• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN HASIL KEGIATAN MODEL PENYEDIAAN BENIH UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN WILAYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN HASIL KEGIATAN MODEL PENYEDIAAN BENIH UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN WILAYAH"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN HASIL KEGIATAN

MODEL PENYEDIAAN BENIH UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN WILAYAH

PENGKAJI UTAMA IR. ISKANDAR, M.Si

KEMENTERIAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN DAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RDHP : Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah

2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh

3. Alamat Unit Kerja : Jl. P. Nyak Makam. No. 27 Lampineung Banda Aceh

4. Sumber Dana : Satker Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh TA. 2015

5. Status Kegiatan (L/B) : Baru 6. Penanggung Jawab :

a. Nama : Ir. T. Iskandar, M.Si b. Pangkat/Golongan : Pembina

c. Jabatan : Penyuluh Pertanian Madya

7. Lokasi : Provinsi Aceh

8. Agroekosistem : Lahan sawah/lahan kering 9. Tahun Dimulai : 2015

10. Tahun selesai : 2017

11. Output Tahunan : - TersedianyaModel Pemgembangan Kawasan Mandiri Benih Padi.

- Tersedianya Model Pemgembangan Kawasan Mandiri Benih Kedelai.

- Tersedianya Model Pemgembangan Kawasan Mandiri Benih Jagung.

12. Output Akhir : Terpenuhinya benih padi, kedelai dan jagung secara mandiri melalui penangkar/kelompok penangkar benih pada masing masing kawasan

(3)

13. Biaya : Rp. 507.000.000,-

Mengetahui :

Koordinator program Penanggung Jawab Kegiatan,

Dr. Rachman Jaya, S.Pi., M.Si

NIP. 19740503 200003 1 001 NIP. 19580121 198303 1 003 Ir. T. Iskandar, M.Si Mengetahui :

Kepala Balai Besar Menyetujui Kepala Balai

Dr. Ir. Abdul Basit MS

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadhirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan akhirkegiatan Model Penyediaan Benih Untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahdi Provinsi Aceh tahun anggaran 2015.

Kegiatan Model Penyediaan Benih Untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahdi Provinsi Aceh ini bertujuan untuk mendapatkan model penyediaan benih padi, jagung dan kedelai dengan meningkatkan kemampuan calon penanggar di tingkat petani dalam rangka percepatan target peningkatan produksi benih. Selama ini petani sulit mendapatkan benih unggul yang terjamin mutu keunggulannya, walaupun benih yang berlabel ada dipasaran tetapi petani belum tentu dapat membelinya oleh karena keterbatasan modal usahatani.

Oleh karena itu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh selaku institusi yang berwenang di untuk melakukan kegiatan Model Penyediaan Benih Untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah untuk memfasilitasi dan sekaligus membina petani penangkar benih padi, jagung dan kedelaiyang ada di Provinsi Aceh dengan harapan dapat menyediakan benih yang bermutu di tingkat petani.

Ucapan terima kasih kepada Bapak Kepala Balai dan teman-teman yang terlibat didalam tim kegiatan yang telah banyak membantu dalam melaksanakan kegiatan dilapangan sejak dari awal sehingga selesainya laporan akhirini.

Demikian laporan ini kami buat atas kritikan dan saran dalam rangka penyempurnaan laporan ini diucapkan terima kasih

Banda Aceh, Desember 2015 Penanggung Jawab Kegiatan,

Ir. T. Iskandar, M.Si

(5)

RINGKASAN

1. Judul RDHP : Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah

2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh 3. Lokasi : Prov. Aceh

4. Agroekosistem : Lahan sawah/lahan kering

5. Status : Baru

6. Tujuan :  Menyediakan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah secara terencana, terarah dan berkelanjutan sehingga calon penangkar mampu memproduksi benih padi, jagung dan kedelai secara mandiri pada kawasan pengembangan dalam jumlah cukup dan kualitas sesuai dengan standar mutu benih.

 Memantapkan kelembagaan perbenihan di kawasan pengembangan padi, jagung dan kedelai yang mampu menjamin penyediaan dan pendistribusian benih berkualitas varietas unggul spesifik lokasi secara cukup.

7. Keluaran :  Tersedianya Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah secara terencana, terarah dan berkelanjutan sehingga calon penangkar mampu memproduksi benih padi, jagung dan kedelai secara mandiri pada kawasan pengembangan dalam jumlah cukup dan kualitas sesuai dengan standar mutu benih.

 Mantapnya kelembagaan perbenihan di kawasan pengembangan padi, jagung dan kedelai yang mampu menjamin penyediaan dan pendistribusian benih berkualitas varietas unggul spesifik lokasi secara cukup.

8. Hasil : Tersedianya Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah secara terencana, terarah dan berkelanjutan sehingga calon penangkar mampu memproduksi benih padi, jagung dan kedelai secara mandiri pada kawasan pengembangan dalam jumlah cukup dan kualitas sesuai dengan standar mutu benih. 9. Prakiraan Manfaat : Penangkar mampu memproduksi benih padi,

(6)

jagung dan kedelai secara mandiri pada kawasan pengembangan dalam jumlah cukup dan kualitas sesuai dengan standar mutu benih. 10. Prakiraan Dampak : Menjadi model percontohan sistem Penyediaan

Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah secara terencana, terarah dan berkelanjutan sehingga calon penangkar mampu memproduksi benih padi, jagung dan kedelai secara mandiri pada kawasan pengembangan dalam jumlah cukup dan kualitas sesuai dengan standar mutu benih.

11. Prosedur : Tahapan kegiatan yang dilakukan meliputi : - Koordinasi dengan Dinas Pertanian, BPSB

BP2KP, Kabupaten Pidie Jaya, Pidie dan Aceh Selatan

- Identifikasi dan penentuan petani/calonpenangkar

- Pelatihan petugas dan calon penangkar - Pendampingan produksi benih

- Pendampingan distribusi benih 12. Jangka Waktu : 1 Tahun

(7)

SUMMARY

1. Title : Seed Production Model for Fulfilment of Provincial Seed Requirement

2. Implementation Unit : Assessment Institute for Agriculture Technology (AIAT aceh)

3. Location : East Aceh

4. Agro ecosystem : wetland area/dryland area

5. Status : New

6. Objectives : - Provide Model of seed production to meet provincial need organisedly and sustainable for seeed producer farmers.

- Strengthening seed institution in the area development of rice, maize, and soybean in procurement and distribution of quality seed. 7. Output : Available Model of seed production to meet provincial need organisedly and sustainable for seeed producer farmers.

- Established seed institution in the area development of rice, maize, and soybean in procurement and distribution of quality seed.

8. Outcome : Seed producer farmers will be able to produce rice, maize, adn soybean seed indepently within area of develepment in sufficient quantity and quality

9. Expected benefit : Seed producer farmers will be able to produce rice, maize, adn soybean seed indepently within area of develepment in sufficient quantity and quality

10. Expected impact : Become a model to replicate of organised and sustainable seed production for seed producer farmer to meet seed requirement in sufficient quantity and quality.

11. Procedure : - Coordination with local agricultural institution in the district; identification of farmer cooperator, delivering traning for seed producer, and assistance in production and didtribution.

12. Duration : 1 Year

(8)

DAFTAR ISI Hal HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR RINGKASAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTARGAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i ii iii vi viii ix x I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Dasar Pertimbangan... 9 1.3 Tujuan ... 13

1.4 Keluaran yang diharapkan... 13

1.5 Perkiraan Manfaat dan Dampak ... 13

II. PROSEDUR PELAKSANAAN 14 2.1 Pendekatan ... 14

2.2 Tempat dan Waktu... 14

2.3 Ruang Lingkup Kegiatan ... 15

2.4 Bahan dan Metode Pelaksanaan... 16

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 3.1 Gambaran Umum Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah... 24

3.2 Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Padi... 27

3.3 Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Jagung... 30 3.4 Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan

(9)

Kedelai... 48

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 55

4.1 Kesimpulan ... 55 4.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA 56

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ruang lingkupKegiatan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan

Kebutuhan Wilayah di Provinsi Aceh... 2. Tahapan Proses menghasilkan Benih Bersertifikat ... 3. Daftar ResikoModel Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan

Wilayah... 4. Daftar Penanganan ResikoModel Penyediaan Benih untuk Pemenuhan

Kebutuhan Wilayah... 5. Tenaga Yang Terlibat Dalam Kegiatan Model Penyediaan Benih untuk

Pemenuhan Kebutuhan Wilayah ... 6. Jangka Waktu Kegiatan Kegiatan Model Penyediaan Benih untuk

Pemenuhan Kebutuhan Wilayah... 7. Anggaran Belanja Kegiatan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan

Kebutuhan Wilayah ... 8. Model Sistem Perbenihan Berbasis Masyarakat... 9. Lokasi Kegiatan Model Penyediaan Benih Untuk Pemenuhan Kebutuhan

Wilayahnya Melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Padi... 10.Hasil Benih Kegiatan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan

Kebutuhan Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Padi... 11. Luas tanam dan luas panen padi di Kabupaten Pidie tahun 2013 ... 12. Lokasi Kegiatan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan

Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Jagung………. 13. Cara seleksi pertanaman jagung untuk produksi benih... 14. Hasil Produksi Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan

Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Jagung . 15. Luas tanam dan luas panen Jagung di Kabupaten Aceh Selatan tahun

2013 ... 16. Lokasi Kegiatan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan

Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Kedelai.. 17. Hasil Produksi Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan

Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Kedelai.. 18. Luas tanam dan luas panen kedelai di Kabupaten Pidie Jaya tahun 2013

16 17 25 26 27 28 29 30 34 44 45 48 51 52 53 55 59 60

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur produksi dan distribusi benih ...31

2. Pola pembentukan model Kawasan Mandiri Benih ...32

3. Preferensi petani/pengguna terhadap keragaan tanaman ...35

4. Preferensi petani/pengguna terhadap ketahanan hama dan penyakit ...36

5. Preferensi petani/pengguna terhadap bentuk, ukuran dan warna gabah….. 37

6. Preferensi petani/pengguna terhadap tekstur, aroma, warna dan rasa nasi. 38 7. Preferensi petani/pengguna terhadap penampilan varietas... 38

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kegiatan pertemuan preferensi varietas dalam menentukan varitas yang

akan diproduksi... 63

2. Pelatihan Teknik Produksi Benih Padi ... 64

3. Panen Lokasi Mandiri Benih ... 65

4. Produksi Jagung Hibrida Bima 20 URI ...66

5. Pelatihan Produksi Jagung Hibrida ... 67

(13)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Revitalisasi pembangunan pertanian adalah dalam rangka mewujutkan pertanian yang tangguh, pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produksi pertanian serta peningkatan kesejahteraan masyarakat tani, sehingga akan dapat mengurangi angka kemiskinan penduduk di Indonesia.

Swasembada padi dan jagung berkelanjutan dan target swasembada kedelai merupakan program utama Kementerian Pertanian di periode 2015-2019. Sebagai komoditas utama yang diprogramkan oleh pemerintah, peran padi, jagung dan kedelai cukup strategis dan merupakan komoditas bernilai ekonomis tinggi. Selain merupakan sumber utama karbohidrat dan protein ketiga komoditas tersebut juga merupakan bahan baku industri pakan ternak dan rumah tangga. Pada beberapa tahun terakhir ini, kebutuhan ketiga komoditas terus meningkat seiring dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan untuk pakan.

a. Pengembangan Benih Bermutu

Pengembangan benih memiliki peranan penting dalam peningkatan produksi tanaman pangan, terutama dalam peningkatan produktivitas dan mutu hasil. Dalam meningkatkan ketersediaan benih sangat diperlukan varietas yang berdaya hasil tinggi dan mutu yang baik. Benih merupakan salah satu komponen utama yang berperan penting dalam peningkatan kuantitas dan kualitas produksi padi, karenanya penggunaan benih varietas unggul yang bermutu (berlabel) sangat dianjurkan. Hal ini terkait dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh varietas unggul, antara lain: berdaya hasil tinggi, tahan terhadap hama penyakit, dan rasa nasi enak (pulen).

Sebagai sarana produksi utama, penyediaan benih bermutu berperan penting dalam menentukan tingkat hasil yang akan diperoleh (Nugraha dan Hidayat 2000). Oleh karena itu, mutu benih sumber yang digunakan mulai dari benih penjenis (BS), benih dasar (BD/FS), benih pokok (BP/SS), dan benih sebar (BR/ES), penyediaannya tidak boleh

(14)

mengorbankan mutu, baik itu mutu genetik, mutu fisiologis, maupun mutu fisik (Kelly 1988).

Benih merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan budidaya tanaman yang perannya tidak dapat digantikan oleh faktor lain. Benih sebagai bahan tanaman dan sebagai pembawa potensi genetik terutama untuk varietas-varietas unggul. Keunggulan varietas dapat dinikmati oleh konsumen bila benih yang ditanam bermutu (asli, murni, vigor, bersih dan sehat) (Padminingsih, 2006).

Benih sumber yang akan digunakan untuk pertanaman produksi benih harus satu kelas lebih tinggi dari kelas benih yang akan dipoduksi. Untuk memproduksi benih kelas FS misalnya, berarti benih sumbernya adalah klas BS (Breeder Seed/benih penjenis/ benih label kuning), sedangkan untuk memproduksi benih kelas SS/BP/benih label ungu boleh menggunakan benih kelas FS atau BS. Pemeriksaan benih sumber mencakup sertifikasi benih yang berisi informasi mengenai asal benih, varietas, tanggal panen maupun mutu benih (daya kecambah, kadar air, dan kemurnian fisik benih). Informasi ini diperlukan untuk menentukan perlakuan benih (jika dipelukan) sebelum benih disemai maupun sebagai kelengkapan untuk proses pengajuan sertifikasi benih berikutnya.

Kebutuhan kedelai pada tahun 2010 sudah mencapai 4,61 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri pada tahun 2010 hanya 0,908 juta ton dan kekurangannya terpaksa diimpor. Hanya sekitar 21,2% dari total kebutuhan yang dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Dari total impor tersebut di atas, impor kedelai dalam bentuk bungkil kedelai 62,25 persen, naik dari 2,32 juta ton pada tahun 2009 menjadi 2,87 juta ton pada tahun 2010. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan terus-menerus, mengingat potensi lahan cukup luas, teknologi, dan sumberdaya lainnya cukup tersedia. (Kementerian Pertanian, 2010)

Untuk menekan laju impor kedelai sekaligus mendukung swasembada kedelai tahun 2014 yang telah dicanangkan Kementrian Pertanian diperlukan upaya khusus peningkatan produksi kedelai nasional. Strategi yang disusun untuk peningkatan produktivitas dan produksi meliputi: 1) Penyediaan benih sumber 2). Peningkatan

(15)

produktivitas, 3) Perluasan areal tanam, 4) Pengamanan produksi, dan 5) Pemberdayaan kelembagaan pertanian serta dukungan pembiayaan usahatani kedelai.

Dalam mendukung peningkatan produksi jagung di Indonesia, Karama (2004), berpendapat bahwa kebijakan perbenihan jagung komersil tingkat nasional sebaiknya diproduksi di Indonesia. Namun hingga saat ini, sumber daya dan kelembagaan perbenihan jagung dalam negeri belum merupakan produsen pertanian yang mumpuni dan berdaya saing handal (Baihaki, 2004). Oleh sebab itu, aspek pemahaman ilmu pemuliaan praktis dalam kehidupan pertanian khususnya ilmu menghasilkan benih jagung bermutu oleh petani harus diperluas dan ditingkatkan.

Salah satu penyebab utama rendahnya produktifitas karena varietas yang biasa ditanam petani dewasa ini tidak mampu lagi berproduksi lebih tinggi akibat kemampuan genetiknya yang terbatas. Hasil evaluasi Bank Dunia menyebutkan kontribusi penggunaan varietas unggul terhadap laju kenaikan produksi padi sebesar 5 % lebih tinggi dari pada kontribusi pemupukan sebesar 4 %.

Benih merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan budidaya tanaman yang perannya tidak dapat digantikan oleh faktor lain. Benih sebagai bahan tanaman dan sebagai pembawa potensi genetik terutama untuk varietas-varietas unggul. Keunggulan varietas dapat dinikmati oleh konsumen bila benih yang ditanam bermutu (asli, murni, vigor, bersih dan sehat) (Padminingsih, 2006).

Perbanyakan benih pada umumnya dimulai dari penyediaan benih penjenis (BS) oleh Balai Penelitian Komoditas, sebagai sumber bagi perbanyakan benih dasar (FS), benih dasar sebagai sumber bagi perbanyakan benih pokok (SS), dan benih pokok sebagai sumber bagi perbanyakan benih sebar (ES).

b. Alur Perbanyakan Benih

Kesinambungan alur perbanyakan benih tersebut sangat berpengaruh terhadap ketersediaan benih sumber yang sesuai dengan kebutuhan produsen/penangkar benih dan

(16)

menentukan proses produksi benih sebar. Kelancaran alur perbanyakan benih sangat menentukan kecepatan penyebaran varietas unggul baru kepada petani.

Varietas unggul merupakan salah satu teknologi yang berperan penting dalam peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian. Varietas unggul tanaman padi telah diadopsi oleh petani secara luas merupakan kontribusi nyata dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Secara terus menerus, varietas-varietas unggul tersebut terus diperbaiki keunggulannya melalui proses pemuliaan, dan apabila memenuhi persyaratan, selanjutnya di lepas secara resmi oleh Pemerintah (Menteri Pertanian) sebagai varietas unggul baru (VUB).

Penggunaan benih yang bermutu dan bersertifikat sudah tidak diragukan lagi, banyak hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan benih yang bermutu dapat memberikan peningkatan produksi tanaman pertanian. Hasil pengkajian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh pada kabupaten yaitu; Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Pidie dan Kabupaten Pidie Jaya dan beberapa kabupaten lainnya penanaman kedelai dengan menggunakan benih bermutu kelas FS atau SS dapat meningkatkan produksi dari 1,2 t/ha menjadi 2,5 - 2,8 t/ha dan penanaman padi dengan menggunakan benih bermutu kelas FS dapat meningkatkan produksi dari 6 t/ha menjadi 8 - 9 t/ha (BPTP Aceh, 2009).

Mengingat beberapa keuntungan tersebut, maka benih unggul padi, jagung dan kedelai yang bermutu dan bersertifikat hendaknya tersedia di tingkat petani secara keseluruhan. Oleh karena itu ketersediaan beniih tersebut harus memenuhi enam prinsip tepat yaitu; tepat varietas, tepat mutu, tepat waktu, tepat jumlah, tepat lokasi, dan tepat harga. Untuk ketersediaan benih yang bermutu tersebut maka peran BBI, BBU dan BPTP sangat diharapkan.

Makarim et al (2000), menyatakan bahwa belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah, antara lain disebabkan oleh rendahnya efisiensi pemupukan, belum efektifnya pengendalian hama dan penyakit, penggunaan benih kurang bermutu dan varietas yang dipilih kurang adaptif.

(17)

Kebutuhan kedelai pada tahun 2010 sudah mencapai 4,61 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri pada tahun 2010 hanya 0,908 juta ton dan kekurangannya terpaksa diimpor. Hanya sekitar 21,2% dari total kebutuhan yang dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Dari total impor tersebut di atas, impor kedelai dalam bentuk bungkil kedelai 62,25 persen, naik dari 2,32 juta ton pada tahun 2009 menjadi 2,87 juta ton pada tahun 2010. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan terus-menerus, mengingat potensi lahan cukup luas, teknologi, dan sumberdaya lainnya cukup tersedia. (Kementerian Pertanian, 2010)

Upaya mendukung percepatan penyebaran dan adopsi varietas-varietas unggul baru yang telah dihasilkan, Badan Litbang Pertanian beserta jajarannya, terutama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sangat penting berperan dalam penyediaan benih sumber (benih dasar/benih pokok) bagi pengguna (petani).

Peran Puslitbang Tanaman Pangan untuk mendukung penggunaan benih bermutu dilakukan dengan menghasilkan varietas unggul baru (VUB), namun di tingkat pedesaan ketersediaannya masih kurang. Pada saat diperlukan konsumen (penangkar benih) benih sering tidak tersedia atau bila tersedia (jumlah) dan mutunya tidak sesuai dengan preferensi konsumen. Selain itu penangkar benih yang telah ada masih kurang berfungsi secara optimal sehingga tidak mampu menyediakan benih berlabel secara kontinyu.

Kebutuhan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Mengandalkan pangan impor untuk memenuhi kebutuhan nasional dinilai riskan, karena mempengaruhi aspek sosial, ekonomi, dan politik, sehingga upaya peningkatan produksi pangan di dalam negeri perlu mendapat perhatian. Di lain pihak, permintaan bahan pangan pokok yang terus meningkat, harus dipenuhi dari lahan sawah yang luasnya semakin berkurang, dengan ketersediaan air makin menurun, tenaga kerja lebih sedikit di pedesaan dan pupuk kimia yang makin terbatas dan mahal serta dampak perubahan iklim langsung maupun tidak langsung pada produksi pangan.

Kebutuhan pangan nasional memang dapat dipenuhi melalui produksi domestik dan impor, tetapi karena jumlah penduduk yang banyak, terus bertambah, dan tersebar di

(18)

berbagai pulau, maka apabila mengandalkan pangan impor menyebabkan ketahanan pangan akan rentan dan berdampak luas terhadap berbagai aspek, terutama ekonomi, sosial, dan politik.

Indonesia memiliki peluang cukup besar untuk meningkatkan produksi pangan, yang dapat ditempuh melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam ke lahan suboptimal, seperti lahan sawah tadah hujan, lahan kering, lahan rawa pasang surut, dan peningkatan indeks pertanaman. Dalam hal ini diperlukan inovasi teknologi yang mampu meningkatkan dan menstabilkan produktivitas tanaman pangan secara berkelanjutan.Dalam kurun waktu 2010-2014 Kementerian Pertanian dalam Kabinet Indonesia Bersatu II menargetkan 4 sukses pembangunan pertanian yaitu: 1)Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, 2) Peningkatan diversifikasi pangan, 3) Peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, 4) Peningkatan kesejahteraan petani.

Dari empat target sukses tersebut, yang sangat terkait dengan ketahanan pangan dari segi sub-sistem penyediaan pangan adalah target pencapaian swasembada dan diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan sangat penting agar tidak terjadi tekanan berlebihan pada satu jenis komoditas sumber pangan.

Salah satu strategi yang ditempuh dalam upaya mencapai swasembada padi, jagung dan kedelai adalah melalui penyediaan benih bermutu varietas unggul baru yang sesuai dengan preferensi konsumen. Ketersediaan benih berkualitas dengan jumlah cukup, tepat waktu, dan mudah diperoleh petani memegang peranan penting, dan hal ini tidak terlepas dari peranan para penangkar benih yang cukup besar. Untuk itu, penyediaan benih sumber yang berkelanjutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dan ini merupakan langkah awal untuk pengembangan varietas jagung unggul baru.

Komoditas padi, kedelaidan jagung masih menjadi andalan bagi sumber pendapatan perekonomian sebahagian besar petani dipedesaan. Ketahanan pangan nasionalpun masih banyak ditentukan oleh kecukupan pangan bagi hampir semua lapisan masyarakat Indonesia umumnya dan Aceh khususnya. Oleh sebab itu upaya peningkatan

(19)

produksi padi dan kedelai tidak terlepas dari upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani yang menjadi prioritas utama dalam pembangunan pertanian.

Sampai saat masih terjadi kesenjangan produktivitas yang cukup besar antara hasil pengkajian/penelitian dengan hasil di tingkat petani. Kesenjangan hasil tersebut disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya : 1) penggunaan benih unggul potensi tinggi dan bersertitikat masih rendah (53 %), 2) penggunaan pupuk belum berimbang dan efesien; (3) penggunaan pupuk organik belum dilakukan; (4) pendampingan teknologi oleh peneliti/penyuluh belum 7optimal dan (5) lemahnya akses terhadap modal kerja/pembiayaan dan pasar.

Benih merupakan salah satu faktor produksi yang paling utama dalam usaha meningkatkan produksi padi, kedelai dan jagung, tanpa benih yang baik dan bermutu mustahil padi dapat berproduksi dengan baik.

Sejak lebih dari satu dekade yang lalu sebahagian lahan sawah mengalami penurunan produktivitas, sebagaimana tercermin pada laju pelandaian produksi padi dan kedelai. Puslitbang tanaman pangan telah berupaya menghasilkan inovasi peningkatan produksi padi dan kedelai melalui penelitian secara intensif terhadap perbanyakan benih bermutu.

Salah satu pendekatan untuk meningkatkan produktivitas kedelai dilakukan melalui introduksi varietas unggul baru dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Penyerbar luasan PTT dilakukan melalui Sekolah Lapang (SL). PTT dan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) telah diadopsi oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagai salah satu Program Strategis Kementerian Pertanian untuk peningkatan produktivitas dan produksi pangan khususnya kedelai( Puslitbangtan, 2009)

Jagung (Zea mays L) termasuk tanaman serealia yang bebas diperdagangkan dan dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk olahan sederhana hingga olahan bergengsi tinggi. Ragam jenis makanan selingan seperti jagung manis dan jagung pop corn tersebar di desa dan perkotaan. Tepung jagung produk industri bahan setengah jadi banyak

(20)

digunakan oleh berbagai jenis industri antara lain makanan ringan kerupuk (Chiki, Chitos, dll), pabrik biskuit, barbaque, roti, mie, spagheti, es krem, bumbu masak, kecap, saus, tauco, soun, pemanis, minuman penyegar, sirup, dan minyak sawit. Industri ransum pakan ternak, unggas, dan ikan berkembang pesat sejak tahun 1985, memenuhi perubahan pola konsumsi masyarakat yang meningkat terhadap konsumsi daging, telur dan susu sebagai akibat dari meningkatnya inovasi teknologi biologi, kimia, dan pendapatan masyarakat. Sejalan dengan itu permintaan jagung meningkat dengan laju pertumbuhan 3,4 % / tahun (Kasrino, 2002). Pasar jagung terbuka di dalam negeri dan ekspor ke Jepang, Korea, Taiwan, Malaysia, Thailand dan Filipina.

Benih varietas unggul yang bermutu merupakan penentu batas atas produktivitas usahatani. Ketersediaan benih bermutu tepat waktu dan lokasi akan mendorong percepatan pengembangan inovasi teknologi baru guna meningkatkan pendapatan dan produksi jagung nasional. Saat ini, para industri benih jagung nasional dan swasta belum bersinergis, sehingga pengembangan inovasi baru masih lambat antara lain terlihat dari pengembangan varietas jagung hibrida yang baru mencapai 27,91 %, selebihnya didominasi oleh jagung lokal dan komposit (Nugraha dan Subandi, 2002). Bahkan menurut Paliwal, (2001), sebagian besar petani Indonesia masih menggunakan benih asalan, berupa turunan hibrida dan komposit keturunan. Selama masih banyaknya jumlah petani yang menanam varietas lokal, maka rata-rata produktivitas jagung di Indonesia tetap rendah 2,47 t/ha (Subandi, 1988). Luas tanam jagung di Provinsi Aceh mencapai 41.198 ha, produksi yang dicapai 125.155 ton dengan produktivitas rata-rata 3,403 ton/ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Prov. Aceh, 2008). Diperkirakan kebutuhan benih jagung untuk luas lahan 41.198 ha mencapai 823.960 kg dengan asumsi kebutuhan benih 20 kg/ha.

Sasaran yang akan dicapai pada kegiatan ini adalah mendapatkan model penyediaan benih untuk pemenuhan kebutuhan wilayah yang mampu memproduksi benih berkualitas untuk memenuhi kebutuhan benih di kawasan pengembangan padi, jagung dan kedelai secara mandiri untuk mengatasi kekurangan benih padi, jagung dan kedelai

(21)

akibat dari kemampuan penangkar lokal yang terbatas. Pembiayaan dapat berupa bagi hasil, patungan atau talangan.

Khusus untuk Jabalsim kedelai, prinsip yang perlu diperhatikan adalah varietas yang sesuai dengan preferensi dan ketersediaan benih yang memenuhi kriteria 6 tepat agar produktivitas dapat ditingkatkan. Pemberdayaan penangkar dalam model desa mandiri benih akan dapat menjamin penyediaan benih varietas spesifik lokasi.

Menurut pedoman SL-PTT tahun 2013 telah ditetapkan bahwa 1 kawasan tanaman padi 1.000 ha, Jagung 1.000 ha dan Kedelai 500 ha. Dengan adanya transformasi SL-PTT Kedelai menjadi GP-PTT Kedelai serta Desa Mandiri Benih dalam Kawasan diharapkan dapat menjamin penyediaan benih varietas spesifik lokasi, benih sumber, dan materi diseminasi. Varietas yang sesuai dengan preferensi dan ketersediaan benih yang terpenuhi dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi, kedelai dan jagung.

BPTPAceh merupakan salah satu lembaga pelayanan teknis dibawah Litbang Pertanian yang turut berperan dalam menghasilkan inovasi teknologi sekaligus berfungsi sebagai penyebar informasi teknologi hasil pengkajian kepada pengguna melalui kegiatan desiminasi. Penelitian/pengkajian yang diimplementasikan dalam bentuk pengembangan benih sumber bersifat lokal spesifik, dinamis dan partisipatif dimana petani terlibat langsung sejak perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengembangannya. Petani dapat mengadopsi secara parsial atau paket spesifik tergantung kemampuan petani. Dengan pendekatan seperti ini teknologi hasil penelitian akan cepat sampai dan diadopsi petani karena paket tersebut sudah teruji langsung dilapangan.

1.2. Dasar Pertimbangan

Salah satu penyebab utama rendahnya produktifitas karena varietas yang biasa ditanam petani dewasa ini tidak mampu lagi berproduksi lebih tinggi akibat kemampuan genetiknya yang terbatas. Hasil evaluasi Bank Dunia menyebutkan kontribusi penggunaan varietas unggul terhadap laju kenaikan produksi padi sebesar 5 % lebih tinggi dari pada kontribusi pemupukan sebesar 4 %.

(22)

Strategi yang ditempuh dalam upaya mencapai swasembada padi, jagung dan kedelai adalah melalui penyediaan benih bermutu varietas unggul baru yang sesuai dengan preferensi konsumen. Ketersediaan benih berkualitas dengan jumlah cukup, tepat waktu, dan mudah diperoleh petani memegang peranan penting, dan hal ini tidak terlepas dari peranan para penangkar benih yang cukup besar. Untuk itu, penyediaan benih sumber yang berkelanjutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dan ini merupakan langkah awal untuk pengembangan varietas jagung unggul baru.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2012, pengembangan komoditas pertanian diarahkan dalam satu kawasan pengembangan agar lebih efektif efisien dan pengelolaan OPT lebih baik, karena membatasi ketersediaan inang dan apabila dilakukan dalam satu pola multikultur akan memutus siklus OPT. Luasan kawasan untuk komoditas tanaman pangan utama seperti padi 5.000 ha, sedangkan untuk jagung dan kedelai masing-masing 3.000 ha. Dalam kawasan dilaksanakan Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GPPTT), pembinaan penangkar, penerapan penanganan dampak perubahan iklim, penerapan PHT, irigasi, embung, dan lain-lain.

Sistem Perbenihan Nasional terdiri dari empat sub-sistem: (1) Penelitian dan pengembangan (Sumber Daya Genetik dan Pemuliaan), (2) Produksi dan Distribusi Benih, (3) Pengendalian Mutu, dan (4) Informasi. Sub-sistem (1) menyangkut penciptaan varietas unggul baru (VUB), sedangkan sub-sistem (2), (3), (4) terkait dengan pengembangan desa berdaulat benih.

Penyediaan benih bermutu yang tepat, memiliki peran strategis sebagai sarana pembawa teknologi untuk mendukung peningkatan produksi, diantaranya adalah : a) daya hasil tinggi, b) toleran terhadap gangguan biotik dan abiotik tertentu, c) umur panen yang dapat disesuaikan dengan pola tanam untuk meningkatkan indek pertanaman, d) keunggulan dan kesesuaian hasil panen dengan permintaan pasar. Sistem produksi, sertifikasi, dan peredaran benih bina, saat ini diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.02/Permentan/SR.120/1/2014. Namun pelaksanaan-nya di lapangan masih terjadi beberapa masalah diantaranya : a) penyediaan benih terlambat

(23)

sehingga tidak sesuai dengan musim tanam, b) jumlah kebutuhan benih tidak terpenuhi, c) kualitas benih kurang baik, d) varietas yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan petani, dan e) mutu benih yang kurang baik.

Perbanyakan benih pada umumnya dimulai dari penyediaan benih penjenis (BS) oleh Balai Penelitian Komoditas, sebagai sumber bagi perbanyakan benih dasar (FS), benih dasar sebagai sumber bagi perbanyakan benih pokok (SS), dan benih pokok sebagai sumber bagi perbanyakan benih sebar (ES).

Kesinambungan alur perbanyakan benih tersebut sangat berpengaruh terhadap ketersediaan benih sumber yang sesuai dengan kebutuhan produsen/penangkar benih dan menentukan proses produksi benih sebar. Kelancaran alur perbanyakan benih sangat menentukan kecepatan penyebaran varietas unggul baru kepada petani.

Varietas unggul merupakan salah satu teknologi yang berperan penting dalam peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian. Varietas unggul tanaman padi telah diadopsi oleh petani secara luas merupakan kontribusi nyata dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Secara terus menerus, varietas-varietas unggul tersebut terus diperbaiki keunggulannya melalui proses pemuliaan, dan apabila memenuhi persyaratan, selanjutnya di lepas secara resmi oleh Pemerintah (Menteri Pertanian) sebagai varietas unggul baru (VUB).

Penggunaan benih yang bermutu dan bersertifikat sudah tidak diragukan lagi, banyak hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan benih yang bermutu dapat memberikan peningkatan produksi tanaman pertanian. Oleh karena itu ketersediaan benih yang bersertifikat di tingkat petani merupakan syarat mutlak dalam mendukung peningkatan produksi dan kualitas hasil komoditas pertanian. Penggunaan benih yang bersertifikat akan memperoleh beberapa keuntungan antara lain dapat meningkatkan produksi per satuan luas dan satuan waktu juga dapat meningkatkan kualitas hasil yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani.

(24)

Mengingat beberapa keuntungan tersebut, maka benih unggul padi, Jagung dan kedelai yang bermutu dan bersertifikat hendaknya tersedia di tingkat petani secara keseluruhan. Oleh karena itu ketersediaan benih tersebut harus memenuhi enam prinsip tepat yaitu; tepat varietas, tepat mutu, tepat waktu, tepat lokasi, dan tepat harga. Untuk ketersediaan benih yang bermutu tersebut maka peran BBI, BBU dan BPTP sangat diharapkan.

Makarim et al (2000), menyatakan bahwa belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah, antara lain disebabkan oleh rendahnya efisiensi pemupukan, belum efektifnya pengendalian hama dan penyakit, penggunaan benih kurang bermutu dan varietas yang dipilih kurang adaptif.

Pada tahun 2011, pertumbuhan industri pakan ternak diperkirakan 6 persen. Produksi pakan ternak tahun 2010 mencapai 9,1 juta ton. Produk kedelai sebagai bahan olahan pangan berpotensi dan berperan dalam menumbuhkembangkan industri kecil menengah bahkan berpeluang pula sebagai komoditas ekspor. Berkembangnya industri pangan berbahan baku kedelai membuka peluang kesempatan kerja dalam sistem produksi, mulai dari budidaya, panen, pengolahan pascapanen dan transportasi. Agar produksi kedelai dan produk olahannya mampu bersaing di pasar, maka mutunya perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, pembinaan terhadap pengembangan proses produksi, pengolahan dan pemasaran, khususnya penerapan jaminan mutu memegang peranan penting. (Ditjen Tanaman Pangan, 2010)

Luas tanam jagung di Provinsi Aceh mencapai 41.198 ha, produksi yang dicapai 125.155 ton dengan produktivitas rata-rata 3,403 ton/ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Prov. Aceh, 2008). Diperkirakan kebutuhan benih jagung untuk luas lahan 41.198 ha mencapai 823.960 kg dengan asumsi kebutuhan benih 20 kg/ha.

Di Provinsi Aceh penangkar padi dan kedelai tersebar di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Barat Daya dan beberapa kabupaten lainnya sedangkan penangkar benih jagung belum ada namun

(25)

pengembangan areal pertanaman jagung berada di Kabupaten Aceh Tenggara, Gayo Lues dan Aceh Selatan.

1.3. Tujuan

1. Mendapatkan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Padi.

2. Mendapatkan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Jagung.

3. Mendapatkan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Kedelai.

1.4. Keluaran Yang Diharapkan

1. Tersedianya Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Padi.

2. Tersedianya Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Jagung.

3. Tersedianya Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Kedelai

1.5. Perkiraan Manfaat Dan Dampak

Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan Calon Pengankar dengan penerapanteknis produksi benih, terarah dan berkelanjutan sehingga calon penangkar mampu memproduksi benih padi, jagung dan kedelai secara mandiri pada kawasan pengembangan dalam jumlah cukup dan kualitas sesuai dengan standar mutu benih.Dampak dari model penyediaan benih untuk memantapkan kelembagaan perbenihan di kawasan pengembangan padi, jagung dan kedelai guna menjamin penyediaan dan pendistribusian benih berkualitas. Terbinanya kelompok penangkar benihsecara mandiri di wilayah Provinsi Aceh

(26)

II. PROSEDUR PELAKSANAAN

2.1. Pendekatan

Kegiatan ini dilaksanakan melalui pendekatan partisipatif bersama petani yaitu dengan metoda Participatory Rural Apparaisal (PRA), pelaksanaan metoda menyangkut tentang studi potensi wilayah, identifikasi permasalahan serta solusi pemecahan masalah khususnya terhadap sistem perbenihan padi dan kedelai.

Pelaksanaan pengembangan model kawasan mandiri benih padi, kedelai dan jagung ini dilakukan pada daerah–daerah sentra produksi padi, kedelai dan jagung yang permasalahan utama dalam meningkatkan produksi terkendala akibat kurang tersedianya benih unggul yang bermutu. Kegiatan ini juga dilaksanakan terutama di daerah yang masyarakat taninya sudah mengenal dan mau menggunakan teknologi yang sudah ada termasuk penggunaan varietas-varietas unggul yang telah dilepas.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan Dinas Pertanian, Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB), Badan Pelaksanana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan setempat dan BPP yang ada di lokasi masing–masing yang wilayah kerjanya terlibat dengan kegiatan ini. semua instansi yang terlibat bersama tim turut menentukan lokasi dan penangkar yang terlibat didalamnya sehingga diharapkan nantinya penyuluh baik yang PNS ataupun yang THL yang ada di BPP tersebut.

2.2. Waktu dan Tempat

Kegiatan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar padi, jagung dan kedelai dilaksanakan mulai pada bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2015.

Lokasi kegiatan Kegiatan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah di Provinsi Acehadalah sebagai berikut :

1. Komoditi padi di Desa Pulo Raya Kecamatan Titeue dan Desa Paloh Tengoh Kecamatan Kemala Kabupaten Pidie,

(27)

2. Komoditi jagung di Desa Sigleng Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan, 3. Komoditi Kedelai di Desa Kayee Jato Kecamatan Bandarbaru Kabupeten Pidie

Jaya.

2.3. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ruang lingkupKegiatan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah di Provinsi Aceh.

No Kegiatan Keluaran

1. Identifikasi Lokasi Data potensi dan sumberdaya wilayah kegiatan Pengembangan Model Kawasan Mandiri Benih Padi, Kedelai dan Jagung serta sarana pendukung kegiatan.

2. Perencanaan Kebutuhan Benih Data kebutuhan benih Kelas FS, SS dan ES pada masing-masing kawasan

3. Identifikasi dan penentuan

petani/calonPenangkar  Jumlah dan luas petani/kelompok tani penangkar binaan  Paket teknologi Pengankaran benih yang

akanditerapkan

4. Penyediaan benih sumber  Tersedianya benih sumber untuk perbanyakan benih sebar.

5. Pendampingan Produksi benih Diperoleh benih sebar bermutu dengan ketersediaan benih yang memenuhi kriteria 6 tepat

6. Pelatihan petugas dan petani

Penangkar Petani dan petugas memahami teknis perbanyakan benih padi, kedelai dan jagung serta melanjutkan kepada proses sertifikasi benih.

7. Pelaporan  Laporan bulanan

 Laporan tengah tahunan  Laporan akhir

(28)

2.4. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan

Bahan dan alat yang digunakan berupa ATK, saprodi (benih padi dan kedelai varietas unggul baru komposit: Inpari-30, Anjasmoro dan tetua Jagung hibrida Bima 20 URI (induk jantan Nei 9008 P dan Materi Benih Induk Betina adalah G180//MR14), berbagai macam pupuk, pestisida, cangkul, timbangan, meteran, tali ajir, handspayer, dan lain-lain.

Pada dasarnya untuk menghasilkan benih bersertifikat harus melalui 27 tahap kegiatan seperti tabel di bawah ini :

Tabel 2. Tahapan Proses menghasilkan Benih Bersertifikat

No. Tahapan Kegiatan

1. Menentukan varietas, memilih areal dan konsultasi

Pekerjaan ini dimulai sejak awal atau 9 minggu s/d 11 minggu sebelum tanam.

a. Varietasnya disesuai dengan kehendak penangkar benih dan kebutuhan petani pemakai benih, kelas benih yang ditanam lebih tinggi dari pada kelas benih yang akan dihasilkan, benih yang akan ditanam harus mempunyai label/segel,

b. Areal pertanaman sebaiknya dipilih: pengairannya terjamin,bekas pertanaman yang tidak sejenis dari varietas yang sama. 2. Mengajukan Permohonan

Sertifikasi Benih

Penangkar benih harus mengajukan permohonan sertifikasi benih kepada UPTDBalai Perbenihan Pertanian Provinsi Aceh melalui petugas pada masing-masing kabupaten setempat dan paling lambat 10 hari sebelum tabur.

(29)

3. Pengolahan tanah Pengolahan tanah baik untuk pertanaman dan/atau untuk persemaian dimulai sejak 6 s/d 8 minggu sebelum tanam. Hal ini bertujuan untuk menghindari pengaruh sampingan dari proses pelapukan bahan organik dan rumput-rumputan yang berakibat buruk terhadap pertumbuhan tanaman.

4. Pemeriksaan lapangan pendahuluan

Pemeriksaan lapangan pendahuluan dilakukan pada waktu sebelum pengolahan tanah sampai dengan sebelum tanam. Pemeriksaan lapangan dilakukan oleh petugas lapangan/pengawasan benih yang ditunjuk/ ditugaskan oleh UPTD Balai Perbenihan Pertanian Provinsi Aceh. 5. Menabur dan memelihara

persemaian (khusus untuk tanaman yang tanam pindah)

Penangkar benih dapat menaburkan benihnya (untuk tanaman yang membutuhkan persemaian) pada persemaian kurang lebih 3 minggu sebelum tanam dan selanjutnya persemaian dipelihara sampai cukup waktunya untuk dicabut/dipindahkan ke lapangan. Disini juga dilakukan pemupukan, pengairan, pemberantasan hama/penyakit, dan seleksi/ roguing.

6. Menanam Bibit/Benih Batas waktu tanam dalam satu blok pertanaman adalah maksimal 7 hari, apabila waktu penanaman lebih dari 7 hari, maka hendaknya blok ini dijadikan sebagai blok yang lain/terpisah.

7. Seleksi atau Roguing Fase Vegetatif

Seleksi dimulai pada umur 12, 48 hari setelah tanam atau disesuaikan dengan

(30)

masing-masing komoditas tanaman. Seleksi ini didasarkan pada sifat-sifat tanaman antara lain (tergantung komoditi) : bentuk tanaman, warna pangkal batang, warna permukaan daun, warna telinga dan lidah daun, warna hipokotil dan sebagainya.

8. Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Fase Vegetatif

Penangkar benih harus menyampaikan pemberitahuan untuk pemeriksaan lapangan untuk fase vegetatif kepada UPTD Balai Perbenihan Pertanian Provinsi Aceh melalui petugas lapangan/pengawas benih di Kabupaten setempat pada minggu keempat setelah tanam atau menurut jadwal masing-masing jenis komoditas.

9. Pemeriksaan lapangan fase vegetatif (pertama)

Pemeriksaan lapangan fase vegetatif (pertama) dilakukan pada minggu kelima s/d keenam (sesuai dengan komoditas) setelah tanam. Apabila pada pemeriksaan ini areal pertanaman tidak memenuhi standar, maka dilakukan pemeriksaan lapangan pertama (ulangan) pada minggu kedelapan setelah tanam.

10. Seleksi/Roguing Fase Berbunga Seleksi dimulai pada umur 9 s/d 10 minggu atau sesuai dengan komoditas masing-masing, yaitu apabila tanaman sudah berbunga. Seleksi fase berbunga dimaksudkan untuk menghilangkan tanaman yang sifat-sifatnya menyimpang dari diskripsi yang telah ditetapkan oleh pemulia tanaman/instansinya,

(31)

misalnya: tinggi tanaman, berbunga terlalu cepat, bentuk gabah/polong, ukuran gabah/polong/biji, warna polong/ujung gabah dan sebagainya.

11. Pemberitahuan Pemeriksaan Fase Berbunga Termasuk Ulangan

Penangkar benih harus memberitahukan pemeriksaan lapangan fase berbunga pada minggu kesembilan, pemeriksaan lapangan harus tepat pada waktunya, sehingga apabila pada pemeriksaan lapangan tidak memenuhi standar lapangan masih mempunyai kesempatan untuk mengulang.

12. Pemeriksaan lapangan fase berbunga (kedua)

Pemeriksaan lapangan fase berbunga (kedua) dilakukan pada minggu kesepuluh setelah tanam atau sesuai dengan jadwal masing-masing komoditas. Apabila pada pemeriksaan lapangan ini areal pertanaman tidak memenuhi standar lapangan, maka pemeriksaan lapangan ulangan dilakukan selambat-lambatnya minggu kesebelas setelah tanam atau sesuai dengan jadwal masing-masing komoditas.

13. Seleksi fase masak Seleksi ini dilakukan pada minggu ke-12 sampai 15 setelah tanam tergantung komoditi, seleksi fase masak bertujuan untuk menghilangkan tanaman yang sifatnya menyimpang dari diskripsi seperti : tinggi tanaman, berbunga terlalu lambat, bentuk gabah/polong, ukuran gabah/polong/biji, warna polong/ujung gabah dan sebagainya 14. Pemberitahuan pemeriksaan Penangkar benih harus memberitahukan

(32)

lapangan fase masak pemeriksaan lapangan fase masak kepada UPTD Balai Perbenihan Pertanian Provinsi Aceh atau kepada petugas lapangan/pengawas benih kabupaten setempat pada minggu ketiga belas setelah tanam atau 2 sampai 3 minggu sebelum saat panen.

15. Pemeriksaan lapangan fase masak

Pemeriksaan lapangan fase masak dilakukan hanya satu kali. Apabila hasil lapangan memenuhi standar untuk kelas benih yang dimaksud maka pertanaman tersebut dinyatakan lulus/memenuhi standar lapangan. Sedangkan apabila hasil pemeriksaan lapangan ternyata tidak memenuhi standar, maka penurunan kelas benih diizinkan sepanjang data hasil pemeriksaan lapangan memenuhi standar untuk kelas benih yang bersangkutan.

16. Pelaksanaan panen Pelaksanaan panen dilakukan setelah tanaman atau apabila butir-butir/polong benih telah menunjukkan kemasakan di atas 80%.

17. Pengawasan panen Pengawasan panen dilakukan oleh petugas lapangan/pengawas benih UPTD Balai Perbenihan Pertanian di kabupaten setempat pada saat pelaksanaan panen. Pengawasan panen bertujuan untuk memeriksa : benih yang sedang dipanen pada satu blok pertanaman terhindar dari percampuran dengan benih dari blok lainnya, kemudian alat atau wadah untuk panen, bersih dan terhindar

(33)

dari percampuran dengan varietas lain. 18. Pemberitahuan pemeriksaan

alat-alat prosessing/gudang

Penangkar benih harus mengajukan membe-ritahukan pemeriksaan alat-alat prosessing/gudang paling lambat satu bulan sebelum panen.

19. Pemeriksaan alat-alat prosessing/gudang.

Dilakukan sebelum alat-alatprosessing/gudang tersebut digunakan.

20. Pengolahan benih. Pengolahan benih adalah kegiatan perontokan, pengeringan, pembersihan, pemberian obat-obatan pencegah hama/penyakit, pengepakan benih dan pekerjaan lain sebelum benih dipasarkan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah benih tersebut tidak tercampur dengan varietas lain, identifikasi kelompok penangkar, seperti nomor kelompok, jenis tanaman/varietas, asal lapangan jumlah benih dan tanggal panen, kadar air yang tepat, benih diusahakan agar seminimal mungkin tidak terdapat gabah yang hampa.

21. Pengawasan pengolahan benih Pengawasan pengolahan benih dilakukan oleh petugas lapangan/ pengawas benih di kabupaten setempat pada saat pengolahan benih dilaksanakan.

22. Pemberitahuan pengambilan contoh benih

Pemberitahuan pengambilan contoh benih diajukan apabila :

a. Benih yang akan diambil contohnya telah dimasukkan kedalam wadah yang bersih. b. Benih telah diatur dan disimpan sedemikian

(34)

rupa sehingga menjadi suatu kelompok benih yang homogen disertai dengan tanda/keterangan mengenai: nomor kelompok benih, jenis tanaman/varietas, areal lapangan, jumlah benih dan tanggal panen.

23. Pengambilan contoh benih Pengambilan contoh benih dilakukan oleh petugas lapangan/pengawas benih yang ditunjuk/ditugaskan oleh UPTD Balai Perbenihan Pertanian di kabupaten setempat atas dasar pemberitahuan dari penangkar benih.

24. Pengujian benih di laboratorium Pengujian benih dilakukan di laboratorium benih UPTD Balai Perbenihan Pertanian Provinsi Aceh di Banda Aceh.

25. Permintaan label Penangkar benih dapat memesan atau membeli label serta pemasangannya kepada UPTD Balai Perbenihan Pertanian atau melalui petugas lapangan/pengawas benih UPTD Balai Perbenihan Pertanian Kabupaten setempat. Jumlah label sesuai dengan Tonase (volume benih) dari kelompok benih yang telah lulus pengujian laboratorium untuk masing-masing kelas benihnya. Setiap label harus dilegalisir dan mempunyai nomor-nomor seri label yang dikeluarkan oleh UPTD Balai Perbenihan Pertanian Provinsi Aceh.

26. Pemasaran benih. Batas waktu maksimum benih tersebut dipasarkan adalah sesuai dengan ketentuan

(35)

yang telah ditetapkan untuk masing-masing komoditas tanaman. Lebih dari waktu yang telah ditetapkan tersebut, maka benih harus diuji kembali di laboratorium. Apabila benih yang diuji kembali itu memenuhi standar mutu yang ditetapkan, untuk masing-masing kelas benih maka benih tersebut dapat dipasarkan kembali. Tetapi apabila tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan, maka penurunan kelas benih diujikan sepanjang benih tersebut memenuhi standar mutu untuk kelas benih yang bersangkutan.

27. Pengawasan pemasaran benih Pengawasan pemasaran benih dilakukan oleh pengawas benih yang ditunjuk ditugaskan oleh UPTD Balai Perbenihan Pertanian Provinsi Aceh.Pada benih yang dipasarkan sewaktu-waktu akan datang pengawas benih untuk memeriksa serta mengambil contoh benih dalam rangka pengecekan mutu benih untuk menghindari manipulasi data yang tercantum pada label.

(36)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN SEMENTARA

3.1. Gambaran Umum Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah

Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahyang dibangun berdasarkan pada Model Sistem Perbanihan Berbasis Masyarakat yang dikembangkan oleh

Consortium for Unfavourable Rice Environment (CURE), IRRI yang terdiri dari sub-sistem

sebagai berikut:

Tabel 8. Model Sistem Perbenihan Berbasis Masyarakat

Sub-sistem Teknologi Sub-sistem Proses Sub-sistem Dukungan  Varietas baru adaptif DPI  Penilaian kebutuhan  Organisasi pelaksanaan  Manajemen kesehatan

benih  Pemilihan varietas  Hubungan pasar (pengguna)  Pengelolaan tanaman

terpadu  Pelatihan  Local champion(penangkar lokal andalan)  Tanaman dan

manajemen sumberdaya alam

 Kunjungan lapangan  Jaminan mutu

Keterangan: DPI : dampak perubahan iklim Sumber: CURE, IRRI

Balai penelitian yang dalam hal ini terdiri atas Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) dan Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) bertanggung jawab pada penyediaan teknologi dan manajemen kesehatan benih serta menyediakan benih sumber pada Sub-sistem Teknologi. Sub-sistem Proses dilakukan bersama oleh Balai Penelitian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan pengguna (petani dan penangkar) dalam memilih varietas baru yang sesuai dengan kondisi spesifik lokasi. Dalam upaya penyediaan benih di suatu kawasan dari varietas yang sesuai dengan preferensi pengguna perlu melibatkan penangkar lokal unggulan (local champion) dengan organisasi pelaksanaan, hubungan pemasaran dan jaminan mutu dibina bersama oleh Balai Penelitian dan BPTP dalam Sub-sistem Dukungan.

(37)

Alur produksi dan distribusi benih mengikuti Sistem Perbenihan Nasional untuk varietas padi, jagung, dan kedelai yang belum populer. Sejalan dengan alur penyediaan benih sumber yang bermutu, dan tersedia dalam jumlah yang sesuai kebutuhan, maka perbanyakan benih sumber (NS-BS) menjadi benih sumber FS, SS, sampai ES, memerlukan sinkronisasi dan sinergi dari Balit Komoditas, BPTP dan Penangkar Lokal

NS Balai Penelitian Komoditas (UPBS) Label Kuning BS Balai Penelitian Komoditas (UPBS) Label Putih FS Balai Penelitian Komoditas (UPBS)

Label Ungu SS BPTP (UPBS)

Label Biru ES Calon Penangkar

Gambar 1. Alur produksi dan distribusi benih

Pada alur produksi dan distribusi benih tersebut (Gambar 1) sangat membutuhkan dukungan dan peran BPTP sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balitbangtan di daerah, yang secara Tugas dan Fungsi salah satunya adalah mendiseminasikan inovasi pertanian spesifik lokasi, termasuk didalamnya adalah teknologi perbenihan padi, jagung, dan kedelai. Peran BPTP dan sinerginya dengan kelembagaan perbenihan daerah, terutama dengan Penangkar Benih Lokal sangat nyata dan dibutuhkan dalam mendukung logistik benih daerah untuk mewujudkan Kawasan Mandiri Benih.Partnership (antara K/L dan petani/penangkar), Ownership (rasa memiliki dari komunitas/petani), dan Promotion

(temu lapang) merupakan kunci keberhasilan dari implementasi model ini (Monjo dan Mgonja, 2004).

Balitkomoditas adalah balai pelaksana pemuliaan tanaman yang menghasilkan varietas unggul baru beserta benih inti dan benih sumber klas BS dan FS yang diproduksi oleh UPBS Balitkomoditas. UPBS Balitkomoditas penghasil benih sumber padi, jagung dan kedelai secara berurutan BB Padi, Balitsereal, Balitkabi menguasai teknologi produksi

(38)

benih dan telah menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001-2008 untuk memproduksi benih sumber klas BS dan FS.

Gambar 2. Pola pembentukan model Kawasan Mandiri Benih

BPTP mengidentifikasi Calon Penangkar yang menyediakan benih di suatu wilayah namun belum mendaftarkan kegiatan produksi benih mereka kepada dinas pertanian dan melakukan sertifikasi benih yang diproduksi pada BPSB. Dalam upaya meningkatkan mutu benih produksi calon penangkar BPTP menyelenggarakan sekolah lapang produksi benih dengan mengadakan laboratorium lapang produksi benih sumber klas SS pada luasan 1 ha. Varietas yang ditanam pada LL adalah varietas yang telah melalui uji adaptasi dan disukai oleh pengguna di lokasi tersebut. Teknik produksi benih yang diterapkan adalah teknik produksi benih yang dilakukan Balitkomoditas dengan pendampingan teknologi dan manajemen mutu oleh UPBS Balitkomoditas.

(39)

3.2. Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Padi.

Kegiatan konsultasi dan koordinasi pelaksanaan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah melalui Peningkatan Kemampuan Calon Penangkar Padi bertemu dengan kepala Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Pidie dan kemudian dilanjutkan dengan menemui Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pidie untuk menjelaskan dan menerima masukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan tersebut.

Calon penangkar yang ditargetkan menjadi penangkar benih pada model kawasan mandiri benih adalah calon penangkar (penangkar non formal), yaitu penangkar yang sudah terbiasa memproduksi benih tetapi dalam proses produksinya belum melakukan sertifikasi benih oleh BPSB. BPTP berkoordinasi dengan BPSB mengidentifikasi calon penangkar yang akan dibina. Penangkar non formal ini selanjutnya mendapatkan bimbingan dari BPTP dalam hal teknik produksi benih (pra dan pasca panen) serta proses sertifikasi benih, sehingga penangkar non formal tersebut dapat berkembang menjadi penangkar formal.

Pemilihan calon lokasi model kawasan mandiri benih didasarkan pada luas areal tanam PJK. Artinya model kawasan mandiri benih tersebut berada pada daerah sentra maupun pengembangan PJK.

Dalam pemilihan lokasi yang perlu dipertimbangkan diantaranya adalah kemudahan akses ke lokasi produksi (kondisi jalan, transportasi), kondisi fisik lokasi, dan isolasi. Lahan untuk produksi benih sebaiknya lahan bera atau bekas pertanaman varietas yang sama, atau varietas lain yang karakteristik pertumbuhannya berbeda. Lahan dalam kondisi subur dengan air irigasi dan saluran drainase yang baik, bebas dari sisa tanaman atau varietas lain. Isolasi jarak minimal antara dua varietas yang berbeda adalah 3 meter. Apabila tidak memungkinkan, untuk memperoleh waktu pembuangan yang berbeda bagi pertanaman dari varietas yang umurnya relative sama perlu dilakukan isolasi waktu tanam sekitar empat minggu.

(40)

Adapun lokasi kegiatan Model Penyediaan Benih untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahnya melalui Peningkatan Kemampuan Calon Pengankar Padi dilaksanakan pada Kabupaten Pidie Provinsi Aceh.

Tabel 9.Lokasi Kegiatan Model Penyediaan Benih Padi untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayahnya di Kabupaten Pidie

No Uraian Keterangan

1. Kabupaten Pidie

2. Kecamatan Titeue Keumala

3. Desa Polo Raya Paloh Tengoh

4. Kelompok Tani Bintang Pade Udep Tani

5. Ketua Kelompok M. Yunus T. Idris 6. Jumlah Petani calon penangkar 8 Orang 9 Orang 7. Varitas yang dikembangkan Inpari 30 Inpari 30 8. Luas tanam penangkaran benih 2 Ha 2 Ha a. Preferensi petani dan pengguna terhadap Keragaan Tanaman

Preferensi petani dan pengguna dikaji dengan melakukan Focos Group Discussion (FGD) pada lokasi perbanyakan benih padi UPBS BPTP Aceh Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie. Pada lokasi tersebut terdapat beberapa varietas yang dapat dipilih petani dan calon penangkar. Varietas yang tersedia adalah Ceherang, Inpari 16, 30, 31, 32 dan Inpari Sidenuk.

Karakter yang dinilai oleh responden diantara keragaan tanaman (meliputi penilaian secara umum terhadap penampilan tanaman seperti tinggi, jumlah anakan produktif, malai), karakter gabah (bentuk, ukuran, dan warna gabah), kakter beras (bentuk, ukuran, dan warna beras), dan karakter nasi (tekstur, aroma, rasa, dan warna nasi).

(41)

Keragaan tanaman merupakan karakter yang mudah dilihat oleh petani dan pengguna di lapangan produksi. Preferensi VUB dilihat dari rentang 1 – 3 ( tidak suka, suka dan sangat suka). Hasil preferensi 3 varietas terhadap keragaan tanaman dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3. Preferensi petani/pengguna terhadap keragaan tanaman

Berdasarkan data diatas diketahui bahwa para petani maupun pengguna VUB menyenangi tanaman yang relatif tinggi (74,51 % suka). Hal ini disebabkan kebiasaan petani di Provinsi Aceh mereka malakukan panen dengan memotong pada bagian tengah batang padi, oleh karena itu mereka cendrung tidak suka tanaman padi yang pendek/rendah karena akan menyulitkan pada waktu panen.

Karakter lain yang menjadi perhatian adalah umur tanaman (64,71 % Suka), para petani menyukai umur tanaman yang tergolong sedang yaitu kisaran 110 – 120 hari setelah semai. Terdapat 25,49 % petani/pengguna yang tidak menyukai umur tanaman yang sangat genjah (kisaran kurang dari 100 hss). Posisi daun bendera juga mendapat perhatian yang besar dari petani/pengguna di Provinsi Aceh, terdata sebesar 60,78 % responden menyukai posisi daun bendera yang tegak, hal ini dipandang dapat mengurangi serangan hama terutama hama burung. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah

0.00 50.00 100.00

Suka Sangat Suka

(42)

mengenai kerontokan gabah 58,82 % responden menyukai gabah yang relatif mudah rontok, hal ini menyangkut dengan tingkat kebersihan gabah, karena gabah yang relatif bersih biasanya mempunyai harga yang lebih baik.

b. Preferensi VUB terhadap tingkat ketahanan hama dan penyakit

Ketahanan hama maupun penyakit tanaman padi merupakan salah satu faktor penentu produksi dan produktivitas tanaman padi di Indonesia, sering kali mengalami penurunan bahkan sampai terjadi puso akibat adanya serangan hama. Hal ini disebabkan selain iklim indonesia sangat menunjang perkembangan populasi hama juga sangat dipengaruhi oleh perilaku petani yang menanam padi secara terus-menerus tanpa adanya pergantian tanaman. Kondisi seperti ini akan menyediakan inang hama padi secara kontinyu tanpa terputus. Selain itu perkembangan populasi hama juga disebabkan oleh matinya musuh-musuh alami akibat dari penggunakan pestisida kimiawi yang kurang tepat dan kurang bijaksana. Hasil Survey preferensi petani/pengguna terhadap ketahanan hama dan penyakit dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4. Preferensi petani/pengguna terhadap ketahanan hama dan penyakit Ketahanan suatu varietas padi terhadap gangguan hama maupun penyakit berbeda-beda. Tanggapan responden terhadap pilihan mana yang lebih penting apakah

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00

Tdk suka Suka Sangat Suka

Hama Penyakit

(43)

suatu varietas lebih tahan terhadap hama ataupun penyakit, maka 62,75 % responden menghendaki tanaman lebih tahan terhadap penyakit.

c. Bentuk, ukuran dan warna gabah

Bentuk, ukuran dan warna gabah merupakan gambaran dari bentuk, ukuran dan warna beras nantinya. Hal ini sangat erat hubungannya dengan keinginan konsumen tantang bentuk dan ukuran beras yang pada akhirnya akan mempunyai nilai jual yang berbeda pula. Hasil Survey preferensi petani/pengguna terhadap bentuk, ukuran dan warna gabah dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 5. Preferensi petani/pengguna terhadap bentuk, ukuran dan warna gabah Dari ketiga parameter gabah, semua responden menganggap penting, hal ini terlihat bahwa bentuk, ukuran dan warna gabah mempunyai nilai lebih dari 50 %. Bila dilihat lebih jauh maka ukuran gabah merupakan karakter yang paling disukai atau paling penting (62,75%) yang diikuti dengan warna gabah (60,78 %). Ukuran gabah yang lebih besar akan menghasilkan beras yang kepala yang lebih banyak pula, sedangkan ukuran gabah yang kecil akan menyebabkan relatif banyak beras yang patah.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00

Tdk suka Suka Sangat Suka

Bentuk gabah Ukuran gabah Warna gabah

(44)

d. Tekstur, aroma, warna dan rasa nasi

Tekstur nasi yang disukai adalah tekstur pulen, pada umumnya di daerah Aceh masyarakat menyukai tekstur nasi yang pulen. Hasil Survey preferensi petani/pengguna terhadap tekstur, aroma, warna dan rasa nasi dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 6. Preferensi petani/pengguna terhadap tekstur, aroma, warna dan rasa nasi Warna dan aroma nasi merupakan karakter yang penting bagi masyarakat Aceh, 68,63 % responden menyukai warna nasi yang putih bersih yang diikuti dengan aroma nasi sebesar 56,86 %.

e.Preferensi petani/pengguna terhadap varietas

Dari penjelasan diatas pada akhirnya kesukaan petani/pengguna terhadap 6 (enam) varietas yang ada yaitu Ceherang, Inpari 16, 30, 31, 32 dan Inpari Sidenuk dapat dilihat pada gambar berikut :

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 Tekstur nasi pulen

Aroma nasi Warna nasi Rasa nasi

Tdk suka Suka Sangat Suka

(45)

Gambar 7. Preferensi petani/pengguna terhadap penampilan varietas

Pelaksanaan Penangkaran benih padi varietas yang telah terpilih dilakukan dengan menerapkan sistem produksi benih padi. Benih sumber yang digunakan untuk pertanaman produksi benih satu kelas lebih tinggi dari kelas benih yang diproduksi dalam hal ini menggunakan benih kelas FS untuk memproduksi benih kelas SS. Benih tersebut berasal dari UPBS BPTP Aceh.

Pemeriksaan benih sumber mencakup sertifikasi benih yang berisi informasi mengenai asal benih, varietas, tanggal panen maupun mutu benih (daya berkecambah, kadar air, dan kemurnian fisik benih).Informasi ini diperlukan untuk kelengkapan proses pengajuan sertifikasi benih.

Persemaian

Kondisi lahan untuk persemaian adalah lahan bekas pertanaman padi dengan melakukan pengolahan tanah sambil sanitasi. Teknik pembuatan persemaian adalah sebagai berikut :

• Tanah diolah, dibajak, dibuatkan bedengan dan dibiarkan dalam kondisi macak-macak selama beberapa hari sampai lahan stabil, baru dilakukan penebaran benih padi. Sebelum disebar, benih direndam terlebih dahulu selama 12 jam, kemudian diperam 24 jam dengan kreteria panjang akar/tunas tidak lebih dari 1 cm. akar/tunas yang panjang akan menyulitkan penebaran benih.

0 5 10 15 20

(46)

• Pupuk yang digunakan di lahan persemaian adalah urea, SP-36, dan KCI masing-masing dengan takaran 15 g/m.

• Kebutuhan benih untuk 1 ha areal pertanaman adalah 25 kg. Penyiapan Lahan

• Persiapan lahan untuk pertanaman mirip dengan persemaian, namun tanpa pembuatan bedengan.

• Tanah diolah secara sempurna, yaitu dibajak (pertama), digenangi selama dua hari dan dikeringkan selama tujuh hari, lalu dibajak kembali (kedua), digenangi selama dua hari dan dikeringkan lagi selama tujuh hari. Tarakhir, tanah digaru untuk melumpurkan dan meratakan.

Penanaman

• Penanaman dilakukan pada saat bibit berumur 15-20 hari, 1 - 2 bibit perlubang. • Jarak tanam 20 cm x 20 cm dengan pola tanam legowo 2 : 1

• Sisa bibit yang telah dicabut di persemaian diletakan dibagian pinggir petakan, nantinya digunakan untuk menyulam.

• Penyulaman dilakukan paling lambat tujuh hari setelah tanam, dengan bibit dari varietas dan umur yang sama.

Pemupukan

Kesuburan tanah beragam antar lokasi karena perbedaan sifat fisik dan kimianya. Dengan demikian, kemampuan tanah untuk menyediakan hara bagi tanaman juga berbeda. Pemupukan dimaksudkan untuk menambah penyediaan hara sehingga mencukupi kebutuhan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik. Agar efisien, takaran pupuk disesuaikan dengan kondisi lahan setempat.Untuk pupuk SP36 dan KCI, takarannya disesuaikan dengan ketersediaan hara P dan K dalam tanah. Untuk pupuk urea, takaran dan waktu pemberiannya disesuaikan dengan kebutuhan tanaman melalui pemantauan dengan Bagan Warna Daun (BWD).

(47)

Pengairan

Sejak tanam hingga seminggu kemudian, air perlu tersedia secara cukup untuk mendukung pertumbuhan akar tanaman. Ketinggian air sekitar 2-3 cm untuk mendorng peetumbuhan anakan baru. Jika permukaan air terlalu tinggi, pertumbuhan anakan tertekan. Tanaman padi umumnya memerlukan aerasi yang baik.

Penyiangan

Penyiangan bertujuan untuk membebaskan tanaman dari gangguan gulma. Penyiangan dilakukan paling sedikit dua atau tiga kali, tergantung keadaan gulma, menggunakan landak atau gasrok. Penyiangan dilakukan pada saat pemupukan susulan pertama atau kedua.Ini dimaksudkan agar pupuk yang diberikan hanya diserap oleh tanaman padi, jika gulma sudah dikendalikan.

Pengendalian hama dan penyakit

Hama dan penyakit tanaman merupakan faktor penting yang menyebabkan suatu varietas tidak mampu menghasilkan seperti yang diharapkan. Karena itu, pengendalian hama dan penyakit harus dilakukan secara terpadu.

Rouging/Seleksi

Salah satu syarat dari benih bermutu adalah memiliki tingkat kemurnian genetic yang tinggi, oleh karena itu rouging perlu dilakukan dengan benar dan dimulai pada fase vegetative sampai akhir pertanaman.Rouging adalah kegiatan membuang rumpun-rumpun atau batang tanaman yang cirri-ciri morfologisnya menyimpang dari cirri-ciri varietas tanaman yang benihnya diproduksi.

Hal-hal berikut dapat dipedomani sebagai patokan dalam pelaksanaan roguing: Stadia vegetatif awal (35-45 HST)

• Tanaman yang tumbuh diluar jalur/barisan

• Tanaman/rumpun yang tipe pertunasan awalnya menyimpang dari sebagian besar rumpun-rumpun yang lain

Gambar

Tabel    Halaman
Tabel 8. Model Sistem Perbenihan Berbasis Masyarakat
Gambar 1.  Alur produksi dan distribusi benih
Gambar 2. Pola pembentukan model Kawasan Mandiri Benih
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses master produk digunakan untuk mengelola data produk adalah admin memasukkan data-data produk pada form yang telah disediakan dan dapat mengubah atau

Peserta Pengadaan berkewajiban untuk menyerahkan Surat Jaminan Pelaksanaan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah SPPB diterbitkan dengan nilai nominal tidak kurang

Tidak kalah pentingnya promosi juga diperlukan dalam bentuk komunikasi yang digunakan untuk menginformasikan (to inform), membujuk (to persuade) atau mengingatkan

kepada Jemaat-Jemaat di Wilayah Mupel GPIB Jabar II setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Perbendaharaan Mupel GPIB Jabar II melalui Rapat Kerja dan Sidang Tahunan

Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau

Faktor risiko yang berpengaruh terhadap peningkatan kadar asam urat adalah asupan karbohidrat yang tinggi (p=0,028;OR=4,36), sedangkan asupan kafein tinggi tidak memiliki

Dana waqaf tunai yang diperoleh dari para waqif (orang yang mewakafkan hartanya) dikelola oleh nadzir (pengelola waqaf) dalam hal ini bertindak sebagai manajemen

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini dengan judul