jaringan transmisi fiber optic menggunakan teknologi dense wavelength division multiplexing (DWDM) antara link Cirebon – Cikijing dengan jarang total sejauh 92 Km, dengan menggunakan dua penguat optik yaitu penguat EDFA dan penguat SOA. Simulasi dilakukan dengan menggunakan software optisystem.15 untuk merancang jaringan saluran transmisi yang terdiri dari empat blok utama yaitu blok pengirim, blok saluran transmisi, blok penguat, dan blok penerima. Simulasi dibuat berdasarkan parameter setiap komponen dan parameter uji dimana setiap parameter tersebut didapat dari hasil studi literature dan dari hasil diskusi.

Untuk perancangan jaringan transmisi ini dibagi menjadi tiga sekenario yang nantinya dijadikan sebagai perbandingan. Setiap sekenario yang dilakukan terdiri dari empat buah input sinyal (4λ) dengan frequensi antar kanal yang diberikan adalah 100 GHz dan memiliki nilai bitrate sebesar 5 Gbps dengan parameter daya input power transmitter 4 dBm dan 8 dBm yang selanjutnya di transmisikan dengan menggunakan kabel fiber optic jenis single mode fiber (SMF) sejauh 92 km, pada sisi transmisi ini menggunakan dua buah penguat optic yang pisang secara sri terpisah yaitu sebagai booster amplifier, inline amplifier, dan pre amplifier.

Analisis yang dilakukan pada tugas akhir ini ditekankan pada nilai dari parameter Q factor dan parameter BER berdasarkan hasil perubahan nilai parameter power input transmitter dan penempatan letak posisi penguat EDFAdan penguat SOA.

Serat Optik

Serat optik merupakan sebuah media transmisi yang terbuat dari kaca dan berfungsi sebagai media transmisi sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lainnyaa. Sumber cahaya yang digunakan dalam sistem komunikasi optik berupa LED atau laser namun laser lebih banyak digunakan dalam komunikasi jarak jauh. Kecepatan transmisi pada serat optik sangat tinggi sehingga menjadi sangat bagus dipergunakan sebagai media transmisi dalam bidang telekomunikasi [6].

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) merupakan teknik multiplexing dimana beberapa sinyal optik dengan panjang gelombang yang berbeda beda ditransmisikan secara bersamaan melalui serat optic tunggal. Pada teknologi DWDM memiliki prinsip kerja serupa dengan WDM. Pada sistem WDM memiliki daerah panjang gelombang yaitu 1310 dan 1550nm, dan pada perkembangannya yaitu DWDM memiliki panjang gelombang 1550, tetapi pada sistem DWDM terdapat

(3)

pembagian lebar spectrum yang sangat kecil sehingga mendapatkan banyak panjang gelombang sebagai kanal pembawa. Teknologi DWDM dapat membawa sejumlah panjang gelombang (4, 8 ,16 , 32 dan seterusnya). Masukan pada sistem trafik DWDM memiliki format laju bit yang berbeda yang dihubungkan dengan laser DWDM. Pada laser tersebut akan mengubah masing masing sinyal informasi dan akan memancarkan panjang gelombang yang berbeda beda λ 1, λ 2, λ 3,………, λN yang di masukan dalam multiplexer lalu di transmisikan sepanjang serat optik [1].

Erbium Dopped Fiber Amplifier(EDFA) EDFA merupakan serat optik yang intinya (core) dikotori oleh ion erbium, yang pada proses emisinya memberikan penguatan terhadap sinyal input yang melewatinya. EDFA bekerja window optik ke-3 yaitu dengan rentang panjang gelombang diantara 1550nm.[1] Prinsip kerja EDFA yaitu dengan menggunakan laser pemompa yang dipompakan kedalam serat optic yang terdoping Erbium dan muatan-muatan pada EDF akan mengalami perpindahan dari pita energi rendah ke level pita energi yang lebih tinggi.Sinyal optik yang melewati serat optik terdoping Erbium tersebut dengan energifotonnya akan berfungsi sebagai perangsang sehingga muatan-muatan pada EDF akan melepaskan energinya dan saat itu dihasilkan emisi yang bersifat koheren sehingga terjadi penguatan secara optic.[1]

Semiconductor Optical Amplifier(SOA)

Semiconductor Optical Amplifier merupakan penguat optik yang memanfaatkan rongga/ruangan cavity untuk penguatan cahaya[1]. Prinsip kerja SOA yaitu arus elektrik dialirkan ke daerah aktif (semiconductor Cavity) untuk merangsang elektron. Ketika cahaya foton lemah masuk ke daerah aktif akan menyebabkan elektron ini kehilangan energinya. Sehingga cahaya lemah yang masuk dikuatkan. Bagian sisi dari daerah aktif merupakan bahan anti refleksi bertujuan agar tidak ada sinyal refleksi dari dalam semikonductor sendiri. Inilah yang menjadi dasar membedakan dari laser semikonduktor. Kekurangan dari SOA adalah polarization sensitivity dan rugi gandengan yang besar. Dimana besarnya Gain dipengaruhi oleh polarisasi sinyal input. Inilah yang tidak diharapkan dalam sistem komunikasi serat optic dimana polarisasi berubah selama pentransmisian didalam serat optik proses kopling dari serat optik ke rongga cavity dan sebaliknya

Booster Amplifier

Booster Amplifier merupakan jenis penguat optik yang ditempatkan pada sisi pemancar. Penguat optik ini memiliki karakteristik memiliki noise figure yang kecil sehingga memberikan nilai signal to noise ratio yang besar.Hal ini memberikan keuntungan karena dengan memiliki signal to noise ratio yang besar artinya ketahanan yang dihasilkan oleh sinyal lebih baik daripada noise yang terkandung di dalam sinyal tersebut.[6]

Inline Amplifier

Inline amplifier jenis aplikasi penguat optik yang mana penguat optik diletakkan diantara serat optik. Penguat optik inline dapat digunakan untuk memperkuat pelemahan sinyal cahaya, sehingga regenerasi sinyal cahaya tidak perlu lagi. Inline amplifier memiliki konsumsi daya yang rendah dan mode operasi yang mudah.Inline amplifier memiliki konsumsi daya yang rendah dan mode operasi yang mudah.[6]

Pre Amplifier

Penguat optik pre amplifier adalah jenis aplikasi penguat optik yang diletakan setelah serat optik atau pada sisi penerima.

Pre amplifier berfungsi memperkuat sinyal cahaya yang dikirim melalui serat optik sebelum sinyal cahaya tersebut diterima oleh photo detector sehingga pelemahan signal to noise ratio yang

disebabkan oleh thermal noise di photo detector dapat ditekan.

Kenaikan tingkat daya dapat meningkatkan sensitivitas penerima sehingga meningkatkan power link budget.[6]

Q factor

Q Faktor adalah faktor kualitas yang akan menentukan bagus atau tidaknya kualitas suatu link WDM. Dalam sistem komunikasi serat optik khususnya WDM, minimal ukuran Q Faktor yang bagus adalah 6, atau 10-9 dalam Bit Error Rate (BER)[1]

Bit Eror Rate(BER)

Bit error rate (BER) merupakan kesalahan laju bit yang terjadi dalam sistem transmisi digital, dimana besaran tersebut sebagai parameter untuk mengukur kualitas sinyal dalam sistem komunikasi digital. Kualitas BER untuk voice sebesar 10-3 maksudnya dari 1000 bit sinyal yang dikirim maksimal jumlah bit yang salah adalah 1 bit. Untuk komunikasi video maksimum BER 10-9 [8] .

III. METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini terdapat empat blok penyusun utama diantaranya blok pengirim, blok media transmisi, blok penguat optik, dan blok penerima. Blok pengirim terdiri dari Bit Sequence Generator, Optical Pulse Generator. Media transmisi yang digunakan adalah serat optik Single Mode Fiber (SMF) standart ITU-T G.655C yang dioptimalkan untuk penggunaan pada sistem saluran transmisi DWDM ini.

Peguat yang digunakan adalah penguat optik SOA dan penguat optik EDFA yang disusun secara serial (cascade) dan posisinya dipisahkan. Pada blok penerima terdiri dari photodetector berjenis Avalanche Photodiode (APD) dan 3R Regenerator untuk membentuk sinyal kebentuk semula dan melakukan sinkronisasi kembali.

Blok Penerima (Transmitter)

Blok diagram pengirim (Trasmitter) pada penelitian ini terdiri dari Pseudo Random Bit Sequence Generator (PRBS), Soliton Optical Pulse Generator beserta WDM Multiplexer. PRBS merupakan representasi sinyal biner yang memiliki pola tertentu dan periodik tetapi mempunyai sifat sebagai sinyal acak dimana bit-bit 0 dan 1 dihasilkan secara acak oleh Sequnce Generator. Gambar 3.1 menampilkan skema blok pengirim

Gambar 3.1 Skema blok pengirim

Dan tabel I menampilkan parameter rancangan blok

pengirim yang digunakan dalam penelitian ini.

(4)

Tabel I Parameter blok pengirim

Blok Media Transmisi

Instrumen serat optik yang digunakan pada software Optisystem adalah jenis single mode fiber (SMF) standart ITU-T G.655 dengan spesifikasi seperti pada Tabel II yang dioptimalkan lagi untuk diaplikasikan pada sistem DWDM.

Gambar 3.2 merupakan serat optik yang digunakan dalam simulator dengan software Optisystem 15.

Gambar 3.2 Serat optik

Tabel II. Parameter serat optic stanar ITU-T G.655

Blok Penguat Optik

Penguat optik pada penelitian ini menggunakan dua buah penguat yaitu penguat EDFA dan penguat SOA yang diletakan secara berbeda menjadi tiga buah sekenario simulasi. Parameter pada penguat optik SOA dan EDFA dapat dilihat pada Tabel III dan Tabel IV.

Tabel III. Parameter penguat SOA

Tabel IV. Parameterpenguat EDFA

Blok Penerima (Receiver)

Blok penerima terdiri dari demultiplexer, photodetector, regenerator,serta optical visualyzer (BER analyzer,optical power meter) yang di jadikan sebagai parameter hasil simulasi yang diuji.Tabel V merupakan parameter dariblok penerima .

Tabel V. Parameter penerima

IV. HASIL DAN ANALISA

Pada analisis dan pembahasan akan menunjukan hasil dari pengujian rancangan dengan menggunakan software optisystem 17 dengan variasi power input transmitter 4dBm dan 8dBm dan variasi posisi penguat model penguat EDFA booster amplifier – penguat SOA inline amplifier, penguat EDFA inline amplifier – penguat SOA pre amplifier ,dan penguat EDFA inline Amplifier – penguat SOA pre Amplifier. Nilai minimum parameter kerja berdasarkan Q- factor bernilai 6 atau nilai maksimum parameter kerja berdasarkan BER sebesar 10-9 (sesuai dalam ITU-standard). Berdasarkan hasil percobaan dan pengamatan yang diambil meliputi nilai Q-factor minimal, Q-factor rata-rata, Q-factor maksimal dengan membandingkan hasil BER dan Q-factor menggunakan daya 4 dan 8 dBm dengan posisi penguat yang berbeda.

Parameter Nilai Satuan

Power Transmitter 4, 8 dBm

Frequency 1550 nm

Bandwidth per kanal 50 GHz Input port Mux 4 Buah Insertion Loss Mux 0.05 dB Frequency Spacing 0.8 nm Bitrate per kanal 5 Gbps

Parameter Nilai Satuan

Power Transmitter 4, 8 dBm

Frequency 1550 nm

Bandwidth per kanal 50 GHz

Input port Mux 4 Buah

Insertion Loss Mux 0.05 dB

Frequency Spacing 0.8 nm

Bitrate per kanal 5 Gbps

(5)

Tabel. IV Hasil parameter pengujian BER

Tabel. IV Hasil parameter pengujian Q Factor

1. Pengaruh Perubahan Input Daya Transmitter A. Berdasarkan parameter Q factor

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa dari hasil simulasi diperoleh nilai dari Q factor pada sekenario pertama yaitu booster – Inline Amplifier dengan menggunakan daya input power transmiter sebesar 2 dbm dan 4 dbm dengan jarak 100 Km adalah sebegai berikut nilai Q factor minimal pada daya input power transmiter 2 dBm sebesar 2,7855 dan Q faktor minimal pada daya 4 dBm sebesar 4,1929. Sedangkan nilai Q factor rata-rata pada daya input power transmiter 2 dBm sebesar 4,9064 , dan Q factor rata-rata pada daya input power transmiter 4 dBm sebesar 4,8109.

Sedangkan nilai Q factor maksimal pada daya input power transmiter 2dBm sebesar 6,3272 dan nilai Q factor maksimal pada daya input power tansmitter 4 dBm sebesar 5,4541.

Sekenario kedua yaitu booster – Pre Amplifier dengan menggunakan daya input power transmiter sebesar 2 dbm dan 4 dbm dengan jarak 100 Km adalah sebegai berikut nilai Q factor minimal pada daya input power transmiter 2 dBm sebesar 5,7743 dan Q faktor minimal pada daya 4 dBm sebesar 5,4479 Sedangkan nilai Q factor rata-rata pada daya input power transmiter 2 dBm sebesar 6.8019 , dan Q factor rata-rata pada daya input power transmiter 4 dBm sebesar 6.4065. Sedangkan nilai Q factor maksimal pada daya input power transmiter 2dBm sebesar

8,6484dan nilai Q factor maksimal pada daya input power tansmitter 4 dBm sebesar 7,6837 .

Sekenario ketiga yaitu Inline – Pre Amplifier dengan menggunakan daya input power transmiter sebesar 2 dbm dan 4 dbm dengan jarak 100 Km adalah sebegai berikut nilai Q factor minimal pada daya input power transmiter 2 dBm sebesar 5,6126 dan Q faktor minimal pada daya 4 dBm sebesar 5,6406. Sedangkan nilai Q factor rata-rata pada daya input power transmiter 2 dBm sebesar 6,9917 dan Q factor rata-rata pada daya input power transmiter 4 dBm sebesar 5.1361. Sedangkan nilai Q factor maksimal pada daya input power transmiter 2dBm sebesar 9.3104 dan nilai Q factor maksimal pada daya input power tansmitter 4 dBm sebesar 8,0771.

Dari hasil tersebut dapat membuktikan jika daya input power transmiter yang diberikan pada suatu kanal saluran transmisi serat optik akan berpengaruh terhadap hasil dari Q factor yang dihasilkan. Pengaruh ini bersifat tidak signifikan bahkan cenderung stabil. Variasi daya pada jarak tetap berpengaruh terhadap hasil nilai Q-factor namun tidak signifikan. Peningkatan daya tidak mengakibatkan perubahan nilai Q-factor kearah positif secara tajam bahkan cenderung stabil. Sedangkan nilai Q-factor rata-rata mendapatkan hasil 6,4. Nilai minimal Q-factor dari setiap kanal berkisar 5 hingga 9. Terdapat kanal yang tidak memenuhi nilai minimal Qfactor karena pada hasil kanal 4 berdasarkan semua variasi daya mendapatkan nilai di bawah nilai minimum.

Posisi penguat pada penelitian ini juga sangat berpengaruh karena dapat dilihat dari hasil nilai Q factor di setiap sekenario memiliki perbedan yg cukup segnifikan. Sekenario dengan hasil Q factor terbaik adalah sekenario ketiga yaitu sekenario dimana pennguat EDFA diletakan pada posisi Inline Amplifier dan penguat SOA diletakan pada posisi Pre Amplifier.

B. Berdasarkan parameter BER

Berdasarkan pengamatan terhadap nilai BER, kinerja sistem dengan variasi daya terhadap nilai jarak konstan diperoleh hasil nilai BER minimal, BER rata-rata, BER maksimal. Nilai BER minimal, BER rata-rata dan BER maksimal yang diperoleh sebagai berikut.

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa dari hasil simulasi diperoleh nilai dari Q factor pada sekenario pertama yaitu booster – Inline Amplifier dengan menggunakan daya input power transmiter sebesar 2 dbm dan 4 dbm dengan jarak 100 Km adalah sebegai berikut nilai BER minimal pada daya 2 dBm sebesar 1,4961. 10-3 dan BER minimal pada daya 4 dBm sebesar 1,0201. 10-5, Sedangkan nilai BER maksimal pada daya input power transmiter 2 dBm sebesar 9,3166.10-11 dan nilai BER maksimal pada daya input power transmitter 4 dBm sebesar 1,8761. 10-8.

Sekenario kedua yaitu booster – Pre Amplifier dengan menggunakan daya input power transmiter sebesar 2 dbm dan 4 dbm dengan jarak 100 Km adalah sebegai berikut nilai BER minimal pada daya input power transmiter 2 dBm sebesar 2,9241.

10-9 dan nilai BER minimal pada daya input power transmiter 4 dBm sebesar 1,969. 10-8. Sedangkan nilai BER maksimal pada daya input power transmiter 2 dBm sebesar 2,3115. 10-18 dan nilai BER maksimal pada daya input power transmiter 4 dBm sebesar 6,5408. 10-15.

Sekenario ketiga yaitu Inline – Pre Amplifier dengan menggunakan daya input power transmiter sebesar 2 dbm dan 4 dbm dengan jarak 100 Km adalah sebegai berikut nilai BER minimal pada daya input power transmiter 2 dBm sebesar 7,5392. 10-9 dan nilai BER minimal pada daya input power transmiter 4 dBm sebesar 1,9573.

10-8. Sedangkan nilai BER maksimal pada daya input power transmiter 2 dBm sebesar 5,9145. 10-21 dan nilai BER maksimal pada daya input power transmiter 4 dBm sebesar 2,857. 10-16.

Peningkatan nilai daya pancar akan mengakibatkan penurunan nilai BER namun laju penurunannya tidak tajam. Berdasarkan hasil pengujian, terdapat nilai BER yang tidak memenuhi standar yaitu

Freq Booster - Inline Booster - Pre Inline - Pre

kana l

Daya input power

Daya input power

Daya input power (Hz) 2 dBm 4dBm

2 dBm

4

dBm 2 dBm 4 dBm 194,

1

1,4689 . 10

-8

1,080 3 . 10

-

7

2,311 5.

10

-18

6,540 8.

10

-15

5,914 5.

10

-21

2,857.

10

-16

194, 2

9,316 6. 10

-

11

1,876 1. 10

-8

9,908 0.

10

-10

4,219 6.

10

-9

7,680 1.

10

-10

5,049 1.

10

-9

194,

3

1,910 9. 10

-7

3,167 9. 10

-6

3,402 8.

10

-12

4,971 8.

10

-12

6,874 3.

10

-13

4,515 1.

10

-12

194,

4

1,4961 . 10

-3

1,020 1. 10

-5

2,924 1.

10

-9

1,969.

10

-8

7,539 2.

10

-9

1,957 3.

10

-8

Freq Booster - nline Booster - Pre Inline - Pre kana

l

Daya input power

Daya input power

Daya input power (Hz)

2

dBm 4dBm 2 dBm 4 dBm 2 dBm

4 dBm 194,

1

5,493 6

5,152 2

8,648 4

7,6837

9.310 4

8,077 1 194,

2

6,327 2

5,454 1

5,962 6

5,716 9

5,995 6

5,674 3 194,

3

5,019 3

4,444 2

6,822 6

6,777 8

7,048 3

6,793 3 194,

4

2,785 5

4,192 9

5,774 3

5,447 9

5,612 6

5,640

6

(6)

pada kanal 4 dan 3 pada sekenario pertama karena masing-masing variasi daya tidak mendapatkan hasil BER ≤ 10-9.

IV. PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dengan judul Analisis Cost Benefit Localloop Unbundling Jaringan FTTH Di Perumahan Permata Hijau Purwokerto dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Skema penempatan penguat booster-inline merupakan skema penguat yang paling baik digunakan karena berdasarkan hasil simulasi dihasilkan nilai BER terbaik.

2. Beberapa komponen yang dibutuhkan dalam perencanaan FTTH adalah Komponen CAPEX yang terdiri dari tiga kategori, Fisik, Operasional dan Komponen pendukung layanan service untuk FTTH.

3. Batas penurunan parameter Harga Layanan adalah 72% karena pada titik Nilai NPV akan minus jika penurunan melebihi prosentase tersebut.

Saran

1. Jarak yang digunakan dalam parameter dapat di variasikan 2. Jenis dari modulasi yang digunakan dapat diganti

menggunakan modulasi yang lain 3. Kanal yang digunakan bisa di tambahkan

4. Melakukan uji performasi dengan menggunakan 3 penguat EDFA,SOA,dan ROA.

REFERENSI

[1] Armys, Maya. “ Aalisis perencanaan serat optik DWDM jalur Semarang Solo Jogjakarta di PT.Indosat,Tbk”.

Depok : Universitas Indonesia; 2009.

[2] Prasetya, Dwi. “ Serat Optik “ . Palembang : Penerbit nulis buku (2006)

[3] Rahmiyani, Renni. “ Analisa kapaitas pada teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) di PT. Telkom area semangi II Jakarta “. Jakarta : Universitas Mercu Buana,2009.

[4] Hanafie, Satria. “ analisis perbandingan performasi sistem DWDM menggunakan penguat SOA,EDFA,dan ROA berbasis Soliton”. Bandung : Institut Teknologi Telkom, 2013.

[5] Djamaluddin, Dewian. “ Analisis penguat EDFA dan SOA pada sistem transmisi DWDM dengan Optisystem 14”. Sulawesi selatan : Universitas hasanuddin, 2017 [6] Yamato and Wismiana, Evyta . “ Teknologi Dense

Wavelength Division Multiplexing pada jaringan optik”

Bogor : Universitas pakuan,2013

[7] T. INDONESIA, Dasar Sistem Komunikasi Optik.

[8] Sudarmilah, Endah.” Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai solusi krisis kapasitas bandwidth pada transmisi data”. Surakarta : Universitas muhammaiyah surakarta, 2016..

[9] 9 Agrawal, G. P. Fiber-Optic Communication System.

New York, 2002..

[10] Febrianto, Andras Ardian. “Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM). Salatiga : Universitas kristen satyawacana, 2007.

.

Gambar

Gambar 3.1 Skema blok pengirim

Referensi

Dokumen terkait

tersembunyi ( hidden curriculum ) yang hanya disisipkan dalam kegiatan pembelajaran utama. Pendidik pada zaman bersaing ini nampaknya perlu mengembangkan aspek

CCITT telah dan jawab telah untuk ar i ngan ak an diterminasikan oleh NT1. Akan tetapi di USA al ini telah di tentukan secara I-esmi bahwa NT1 akan men

Bimbingan Kelompok adalah layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama

Alternatif lain adalah dengan mengirimkan tiap isyarat optik pada sebuah panjang gelombang yang berbeda, yang disebut Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang dapat

Salah satu teknologi dari teknik transmisi menggunakan serat optik adalah DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) yang memanfaatkan cahaya dengan panjang

Adapun Tugas Akhir ini berjudu l “Analisis Perancangan Jaringan Serat Optik DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) Untuk Link Medan – Langsa (Studi Kasus PT.. Tugas Akhir

Salah satu teknologi dari teknik transmisi menggunakan serat optik adalah DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan suatu teknik transmisi yang yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai