• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stress

Stres merupakan akibat dari interaksi (timbal-balik) antara rangsangan lingkungan dan respons individu. Stres seringkali dianggap sebagai sesuatu yang berkonotasi negatif. Ini terjadi karena stres terjadi bila individu mengalami frustrasi yang berkepanjangan. Sehingga gejala atau akibat stres yang tampak pada individu seringkali adalah gejala atau akibat negatif yang mengganggu kehidupan individu tersebut. Tingkat stres yang tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa ada jalan keluar dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit seperti: gangguan pencernaan, serangan jantung, tekanan darah tinggi, asma, radang sendi rheumatoid, alergi, gangguan kulit, pusing/sakit kepala, sulit menelan, panas ulu hati, mual, berbagai macam keluhan perut, keringat dingin, sakit leher, capai menahun, sering buang air seni, kejang otot, mudah lupa, terserang panik, sembelit, diare, insomnia dan lain-lain (Siswanto, 2007).

Cox (dalam Siswanto, 2007) menyebutkan bahwa akibat stres dapat dikategorikan menjadi lima yaitu:

a. Akibat subjektif, yaitu akibat yang dirasakan secara pribadi meliputi kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri rendah, perasaan terpencil.

b. Akibat perilaku, yaitu akibat yang mudah dilihat karena berbentuk perilaku-perilaku tertentu, meliputi mudah terkena kecelakaan,

(2)

penyalahgunaan obat, peledakan emosi, berperilaku impulsif, tertawa gelisah.

c. Akibat kognitif, yaitu akibat yang mempengaruhi proses berpikir, meliputi tidak mampu mengambil keputusan yang sehat, kurang dapat berkonsentrasi, tidak mampu memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang lama, sangat peka terhadap kecaman dan mengalami rintangan mental.

d. Akibat keorganisasian, yaitu akibat yang tampak dalam tempat kerja, meliputi absen, produktivitas rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja, ketidakpuasan kerja, menurunnya keterikatan dan loyalitas terhadap organisasi.

Akibat stres yang berkepanjangan adalah terjadinya kelelahan baik fisik maupun mental, yang pada akhirnya melahirkan berbagai macam keluhan dan gangguan. Namun, secara perlahan-lahan individu akan menggunakan bagai jenis penyesuaian diri untuk mengatasi stres yang dialaminya. Individu dapat menyesuaikan diri dengan cara yang positif maupun negatif. Penyesuaian diri dalam menghadapi stres, dalam konsep kesehatanmental dikenal dengan istilah coping.

B. Coping Stres

Coping adalah suatu usaha untuk mengubah kognisi atau tingkah laku secara konstan sebagai usaha untuk mengendalikan tuntutan baik eksternal maupun internal, khususnya yang diperkirakan akan menyita dan melampaui

(3)

kemampuan seseorang (Lazarus & Folkman, 1985). Selanjutkan dijelaskan bahwa bahwa coping stress berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang penuh dengan tekanan atau yang menuntut individu secara emosional. Selanjutnya menambahkan jugabahwa cara yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi atau problem yang dianggap sebagai tantangan, ketidakadilan ataupun merugikan sebagai ancaman yang disebut dengan istilah coping stress.

Dari beberapa definisi, dapat disimpulkan bahwa coping stress merupakan bentuk tindakan atau usaha yang dilakukan individu sebagai reaksi dari situasi yang penuh tekanan baik dari luar maupun dari dalam. Akibat adanya penyimpangan antara tuntutan dengan kemampuan individu untuk memenuhinya yang dirasakan sebagai sesuatu yang menyulitkan, merugikan atau bahkan mengancam. Menurut Lavine (dalam Setianingsih 2003) coping stres merupakan suatu proses yang aktif dalam usaha untuk beradaptasi dengan sungguh-sungguh pada kondisi mengandung stres sebagai komponen utama. Coping stres merupakan usaha yang dilakukan individu untuk mengatasi situasi yang membuatnya tidak nyaman yang mempengaruhi diri individu (Natalina, 2007). 1. Jenis-Jenis Coping Stres

Lazarus dan Folkman (dalam Smet, 1994) membedakan coping stres menjadi dua jenis, yaitu emotion focused coping (coping yang berorientasi pada emosi dan problem focused coping (coping yang berorientasi pada masalah). Coping yang beorientasi pada masalah digunakan untuk mengatasi stresor. Dengan mempelajari cara-cara dan keterampilan yang diperlukan.

(4)

Individu akan cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. Metode ini sering digunakan oleh mereka yang sudah matang secara psikologis.

1. Problem focused coping (coping yang berpusat pada masalah)

Sebagai usaha untuk mengurangi stresor, individu akan mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan yang baru dan individu akan cenderung menggunakan strategi apabila dirinya yakin akan mampu mengubah situasi yang dialami. Dengan kata lain dalam coping ini individu melakukan suatu tindakan yang diarahkan pada pemecahan masalah atau dengan cara mengubah situasi. Individu akan cenderung melakukan perilaku tersebut apabila dirinya menilai kondisi, situasi atau peristiwa yang dihadapi individu masih dapat dikendalikan. Selain itu individu yakin akan mampu mengubah kondisi, situasi maupun peristiwa tersebut. Individu secara efektif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres.

Strategi untuk memecahkan masalah antara lain menentukan masalah, menciptakan pemecahan alternatif, menimbang-nimbang alternatif berkaitan dengan biaya dan manfaat, memilih salah satunya, dan mengimplementasikan alternatif yang dipilih. Strategi terfokus masalah juga dapat diarahkan ke dalam, yaitu : orang dapat mengubah sesuatu pada dirinya sendiri dan bukan mengubah lingkungan. Orang yang cenderung menggunakan strategi terfokus masalah situasi stres menunjukkan tingkat

(5)

depresi yang lebih rendah baik selama dan setelah situasi stres (Billing & Moos, 1984).

Problem focused coping terdiri dari 5 aspek coping yaitu: Pertama active coping yaitu mengambil tindakan secara aktif untuk mengatasi stres. Kedua, planning yaitu memikirkan tentang cara mengatasi penyebab stres. Ketiga supression of competing activities yaitu dengan mengesampingkan aktivitas-aktivitas lain untuk dapat mengatasi stresor. Keempat, restraint coping yaitu menunggu saat yang tepat untuk bertindak. Kelima, use of instrumental support yaitu mengatasi stres dengan mencari bantuan, nasehat serta informasi.

2. Emotion focused coping

Coping yang beroientasi pada emosi digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres yaitu bagaimana meniadakan fakta yang tidak menyenangkan melalui strategi kognitif bila individu tidak mengubah kondisi stres, individu akan cenderung untuk mengatur emosinya.

Emotion focused coping terdiri dari 7 aspek yaitu: pertama, use of emotional support yaitu mengatasi stres dengan mencari dukungan moral, simpati, emosional. Kedua, positive reframing yaitu mencoba menafsirkan suatu kondisi dengan lebih positif. Ketiga, acceptance yaitu menerima kenyataan dari situasi tersebut. Keempat denial, yaitu menolak kenyataan dari situasi yang terjadi. Kelima, use of religion, yaitu sikap individu untuk menyelesaikan masalah dengan keagamaan. Keenam, behavioural

(6)

disengagement yaitu berkurangnya usaha seseorang dalam menghadapi stresor atau menyerah. Ketujuh, mental disengagement yaitu usaha seseorang untuk mengalihkan perhatiannya dari stresor.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Coping Stres Coping stres dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1. Usia

Salah satu faktor yang mempengarui terjadiya coping adalah usia. Menurut Ebata dan Moss (dalam Pramana, 1998) menjelaskan bertambahnya usia individu sering dihubungkan dengan problem focused coping. Sarafino (1994) juga mengatakan bahwa coping yang lebih sering digunakan orang dewasa adalah yang berpusat pada pemecahan masalah. Setiap tingkat usia mempunyai tingkat berpikir dan kemampuan untuk beradaptasi yang berbeda-beda dengan usia di atasnya atau di bawahnya. Hal ini berhubungan dengan kemampuan untuk memperhatikan tuntutan hidup yang semakin bertambah sesuai dengan tingkat usia individu. Dapat dipastikan bahwa coping dari setiap individu akan berbeda dari setiap tingkat usia.

2. Pendidikan

Managhan (dikutip Damayanti, 2000) mengungkapkan bahwa pendidikan juga berpengaruh pada pemilihan strategi coping. Individu yang mempunyai pendidikan tinggi akan tinggi pula perkembangan kognitifnya, sehingga akan mempunyai penilaian yang lebih realistis dan coping setiap individu lebih aktif.

(7)

3. Status Sosial Ekonomi

Menurut Watson (1984), seseorang yang memiliki status sosial ekonomi rendah cenderung mempunyai tingkat stres yang tinggi, terutama dalam memecahkan masalah ekonmi daripada mereka yang mempunyai status sosial ekonomi tinggi. Menurut Eron Peterson (dikutip Watson, 1984) kemampuan seseorang untuk melakukan coping cenderung lebih rendah atau kurang memadai dibandingkan dengan seseorang yang mempunyai status sosial ekonomi yang tinggi. Hal ini terjadi karena kontrol akan hidupnya tidak begitu kuat, setiap individu biasanya kurang berpendidikan sehingga setiapindividu kurang mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya secara tepat.

4. Dukungan sosial

Terry, dkk (Pramana, 1998) menjelaskan coping yang efektif telah dihubungkan dengan sumber-sumber yang berasal dari lingkungan sosial, seperti adanya dukungan sosial, dukungan dari keluarga, dukungan dari teman kerja. Hal serupa juga diungkapkan oleh Garmezy dan Rutter (1983) bahwa dukungan orang-orang sekitar individu yaitu orang tua, saudara, teman-teman dekat dan masyarakat. Dukungan sosial yang positif berhubungan dengan berkurangnya kecemasan dan depresi. Semakin tinggi dukungan sosial yang dirasakan maka coping yang berpusat pada pemecahan masalah akan semakin tinggi.

(8)

5. Jenis kelamin

Menurut Tanck dan Robbin (dikutip Fagot, 1988) secara teoritis pria dan wanita mempunyai cara yang berbeda dalam menghadapi suatu masalah. Wanita lebih memperlihatkan reaksi emosional dibandingkan dengan pria. 6. Karakteristik kepribadian

Suatu ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang menandai suatu tipe kepribadian. Suatu karakteristik tertentu dalam menghadapi suatu masalah, menurut Parkes (dalam Damayanti, 2000) suatu model karakteristik berbeda akan mempunyai coping yang berbeda. Menurut Carver, dkk (1993) salah satu dimensi kepribadian yaitu optimismen. Optimisme memiliki peran yang penting pada dampak yang luas dari perilaku dan kondisi psikologi seseorang ketika seseorang menghadapi kemalangan.

7. Pengalaman

Suatu kejadian yang pernah terjadi dan dialami oleh individu sebelumnya, pengalaman ini mempengaruhi tindakan-tindakan individu selanjutnya atau akan datang. Pengalaman merupakan abhan acuan atau perbandingan individu dalam menghadapi suatu kejadian yang hampir sama. Seseorang melakukan coping tergantung bagaimana individu tersebut melakukan coping pada masalah-masalah yang lalu.

8. Komunikasi

Komunikasi yang baik akan mempengaruhi seseorang di dalam coping yang baru yang konstruktif.

(9)

Komunikasi yang kurang baik atau komunikasi yang sama sekali tidak memadai dapat dikaitkan dengan stres yang muncul, hal ini terjadi dalam hubungan-hubungan antar pribadi (Scale, 2003). Karena itulah komunikasi yang baik akan mempengaruhi seseorang di dalam coping yang baru yang lebih konstruktif (Sinaga, 2005).

C. Skripsi

1. Hakekat Skripsi bagi Mahasiswa Program Studi Bimbingan Konseling Salah satu kegiatan pendidikan mahasiswa di perguruan tinggi adalah melakukan penelitian.Hasil penelitian ini disusun dalam suatu karya ilmiah untuk dipertanggungjawabkan pada akhir program pendidikannya. Karya ilmiah ini disebut skripsi. Dengan demikian skripsi merupakan karya ilmiah yang disusun berdasarkan hasil penelitian di perpustakaan, di lapangan atau di laboratorium.

Penelitian ini merupakan suatu kegiatan ilmiah yang diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan dengan menggunakan berbagai informasi dan metodologi dalam bidang ilmu yang melingkupinya. Dalam kegiatan tersebut mahasiswa dituntut mengerahkan kemahiran berpikir, bersikap dan bertindak dalam usaha menggali dan mengembangkan pengetahuan yang baru untuk disumbangkan dalam bidang keahliannya. Selain itu dituntut untuk menerapkan kaidah dan etika ilmiah yang berlaku di lingkungan masyarakat ilmiah.

Skripsi merupakan salah satu jenis karya ilmiah dalam dunia pendidikan. Keharusan melaksanakan penelitian dan melaporkan hasil penelitian dalam bentuk skripsi pada puncak studi merupakan salah satu proses pembelajaran yang amat

(10)

penting, karena memberikan banyak manfaat bagi mahasiswa. Kesempatan untuk melakukan penelitian memberikan pengalaman dalam memecahkan masalah secara mandiri, terencana dan teratur, dengan menggunakan kaidah-kaidah keilmuan. Selain itu, skripsi sebagai suatu karya ilmiah harus memenuhi kriteria-kriteria akademis yang dapat dipertanggungjawabkan, menarik untuk dibaca dan mudah dipahami oleh pembaca.

2. Kedudukan Skripsi dalam Studi Mahasiswa

Skripsi adalah karya ilmiah resmi mahasiswa dalam menyelesaikan Program Sarjana (S1) guna memperoleh gelar sarjana pada program studi yang ditekuninya.Skripsi merupakan bukti kemampuan akademik mahasiswa dalam penelitian yang berhubungan dengan bidang kehaliannya. Penyusunan skripsi didasarkan pada kajian ilmiah yang didahului oleh penelitian pustaka atau penelitian lapangan, serta hasil akhirnya dipertanggungjawabkan secara resmi dan terbuka kepada komunitas ilmiah dalam forum ujian.

Skripsi berfungsi sebagai media publikasi hasil penelitian ilmiah masyarakat dan perguruan tinggi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan.Dalam jangkauan yang lebih luas, skripsi dapat menjadi media komunikasi dalam masyarakat ilmiah pada umumnya, apabila memenuhi syarat untuk dipublikasikan secara luas. Tugas pembuatan skripsi merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam salah satu bidang sesuai dengan jurusan dan program studi yang ditentukannya.

(11)

Penyusunan skripsi mencakup proses perumusan permasalahan dan judul, proses penelitian dan proses penulisan. Garis besar penyusunan skripsi meliputi :

Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada bagian ini dikemukakan alasan pemilihan judul dan fenomena-fenomena yang mendasari perumusan masalah.

Bab II adalah tinjauan pustaka yang berisi teori-teori dan konsep yang akan digunakan sebagai kerangka analisa pada bagian selanjutnya.

Bab III adalah metode penelitian yang berisi rancangan penelitian dan instrumen yang akan digunakan. Pada bab ini juga dijelaskan tentang populasi dan sampel yang diambil serta metode pengumpulan data.

Bab IV adalah Hasil Analisis dan Pembahasan yang berisi hasil pengolahan data dan interpretasi dari data tersebut. Pada bab ini digunakan kerangka teori yang telah dirumuskan pada bab II sebagai pisau analisis.

Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

3. Coping Stress Mahasiswa yang Sedang Menyusun Skripsi

Banyak penelitian yang telah dilakukan tentang coping stres dengan hasil yang beragam. Salah satu penelitian dilakukan Sulistyorini (2010) pada siswa kelas X SMA N 1 Suruh. Dalam penelitiannya dikemukakan bahwa siswa-siswa kelas X SMA N 1 Suruh cenderung menggunakan problem focused coping untuk mengatasi kesulitan dalam menghadapi pelajaran matematika. Sebagian siswa merasa tertekan karena harus berjuang mendapatkan nilai yang bagus. Ini

(12)

disebabkan karena pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang masuk dalam ujian negara. Oleh karena itu siswa diharapkan mendapatkan nilai yang baik untuk pelajaran tersebut. Sulistyorini (2010) menjelaskan bahwa para siswa memberikan respon positif pada stres dalam menghadapi pelajaran matematika yang ditunjukkan melalui usaha para siswa untuk mengerjakan latihan soal lebih banyak dan mengulang pelajaran di rumah.

Penelitian lain dilakukan oleh Sinaga (2005) tentang coping stres pada mahasiswa Fakultas Psikologi yang sedang menyusun skripsi. Pada penelitiannya diketahui bahwa mahasiswa yang mengalami stres akibat kesulitan dalam penyusunan skripsi sebanyak 84,3% melakukan problem focused coping dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru, yang diyakini dapat mengubah situasi stres dan 15,65% melakukan emotional focused coping yaitu perilaku yang cenderung mengatur emosi atau mengatasi tekanan emosionalnya, berkaitan dengan situasi yang terjadi.

Dari dua penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa coping stress yang dilakukan oleh siswa maupun mahasiswa berbeda-beda tergantung pada individu masing-masing. Selain itu, penyebab stres juga ikut menentukan usaha apa yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi stres tersebut. Dengan dasar inilah, penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui jenis coping stress yang dilakukan oleh mahasiswa Bimbingan dan Konseling di FKIP UKSW.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Secara individual orang Jawa tidak diakui terlalu penting, bahkan bila perlu orang Jawa harus mau mengorbankan dirinya untuk kepentingan umum. Semua individu diharapkan 10

Bila kita klik pada tulisan file tersebut maka akan keluar menu seperti berikut: New Windows, adalah perintah untuk menampilkan layar baru.. Layar lama akan dihapus (ditimpa) dan

Dengan menggunakan sistem pengelolaan basis data relasional, kita dapat menghindari duplikasi data, menjaga konsistensi data dan relasi antar tabel, pengamanan yang

Tombol ini berguna untuk memasukkan lagu ini ke dalam koleksi lagu favorit anda.. Tekan tombol ini jika ingin melihat preview videonya sebelum

Arsitektur Sistem Pemantauan Aktivitas Pengguna Pada Jaringan Client-Server Komputer client berisi aplikasi viewer/ client bertugas mengendalikan kerja seluruh sistem

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka dapat dirumuskan masalah dari pengembangan ini adalah : “Bagaimana model Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Berdasarkan pada cukup tingginya tingkat kejadian dari pasien stroke hemoragik yang mengalami infeksi dan tingginya resiko kematian dari stroke hemoragik dengan