• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMROGRAMAN BILANGAN BULAT MULTI OBJEKTIF UNTUK MANAJEMEN LIMBAH PADA INDUSTRI MINYAK MENTAH SAWIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MODEL PEMROGRAMAN BILANGAN BULAT MULTI OBJEKTIF UNTUK MANAJEMEN LIMBAH PADA INDUSTRI MINYAK MENTAH SAWIT"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

MULTI OBJEKTIF UNTUK MANAJEMEN LIMBAH PADA INDUSTRI MINYAK

MENTAH SAWIT

DISERTASI

Oleh

MESLIN SILALAHI 108110007/Ilmu Matematika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(2)

LIMBAH PADA INDUSTRI MINYAK MENTAH SAWIT

DISERTASI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Studi Doktor Ilmu Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MESLIN SILALAHI 108110007/Ilmu Matematika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

BULAT MULTI OBJEKTIF UNTUK

MANAJEMEN LIMBAH PADA INDUSTRI MINYAK MENTAH SAWIT

Nama Mahasiswa : Meslin Silalahi Nomor Pokok : 108110007

Program Studi : Doktor Ilmu Matematika

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Tulus, M.Si) Promotor

(Prof. Dr. Gerhard Wilhelm Weber) (Prof. Dr. Herman Mawengkang)

Co-Promotor Co-Promotor

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Dr. Sutarman, M.Sc)

Tanggal lulus: 17 Juni 2015

(4)

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. Dr. Tulus, M.Si

Anggota : 1. Prof. Dr. Gerhard Wilhelm Weber 2. Prof. Dr. Herman Mawengkang 3. Prof. Dr. Anton Abdulbasah Kamil 4. Dr. Marwan Ramli, M.Si

(5)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam dis- ertasi saya yang berjudul:

MODEL PEMROGRAMAN BILANGAN BULAT MULTI OBJEKTIF UNTUK MANAJEMEN LIMBAH PADA INDUSTRI

MINYAK MENTAH SAWIT

Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan pem- bimbingan para komisi pembimbing, kecuali yang dengan ditunjukkan rujukan- nya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lainnya.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Medan, Juni 2015 Penulis,

Meslin Silalahi

(6)

Minyak mentah sawit merupakan komoditas agro-industri yang memiliki nilai strategis bagi perekonomian Indonesia. Hasil industri minyak mentah sawit yang sangat berharga diberi nama CPO (Crude Palm Oil) dan CPKO (Crude Palm Kernel Oil) yang jumlahnya sedikit yakni 22,8% per ton bahan yang diolah.

Sisanya merupakan limbah yang menimbulkan sejumlah masalah lingkungan pa- da pabrik-pabrik seperti: konsumsi air yang tinggi, air limbah dengan kandungan organik yang tinggi dalam jumlah besar, limbah padat dalam jumlah besar serta polusi udara. Selain itu, risiko yang dirasakan oleh masyarakat sebagai akibat dari proses produksi dan pengelolaan limbah menjadi dampak yang juga harus diminimumkan. Dalam disertasi ini diajukan model optimasi menggunakan pem- rograman bilangan bulat multi-objektif untuk manajemen limbah pada industri minyak mentah sawit. Model ini diharapkan mampu mengatasi masalah peren- canaan produksi yang ramah terhadap lingkungan (EI) dan memberikan risiko minimum bagi masyarakat sekitar (PR) dengan biaya minimum.

Kata kunci : Minyak mentah sawit (CPO), Perencanaan produksi berbasis lingkungan, Pemrograman bilangan bulat multi-objektif optimisasi berkelanjutan

(7)

Crude palm oil (CPO) is an agro-industrial commodity which has a strategic value to be developed for Indonesia’s economy. Crude palm oil industry produces crude palm oil (CPO) and crude palm kernel oil (CPKO) in small amount which is only 22.8%. The residue is waste that gives bad impact in the environment at the factories, such as the generation of a large amount of wastewater with high or- ganic content, and the generation of large quantity of solid waste an air pollution.

In addition to envronmental problem, production proces and waste treatment will give the risk for the people around the plants which must be minimized as well.

This dissertation proposes a model for optimization using multi-objective integer programming for waste management in crude palm oil production. The model is expected to handle production planning problem which environmentally friendly and minimum perceived risk by minimizing the cost.

Keywords : Crude palm oil, Environmental based production planning, Multi- objective integer programming, Sustainable optimization.

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan disertasi ini yang berjudul Model Pemrograman Multi-objektif untuk Manajemen Limbah pa- da Industri Minyak Mentah Sawit sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doctor pada Program Studi Doktor Ilmu Matematika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Dalam menyelesaikan disertasi ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan, baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini juga dengan segala kerendahan hati, penilis sampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM). Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesem- patan kepada penulis untuk mengikuti Program Studi Doktor Ilmu Mate- matika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi peserta Program Doktor Ilmu Matematika angkatan 2010.

(9)

tor Ilmu Matematika dan selaku co-promotor, atas keiklasan dan kesabaran serta ketulusan hati dalam memberi bimbingan dan dorongan dari awal hingga selesainya disertasi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Dok- tor Ilmu Matematika.

5. Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Si selaku promotor atas ketulusan hati dalam membimbing penulis hingga disertasi ini selesai.

6. Bapak Prof. Dr. Gerhard Wilhelm Weber selaku co-promotor atas bim- bingan dan arahan yang diberikan hingga selesainya disertasi ini

7. Bapak Prof. Dr. Anton Abdulbasah Kamil, selaku Komisi Penguji atas ke- tulusan hati dalam memberi motivasi, saran bagi penulis dalam melengkapi disertasi ini

8. Bapak Dr. Marwan Ramli, M.Sc selaku Komisi Penguji atas ketulusan hati dan memberi motivasi, saran bagi penulis dalam melengkapi disertasi ini.

9. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Doktor Ilmu Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh teman mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Matematika, yang tidak disebutkan satu persatu, yang memberi semangat dan dorongan serta doanya kepada penulis.

(10)

tematika serta Staf Administrasi Fakultas Matematika dan Ilmu Penge- tahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih kepada suami Johnni Sipahutar dan ananda Samuel Budiman Pangihutan Sipahutar yang telah mem- berikan doa dan dukungan selama penulis menempuh kuliah S3 dan selama penyelesaian disertasi ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucap- kan kepada Ayahanda Alm. Nahum Silalahi dan Ibunda Almh. Thiodor Sim- bolon serta Ayah Mertua Alm. Oloan Sipahutar dan Ibu Mertua Almh. Naensi Hutabarat.

Akhir kata, semoga ilmu yang penulis peroleh selama perkuliahan dan hasil penelitian disertasi ini dapat bermanfaat bagi Program Studi Doktor Ilmu Ma- tematika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara Medan dan Universitas Sisingamangaraja XII, Tapanuli (UNITA) serta memberikan kebaikan bagi orang banyak.

Medan, Juni 2015 Penulis,

Meslin Silalahi

(11)

Meslin Silalahi dilahirkan di Siborongborong pada tanggal 27 Mei 1967 dari pasangan Bapak Nahum Sinabutar Silalahi & Ibu Tiodor Simbolon. Penulis menamatkan Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri173271 Siborongborong dan lulus pada tahun 1980, selanjutnya menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Siborongborong dan lulus pada tahun 1983, selanjut- nya menamatkan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri Siborong- borong dan lulus pada tahun1986, dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada tahun 1991 di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Medan Sumatera Utara. Penulis memperoleh gelar Magister Pendidikan Matematika (M.Pd.) pada Program Pascasarjana (S2) Pendidikan Matematika di Universitas Negeri Surabaya Jawa Timur pada tahun 2002. Selanjutnya pada tahun 2015 penulis memperoleh gelar Doktor (Dr.) dari Program Studi Doktor Ilmu Matematika Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Sumatera Utara.

(12)

Halaman

PERNYATAAN i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

KATA PENGANTAR iv

RIWAYAT HIDUP vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 6

1.4 Kontribusi Penelitian 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Pembangunan Berkelanjutan 7

2.2 Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan 9

2.3 Proses Produksi Minyak Kelapa Sawit 15

2.4 Pengolahan Limbah Pabrik Kelapa Sawit 18

2.4.1 Pengolahan Limbah Cair 19

2.4.2 Pengolahan limbah padat 26

2.5 Risiko dan Manajemen Risiko 27

2.5.1 Pengertian risiko 27

(13)

BAB 3 MULTI CRITERIA DECISION MAKING (MCDM) DAN PRO-

GRAM MULTI-OBJEKTIF 31

3.1 Multi Criteria Decision Making (MCDM) 31

3.2 Goal Programming 34

3.3 Pemrograman Bilangan Bulat 39

3.3.1 Model pemrograman bilangan bulat 39 3.3.2 Formulasi pemrograman bilangan bulat 45

3.4 Analytic Hierarchy Proces (AHP) 46

3.4.1 Pengenalan AHP 46

3.4.2 Algoritma AHP 50

BAB 4 KERANGKA MODEL PROGRAM MULTI-OBJEKTIF 55

4.1 Tindakan yang Harus Dilakukan 55

4.2 Estimasi Risiko yang Dirasakan Masyarakat (PR) 56

4.3 Estimasi Dampak Lingkungan (EI) 58

BAB 5 PEMODELAN MANAJEMEN LIMBAH INDUSTRI MINYAK

MENTAH SAWIT 59

5.1 Formulasi Model 59

5.2 Model Multi-objektif 62

5.2.1 Total biaya operasional logistik 63 5.2.2 Total risiko yang dirasakan masyarakat (PR) 66

5.2.3 Total dampak lingkungan (EI) 67

5.3 Kendala / Constraints 68

(14)

BAB 6 KESIMPULAN DAN PENELITIAN LANJUTAN 71

6.1 Kesimpulan 71

6.2 Penelitian Lanjutan 71

DAFTAR PUSTAKA 73

(15)

Nomor Judul Halaman

2.1 Prediksi produksi minyak sawit dunia tahun 2014/2015 10 2.2 Produksi minyak sawit dunia tahun 2013/2014 11

3.1 Skala pembobotan AHP 48

(16)

Nomor Judul Halaman

2.1 Bisnis berkelanjutan 8

2.2 Alur proses produksi minyak kelapa sawit 17

2.3 Produk dan produk sampingan kelapa sawit 18

2.4 Proporsi dampak limbah terhadap unsur lingkungan 18

2.5 Alur proses pengolahan limbah 21

2.6 Kolam fat pit 22

2.7 Kolam pendinginan 23

2.8 Kolam anaerobic 23

2.9 Kolam pematangan 24

2.10 Kolam aplikasi 25

3.1 Proses pengambilan keputusan multi kriteria 34

3.2 Aturan penentuan nilai IRC 53

(17)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman sawit pertama kali ditemukan di hutan tropis di Afrika Barat yang pada saat itu digunakan sebagai sumber minyak dan vitamin nabati. Saat ini pohon sawit telah menjadi tanaman komoditas yang bernilai ekonomi tinggi di beberapa negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Bibit sawit varitas Dura diperkenalkan ke Indonesia dan Malaysia secara berturut-turut pada tahun 1848 dan 1875. Perkebunan sawit di Asia Tenggara, seperti di Indonesia, Malaysia dan Thailand memberikan kontribusi sekitar 80% produksi minyak sawit dunia (Gopal, 2001 dan ITC, 2012).

Produksi akhir dari minyak sawit digunakan sebagai bahan makanan dan non-bahan makanan. Bagi kebanyakan penggunanya, minyak sawait dikenal se- bagai refined golden yellow oil. Pada proses pemurnian, minyak sawit dapat dikelompokkan menjadi dua bagian berupa cairan dan zat dengan titik didih tinggi pada ruangan pengolahan. Beberapa jenis produk minyak sawit seper- ti olein dan strein tersedia secara komersial. Minyak sawit digunakan sebagai bahan makanan dalam bentuk minyak goreng, margarin, lemak goreng, shorten- ing, vanaspati, krim dan lain-lain. Minyak sawit juga digunakan bukan sebagai bahan makanan sebagai pengganti produk turunan petrokimia. Sehubungan de- ngan meningkatnya kesadaran akan pelestarian lingkungan dan menipisnya kan-

(18)

dungan minyak bumi, produk minyak sawit mempunyai masa depan yang cerah, khususnya dalam menghasilkan biodisel pengganti bahan bakar minyak.

Industri kelapa sawit memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekono- mi bagi negara-negara penghasil minyak sawit dan mempengaruhi perdagangan dunia (ITC, 2012). Disamping memberikan keuntungan ekonomi, penanaman pohon sawit dan produksi minyak sawit memberikan kontribusi signifikan pada penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat dari aktivitas di hulu (input ) dan hilir (output ). Di bagian hulu, pabrik minyak mentah sawit (crude palm oil mill ) menggunakan air yang sangat banyak serta membutuhkan energi yang sangat be- sar dalam prosesnya. Sementara di bagian hilir, proses produksi menghasilkan jumlah limbah cair yang sangat banyak, limbah padat serta polusi udara yang tinggi (Lord dan Clay, 2011; Comte et al., 2012).

Media massa dan penggiat lingkungan telah menyuarakan dengan gencar isu kerusakan lingkungan yang terjadi akibat dari aktivitas produksi minyak sawit yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, keracunan manusia dan he- wan, kepunahan flora dan fauna, serta penurunan kualitas ekosistem secara ke- seluruhan. Oleh karena itu, penggiat lingkungan di Indonesia telah mengkam- panyekan efek negatif produksi minyak sawit dan meminta pihak pengusaha perkebunan dan pabrik sawit dan pemerintah untuk mencegah kerusakan ling- kungan yang lebih jauh. Perusahaan kelapa sawit dan pabrik minyak sawit telah melakukan investasi yang besar dalam mengatasi akibat (masalah) yang timbul

(19)

Pengelolaan limbah industri sawit merupakan langkah akhir dan krusial dalam pengendalian polusi industri yang juga merupakan isu penting terhadap produksi yang lebih ramah lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan (sus- tainable development ). Industri berbasis eko-sistem merupakan sistem yang ramah lingkungan untuk melakukan daur ulang (recycle), membentuk rantai makanan, jaringan makanan dan nutrisi dengan menerapkannya secara alami (Liu dan Shyng, 1999). Daur ulang mempunyai kelebihan dibandingkan dengan proses pembakaran, pemadatan dan penimbunan, karena: (1) daur ulang men- transformasikan komponen limbah berbahaya menjadi zat yang dapat digunakan;

(2) daur ulang memperlambat penurunan sumber daya utama dalam produksi industri.

Akan tetapi, satu pertanyaan penting adalah ”berapa biaya yang dibu- tuhkan dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan dalam rangkaian pro- ses produksi minyak mentah sawit tersebut”. Secara ilmiah dapat dinyatakan

”bagaimana menyeimbangkan antara beban lingkungan dengan aktivitas ekono- mi”. Lebih jauh, mengharapkan solusi terbaik dengan menyeimbangkan aspek pelestarian lingkungan dan profit secara ekonomi (Neto et al., 2009). Dalam as- pek normatif dan kuantitatif, pertanyaan di atas mengarah pada konsep untung- rugi (trade-offs) dan batas efisiensi antara bisnis dan lingkungan (Bloemhof- Ruward et al., 2004, Huppes dan Ishikawa, 2005). Ide utama adalah menentukan kumpulan solusi yang kalau tidak mungkin untuk mengurangi beban lingkungan atau meningkatkan kualitas lingkungan secara keseluruhan dari masing-masing

(20)

kategori aspek lingkungan, akan meningkatkan biaya yang ditanggung. Akan tetapi, dari sisi metodologi tidak banyak cara yang dapat dikembangkan terkait dengan batas atau penilaian trade-offs dalam jaringan logistik berkelanjutan, meskipun banyak kajian literatur dalam bidang program bilangan bulat multi- objektif.

Dari sudut pandang industri, pengelolaan limbah akan menjadi langkah akhir menuju pengendalian polusi sebagai akibat dari proses pengolahan pro- duk. Secara umum, terdapat sejumlah pilihan untuk mengelola limbah industri, seperti penggunaan ulang, daur ulang, pembakaran, dan penimbunan. Juga harus dicatat bahwa pembakaran limbah tidak dianjurkan di seluruh dunia kare- na menghasilkan zat beracun terhadap lingkungan seperti furan dan dioxin. Hi- rarki manajemen limbah yang terdiri dari pencegahan, penggunaan ulang, daur ulang dan pembuangan ke dalam kolam penampungan dapat diterima secara universal. Akan tetapi, jika ingin beralih dari satu tahap ke tahap lainnya dalam hirarki akan tergantung pada sejumlah faktor seperti biaya, dampak lingkungan (environmental impact - EI) dan risiko yang dirasakan masyarakat sekitar (per- ceived risk - PR).

Untuk meminimumkan dampak lingkungan dan risiko yang dirasakan mas- yarakat, skenario ideal adalah penggunaan ulang sebesar-besarnya dan mem- buang sisanya hanya bila tidak dapat digunakan ulang atau daur ulang. Biasanya hal ini berarti siklus waktu manajemen yang lebih panjang. Hal yang sama

(21)

masyarakat akan merasakan risiko minimum jika limbah digunakan kembali dan merasakan risiko maksimum jika dilakukan penguburan (pembuangan). Karena daur ulang merupakan pendekatan yang paling layak dibandingkan pembuangan dan pembakaran dengan tujuan meminimumkan dampak lingkungan dan risiko yang diterima masyarakat, maka daur ulang menjadi pilihan terbaik ditinjau dari sudut pandang ekonomi berkelanjutan (Chavalparit et al., 2006).

1.2 Perumusan Masalah

Manajemen limbah minyak mentah sawit yang berkelanjutan merupakan pilihan yang harus ditempuh oleh pabrik pengolahan minyak sawit. Dalam kon- teks pembangunan berkelanjutan, maka setiap pelaku ekonomi dalam indutri ini harus memperhatikan tiga aspek sekaligus yakni ekonomi, lingkungan dan mas- yarakat. Pengelolaan limbah harus ramah lingkungan dan memberikan risiko minimum terhadap masyarakat sekitar yang pada saat bersamaan harus dapat dilakukan dengan biaya minimum. Oleh karena itu, dibutuhkan satu pendekatan yang bersifat multi-objektif dalam manajemen limbah yang terjadi dalam proses produksi minyak mentah sawit. Meminimumkan biaya manajemen limbah harus menjadi bagian terintegrasi dari perencanaan produksi minyak sawit. Dengan demikian, maka yang menjadi masalah dalam penelitian disertasi ini adalah:

1. Bagaimana membangun model program bilangan bulat multi objektif un- tuk pengelolaan limbah dalam industri minyak mentah sawit yang dapat memberikan konfigurasi terbaik dari fasilitas pengelolaan limbah dan untuk mengoptimalkan produksi sesuai dengan tujuan yang diharapkan;

(22)

2. Bagaimana meminimumkan biaya pengelolaan limbah, risiko terkait (PR), dan dampak lingkungan (EI) atau kompromi antara ketiganya

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan suatu model optimisasi mana- jemen limbah pada indurtri minyak sawit menggunakan program bilangan multi objektif. Manajemen limbah tersebut terkait dengan logistik yang mengikutser- takan risiko lingkungan dan risiko transportasi. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan minimalisasi biaya, risiko terhadap masyarakat (PR) dan dam- pak lingkungan (EI) atau perpaduan ketiganya.

1.4 Kontribusi Penelitian

Model dan solusi yang diajukan dalam penelitian disertasi ini dapat digu- nakan sebagai pendekatan alternatif bagi pengambil keputusan dalam manaje- men limbah pabrik minyak kelapa sawit sebagai bagian dari strategi bisnis dalam pembangunan berkelanjutan.

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan menurut World Commission on En- vironment and Development (WECD) yang lebih dikenal dengan Brundtland Re- port (WCED, 1987), adalah pembangunan yang memperhatikan kepentingan ge- nerasi kini dan generasi yang akan datang (Sudjono et al., 2003). Secara prinsip, konsep ini memiliki makna keseimbangan yang optimal. Maksudnya, tidak boleh memanfaatkan sumberdaya secara berlebihan sehingga generasi mendatang tidak memperoleh kesempatan; juga tidak boleh terlalu hati-hati dalam pemanfaatan- nya sehingga pembangunan justru terhambat (Brchet dan Lambrecht, 2004).

Dalam pembangunan yang berkelanjutan, ada 3 pilar utama yang saling terkait dan tak terpisahkan, yakni ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Peng- geraknya adalah masyarakat, industri, pemerintah, dan Lembaga Swadaya Mas- yarakat (Non Government Organization - NGO), seperti terlihat pada gambar 2.1.

(24)

Gambar 2.1 Bisnis berkelanjutan

Sumber : Chandran, 2010

Perlu keseimbangan ketiga pilar di atas agar pembangunan dapat terus berlanjut. Demikian juga halnya dengan sawit, agar dapat berkembang secara berkelanjutan, perlu menerapkannya dengan mengacu pada Roundtable on Sus- tainable Palm Oil (RSPO). Ada 2 konsep utama yang terkandung di dalamnya yaitu kebutuhan dasar dari dunia miskin, serta ide keterbatasan yang digagas dengan teknologi dan pengorganisasian untuk menciptakan efisiensi penggunaan sumber daya (Siregar dan Suryadi, 2006).

Pembangunan berkelanjutan memiliki 6 prinsip antara lain: konservasi, peningkatan, kehati-hatian, pencegahan, perlindungan, pencemar membayar, dan prinsip-prinsip lainnya (Sudjono et al., 2003). Keberlanjutan memiliki penger- tian, strategi dan aktivitas yang bertanggungjawab terhadap:

1. Keberlangsungan manfaat atas lingkungan dan sumber daya alam;

2. Keberlangsungan bisnis;

3. Keberlangsungan pasokan dari produk;

(25)

4. Keberlangsungan integrasi atas lahan, ekosistem, dan sosio-kultural dari komunitas.

2.2 Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

Pengembangan perkebunan di Indonesia, termasuk kelapa sawit, ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan dan devisa negara, menyediakan lapangan pekerjaan, meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing, memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku dalam negeri, mendorong pengembangan wilayah serta mengoptimalkan pengelo- laan sumber daya alam secara berkelanjutan. Kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang membutuhkan curah hujan yang cukup. Bagi Indonesia, selain ke- sesuaian cuaca tanaman ini juga mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi dan biaya produksi yang relatif rendah dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lain seperti minyak kedelai, rapeseed (rassica napus) maupun bun- ga matahari.

Visi dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) memberikan moti- vasi bagi perusahaan untuk mulai mengarahkan kegiatan pada kelapa sawit yang turut membangun dunia yang lebih baik.

Lima tahun terakhir, terjadi pergeseran pasar (market) minyak nabati dunia, dari sebelumnya didominasi konsumsi minyak kedelei yang diproduksi di negara maju (Eropa) menjadi minyak sawit yang diproduksi di negara berkem- bang (Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Nigeria, Ghana dan lain-lain). Pada

(26)

tahun 2007, Indonesia menjadi produsen terbesar (44%) mengungguli Malaysia (41%) untuk produksi minyak sawit dunia. Harga minyak mentah (crude oil ) yang naik di luar perkiraan juga membuat minyak sawit menjadi substitusi ba- han bakar minyak dalam bentuk biofuel. Data tersebut mengukuhkan bagaimana strategisnya komoditi kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) dalam perekonomian Indonesia saat ini dan masa mendatang. Data terbaru (April 2015), Departe- men Pertanian Amerika Serikat (the United States Department of Agriculture - USDA) mengeluarkan prediksi bahwa produksi minyak sawit dunia untuk tahun 2014/2015 berkisar 61,59 juta metrik ton, menurun kira-kira 0,86 metrik ton dari prediksi bulan sebelumnya. Prediksi tersebut tetap menempatkan Indone- sia tetap menjadi negara produsen CPO teratas seperti terlihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Prediksi produksi minyak sawit dunia tahun 2014/2015 Nama Negara Prediksi Total Produksi (Metrik Ton)

Maret 2015 April 2015

Indonesia 33.000.000 33.000.000

Malaysia 20.500.000 19.800.000

Lainnya 4.653.000 4.748.000

Thailand 2.250.000 2.000.000

Colombia 1.108.000 1.108.000

Nigeria 930.000 930.000

Sumber: https://www.worldpalmoilproduction.com

Sementara produksi tahun 2013/2014 dapat dilihat pada tabel 2.2.

(27)

Tabel 2.2 Produksi minyak sawit dunia tahun 2013/2014 Nama Negara Total Produksi (Metrik Ton)

Indonesia 30.500.000

Malaysia 20.161.000

Lainnya 4.706.000

Thailand 2.150.000

Colombia 1.040.000

Nigeria 930,000

Sumber: https://www.worldpalmoilproduction.com

Dengan potensi seperti ditunjukkan pada kedua tabel di atas, maka pengem- bangan perkebunan dan pabrik kelapa sawit di Indonesia harus dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku dan aturan yang berlaku secara universal. Pengelo- laan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Berkelanjutan (Indonesia Sustainable Palm Oil - ISPO) berisi ketentuan yang menjadi rujukan dalam mengelola perke- bunan dan pabrik kelapa sawit di Indonesia. Tujuan ditetapkannya ISPO adalah:

1) Meningkatkan kepedulian pentingnya memproduksi kelapa sawit berkelan- jutan;

2) Meningkatkan tingkat daya saing minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia, dan;

3) Menunjukkan komitmen Indonesia dalam mendukung hasil Pertemuan Copen- hagen 2009.

(28)

Berbagai peraturan perundangan di Indonesia yang merupakan landasan dalam penerapan Sistem Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia/Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) antara lain adalah:

1. Undang-undang No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman;

2. Undang-undang No.18 tahun 2004 tentang Perkebunan;

3. Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;

4. Undang-undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

5. Undang-undang No.29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tana- man;

6. Undang-undang No.41 tahun 2000 tentang Kehutanan;

7. Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1996 tentang HGU, Hak Milik, Hak Pakai Atas Tanah;

8. Peraturan Pemerintah No.44 tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman;

9. Peraturan Pemerintah No.6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman;

10. Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dam- pak Lingkungan Hidup;

11. Peraturan Menteri Pertanian No.26 tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan

(29)

12. Peraturan Menteri Pertanian No.14 tahun 2009 tentang Pedoman Peman- faatan Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit;

13. Peraturan Menteri Pertanian No.7 tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan;

14. Peraturan Menteri Pertanian No.36 tahun 2009 tentang Persyaratan Peni- laian Usaha Perkebunan;

15. Peraturan Menteri Pertanian No.37/Permentan/OT.140/8/06 tentang Peng- ujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas;

16. Peraturan Menteri Pertanian No.38/Permentan/OT.140/8/06 tentang Pe- masukan dan Pengeluaran Benih;

17. Peraturan Menteri Pertanian No.39/Permentan/OT.140/8/06 tentang Pro- duksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina;

18. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.2 tahun 1999 tentang Izin Lo- kasi;

19. Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.364/Kpts-II/1990, tentang Ketentuan Pe- lepasan Kawasan Hutan dan Pemberian Hak Guna Usaha untuk Pengem- bangan;

(30)

20. Peraturan Dirjenbun No.174 tahun 2009 tentang Kuesioner Penilaian Usa- ha Perkebunan dan Pengolahan Data untuk Penilaian Usaha Perkebunan Tahap Pembangunan dan Operasional.

Sementara Undang-undang dan peraturan terkait dengan pabrik kelapa sawit yang dimaksudkan sebagai pengendalian dampak industri terhadap ling- kungan antara lain:

1. Undang-undang no. 32 Tahun 2009 tentang Pengolahan Lingkungan Hidup;

2. Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2009 tentang Analisis Mengenai Dam- pak Lingkungan (AMDAL);

3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Rencana Usaha Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL);

4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.86 tentang Pedoman Pelak- sanaan Upaya Kelola Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL-UKL);

5. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air ;

6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.111 tahun 2003 tentang Pedo- man Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian

(31)

7. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri;

8. Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara;

9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.07 tahun 2007 tentang Baku Mu- tu Emisi Tidak Bergerak bagi Ketel Uap;

10. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan;

11. Peraturan Pemerintah No.74 tahun 2001 tentang Bahan Berbahaya dan Beracun (B3);

12. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.03 tahun 2008 tentang Cara Pem- berian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun (B3);

13. Keputusan BAPEDAL No. 01 tahun 1995 tentang Cara dan Syarat Penyim- panan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

2.3 Proses Produksi Minyak Kelapa Sawit

Keseluruhan proses menghasilkan CPO tidak membutuhkan zat kimia se- bagai bahan bantu pengolahan. Akan tetapi, terdapat sejumlah masalah ling- kungan pada pabrik kelapa sawit, seperti penggunaan air yang sangat banyak, pembentukan limbah air yang sangat banyak dan berisi kandungan organik,

(32)

dan sampah padat yang sangat besar serta polusi udara yang tinggi. Dari satu ton tandan buah segar (TBS) hanya menghasilkan 22,8% CPO dan CP- KO, selebihnya adalah adalah limbah. Pabrik kelapa sawit juga menghasilkan produk sampingan dan padat dalam jumlah besar, seperti tandan kosong, serat, cangkang, lumpur (decanter cake), dan debu dari boiler.

Dampak negatif terhadap lingkungan dari proses produksi minyak kelapa sawit terjadi sebagai akibat dari rangkaian proses yang terjadi. Untuk meng- hasilkan minyak kelapa sawit melibatkan lima tahap seperti penanaman, pemeli- haraan, produksi CPO, produksi CPKO, pabrik pemurnian (akhir). Tahapan dimulai dari pengumpulan dan pengangkutan tandan buah segar ke pabrik yang akan menghasilkan CPO dan CPKO. Proses ini menghasilkan limbah padat dan cair serta polusi udara. Kemudian CPO dan CPKO diangkut ke pabrik pemur- nian untuk menghasilkan produksi bahan makanan dan lainya sebagai produk akhir. Proses ini juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan ketidaknyamanan bagi masyarakat di sekitar pabrik atau yang dilalui alat trans- portasi pada saat memindahkan minyak tersebut. Lebih rinci proses produksi minyak kelapa sawit diperlihatkan pada gambar 2.2.

(33)

Gambar 2.2 Alur proses produksi minyak kelapa sawit

Sumber: Hayashi, 2007

Komposisi produk dan produk sampingan/limbah dalam proses pengolahan kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 2.3.

(34)

Gambar 2.3 Produk dan produk sampingan kelapa sawit Sumber:

2.4 Pengolahan Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Limbah pabrik kelapa sawit memberikan dampak negatif terhadap ling- kungan (air, tanah, udara dan lainnya). Komposisi pengaruh limbah tersebut dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Proporsi dampak limbah terhadap unsur lingkungan Sumber: Lord dan Clay, 2011

(35)

2.4.1 Pengolahan Limbah Cair

Industri berbasis kelapa sawit merupakan investasi yang relatif mengun- tungkan, namun demikian perlu diperhatikan pula beban pencemaran yang ditim- bulkan bila tidak dilaksanakan dengan baik. Setiap ton tandan buah segar yang diolah menghasilkan limbah cair sekitar 50% dibandingkan dengan total limbah lainnya, sedangkan tandan kosong sebanyak 23% (Sutarta et al., 2003), Lubis dan Tobing (1989) mengatakan bahwa setiap 1 ton CPO menghasilkan limbah cair sebanyak 5 ton dengan biological oxygen demand (BOD) berkisar antara 20.000 sampai 60.000 mg/liter.

Limbah yang dihasilkan pabrik kelapa sawit (PKS) berbentuk padat dan cair. Limbah padat berupa cangkang dan serat (fiber ) digunakan sebagai ba- han bakar boiler atau coir mesh dan tandan kosong yang dapat dimanfaatkan kembali sebagai pupuk bagi tanaman. Pada mulanya, strategi pengelolaan ling- kungan didasarkan pada pendekatan kapasitas daya dukung (carrying capacity approach). Keterbatasan daya dukung lingkungan secara alami dalam menetra- lisir pencemaran membuat strategi pengelolaan pencemaran berkembang ke arah pendekatan mengolah limbah yang terbentuk (end of pipe treatment ).

Limbah cair yang dihasilkan harus mengikuti standar yang sudah ditetap- kan dan tidak dapat dibuang/diaplikasikan secara langsung karena akan berdam- pak pada pencemaran lingkungan. Parameter yang menjadi salah satu indikator kontrol untuk pembuangan limbah cair adalah angka biological oxygen demand

(36)

(BOD). Angka BOD berarti angka yang menunjukkan kebutuhan oksigen. Jika air limbah mengandung BOD tinggi dibuang ke sungai maka oksigen yang ada di sungai tersebut akan terhisap material organik tersebut sehingga makhluk hidup lainnya akan kekurangan oksigen. Sedangkan angka chemical oxygen demand (COD) adalah angka yang menunjukkan suatu ukuran apakah limbah terse- but dapat dioksidasi secara kimiawi. Fungsi dari pengolahan limbah (effluent treatment ) adalah untuk menetralisir parameter limbah yang masih terkandung dalam cairan limbah sebelum diaplikasikan (land application). Mutu limbah cair yang dapat dialirkan ke sungai adalah: BOD 3.500 hingga 3.000 mg/liter, minyak dan lemak ≤ 600 mg/liter, dan pH ≥ 6.

Limbah cair minyak kelapa sawit berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi dan hidrocyclon atau yang lebih dikenal dengan istilah Palm Oil Mill Efflu- ent (POME) yang merupakan sisa buangan yang tidak bersifat tidak beracun, tetapi memiliki daya pencemaran yang tinggi karena kandungan organiknya de- ngan nilai BOD berkisar 18.000 − 48.000 mg/liter dan nilai COD berkisar antara 45.000 − 65.000 mg/liter (Chin et al.,1996). Limbah cair yang dihasilkan terse- but harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan ketidaknyamanan bagi masyarakat sekitar. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dilakukan tindakan pengendalian limbah cair melalui sistem kolam yang kemudian dapat diaplikasikan ke lahan.

(37)

Pengolahan limbah cair dalam sistem kolam terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

1. Kolam Pendinginan: Agar proses Limbah cair pabrik kelapa sawit memiliki temperatur 75 − 900C;

2. Kolam Pengasaman: Pada kolam pengasaman akan terjadi penurunan pH dan pembentukan karbondioksida. Proses pengasaman ini dibiarkan sela- ma 30 hari

3. Kolam Pembiakan Bakteri: Pada fase ini terjadi pembiakan bakteri, bak- teri tersebut berfungsi untuk pembentukan methane, karbondioksida dan kenaikan pH. Proses pembiakan bakteri hingga limbah tersebut dapat di- aplikasikan memerlukan waktu 30 − 40 hari (Rupani et al., 2000).

Secara lengkap alur proses pengolahan limbah cair tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Alur proses pengolahan limbah

(38)

Limbah dari PKS mula-mula dialirkan masuk ke dalam fat pit. Pada fat pit seperti terlihat pada gambar 2.6 dilakukan pemanasan dengan meng- gunakan steam dari BPV. Pemanasan ini diperlukan untuk memudahkan pemi- sahan minyak dengan lumpur sebab pada fat pit ini masih dimungkinkan untuk melakukan pengutipan minyak dengan menggunakan skimmer. Limbah dari fat pit, kemudian dialirkan ke kolam pendingin cooling pond.

Gambar 2.6 Kolam fat pit

Tahap berikutnya terjadi pada kolam pendinginan (cooling pond ) seperti terlihat pada gambar 2.7. Selain untuk mendinginkan limbah, cooling pond juga berfungsi untuk mengendapkan lumpur. Setelah dari cooling pond I limbah ke- mudian masuk ke cooling pond II untuk menjalani proses pendinginan yang sama seperti pada cooling pond I. Limbah dari cooling pond II kemudian dialirkan ke kolam anaerobic I, II dan III.

(39)

Gambar 2.7 Kolam pendinginan

Selanjutnya dilakukan pengasaman pada kolam anaerobic seperti terlihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Kolam anaerobic

Pada kolam anaerobic ini terjadi proses biologis terhadap limbah dengan menggunakan bakteri metagonik yang telah ada di kolam. Unsur organik yang terdapat dalam limbah cair digunakan sebagai makanan bakteri untuk meng- ubahnya menjadi bahan yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Pada kolam anaerobic terjadi penurunan BOD dan kenaikan pH minimal 6. Ketebalan gelem- bung pada kolam anaerobic tidak boleh > 25 cm, jika ketebalannya telah melebi- hi 25 cm, maka itu merupakan tanda bahwa bakteri sudah kurang berfungsi.

(40)

Setelah dari kolam dari anaerobic, limbah dialirkan masuk ke kolam pe- matangan (maturity pond ) seperti terlihat pada gambar 2.9. Kolam ini berfungsi untuk mematangkan limbah (menaikkan pH dan menurunkan BOD). Dalam kolam pematangan ini terdapat pompa yang berfungsi mensirkulasikan limbah kembali ke kolam anaerobic (ditunjukkan oleh garis putus-putus pada alur pro- ses). Kegunaan sirkulasi adalah untuk membantu menurunkan suhu dan menaikkan pH di kolam anaerobic I, II dan III.

Gambar 2.9 Kolam pematangan

Setelah dari maturity pond limbah kemudian masuk ke kolam aplikasi yang merupakan tempat pembuangan akhir limbah. Limbah yang terdapat pada ko- lam aplikasi, seperti terlihat pada gambar 2.10 digunakan sebagai pupuk tana- man kelapa sawit (land application).

(41)

Gambar 2.10 Kolam aplikasi

Ada beberapa pilihan dalam pengelolaan limbah cair PKS setelah diolah di kolam pengolahan limbah, diantaranya adalah dibuang ke dalam sungai atau di- aplikasikan ke areal tanaman kelapa sawit yang dikenal dengan land application.

Pembuangan limbah cair ke badan sungai bisa dilakukan dengan syarat telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh peraturan perundangan. Alternatif ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya:

1. Pengelolaan limbah cair sehingga menjadi layak dibuang ke badan sungai (BOD di bawah 100 ppm), secara teknis dapat dilakukan tetapi memer- lukan biaya dan teknologi yang tinggi di samping waktu pengolahan limbah yang panjang di kolam-kolam pengolahan;

2. Tidak ada nilai tambah baik bagi lingkungan maupun bagi perusahaan;

3. Merupakan potensi sumber konflik oleh masyarakat karena perusahaan di- anggap membuang limbahnya ke badan sungai adalah berbahaya walaupun limbah tersebut mempunyai BOD di bawah 100 ppm.

(42)

Model alternatif lainnya dalam pengelolaan limbah cair adalah dengan mengaplikasikan ke areal penanaman kelapa sawit (land application), sebagai sumber pupuk dan air irigasi. Banyak lembaga penelitian yang melaporkan bah- wa limbah cair banyak mengandung unsur hara yang cukup tinggi. Potensi ini menjadi semakin penting artinya saat ini karena harga pupuk impor yang meningkat tajam serta kerap terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan.

Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit melalui land application telah men- jadi hal yang rutin dilakukan di perkebunan besar dengan hasil yang baik, yaitu dapat meningkatkan produksi kelapa sawit tanpa menimbulkan dampak negatif yang berarti terhadap lingkungan.

2.4.2 Pengolahan limbah padat

Kebanyakan produk sampingan dapat digunakan kembali (reused dalam proses produksi atau industri lain. Serat atau serabut dengan komposisi 14%

dapat digunakan sebagai bahan bakar boiler untuk menjalankan pemanas dan energi yang dibutuhkan oleh pabrik kelapa sawit. Cangkah (6%) dan tandan kosong (24%) dapat dijual untuk penggunaan pada industri lain. Akan tetapi, masih banyak bagian limbah padat yang harus diolah terlebih dahulu sebelum pembuangan. Bagian ini termasuk sekitar 30.000 ton berupa lumpur dan 50.000 berupa debu (abu) per tahun.

Masalah pengelolaan limbah padat di sekitar lokasi pabrik kelapa sawit seperti tempat penampungan yang luas serta pemanfaatan kembali sebagai pupuk

(43)

yang tidak sempurna atau kebiasaan buruk yang sering dilakukan. Limbah ini biasanya menimbulkan bau tidak sedap yang pasti mengakibatkan ketidaknya- manan bagi masyarakat sekitar. Pengolahan limbah padat ini harus dilakukan dengan tepat untuk memberikan dampak minimum terhadap lingkungan dan mengurangi risiko (seperti bau menyengat atau masalah pernafasan) bagi mas- yarakat sekitar dengan biaya minimum.

2.5 Risiko dan Manajemen Risiko

2.5.1 Pengertian risiko

Risiko muncul apabila kejadian pada masa yang akan datang tidak dapat diketahui. Risiko didefinisikan sebagai variasi atas berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada masa yang akan datang, semakin besar kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang yang tidak dapat diduga, semakin be- sar risiko yang akan dihadapi. Williams dan Heins (Williams dan Heins, 1985) menyatakan risiko adalah ”the variation in the outcome that could occur over a specified period in a given situation”. Karena adanya risiko yang dihadapi oleh manusia sejak awal, baik perorangan, kelompok, ataupun masyarakat luas, ma- ka dikembangkanlah suatu metode untuk mengelola risiko. Berhubung tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui masa depan dengan pasti, maka setiap orang adalah pengelola risiko.

(44)

Risiko merupakan akibat dari keputusan yang dibuat seseorang dan situ- asi yang terjadi pada saat ini. Apapun keputusan yang dibuat, risiko akan se- lalu menghadang. Risiko terkait dengan keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya terukur secara kuantitatif. Tingkat ketidakpastian da- pat diukur apabila didapatkan informasi. Dengan demikian yang membedakan risiko dan ketidakpastian adalah informasi (Djohanputro, 2006).

Risiko dari waktu ke waktu semakin berkembang, Global Risk Network Report pada tahun 2007 mengindentifikasikan ada 23 risiko dasar dalam kancah internasional pada 10 tahun terakhir ini (Global Risk, 2007). Pada Januari 2009, risiko dasar dalam kancah internasional telah berkembang menjadi 36 risiko dasar (Global Risk 2009, A Global Risk Network Report. World Economic Forum, January 2009). Namun demikian risiko tersebut dapat diringkas menjadi lima bidang utama, yakni:

1. Risiko ekonomi;

2. Risiko lingkungan;

3. Risiko geopolitik;

4. Risiko sosial;

5. Risiko teknologi.

Tandelilin (Tandelilin, 2001) menyatakan bahwa dalam melakukan investasi

(45)

yang diharapkan serta keterkaitan antara risiko dengan perolehan (return) yang diharapkan.

2.5.2 Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah proses identifikasi, perhitungan, dan kontrol atas risiko yang timbul karena faktor-faktor operasional didalam membuat keputusan yang menyeimbangkan risiko dengan biaya yang ditimbulkan sebagai akibat pen- capaian tujuan. Risiko muncul dari hal-hal yang tidak diharapkan, kehilangan, ataupun hal-hal yang mungkin timbul karena adanya musuh, hal yang tak ter- duga, ataupun kondisi lain yang membahayakan. Kegagalan dalam mengelola risiko akan membuat biaya operasional menjadi tinggi/mahal (Risk Management, 1998).

Mengelola risiko lingkungan bisnis pada agro industri dengan membuat pro- ses produksi menjadi semakin efisien, dan pada kesempatan yang sama memini- mumkan konsekuensi lingkungan serta meningkatkan keuntungannya. Tidak ada kegiatan produksi yang 100 persen efisien. Diantara input yang dipakai, bebera- pa akan berubah menjadi produk sebagaimana yang diharapkan, sementara yang lain akan dibuang sebagai limbah, atau terpakai dalam suatu produk, ataupun terlepas ke lingkungan. Input yang tidak terpakai dalam proses produksi akan menjadi polutan dan memberi pengaruh negatif terhadap lingkungan.

Risiko lingkungan merujuk pada kemiripan tindakan bisnis ataupun proses bisnis yang memiliki pengaruh yang tidak baik terhadap lingkungan. Khusus-

(46)

nya merujuk pada agro industri, risiko lingkungan mengarah pada kesamaan pengaruh yang tidak baik terhadap lingkungan atas kegiatan yang berhubungan dengan limbah produksi.

Risiko lingkungan dapat dikategorikan berdasarkan dampak negatif ter- hadap lingkungan. Sebagian besar risiko lingkungan berhubungan dengan penga- ruhnya terhadap air (baik air permukaan maupun air dalam tanah), udara dan mahluk hidup. Peraturan pemerintah berkenaan dengan lingkungan, misalkan pada pertanian/peternakan dan industri, diarahkan pada pelestarian air, udara serta menjaga keberlangsungan hidup flora dan fauna. Kesulitan yang muncul atas risiko lingkungan adalah mengidentifikasikan dampak negatif dari kebera- daan dan kegiatan industri tersebut terhadap lingkungan.

Ada perbedaan antara analisis risiko secara ilmiah dan risiko yang di- rasakan oleh masyarakat. Keyakinan masyarakat/publik tentang risiko ling- kungan biasanya berbeda dari pandangan para ahli. McClelland et al., 1990, menyatakan bahwa persepsi masyarakat/publik tentang risiko kesehatan dekat dengan tempat pembuangan limbah berbahaya lebih tinggi dari penilaian ahli.

Sjoberg (1999) menyatakan bahwa risiko yang dirasakan masyarakat sering di- anggap menjadi faktor utama dalam persoalan sosial dan politik. Ini berkaitan dengan ”penerimaan” terhadap teknologi dan gaya hidup sehingga risiko menjadi konsep penting.

(47)

MULTI CRITERIA DECISION MAKING (MCDM) DAN PROGRAM MULTI-OBJEKTIF

Bab ini menguraikan secara ringkas pengertian tentang Multi Criteria De- cision Making (MCDM) dan Program Multi-objektif.

3.1 Multi Criteria Decision Making (MCDM)

Pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan limbah yang dihasilkan sebagai produk sampingan dari produksi minyak sawit merupakan permasalahan yang melibatkan sejumlah kriteria dan alternatif. Dalam pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit mengharuskan pengambil keputusan mempertibangkan se- jumlah alternatif yang tidak mudah yang terkait dengan sejumlah kriteria pengam- bilan keputusan. Dalam hal ini, metode pengambilan keputusan multi kriteria (multi criteria decision making - MCDM) menjadi pilihan yang cocok untuk diterapkan. Tujuan dari pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit adalah memini- mumkan biaya dengan tidak mengabaikan lingkungan dan risiko yang mungkin diterima oleh masyarakat di sekitar fasilitas pabrik dan pegolahan limbah.

Multi Criteria Decision Making (MCDM) merupakan cabang pengambilan keputusan yang berkenan dengan permasalahan keputusan dengan kehadiran se- jumlah kriteria keputusan. MCDM dibagi lagi menjadi kelas multi-objective deci- sion making (MODM) dan multi-attribute decision making (MADM) (Climaco, 1997). MCDM banyak digunakan dalam menyelesaikan masalah perencanaan

(48)

dan pengambilan keputusan. Perencanaan lingkungan dan pengambilan keputu- san pada dasarnya merupakan konflik analisis antara sosial politik, lingkungan, dan keputusan penilaian ekonomi. Beberapa alternatif harus dipertimbangkan dan dievaluasi dalam berbagai kriteria yang berbeda, yang menghasilkan data yang sering kali tidak akurat ataupun tak pasti. Untuk melengkapi proses secara lebih jauh, ada cukup banyak bentuk pengambilan keputusan (decision-making) dengan konflik preferensi. Perbedaan sudut pandang dari berbagai kelompok ke- pentingan haruslah juga dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan.

Oleh karena itu, suatu keputusan tunggal yang secara objektif terbaik tidak- lah akan muncul secara umum, proses perencanaannya dapat di karakteristikkan sebagai pencarian solusi yang dapat diterima berdasarkan kompromi.

Metode MCDM mengarah pada perencanaan dan proses pengambilan kepu- tusan yang kompleks dengan menyediakan kerangka kerja untuk mengumpulkan, menyimpan dan memproses seluruh informasi yang relevan. Inti dari MCDM yang terpilih adalah model pengambilan keputusan dengan spesifikasi formal bagaimana berbagai informasi yang berbeda dikombinasikan bersama-sama un- tuk mencapai suatu penyelesaian /solusi. Metode MCDM digunakan dalam perencanaan lingkungan dan proses pengambilan keputusan dalam rangka un- tuk mengklarifikasi proses perencanaan, untuk menghindari berbagai distorsi dan untuk mengelola seluruh informasi, kriteria, ketidakpastian, dan pentingnya masing-masing kriteria. Metode MCDM dapat mendukung pengungkapan per- soalan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan manusia dalam kom-

(49)

putasi. Pilihan-pilihan intuitif ataupun adaptif dapat digantikan oleh penye- suaian dan gabungan model yang dapat diterima.

Terdapat beberapa metode dalam penerapan MCDM seperti priority based, outranking distance based dan metode campuran yang tergantung pada masalah yang ingin diselesaikan. Masing-masing metode mempunyai karakteristik berbe- da dimana metode dapat dibedakan sebagai proses deterministik, stokastik dan fuzzy. Dalam perkembangannya dimungkinkan mengkombinasikan metode yang ada. Tergantung pada jumlah pengambil keputusan, metode dapat diklasi- fikasikan sebagai pengambilan keputusan tunggal dan kelompok (grup). Pengam- bilan keputusan dalam ketidakpastian dan sistem pendukung keputusan meru- pakan teknik yang menonjol dalam pengambilan keputusan.

Metodologi MCDM memiliki karakteristik umum seperti adanya konflik an- tar kriteria, unit yang tidak dapat dibandingkan, serta kesulitan dalam memilih kriteria. Dalam pengambilan keputusan multi-tujuan, alternatif bukanlah se- suatu yang sederhana tetapi sekumpulan fungsi tujuan yang akan dioptimalkan dengan memenuhi sejumlah persyaratan (constraints) Fungsi tujuan yang mem- berikan hasil terbaik atau paling efisien dianggap sebagai keputusan yang diha- rapkan. Dalam pengambilan keputusan dengan multi atribut, sejumlah alternatif akan dievaluasi terhadap sekumpulan atribut yang biasanya sulit dikuantifikasi.

Alternatif terbaik dipilih dengan melakukan perbaikan antar alternatif dengan acuan masing-masing altrenatif. Proses pengambilan keputusan multi-kriteria dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut.

(50)

Gambar 3.1 Proses pengambilan keputusan multi kriteria

Sumber : Pohekar dan Ramachandran, 2004

Terdapat beberapa metode dalam MCDM, antara lain: Weighted Sum Method (WSM), Weighted Product Method (WPM), Analytical Hierarchy Pro- cess (AHP), Preference Ranking Organization Method for Enrichment Evaluation (PROMETHEE), The Elimination and Choice Translating Reality (ELECTRE), The Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solutions (TOPSIS), Compromise Programming (CP), dan Multi-Attribute Utility Theory (MAUT) (Pohekar dan Ramachandran, 2004).

3.2 Goal Programming

Pendekatan goal programming adalah metode yang terpopuler untuk menye- lesaikan permasalahan pengambilan keputusan multi objektif dalam pemrogra- man matematika. Ide dasarnya adalah mengkonversikan multiple objects men- jadi satu objek. Perusahaan atau organisasi sering dihadapkan dengan tujuan yang bervariasi pada saat bersamaan, seperti mempertahankan stabilitas proofit, meningkatkan/mempertahankan pasar, memperbanyak jenis produk, memperta-

(51)

dan lain-lain. Model yang dihasilkan biasanya dijadikan sebagai acuan solusi yang efisien, karena hal tersebut mungkin saja tidak optimum, dengan mem- pertimbangkan seluruh objek yang bertentangan dari masalah yang ada. Goal programming menyediakan cara untuk mencapai tujuan yang beragam secara simultan.

Pendekatan dasar dari Goal Programming adalah membangun tujuan nu- merik tertentu untuk setiap tujuan (objektif), memformulasikan fungsi objektif masing-masing tujuan, menentukan kendala untuk setiap tujuan, kemudian men- cari solusi dengan meminimumkan jumlah (bobot) deviasi semua fungsi objektif dari tujuan masing-masing. Terdapat tiga jenis tujuan, yakni:

1. A lower, one-sided goal menentukan batas bawah yang tidak boleh dilewati;

2. An upper, one-sided goal menentukan batas atas yang tidak boleh dilewati;

3. A two-sided goal menentukan target tertentu yang tidak boleh melewati batas atas dan batas bawah.

Masalah goal programming dapat dikategorikan berdasarkan tipe model pemrograman matematika (seperti: pemrograman linier, pemrograman bilangan bulat, pemrograman tak-linier dan lain-lain) yang sesuai dan memungkinkan untuk tujuan banyak, bukan hanya satu tujuan.

Kategori lainnya adalah berdasarkan bagaimana semua tujuan dibandingkan menurut kepentingannya, dengan penjelasan sebagai berikut:

(52)

1. Non-preemptive goal programming: dimana seluruh tujuan secara kasar dapat dibandingkan kepentingannya;

2. Preemptive goal programming: dimana ada hirarki / jenjang tahapan prioritas atas tujuan yang ada, dengan demikian tujuan dari kepentingan yang utama mendapatkan prioritas utama, yang menjadi kepentingan ke- dua mendapatkan perhatian prioritas kedua. Demikian seterusnya (jika ada lebih dari dua tahapan tingkatan).

Misalkan c1(x), . . . , ck(x) sebagai variasi fungsi obyektif yang dioptimali- sasikan melalui serangkaian solusi nyata X. Dalam pendekatan ini, pembuat keputusan bukan mencoba untuk mengoptimalkan setiap fungsi objektif, tetapi diminta untuk menspesifikasikan suatu tujuan ataupun nilai dari tujuan yang ingin dicapai yang secara realistis nilainya paling disukai untuk fungsi tersebut.

Untuk r = 1 sampai k, gr menjadi tujuan khusus untuk cr(x).

Pada suatu solusi yang nyata x ∈ X, untuk r = 1 sampai k, deviasinya diekspresikan dalam r fungsi objektif dari tujuan tersebut, cr(x) − gr, sebagai pembeda atas dua variabel yang nonnegatif dan dituliskan sebagai:

cr(x) − gr = u+r − ur (3.1)

dimana u+r dan ur adalah bagian positif dan negatif dari deviasi cr(x) − gr, sedemikian hingga:

(53)

u+r = 0 jika cr(x) − gr≤ 0 u+r = cr(x) − gr jika cr(x) − gr> 0 ur = 0 jika cr(x) − gr≥ 0 ur = −(cr(x) − gr) jika cr(x) − gr < 0

Model goal programming untuk persoalan multi-objektif yang asli, akan menjadi satu objek persoalan, yang mana dicoba untuk diminimalkan fungsi liniernya atas variabel deviasi dari bentukPk

iru+r + βrur) dimana αr dan βr

untuk semua r, disebut fungsi penalti (penalty function)

Jika fungsi objektif cr(x) adalah untuk memaksimalkan, maka solusi nyata x yang mana membuat ur = 0 dan u+r ≥ 0 yang diinginkan, dan u+r = 0 dan ur > 0 menjadi lebih dan semakin tak disukai. Untuk menjamin bahwa solusi algoritma yang dicari dimana ur adalah sekecil mungkin, dihubungkan suatu koefisien positif pinalti βr dengan ur, dan di dalamnya mencakup terminologi dalam bentuk aru+r + βrur (dimana αr= 0, βr > 0 ) dalam fungsi pinalti bahwa goal programming berusaha untuk meminimalkan. βr > 0 yang digunakan untuk menghitung kerugian ataupun pinalti per unit kegagalan atas nilai dari cr(x) dari tujuan khusus dari gr. Nilai yang lebih tinggi dari βrmenunjukkan besarnya kepentingan.

Jika fungsi objektif cr(x) adalah untuk meminimalkan, maka solusi nya- ta x yang mana membuat u+r = 0 dan u)r ≥ 0 adalah disukai, dan ur = 0 dan u+r > 0 menjadi lebih tak disukai. Maka, untuk hal ini dihubungkan koe- fisien pinalti positif αr dengan u+r, dan di dalamnya termasuk terminologi dalam

(54)

bentuk αru+r + βrur (dimana αr > 0, βr = 0) dalam fungsi pinalti pada goal programming dicoba untuk diminimalkan. Nilai yang lebih tinggi dari αr merep- resentasikan tingkat kepentingan yang lebih besar bagi pembuat keputusan atas fungsi objektif dalam lingkup ini.

dengan demikian maka model goal programming dalam satu objek masalah dapat dituliskan sebagai berikut:

min Xk

i

ru+r + βrur)

dengan kendala : cr(x) − gr = u+r − ur ∀r = 1, . . . , k u+r, ur ≥ 0 ∀r = 1, . . . , k x ∈ X

(3.2)

Solusi optimal tergantung secara kritis pada tujuan yang dipilih, dan pa- da pilihan atas koefisien pinaltinya α = (α1, . . . , αk), β = (β1, . . . , βk). Dengan hilangnya hal yang umum dapat diasumsikan bahwa vektor αr, βr diberi skala Pk

1r+ βr) = 0. Sekali αr, βr ditemukan, maka suatu solusi optimal dari per- samaan (3.7) adalah solusi untuk implementasi. Seseorang dapat menyelesaikan persoalan dengan perbedaan vektor rangkaian tujuan atas variasi fungsi objek- tif. Proses tersebut dapat berulang sampai pada suatu tahap tertentu, suatu solusi optimal dihasilkan dari sesuatu yang beralasan dari persoalan awal multi- objektif. Pencarian dengan solusi otpimal untuk tujuan yang berbeda dan vek- tor koefisien pinalti dalam hal ini, diharapkan dapat secara praktis tercapainya

(55)

3.3 Pemrograman Bilangan Bulat

Model pemrograman linier biasanya dimungkinkan untuk menghasilkan so- lusi bilangan riil. Hal ini merupakan asumsi realistis, misalnya solusi yang diper- oleh adalah 10034 liter anggur atau produksi mobil per jam adalah 5823. Pada ka- sus tertentu bilangan pecahan adalah kondisi yang tidak realistis, dimana harus menyelesaikan persoalan seperti:

Maksimalkan Xn

j=1

cjxj (3.3)

Kendala

Xn j=1

aijxj = bi (i = 1, 2, . . . , m) (3.4)

xj ≥ 0 ∈ Integer (j = 1, 2, . . . n) (3.5)

Model di atas disebut linear integer-programming problem. Model tersebut dinyatakan sebagai mixed integer program, jika sebagian (tidak semua variabel dibatasi harus bilangan bulat, dan disebut pure integer program jika semua va- riabel keputusan berupa bilangan bulat.

3.3.1 Model pemrograman bilangan bulat

Model Pemrograman Bilangan Bulat secara praktik muncul dalam berba- gai bidang aplikasi pemrograman matematika. Berikut ini beberapa contoh permasalahan yang merupakan model pemrograman bilangan bulat yang telah memainkan peranan penting dalam mendukung pengambilan keputusan mana- jemen.

(56)

1. Capital budgeting: Dalam masalah capital-budgeting, keputusan yang dilakukan merupakan pemilihan sejumlah investasi potensial. Keputusan investasi mungkin saja dipilih dari sejumlah pilihan lokasi pabrik, pemil- ihan peralatan produksi, atau membangun sebuah proyek penelitian dan pengembangan (litbang). Tentu saja tidak masuk akal kalau hanya mengin- vestasikan sebagian saja dalam aktivitas tersebut, sehingga permasalahan menjadi pilihan ”ya/tidak” yang merupakan pemrograman bilangan bulat bernilai 0 atau 1. Dengan asumsi cj adalah adalah hasil yang diperoleh dari investasu ke-i dan aij adalah jumlah sumber daya ke-i, seperti uang atau tenaga kerja, yang digunakan dalam investasi ke-j, maka problema tersebut dapat dinyatakan secara formal dengan:

Maksimalkan Xn

j=1

cjxj (3.6)

Kendala

Xn j=1

aijxj ≤ bi (i = 1, 2, . . . , m) (3.7) xj = 0 atau 1 (j = 1, 2, . . . n) (3.8)

Tujuan (objektif) dari permasalahan di atas adalah memaksimumkan kon- tibusi total dari semua investasi tanpa melebihi ketersediaan sumber daya bi. Satu skenario khusus untuk masalah capital-budgeting adalah keterli- batan kendala cash-flow. Dalam hal ini, kendala:

Xn j=1

aijxj ≤ bi

merefleksikan peningkatan cash balance dalam setiap periode. Koefisien

(57)

investasi membutuhkan uang tambahan dalam periode i, maka aij > 0, sementara jika investasi menghasilkan uang dalam periode i, maka aij < 0.

Koefisien bi menyatakan peningkatan exogenous cash flow. Jika tambahan modal diberikan dalam periode i, maka bi > 0. dan jika modal ditarik, maka bi < 0. Kendala ini menyatakan bahwa dana yang dibutuhkan untuk incestasi harus lebih kecil atau sama dengan dana yang dihasilkan dari investasi ditambah dengan dana exogenous yang tersedia (atau minus dana exogenous yang ditarik).

2. Warehouse location: Dalam pemodelan sistem distribusi, keputusan harus diambil adalah menentukan pilihan antara meminimumkan biaya transportasi atau biaya operasional pusat distribusi. Misalkan, mana- jer ingin memutuskan gudang yang mana yang harus digunakan untuk memenuhi permintaan dari m pelanggan untuk satu jenis barang. Kepu- tusan yang harus diambil adalah gudang mana yang harus dioperasikan dan berapa banyak barang yang harus dikirim ke pelanggan tertentu. Mi- salkan:

yi =

 1, jika gudang i dipilih /dibuka 0, jika gudang i tidak dibuka.

xij = jumlah barang yang dikirim dari gudang i ke pelanggan j Biaya yang relevan adalah:

fi = Biaya tetap untuk gudang i jika dibuka

cij = Biaya per unit operasional gudang i ditambah dengan transportasi dari gudang i ke pelanggan j

(58)

Dua kendala dalam permasalahan ini adalah:

(a) Permintaan dj dari setiap pelanggan harus dipenuhi oleh gudang j;

(b) Barang hanya dapat dikirim dari oleh gudang j jika gudang tersebut dibuka.

Permasalahan di atas dapat dimodelkan dengan:

Minimalkan Xm

i=1

Xn j=1

cijxij + Xm

i=1

fiyi (3.9)

Kendala

Xm i=1

xij = dj (j = 1, 2, . . . , n) (3.10) Xn

j=1

xij − yi( Xn j=1

dj ≤ 0 (i = 1, 2, . . . m) (3.11) xij ≥ 0 (i = 1, 2, . . . m) (j = 1, 2, . . . , n) (3.12) yj = 0 atau 1 (i = 1, 2, . . . m) (3.13)

Fungsi tujuan dari model di atas terdiri dari biaya transportasi, biaya va- riabel pembukaan gudang dan biaya tetap operasional gudang. Kendala (3.15) menyatakan permintaan setiap pelanggan harus dipenuhi. Perjum- lahan variabel pengiriman xij pada kendala ke-i dari persamaan (3.16) merupakan jumlah barang yang dikirim dari gudang i. Jika gudang tidak dibuka, yi = 0 dan kendala menspesifikasikan tidak ada barang yang da- pat dikirimkan dari gudang tersebut. Sebaliknya jika gudang i dibuka dan yi = 0, yang berarti jumlah barang yang dikirim dari gudang i tidak boleh melebihi total permintaan. Kendala (3.16) mensyaratkan/memenuhi per-

(59)

3. Scheduling: Kelas permasalahan seperti pengurutan, penentuan rute dan penjadwalan secara inheren merupakan pemrograman bilangan bulat. Mi- salkan penjadwalan kuliah yang melibatkan ruangan, dosen dan mahasiswa diatur sedemikian rupa sehingga jumlah mahasiswa yang tidak mungkin memilih jadwal pada pilihan pertama diminimumkan. Terdapat sejumlah kendala pada jumlah dan ukuran ruangan yang tersedia pada satu waktu, ketersediaan dosen dan pilihan mahasiswa. Jelas mahasiswa i yang ditem- patkan pada kelas j dalam waktu n atau tidak, sehingga variabel adalah nol atau satu. Contoh lain dari penjadwalan adalah line-balancing, critical- path dengan keterbatasan sumber daya dan keberangkatan angkutan.

Contoh spesifik misalkan penjadwalan penerbangan pesawat dengan ko- ta asal dan tujuan yang berbeda-beda dengan kemungkinan ada transit.

Maskapai harus menugaskan pilot untuk melayani semua rute yang ada.

Variabel keputusan akan menentukan rute yang harus dilayani oleh seo- rang pilot.

xj =

 1, jika pilot melayani rute j 0, jika tidak

Misalkan:

aij =

 1, jika transit i termasuk dalam rute j 0, jika tidak

dan cj adalah biaya yang dikeluarkan jika pilot melayani rute j Model untuk permasalahan di atas adalah:

Minimalkan Xn

j=1

cjxj (3.14)

(60)

Kendala

Xn j=1

aijxj = 1 (i = 1, 2, . . . , m) (3.15)

xj = 0 atau 1 (j = 1, 2, . . . n) (3.16)

Permasalahan lain terkait dengan penjadwalan adalah Traveling Salesman Problem (TSP). Dimulai dari rumahnya, seorang salesman ingin mengun- jungi (n − 1) kota lainnya dan kembali ke rumah dengan biaya atau jarak minimum. Dia harus mengunjungi setiap kota tepat satu kali dan misalkan cij merupakan biaya dari kota i ke kota j. Pertanyaannya adalah rute mana yang harus dia pilih. Misalkan:

xij =

 1, jika dia pergi dari kota i ke kota j 0, jika tidak

maka permasalahan tersebut dapat dimodelkan dengan:

Minimalkan Xm

i=1

Xn j=1

cijxij (3.17)

Kendala

Xm i=1

xij = 1 (j = 1, 2, . . . , n) (3.18) Xm

i=1

xij = 1 (i = 1, 2, . . . , n) (3.19)

xij ≥ 0 (i = 1, 2, . . . n) (j = 1, 2, . . . , n) (3.20)

Kendala di atas mensyaratkan salesman harus memasuki dan mening- galkan setiap kota tepat satu kali. Akan tetapi model di atas dapat meng- hasilkan solusi tidak layak. Oleh karena itu, perlu ditambah kendala yang lain untuk menghindarkan solusi sub-tour. Kendala yang harus diberikan

Gambar

Gambar 2.1 Bisnis berkelanjutan
Tabel 2.1 Prediksi produksi minyak sawit dunia tahun 2014/2015 Nama Negara Prediksi Total Produksi (Metrik Ton)
Tabel 2.2 Produksi minyak sawit dunia tahun 2013/2014 Nama Negara Total Produksi (Metrik Ton)
Gambar 2.2 Alur proses produksi minyak kelapa sawit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Inti dari putusan tersebut yakni menyatakan Pemerintah Serbia dianggap tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban terhadap kejahatan genosida yang melibatkan

Mahasiswa dapat memahami dan mengerjakan persoalan pengambilan keputusan yang ada di area Teknik Industri, khususnya yang bersifat multi kriteria, multi atribut, dan multi

Penggunaan Filter Kalman sebagai proses identifikasi model matematika pada eksperimen motor DC di laboratorium Seperti diketahui bahwa motor DC digunakan sebagai penggerak

Upaya secara konsisten memiliki tanggung jawab dan mampu dalam menyelesaikan tugas dengan memiliki solusi yang terbaik. Karyawan Perusahaan harus memiliki tanggung jawab

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang

Secara umum partisipasi dalam pengembang- an sistem akan mempengaruhi keberhasilan dalam pengembangan sistem informasi. Partisi- pasi akan menyebabkan semakin tingginya

Seperti yang dilakukan oleh Agung Sedayu, Putut Bajra Geni juga dengan tiba-tiba telah melompat mengejar tubuh Kebo Anggara yang ternyata benar-benar tidak kuasa

Ilmu politik berhubungan dengan ilmu pengetahuan lainnya, seperti sosiologi, antropologi dan ilmu–ilmu sosial lainnya, karena ilmu sosial mempunyai obyek penelitian yang sama, yaitu