• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Tindak Pidana

Tindak Pidana/Kejahatan adalah tindakan-tindakan yang bertentangan dengan moral kemanusiaan untuk merugikan masyarakat yang tercantum pada perundang-undangan pidana. Istilah tindak pidana ialah terjemahan dari kata starfbaarfeit di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana akan tetapi tak ada penjabaran terkait apa yang diartikan dengan istilah starfbaarfeit itu sendiri. Umumnya tindak pidana diartikan dengan delik, yang bermula dari Bahasa latin yaitu kata delictum. Di dalam KBBI termuat yaitu “delik ialah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana”.1

Seorang ahli hukum pidana yakni Moeljatno mengemukakan pendapat bahwa definisi tindak pidana yang berdasarkan istilah beliau yaitu tindakan pidana ialah” Tindakan yang dilarang dalam aturan hukum larangan beserta dengan ancaman yang mencakup pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut”.2

Sehingga mengacu pada pendapat itu definisi dari tindak pidana yang diartikan yaitu bahwa tindakan pidana senantiasa adalah suatu tindakan yang melanggar suatu aturan hukum atau tindakan yang dilarang oleh aturan hukum beserta adanya sanksi hukum, dimana aturan dibuat atas perbuatannya sebaliknya ancaman pidana itu diperuntukkan untuk orang yang berbuat kejahatan. Hal demikian bilamana orang-orang yang berbuat

1Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi revisi, Jakarta, Raja Grafido Persada, 2012,hlm 47

2 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara, 1987, hlm 54

(2)

17

hukum maka bisa diutarakan sebagai pelaku tindak pidana. Namun perlu diingat ancaman dan aturan larangan sangat berkaitan erat, sehingga diantara orang yang berbuat dengan peristiwa yang terjadi juga berkaitan sangat erat.

Berkaitan dengan definisi diatas mengenai tindak pidana Bambang Poernomo mengemukakan pendapat bahwa akan makin lengkap perbuatan pidana yang terjadi bila dilakukan perumusan yaitu “bahwa perbuatan pidana ialah sebuah tindakan yang oleh suatu aturan hukum dilakukan larangan dan adanya ancaman pidana untuk siapapun yang melawan larangan itu.3

Terdapat juga perumusan yang memuat kandungan kalimat “Aturan hukum pidana” yang diperuntukkan untuk keadaan hukum di Indonesia yang masih mempergunakan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis, Bambang Poernomo pula mengemukakan pendapatnya terkait kesimpulan dari perbuatan pidana yang diutarakan sebatas untuk memperlihatkan sifat perbuatan terlarang dengan ancaman pidana.

Istilah dibuatnya kata tindak pidana, perbuatan pidana, ataupun peristiwa hukum serta lainnya bermaksud dan tujuannya untuk peralihan bahasa dari istilah asing straftbaar feit akan tetapi bila mengalihkan bahasa dari istilah straftbaar feit apakah adanya beda makna dan definisinya atau tidak, itu semua belum adanya kejelasan, mayoritas kalangan ahli hukum juga belum menemukan secara kejelasan serta sistematis dalam menjelaskan definisi dari istilah tersebut, apakah hanya sebagai peralihan

3 Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1992, hlm 130

(3)

18

bahasa saja ataupun tidak, hal demikian termasuk adanya perbedaan pokok dalam berpandangan, dalam kalangan masyarakat juga beredar istilah kejahatan yang memperlihatkan definisi perbuatan melanggar norma dengan memperoleh reaksi masyarakat terhadap putusan hakim dalam penjatuhan pidana.

Tindak pidana ialah salah satu dasar pokok dalam penjatuhan pidana terhadap orang yang berbuat kejahatan sebagai bentuk tanggang jawab apa yang telah diperbuatnya, namun sebelumnya terkait larangan dan ancaman suatu perbuatan yakni terkait perbuatan pidana yang dilakukannya, ialah mengacu pada asas legalitas.

(Principle of legality) asas tersebut menentukan yaitu tak terdapat tindakan larangan dan ancaman pidana bila tak ditetapkan lebih dulu didalam perundang-undangan, umumnya asas ini terkenal dengan bahasa latin yaitu Nullum delictum nulla poena sine praevia lege yang artinya “tak adanya delik, tak terdapat pidana jika tak ada peraturan yang mengatur”, kalimat tersebut bermula dari ucapan Von Feurbach, sarjana hukum pidana Jerman. Asas legalitas ini memuat kandungan tiga definisi yakni:

a. Aturan-aturan hukum pidana tak diperbolehkan diberlakukan surut.

b. Tak terdapat tindakan yang dilarang dan tak ada sanksi bila mana belum diatur dalam aturan Undang-undang.

c. Guna menetapkan adanya tindakan pidana tak diperbolehkan dipergunakan analogi.

(4)

19

Tindak pidana termasuk salah satu dasar dari sebuah kesalahan yang diperbuat seseorang dengan melakukan tindak kejahatan. Maka hubungan kesalahan diantara perbuatan dengan keadaannya yang mengakibatkan celaan harus berdasar dalam kealpaan ataupun kesengajaan. Diutarakan yaitu culpa (kealpaan) dan dolus (kesengajaan) merupakan salah satu bentuk kesalahan sementara istilah dari definisi schuld (kesalahan) yang bisa memicu timbulnya suatu tindak pidana ialah sebab individu itu telah berbuat melawan hukum maka dari perbuatannya itu harus melakukan tanggung jawab terhadap segala kesalahan yang telah diperbuatnya dengan cara diadili dan apabila terdakwa terbukti bersalah maka bisa dilakukan penjatuhan hukuman pidana selaras dengan pasal yang mengatur.4

4 Kartonegoro, Diktat Kuliah Hukum Pidana, Jakarta, Balai Lektur Mahasiswa, 1990, hlm 165

(5)

20 Bagan 1: Unsur-Unsur Tindak Pidana

Ketika kita melakukan penjabaran terhadap suatu rumusan delik kedalam beberapa unsur, sehingga yang sering kita temui ialah terkait hal perbuatan yang dilakukan manusia, melalui perbuatan tersebut individu sudah berbuat yang dilarang dalam Undang-undang. Tiap tindak pidana yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana biasanya menjabarkan unsur-unsur yang terbagi atas unsur subjektif serta objektif.

Unsur subjektif ialah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku ataupun yang berkaitan dengan diri si pelaku, serta yang di dalamnya yakni seluruh hal yang terdapat di dalam hati si pelaku. Sementara unsur objektif

Tindak pidana

subjektif objektif

• dolus/culpa

• voornemang

• oogmerk

• voorbedachte raad

• perasaan takut

• wederrechtelicjkheid

• kualitas pelaku

(6)

21

ialah unsur-unsur yang terdapat kaitannya dengan keadaan, yakni dimana keadaan dari tindakan si pelaku tersebut harus dilakukan.5

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana tersebut yaitu:

a. Perasaan ketakutan diantaranya yaitu ada dalam rumusan tindak pedana berdasarkan Pasal 308 KUHP.

b. Merencanakan lebih dulu atau voorbedachte raad misal yang ada dalam tindak kejahatan pembunuhan berdasarkan pasal 340 KUHP.

c. Maksud atau voornemen dalam sebuah percobaan atau pogging misal yang tertuang pada pasal 53 ayat 1 KUHP.

d. Macam-macam maksud atau oogmerk misal yang ada seperti di dalam tindak kejahatan pemalsuan, pemerasan, penipuan, pencurian, serta lainnya.

e. Kesengajaan ataupun ketidak sengajaan (dolus atau culpa).

Unsur-unsur objektif dari sebuah tindak pidana tersebut ialah:

a. Kausalitas ialah kaitan diantara suatu perbuatan pidana yang menjadi pemicu atas suatu hal yang relevan sebagai konsekuensi.

b. Wederrechtelicjkheid atau sifat melanggar hukum.

c. Kualitias dari sipelaku, contohnya keadaan terhadap seorang pegawai negri di dalam kejahatan pada kedudukannya berdasarkan Pasal 415 KUHP ataupun keadaan terhadap

5 Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, Cet. III, 1997 hlm 193

(7)

22

pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas dalam tindak kejahatan berdasarkan pasal 398.6

B. Tinjauan tentang Tindak Pidana Korupsi

Menurut asal kata, korupsi bermula dari kata bahasa latin, corruptio.

Kata ini mempunyai kata kerja dasar yakni corrumpere berarti menyogok, memutar balik, menggoyahkan, rusak, ataupun busuk.

Definisi korupsi didalam Kamus Peristilahaan dimaksudkan sebagai penyalahgunaan posisi kedudukan untuk kepentingannya sendiri serta merugikian rakyat serta negara.

Melalui Ensiklopedia Indonesia dinamakan “Korupsi” yakni fenomena yang mana badan-badan negara, para pejabat melakukan penyalahgunaan kewenangan yang berupa pemalsuan, penyuapan, dan penyelewengan yang lain.

Baharuddin Lopa mengambil kutipan dari pendapat David M.Chalmers, menjabarkan maksud dari istilah korupsi dalam segala bidang, yaitu yang bersangkutan dengan persoalan suap-menyuap, yang berkaitan dengan manipulasi dalam sektor ekonomi, serta yang bersangkutan dengan kepentingan umum. Bisa disimpulkan berarti definisi yang diutarakan diantaranya dengan bunyi “financial manipulations and deliction injuriousto the economy are often labeled corrupt (manipulasi serta keputusan terkait keuangan yang membahayakan perekonomian sering dinamakan dengan perbuatan korupsi)”.

Kemudian beliau menerangkan “the term is often applied also to misjudgements by officials in the public economies (istilah ini selalu

6 Ibid, hlm 194

(8)

23

dipergunakan pada kesalahan dalam penetapan oleh pejabat yang bersangkutan dengan sektor ekonomi umum)”.

Diutarakan juga “disguised payment in the form of gifts, legal fees, employment, favors to relatives, social influence, or any relationship sacrafices the public and welfare, with or without the implied payment of money, is ususally considered corrupt (pembayaran terselubung dalam bentuk memberi jasa, ongkos administrasi, memberi hadiah untuk sanak keluarga, pengaruh kedudukan sosial, ataupun kaitan lainnya yang merugikan kepentingan dan kesejahteraan umum, dengan ataupun tanpa pembayaran uang, umumnya dianggap sebagai tindakan korupsi)”.

Baharuddin Lopa menjabarkan juga bentuk korupsi lainnya, dengan istilah yaitu political corruption (korupsi politik) yakni“electoral corruption includes purchase of vote with money, promises of office or special favors, coercion, intimidation, and interference with administrative of judicial decision, or governmental appointment (korupsi pada penelitian umum, termasuk mendapat suara dengan uang, janji dengan uang, janji dengan jabatan atau hadiah khusus, paksaan, intimidasi, serta campur tangan pada kebebasan memilih. Korupsi dalam jabatan melibatkan penjualan suara dalam legislatif, keputusan administrasi, atau keputusan yang menyangkut pemerintahan)”.

Dunia internasional memberikan definisi korupsi berdasar Black Law Dictionary “Corruption an act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and and the rights of others.

The act of an official of fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the right of others” berarti “Sebuah tindakan yang dilaksanakan dengan suatu tujuan guna memperoleh laba yang bertentangan dengan tugas resmi serta fakta-fakta yang lain.

Sebuah tindakan dari suatu hal yang resmi ataupun keyakinan individu dimana dengan melawan hukum dan penuh kesalahan mempergunakan

(9)

24

beberapa laba untuk kepentingan dirinya ataupun individu lain yang bertentangan dengan tugas serta fakta-fakta yang lain”.

BerdasarkanTransparency International, “korupsi ialah sikap pejabat publik, ataupun pegawai negri atau politikus, dengan tak wajar serta tak legal memperkaya kepentingan sendiri ataupun memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, melalui penyalahgunaan kekuasaan publik yang dipercayakan pada mereka”.

Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi

Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tindak pidana korupsi diklasifikasikan atas :

a. Perbuatan yang Merugikan Negara

Perbuatan yang merugikan negara, bisa dibedakan lagi atas dua bagian yakni:

1) Mencari laba melalui merugikan negara dan melawan hukum.

Korupsi jenis ini tercantum pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Terkait Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Terkait Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK):

(1) ”Tiap orang yang secara melawan hukum berbuat untuk memperkaya dalam kepentingan sendiri atau individu lain atau sebuah korporasi yang bisa merugikan kuangan negara, akan dihukum dengan kurungan seumur hidup ataupun hukuman penjara selambat-lambatnya 4 (empat) tahun dan maksimal 20 tahun serta membayar uang sedikitnya 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan terbanyak 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).”

(10)

25

(2) ”Dalam hal tindak pidana korupsi seperti halnya tercantum pada ayat (1) dilaksanakan dengan keadaan tertentu, hukuman mati bisa dijatuhkan.”

Posisi jabatan yang di salah gunakan untuk merugikan negara serta untuk mencari laba. Penjabaran dari jenis korupsi yang demikian nyaris serupa dengan penjabaran jenis korupsi pada bagian pertama, yang menjadi perbedaannya hanya terletak dalam unsur kewenangan yang di salah gunakan, kesempatan ataupun sarana yang dipunyai sebab adanya jabatan. Korupsi jenis ini telah tertuang pada Pasal 3 UU PTPK yakni;

“Tiap individu yang dengan maksud mengambil keuntungan untuk kepentingan dirinya atau orang lain, penyalahgunaan wewenang, korporasi, sarana atau kesempatan yang terdapat pada dirinya sebab kedudukan yang bisa mengalami kerugian pada keuangan negara, di hukum dengan pidana kurungan seumur hidup ataupun pidana kurungan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun dan maksimal 20 tahun dan membayar uang sedikitnya 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan terbanyak 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).”

b. Suap-Menyuap

Suap-menyuap ialah sebuah perbuatan dalam memberikan uang atau menerima uang ataupun hadiah yang di laksanakan oleh pejabat pemerintah guna menjalankan ataupun tidak menjalankan suatu hal yang bertentangan dengan kewajiban seseorang. Misal: menyuap pegawai negei yang sebab posisi jabatan yang dimilikinya dapat diambil keuntungan orang yang memberi penyuapan, advokat,

(11)

26

pengacara, atau menyuap hakim. Korupsi jenis yang demikian telah tercantum pada UUPTPK:

a. Pasal 5 ayat (1) UU PTPK

b. Pasal 5 ayat (1) huruf b UU PTPK c. Pasal 5 ayat (2) UU PTPK

d. Pasal 13 UU PTPK

e. Pasal 12 huruf a dan b UU PTPK;

f. Pasal 11 UU PTPK

g. Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b UU PTPK h. Pasal 6 ayat (2) UU PTPK

i. Pasal 12 huruf c dan d UU PTPK.7

C. Tinjauan tentang Penyalahgunaan Wewenang

Menurut KBBI, istilah penyalahgunaan wewenang ialah: “tindakan dalam menyalahgunakan kekuasaan dan hak dalam penyalahgunaan kekuasaan yang mengatur keputusan ”. Penyalahgunaan wewenang yang termasuk sebagai bagian inti delik (bestanddeel delict) tindak pidana korupsi pada Pasal 3 UU PTPK mengemukakan, tiap individu yang dengan maksud mengambil keuntungan untuk kepentingan sendiri ataupun individu lainnya atau sebuah korporasi, penyalahgunaan wewenang, kesempatan ataupun sarana yang terdapat pada seseorang sebab kedudukannya yang bisa merugikan perekonomian negara. Selain itu tak dijabarkan lagi secara

7 Komisi Pemberantasan Korupsi, Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, hlm 19

(12)

27

lengkap apa yang diartikan menyalahgunakan kewenangan maka bisa timbul implikasi interpretasi yang beraneka ragam.

Perbuatan yang bisa dikelompokkan menjadi perbuatan “melawan hukum” bila perbuatan itu bertentangan dengan nilai kepatuhan dan keadilan masyarakat (melawan hukum materiil) dengan peraturan perundang-undangan (melawan hukum formil). Sementara terkait unsur

“penyalahgunaan kewenangan”, berdasar kajian baik pada UU PTPK ataupun doktrin hukum pidana, sama sekali tak adanya pengertian dari konsep penyalahgunaan kewenangan yang disertai kualifikasi yang bisa dipakai dalam melaksanakan evaluasi apakah suatu tindakan bisa dikategorikan sebagai “penyalahgunaan kewenangan” ataupun bukan.

Tercantumnya dua unsur tersebut, menyalahgunakan wewenang dengan melawan hukum pada UU PTPK akan timbul tidak jelasnya dalam penentuan konsep dan kualifikasi unsur “penyalahgunaan kewenangan”.

Evaluasi tidak atau sahnya sebuah keputusan penatausahaan negara didalam hukum administrasi dilaksanakan melalui menelaah terkait hubungan norma berjenjang atau peraturan perundang-undangan (gelede of getrapt normstelling).

Sementara didalam hukum pidana, menentukian apakah suatu tindakan adalah tindakan pidana ataupun tidak, harus berdasar dalam asas legalitas.

Tidak tepat bila menyatakan sebuah tindakan patut dipidana dengan berdasar dalam tindakan yang melawan hukum peraturan perundang- undangan, lebih tepatnya yaitu melawan undang-undang dan peraturan

(13)

28

daerah (Pasal 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 terkait Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan)8

a. Karakter dalam menyalahgunakan wewenang dalam tindakan pidana korupsi. Intinya, menyalahgunakan wewenang memiliki karakteristik yaitu:

1) Menyimpang dari maksud atau tujuan dalam memberikan wewenang. Tiap memberikan wewenang pada pejabat administrasi negara selalu beserta dengan “tujuan dan maksud” dari dibagikannya wewenang itu, maka dalam pelaksanaan wewenang itu harus selaras dengan “tujuan dan maksud” dibagikannya wewenang tersebut. Pada hal terkait dalam menggunakan wewenang oleh pejabat administrasi negara itu tak selaras dengan maksud dan tujuan dari memberikan wewenang itu, sehingga pejabat administrasi Negara itu telah menyalahgunakan kewenangannya (detournement de power).

2) Menyimpang dari tujuan yang berdasar dalam asas legalitas. Asas legalitas adalah suatu prinsip utama sebagai dasar dalam tiap menyelenggarakan pemerintah, terkhusus pada sistem hukum kontinental. Dalam negara demokrasi tindakan pemerintah harus memperoleh legitimasi dari rakyat dengan formal yang tercantum pada UU.

8 Nur Basuki Minarno, Penyalahgunaan Wewenang Dan Tindak Pidana Korupsi Dalam

Pengelolaan Keuangan Daerah, Surabaya, Laksbang Mediatama, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, 2009 hlm 178

(14)

29

3) Menyimpang dari maksud atau tujuan dalam hubungannya dengan asas-asas umum pemerintahan yang bagus.

b. Hakikat dalam menyalahgunakan Kewenangan Indriyanto Seno Adji, dengan mengambil kutipan dari pendapat Jean Rivero dan Waline dalam hubungannya “detournement de pouvoir” dengan “freis ermessen”, memberi definisi terkait menyalahgunakan wewenang pada hukum administrasi bisa didefinisikan menjadi tiga wujud, yakni:

1) Penyalahgunaan kewenangan dengan maksud penyalahgunaan prosedur yang hendaknya dipakai agar tujuan tertentu yang hendak di capai bisa terwujud, namun telah mempergunakan prosedur lainnya supaya terlaksana. Dalam hakikatnya menyalahgunakan wewenang sangat berhubungan erat dengan adanya tidak sahnya dari sebuah keputusan ataupun tindak penyelenggaraan negara.

Sadjijono, dengan menyitir pendapat Phlipus M. Hadjon mengutarakan yaitu cacat yuridis keputusan ataupun tindakan penyelenggara negara biasanya bersangkutan dengan tiga unsur utama, yakni unsur substansi, kewenangan, serta prosedur, dengan begitu cacat yuridis tindakan penyelenggaraan negara bisa dikelompokkan dalam 3 macam, yaitu, cacat subtansi, wewenang, serta prosedur;

2) Penyalahgunaan kewenangan untuk melaksanakan perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan umum ataupun guna memperoleh keuntungan kepentingan diri sendiri, golongan ataupun kelompok;

3) Penyalahgunaan kewenangan dalam maksud bahwa perbuatan pejabat itu ialah betul diperuntukkan untuk kepentingan umum, namun menyimpang dari maksud kewenangan yang dibagikan oleh UU ataupun peraturan-peraturan yang lain.

(15)

30 D. Tinjauan tentang Perdagangan Pengaruh

Dalam kata pengantar United Nations Conention Against Corruption diutarakan yaitu:

“corruption is an insidious plague that has a wide range corrosive effect on societies. In undermines democracy ang the rule of law, lead to violations of human rights, distorts markets, erodes the quality of life ang allow organized crime, terrorism, distorts markets, erodes the quality of life and other threats to human security to flourish.”

Tindakan korupsi yang berakibat buruk demikianlah yang menjadi latar belakang digelarnya konferensi tingkat tinggi PBB tanggal 9-11 Desember di Merinda Mexico. Sidang ini mendapatkan hasil kesepakatan bahwa seluruh organisasi regional dan negara terkait integrasi ekonomi dilakukan penandatanganan serta pengesahan konvensi PBB melawan korupsi.

Konvensi ini disetujui oleh 133 negara termasuk Indonesia yang selanjutnya sebagai instrumen anti korupsi pertama yang mengikat secara hukum.

Melalui menyusun konvensi ini adalah prakarsa dari suatu badan pada tubuh PBB yaitu UNODC dalam penggalakan aktivitas anti korupsi.

Melalui situsnya UNODC mengutarakan korupsi yaitu:

The origin of corruption comes from the latin the Latin terms corruptis, or corrumpere which mean spoiled or break into pieces, accordingly.

Corruption occurs at all leels of society and at all forms-public, locally, nationally, and internationally. In an age of globalisation transactions often transcend national bounaries which increase the opportuniies for corruptio. Nonetheless an international definition of corruption does not exist as this would raise legal and political complications.

(16)

31

Consequently, different interpretations of corruption are given by multiple jurisdictions according to their own cultural conceptions.

Akan tetapi baik UNCAC atau (COE) Convention tak memberi pengertian pada tindakan pidana korupsi konvensi yang terdapat sebatas dalam menentukan beberapa bentuk tindakan yang termasuk tindak pidana korupsi.UNCAC ataupun COE Convention mengartikan korupsi dalam beberapa bentuk tindakan diantaranya adalah trading in influence.9 Tindakan trading in influence tercantum pada UNCAC terkhusus article 18 dengan bunyi:

Each state party shall consider adopting such legislative and other measures as may be necessary to establish as criminals offece when commited intentionally:

1. The promise, offering or giing to a public official or any other person, diectly or indirectly, of an undue adantage in order that the public official or the person abuse his or her real or sopposed influence with a view to obtaining from an administraction or public authority of the state party an undue. Adantage for the original instigator of the act or for any othe person.

2. The solicitation or acceptance by a public official or any other person directly or indirectly of an undue adantage for himself or herself or for another person in order that the public official or the person abuse his or her or supposed influence with a view to obtaining from administration or public authoritynof the state party an undue advantage.10

9 Diakses di http://www.track.undoc.org pada tanggal 06 April 2019 pukul 22.37 WIB

10 Brigita P. Manohara, Dagang Pengaruh, Raja Grafindo Persada, 2017, hlm 60

(17)

32 Bagan 2: Trading in Influence

Mengacu pada pengaturan konsep trading in influence pada UNCAC bisa diambil sejumlah elemen diantaranya:

1. Tiap negara pihak bisa melakukan pertimbangan ... frasa ini memperlihatkan yaitu perbuatan yang dikriminalisasi menjadi trading in influence dengan sifatnya non mandatory offences maka tak ada kesempatan antara state party guna mengkriminalisasi tindakan yang demikian menjadi tindakan pidana korupsi sebab pilihan untuk tidak dilakukan penyerahan dengan penuh pada negara yang meratifikasinya.

janji

penawaran

pemberian Pejabat

publik

Manfaat yang tidak semestinya

Dengan maksud tertentu

Trading in Influence permintaan

penerimaan

(18)

33

2. Dalam pasal 18 huruf a yang mengemukakan the promise, offering or going to a public official or any other person memperlihatkan pasal yang demikian adalah bentuk active trading in influence. Pasal demikian mengatur perbuatan dengan aktif dalam mengupayakan untuk memperdagangan pengaruh.

Sedangkan dalam Pasal 18 huruf b ada frasa the solicitation or acceptance by a public afficial or any other person yang dijadikan pada pasal ini sebagai aturan agar passive trading in influence. Yang mana ia menggambarkan tindakan penerimaan tawaran guna melakukan perdagangan pengaruh.

3. Dalam kedua ayat itu ada frasa diectly or indirectly yang bila disangkutkan melalui konsep trading in influence sehingga ini termasuk deskripsi derajat kesengajaan dari sebuah perbuatan. Maksudnya, guna mencari bukti terdapatnya hal dalam menyalahgunakan pengaruh, tak semestinya terdapat hal dalam menyalahgunakan pengaruh dengan nyata, namun cukup mengacu pada sebuah tanggapan tindakan tersebut telah dikategorikan menyalahgunakan pengaruh.

4. Subjek hukum yang bisa ditindak pidana dalam pasal ini tak sekadar pejabat publik, akan tetapi juga mengikat dalam tiap individu baik yang memiliki hubungan dengan pejabat publik ataupun tidak. Hal yang demikian terlihat dalam frasa a public official or any other person ... rumusan demikian memperlihatkan terdapat meluasnya bentuk tanggang jawab pidana pada pelaku yang melakukan perdagangan pengaruh. Bila ditunjukkan dalam frasa ini sehingga mereka bisa ditindak pidana tak sebatas para pejabat publik, akan tetapi pula orang lain. Frasa demikian memperlihatkan dipergunakannya konsep penyertaan.

(19)

34

5. Frasa undue advantage ini penjabaran cakupannya lebih luas dari insentif yang ditawarkan pada pejabat publik atau individu lain. Cakupan keuntungan (advantage) pada frasa ini lebih luas akan tetapi secara general hal demikian termasuk suatu hal yang bisa dilakukan perhitungan nilainya misal uang ataupun objek yang lain. Sedangkan standar tak mestinya hingga sekarang ini masih belum bisa diformulasikan bentuknya sebab ini terwujud.

6. Melalui hubungannya dengan mens rea, pelaku tindakan pidana ini hendaknya mempunyai hubungan diantara niat menerima laba dengan upaya guna memagai kewenangannya dengan tak sah.11

E. Tinjauan tentang Hukum Progresif

Progresif yaitu kata yang bermula dari bahasa asing (Inggris) yang mulanya dengan kata progress berarti maju. Progressive yakni kata sifat, maka suatu hal yang sifatnya maju. Hukum Progresif yang artinya hukum yang sifatnya maju. Secara harfian definisi progresif yakni, favouring new, modern ideas, happening or developing steadily 1 (menyokong ke arah yang baru, gagasan modern, peristiwa atau perkembangan yang mantap), atau berhasrat maju, selalu (lebih) maju, meningkat.12

Istilah hukum progresif ini ialah istilah hukum yang dikenalkan oleh Satjipto Rahardjo, yang melandasi asumsi dasar yaitu hukum ialah bagi manusia. Satjipto Rahardjo merasakan kasihan terkait minimnya kontribusi ilmu hukum dalam memajukan bangsa Indonesia, termasuk dalam atasi keadaan kritis, yaitu krisis pada sektor hukum itu sendiri. Maka dari itu ia

11 Ibid, hlm 62

12 Oxford Learner's Pocket Dictionary (New Edition), Oxford, Oxford University Press, Edisi ketiga, hlm 342

(20)

35

mengemukakan suatu pemecahan permasalahan dengan gagasan terkait hukum progresif.

Terdapat definisi hukum progresif itu sendiri ialah pengubahan dengan tepat, membalikkan denagn yang mendasar pada praktis dan teori hukum, dan melaksanakan segala terobosan. Kebebasan itu berdasar dalam prinsip hukum bahwa hukum ialah diperuntukkan manusia serta tidak kebalikannya dan hukum tersebut tak terdapat untuk kepentingan sendiri, sebaliknya untuk suatu hal secara luas yakni untuk kemuliaan manusia, kesejahteraan, kebahagiaan, serta untuk harga diri manusia.13

Bagan 3: konsep hukum progresif

13 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif , Jakarta, Kompas, 2007, hlm 154

Hukum Progresif Melakukan

pembalikan yang mendasar

Melakukan berbagai trobosan

Mengubah secara cepat

(21)

36

Definisi seperti halnya diutarakan oleh Satjipto Rahardjo itu artinya hukum progresif ialah rangkaian perbuatan yang radikal, pengubahan sistem hukum ( termasuk mengubah peraturan-peraturan hukum jika diperlukan) supaya hukum lebih bermanfaat, terkhusus dalam meningkatkan harga diri dan penjaminan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Lebih sederhana lagi ia mengemukakan bahwa hukum progresif ialah hukum yang memberlakukan kebebasan, baik dalam bertindak ataupun cara berpikir didalam hukum, maka hukum tersebut bisa dibiarkan dengan mengalir apa adanya dalam penuntasan tugas pengabdian pada manusia serta kemanusiaan. Bila tak merekayasa ataupun keberpihakan dalam penegakan hukum. Karena hukum memiliki tujuan guna mewujudkan kesejahteraan dan keadilan untuk seluruh rakyat.14

Satjipto Rahardjo mencoba menyoroti keadaan tersebut kedalam situasi ilmu-ilmu sosial, yang mencakup ilmu hukum, walaupun tak sedramatis pada ilmu fisika, namun intinya dalam timbul perubahan yang fenomenal terkait perumusan hukum dengan kalimat mulai secara sederhana hingga rumit serta mulai dari berkotak-kotak jadi satu kesatuan. Demikianlah yang dinamakan dengan pandangan holistik pada ilmu (hukum). Pandangan holistik itu memberi rasa sadar visioner bahwa suatu hal dalam suatu tatanan mempunyai elemen yang berhubungan baik dengan elemen yang lain atau secara menyeluruh. Contohnya saja guna mengerti manusia secara keseluruhan tak cukup sekadar mengerti, otak, kaki, tangan, telinga, atau mata saja, namun harus dimengerti secara keseluruhan.15

Sesuai pemaparan dari Satjipto runtuhnya era Newton mengartikan sebuah perubahan krusial pada metodologi ilmu serta sebaiknya hukum juga diperlukan perhatian secara lebih cermat. Sebab terdapatnya keselarasan diantara metode Newton yang deterministic, linear, serta matematis melalui metode hukum yang rechtdogmatiek atau analytical-positivism yakni bahwa alam (pada terminology Newton) ataupun hukum pada terminologi positivistic

14 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Pencarian, Pembebasan dan Pencerahan, Surakarta, Muhammadiyah Press University, 2004, hlm 17

15 Ibid, hlm 18

(22)

37

(Kelsen dan Austin) diketahui sebagai sebuah sistem yang susunannya secara teratur, tanpa cacat serta logis.16

Analogi mengenai ilmu fisika melalui teori Newton saja bisa beralih begitu juga dengan ilmu hukum yang menganut paham positivisme. Pembentukan suatu teori dari komunitas tersebut melihat apa yang dinamakan dengan hukum, berarti lingkungan yang berkembang dan berubah mestinya akan perlahan mengubah sistem hukum itu.

Hukum progresif bermakna hukum yang mempunyai kepedulian pada kemanusiaan maka tidak hanya sekadar dogmatis belaka. Secara spesifik hukum progresif diantaranya dapat dinamakan menjadi hukum yang berkeadilan dan hukum yang pro rakyat. Konsep hukum progresif ialah hukum tak hanya untuk kepentingan diri sendiri, sebaliknya untuk sebuah tujuan diluar diri sendiri. Oleh karenanya, hukum progresif meninggalkan tradisi analytical jurisprudence ataupun rechtsdogmatiek.

Aliran-aliran itu hanya memandang kedalam hukum serta membahas dan menganalisis kedalam, terkhusus hukum menjadi sebuah tembok peraturan yang dinilai secara logis dan sistematis. Hukum progresif yang sifatnya responsif dimana pada responsif ini hukum akan senantiasa disangkutkan dengan maksud-maksud di luar narasi tekstual hukum itu sendiri.17

Kehadiran hukum disangkutkan dengan tujuan sosialnya, sehingga hukum progresif juga dekat melalui sociological jurisprudence dari Roscoe Pound.

Hukum progresif pula menghadirkan kritik pada sistem hukum yang liberal, sebab hukum indonesia juga sebagai warisan sistem itu. Satu peristiwa peralihan yang monumental timbul ketika hukum pra-modern jadi modern.

16 Ibid, hlm 260

17 Ibid, hlm 19

(23)

38

Dinamakan begitu sebab hukum modern bergeser dari tempatnya menjadi institusi pencari keadilan menjadi institusi publik yang birokratis. Hukum yang mengikuti kehadiran hukum modern harus menjalani suatu perombakan total untuk disusun kembali menjadi institusi yang rasional dan birokratis.

Akibatnya hanya peraturan yang dibuat oleh legislatiflah yang sah yang disebut sebagai hukum.

Progresifisme hukum mengajarkan bahwa hukum tidak sebagai raja, namun sebagai alat penjabaran dasar kemanusiaan dengan fungsi memberi rahmat pada dunia dan manusia. Asumsi yang menjadi dasar progresifisme hukum ialah pertama hukum yang terdapat untuk manusia dan bukan untuk diri sendiri, kedua hukum selalu terletak dalam status law in the making serta bukan bersifat final, ketiga hukum ialah institusi yang bermoral kemanusiaan.18

Mengacu pada beberapa asumsi tersebut sehingga kualifikasi hukum progresif yaitu:

1. Bersifat fungsional dan kritis.

2. Hukum progresif yaitu hukum yang memberi kebebasan mencakup dimensi yang cukup luas yang tak sebatas bergerak dalam ranah praktik, sebaliknya juga teori.

3. Mempunyai tujuan besar berupa kebahagiaan serta kesejahteraan manusia.

4. Mengandung moral kemanusiaan yang sangat kuat.

18 Ibid, hlm 20

Referensi

Dokumen terkait

informasi yang menjelaskan gaya permainan dari sebuah Game, dan sampai dengan sekarang ini sudah banyak kombinasi antara genre Game itu sendiri untuk melabeli sebuah Game..

Namun masalah klasik yang terjadi pada UMKM adalah tidak dapat memasarkan produk secara baik meskipun memiliki produk yang bagus dan juga tidak dapat

Gunakan tombol Pulse untuk menghancurkannya, lalu tambahkan sedikit air dan giling sampai menjadi pasta. • Panggang sebentar biji bunga poppy, lalu giling sampai

Insidensi tumor pada kelompok perlakuan ekstrak dosis 250 mg/kg BB mencapai 4/10 dalam waktu 16 minggu, artinya hanya 4 ekor tikus yang terkena tumor mamae (n=10).. Adapun

7 7t 5 Apakah tampilan fitur List Puskesmas sesuai dengan data aktual?. 3 7t 6 Apakah fungsi frtur List Puskesmas berjalan dengan

Membuat algoritma untuk menterjemahkan informasi model produk berbasis feature yang tersedia dalam software CaSTPro ke dalam bahasa kode-G (G-Code) untuk feature

Reproduksi merupakan hal yang sangat penting dari suatu siklus hidup organisme, dengan mengetahui biologi reproduksi ikan dapat memberikan keterangan yang berarti mengenai

sistem pemeriksaan, pengukuran dan penilaian terhadap fungsi-fungsi MSDM dengan pendekat- an swa periksa dan/atau pemeriksaan oleh pihak kedua menggunakan