• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI HUBUNGAN PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN PENGETAHUAN TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 2 MEDAN TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI HUBUNGAN PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN PENGETAHUAN TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 2 MEDAN TAHUN 2016"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN PENGETAHUAN TENTANG PENCEGAHAN

PENULARAN HIV/AIDS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 2

MEDAN TAHUN 2016

OLEH SAQINAH 130100223

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan pandemi global yang menimbulkan dampak kesehatan, sosial, ekonomi dan politik. Pemahaman remaja tentang HIV/AIDS masih sangat minim, padahal remaja termasuk kelompok usia rentan dengan perilaku beresiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui hubungan pendidikan orang tua dengan pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS pada remaja di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2016.

Desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini seluruh remaja putri kelas X dan XI MIPA SMA Negeri 2 Medan pada tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 631 orang dengan sampel sebanyak 87 remaja. Data yang dikumpulkan yaitu data primer. Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan uji chi- square.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pendidikan orang tua dengan pengetahuan mempunyai hubungan terhadap pencegahan penularan HIV/AIDS pada Remaja di SMA Negeri 2 Medan dengan nilai p = 0,001. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pengetahuan remaja tentang pencegahan HIV/AIDS mayoritas baik dengan sebanyak 49 orang (56.3%).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa adanya hubungan Pengetahuan Remaja terhadap pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2016.

Disarankan kepada remaja agar dapat meningkatkan dan memperbaiki pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS untuk mengurangi resiko penularan HIV/AIDS dan bagi sekolah SMA Negeri 2 Medan untuk mengadakan konseling khusus HIV/AIDS , napza dan perilaku seksual melalui layanan Bimbingan Konseling (BK) yang ada di SMA Negeri 2 Medan, Selain itu sekolah dapat juga melakukan kerjasama dengan lembaga – lembaga yang menangani HIV/AIDS untuk mengadakan konseling secara periodik serta melakukan peningkatan terhadap pendekatan spiritual sehingga siswa mendapatkan bekal dibidang spiritual juga.

Kata Kunci : Orang tua, pengetahuan remaja dan pencegaha HIV/AIDS

(5)

ABSTRACT

Human Immunodeficiency Virus (HIV) And Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) is global epidemic that cause the effect of health, social, economic, the understanding of teenagers about HIV/AIDS is very low even, teenagers are included the age vulnerable with risk behavior. This research is to know with knowledge about preventive of HIV/AIDS on teenagers at SMA 2 Medan. Year 2015/2016 with 631 students is primer data. method of data analysis in this research use chi-squared test.

Based on the research result is to know that education of presents whit understanding have connection whit the spread of infection HIV/AIDS. On teenagers at SMA N2 Medan with score = 0,001.the result of research show that the majority of education teenagers about the preventive of HIV/AIDS majority with 49 people (56,3%).Base on the result of research got that there is connection education of teenagers with preventive HIV/AIDS at SMA N 2 Medan 2016.

Advised to the teenagers to get increase and fix education and behavior about to reduce the risk of infection HIV/AIDS and for SMA N 2 Medan, to have counseling about HIV/AIDS ,Napza, and sexual acts through BK at SMA N 2 Medan .beside school also work together with institutions that control

HIV/AIDS to have counseling periodical and do enhancement to spirit approach to that students got to get spiritual.

Key word : Parents, knowledge of adolescents and prevention HIV/ AIDS

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Skripsi yang berjudul

“Hubungan Pendidikan Oragtua Dengan Pengetahuan Tentang Pencegahan Penularan HIV/AIDS Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2016” berhasil diselesaikan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak dalam bidang kesehatan.

Terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua penulis, Abdul razak dan Arifah yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis dan pendidikan.

Penelitian ini bisa diselesaikan akhirnya atas dukungan dari banyak pihak, kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya, diantaranya:

1. Dr. Restuti Hidayani Saragih Sp, PD.FINASIM selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Dr. dr. Nazaruddin Umar Sp,AN selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Saudara penulis ( Sauqi, Saufan, sulthan) untuk dukungan moril dan materiil serta semangat yang tak pernah padam

4. Sahabat-sahabat penulis, Mevira Bafaradhina, Sakinah, Siti Utari, Ginatasya, Tya, Ulfa, Cici, yang selalu ada dalam susah maupun senang serta menyemangati saya dengan semangat yang tak pernah padam

5. Teman satu doping (Natassya Sandra Tillasman ) yang selalu memberikan dukungan dan menjadi tempat bertukar pikiran selama penelitian ini

6. Ibu Roslina Yulianti yang selalu membantu dan memberi saran dalam pembuatan skripsi ini.

(7)

7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penelitian ini.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua, memberi informasi dan manfaat dalam pengembangan ilmu kedokteran.

Medan, Desember 2016 Penulis,

Saqinah

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABLE ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Bagi Penelitian ... 3

1.4.2 Bagi Remaja... 4

1.4.3 Bagi Pendidik Sekolah ... 4

1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan ... 4

1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 HIV (Human Immunodeficiency Virus)/ AIDS (Acquaried Immunodeficiency Syndrome) ... 5

2.1.1 Pengertian HIV/AIDS ... 5

2.1.2 Epidemiologi... 5

2.1.3 Etiologi ... 7

2.1.4 Patafisiologi Infeksi HIV/AIDS ... 8

(9)

2.1.5 Manifestasi Klinis ... 11

2.1.6 Faktor Resiko ... 12

2.1.7 Diagnosis Infeksi Hiv/Aids ... 12

2.1.8 Penatalaksanaan ... 14

2.1.9 Pencegahan ... 15

2.2 Pengetahuan ... 15

2.2.1 Definisi Pengetahuan... 15

2.2.2 Tingkat Pengetahuan ... 16

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 17

2.3 Remaja ... 20

2.3.1 Pengertian ... 20

2.3.2 Ciri-Ciri Usia Remaja... 21

2.3.3 Perubahan Universal Pada Remaja ... 21

2.3.4 Hubungan Remaja Dengan Keluarga ... 22

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP ... 26

3.1 Kerangka Teori ... 26

3.2 Kerangka Konsep ... 27

3.3 Hipotesis ... 27

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 28

4.1 Rancangan Penelitian... 28

4.2 Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian ... 28

4.2.1 Lokasi Penelitian ... 28

4.2.2 Waktu Dan Tempat Penelitian ... 28

4.3 Populasi Dan Sampel ... 28

4.3.1 Populasi ... 28

4.3.2 Sampel ... 28

4.4 Definisi Operasional Dan Aspek Pengukuran... 30

4.4.1 Definisi Operasional... 30

4.5 Teknik Pengumpulan Data ... 31

4.5.1 Data Primer ... 31

4.5.2 Data Skunder ... 31

(10)

4.6 Uji Vadilitas Dan Reabilitas ... 31

4.6.1 Uji Vadilitas ... 31

4.6.2 Uji Reabilitas ... 33

4.7 Metode Analisa Data ... 34

4.8 Analis Data ... 34

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1 Hasil Penelitian ... 35

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 35

5.1.3 Analisa Univariat ... 36

5.1.4 Analisa Bivariat ... 40

5.2 Pembahasan ... 44

5.2.1 Hubungan Pendidikan Orang Tua Dengan Pengetahuan Terhadap Pencegahan Hiv/Aids Pada Remaja Di Sma Negeri 2 Medan Tahun 2016 ... 44

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

6.1 Kesimpulan ... 47

6.2 Saran ... 48

Daftar Pustaka ... 49

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Aspek Penukuran ... 30

4.6.1 Tabel Uji Vadilitas ... 32

4.6.2 Tabel Uji Reabilitas ... 33

5.1 Karaktristik Responden Berdasarkan Umur ... 35

5.2 Karaktristik Responden Berdasarkan Pendidikan Ayah ... 36

5.3 Karaktristik Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu ... 36

5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Tahun 2016 ... 37

5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lingkungan Tahun 2016 ... 37

5.6 Distribusi Pertanyaan Responden Tentang Pengetahuan Remaja Di SMA N 2 Medan 2016 ... 38

5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Remaja HIV/AIDS Di SMA N 2 Medan Tahun 2016... 39

5.8 Distribusi Pertanyaan Responden Tentang Pencegahan Remaja HIV/AIDS Pada Remaja SMA N 2 Medan 2016 ... 39

5.9 Disrtibusi Frekuensi Remaja Terhadap Pencegahan HIV/AIDS Pada Remaja Di SMA N2 Medan Tahun 2016 ... 40

5.10 Hubungan Pendidikan Ayah Dengan pengetahuan Remaja Tentang HIV/AIDS Di SMA N 2 Medan Tahun 2016 ... 40

5.11 Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Pengetahuan Remaja Tentang HIV/IADS ... 41

5.12 Hubungan Pendidikan Ayah Terhadap Pencegahan HIV/AIDS Kepada Remaja Purti ... 42

(12)

5.13 hubungan Pendidikan Ibu Terhadap Pencegahan

HIV/AIDS Kepada Remaja Putri... 43 5.14 Hubungan Pengetahuan Remaja Terhadap Pencegahan

HIV/AIDS di SMA Negeri 2 Medan ... 44

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1 KERANGKA TEORI ... 26 3.2 KERANGKA KONSEP ... 27

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Daftar Riwayat Hidup ... 51

2 Lembaran Pengesahan... 52

3 Kuisioner ... 54

4 Data Induk ... 57

5 Vadilitas Dan Hasil Uji Statistik ... 61

6 Persetujuan Komisi Etik ... 71

7 Surat Izin Penelitian ... 72

8 Surat Balasan Setelah Pengambilan Data Di Dinkes Kota Medan ... 73

9 Surat Pernyataan Telah Melakukan Penelitian Di SMA N 2 Medan ... 74

(15)

DAFTAR ISTILAH

No Istilah Penjelasan

1. AIDS : Acquired Immuno Defeciency Syndrome 2. HIV : Human immunodefeciency Virus

3. UNAIDS : United Nation For AIDS 4. ODHA : Orang dengan HIV/AIDS

5. LAV : Lymphadenopathy Associated Virus 6. HTLV-III : Human T lymphotropic Virus 7. DNA : Deoxyribonucleic Acid 8. RNA : Ribonucleic Acid

9. CD4 : Cluster Differentiation 4 10. CXCR4 : Chemokin Co-Receptor 4 11. NF-kB : Nuclear Factor Kappa Beta 12. WHO : World Health Organization 13. CDC : Centre for Disease Control 14. ELISA : Enzyme-linked Immunosorbent 15. WB : Western blot

16. IFA : Indirect Immunofluorescence 17. RIPA : Radio Immuno Precipitation Assay 18. PCR : Polimerase Chain Reaction

19. ARV : Anti Retroviral

20. ASYM. SIG : Asymptotic Significance

(16)
(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immue Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan pandemi global yang menimbulkan dampak kesehatan, sosial, ekonomi dan politik. Pemahaman remaja tentang HIV/AIDS masih sangat minim, padahal remaja termasuk kelompok usia rentan dengan perilaku beresiko. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal – hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Sekitar 30% dari penderita HIV/AIDS ini adalah remaja. Diserangnya usia produktif ini merupakan suatu tantangan yang perlu segera diatasi mengingat usia produktif adalah aset pembangunan bangsa.1

Karakteristik remaja yang rasa ingin tahu sangat tinggi menyebabkan mereka mencoba segala sesuatu yang menurut mereka menarik. Jika tidak tersedia informasi yang benar mengenai masa remaja dapat mengakibatkan prilaku yang merugikan bagi remaja termasuk terinfeksi HIV-AIDS.2

Data yang didapat dari UNAIDS (United Nation For AIDS) dan United Nation Population Fund pada akhir tahun 2007 menyebutkan kalangan remaja dunia dewasa ini hidup berdampingan dengan HIV-AIDS karena sebagian kasus baru HIV-AIDS telah menyerang remaja usia 15 – 24 tahun. Dilaporkan bahwa setiap 14 detik, satu orang remaja terinfeksi virus HIV/AIDS. Setiap hari sekitar 6000 orang berusia 15 – 24 tahun tercatat sebagai penderita baru HIV-AIDS.

Sebanyak 87% pengidap HIV-AIDS hidup di negara miskin dan berkembang.

Banyak dikalangan remaja tidak mempunyai informasi mengenai kesehatan, pencegahan kehamilan, infeksi yang ditimbulkan akibat hubungan seks serta HIV- AIDS. Sebagaimana disadari bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 210 juta jiwa dimana didalamnya yang disebut remaja kira – kira 30%. Terancamnya

(18)

remaja dunia oleh penyakit HIV-AIDS, juga tidak terluput mengancam remaja Indonesia.3

Menurut data laporan perkembangan HIV/AIDS di Indonesia Triwulan I Tahun 2015 dari bulan Januari sampai dengan Maret 2015 jumlah infeksi HIV sebanyak 7.212 orang dengan kelompok umur 25 – 49 tahun (70.6%), diikuti kelompok umur 20 -24 tahun (15.9%) dan kelompok umur ≥ 50 tahun (6.6%), sedangakan AIDS sebanyak 595 orang dengan kelompok umur 30 – 39 tahun (37.8%), diikuti kelompok umur 20 – 29 tahun (32.2%) dan kelompok umur 40 – 49 tahun (11.5%).4

Menurut laporan perkembangan kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara terjadinya peningkatan kasus HIV/AIDS pada tahun 2015, jumlah kasus HIV meningkat dari 3.594 kasus pada tahun 2014 menjadi 5.184 kasus dan kasus AIDS sebanyak 5.625 kasus pada tahun 2014 menjadi 5.660 kasus pada tahun 2015.

Data yang didapatkan dari Dinas kesehatan Kota Medan dari tahun 2011 sampai 2014 bahwa ditemukan sebanyak 597 kasus (463 laki – laki dan 134 perempuan) terinfeksi HIV pada berbagai kelompok umur dimana yang terbesar ditemukan kelompok umur 25-49 tahun sebesar 443 kasus (74,2%) dimana pada laki – laki 336 kasus dan perempuan 107 kasus. Selain itu ditemukan juga 50 kasus AIDS (36 laki – laki dan 14 perempuan) dengan proporsi terbesar juga pada kelompok umur 25 – 49 tahun sebesar 40 kasus (80%). Peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS dilakukan melalui sosialisasi oleh petugas kesehatan kemasyarakat dan anak sekolah dalam Program Aku Bangga Aku Tahu (ABAT).5

Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang. Pola asuh orang tua membentuk karakter seorang anak melalui kehidupan sehari – hari dirumah dan teladan dari orang tuanya. Salah satu aliran pola asuh orang tua adalah autoritatif (demokratis) yang mampu memberikan dampak positif dalam tahap perkembangan sikap remaja.6

Pengetahuan orang tua tentang HIV/AIDS yang baik juga akan menjadi dasar terbentuknya prilaku yang baik pula. Pengetahuan merupakan faktor predisposisi terjadinya perubahan sikap. berdasarkan teori adaptasi apabila tingkat pengetahuan baik setidaknya dapat mendorong untuk mempunyai sikap dan

(19)

perilaku yang baik pula. Pengetahuan dan sikap seseorang dipengaruhi oleh latar belakangnya seperti umur, status perkawinan, pendidikan , lingkungan sosial yang meliputi lingkungan tempat tinggal dan lingkungan pekerjaannya. Seperti halnya dengan pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS.7

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikemukan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan pendidikan orang tua dengan pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS pada remaja di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2016”.

3.1 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pendidikan orang tua dengan pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS pada remaja di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2016”.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan remaja terhadap pencegahan penularan HIV/AIDS di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2016

2. Untuk mengetahui faktor lingkungan dan informasi yang mempengaruhi pencegahan HIV/AIDS pada remaja di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2016.

3. Untuk mengetahui hubungan pendidikan orang tua terhadap pengetahuan tentang penularan HIV/AIDS pada remaja di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2016.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan sebagai wadah dalam pengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama pendidikan, khususnya mengenai HIV-AIDS.

(20)

1.4.2 Bagi Remaja

Sebagai informasi kepada remaja untuk menambah wawasan lebih jauh tentang pengertian dan bahaya HIV-AIDS.

1.4.3 Bagi Pendidik di sekolah

Bagi pendidik disekolah dapat lebih memperhatikan pendidikan kesehatan dan pengawasan bagi siswa-siswi sekolah tersebut dan memberikan informasi mengenai pencegahan HIV-AIDS penularan penyakit HIV-AIDS yang diperlukan oleh siswa-siswi tersebut.

1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan

Institusi pendidikan dapat memberikan program pendidikan kesehatan melalui ceramah, seminar maupun masukan dalam mata pelajaran sekolah untuk meningkatkan pengetahuan remaja terutama mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS.

1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai sumber data bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengetahun dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIV (Human Immunodeficiency Virus)/ AIDS (Acquired immunodefeciency syndrome)

2.1.1 Pengertian HIV/AIDS

HIV (Human Imunodeficiency Virus) adalah virus yang meyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus HIV yang masuk ke dalam tubuh akan berkembang biak. Virus HIV akan masuk dalam sel darah putih dan merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi akan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh mejadi lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit.8

AIDS (Aqcuired Imuno Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul karena rendahnya daya tahan tubuh. Pada awalnya penderita HIV positif sering tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun (5–10 tahun). Banyak faktor yang mempengaruhi panjang pendeknya masa tanpa gejala ini, namun pada masa ini penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang lain8

2.1.2 Epidemiologi

Penularan HIV/AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya.

Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan pelanggannya, serta narapidana. Namun, infeksi HIV/AIDS saat ini juga telah mengenai semua golongan masyarakat, baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika pada awalnya, sebagian besar ODHA berasal dari kelompok homoseksual maka kini telah terjadi pergeseran dimana persentase penularan secara heteroseksual dan pengguna

(22)

narkotika semakin meningkat. Beberapa bayi yang terbukti tertular HIV dari ibunya menunjukkan tahap yang lebih lanjut dari tahap penularan heteroseksual.9

UNAIDS memperkirakan pada tahun 1993 jumlah penderita HIV di dunia sebanyak 12 juta orang dan pada akhir tahun 2000 sebanyak 20 juta orang.

Prevalensi AIDS pada tahun 1993 sebesar 900.000, sedangkan pada akhir tahun 2000 sebesar 2 juta. Pada tahun 2000 insidensi HIV/AIDS-baru pada anak sebanyak 800.000 dengan 580.000 kematian akibat HIV/AIDS. Dari 800.000 anak, 65.000 kasus diperkirakan terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara.Di Indonesia sejak pertama kali di temukan tahun 1987 sampai dengan Maret 2015, HIV-AIDS tersebar di 390 (78%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi pertama kali di temukan adanya HIV-AIDS adalah Provinsi Bali, sedangkan yang terakhir melaporkan adalah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011. Pada tahun 1999 terdapat 635 kasus HIV dan 183 kasus-baru AIDS.

Mulai tahun 2000-2005 terjadi peningkatan kasus HIV dan AIDS secara signifikan di Indonesia. Kasus AIDS tahun 2000 tercatat 255 orang, meningkat menjadi 316 orang pada tahun 2003, dan meningkat cepat menjadi 2638 orang pada tahun 2005. Pada tahun 2014 (32.711) jumlah kasus HIV dan (5.494) jumlah AIDS. Jumlah kumulatif infeksi HIV yang di laporkan sampai dengan 2015 sebanyak 167.350 dan 66.835 pada AIDS. Dari data tersebut jumlah infeksi HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta memiliki jumlah terbesar (35.716), diikuti oleh Jawa Timur (21.632), Papua (18.147), Jawa Barat (15.004), dan Bali (10.750).

Peningkatan ini terutama disebabkan oleh semakin membaiknya sistem pencatatan dan pelaporan kasus dan semkain bertambahnya sarana pelayanan diagnostik kasus dengan klinik voluntary counseling and testing (VCT).Dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia Tenggara, angka kasus HIV/AIDS di Indonesia termasuk rendah. Alasan yang paling mungkin adalah lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan, terbatasnya peralatan laboratorium penunjang, dan rendahnya kemampuan diagnosis.10,4

Fakta yang paling menghawatirkan adalah bahwa peningkatan infeksi HIV yang semakin nyata pada pengguna narkotika. Padahal sebagian besar odha yang merupakan pengguna narkotika adalah remaja dan usia dewasa muda yang

(23)

merupakan kelompok usia produktif. Anggapan bahwa pengguna narkotika hanya berasal dari keluarga broken home dan kaya juga tampaknya semakin luntur.

Pengaruh teman sebaya (peer group) tampaknya lebih menonjol. Pengguna narkotika suntik mempunyai risiko tinggi untuk tertular oleh virus HIV atau bibit- bibit penyakit lain yang menular melalui darah. Penyebabnya adalah penggunaan jarum suntik secara bersama dan berulang yang lazim dilakukan oleh sebagian besar pengguna narkotika. Satu jarum suntik dipakai bersama antara 2 sampai lebih dari 15 orang pengguna narkotika.9

2.1.3 Etiologi

Pada tahun 1983, ilmuwan Perancis Montagnier (institute pasteur, Paris) mengisolasi virus dari pasien dengan gejala limfadenopati dan menemukan virus HIV. Oleh sebab itu virus tersebut di namakan lymphadenopathy associated virus (LAV). Pada tahun 1994 Gallo (National Institude of Health,USA) menemukan virus human T lymphotropic virus (HTLV-III) yang juga menyebabkan AIDS.

Pada tahun 1989 di Afrika di temukan beberapa tipe HIV, yaitu HIV-1 yang sering menyerang manusia dan HIV-2 yang di temukan di Afrika Barat. Virus HIV termasuk subfamili Lentivirinae dan famili Retroviridae.10

Asam nukleat dari famili Retrovirus adalah RNA yang mampu membentuk DNA dari RNA. Enzim transkriptase reversi menggunakan RNA virus sebagai cetakan untuk membentuk DNA. DNA ini bergabung dengan kromosom induk ( sel limfosit T4 dan sel makrofag) yang berfungsi sebagai pengganda virus HIV. Waktu paruh virus (virion half-life) berlangsung cepat.

Sebagian besar virus akan mati, tetapi karena mulai dari awal infeksi, replikasi virus berjalan sangat cepat dan terus-menerus. Dalam sekitar 10 miliar virus dapat di produksi. Replikasi inilah yang menyebabkan kerusakan sistem kekebalan tubuh. Tingginya jumlah virus dalam darah ditunjukkan dengan angka viral load , sedangkan tingkat kerusakan sistem kekebalan tubuh di tunjukkan dengan angka CD4.10

(24)

2.1.4 Patofisiologi Infeksi HIV

HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertikal, horizontal dan transeksual. Jadi HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan di perantai benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intak seperti terjadi pada kontak seksual. Begitu mencapai atau berada dalam sirkulasi sistemik, 4-11 hari sejak paparan pertama HIV dapat di deteksi dalam darah.11

Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan di sertai gejala dan tanda infeksi virus akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala,nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah,sulit tidur, batuk-pilek, dan lain-lain. Keadaan ini di sebut sindrom retroviral akut. Pada vase ini mulai terjadi CD4 dan peningkatan HIV-RNA Viral load.Viral load akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi dan kemudian baru turun sampai pada suatu titik tertentu. Dengan semakin berlanjutnya infeksi, viral load secara perlahan cenderung terus meningkat.

Keadaan tersebut akan diikuti penurunan hitung CD4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada kurun waktu 1,5-2,5 tahun sebelum akhirnya jatuh ke stadium AIDS.11

Fase selanjutnya HIV akan berusaha masuk ke dalam sel target. Sel yang menjadi terget HIV adalah sel yang mampu mengekspresikan reseptor CD4.

Untuk bisa masuk ke sel target ,gp120 HIV perlu berikatan dengan reseptor CD4.

Reseptor CD4 ini terdapat pada permukaan sel limfosit T, monosit-makrofag, Langerhan’s, sel dendrit, astrosit, mikroglia. Selain itu untuk masuk ke sel HIV memerlukan chemokine receptor yaitu CXCR4 dan CCR5, beberapa reseptor yang memiliki peran adalah CCR2b dan CCR3. Intensitas ikatan gp120 HIV dengan receptor CD4 di tentukan melalui peran regio V terutama V3. Stabilisasi dan potensi ikatan di perkuat oleh ko-reseptor CCR5 dan CXCR4. Semakin kuat dan meningkatnya intensitas ikatan tersebut akan di ikuti proses interaksi lebih lanjut yaitu terjadi fusi membran HIV dengan membran sel target atas peran gp41 HIV. Dengan terjadinya fusi kedua membran, seluruh isi sitoplasma HIV termasuk enzim reverse transcriptase dan ini masuk ke dalam sitoplasma sel

(25)

target. Setelah masuk ke dalam sel target, HIV melepaskan single strand RNA(ssRNA). Enzime reverse transcriptase akan menggunakan RNA sebagai template untuk sintesin DNA. Kemudian RNA di pindahkan oleh ribonuklease dan enzime reverse transcriptase untuk mensintesin DNA lagi sehingga menjadi double strand DNA yang di sebut sebagai provirus. Provirus masuk ke dalam nukleus, menyatu dengan kromosom sel host dengan perantara enzim integrase.

Penggabungan ini menyebabkan provirus menjadi tidak aktif untuk melakukan transkripsi dan translasi. Kondisi provirus yang tidak aktif ini di sebut sebagai keadaan laten.11

Untuk mengaktifkan provirus ini dari keadaan laten tersebut memerlukan aktifasi dari sel host. Bila sel host ini teraktivasi oleh induktor seperti antigen, sitokin, atau faktor lain maka sel akan memicu nuclear factor kB (NF-kB) sehingga menjadi aktif dan berikatan pada 5’LTR (Long Terminal Repeats) yang mengapit gen tersebut. LTR berisi berbagai element pengatur yang terlibat pada ekspresi gen, NFkB menginduksi replikasi DNA. Induktor nuclear factor kB (NF- kB) sehingga cepat memicu replikasi HIV adalah intervensi mikroorganisme lain.

Mikroorganisme lain yang memicu infeksi sekunder dan mempengaruhi jalannya replikasi adalah bakteri,virus,jamur maupun protozoa. Dari keempat golongan mikroorganisme tersebut yang paling berpengaruh terhadap perceparan replikasi HIV adalah virus non HIV, terutama virus DNA. 11

Enzime polimerase akan mentranskripsi DNA menjadi RNA yang secara struktur berfungsi sebagai RNA genomik dan mRNA. RNA keluar dari nukleus, mRNA mengalami translasi menghasilkan polipeptida. Polipeptida akan bergabung dengan RNA menjadi inti virus baru. Inti berserta perangkat virion baru ini membentuk tonjolan pada pemukaan sel host, kemudian polipeptida di pecah oleh enzim protease menjadi protein dan enzim yang fungsional. Inti virus baru dapat di lengkapi oleh kolestrol dan glikolipid dari permukaan sel host, sehingga terbentuk virus baru yang lengkap dan matang. Virus yang sudah lengkap ini keluar dari sel, akan menginfeksi sel target berikutnya. Dalam satu hari HIV mampu melakukan replikasi hingga mencapai 109-1011 virus baru.11

(26)

Secara perlahan tapi pasti limfosit T penderita akan tertekan dan semakin menurun dari waktu ke waktu. Individu yang terinveksi HIV mengalami penurunan jumlah limfosit T-CD4 melalui beberapa mekanisme sebagai berikut.

1. Kematian sel secara langsung karena hilanganya integritas membran plasma akibat adanya penonjolan dan perobekan oleh virion, akumulasi DNA virus yang tidak berintegrasi dengan nukleus, akan terjadi gangguan sintesis makromoekul.

2. Syncytia formation yaitu terjadinya fusi antar membran sel yang terinveksi HIV dengan limfosit T-CD4 yang tidak terinfeksi.

3. Respon imun humoral dandan seluler terhadap HIV ikut berperan melenyapkan virus dan sel yang terinfeksi virus. Namun respon ini dapat menyebabkan disfungsi imun akibat eliminasi sel yang terinfeksi dan sel normal yang di sekitarnya (innocentbystander)

4. Mekanisme autoimun dengan pembentukan autoantibodi yang berperan untuk mengeliminasi sel yang terinfeksi

5. Kematian sel yang terprogram (apoptosis). Pengikatan antara gp120 di regio V3 dengan reseptor CD4 limfosit T merupan sinyal pertama untuk menyampaikan pesan kematian sel melalui apoptosis

6. Kematian sel target terjadi akibat hiperaktivitas Hsp70, sehingga fungsi sitoprotektif, pengaturan irama dan waktu folding protein terganggu, terjadi missfolding dan denaturasi protein, jejas dan kematian sel.11

Dengan berbagai proses kematian limfositT tersebut terjadi penurunan jumlah limfosit T-CD4 secara dramatis dari normal berkisar 600-1200/mm3 menjadi 200/mm3 atau lebih rendah lagi. Semua mekanisme tersebut menyebabkan penurunan sitem imun sehingga pertahanan individu terhadap mikroorganisme patogen menjadi lemah dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi sekunder sehingga masuk ke dalam stadium AIDS. Masuknya infeksi sekunder menyebabkan munculnya keluhan dan gejala klinis sesuai jenis infeksi sekundernya.11

(27)

2.1.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis infeksi HIV merupakan gejala dan tanda pada tubuh host akibat intervensi HIV. Manifestasi ini dapat berupa gejala dan tanda infeksi virus akut, keadaan asimtomatis berkepanjangan, hingga manifestasi AIDS berat.Manifestasi gejala dan tanda dari HIV dapat dibagi menjadi 4 tahap :

1. Pertama merupakan tahap infeksi akut, pada tahap ini muncu gejala tetapi spesifik. Tahap ini muncul 6 minggu pertama setelah paparan HIV dapat berupa demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi, dan pembesaran kelenjar getah bening. Dapat juga disertai meningtis aseptik yang ditandai demam , nyeri kepala hebat , kejang kejang dan kelumpuhan saraf otak.

2. Kedua merupakan tahap asimtomatis, pada tahap ini gejala dan keluhan hilang. Tahap ini berlangsung 6 minggu hingga beberapa bulan bahkan tahun setelah infeksi. Pada saat ini terjadi internalisasi HIV ke intraseluler. Pada tahap ini aktivitas penderita masih normal

3. Ketiga merupakan tahap simtomatis, pada tahap ini gejala dan keluhan lebih spesifik dengan gradasi sedang sampai berat. Berat badan menurun tetapi tidak sampai 10%, pada selaput mulut terjadi sariawan berulang, terjadi peradangan pada sudut mulut, dapat juga ditemukan infeksi bakteri pada saluran nafas bagian atas namun penderita dapat melakukan aktivitas meskipun terganggu. Penderita lebih banyak berada di tempat tidur meskipun kurang 12 jam per hari dalam bulan terakhir.

4. Keempat merupakan tahap yang lebih lanjut atau tahap AIDS. Pada tahap ini terjadi penurunan berat badan lebih 10%, diare yang lebih dari satu

bulan, panas yang tidak diketahui sebabnya lebih dari satu bulan, kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, tuberkulosis paru, dan pneumonia bakteri.

Penderita berbaring di tempat tidur selama 12 jam sehari selama sebulan terakhir. Penderita diserbu berbagai macam infeksi sekunder, misalnya pneumonia pneumokistik karinii, toksoplasmosis otak, diare akibat kriptosporidiosis, penyakit virus sitomegalo, infeksi virus herpes , kandidiasis pada esofagus, trakea , bronkus atau paru serta infeksi jamur yang lain misalnya histoplamasis , koksidiodomikosis. Dapat juga ditemukan beberapa

(28)

jenis malignasi, termasuk keganasan kelenjar getah bening dan sarkoma kaposi. Hiperaktivitas komplemen menginduksi sekresi histamin. Histamin menimbulkan keluhan gatal pada kulit diiringi mikroorganisme di kulit memicu terjadinya dermatitis HIV.11

2.1.6 Faktor Resiko

Faktor risiko epidemiologis infeksi HIV meliputi:

1. Perilaku berisiko (sekarang atau di masa lalu)

a. Hubungan seksual dengan mittra seksual risiko tinggi tanpa Menggunakan kondom

b. Pecandu narkotika suntik

c. Hubungan seksual yang tidak aman 1. Memiliki banyak mitra seksual

2. Mitra seksual yang diketahui pasien HIV/AIDS

3. Mitra seksual dari daerah dengan prevalensi HIV AIDS yang tinggi 4. Homoseksual

2. Pekerja dan pelanggan tempat hiburan seperti: panti pijat, diskotik, karaoke, atau prostitusi terselubung

3. Mempunyai riwayat infeksi menular seksual (IMS) 4. Riwayat menerima transfusi darah berulang

5. Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang tidak steril. 11

2.1.7 Diagnosis Infeksi HIV/AIDS

Diagnosis infeksi HIV/AIDS dapat dibuat berdasarkan klarifikasi klinis WHO atau CDC. Di Indonesia diagnosis AIDS untuk keperluan surveilans epidemiologi dibuat bila menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan dua gejala mayor dan satu gejala minor.11

a. Gejala mayor

1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam satu bulan 2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari satu bulan

(29)

3. Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan 4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis 5. Demensia/HIV ensefalopati

b. Gejala minor

1. Batuk menetap lebih dari satu bulan 2. Dermatitis generalisata

3. Adanya herpes zoster multisegmental dan atau berulang 4. Kandidiasis oro-faringial

5. Herpes simplek kronis progresif 6. Limfadenopati generalisata

7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita 8. Retinitis cytomegalovirus

Apabila didapatkan salah satu tanda/gejala dibawah ini, dilaporkan sebagai kasus AIDS, walaupun tanpa pemeriksaan laboratorium: 1) Sarkoma Kaposi dan 2) Pneumonia yang berulang dan mengancam jiwa.

c. Pemeriksaan laboratorium infeksi HIV

Untuk mendeteksi seseorang menderita HIV, dapat dilakukan tes langsung pada virus HIV atau secara tidak langsung dengan cara menemukan antibodi. Bila seseorang ditemukan antibodi terhadap HIV berarti pasien tersebut terinfeksi HIV.11

d. Pemeriksan serologi HIV

Pemeriksaan pertama terhadap antibodi HIV dapat digunakan rapid test untuk melakukan uji tapis, apabila didapatkan hasil positif dilakukan pemeriksaan ulang dengan menggunakan tes yang memiliki prinsip dasar yang berbeda dan atau menggunakan preparasi antigen yang berbeda dari tes yang pertama, biasanya digunakan enzymlinked immunosorbent assay (ELISA). Apabila tersedia sarana yang cukup dapat dilakukan tes konfirmasi dengan western blot (WB), indirect immunofluorescence assays (IFA), atau dengan radio-immunoprecipitation assay (RIPA). Pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV dapat digunakan bahan dari saliva (OraSure) dan urin (Calypte HIV-1 Urine ELISA).11

(30)

e. Deteksi virus HIV

Deteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan teknik polimerase chain reaction (PCR), teknik ini dilakukan apabila tes serologi beberapa kali tidak konklusif, untuk memastikan seseorang ada dalam fase periode jendela (window period), ingin segera mengetahui infeksi HIV pada bayi, dan untuk kepentingan penelitian tertentu. Metode PCR, DNA assay, dan p24 antigen capture. 11

2.1.8 Penatalaksanaan

HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total.

Namun, data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang meyakinkan bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV(obat anti retroviral, disingkat oleh ARV) bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Orang dengan HIV/AIDS menjadi lebih sehat, dapat bekerja normal dan produktif. Manfaat ARV dicapai melalui pulihnya sistem kekebalan akibat HIV dan pulihnya kerentanan odha terhadap infeksi oportunistik.

Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu: a).

Pengobatan untuk menekan replika virus HIV dengan antiretroviral (ARV), b).

Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, toksoplasma, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks, c). Pengobtan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat berkurang.9

(31)

2.1.9 Pencegahan

Pencegahan merupakan satu-satunya upaya penanggulangan AIDS. 5 langkah untuk mencegah tertular HIV/AIDS yaitu :

A = Abstinence of Sex (jauhi seks bebas) B = Be Faithful (setia pada pasangan) C = use Condom (gunakan kondom)

D = Don’t share a needle (jangan berbagi jarum suntik) E = Education (pendidikan)

Pencegahan dan penanggulangan AIDS mempunyai tiga tujuan antara lain:

mencegah infeksi HIV, mengurangi dampak perorangan dan sosial dari infeksi HIV serta menggerakan dan menyatukan upaya nasional dan internasional melawan AIDS.

Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) yang meliputi : cara penanganan dan pembuangan barang- barang tajam , mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah melakukan tindakan medis, menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, celemek, jubah, masker dan kacamata pelindung saat harus bersentuhan langsung dengan darah dan cairan tubuh lainnya, melakukan desinfeksi instrumen kerja seperti peralatan yang terkontaminasi.12

2.2 Pengetahuan

2.2.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, indra pendengaran, indra penciuman, indra perasa, dan indra peraba. Pengetahuan seseorang individu terhadap sesuatu dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman, dan tinggi rendahnya mobilitas informasi tentang sesuatu dilingkungannya. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru ( berperilaku baru ), dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :

(32)

1. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest (merasa tertarik) terhadap objek tersebut, disini sikap subjek sudah mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

4. Trial (mencoba), dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus.

5. Adoption (beradaptasi), dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.13

2.2.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo bahwa pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu 8 tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.13

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 13

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat

(33)

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.13

4) Analisa (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.13

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria- kriteria yang telah ada.13

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo bahwa tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut:

1. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah serta berlangsung seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan di bidang kesehatan, bidang kesehatan membina hubungan lintas sektoral dengan bidang pendidikan agar pendidikan kesehatan dicantumkan dalam kurikulum dasar. Berkaitan dengan HIV/AIDS dalam kurikulum 2004 untuk siswa SMA terdapat dua sub bab yang

(34)

membahas tema seputar HIV/AIDS, yaitu virologi yang diberikan di kelas X serta sistem sirkulasi dan kekebalan tubuh yang diberikan di kelas XI IPA.13

2. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan yang diperoleh dengan cara memecahkan masalah yang dihadapi. Pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata sesuai dengan bidang kerjanya.13

3. Usia

Usia berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Semakin bertambah tua akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.13

4. Sosial ekonomi

Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedangkan ekonomi dikaitkan dengan pendidikan, ekonomi baik tingkat pendidikan akan tinggi, sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga

5. Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.

6. Media Informasi

Media informasi hakikatnya adalah alat bantu pendidikan termasuk pendidikan kesehatan. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan kesehatan, media dibagi menjadi tiga yaitu:

a) Media Cetak

(35)

Media cetak sebagai alat untuk meyampaikan informasi dan pesan-pesan yang sangat bervariasi antara lain:

1) Booklet ialah suatu media untuk menyampaikan pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.

2) Leaflet ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasinya dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar atau kombinasi.

3) Flyer (selebaran) ialah seperti leaflettetapi tidak dalam bentuk lipatan.

4) Flipchart(lembar balik) ialah media penyampaian pesan atau informasi- informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana setiap lembar (halaman) beisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai pesan atau informasi berkaitan dengan gambar tersebut.

5) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.

6) Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan informasi kesehatan yang biasanya ditempel di tempat-tempat umum, di tembok atau di kendaraan umum.

7) Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.13 b) Media Elektronik

Media elektronik sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan dan jenisnya berbeda-beda, antara lain:

1) Televisi, media penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan melalui media televisi dapat dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab sekitar masalah kesehatan, pidato (ceramah), TV,sport, kuis atau cerdas cermat, dan sebagainya.

2) Radio, penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui radio juga dapat berbentuk macam- macam antara lain: obrolan (tanya jawab), sandiwara radio, ceramah, radio spot, dan sebagainya.

(36)

3) Video : penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan dapat melalui video

4) Slide :slide dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi- informasi kesehatan.

5) Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan.

c) Bill Board (Media Papan)

Bill Board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai dan diisi dengan pesan-pesan atau informasi- informasi kesehatan. Media papan disini dapat mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan-kendaraan umum (bus dan taksi). 13

2.3 Remaja 2.3.1 Pengertian

Remaja menurut WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi. Maka secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut. Remaja adalah suatu masa ketika.14

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda- tandaseksual sekunder nya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri

Menurut WHO membagi kurun usia dalam dua bagian yaitu remaja

Awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda (youth).

Sedangkan di Indonesia batasan remaja hal ini dikemukakan dalam sensus penduduk 1980 tentang pemuda adalah kurun usia 12-24 tahun.14

(37)

2.3.2 Ciri-ciri usia remaja

1. Masa pra pubertas usia 12-13 tahun :

Peralihan dari masa kanak-kanak ke masa pubertas Ciri-ciri nya :

 Tidak suka diperlakukan sebagai anak kecil lagi.

 Mulai bersifat kritis

2. Masa pubertas usia 14-16 tahun : Masa remaja awal Ciri-ciri nya :

 Mulai cemas dan bingung dengan tentang perubahan fisiknya.

 Memperhatikan penampilan

 Sikapnya tidak menentu/plin plan

 Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib 3. Masa akhir pubertas, usia 17-18 tahun :

Peralihan pada masa pubertas kemasa adolence Ciri-ciri nya :

 Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai.

 Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja putra.

4. Periode remaja adolence usia 19-21 tahun :

Merupakan masa akhir remaja, beberapa sifat pada masa ini :

 Perhatiannya tertutup pada hal-hal realitas

 Mulai menyadari akan realitas

 Sikapnya mulai jelas tentang hidup

 Mulai tampak bakat dan minatnya.14

2.3.3 Perubahan universal pada remaja Secara umum remaja memiliki empat perubahan :

1. Meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Karena perubahan emosibiasanya terjadi lebih cepat selama masa awal remaja.

(38)

2. Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial, menimbulkan masalah baru bagi remaja muda. Masalah yang timbul lebih banyak dan sulit diselesaikan dibandingkan dengan masalah yang dihadapi sebelumnya.

3. Dengan berubahnya minat dan pola perilaku maka nilai-nilai juga berubah.

Apa yang terjadi pada masa kanak-kanak dianggap penting, sekarang setelah hampir dewasa tidak penting lagi.

4. Sebagian besar remaja bersikap ambivalence terhadap setiap perubahan.

Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut untuk bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut.15

2.3.4 Hubungan remaja dengan keluarga

Bila hubungan remaja muda dengan anggota-anggota keluarga tidak harmonis selama masa remaja, biasanya kesalahan terletak pada kedua belah pihak. Sering kali orang tua tidak menolak untuk memperbaiki konsep mereka tentang kemampuan anak mereka setelah anak-anak menjadi lebih besar.

Akibatnya, mereka memperlakukan anak remaja mereka seperti ketika anak-anak itu masih kecil. Sekalipun demikian mereka mengharapkan anak bertindak sesuai

“dengan usia”, terlebih bila berhubungan dengan tanggung jawab.

Masalah yang lebih penting lagi adalah apa yang disebut “kesenjangan generasi” antara remaja dengan orang tua mereka. Kesenjangan ini sebagian disebabkan karena adanya perubahan radikal dalam menilai dan standar perilaku yang biasanya terjadi di dalam setiap perubahan budaya yang pesat, dan sebagian disebabkan karena kenyataan bahwa kawula muda sekarang memiliki banyak kesempatan untuk pendidikan, sosial, dan budaya yang lebih besar daripada masa remaja orang tua mereka. Jadi sesungguhnya ini merupakan “kesenjangan budaya” sepenuhnya bukan karena peradaban dalam usia kronologis.

Kesenjangan generasi yang paling menonjol terjadi di bidang norma- norma sosial. Seperti telah ditunjukkan sebelumnya, perilaku seksual yang

(39)

sekarang dilakukan oleh para remaja adalah perilaku yang sangat terlarang oleh orang tua pada usia yang sama.

Orang tua tidak dapat sepenuhnya dipersalahkan sehubungan dengan pertentangan yang berkembang di antara mereka dan anak remaja mereka. Kecuali anak-anak praremaja, remaja muda adalah anak yang paling tidak bertanggung jawab, paling sulit dihadapi, paling tidak dapat diramal dan paling menjengkelkan.

Ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk berkomunikasi dengan orang tua semakin memperbesar kesenjangan antara mereka.

Orang tua sulit menerima keengganan remaja untuk mengikuti larangan- larangan yang dipandang penting dan mereka tidak sabar menghadapi kegagalan remaja memikul tanggung jawab yang sesuai dengan usia remaja. Sumber-sumber kejengkelan ini biasanya mencapai puncaknya antara usia empat belas dan lima belas tahun, setelah itu biasanya hubungan orang tua-anak mulai membaik.

Sama pentingnya, banyak remaja merasa bahwa orang tua tidak “mengerti mereka” dan standar perilaku orang tua dianggap kuno. Hal ini lebih disebabkan karena kesenjangan budaya, seperti telah dijelaskan, dan bukan karena perbedaan usia.Meskipun ada banyak sumber pertentangan antara remaja dan anggota- anggota keluarga, tetapi ada sebab-sebab tertentu yang hampir bersifat universal dalam keluarga-keluarga Amerika saat ini. Sebab-sebab ini lebih banyak terjadi pada masa awal remaja dibandingkan dengan akhir masa remaja dengan anak laki- laki.15

a. Hubungan antara keluarga yang semakin membaik

Dengan berjalannya masa remaja, pertentangan dengan anggota-anggota keluarga lambat laun berkurang dan hubungan menjadi lebih menyenangkan dan leih penuh kasih sayang. Hal ini berlaku dalam hubungan dengan semua anggota keluarga.

Hubungan remaja-orang tua yang membaik bermula ketika orang tua mulai menyadari anak-anak mereka bukan anak kecil lagi. Mereka memberi lebih banyak keistimewaan dan sekaligus mengharapkan tanggung jawab yang lebih besar serta prestasi yang lebih baik. Selanjutnya, hubungan orang tua –anak lebih menyenangkan pada saat orang tua berusaha untuk mengerti remaja dan nilai-nilai

(40)

budaya baru dari kelompok remaja, meskipun tidak sepenuhnya menyetujui, dan menyadari bahwa remaja masa kini hidup dalam dunia yang berbeda dengan dunia ketika ia dibesarkan dulu. Bila orang tua mengadakan penyesuaian, maka pada umumnya hubungan orang tua-remaja menjadi lebih santai dan rumah menjadi tempat yang lebih menyenangkan.

Pola yang sama terjadi dalam hubungan remaja dengan saudara-saudara kandung, dengan kakek, nenek, dan sanak keluarga yang lain. Pada awal masa remaja hubungan penuh dengan pertentangan. Kemudian remaja yang lebih tua mulai dapat menerima saudara-saudaranya yang tadinya dianggap menjengkelkan, dengan cara yang lebih tenang dan lebih filosofis. Ia dapat lebih mengerti perilaku adik-adiknya dan adanya kepercayaan diri yang lebih besar membuatnya tidak cepat marah terhadap perilaku adik-adik. Kalau remaja mengakui bahwa saudara- saudaranya berbeda dengan dirinya, maka hal ini akan mengurangi persaingan antar saudara dan mengurangi pertentangan.

Seringkali remaja yang lebih tua mengembangkan sikap seperti orang tua terhadap adik-adik dan hal ini mengurangi pertentangan. Kakak diperlakukan secara lebih santai dan tidak banyak rasa iri hati. Remaja yang lebih tua bahkan menerima lebih baik kakek-nenek dan keluarga-keluarga yang lain dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Perbedaan sikap ini disebabkan karena konsep yang lebih matang mengenai usia tua, meskipun kemungkinan besar lebih disebabkan karena kakek-nenek dan keluarga-keluarga yang lain sekarang memperlakukannya seperti orang yang sudah dewasa. Di samping itu mereka tidak lagi memberikan kritik terhadap perilaku dan penampilan remaja.15

b. Perbedaan seks dalam hubungan keluarga

Pada umumnya, hubungan remaja dengan anggota keluarga yang wanita kurang baik dibandingkan dengan hubungan anggota keluarga yang pria.

Meskipun benar bahwa ibu cenderung lebih lunak terhadap anak laki-lakinya, namun ini merupakan salah satu perkecualian. Karena anak perempuan lebih dibatasi oleh ibu dibandingkan dengan ayah, maka pertentangan antara ibu-anak gadis lebih kuat, setidaknya sampai bagian akhir masa remaja. Kakek dan keluarga pria yang lain kurang mengawasi perilaku remaja karena hal ini dianggap

(41)

tanggung jawab orang tua. Sebaliknya nenek dan anak keluarga wanita lainnya cenderung lebih terbuka dalam mengungkapkan kritik. Juga, baik anak laki-laki maupun anak perempuan pada masa remaja lebih mempunyai hubungan yang kurang baik dengan ibu tiri dibandingkan dengan ayah tiri.

Hubungan yang ramah dengan saudara kandung sejenis sepanjang masa kanak-kanak sering kali berubah menjadi hubungan yang kurang baik dalam masa remaja; misalnya kakak perempuan cenderung mengkritik penampilan dan perilaku adik perempuannya, dan saudara-saudara yang lebih muda tidak menyukai keistimewaan yang diberikan kepada saudara-saudara yang lebih tua. 15

(42)

BAB 3

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Teori

Gambar 3.1 Kerangka Teori

1. Pendidikan Orang Tua 2. Pengetahuan Remaja

Faktor – faktor yang mempengaruhi :

1. Lingkungan 2. Informasi

Tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS - Pengertian - Penyebab

- Tanda – tanda dan gejala

- Cara Penularan - Penangan - Cara Pencegahan

Pencegahan HIV/AIDS

(43)

3.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah alur penelitian yang memperlihatkan variabel- variabel yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi. Atau dengan kata lain dalam kerangka konsep akan terlihat faktor-faktor yang terdapat dalam variabel penelitian.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

3.3 HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan pendidikan orang tua dengan pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS pada remaja di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2016”.

1. Pendidikan Orang Tua 2. Faktor – faktor yang

mempengaruhi remaja a. Lingkungan

b. Informasi

1. Pencegahan HIV/AIDS pada remaja putri

2. Pengetahuan Remaja

(44)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian analitik, yaitu penelitian yang bertujuan menganalisis hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya. Pemilihan rancangan penelitian disesuaikan dengan tujuan penelitiian yaitu mencari hubungan atau korelasi antar variabel. Pendekatan yang digunakan adalah potong lintang atau cross sectional yaitu metode penelitian yang semua jenis datanya diambil secara bersamaan dalam waktu yang sama. Keuntungan dari pendekatan ini adalah efisiensi waktu dengan jumlah sampel yang banyak.16

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 2 Medan. Pemilihan lokasi ini dengan mempertimbangkan bahwa SMAN 2 Medan ini memiliki kualitas yang bagus dimana siswa – siswi SMAN 2 Medan memiliki kualitas akademik yang baik, selain itu di SMA ini juga memiliki organisasi sekolah yang banyak membahas masalah kesehatan reproduksi remaja. Dengan demikian, kemampuan akademik yang dimiliki oleh siswa – siswi apakah sejalan dengan pengetahuan mereka tentang kesehatan reproduksi terutama mengenai HIV & AIDS.

4.2.2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Tahun 2016.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh remaja putri kelas X dan XI MIPA SMA Negeri 2 Medan pada tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 87 orang.

(45)

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian dihitung menggunakan rumus Slovin (d=10%) untuk populasi < 1000. 17

n = 𝑁

1+𝑁 (𝑑)2

Keterangan :

n : Jumlah sampel N : Jumlah Populasi D : Tingkat signifikansi Jadi : n = 631

1 + 631 (0,1)2

n = 86,32 = 87 orang

87 remaja putrid SMAN 2 Medan sebagai sampel penelitian yang terdiri dari kelas X dan XI. Jumlah sampel untuk setiap tingkatan kelas ditentukan dengan metode proporsionate simple random sampling untuk mendapatkan jumlah yang proporsional sebagai berikut :

a. Kelas X (381 siswi)

n = 381 x 87 = 52,53 = 52 siswi putri 631

b. Kelas XI (250 siswi)

n = 250 x 87 = 34,46 = 34 siswi putri 631

Total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 87 siswi. Sampel diambil dengan bantuan sistem undian (kocok). Sampel penelitian tidak dikenakan kriteria inklusi dan eksklusi, dengan pertimbangan bahwa semua responden

30

(46)

berada pada satu lingkungan yang sama, yaitu SMA Negeri 2 Medan, dan memiliki karakteristik yang sama yaitu remaja putri.

4.4. Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran 4.4.1. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah batasan yang digunakan untuk mendefenisikan variabel-variabel atau faktor-faktor yang mempengaruhi variabel perencanaan.

1. Pendidikan orang tua adalah pendidikan yang didapat oleh orang tua (ibu) selama masa sekolah.

2. Pengetahuan remaja adalah hasil tahu dan informasi yang didapatkan oleh remaja tentang HIV/AIDS.

3. Faktor yang mempengaruhi remaja adalah faktor lingkungan dan informasi yang didapatkan oleh remaja terhadap pencegahan HIV/AIDS.

4. Pencegahan HIV/AIDS adalah upaya penanggulangan untuk mencegah tertularnya virus HIV/AIDS.

Tabel 4.1. Aspek Pengukuran Variabel

Independent Kategori Skor

Nilai Alat Ukur Skala

Pengukuran 1. Pendidikan orang tua 1. PT

2. SMA 3. SMP

PT = 3 SMA = 2 SMP = 1

Kuesioner Ordinal

Variabel

Dependent Kategori Skor

Nilai Alat Ukur

Skala

Pengukuran 1. Pencegahan

HIV/AIDS

2. Pengetahuan remaja

1. Dicegah 2. Tidak dicegah 1. Baik

2. Cukup 3. Kurang

Benar = 1 Salah = 0 1=0-5 2=5-10 3 = 10-15

Kuesioner

Kuesioner

Ordinal

Ordinal

(47)

4.5. Tehnik Pengumpulan Data 4.5.1. Data Primer

Data primer pada penelitian ini adalah data yang diperoleh dari responden langsung dengan cara pengisian kuesioner yang dibuat berdasarkan tujuan penelitian. Metode pengambilan sampel dengan pembagian kuesioner secara langsung dengan arahan dari koordinator guru pembimbing yang ditunjuk langsung oleh pihak sekolah. Pemilihan kelas yang menjadi sampel penelitian adalah kelas yang siswanya tidak dalam proses belajar mengajar atau pun saat jedah pergantian mata pelajaran namun tidak dilakukan wawancara secara langsung dengan pertimbangan dari pihak sekolah karena banyak mengambil proses belajar dan waktu istirahat para siswa.

4.5.2. Data Sekunder

Data sekunder di dapatkan dari sekolah SMA Negeri 2 Medan. Data ini berupa jumlah keseluruhan siswa dan siswi dan jumlah siswa tiap angkatan serta jumlah laki – laki dan perempuan yang masih terdaftar atau masih aktif di SMAN 2 Medan.

4.6. Uji Validitas dan Reabilitas 4.6.1. Uji Validitas

Menetukan derajat ketepatan dari instrumen penelitian berbentuk kuesioner. Uji validitas dapat dilakukan menggunakan Product Moment Test.

rXY =

  

 

NXN2XYX2

 

NXY2Y

 

Y 2

Keterangan :

X : Skor dari butir instrumen Y : Skor total dari butir instrumen

∑X : Jumlah skor dari butir instrumen

∑Y : Jumlah skor total dari butir instrumen

∑XY : Jumlah produk dari skor butir dan skor total butir instrumen

∑X2 : Jumlah dari kuadrat skor butir instrumen

(48)

∑Y2 : Jumlah dari kuadrat skor total butir instrumen

Kriteria validitas instrumen yaitu jika rhitung > rtabel maka butir instrumen dinyatakan valid, jika rhitung < rtabel maka butir instrumen dinyatakan tidak valid. Peneliti melakukan Uji Validitas di SMU Raksana Medan, ingin terlebih dahulu menguji ke valid-an butir tes ditempat penelitian yang berbeda sebelum melakukan pengujian butir tes di lokasi penelitian yang diinginkan.

Pernyataan Sig.(2-tailed) Hasil Pearson

Corelation r-tabel

1. 0.004 Valid 0.697 0.444

2. 0.000 Valid 0.857 0.444

3. 0.003 Valid 0.705 0.444

4. 0.008 Valid 0.656 0.444

5. 0.013 Valid 0.622 0.444

6. 0.010 Valid 0.641 0.444

7. 0.003 Valid 0.718 0.444

8. 0.000 Valid 0.940 0.444

9. 0.000 Valid 0.940 0.444

10. 0.010 Valid 0.641 0.444

11. 0.000 Valid 0.857 0.444

12. 0.000 Valid 0.940 0.444

13. 0.013 Valid 0.622 0.444

14. 0.000 Valid 0.940 0.444

15. 0.012 Valid 0.630 0.444

4.6.2 Uji Reabilitas

Menentukan derajat konsistensi dari instrumen penelitian berbentuk kuesioner.

Tingkat reabilitas dapat dilakukan menggunakan SPSS melalui Uji Cronchbach Alpha yang dibandingkan dengan Tabel r.

Gambar

Gambar 3.1  Kerangka Teori
Tabel 4.1. Aspek Pengukuran  Variabel
Tabel 5.4   Distribusi Frekuensi  Responden berdasarkan Sumber Informasi Tahun   2016
Tabel 5.5  Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Lingkungan Tahun 2016
+5

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui dan mengenal secara langsung proses belajar mengajar di sekolah latihan, mengetahui bagaimana seorang guru mempersiapkan perencanaan pembalajaran dan

Karena itu, berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, maka permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada pengaruh tayangan

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa demokrasi yang merupakan manifestasi kedaulatan rakyat berupa penyerahan kepada rakyat untuk mengambil keputusan-keputusan politik

Model pembelajaran MASTER atauKUASAI telah banyak diterapkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga pada tahun 2010 salah seorang mahasiswa

Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Agar sasaran

Suatu proses hubungan untuk membantu orang lain, yang terbangun dalam suatu hubungan tatap muka antara dua orang individu (klien yang menghadapi masalah dengan

Pantai Sembilangan masih kurang memadai untuk daerah tujuan wisata, yaitu kurangnya prasarana seperti lampu jalan yang masih minim bahkan dibeberapa jalan tidak ada penerangan

Setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan pendekatan scientific pada pembelajaran tematik keanekaragaman hewan dan tumbuhan kelas IV SDN 1 Reco Kertek Wonosobo