• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN PEMBENIHAN IKAN KERAPU MACAN DI INDONESIA oleh Mayunar *)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN PEMBENIHAN IKAN KERAPU MACAN DI INDONESIA oleh Mayunar *)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Oseana, Volume XVIII, Nomor 3 : 95 - 108

ISSN 0216-1877

PERKEMBANGAN PEMBENIHAN IKAN KERAPU MACAN

DI INDONESIA

oleh

Mayunar

*)

ABSTRACT

HATCHERY DEVELOPMENT OF FLOWER COD GROUPER, IN

INDONESIA. Epinephelus fuscoguttatus (family Serranidae) commonly known as

flower cod grouper in English, and Kerapu Macan in Indonesian, is widely distributed

in the Western Pacific, Indian Ocean and Southeast Asia. In Indonesia waters this

species is a common target fish for fisherman and considers to be a desirable fish for

culture. Kerapu macan is commercially one of the most important fish-species and

highly esteems as food fish in Singapore, Hongkong, Taiwan, and Indonesia.

Furthermore, nsincen this species seems suitable for culture of floating net-cages and

pen-cultured, the development of hatchery technique is essential to produce large

supplies of fries. Hatchery study of this species has been started since 1987 in

Bojonegara Research Station for Coastal of Aquaculture. The paper describes the

management and maturation of broodstock, spawning techniques, fecundity, fertilization

and hatching rate, larvalrearing and fries production in Bojonegaran Research Station.

PENDAHULUAN

Sejalan dengan perkembangan usaha

budidaya laut (pembesaran) dalam keramba jaring

apung, jaring tancap dan tambak, secara langsung

kebutuhan akan benih juga semakin meningkat.

Pengumpulan benih dari alam tidak dapat

diandalkan untuk memenuhi kebutuhan

pembesaran, karena sangat dipengaruhi oleh

musim, lokasi dan kondisi alam yang kurang

menguntungkan disamping kelangsungan hidup

larva sampai ukuran benih masih sangatrendah.

Berdasarkan hal ini, Sub balai Penelitian

Perikanan Budidaya Pantai Bojonegara - Serang,

sejak tahun 1987 sudah mulai merintis

pembenihan beberapa ikan laut diantaranya :

beronang (Siganus javus, S. guttatus, S.

canaliculatus), kakap putih (Lates calcarifer),

kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus),

kerapu lumpur (E. suillus) dan kerapu sunu

(Plectropomus maculatus).

Diantara jenis ikan laut diatas, kerapu

macan merupakan salah satu jenis kerapu yang

potential untuk dibudidayakan serta memiliki nilai

ekonomis yang cukup tinggi terutama di pasar

Singapura, Hongkong, Taiwan, Malaysia dan

bahkan Indonesia. Harga ikan kerapu ukuran

konsumsi (3OO-1.5OO g) bervariasi menurut

(2)

jenis, lokasi dan waktu. Misalnya di Riau, harga

per kilogram ikan kerapu sunu (Plectropomus

sp.) adalah Rp. 24.000,- Kepulauan Seribu

(Rp. 12.000,) dan Karimunjawa (Rp. 6.000,-),

sedangkan kerapu macan di Kabupaten Serang,

Jakarta dan Kepulauan Seribu berkisar Rp.

10.000-15.000,- (ANONYMOUS 1991).

Usaha budidaya ikan kerapu di

Indonesia pertama kali dirintis oleh nelayan

Kepulauan Riau pada tahun 1978 dengan

sistem tancap (pen-cage culture) dengan

sasaran pasar Singapura. Dewasa ini, karena

permintaan makin meningkat, budidaya ikan

kerapu terus berkembang di Kepulauan Seribu,

Kep. Karimunjawa, Sulawesi Selatan,

Kalimantan Timur dan bahkan Nusa Tenggara

(ANONYMOUS 1993). Namun

perkem-bangan lanjut dari usaha budidaya kerapu

terhambat akibat pasok benih yang tidak

mencukupi atau sangat terbatas, bersifat

musiman dan sulit ditangkap.

Produksi ikan kerapu di Indonesia

cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Pada tahun 1984, hasil tangkapan tercatat

9.285 ton dan tahun 1991 sebanyak 16.197

ton, sedangkan untuk ekspor meningkat dari

57 ton pada tahun 1988 menjadi 85 ton pada

tahun 1991 (ANONYMOUS 1993). Daerah

penangkapan ikan kerapu meliputi hampir

disemua perairan Indonesia dan terbesar

meliputi Sumatera Utara, Sulawesi Selatan,

Sulawesi Tenggara, Maluku, Riau, Aceh,

Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Timur.

Mengingat permintaan pasar domestik

dan intemasional akan kerapu yang makin

meningkat dan belum diimbangi dengan

produksi hasil tangkapan, maka usaha

pembesaran (budidaya) akan semakin penting

dimasa datang. Menyadari hal-hal diatas dan

untuk usaha pengembangannya, penulis

mencoba memberikan sedikit gambaran atau

informasi tentang perkembangan pembenihan

ikan kerapu macan dalam kurun 4 tahun

terakhir (1990-1993). Dalam tulisan ini

disajikan mengenai pemeliharaan dan

pematangan induk, pemijahan alami dan

rangsangan, pembuahan dan penetasan telur,

perkembangan embryo, pemeliharaan larva,

pakan dan cara pemberiannya serta produksi

benih.

PEMELIHARAAN INDUK,

PEMUAHAN DAN PEMBUAHAN

Pemeliharaan dan Pematangan Induk

Pemilihan induk yang tepat dan baik

merupakan salah satu kunci menuju

keberhasilan dalam pematangan dan

pemijahan. Induk yang diperoleh dari alam

diseleksi menurut ukurannya serta memenuhi

syarat antara lain : harus sehat, tidak cacat,

ukuran seragam dan matang gonad. Pada

umumnya induk jantan memilikki ukuran

lebih besar dari betina, karena induk jantan

berasal dari betina dewasa yang mengalami

perubahan kelamin (change sex).

Induk-induk hasil seleksi dipelihara

dalam bak beton (concrete tank) volume 5,10

dan 30 m

3

, kepadatan 2-10 ekor dengan berat

tubuh (BW) 3,1-11,5 dan panjang (TL) 52-79

cm (Tabel 1). Makanan yang diberikan dapat

berupa ikan rucah (tembang, selar, japuh,

tunjam), cumi-cumi, ikan tongkol dan jenis

lainnya dengan konversi 3-6 % per hari dari

total biomas. Tempat pemeliharaan dilengkapi

aerasi dan harus dijaga dalam keadaan bersih

dengan jalan disipon setiap harinya serta

dengan sistem air mengalir (pergantian air

100-150 % per hari).

(3)

Tabel 1. Pematangan induk ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus dengan berbagai pakan

(4)

Kualitas dan kuantitas pakan merupakan faktor

yang penting untuk memproduksi induk dalam

keadaan sehat dan bermutu. Defisiensi nutrien

terutama asam amino, vitamin dan mineral

menyebabkan perkembangan telur terhambat

dan akhirnya terjadi kegagalan ovulasi atau

pemijahan (WAYNOROVICH & HORVATH

1980 dalam HARDJAMULIA 1988).

Pertumbuhan gonad terjadi jika terdapat

kelebihan energi untuk pemeliharaan tubuh,

sedangkan kekurangan gizi dapat

me-ningkatkan oocyt (telur) mengalami atresia

sehingga mempunyai oocyt yang matang.

Selain bak atau tangki, ikan kerapu

yang agak kecil dapat dijadikan induk dan

harus dipelihara dengan baik. Ikan ukuran

kecil dari 2,5 kg dapat dipelihara dalam

jaring 2x2x2 m atau 3x3x3 m dengan

kepadatan 20-50 ekor. Selama pemeliharaan,

makanan yang diberikan dapat berupa ikan

rucah, cumi-cumi atau ikan tongkol serta

jenis lainnya dengan konversi 3-6 % per hari

dari toatal biomas. Untuk menjaga sirkulasi

air, setiap bulan jaring harus diganti atau

dibersihkan. Ukuran induk betina yang dapa t

digunakan untuk pemijahan minimal 2,5 kg

dan induk jantan 5,4 kg. Selanjutnya

kematangan telur dapat ditentukan dengan

metoda kanulasi, sedangkan kematangan

sperma selain kanulasi juga bisa dengan

pengurutan (stripping). Telur yang matang

memiliki ukuran seragam, bundar, tidak

melekat dan rata-rata diameter diatas 400

mikron, sedangkan sperma berupa cairan putih

kental seperti susu.

Teknik Pemijahan

Secara umum, metode pemijahan

dapat dibagi 3 yaitu : pemijahan alami (natural

spawning), pengurutan (stripping atau artificial

fertilization) dan penyuntikan (induced

spawning). Pemijahan alami dapat dilakukan

dalam bak terkontrol (captivity), sedangkan

pijah rangsang umumnya menggunakan

hormon HGG (Human Chorionic

Gonadotro-pin), HCG plus Puberogen, LHRHa

(Luteinizing Hormone Releasing Hormone

Analoque), CPH (Carp Pituitary Hormogenate)

dan Iain-lain.

Sejak tahun 1990-1992, pemijahan ikan

kerapu macan (E. fuscoguttatus) masih

mengandalkan dari hasil pemijahan alami dan

pada tahun 1993 disamping alami juga dicoba

melalui rangsangan (Induced spawning)

menggunakan hormon HCG dan HCG plus

Puberogen. Penyuntikan hormon dapat

dilakukan melalui daging (intramuskular),

selaput diriding perut (intraperitonial), rongga

dada (chest cavity) dan melalui tempurung

kepala (intracranial). Suntikan secara

intracranial daya reaksinya cepat tetapi

dianggap kurang aman, demikian juga secara

intraperitonial. Cara yang paling umum

digunakan orang adalah intramuskular dan

chest cavity.

Dalam hal ini, penyuntikan ikan kerapu

macan (E. fuscoguttatus) dilakukan secara

intramuskular dibawah sirip dorsal (soft

dor-sal fin). Hormon yang disuntikan adalah

HCG atau HCG plus Puberogen dengan dosis

400-1.000 IU/kg dan 100-150 IU/kg berat

badan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

penggunaan HCG untuk induk betina minimal

450 IU/kg dan induk jantan 500 IU/kg berat

badan (MAYUNAR et. al 1993).

Pemijahan alami dalam bak/tangki

pemeliharaan biasanya berlangsung sama

seperti pada pemijahan yang terjadi diperairan

terbuka, namun untuk ikan kerapu macan

belum banyak data rinci baik di Indaonesia

maupun negara lain di dunia. Hasil

pengamatan di Subalitkandita

Bojonegara-Serang ternyata bahwa ikan kerapu macan

(5)

dapat memijah secara alami dalam bak

terkontrol volume 5, 10 dan 30 m

3

. Selama 4

tahun pengamatan (1990-1993), ikan kerapu

macan dapat memijah 3-7 bulan (musim)

dalam setahun, dimana musim, jumlah dan

mutu telur yang dihasilkan bervariasi pada

setiap pengamatan (Tabel 2).

Dari hasil pengamatan terlihat adanya

perubahan musim pemijahan, namun secara

keseluruhan berkisar 3-7 bulan per tahun dan

begitu juga puncak pemijahan. Penggunaan

wadah yang lebih banyak memungkinkan

ikan untuk memijah sepanjang tahun, hal ini

terlihat pada pengamatan tahun 1990,

sedangkan pada tahun 1991-1993 hanya

berkisar 3-4 bulan (Tabel 2). Adanya

perubahan musim pemijahan dapat disebabkan

oleh perubahan kondisi perairan serta faktor

lingkungan lainnya. Menurut LOUBENS

(1980) dalam SHAPIRO (1987), kematangan

gonad dan musim pemijahan ikan kerapu

tergantung pada species dan kondisi

perairannya. Misalnya Epinephelus guttatus

(di Jamaica) terjadi antara bulan

Desember-April (puncaknya Januari dan Februari),

sedangkan di Bermuda terjadi antara Mei-Juli

(puncakanya Juni). Selanjutnya di Kaledonia

Baru, pemijahan Epinephelus maculatus, E.

microdon, E. fasciatus dan E. merra terjadi

antara bulan September-Februari dengan

puncaknya Nopember dan Desember.

SHAPIRO (1987) menyatakan,

beberapa species ikan kerapu dapat memijah

(spawning) 6-8 bulan/tahun dan pada

umumnya 1-5 bulan, dimana pemijahan awal

(pre spawning) 1-2 bulan/tahun. Perhitungaii

waktu pemijahan didasarkan pada siklus bulan

lunar (lunar cycle), misalnya Epinephelus

tauvina memijah hari 13-27, E. striatus hari

14-18 dan E. merra pada hari 3-4 siklus bulan

lunar. Selanjutnya pada ikan kerapu macan,

Epinephelus fuscoguttatus, pemijahan terjadi

pada akhir bulan sampai minggu pertama

bulan baru (MAYUNAR et al. 1993).

(6)

Tabel 2. Pemijahan alami ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus dalam

bak terkontrol dari tahun 1990-1993.

(7)

Fekunditas dan Frekuensi Pemijahan

Pemijahan ikan kerapu macan dalam

kelompok (group mating) dengan jumlah

induk betina 3-7 ekor (BW = 3.3-11.5 kg)

dan induk jantan 2-5 ekor (BW = 5.4-10.7

kg) dapat menghasilkan telur 4-48 juta butir

per musim (bulan) atau 3-9 juta/ekor.

Diam-eter gelembung minyak (oil globule) 191-241

mikron. SHAPIRO (1987) melaporkan Jumlah

telur yang dihasilkan oleh satu ekor induk

kerapu batina tergantung pada bobot dan

species. Misalnya Epinephelus guttatus

(90.000-3.365.000), E. morio

(312.000-5.735.000) dan E. diacanthus

(63.000-233.000). Selanjutnya BOUAIN & SIAU

(1983) menyatakan, telur yang dihasilkan

oleh induk kerapu betina bertambah sejalan

dengan meningkatnya bobot. Misalnya E.

aeneus

y

pada BW = 1.4-3.7 kg dapat

menghasilkan telur 600.000-1.900.000,

sedangkan pada BW = 8.6-11.8 kg berkisar

6.000.000-12.5000.000 butir.

Selanjutnya jumlah telur hasil pijah

rangsang berkisar 1,3-3,3 juta butir dengan

ukuran induk 5,1-5,8 kg, dimana jumlah telur

yang dihasilkan lebih sedikit dari pemijahan

alami. MAYUNAR et al. (1991b) melaporkan,

pemijahan alami ikan kerapu macan, £.

fuscoguttatus ukuran 3-6 kg dapat

menghasilkan telur 2-6 juta butir, sedangkan

ukuran 5,9-11,5 kg berkisar 3-9 juta butir

(MAYUNAR et al. 1993).

Frekuensi pemijahan induk kerapu

macan yang diberi pakan ikan tembang

berkisar 2-5 kali, cumi-cumi 3 kali, campuran

ikan tembang dan cumi-cumi 2-6 kali,

campuran ikan tongkol dan cumi-cumi 2-4

kali. Selanjutnya campuran ikan tembang,

ikan tongkol dan cumi-cumi 3-4 kali.

MAYUNAR (1991a, 1991b, 1993)

melaporkan, berdasarkan jumlah telur dan

frekuensi pemijahan, ikan kerapu macan E.

fuscoguttatus, memijah lebih efektif dalam

bentuk kelompok (group mating) daripada

berpasangan (pair mating). Seterusnya juga

dikatakan bahwa jenis dan mutu pakan induk

sangat berpengaruh terhadap produksi telur,

derajat pembuahan, derajat penetasan dan

frekuensi pemijahan.

Pembuahan dan Perkembangan Embryo

SUMANTADINATA (1988)

me-nyatakan, pada ikan pembuahan terjadi diluar

tubuh (external fertilization) yakni suatu proses

penggabungan garnet jantan dan betina untuk

membentuk zygot. Penggabungan inti

(nukleus) kedua macam garnet tersebut

merupakan puncak daripada pembuahan

(karyogami). Pada waktu sperma memasuki

telur melalui mikropil, berlangsunglah

pembelahan meiosis kedua pada telur. Pada

meiosis kedua ini setengah bagian kromosom

dilepas sebagai polar body II dan tempatnya

akan diisi oleh kromosom dari spermatozoa,

yang akhirnya telur memiliki kromosom

dip-loid.

Telur yang telah dibuahi mengapung

dipermukanan, bentuknya bundar, permukaan

licin, transparan dan berdiameter 816-935

mikron, sedangkan gelembung minyak (oil

globule) 191-241 mikron. Telur yang dibuahi

ditempatkan dalam bak penetasan yang

sebelumnya sudah diisi air laut bersih dengan

salinitas 30-34 ppt dan diaerasi secukupnya.

Setelah telur dibuahi, 43 menit

ke-mudian dimulai perkembangan embryo.

Dimulai dari stadium 1 sel, 2 sel, 4 sel, 8 sel,

16 sel, 128 sel (many cell), morula, blastula

dan gastrula dan kemudian meningkat menjadi

embryo yang sudah berkepala serta memiliki

(8)

bola mata dan tunas ekor. Beberapa menit

kemudian jantungnya mulai berfungsi, ekomya

tumbuh dan badannya mulai bergerak-gerak

sampai akhirnya telur itu menetas. Secara

keseluruhan, waktu inkubasi telur ikan kerapu

macan berkisar 16-22 jam pada suhu air

28-30 °C dan salinitas 32-34 ppt (MAYUNAR et

al. 1991b).

HUSSAIN et al. (1975) melaporkan,

pembelahan pertama pada telur ikan kerapu

lumpur, E. tauvina, terjadi 40 menit setelah

telur dibuahi (2 sel), stadium 8-32 sel (5,5

jam), morula (15-16 jam), gastrula (18-29

jam), embryonik (23 jam) dan menetas 26-35

jam pada suhu air 27-30 °C.

Selain kualitas telur, faktor lain yang

berperanan dalam penetasan telur ikan kerapu

macan adalah salinitas, temperatur, gerakan

air dan luas permukaan wadah (MAYUNAR

1991). Selanjutnya dikatakan bahwa derajat

penetasan telur kerapu macan berkurang

dengan turunnya salinitas. Selanjutnya

HUSSSAIN & HlGUCHI (1980) melaporkan,

penetasan telur kerapu lumpur pada suhu

27-30 °C lebih cepat daripada 23-25 °C.

PEMELIHARAAN DAN

PERKEMBANGAN LARVA

Pemeliharaan Larva

Pemeliharaan larva kerapu macan

dilakukan dalam bak/tangki fiberglass

berbentuk persegi panjang (rectangular) dan

bulat (circular) dengan volume 0,5; 1,0; 3,0

dan 10 m

3

. Bak-bak diisi air laut bersih dan

diberi aerasi secukupnya. Larva yang

dipelihara bisa langsung dari telur yang sudah

diseleksi atau telur diinkubasi terlebih dahulu

dan setelah menetas baru dipindahkan ke bak/

tangki pemeliharaan.

Untuk menekan peningkatan kadar

amonia, kedalam tangki pemeliharaan larva

diinokulasikan Chlorella atau Tetraselmis.

Kepadatan yang ideal untuk Chlorella adalah

50 x 10

4

sel/ml dan untuk Tetraselmis 5 x 10

4

sel/ml. Chlorella dan Tetrasemis juga

berfungsi sebagai pakan rotifer di dalam

tangki pemeliharaan (ANONYMOUS 1985).

Pembersihan tangki harus dilakukan

secara periodik dengan menggunakan sipon.

Larva berumur 7-10 hari, dasar tangki harus

dibersihkan setiap 2 hari, sedangkan larva

berumur diatas 10 hari pembersihan dasar

tangki dilakukan setiap hari. Umur larva

dibawah 7 hari tidak memerlukan pergantian

air, umur 7-10 hari pergantian air 10-30 %,

umur 10-20 hari (20-40 %), umur 20-35 hari

(50-75 %) dan umur 35 hari keatas pergantian

air 75-100 %. Pergantian air tidak boleh

dilakukan sekaligus, tetapi sedikit demi sedikit.

Disamping hal-hal diatas tidak kalah

pentingnya adalah pengelolaan mutu air dalam

bak/tangki pemeliharaan seperti salinitas,

temperatur, oksigen terlarut, intensitas cahaya,

amonia dan nitrit. Menurut BOYD &

LINCHOPLER (1975) pertumbuhan ikan baik

pada temperatur 25-35 °C, pH 6,5-9,0 dan

oksigen terlarut diatas 5 ppm. Selanjutnya

REDJEKI & MAYUNAR (1991) menyatakan,

salinitas yang baik untuk pemeliharaan larva

kerapu macan, E. fuscoguttatus, berkisar

25-30 ppt, sedangkan temperatur 27-33 °C

(PURBA & MAYUNAR 1990).

Pakan dan Cara Pemberiannya

Jasad pakan yang diberikan pada larva

kerapu macan, E.fuscoguttatus adalah rotifer,

artemia, trochopore (telur tiram), copepoda,

udang rebon atau daging ikan (trash fish).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema

dibawah ini.

(9)

Larva yang baru menetas mempunyai

persediaan kuning telur yang cukup besar,

namun diserap dengan cepat dan habis 87 jam

setelah penetasan (umur 3-4 hari), sedangkan

gelembung minyak (oli globule) habis diserap

setelah 94 jam (umur 4 hari). Selanjutnya

larva mulai membuka mulut 55 jam setelah

penetasan dan mulai memakan rotifer setelah

62 jam (umur 3 hari).

Menurut SUNYOTO et al. (1990) dan

WASPADA et al. (1991) kepadatan jasad

pakan yang diberikan tergantung pada umur

larva. Larva umur 3-7 hari diberikan rotifer

5-10 ind./ml dan trochopoore 5 ind./ml,

sedangkan umur 7-15 hari diberikan (10-15

ind./ml), umur 15-40 hari (15-25 ind./ml).

Selanjutnya artemia mulai diberikan pada

umur 15 hari (0,2-1,0 ind./ml) dan terus

ditambah saat pemberian rotifer dikurangi.

Seterusnya paada larva umur 25 hari dapat

diberikan copepoda dari alam dan umur 35-

60 hari selain artemia dan copepoda juga

diberikan daging ikan (trash fish) atau udang

rebon.

Selanjutnya MAYUNAR et al. (1991c)

melaporkan bahwa pemberian ransum/pakan

2 kali/hari memiliki kelangsungan hidup dan

pertumbuhan larva yang lebih baik bila

dibandingkan dengan frekuensi pemberian

1,3 atau 4 kali/hari.

Pertumbuhan dan Perkembangan Larva

Larva yang baru menetas (newly

hatched) berukuran 1,34-1,64 mm dengan

kuning telur (yolk) 0,88 mm panjang dan

tinggi 0,66 mm, sedangkan gelembung minyak

memiliki diameter 0,20 mm. Larva tumbuh

cepat dalam 24 jam pertama setelah

me-netas, kemudian laju pertumbuhannya

menurun sampai hari ke 8 dan setelah itu

pertumbuhannya eksponensial.

(10)

Kuning telur dan gelembung minyak

merupakan makanan cadangan (pertama)

setelah penetasan. Kuning telur habis diserap

87 jam ( umur 3-4 hari) setelah penetasan,

sedangkan gelembung minyak 94 jam( umur

4 hari). Larva mulai membuka mulut 55 jam

setelah penetasan dan mulai memakai rotifer

setelah 69 jam. Selanjutnya pembentukan

pigmentasi mata secara lengkap terjadi setelah

62 jam penetasan (KOHNO et al. 1990).

Posisi larva dalam air sebagian besar

mendatar (horizontal) dan kadang-kadang

vertikal dengan kepala dibawah serta berenang

secara lambat. Selanjutnya larva mulai aktif

berenang pada umur 9 hari dan umur 10 hari

sebagian besar larva berada dipertengahan air

(midle layer) dan hanya sebagian kecil

disudut-sudut. Pada siang hari umumnya larva

berkelompok dan malam hari menyebar

keseluruh wadah, sehingga untuk menghitung

kepadatan dan kelangsungan hidup larva

sebaiknya dilakukan pada malam hari.

Larva umur 1-3 hari masih berwarna

pucat dan berangsur-angsur menjadi kehitaman

dan umur kurang lebih 10 hari mulai tumbuh

sirip dorsal pertama yang bentuknya panjang

seperti antene, sedangkan metamorphosa

diperkirakan terjadi pada umur 21-24 hari.

Dalam waktu 50-60 hari larva berubah menjadi

benih, bergerak aktif dan tumbuh dengan

cepat. Karena ikan kerapu macan bersifat

kanibal, maka perlu dilakukan seleksi atau

penyortiran. Seleksi bisa dimulai pada minggu

kelima (umur 35 hari) dengan menggunakan

saringan berbagai ukuran, sehingga berbagai

ukuran benih dapat dipisahkan dengan

mudah.

Panjang larva (TL) yang baru menetas

berkisar 1,34-1,64 mm, umur 2 hari (D-2)

2,77 ± 0,063 mm, D-5 = 2,79-2,91 mm, D-10

= 2,98-3,26 mm, dan umur 28-30 hari 11,86-

13,75 mm (MUCHARI et al. 1991).

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva

dipengaruhi oleh faktor dalam (genetis, umur,

jenis) dan faktor luar yang sebagian besar

dipengaruhi oleh mutu air dan kepadatan

serta jumlah dan kualitas pakan yang

diberikan.

Produksi Larva dan Benih

Secara alami, produksi benih ikan

kerapu ukuran larva sampai ukuran

gelondongan (fingerling) masih sangatrendah.

HOUDE (1990) dalam AKATSU et al. (1982)

melaporkan bahwa larva ikan laut memiliki

toleransi yang tinggi terhadap perubahan

salinitas, tetapi salinitas juga merupakan salah

satu faktor pembatas terhadap kelangsungan

hidup dan pertumbuhan larva. Kendala yang

sering ditemui di dalam pembenihan kerapu

macan adalah masih tingginya kematian larva,

sedangkan produksi benih masih terbatas

dalam skala kecil (laboratorium).

Kematian larva pertama (masa kritis)

cukup tinggi pada saat pergantian sumber

nutrisi dari dalam tubuh (endogenous) ke

sumber nutrisi luar tubuh (exogenous) yang

berlangsung pada umur 3-5 hari, sedangkan

kekurangan sumber nutrisi terjadi pada hari

ke 2/3 sampai hari ke 7/8.

Pemijahan pertama kerapu macan, E.

fuscoguttatus dalam bak terkontrol di

Subalitkandita Bojonegara-Serang terjadi pada

tahun 1990, penelitian pemeliharaan larva

kerapu macan kembali diintensifkan dan

merupakan keberhasilan pertama di dunia

seperti halnya kerapu merah, E. akaara di

Jepang (FUKUHARA & FUSHIMI 1988)

dan kerapu malabar, E. malabaricus di

Thailand (PREDALUMPABURT &

TANVILA 1988).

(11)

Teknik pemeliharaan larva dengan

penerapan pemberian pakan tepat waktu, jumlah

dan mutu (Tabel 3) ternyata mampu

menghasilkan larva umur 35 hari dalam jumlah

cukup memadai. namun tingkat kanibalisme

yang tinggi pada umur 35-40 hari serta sarana,

tangki dan pelindung (shelter) yang kurang

memadai mengakibatkan tingginya mortalitas

sampai menjadi benih

(D50-60). Sampai saat ini terdapat lebih

kurang 50 ekor calon induk (BW = 1,5-2,0 kg)

hasil pemijahan tahun 1990, 200 ekor (100-200

g) hasil pemijahan tahun 1992 dan 150 ekor

(25-50 g) hasil pemijahan tahun 1993.

Diharapkan benih tersebut dapat dijadikan

induk setelah 4-5 tahun, sehingga pembenihan

kerapu macan dapat dilakukan lebih berhasil saat

permintaan pasar akan benih meningkat.

Tabel 3. Produksi larva dan benih ikan kerapu macan, E. fuscoguttatus pada

(12)

KESIMPULAN

Teknik produksi benih kerapu macan

skala laboratorium sudah tersedia, namun

masih perlu pengembangan lebih lanjut untuk

produksi benih secara massal. Berdasarkan

pengamatan terhadap beberapa kegiatan

pembenihan, pemeliharaan larva kerapu macan

termasuk kegiatan yang sulit dilaksanakan.

Kebutuhan akan nutrisi yang baik dan lengkap,

pertumbuhan sirip dorsal dan pectoral yang

lebih cepat dari pertumbuhan badan, serta

sifat kanibalisme yang tinggi memerlukan

penanganan khusus dibanding larva ikan

lainnya.

Berdasarkan hal-hal yang telah dibahas

diatas, maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

1. Ukuran minimal induk betina untuk

pemijahan adalah 2,5 kg dan induk jantan

5,4 kg, dapat dipelihara dalam bak/tangki

atau jaring apung.

2. Pakan induk yang diberikan dapat berupa

ikan rucah (tembang, selar, tunjam, japuh),

cumi-cumi atau tongkol dengan konversi

3-6 % per hari dari total biomas.

3. Pemijahan alami dengan ukuran induk

3,1-11,5 kg dapat menghasilkan telur 3-9

juta butir/ekor, sedangkan hasil pijah

rangsang 1,3-3,3 juta/ekorr.

4. Hormon yang digunakan untuk pijah

rangsang adalah HCG dengan dosis 450-

1500 IU/kg (betina) dan 500-750 IU/kg

berat badan (jantan) atau dapat meng-

gunakan HCG plus Puberogen.

5. Pemberian pakan bagi larva kerapu harus

dilakukan tepat waktu, jumlah dan mutu

untuk mencegah kematian massal,

sedangkan kematian akibat kanibalisme

paling tinggi terjadi pada umur 35-40

hari.

6. Jasad pakan yang diberikan pada larva

kerapu macan selama pemeliharaan adalah

rotifer, trochopore, artemia, copepoda,

daging ikan dan udang rebon.

7. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup

larva sangat dipengaruhi oleh suhu air,

salinitas, kepadatan, intensitas cahaya,

volume dan warna tangki serta jumlah dan

mutu jasad pakan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

ANONYMOUS. 1985. Pembenihan ikan laut.

Sen ke Delapan. Kerjasama Subalitkandita

Bojonegara-Serang dengan JICA : 20 pp.

ANONYMOUS. 1991. Laporan bulan

September 1991 Puslitbang Perikanan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perikanan, Departemeen Pertanian : 27

pp.

ANONYMOUS. 1993. Statistik perikanan

Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan,

Departemen Pertanian : 73 pp.

AKATSU, S., K.M. AL-ABDUL-ELAH., N.

GHAZAL and S.K. TENG. 1982. Effects

of salinity and water temperature on

larval rearing and fingerling production

of hamoor, Epinephelus tauvina. Annual

Research Report, Kuwait Institute for

Scientific Research : 56-59.

BOYD, C.E. and L. LINCHOPLER. 1979.

Water qualiity management in pond fish

culture. Series No.22. Auburn University.

Alabama : 30 pp.

BOUABSf, Y and Y. SIAU. 1983. Observation

of the female reproductive cycle and

f e c und ity o f thr e e of g rou p er

(Epinephelus) from the Southeast Tunisia

Seashores. Mariculture Biology, 73 :

210-220.

(13)

FUKUHARA, O and FUSHIMI. 1988. Fin

inferentation and squemation of artificial

reared grouper, Epinephelus akaaca.

Aquaculture, 69 : 379-386.

HARDJAMULIA, A. 1988. Penyediaan induk

untuk usaha pembenihan ikan air tawar.

Seminar Pembenihan Ikan dan Udang,

Bandung 5-6 Juli 1988 : 26 pp.

HUSSAIN, N. , M. SAIF and M. UKAWA.

1975. On the culture of grouper,

Epinephelus tauvina (Foskal).Kuwait

Institute for Scientific Research : 17pp.

HUSSAIN, N.A. and M. HIGUCHI. 1980.

Larval rearing and development of the

brown spotted grouper, Epinephelus

tauvina (Forskal). Aquaculture, 19 : 339

-350.

KOHNO, H. , S. DIANI. , P. SUNYOTO. ,

B. SLAMET and P.T. IAMNTO. 1990.

Earlydevelopmental events associated with

changeover of nutrient sources in the

grouper, Epinephelus fuscoguttatus, larvae.

Bull. Pen. Perikanan Special Edition 1 :

51 -64.

MAYUNAR. 1991. Daya penetasan telur

kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus,

pada berbagai salinitas dari hasil pemijahan

alami dan penyuntikan. Bull. Pen.

Per-ikanan, Special Edition 2 : 59 - 66.

MAYUNAR. , P.T. IMANTO. , S. DIANI

dan T. YOKOKAWA. 1991a. Pemijahan

ikan kerapu macan, Epinephelus

fuscoguttatus. Bull. Pen. Perikanan,

Special Edition 2 : 15-22.

MAYUNAR. , S. DIANI dan B. SLAMET.

1991b. Fekunditas, derajat pembuahan dan

derajat penetasan telur ikan kerapu macan,

Epinephelus fuscoguttatus, yang diberi

ransum berbeda. J. Penel. Budidaya Pantai 1

(2) : 1-9.

MAYUNAR., S. REDJEKI dan S.

MUR-TININGSIH. 1991c. Pemeliharaan larva

kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus,

dengan berbagai frekuensi pemberian

ransum rotifer. J. Penel. Budidaya Pantai 1

(2) : 35-41.

MAYUNAR., S. DIANI dan B. SLAMET.

1993. Pemijahan alami ikan kerapu macan,

Epinephelus fuscoguttatus, dalam bak

terkontrol dengan berbagai perbandingan

pakan ikan rucah dan cumi-cumi. Laporan

penelitian Subalitkandita Bojonegara :

11pp.

MAYUNAR., B. SLAMET and S. DIANI.

1993. Pemijahan ikan kerapu macan,

Epinephelus fuscoguttatus, dengan

rangsangan hormon. Laporan penelitum

Sub Balitkandita Bojonegara : 10 pp.

MUCHARI., A. SUPRIATNA., R. PURBA.,

T. AHMAD dan H. KOHNO. 1991.

Pemeliharaan larva kerapu macan,

Epinephelus fuscoguttatus. Bull. Pen.

Perikanan, Special Edition 2 : 43-52.

PREDALUMPABURT, Y and D. TANVILA.

1988. Morphological development and

the early life history of grouper,

Epinephelus malabaricus (Bloch &

Sehneider). Report of Thailand and Japan

Joint Coastal Aquaculture.

PURBA., R dan MAYUNAR. 1990. Pengaruh

salinitas dan temperatur terhadap

kelulushidupan larva kerapu macan,

Epinephelus fuscoguttatus. Bull. Pen.

Perikanan, Special Edition 1 : 45-49.

REDJEKI., S dan MAYUNAR. 1991.

Kelangsungan hidup dan pertumbuhan

larva kerapu macan, Epinephelus

fuscoguttatus, pada berbagai salinitas dan

ukuran tangki. J. Penel. Budidaya Pantai.

7(2) : 51-56.

(14)

SHAPIRO, Y.Y. 1987. Reproduction in grouper.

p.295-326. In : POLOVINA, J J. and R.

RALSTON (eds), Tropical snaper and

groupers, biology and fisheries

management. Westview/Boulder and

London.

SUMANTADINATA, K. 1988. Aplikasi

bioteknologi dalam pembenihan ikan.

Seminar Pembenihan Ikan dan Udang,

Bandung 5-6 Juli 1988 : 26 pp.

SUNYOTO, P., A. BASYARIE., B. SLAMET

daan H. KOHNO. 1990. Kelulushidupan dan

pertumbuhan larva kerapu macan,

Epinephelus fuscoguttatus, yang diberi

pakan rotifer dan gabungan rotifer dengan

telur/trochopore tiram. Bull. Pen.

Perikanan, Special Edition 1 : 655-69.

WASPADA., MUCHARL, T. AHMAD.,

MAYUNAR., S. DIANI dan M. ALL

1991. Studi pendahuluan tentang penga-ruh

perbedaan ransum induk terhadap

per-tumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan

kerapu macan, Epinephelus fusco-guttatus.

J. Penel. Budidaya Pantai 7 (2) : 26-34.

Gambar

Tabel   1.   Pematangan   induk  ikan   kerapu   macan,  Epinephelus fuscoguttatus   dengan  berbagai  pakan
Tabel   2.    Pemijahan   alami   ikan   kerapu   macan,  Epinephelus fuscoguttatus  dalam  bak   terkontrol   dari  tahun   1990-1993
Tabel   3.   Produksi   larva   dan   benih   ikan   kerapu   macan,  E. fuscoguttatus  pada  berbagai   periode   pemeliharaan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan pada tanggal terhadap 12 responden, mereka mengaku kalau mengutip secara acak istilah, kata/kalimat, data/info dari suatu sumber

Masalah yang ada dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh emotional quotient (EQ) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran sistem akuntansi kelas

Pada sistem utama, beban daya yang akan dibangkitkan oleh panel surya akan digunakan untuk mesin produksi es balok berkapasitas 2 ton dengan daya sebesar 8,16

Hasil belajar siswa lebih meningkat menggunakan Strategi Pengorganisasian Pembelajaran Model Component Display Theory Merrill dibandingkan dengan Strategi Pengorganisasian

 Mengenal dan memahami metode Sekan serta dapat menggunakanny a untuk mencari  Metode Newton- Raphson  Metode Sekan Blended Learning TM : 1x2x50’’ PT :

Login Admin Tampil Data Laporan Laporan Pembelian Laporan Jurnal Tambah Tambah Keluar Cetak Cetak Keluar <<extend>> <<extend>>

Para lansia tersebut mempertimbangkan kenyamanan fisik maupun psikologis dari anak anaknya, karena dengan perawatan cucu ditangani oleh mereka maka dapat sedikit

Merupakan tindakan yang dilakukan oleh manajemen untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko-risiko terkait penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan standar