• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT (BBPBL) LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT (BBPBL) LAMPUNG"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN AKUAKULTUR

DENDI HIDAYATULLAH

TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Judul : Pembenihan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung

Nama : Dendi Hidayatullah NIM : C14080040

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya Departemen : Budidaya Perairan

Waktu : 27 Juni s.d 6 Agustus 2011

Disetujui, Pembimbing

Ir. Iis Diatin, MM NIP. 196309081990022001

Diketahui,

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Odang Carman NIP. 195912221986011001

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan praktek lapang akuakultur yang berjudul ” Pembenihan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung". Usulan Praktek lapang ini disusun sebagai syarat untuk melaksanakan kegiatan praktek lapang yang merupakan bagian dari mata kuliah Praktik Lapangan Akuakultur (BDP 497) Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Ir. Iis Diatin, MM selaku dosen pembimbing praktek lapangan yang telah memberikan bimbingan, bapak Silvester selaku pembimbing di BBPBL Lampung, bapak Dr. Odang Carman selaku Ketua Departemen Budidaya Perairan, seluruh dosen dan staf Departemen Budidaya Perairan, kedua orang tua, rekan-rekan mahasiswa BDP khususnya angkatan 45, dan semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga laporan praktik lapang ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa laporan praktik lapang ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam usulan praktek lapang ini. Penulis berharap semoga kegiatan Praktek Lapang Pembenihan yang akan dilaksanakan ini dapat memberikan banyak manfaat dan berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan.

Bogor, Januari 2012

(4)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... Vi DAFTAR GAMBAR ... Vii DAFTAR LAMPIRAN ... Viii I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Metode Pelaksanaan 1.3.1 Waktu dan Tempat ... 3

1.3.2 Komoditas ... 3

1.3.3 Metode ... 3

II. KEADAAN UMUM 2.1 Lokasi Instansi ... 4

2.2 Organisasi dan Ketenagakerjaan 2.2.1 Organisasi……… 4

2.2.2 Ketenagakerjaan……….. 6

2.3 Fasilitas Fisik 2.3.1 Fasilitas Utama 2.3.1.1 Wadah dan Tata Letak... 8

2.3.1.2 Air dan Sistem Suplai... 13

2.3.1.3 Sistem Aerasi ... 15

2.3.2 Fasilitas Pendukung 2.3.2.1 Energi ... 16

2.3.2.2 Bangunan ... 16

III. KEGIATAN PEMBENIHAN 3.1 Pemeliharaan Induk 3.1.1 Persiapan Wadah ... 21

3.1.2 Penebaran Induk ... 21

3.1.3 Pemberian Pakan ... 22

3.1.4 Pengelolaan Kualitas Air ... 24

3.1.5 Pengelolaan Kesehatan ... 25

3.1.6 Pematangan Induk ... 27

3.1.7 Sampling Kematangan Gonad ... 28

3.2 Pemijahan Induk 3.2.1 Persiapan wadah ... 29

3.2.2 Teknik Rangsangan dan Pemijahan ... 29

3.2.3 Penghitungan dan Pemanenan Telur ... 30

3.3 Penetasan Telur 3.3.1 Persiapan Wadah ... 33

3.3.2 Inkubasi Telur ... 33

(5)

3.4 Pemeliharaan Benih

3.4.1 Persiapan Wadah ... 35

3.4.2 Penebaran Larva ... 35

3.4.3 Pemberian Pakan ... 36

3.4.4 Pengelolaan Kualitas Air ... 38

3.4.5 Pengelolaan Kesehatan ... 39

3.4.6 Sampling Pertumbuhan ... 43

3.4.7 Penghitungan Kelangsungan Hidup dan Pemanenan Benih 44

3.4.8 Pengepakan dan Transportasi Benih ... 45

3.5 Kultur Pakan Alami 3.5.1 Kultur Masal Nanochloropsis sp……….. 47

3.5.2 Kultur Masal Rotifera……… 48

3.5.3 Penetasan Kista Artemia sp……… 50

IV. ASPEK USAHA 4.1 Pengadaan Saprodi ... 52

4.2 Pemasaran ... 52

4.3 Prospek Usaha ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah Pegawai BBPBL Lampung Berdasarkan Golongan ………. 7

2 Jumlah Pegawai BBPBL Lampung Berdasarkan Pendidikan ... 7

3 Jumlah Pegawai BBPBL Lampung Berdasarkan Umur………….... 7

4 Spasifikasi Pompa Air Laut ………... 13

5 Spesifikasi Blower ………... 15

6 Jadwal Pemberian Pakan Induk Kerapu Bebek ... 23

7 Kisaran nilai kualitas air pemeliharaan induk ikan kerapu bebek ... 25

8 Jenis Parasit yang menyerang Induk ikan kerapu ………... 26

9 Penyakit bakterial pada induk ... 26

10 Produksi telur dan larva kerapu bebek bulan Juni-Agustus 2011 .... 32

11 Perkembangan Embrional Kerapu ………... 33

12 Kisaran nilai kualitas air pada media pemeliharaan larva ……….. 39

13 Kepadatan benih dalam pengangkutan ……… 45

14 Formula pupuk kultur missal fitoplankton ………. 47

15 Ukuran telur, naupli, dan induk Branchionus plicatilis ………… 49

16 Biaya Investasi pada pembenihan ikan kerapu bebek ………….. 53

17 Biaya tetap pada pembenihan ikan kerapu bebek ………. 56

18 Biaya Variabel pada pembenihan ikan kerapu bebek……… 56

19 Rincian jumlah penerimaan paket 1...……… 58

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur organisasi BBPBL Lampung... 5

2 Wadah pemeliharaan induk kerapu bebek... 9

3 Sketsa bak beton pemeliharaan induk kerapu bebek ... 9

4 Akuarium Penetasan telur…... 10

5 Bak Pemeliharaan Larva... 10

6 Bak pendederan………... 11

7 Wadah kultur fitoplankton ... 12

8 Wadah kultur zooplankton... 12

9 Bak tandon ... 13

10 Pompa sentrifugal………... 14

11 Sand filter... 14

12 Tandon air tawar……... 15

13 Sistem aerasi………... 15

14 Sumber listrik ………... 16

15 Gedung perkantoran ………... 17

16 Perpustakaan ………... 17

17 Laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan ... 18

18 Laboratorium Kualitas Air ... 18

19 Laboratorium Pakan Buatan ... 18

20 Laboratorium Fitoplankton ... 19

21 Laboratorium Zooplankton ... 19

22 Fasilitas lain …………... 20

23 Pencucian wadah induk ... 21

24 Seleksi induk kerapu bebek ... 22

25 Freezer tempat penyimpanan pakan ikan rucah ... 23

26 Pakan segar untuk induk induk ……… 23

27 Vitamin untuk induk kerapu bebek ………. 24

(8)

29 Penurunan air dan penjemuran bak pemijahan ……… 30

30 Egg collector ……….. 30

31 Pemanenan telur ………. 30

32 Perhitungan telur ikan kerapu bebek ………. 31

33 Telur kerapu bebek ……….. 34

34 Penyiponan telur yang tidak menetas ……….. 34

35 Penebaran larva ……… 36

36 Pemberian pakan alami untuk larva ………. 36

37 Skema Jadwal Pemberian Pakan pada Larva Kerapu……….. 37

38 Pakan buatan untuk larva ………... 37

39 Sand filter, UV,dan ozonisasi ……….. 38

40 Acriflavine HCL BPC untuk pengobatan dan pencegahan ………. 40

41 Pengukuran panjang benih kerapu bebek ……… 44

42 Pengepakan dan transportasi benih kerapu bebek ………. 46

43 Pemanenan rotifera ………. 49

44 Corong Penetasan Artemia Sp atau conicle tank ... 50

45 Pemanenan Naupli Artemia Sp. ... 50

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Lokasi BBPBL Lampung ... 63

2 Embriogenesis ikan kerapu ... 64

3 Perkembangan larva dan benih... 65

4 Skema kultur Nanochloropsis sp. di BBPBL Lampung... 66

5 Skema kultur rotifera Branchionus sp. Di BBPBL Lampung... 67

6 Perhitungan... 68

7 Perincian gaji total pegawai BBPBL Lampung... 70

8 Pola Tanam pembenihan kerapu bebek … .…... 71

(10)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan jumlah penduduk di Indonesia sangat maju pesat. Peningkatan jumlah penduduk berarti peningkatan jumlah kebutuhan, termasuk kebutuhan pangan. Kebutuhan bahan pangan sumber protein hewani seperti ikan juga ikut meningkat. Laju jumlah kebutuhan ikan dipacu juga oleh peningkatan hidup dan pengetahuan penduduk tentang keunggulan ikan dibandingkan bahan pangan lain.

Produksi ikan periode awal sejarah kehidupan manusia dilakukan melalui usaha berburu. Manusia pada saat itu selalu bermukim dekat dengan sumber air seperti sungai, waduk, danau, rawa, atau laut. Dalam lingkungan seperti itu, manusia dengan mudah dapat memenuhi kebutuhan ikan. Namun, akibat adanya peningkatan intensitas penangkapan, perubahan badan air, dan pencemaran, maka hasil buruan atau tangkapan ikan diperairan umum semakin lama berkurang. Dalam kondisi seperti itu, usaha pemeliharaan ikan atau budidaya merupakan alternatif pilihan yang potensial untuk memenuhi kebutuhan penduduk terhadap ikan.

Salah satu komoditas unggulan budidaya yang telah dikembangkan adalah ikan kerapu bebek. Ikan kerapu bebek merupakan ikan ekonomis penting yang bernilai tinggi. Ikan kerapu bebek mempunyai tingkat serapan pasar yang cukup baik, terutama peluang untuk pasar ekspor. Harga ekspor ikan kerapu jenis bebek pada bulan Oktober 2011 mencapai Rp 350.000 – Rp 400.000/kg (Arifenie 2011).

Kerapu bebek yang mempunyai harga cukup mahal menyebabkan kegiatan penangkapan di alam semakin meningkat dan dapat mengakibatkan populasi di alam semakin menurun. Oleh karena itu, kegiatan usaha pembenihan kerapu sangat dibutuhkan untuk memenuhi permintaan pasar dan sebagai usaha pemulihan populasi di alam yang semakin berkurang. Di sisi lain, peningkatan produksi sebesar 353% mulai tahun 2009-2014 dari sektor budidaya menjadi fokus prioritas kegiatan Ditjen Perikanan Budidaya saat ini. Peningkatan produksi jenis ikan kerapu oleh pemerintah ditargetkan mencapai 20.000 ton atau sebesar

(11)

377% hingga tahun 2014 dengan begitu kebutuhan benih ikan kerapu juga akan meningkat salah satunya adalah benih ikan kerapu bebek (Nurdjana 2010).

Tahun 2011 produksi ikan kerapu secara nasional sebesar 148,55% atau sebesar 10.398 ton sedangkan pada tahun 2012 target produksi ikan kerapu akan ditingkatkan menjadi 11.000 ton (KKP 2011). Oleh karena itu dibutuhkan penyediaan benih berkualitas untuk mencapai target KKP dalam memproduksi ikan kerapu pada tahun 2014.

Salah satu instansi yang telah melakukan usaha budidaya kerapu bebek adalah Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Kegiatan pembenihan kerapu terutama kerapu bebek di BBPBL Lampung sudah mulai dilakukan dan sudah mulai menghasilkan benih untuk budidaya. Selain itu, BBPBL Lampung mempunyai teknologi yang cukup maju dalam usaha pembenihan kerapu bebek. Oleh karena itu, penulis memilih BBPBL sebagai lokasi praktik lapangan akuakultur agar dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah dan mengetahui baik dalam bidang usaha budidaya maupun teknologi yang digunakan di BBPBL Lampung.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktik lapang pembenihan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) ini adalah:

 Mengetahui kegiatan umum, lokasi serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu bebek.

 Mempelajari permasalahan serta pemecahannya dalam kegiatan pembenihan kerapu bebek.

 Mengetahui beberapa aspek terkait tentang pembenihan ikan kerapu bebek, seperti aspek teknis, aspek pemasaran, dan aspek usaha.

(12)

1.3 Metode Pelaksanaan 1.3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan praktik lapang pembenihan ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) ini akan dilaksanakan mulai tanggal 27 Juni sampai dengan 6 Agustus 2011, bertempat di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung.

1.3.2 Komoditas

Komoditas yang akan dipelajari pada praktik lapangan akuakultur ini adalah pembenihan kerapu bebek (Cromileptes altivelis).

1.3.3 Metode

Kegiatan lapang pembenihan ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) ini meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder yang dilaksanakan melalui:

Data primer dengan cara :

1. Mengikuti secara langsung seluruh kegiatan yang dilaksanakan Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, dengan membantu pelaksanaan kegiatan budidaya di hatchery untuk meningkatkan keterampilan budidaya secara aplikatif.

2. Observasi (pengamatan) terhadap kegiatan pembenihan ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang dilaksanakan di hatchery.

Sedangkan data sekunder dengan cara :

1. Melakukan wawancara dalam bentuk tanya jawab dengan pimpinan operasional, teknisi lapangan, staff pegawai dan pihak-pihak lain yang berkompeten dibidangnya.

2. Studi pustaka, dengan cara mencari keterangan ilmiah dan teoritis dari berbagai literatur guna mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi.

(13)

II. KEADAAN UMUM

2.1 Lokasi Instansi

Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung (BBPBL) terletak di Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Terletak dikawasan Teluk Hurun yang merupakan bagian dari teluk Lampung dengan posisi 105°12’45’’-105°13’00’’BT dan 5°31’30’’-5°33’36’’LS (Lampiran 1).

BBPBL Lampung dibangun diatas lahan seluas ± 5,9 ha dengan batas-batas wilayah di sebelah utara berbatasan dengan Desa Sukajaya dan Desa Lempangan, sebelah timur berbatasan dengan Teluk Lampung, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sidodadi, serta sebelah barat berbatasan dengan Desa Hurun.

Teluk Hurun merupakan sebuah teluk kecil dengan luas perairan sekitar 1,5 km2 dengan panjang 1,5 km dan lebar 1 km. Dasar perairan Teluk Hurun dibagian Barat Daya dan Selatan pada umumnya landai dengan kedalaman ± 5 m, dasar perairan sekitar mulut teluk yaitu bagian tenggara cukup dalam ± 10-15 m. Daerah Teluk Hurun beriklim tropis dengan angin laut yang bertiup sepanjang tahun dengan kecepatan rata-rata 70 km/jam. Curah hujan berkisar antara 2100 – 2600 mm/tahun.

Teluk Hurun mempunyai keadaan perairan yang cukup bersih dengan ombak yang tenang sepanjang tahun dan pantai lumpur berpasir serta hutan mangrove. Hal tersebut sangat menunjang kegiatan usaha budidaya perikanan laut.

2.2 Organisasi dan Ketenagakerjaan 2.2.1 Organisasi

Keberadaan Balai Budidaya Laut Lampung secara resmi diakui tanggal 5 Agustus 1986 yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor 347/Kpts/OT.210/5/1994, kemudian disempurnakan dengan diterbitkannya SK Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.26F/MEN/2001. Sejak 1 Januari 2006 Balai Budidaya Laut berubah menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut berdasarkan surat keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.

(14)

07/MEN/2006 yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya yang mempunyai tugas melaksanakan penerapan teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan laut, serta pelestarian sumberdaya induk atau benih ikan laut dan lingkungannya. Struktur organisasi BBPBL Lampung dapat dilihat pada gambar 1.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber: TU BBPBL Lampung

Gambar 1. Struktur organisasi BBPBL Lampung

Adapun uraian tugas masing-masing bagian dalam struktur organisasi BBPBL Lampung adalah sebagai berikut:

a. Kepala Balai

Kepala Balai bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan tugas masing-masing bawahan dan apabila terjadi penyimpangan agar mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepala Balai bertanggung jawab memimpin, mengkoordinasikan bawahan

KEPALA BALAI

Bidang Pelayanan Teknik Bidang Standarisasi &

Informasi

Bagian Tata Usaha

Seksi Informasi Seksi

Standarisasi

Subbagian Keuangan Subbagian Umum

Seksi Sarana Laboratorium

Kelompok Jabatan Fungsional

( Perekayasa/Litkayasa/Pengawas/PHPI/Analisis Kepeg./Pranata Humas/Pustakawan)

Seksi Sarana Lapangan

(15)

masing-masing, memberikan bimbingan serta petunjuk pelaksanaan tugas bawahannya.

b. Seksi Standardisasi dan Informasi

Seksi standardisasi dan Informasi mempunyai tugas melakukan penyimpanan bahan, standardisasi teknik dan informasi pembenihan, pembudidayaan ikan laut, pengendalian hama dan penyakit, lingkungan, sumberdaya induk dan benih serta pengelolaan jaringan informasi dan perpustakaan.

c. Seksi Pelayanan Teknis

Seksi pelayanan teknis mempunyai tugas melakukan standarisasi keuangan, kepegawaian, surat-menyurat, perlengkapan rumah tangga, dan laporan. Selain itu, seksi pelayanan teknis mempunyai tugas sebagai penerapan dan pengawasan teknis pembenihan dan budidaya ikan laut. Seksi ini terdiri dari sub seksi sarana lapangan dan sub seksi sarana laboratorium.

d. Bagian Tata Usaha

Bagian tata usaha mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana, program dan anggaran, pengelolaan administrasi keuangan, dan jabatan fungsional, persuratan, barang kekayaan milik negara, dan rumah tangga serta pelaporan.

e. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan kegiatan perekayasaan, pengujian, penerapan standar sertifikasi pembenihan dan pembudidayaan ikan laut, penyuluhan serta kegiatan lain yang sesuai dengan tugas masing-masing jabatan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

2.2.2 Ketenagakerjaan

Jumlah pegawai Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung menurut ruang/golongan tahun anggaran 2011 dapat dilihat pada tabel 1, sedangkan jumlah pegawai berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 2, dan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan umur/usia dapat dilihat pada tabel 3.

(16)

Tabel 1. Jumlah Pegawai BBPBL Lampung Berdasarkan Ruang/Golongan

No Status Golongan Jumlah

I II III IV

1 PNS 6 54 61 8 129

2 CPNS - - 4 - 4

3 Tenaga Kontrak - - - - 8

Jumlah 6 54 65 8 141

Keterangan :Tenaga kontrak 8 orang terdiri dari : 5 orang satpam, 1 orang pengemudi, 1 orang tenaga teknis, dan 1 orang tenaga kebersihan. Tabel 2. Jumlah Pegawai BBPBL Lampung Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No

Status Tingkat pendidikan Jumlah

S3 S2 S1/D4 SM/D3 SLTA SLTP SD Teknis teknis Non

1 PNS 1 11 44 13 49 5 5 89 40

2 CPNS - - 4 - - - - 4 -

3 HONORER - - - - 5 - 3 1 7

Jumlah 1 11 48 13 54 5 8 94 47 Tabel 3. Jumlah PNS, CPNS, dan Honorer Berdasarkan Umur/Usia

Umur 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-60

Jumlah 1 19 27 23 34 18 11

BBPBL merupakan unit pelaksana teknik Direktorat Jenderal Perikanan di bidang pengembangan produksi budidaya laut yang mempunyai tugas melakukan dan melaksanakan pengembangan produksi dan bimbingan teknik budidaya laut dan melaksanakan penerapan teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan laut serta sumberdaya induk, benih ikan laut dan lingkungan.

Dalam menjalankan tugasnya, BBPBL mempunyai beberapa fungsi yaitu:

1. Pengkajian, pengujian dan bimbingan penerapan standar pembenihan ikan. 2. Pengkajian standar dan pelaksanaan sertifikasi sistem mutu dan pembenihan

serta pembudidayaan ikan laut.

3. Pengkajian sistem dan tata laksana produksi dan pengelolaan induk ikan laut. 4. Pengkajian standar pengawasan benih, pembudidayaan serta pengendalian

hama dan penyakit ikan laut.

5. Pengkajian standar pengendalian lingkungan sumberdaya induk serta benih ikan laut.

(17)

7. Pelaksanaan sistem jaringan laboratorium pengujian.

8. Pengelolaan dan pelayanan informasi dan publikasi pembenihan ikan laut. 9. Pelaksanaan urutan tata usaha dan rumah tangga.

2.3 Fasilitas Fisik 2.3.1 Fasilitas Utama

Fasilitas utama berfungsi untuk menunjang kegiatan operasional pokok, baik unit pembenihan maupun unit budidaya. Fasilitas utama di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung meliputi fasilitas pembenihan, laboratorium dan perkantoran, serta fasilitas di laut seperti Karamba Jaring Apung (KJA) untuk pembesaran dan pemeliharaan induk.

2.3.1.1 Wadah dan Tata Letak

Unit pembenihan ikan kerapu bebek memiliki beberapa fasilitas wadah diantaranya wadah pemeliharaan dan pemijahan induk, wadah penetasaran telur, wadah pemelihaaraan larva, wadah pendederan serta wadah karamba jaring apung. Tata letak wadah pada unit pembenihan ikan kerapu bebek terbagi dalam dua tempat, yaitu wadah yang berada di dalam ruangan (indoor) dan wadah yang berada di luar ruangan (outdoor). Wadah yang terletak di dalam ruangan terdiri dari akuarium penetasan telur, bak pemeliharaan larva, dan tandon air laut. Selain itu juga terdapat wadah di luar ruangan yaitu bak pemeliharaan dan pemijahan induk, bak kultur pakan alami dan karamba jaring apung di laut.

a. Wadah pemeliharaan induk

Bak induk yang dimaksud adalah bak yang digunakan untuk pemeliharaan induk hingga matang gonad bahkan memijah. Pemeliharaan atau pematangan induk dilakukan melalui dua macam wadah yaitu karamba jaring apung di laut dan bak secara terkendali di darat. Karamba jaring apung terbuat dari jaring dengan ukuran 3 m x 3 m x 3 m (Gambar 3). Jaring terbuat dari bahan Polyethylen dengan mata jaring 2 inci dan ukuran benang D.18. Jaring ditempatkan dalam rakit yang antara lain dapat terbuat dari kayu yang tahan terhadap air laut. Sebagai pijakan untuk memudahkan orang dalam bekerja, pada bagian atas rakit dilengkapi dengan papan. Agar dapat tetap mengapung rakit diberi pelampung yang terbuat dari styrofoam, yang berbentuk silinder dan

(18)

terbungkus plastik supaya lebih awet. Disamping itu dilengkapi pula dengan jangkar untuk menahan rakit agar tidak terbawa oleh gelombang atau arus air. Untuk menjaga sirkulasi air media pemeliharaan tetap baik, 1 unit rakit diisi dengan 4 jaring.

Bak untuk pemeliharaan induk atau pematangan gonad dapat terbuat dari beton. Bak berbentuk bulat, untuk memudahkan dalam pengumpulan telur dan sirkulasi air media akan lebih sempurna. Kapasitas bak minimal adalah 50 m3 dengan kedalaman 2,5–3,0 meter. Untuk keperluan dalam pengumpulan telur bak dilengkapi dengan bak penampung telur yang terletak tepat pada pipa pembuangan air yang di buat pada permukaan bak. Disamping pipa pembuangan pada permukaan yang berfungsi untuk mengeluarkan telur, juga harus dilengkapi pipa pembuangan yang terletak pada dasar bagian tengah untuk mengeluarkan kotoran dan pengeringan. Bak induk seluruhnya ditempatkan dalam ruang terbuka yang mendapatkan cukup cahaya matahari (Gambar 2).

(a) (b)

Gambar 2. Wadah Pemeliharaan Induk (a) bak beton, (b) KJA,

Gambar 3. Sketsa bak beton pemeliharaan induk Keterangan :

a. Pipa pemasukan b. Pipa pembuangan dasar c. Pipa pengeluaran telur d. Bak penampungan telur e. Pipa goyang

(19)

b. Akuarium Penetasan Telur

Penetasan telur dilakukan pada wadah berupa akuarium berkapasitas 100 liter. Akuarium berdimensi 60 cm x 40 cm x 40 cm (Gambar 4). Wadah penetasan ini berfungsi sebagai wadah penampungan telur sementara sebelum ditebar ke bak pemeliharaan larva. Telur hasil pemijahan induk dari jaring penampungan telur dipindahkan ke akuarium penetasan telur. Wadah penetasan telur diletakkan di dalam hatchery tepatnya di samping masing-masing bak pemeliharaan larva. Hal tersebut bertujuan memudahkan dalam penebaran setelah memasuki fase larva D0.

Gambar 4. Akuarium Penetasan telur c. Bak Pemeliharaan Larva

Larva kerapu bebek dapat dipelihara dalam bak yang terbuat dari pasangan bata/bak semen dengan kapasitas 10 m3 berbentuk persegi panjang dengan dimensi 5 m x 2 m x 1,25 m dan berjumlah 12 buah (Gambar 5). Bak pemeliharaan larva dilengkapi dengan pipa inlet berdiameter 1,5 inci berjumlah 1 buah untuk mengalirkan air laut yang telah disaring sebelum masuk ke bak pemeliharaan dan juga pipa outlet yang terletak bersebrangan yang berjumlah 1 buah dengan pipa berdiameter 3 inci. Selain itu juga terdapat pipa penyaluran oksigen, pipa utama penyaluran oksigen berdiameter 1,5 inci dan pipa sekunder berdiameter 1 inci.

Bak larva dilengkapi dengan bak panen yaitu bak kecil yang ditempatkan tepat dibagian pipa pembuangan untuk menampung benih sementara pada saat panen. Bak panen yang digunakan mempunyai ukuran 1 m x 0,5 m x 0,4 m.

(20)

d. Bak Pendederan

Bak pendederan adalah bak yang digunakan untuk mendederkan benih ikan hingga siap tebar. Bak pendederan terbuat dari bak semen dengan kapasitas 4 m3 yang berukuran 4 m x 1 m x 1,25 m berjumlah 12 buah (Gambar 6). Masing-masing bak pemeliharaan dilengkapi dengan 1 saluran inlet dengan pipa berdiameter 2 inci, saluran outlet dengan pipa berdiameter 3 inci. Selain itu juga dilengkapi dengan aerasi sebanyak 5 titik pada setiap bak. Bak berbentuk persegi panjang dengan dasar kemiringan kearah pembuangan yang bertujuan untuk memperoleh kebersihan sempurna pada saat pencucian serta dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pembuangan. Bak pendederan diberi pengatapan tetapi tanpa dilengkapi dinding bangunan. Pengatapan bertujuan untuk memberikan rasa nyaman bagi benih dan operator karena pada fase ini benih ikan kerapu membutuhkan waktu yang cukup lama pada saat penanganan seperti pemberian pakan dan grading, dengan demikian benih akan mendapat penanganan lebih intensif. Letak bak pendederan terletak berdekatan dengan bak pemeliharaan larva akan memudahkan pada saat pemindahan benih dari bak larva ke bak pendederan, yaitu dapat mengurangi stres pada benih karena pada saat ini benih masih rentan terhadap perubahan lingkungan. Hal ini bisa terjadi karena pada saat pemindahan benih dibawa menggunakan wadah terbatas tanpa aerasi sehingga pemindahan benih membutuhkan waktu singkat dan efisien.

Gambar 6. Bak Pendederan e. Bak Pakan Hidup

1. Wadah Kultur Fitoplankton

Sarana kultur pakan hidup yang diperlukan tidak hanya bak untuk kultur massal. Kultur pakan hidup terutama fitoplankton dilakukan secara bertingkat mulai kultur murni hingga kultur massal (Gambar 7). Untuk keperluan kultur murni diperlukan laboratorium agar tidak mudah terkontaminasi. Berbagai

(21)

kelengkapan yang diperlukan dalam laboratorium adalah wadah kultur yang berukuran 250 ml–5 liter. Selanjutnya dikultur dalam skala intermediet dalam akuarium yang bervolume 100 liter atau bak fiber berbentuk bulat berkapasitas 1 m3. Setelah itu kultur dilakukan semi masal pada bak fiber berbentuk bulat atau persegi dengan kapasitas 8-10 m3. Kemudian dikultur kembali secara masal pada bak beton berukuran 20 m x 5 m x 1,25 m dengan kapasitas 100 m3. Bak kultur masal dilengkapi saluran inlet dengan pipa berdiameter 2 inci dan saluran aerasi dengan pipa berdiameter ¾ inci yang diberi lubang dan diletakkan di dasar bak.

(a) (b) (c) Gambar 7. Wadah kultur skala lab (a), Skala semi massal (b), Skala missal (c)

2. Wadah Kultur Zooplankton

Wadah untuk kultu zooplankton yang diperlukan adalah bak berukuran 100–500 liter untuk kultur bibit. Bak dapat terbuat dari kaca (100 liter) atau fiberglass. Kultur dengan menggunakan wadah ini merupakan kultur tahap kedua setelah kultur murni dari laboratorium, sebagai bibit dalam kultur massal. Kultur masal rotifera (Branchionus sp.) menggunkan bak beton persegi panjang berukuran 6 m x 3 m x 1 m. Bak dilengkapi dengan saluran inlet berupa pipa PVC berdiameter 2 inci dan saluran outlet dengan pipa PVC berdiameter 3 inci yang dihubungkan langsung dengan wadah pemanenan rotifera yang berukuran 100 cm x 50 cm x 50 cm. Sistem pengaerasian sama seperti di bak pemeliharaan larva. Gambar wadah kultur zooplankton dapat dilihat pada gambar 8.

(a) (b) Gambar 8. Wadah kultur skala lab (a), skala massal (b)

(22)

f. Bak Tandon

Bak tandon yang digunakan untuk menampung air laut hasil penyaringan berbentuk empat persegi panjang berkapasitas 200 m3 yang dilengkapi dengan pipa inlet berukuran 8 inci dan pipa outlet berukuran 6 inci. Bak tandon juga diberi atap berupa asbes untuk mengurangi intensitas cahaya sehingga dapat menghambat pertumbuhan lumut (Gambar 9).

Gambar 9. Bak Tandon 2.3.1.2 Air dan Sistem Suplai

Air yang digunakan dalam kegiatan di BBPBL Lampung adalah air laut dan air tawar.

a. Air Laut

Kebutuhan air laut untuk menunjang seluruh kegiatan budidaya di BBPBL Lampung diambil dari perairan Teluk Hurun sejauh 250-300 m dari garis pantai yang dialirkan melalui pipa PVC yang berukuran 4 inci dengan menggunakan pompa berkekuatan 7,5 HP (Gambar 10). Distribusi air laut ke unit-unit budidaya dengan menggunakan pompa sentrifugal merek Niagara sebanyak 8 unit dan dioperasikan secara bergantian yang dapat menampung air laut sebanyak 100 m3/jam. Sebanyak 6 unit pompa digunakan untuk kegiatan pembenihan dan 2 unit pompa digunakan untuk kegiatan budidaya. Selain itu, terdapat 2 unit pompa sentrifugal yang berfungsi untuk memompa air laut dari bak tandon pada kegiatan budidaya ke bak-bak. Spesifikasi pompa dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Spesifikasi pompa air laut

Alat Merek Kapasitas

Pompa Sentrifugal Teco Induction Motor 7,5 HP; 5,5 kw; 50 Hz ; 12,1 A; 1450 rpm; AMB 40o; 380 v

Pompa Sentrifugal Mez Mohel Nice Czech

(23)

Gambar 10. Pompa sentifugal

Sebelum digunakan, air laut disaring dengan menggunakan sand filter terlebih dahulu (Gambar 11). Bahan penyaring yang digunakan adalah pasir kuarsa dengan diameter 0,75 mm. Perawatan sistem penyaringan yang dilakukan adalah pencucian balik yaitu mengalirkan dari arah berlawanan, agar partikel yang menempel pada pasir terlepas. Setelah melalui sand filter, air masuk ke dalam tandon, kemudian dialirkan ke masing-masing unit pembenihan melalui instalasi air laut. Distribusi air di BBPBL Lampung ada dua macam yaitu air langsung tanpa filter yang didistribusikan ke bak-bak induk selama 24 jam dan air tidak langsung (melalui filter) yang didistribusikan ke bak-bak pakan alami dan bak larva.

Gambar 11. Sand filter

b. Air Tawar

Sumber air tawar di BBPBL Lampung berasal dari sumur bor yang dipompa dan dialirkan ke tandon tempat penampungan air tawar yang berkapasitas 5 m3 (Gambar 12). Sumur bor berada sekitar 300 m dari balai ke arah desa Hanura. Air tawar kemudian dialirkan ke unit-unit pembenihan dan budidaya serta lingkungan balai melalui pipa distribusi air tawar. Menurut pegawai di BBPBL Lampung, air

(24)

tawar ini tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia karena mengandung Fe yang tinggi, dan salinitas dengan kadar 2-3 ppt.

Gambar 12. Tandon Air Tawar di BBPBL Lampung 2.3.1.3 Sistem Aerasi

Suplai oksigen di BBPBL Lampung berasal dari 6 unit root blower berkekuatan 7,5 KW dan 4 unit vortex blower yang digunakan secara bergantian. Sistematika penggunaannya yaitu 2 unit root blower didistribusikan ke unit pembenihan dan pendederan kerapu, 2 unit root blower didistribusikan untuk bak induk kerapu kertang, pembenihan kuda laut, pembenihan tripang, pembenihan kakap, dan pembenihan ikan badut, 2 unit blower dan 1 unit vortex blower didistribusikan untuk kegiatan kultur plankton, pembenihan kerapu bebek, laboratorium basah dan bak-bak penggelendongan pada unit kegiatan budidaya. Tabel 5. Spesifikasi Blower

Jenis Blower Merek Spesifikasi

Root blower Mezh Mohel Chezh Republik 5,5 kw; 7,5 HP; 50 Hz;1,6/6,7 A; 440 rpm; 380/660v

Root blower Show fu 5,5 kw; 7,5 HP; 50 Hz;1,6/6,7 A; 440

rpm; 380/660v

Ring blower Show fu 5 Hp; 50/60 Hz; 2400/380 rpm

Ring blower Blador Industrial Motor 5 Hp; 60 Hz; 3450 rpm

(a) (b)

Gambar 13. Sistem aerasi (a) Rumah blower (b) Blower

Udara dari blower didistribusikan melalui pipa distribusi aerasi berupa pipa PVC berukuran 1-2 inci dan dihubungkan dengan selang aerasi yang

(25)

dilengkapi dengan stopkran, yang ujungnya dipasangkan batu aerasi dan pemberat. Selang aerasi yang digunakan dari jenis selang plastik besar PE yang lentur sehingga tidak mudah pecah dan tahan terhadap panas.

2.3.2 Fasilitas Pendukung

Selain fasilitas utama, di BBPBL Lampung juga terdapat fasilitas pendukung yang mendukung kegiatan pembenihan dan pembesaran, seperti sumber tenaga listrik dan bangunan pendukung.

2.3.2.1 Energi

Kebutuhan tenaga listrik bersumber dari PLN sebesar 200 KVA dengan tegangan 220 Volt dan sebagai cadangan digunakan generator sebanyak 3 unit dengan kapasitas masing-masing 50 KVA dan 1 unit berkapasitas 125 KVA. Generator diletakkan di sebelah tenggara lahan Balai dan berdekatan dengan asrama dan musolah. Generator ini berfungsi agar kegiatan budidaya dapat berjalan meskipun mengalami gangguan listrik dari pusat (PLN). Ruang generator terletak di sebelah masjid BBPBL Lampung dan yang berdekatan dengan unit pembenihan ikan kerapu bebek. Bentuk generator di BBPBL Lampung dapat dilihat pada gambar 14.

(a) (b)

Gambar 14. Sumber listrik (a) Generator, (b) PLN 2.3.2.2 Bangunan

a. Perkantoran

Bangunan perkantoran utama merupakan tempat proses administrasi berlangsung yang berhubungan dengan internal maupun eksternal BBPBL meliputi Kepala Balai, Tata Usaha dan lain-lain. Gedung utama perkantoran memiliki luas sekitar 200 m2 sedangkan untuk gedung administrasi keuangan seluas 150 m2. Gedung perkantoran dapat dilihat pada gambar 15.

(26)

Gambar 15. Gedung perkantoran b. Perpustakaan

Bangunan perpustakaan merupakan tempat peletakan dokumen atau dokumentasi bahan-bahan pustaka mengenai kegiatan di BBPBL, literatur, dan koleksi buku serta administrasi mengenai informasi tentang BBPBL, yang memiliki luas sekitar 200 m2.

Gambar 16. Perpustakaan c. Laboratorium

 Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan (Keskanling)

Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan seluas 50 m2 terdiri dari laboratorium histopatologi dan parasitologi. Kegiatan di laboratorium ini antara lain melakukan diagnosa penyakit ikan melalui jaringan dan diagnosa penyakit yang disebabkan oleh parasit. Laboratorium Mikrobiologi bertugas mendiagnosa obat bagi penyakit yang menyerang ikan. Laboratorium PCR/Virologi digunakan sebagai tempat untuk mendiagnosa penyakit berdasarkan pada pemeriksaan materi genetik penyebab infeksi virus.

(27)

Gambar 17. Laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan

 Laboratorium Kualitas Air

Laboratorium ini sebagai tempat untuk mengukur dan menganalisis parameter kualitas air, melakukan riset dan kontrol kualitas air untuk menunjang kegiatan pembenihan dan budidaya komoditas air laut.

Gambar 18. Laboratorium Kualitas Air

 Laboratorium Pakan Buatan

Laboratorium pakan buatan sebagai tempat untuk memproduksi pakan buatan, pengembangan riset formulasi pakan untuk kegiatan budidaya.

Gambar 19. Laboratorium Pakan Buatan

 Laboratorium Fitoplankton

Laboratorium ini sebagai tempat untuk memproduksi pakan alami fitoplankton untuk kegiatan pembenihan. Produksi pakan alami yang

(28)

dilakukan meliputi kegiatan isolasi, kultur murni, semi massal hingga kultur massal.

Gambar 20. Laboratorium Fitoplankton

 Laboratorium Zooplankton

Laboratorium zooplankton sebagai tempat untuk memelihara dan memproduksi zooplankton untuk menunjang keberhasilan kegiatan pembenihan, meliputi isolasi, kultur murni, semi massal, dan massal.

Gambar 21. Laboratorium Zooplankton

d. Fasilitas lain

Beberapa fasilitas lain (Gambar 22) yang terdapat di BBPBL Lampung seperti, masjid seluas 154 m2, Koperasi Mina Bahari, auditorium (Aula pertemuan seluas 400 m2), fasilitas olahraga seluas 200 m2, wisma tamu sebanyak 2 unit, rumah jaga sebanyak 2 unit, mess operator sebanyak 44 unit, mobil kayawan 1 unit, kapal laut 1 unit, asrama dan lainnya.

(29)

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 22. Fasilitas Lain (a) kapal laut, (b) mobil karyawan, (c) Masjid, (d) Fasilitas olahraga, (e) Auditorium, (f) Asrama

(30)

III. KEGIATAN PEMBENIHAN

3.1 Pemeliharaan Induk 3.1.1 Persiapan Wadah

Bak induk yang akan digunakan harus didisinfeksi terlebih dahulu dengan kaporit 100 ppm. Kaporit dicampur dengan air dan diaduk sehingga tersuspensi kemudian disiramkan pada dinding bak sampai semua sisi bak terkena kaporit. Selanjutnya dinding dibilas dengan air laut dan disikat hingga kotoran, lumut, dan teritip yang menempel pada dinding dan dasar bak bersih (Gambar 23). Untuk menghilangkan residu kaporit dan membuang kotoran yang telah lepas, dilakukan penyiraman atau pembilasan dengan air bersih. Pemberian kaporit bertujuan untuk menghilangkan dan membunuh patogen yang dapat merugikan kegiatan budidaya ikan kerapu bebek. Setelah dibilas bak dikeringkan selama 24 jam, lalu diisi air sampai batas pembuangan melalui pipa pelimpasan dan diberi aerasi. Persiapan wadah pemeliharaan dilakukan setiap 1-2 bulan sekali pada saat akan memijahkan ikan.

Gambar 23. Pencucian wadah induk 3.1.2 Penebaran Induk

Penebaran induk dilakukan setelah proses persiapan wadah pemijahan. Induk dipindahkan dari wadah penampungan sementara ke dalam wadah pemijahan induk. Induk-induk yang dipijahkan adalah induk yang sudah matang gonad sehingga perlu dilakukan seleksi induk terlebih dahulu (Gambar 24). Seleksi induk dilakukan sebeleum bulan gelap tiba. Untuk membedakan jantan dan betina dapat dilakukan dengan melihat ciri primer dan sekunder. Ciri primer dapat dilihat dari alat kelaminnya dimana untuk jantan bila distripping akan mengeluarkan cairan sperma berwarna putih susu, sedangkan induk betina yang

(31)

siap memijah ditandai dengan lubang genitalnya yang berwarna kemerahaan dengan perut yang membesar dan lembek karena adanya telur di dalam perutnya.

Gambar 24. Seleksi induk kerapu bebek

Jumlah induk yang ada di BBPBL adalah 26 ekor yang terdiri dari 13 induk jantan dan 13 induk betina. Jumlah induk yang akan dipijahkan ada 13 pasang induk. Induk betina mempunyai bobot antara 1,5 – 2,5 kg/ekor sedangkan induk jantan mempunyai bobot antara 3,0 – 4,5 kg/ekor. Induk yang digunakan merupakan induk F1 yang telah dikembangkan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Induk ditebar dengan kepadatan 1-2 ekor/m3. Aklimatisasi dilakukan dengan cara memasukkan induk secara perlahan-lahan ke dalam bak pemijahan.

3.1.3 Pemberian Pakan

Pakan yang diberikan sangat berpengaruh terhadap kematangan gonad dan kualitas telur yang dihasilkan. Pakan yang baik harus mempunyai syarat tepat mutu, jumlah dan waktu. Menurut Elliot (1979), perkembangan gonad pada induk terjadi jika terdapat kelebihan energi untuk pemeliharaan tubuh. Induk yang dipelihara diberi pakan berupa pakan ikan segar atau ikan rucah seperti ikan kuniran, ikan tanjan, ikan selar, ikan laying, dan cumi-cumi yang mempunyai kandungan protein tinggi. Pemberian protein yang tinggi sangat penting bagi induk ikan, karena protein merupakan sumber energi utama dibanding karbohidrat dan lemak. Menurut Mustahal (1995) pada umumnya ikan membutuhkan pakan berkadar protein berkisar antara 20–60%. Pemberian pakan dilakukan secara ad satiation atau sampai kenyang yaitu berkisar antara 1–3 % dari total berat tubuh ikan atau sekitar 5 kg/hari. Sebelum diberikan keinduk pakan rucah dibuang insang dan isi perutnya sedangkan cumi dibersihkan cairan tintanya dan dibuang kotorannya. Frekuensi pemberian pakan satu kali sehari pada pagi atau sore hari.

(32)

Untuk menjaga kualitas pakan ikan rucah tetap terjaga, maka pakan rucah disimpan dalam freezer (Gambar 25).

Gambar 25. Freezer tempat penyimpanan pakan ikan rucah

Tabel 6. Jadwal Pemberian Pakan Induk Kerapu Bebek

Hari Jadwal Pemberian Pakan

Senin Cumi-cumi + Vitamin E

Selasa Ikan Rucah

Rabu Ikan Rucah

Kamis Cumi-cumi + Premium C Akuatik

Jumat Ikan Rucah

Sabtu Ikan Rucah

Minggu Ikan Rucah

(a) (b)

Gambar 26. Pakan segar untuk induk induk (a) ikan kuniran, (b) cumi-cumi

Selain pemberian pakan ikan segar, untuk untuk merangsang pembentukan dan pematangan gonad serta meningkatkan kualitas telur yang dihasilkan maka dilakukan pengkayaan nutrisi berupa penambahan vitamin E dan Premium C akuatik (Gambar 27). Vitamin E yang digunakan adalah Natur E dengan dosisi 100 IU dan multivitamin dengan jenis Premium C akuatik denga dosis 50 mg/kg induk. Pemberian Natur E dan Premium C akuatik dilakukan sebanyak satu kali dalam seminggu. Vitamin E diberikan setiap hari Senin dan multivitamin diberikan setiap hari Kamis. Natur E dan multivitamin diberikan dalam bentuk

(33)

kapsul dengan cara memasukkan kapsul ke dalam ikan rucah setelah itu baru diberikan ke induk kerapu.

(a) (b)

Gambar 27. Vitamin untuk induk (a) Vitamin E, (b) Premium C akuatik 3.1.4 Pengelolaan Kualitas Air

Air yang digunakan untuk pemeliharaan induk berasal dari air laut langsung tanpa melewati proses penyaringan dan penampungan terlebih dahulu dalam tendon. Air langsung dialirkan melalui pipa paralon berdiameter 4 inci dengan sistem air mengalir (flow water). Pengolahan kualitas air untuk pemeliharaan induk hanya dengan perganttian air secara terus menerus selama 24 jam hingga 200 – 300%. Hal ini bertujuan agar kualitas air dalam bak pemeliharaan induk tetap baik. Pembuangan air dilakukan setiap pagi hari melaui saluran outlet pada bagian dasar sehingga kotoran yang mengendap dapat langsung terbuang dan menjelang sore diisi kembali dengan menutup outlet. Pembersihan bak dilakukan dengan cara menurunkan air sampai kedalaman 100 cm dari dasar bak kemudian dasar bak disikat dari pinggir atas bak dengan menggunnakan sikat yang diberi tangkai panjang. Dasar bak pemeliharaan induk disikat setiap tiga hari sekali dengan cara mendorong lumpur yang terdapat didasar bak kearah tengah bak sehingga kotoran akan terbuang dengan sendrinya akibat kekuatan arus yang keluar (Gambar 28). Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan oksigen, maka oksigen disuplai dari aerasi kuat yang dipasang disekeliling bak sebanyak 8 titik.

(34)

Berikut ini merupakan kisaran nilai kualitas media pemeliharaan induk ikan kerapu bebek.

Tabel 7. Kisaran nilai kualitas air media pemeliharaan induk ikan kerapu bebek

No Parameter Hasil Pengukuran

1. Suhu (°C) 28 – 32 2. Salinitas (‰) 30-32 3. Kesadahan(Mg/l) 80 – 120 4. Ph 7-8 5. DO (Mg/l) 6,5 – 7,5 6. Amonia (Mg/l) 0,02 - 0,1

Gambar 28. Penyikatan dasar kolam 3.1.5 Pengelolaan Kesehatan

Induk yang akan dipijahkan harus benar-benar sehat, hal ini akan berpengaruh dalam proses pemijahan dan penentuan kualitas telur yang akan dihasilkan oleh induk tersebut. Penyakit pada induk ikan kerapu juga digolongkan menjadi dua golongan yaitu penyakit patogenik dan non patogenik. Penyakit patogenik dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa maupun metazoa. Sedangkan faktor non patogen antara lain lingkungan perairan, biotoksin, polutan, rendahnya mutu pakan dan akibat penggunaan bahan kimia dalam penanganan penyakit. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain adalah pengelolaan kualitas air, mengurangi penanganan yang kasar terhadap induk, pemberian pakan yang cukup, serta mencegah penyebaran organisme penyebab penyakit.

Penyakit parasiter dapat disebabkan oleh parasit golongan protozoa maupun metazoa. Berdasakan letak serangannya parasit digolongkan menjadi dua yaitu endoparasit (menyerang pada organ dalam tubuh) dan ektoparasit (menyerang bagian luar tubuh). Penyakit parasiter yang biasa menyerang pada induk tertera pada tabel 8.

(35)

Tabel 8. Jenis parasit yang menyerang induk ikan kerapu (Kurniastuty et al., 2004)

Jenis Parasit serangan Lokasi Penanganan

Isopoda Insang, rongga mulut dan tenggorokan Tidak ada senyawa yang efektif, penanganan dilakukan dengan pengambilan parasit secara manual. Pseudorhabdosinocus sp. Haliotrema sp. Diplectanum sp. Benedenia sp. Neobenedenia sp. Insang Insang Insang Kulit Kulit Perendaman :

Hidrogen peroksida 150 ppm selama setengah jam

Oodonium sp. Insang, kulit. 125 mg Copper Sulfat/m3 air.

Cryptocaryon sp Insang Hidrogen peroksida 150 ppm

selama setengah jam

Trichodina sp Insang Hidrogen peroksida 150 ppm selama

setengah jam

Penyakit Bakterial pada ikan kerapu sebagian besar disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif. Serangan oleh bakteri tahan asam sangat jarang ditemukan di perairan Lampung. Bakteri tahan asam yang biasa menyerang adalah Mycobacterium marinum.

Penanganan penyakit oleh bakteri dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa antibakterial yang sesuai. Desinfektan mutlak diperlukan dalam rangka eradikasi bibit kuman pada fasilitas budidaya. Infeksi pada permukaan tubuh cukup ditangani melalui perendaman dengan antiseptik, sedangkan untuk infeksi sistemik dan saluran pencernaan dilakukan melalui pakan. Penggunaan antibiotik yang sesuai untuk penanganan penyakit bakterial sangat tergantung pada tingkat resistensi kuman terhadap masing-masing antibiotik. Pada tabel 9 tercantum penyakit bakterial pada induk kerapu.

Tabel 9. Penyakit Bakterial Pada Induk

Nama Penyakit

Penggolongan agen penyakit berdasarkan pewarnaan

gram Pengobatan

Streptococcosis Bakteri gram positif Antibiotik spesifik gram positif (Contoh : Erytromycin, Colystin) Vibriosis

Pasteurellosis Aeromoniasis Pseudomoniasis

Bakteri golongan gram negatif Antibiotik spesifik gram positif (Contoh : Oxolinic acid)

Infeksi campuran Antibiotik spektrum luas (contoh : Ampicillin, Enrofloxacin) atau kombinasi 2 antibiotik/lebih yang kompatibel (Contoh : Ampicillin-Colistin, Erythromycine-Doksisiklin)

(36)

Penyakit viral yang utama pada ikan adalah penyakit yang disebabkan oleh Iridovirus dan Nodavirus. Iridovirus menyerang pada ikan-ikan berukuran besar dan dapat menyebabkan kematian. Serangan Nodavirus pada induk tidak mematikan, namun demikian sangat mematikan terhadap larva yang dihasilkan. Penyakit oleh Nodavirus lebih dikenal dengan VNN (Viral Nervous Necrosis). Upaya penanggulangan penyakit viral dapat dilakukan dengan mengeliminasi induk yang terinfeksi.

Penyakit non patogenik dapat disebabkan oleh perubahan lingkungan perairan budidaya maupun pakan. Penyakit oleh lingkungan perairan budidaya lebih dikenal dengan istilah Water Quality Diseases, sedangkan penyakit karena faktor pakan disebut sebagai Penyakit Nutrisi (Nutritional Diseases). Penyakit oleh lingkungan perairan dapat berupa alkalosis, acidosis, Gas bubble diseases, dan keracunan (baik oleh biotoksin yang dikeluarkan oleh plankton atau senyawa kimia polutan).

Penyakit Nutrisi sering terjadi pada induk, terutama induk-induk hasil budidaya. Penyakit yang sering muncul adalah penyakit defisiensi dan lipoid liver diseases. Lipoid liver diseases terkait dengan rendahnya kualitas pakan dan defisiensi vitamin E. Akibat lebih lanjut penyakit ini adalah terjadinya sirosis hati. Untuk mencegah terjadinya penyakit dapat dilakukan dengan pemberian vitamin E secara teratur dan senyawa antioksidan metabolik dalam pakan. Defisiensi beberapa vitamin dapat dilakukan dengan pemberian multivitamin dalam pakan sekali dalam setiap bulan.

3.1.6 Pematangan Induk

Salah satu faktor yang menunjang keberhasilannya proses pemijahan adalah kematangan gonad induk yang akan dipijahkan baik itu induk jantan maupun induk betina. Pematangan gonad induk di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung dilakukan dengan pemberian pakan ikan rucah dan cumi yang ditambah dengan pemberian Vitamin E 100 IU dan Premium C Akuatik 50 mg/kg induk untuk mempercepat pematangan gonad dan diberikan satu minggu sekali, untuk vitamin E diberikan pada hari senin dan vitamin C pada hari kamis, hal ini sesuai dengan pendapat Sudaryanto, et al (1999) yang menyatakan kualitas pakan yang diberikan pada induk kerapu tikus sangat berpengaruh terhadap

(37)

tingkat kematangan gonad, sehingga pakan merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan bagi keberhasilan dari suatu kegiatan pematangan gonad atau fekunditas dan daya tetas/visitas telur. Untuk tujuan pematangan gonad maka induk dapat diberi makanan berupa ikan segar dari jenis-jenis antara lain cumi-cumi, layang, selar, tanjan, japuh, lemuru. Selain pakan induk juga dapat diberikan multivitamin (A, B, C , E) hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan vitamin disamping yang sudah terdapat dalam pakan.

Pemberian vitamin E (Nature E) bertujuan untuk memperlancar kerja fungsi-fungsi sel kelenjar dengan memacu fungsi hormon GTH serta meningkatkan ketahanan tubuh, menjaga kesehatan induk, mempercepat kematangan gonad dan meningkatkan kualitas telur. Pemberian multivitamin premium C Akuatik berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan, mengatasi stres dan meningkatkan nafsu makan.

3.1.7 Sampling Kematangan Gonad

Sampling kematangan gonad dilakukan sebelum pemijahan yaitu saat menjelang bulan gelap. Biasanya pengamatan tingkat kematangan gonad dilakukan setiap sebulan sekali. Pemeriksaan kematangan gonad untuk induk betina dilakukan dengan metode kanulasi yaitu memasukkan selang keteter berdiameter 1 mm ke dalam lubang genital sedalam 5 – 10 cm lalu dihisap dan dicabut secara perlahan-lahan. Ciri-ciri induk betina matang gonad yaitu telur yang terambil mudah dipisahkan satu sama lain, transparan, berbentuk bulat, dan berdiameter 700 mikron. Selain itu, cirri induk betina yang matan gonad jika diamati lubang genitalnya berwarna kemerah-merahan. Sedangkan induk jantan distripping yaitu mengurut bagiann perut secara kea rah lubang genital. Induk jantan matang gonad ditandai dengan sperma yang berwarna putih susu dan kental.

3.2 Pemijahan Induk

Induk ikan kerapu secara alami mempunyai musim pemijahan 6–8 kali/tahun (Shapiro 1987). Namun di BBPBL lampung mampu memijah sebanyak 12 kali/tahun melalui rekayasa lingkungan. Untuk menjaga kualitas telur yang dihasilkan maka induk dipijahkan setiap 2 bulan sekali. Berikut merupakan proses

(38)

pemijahan induk kerapu bebek di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung.

3.2.1 Persiapan Wadah

Persiapan wadah untuk pemijahan sama dengan persiapan wadah untuk pemeliharaan induk, karena bak pemijahan dan bak pemeliharaan dibuat menjadi satu. Pada awal bulan mulai dipasang wadah pengumpul telur (egg collector) dengan ukuran waring 300 mikron yang dipasang di bibir outlet pelimpasan air dalam bak penampungan berbentuk segiempat yang berukuran 2 m x 1,5 m x 1,25 m. Sebelum digunakan, waring terlebih dahulu dicuci dengan air tawar dan kemudian dijemur di bawah sinar mata hari. Setelah wadah penampung telur dijemur kemudian dipasang pada sore hari.

3.2.2 Teknik Rangsangan dan Pemijahan

Teknik rangsangan dan pemijahan ikan kerapu bebek dapat dibagi menjadi dua yaitu pemijahan dengan sistem manipulasi lingkungan dan dengan sistem hormonal. Teknik pemijahan yang lebih sering digunakan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung adalah pemijahan alami dengan sistem rangsangan manipulasi lingkungan yaitu dengan teknik penjemuran dan sistem air mengalir. Hal ini dipilih karena mempunyai beberapa keuntungan antara lain kualitas telur yang baik, pemulihan kondisi induk cepat, serta tidak membutuhkan hormon yang mahal.

Manipulasi lingkungan dilakukan dengan cara menurunkan permukaan air pada pagi hari dan menaikkan air pada sore hari (Gambar 29). Proses penurunan air ini bertujuan untuk menaikkan suhu air sekitar 2 – 3 oC dan suhu akan menurun kembali setelah dilakukan pengisian air baru pada sore hari. Sebagai salah satu parameter lingkungan, suhu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap proses reproduksi (Fujita 1992). Kondisi inilah yang menunjang proses pemijahan yang akan terjadi. Proses manipulasi lingkungan tersebut dilakukan pada akhir bulan gelap kurang lebih satu minggu sebelum musim pemijahan (tanggal 25 pada penanggalan Arab atau Jawa) sampai awal bulan terang atau sampai induk memijah.

(39)

Gambar 29. Penurunan air dan penjemuran bak pemijahan 3.2.2 Penghitungan dan Pemanenan Telur

Induk kerapu yang telah memijah akan mengeluarkan telur di malam hari. Ikan kerapu bebek betina mempunyai fekunditas sebanyak 200.000 – 500.000 butir telur (Fujita 1992). Telur akan ditampung dalam wadah egg collector berukuran 300 µm yang dipasang di bibir outlet air pada sore hari (Gambar 30). Proses pemanenan telur dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB (Gambar 31). Telur yang tertampung di egg collector dikumpulkan dan dimasukan ke dalam akuarium yang diberi aerasi, kemudian dilakukan penghitungan jumlah telur untuk mengetahui berapa banyak telur yang dihasilkan.

Gambar 30. Egg collector

(40)

Perhitungan jumlah telur dilakukan dengan metode sampling, yaitu mengambil contoh telur (Gambar 32). Pengambilan contoh telur dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan gelas ukur bervolume 5 ml kemudian dirata-ratakan dan dikalikan dengan volume wadah . Jumlah telur kerapu bebek yang dihasilkan selama praktik lapangan dapat dilihat pada tabel 10.

Setelah jumlah total telur yang dihasilkan telah dihitung selanjutnya dilakukan pengendapan telur selama 10-15 menit. Telur yang tidak menetas akan mengendap didasar wadah dan berwarna putih susu. Telur yang baik akan mengapung atau melayang pada permukaan air, berwarna transparan, berbentuk bulat, kuning telur berada ditengah berdiameter 850–950 mikron. Telur yang tidak menetas dibuang dengan cara disipon. Setelah itu jumlah telur dihitung kembali untuk mengetahui derajat pembuahannya (Fertilization rate). Data derajat pembuahan telur kerapu bebek dapat dilihat pada tabel 10. Berdasarkan praktik lapangan yang telah dilakukan derajat pembuahan telur kerapu bebek berkisar antara 1,59% - 91,3%.(Lampiran 6)

Telur yang telah dimasukan ke dalam wadah penetasan diberi aerasi dan dibiarkan hingga menetas kurang lebih selama 17-19 jam. Telur yang telah menetas menjadi larva dihitung derajat penetasannya (hatching rate). Data derajat penetasan telur terdapat pada tabel 10. Berdasarkan praktik lapangan yang telah dilakukan diketahui jumlah telur yang menetas menjadi larva berkisar antara 19,1% - 93,6%.(Lampiran 6)

(41)

Selama proses pemeliharaan induk dari tanggal 27 Juni 2011 hingga 6 Agustus 2011 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung terjadi pemijahan sebanyak sembilan.

Berikut tabel produksi telur ikan kerapu bebek selama bulan praktik lapang. Tabel 10. Produksi telur ikan kerapu bebek bulan Juni-Agustus 2011

Tanggal Jumlah telur (butir) FR HR Jumlah larva (Ekor) Keterangan

30-06-2011 01-07-2011 02-07-2011 04-07-2001 05-07-2011 06-07-2011 07-07-2011 27-07-2011 30-07-2011 61.333 414.000 1.086.000 1.056.000 258.600 976.000 101.300 828.000 325.000 39,1% 89,86% 68.07% 52,7% 1,59% 25,4% 56% 91,3% - - 52,5% 19,1% 82,1% - 89% - 93,6% - - 195.300 141.000 457.000 - 221.000 - 708.000 - Tidak menetas Di tebar Di tebar Di tebar Tidak menetas di tebar Tidak menetas Di tebar Tidak menetas Total 5.106.233 33,7% 1.722.300

Berdasarkan data produksi telur ikan kerapu bebek selama bulan Juni hingga Agustus 2011 total telur sebanyak 5.106.233 butir. Total telur yang di hasilkan termasuk cukup banyak dengan jumlah telur telur yang menetas menjadi larva sebanyak 1.722.300 ekor atau sekitar 33,7%. Namun untuk satu kali siklus larva yang dihasilkan sebanyak 1.014.300 ekor.

Telur yang belum terbuahi memiliki ciri-ciri berwarna putih susu, tidak mengapung di permukaan air ketika diambil, dan akan mengendap perlahan ketika sore hari, sedangkan ciri-ciri telur yang telah dibuahi adalah melayang di permukaan air, transparan, diameter telur seragam, dan terdapat lapisan minyak. Mustamin et al. (2004) menambahkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemijahan induk ikan kerapu. Pertama adalah faktor teknis yang meliputi penanganan induk, seleksi induk dan metode yang digunakan. Kedua adalah faktor non teknis yang meliputi musim pemijahan, letak geografis dan kondisi lingkungan dimana induk berada.

(42)

3.3 Penetasan Telur 3.3.1 Persiapan Wadah

Penetasan telur ikan kerapu bebek di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung dilakukan dalam wadah berupa akuarium yang bervolume 100 L. Akuarium yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan air bersih. Akuarium yang sudah bersih diletakkan berdekatan dengan bak pemeliharaan larva. Selanjutnya akuarium diisi air laut bersih dan diberi aerasi yang kuat.

3.3.2 Inkubasi Telur

Selama inkubasi telur, telur diberi aerasi yang tidak terlalu kuat agar telur tidak mati. Telur yang baik yaitu berwarna bening transparan dan melayang, sedangkan telur yang jelek berwarna putih keruh dan tenggelam di dasar (Gambar 33). Inkubasi ini dilakukan sampai telur menetas. Telur akan menetas setelah 17-19 jam (Embriogenesis ikan kerapu pada lampiran 2). Berikut merupakan tabel perkembangan telur kerapu.

Tabel 11. Perkembangan Embrional Kerapu

Fase Waktu perkembangan(jam )

Pembuahan telur 1 sel 2 sel 4 sel 8 sel 16 sel 32 sel

64 sel (multi sel) Morula

Blastula Grastula

Embriyonic shield cover ½ yolk Embriyonic shield cover ¾ yolk Neurula

Embriyonic body with 6 myomere Embriyonic body about ½ yolk

Embriyonic body with optiv lobe, 16 myomere Auditory vessicle appeared

Pembentukan lensa optik dan otolit Pergerakan pertama Denyut jantung Menetas 00.00 00.40 01.00 01.15 01.30 0145 02.00 02.25 02.50 03.30 05.45 07.00 08.00 08.10 10.30 11.30 12.30 14.30 14.55 15.55 17.05 19.05 Sumber : Hassa dan Carlos (1993).

(43)

Berikut merupakan gambar perbedaan antara telur kerapu bebek yang terbuahi dan yang tidak terbuahi.

(a) (b)

Gambar 33. Telur kerapu bebek yang tidak terbuahi (a) dan yang terbuahi (b) 3.3.3 Penghitungan Daya Tetas Telur dan Pemanenan Larva

Larva akan menetas setelah diinkubasi dalam akuarium. Setelah larva dalam akuarium telah menetas maka larva siap untuk ditebar ke dalam bak pemeliharaan larva. Larva yang telah menetas akan melayang di kolom dan permukaan air, gerakan pasif, berwarna putih transparan, cenderung mengapung dipermukaan dan mempunyai panjang badan total antara 1,69 – 1,79 mm. Larva yang telah menetas di akuarium dibersihkan terlebih dahulu sebelum ditebar ke dalam bak pemeliharaan larva. Aerasi diangkat secara perlahan dan kemudian didiamkan selama 5-10 menit agar telur yang tidak menetas mengendap di dasar akuarium lalu disipon (Gambar 34).

Gambar 34. Penyiponan telur yang tidak menetas

Sebelum ditebar ke dalam bak pemeliharaan larva, telur yang telah menetas dihitung derajat penetasannya (hatching rate) dengan cara mengambil sampling seperti yang dilakukan pada saat perhitungan jumlah telur. Telur yang baru menetas dianggap sebagai hari ke 0 (D0). Jumlah telur yang menetas menjadi larva berkisar antara 19,1% - 93,6%. Data derajat penetasan telur terdapat pada tabel 10.

(44)

3.4 Pemeliharaan Larva dan Benih 3.4.1 Persiapan Wadah

Pemeliharaan larva dilakukan menggunakan bak yang terbuat dari beton dengan kedalaman 1-1,25 m dan kapasitas 10 m3. Bak berbentuk segiempat dengan sudut-sudut pada bak dibuat melengkung agar tidak ada sudut mati. Untuk mencukupi atau memenuhi kebutuhan oksigen, bak pemeliharaan dilengkapi dengan aerasi sebanyak 18 buah.

Sebelum digunakan, bak pemeliharaan larva beserta peralatan yang akan dipakai (selang aerasi, batu aerasi dan lain-lain) harus disterilkan dengan perendaman dalam larutan kaporit 100 ppm. Bak yang akan digunakan untuk pemeliharaan harus bersih dan terhindar dari penyakit. Sterilisasi bak dilakukan dengan penyikatan permukaan bak menggunakan deterjen, kemudian pembilasan dengan air bersih. Selain itu dilakukan penyikatan selang dan batu aerasi serta pembersihan screen net yang terdapat pada outlet. Semua peralatan yang berhubungan dengan pemeliharaan dilakukan pencucian untuk menghindari adanya penyakit. Kemudian bak yang telah dibersihkan dikeringkan selama satu hari dan selanjutnya dilakukan pengisian air 60% dari volume bak.

3.4.2 Penebaran Larva

Larva yang telah menetas ditebar di dalam bak pemeliharaan larva ukuran 10 m3 dengan ketinggian air 1 meter di dalam ruang tertutup, dengan kepadatan maksimal 15 – 20 ekor/liter pemeliharaan. Larva yang telah diambil dari bak inkubasi dipindahkan dengan hati-hati ke dalam bak pemeliharaan untuk mencegah terjadinya stres pada larva. Pemasukan larva di dalam bak pemeliharaan dilakukan dengan memasukkan ember dengan perlahan ke dalam bak. Kemudian secara perlahan larva ikan kerapu bebek dikeluarkan dari ember (Gambar 35). Penebaran larva dilakukan di dekat aerasi dan dibeberapa titik pada bak.

Jumlah larva yang dihasilkan selama praktik lapang yaitu sebanyak 1.722.300 ekor. Larva-larva yang telah menetas ditebar ke dalam bak pemeliharaan. Larva yang menetas mempunyai panjang badan total antara 1,69 – 1,79 mm. Penebaran larva dilakukan dari jam 19.00 WIB – 20.00 WIB. Larva ditebar ke dalam 6 bak pemeliharaan dengan kepadatan 20 ekor/liter sehingga

(45)

total larva yang ditebar sebanyak 1.200.000 ekor dan sisa telur ditebar ke alam sebagai upaya restocking.

Gambar 35. Penebaran Larva 3.4.3 Pemberian Pakan

Metode pemberian pakan untuk pemeliharaan larva dilakukan secara ad libitum atau pakan selalu tersedia dalam wadah pemeliharaan larva. Larva D.1 pada media pemeliharaan diberi fitoplankton dari jenis Nannochloropsis, Dunaliella sp atau Tetraselmis sp. Akan tetapi yang sering digunakan adalah Nannochloropsis dengan kepadatan 2–4x105 sel/ml. Pemberian fitoplankton dalam bak larva dimaksudkan sebagai penetral kualitas air terhadap gas beracun dan sebagai pakan rotifera yang ada dalam bak pemeliharaan. Keberadaan fitoplankton ini dipertahankan hingga larva D.20. Menurut Watanabe (1978), rotifera (Brachionus plicatilis) yang dikultur dengan Nannochloropsis mengandung 0,1– 0,4% 18:3 ω3; 24,1 – 27,7% 28:5 ω3 dan 0,5% 22:6 ω3.

Gambar 36. Pemberian pakan alami untuk larva

Pakan awal larva kerapu adalah pakan hidup yaitu rotifera yang diberikan pada larva D.3. Kepadatan pakan yang diberikan sebanyak 10-15 ind/ml. Rotifera diberikan hingga larva D.20. Kepadatan rotifera dicek setiap 2 jam sebelum penambahan rotifera untuk menghindari blooming rotifera yang berdampak terhadap persaingan oksigen dan bertambahnya hasil metabolisme serta pembusukan rotifera yang mati. Walaupun rotifera masih hidup, jika tidak segera

(46)

dimakan oleh larva kandungan nutrisinya akan menurun dan apabila termakan oleh larva maka kebutuhan nutrisi larva tidak terpenuhi. Oleh karena itu rotifera diberikan beberapa kali dalam sehari dan sebelum diberikan, rotifera tersebut diperkaya dengan Nannochloropsis. Disamping rotifera, mulai larva D.7 larva dapat ditambahkan nauplii kopepod sebagai difersivikasi pakan. Saat larva berumur D.1-D.8 diberikan minyak ikan atau minyak cumi sebanyak 1 ml/m3 bertujuan untuk mengurangi tingkat kematian larva mengapung. Pada larva D.10–D.25 ditambahkan pakan hidup yang berupa naupli Artemia dengan kepadatan 3–10 ind/ml. Naupli Artemia yang diberikan diperkaya terlebih dahulu dengan multivitamin atau asam lemak tak jenuh seperti Easy DHA selco, lama perendaman 4–6 jam dengan kepadatan 100–200 ekor/ml. Pemberian naupli Artemia dilakukan setiap hari pada pagi, siang dan sore hari. Disamping itu mulai larva D.15 dapat diberikan pakan buatan (powder) dengan merek dagang love larva (Gambar 38). Pemberian pakan buatan dilakukan sedikit demi sedikit dan diamati setiap 1 jam sekali, apabila pakan terlihat habis ditambahkan lagi. Pakan buatan yang diberikan ukurannya berbeda-beda sesuai dengan bukaan mulut larva. Pemberian pakan buatan dilakukan terus sampai larva menjadi benih. Gambar 37 adalah skema pemberian pakan selama pemeliharaan larva.

--- Pakan Buatan --- ---Naupli Artemia --- --- Rotifera --- --- Nannochloropsis --- Hari 0 5 10 15 20 25 30 Gambar 37. Skema Jadwal Pemberian Pakan pada Larva Kerapu

(a) (b) (c)

(47)

3.4.4 Pengelolaan Kualitas Air

Selain pemberian pakan, faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengelolaan kualitas air media pemeliharaan larva. Pengelolaan kualitas air yang baik dan terkontrol pada media pemeliharaan larva merupakan salah satu faktor penunjang dalam keberhasilan kegiatan pembenihan. Larva akan stres dan mudah terserang penyakit jika kualitas air pada media pemeliharaan buruk. Kualitas air media pemeliharaan larva senantiasa diusahakan tetap optimum untuk hidup dan pertumbuhan larva. Sebelum larva ditebar media larva harus dalam kondisi steril dan bebas bahan-bahan yang berbahaya bagi larva. Air yang digunakan sebelumnya telah dilakukan treatment secara fisik menggunakan Sand filter dan filter bag serta secara kimia dengan ozonisasi dan sinar UV (Gambar 39) sehingga diperoleh air yang berkualitas baik dan bebas penyakit. Penyiponan dilakukan setelah larva D.20 atau dengan melihat kondisi dasar bak pemeliharaan larva, apabila sudah kotor maka dilakukan penyiponan. Penyiponan ditujukan untuk membuang sisa hasil metabolisme, pakan buatan yang tidak termakan dan kotoran lain yang mengendap di dasar bak pemeliharaan.

Gambar 39. Sand filter, UV,dan ozonisasi

Pergantian air mulai dilakukan pada larva D.8–D.15 sebanyak 25%. Pergantian air semakin meningkat dengan bertambahnya umur larva. Setelah larva berumur 15–25 hari, pergantian air dilakukan sebesar 50% dan selanjutnya pergantian air dilakukan sebanyak 100% setelah larva berumur 25–30 hari dengan cara air mengalir secara perlahan sepanjang hari. Pengecekan kualitas air untuk pemeliharaan larva tercantum dalam tabel 12.

Gambar

Gambar 1. Struktur organisasi BBPBL Lampung
Tabel 1. Jumlah Pegawai BBPBL Lampung Berdasarkan Ruang/Golongan  No  Status  Golongan  Jumlah  I  II  III  IV  1  PNS  6  54  61  8  129  2  CPNS  -  -  4  -  4  3  Tenaga Kontrak  -  -  -  -  8  Jumlah  6  54  65  8  141
Gambar 7. Wadah kultur skala lab (a), Skala semi massal (b), Skala missal (c)
Gambar 10. Pompa sentifugal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian atraktan (taurin dan tepung cumi) untuk meningkatkan pemanfaatan tepung darah sampai level 12% dalam pakan buatan

Hal ini berarti nilai oksigen terlarut pada perairan Pulau Tegal sangat baik untuk mendukung keadaan budidaya ikan kerapu bebek karena ikan kerapu dapat hidup

Hal ini berarti nilai oksigen terlarut pada perairan Pulau Tegal sangat baik untuk mendukung keadaan budidaya ikan kerapu bebek karena ikan kerapu dapat hidup

(2008) yang menyatakan bahwa ikan Kerapu Bebek yang dipelihara dengan sistem keramba jaring apung dengan padat tebar 200 ekor/8 m 3 (25 ekor/m 3 ) dan diberi pakan ikan

Dengan ini saya menyatakan laporan tugas akhir yang berjudul Pembenihan dan Pembesaran Ikan Bawal Bintang Trachinotus blochii di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut, Lampung

Pakan induk yang diberikan dapat berupa ikan rucah (tembang, selar, tunjam, japuh), cumi-cumi atau tongkol dengan konversi 3-6 % per hari dari total biomas.. Pemberian pakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian atraktan (taurin dan tepung cumi) untuk meningkatkan pemanfaatan tepung darah sampai level 12% dalam pakan buatan

Hal ini berarti nilai oksigen terlarut pada perairan Pulau Tegal sangat baik untuk mendukung keadaan budidaya ikan kerapu bebek karena ikan kerapu dapat hidup