• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN ANALISA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "4. HASIL DAN ANALISA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

4. HASIL DAN ANALISA

4.1 Analisa Material

Analisa material yang kami lakukan untuk penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu fly ash dan pasir. Analisa yang kami lakukan pada fly ash yaitu analisa massa jenis, analisa X-Ray Fluorescence (XRF) dan analisa Particle Size Analysis (PSA). Sedangkan analisa yang kami lakukan pada pasir yaitu analisa fineness modulus, penyerapan air dan analisa berat jenis. Gambar 4.1 menunjukkan sampel fly ash yang didapat dari PLTU Paiton, Jawa Timur, sedangkan Gambar 4.2 menunjukkan sampel pasir Lumajang yang kami gunakan.

Gambar 4.1 Fly Ash dari PLTU Paiton

Gambar 4.2 Pasir Lumajang

(2)

4.1.1 Analisa Fly ash

Analisa Fly ash yang kami lakukan yaitu analisa massa jenis, X- Ray Fluorescence (XRF) dan Particle Size Analysis (PSA). Dari hasil analisa massa jenis (GS), didapatkan massa jenis dari fly ash dari PLTU Paiton adalah 2.734. Dari hasil tes XRF dapat dilihat pada Tabel 4.1 bahwa fly ash yang digunakan termasuk fly ash tipe C dengan kandungan SiO

2

+Al

2

O

3

+Fe

2

O

3

lebih dari 50% tetapi kurang dari 70% yaitu 64.69%

dan kadar CaO diatas 10% yaitu 19.52%.

Tabel 4.1 Komposisi Fly ash dari PLTU Paiton, Jawa Timur

No. Oksida % No. Oksida %

1 SiO

2

31.24 7 K

2

O 0.88

2 Al

2

O

3

15.92 8 Na

2

O 2.85

3 Fe

2

O

3

17.53 9 SO

3

1.72

4 TiO

2

0.65 10 MnO

2

0.21

5 CaO 19.52 11 P

2

O

5

0.26

6 MgO 8.41 12 L O I 0.26

SiO

2

+Al

2

O

3

+Fe

2

O

3

64.69

Selanjutnya kami mencari distribusi ukuran partikel dari fly ash dengan tes Particle Size Analysis (PSA). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi ukuran partikel dari fly ash yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian dilakukan oleh UPT Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya Malang. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah CILAS 1090 Dry. Berikut hasil pengujian Particle Size Analysis untuk fly ash yang digunakan yang dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Pada Gambar 4.3 dapat dilihat hasil dari pengujian ini menunjukkan bahwa partikel fly ash pada kumulatif 10% diameter ukurannya lebih kecil dari 0.71 µm, partikel fly ash pada kumulatif 50%

memiliki diameter lebih kecil dari 9.58 µm dan pada kumulatif 90%

memiliki ukuran partikel lebih kecil dari 43.35 µm.

(3)

Gambar 4.3 Hasil Tes Particle Size Analysis Fly Ash Paiton (UPT Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya Malang) 4.1.2 Analisa Pasir

Untuk analisa pasir, kami mencari fineness modulus pasir Lumajang yang kami gunakan. Dari Tabel 4.2 dapat dilihat fineness modulus pasir adalah 1.991. Hasil ini menunjukkan pasir Lumajang yang kami gunakan tergolong sangat halus. Selain itu, kami juga menguji berat jenis pasir dan hasil rata-rata berat jenis yang kami peroleh adalah 2.923 seperti terlihat pada Tabel 4.3. Dari uji penyerapan air pada Tabel 4.4, kami peroleh kadar air yang terkandung dalam pasir Lumajang dalam kondisi SSD (Saturated Surface Dry) adalah 0.486 %

Tabel 4.2 Fineness Modulus Pasir Lumajang

Diameter ayakan Berat Tertahan

Berat Komulatif (%) (gr) (%)

5 mm 64 4.258 4.258

2.36 mm 50 3.327 7.585

1.18 mm 51 3.393 10.978

600 µm 47 3.127 14.105

300 µm 877 58.349 72.455

150 µm 259 17.232 89.687

Dasar 155 10.313 100

Total 1503 FM 1.991

(4)

Tabel 4.3 Hasil Uji Berat Jenis Pasir Lumajang

W1 W2 W3 W4 X=W2-W1

Y=W2+W4-

W1-W3 GS GS rata2 88.62 154.87 381.06 337.71 66.246 22.895 2.893

2.923 88.79 166.27 388.68 337.45 77.476 26.242 2.952

Tabel 4.4 Hasil Uji Penyerapan Air Pasir Lumajang

W1 W2 W3 Ww Ws Wc Wc rata2

15.05 166.314 165.57 0.744 150.52 0.494

0.486 5.751 110.265 109.768 0.497 104.017 0.478

4.2 Hasil Pengujian Setting Time Pasta Geopolimer

Pengujian initial setting time dilakukan sesuai dengan standar dari ASTM C 191 - 04, (2004) dimana alat yang digunakan adalah vicat needle. Penentuan initial setting time dicapai ketika penetrasi jarum mencapai 25 mm. Dalam penelitian ini, dilakukan 2 kombinasi prosedur pencampuran dalam pembuatan beton geopolimer yaitu F(HS) dan (FH)S.

Variabel yang kami gunakan adalah prosedur pembuatan, konsentrasi larutan NaOH dan variabel durasiwaktu pencampuran. Konsentrasi larutan NaOH yang kami gunakan dari 6M, 8M, 10M dan 14M. Waktu pencampuran yang kami pakai untuk semua mix design yaitu mulai dari 5 menit, 8 menit dan 10 menit. Kode F(HS) artinya fly ash ditambahkan dengan larutan NaOH dan larutan sodium silikat yang sudah dicampur terlebih dahulu. Kode (FH)S artinya fly ash dicampurkan dengan larutan NaOH terlebih dahulu dalam waktu tertentu kemudian ditambahkan larutan sodium silikat.

4.2.1 Initial Setting Time dari F(HS) dan (FH)S dengan Konsentrasi NaOH 6M

Prosedur F(HS) adalah prosedur pencampuran pasta geopolimer

secara konvensional. Sodium silikat dan larutan NaOH 6M dicampur

terlebih dahulu selama 1 menit kemudian dicampur dengan fly ash sesuai

(5)

F(HS)₅ adalah 14 menit, F(HS)₈ adalah 15.5 menit dan F(HS)₁₀ adalah 16 menit.

Prosedur(FH)S diartikan sebagai fly ash dan larutan NaOH 6M yang dicampurkan selama waktu tertentu sampai merata kemudian ditambahkan larutan sodium silikat. Initial setting time yang terjadi pada prosedur (FH)₅S adalah 68 menit, (FH)₈S adalah 83 menit dan (FH)₁₀S adalah 107 menit. Hasil initial setting time dengan konsentrasi larutan NaOH 6M dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Initial Setting Time Pasta Geopolimer dengan konsentrasi NaOH 6M

4.2.2 Initial Setting Time dari F(HS) dan (FH)S dengan Konsentrasi NaOH 8M

Hasil initial setting time dengan konsentrasi larutan NaOH 8M dapat dilihat pada Gambar 4.5. Initial setting time yang terjadi pada prosedur 8F(HS)₅ adalah 9 menit, 8F(HS)₈ adalah 9.5 menit dan 8F(HS)₁₀ adalah 11 menit. Prosedur 8(FH)S diartikan sebagai fly ash dan larutan NaOH 8M yang dicampurkan selama waktu tertentu sampai merata kemudian ditambahkan larutan sodium silikat. Initial setting time yang terjadi pada prosedur 8(FH)₅S adalah 80 menit, 8(FH)₈S adalah 104 menit dan 8(FH)₁₀S adalah 114 menit.

0 20 40 60 80 100 120 140

Initial Setting Time (menit) 6(FH)₁₀S

6(FH)₈S

6(FH)₅S

6(F(HS))₁₀

6(F(HS))₈

6(F(HS))₅

(6)

Gambar 4.5 Initial Setting Time Pasta Geopolimer dengan konsentrasi NaOH 8M

4.2.3 Initial Setting Time dari F(HS) dan (FH)S dengan Konsentrasi NaOH 10M

Initial setting time yang terjadi pada prosedur 10F(HS)₅ adalah 14 menit, 10F(HS)₈ adalah 16 menit dan 10F(HS)₁₀ adalah 17 menit. Prosedur 10(FH)S diartikan sebagai fly ash dan larutan NaOH 10M yang dicampurkan selama waktu tertentu sampai merata kemudian ditambahkan larutan sodium silikat. Initial setting time yang dihasilkan pada prosedur 10(FH)₅S adalah 101 menit, 10(FH)₈S adalah 110 menit dan 10(FH)₁₀S adalah 129 menit. Hasil initial setting time dengan konsentrasi larutan NaOH 10M dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Initial Setting Time Pasta Geopolimer dengan konsentrasi NaOH 10M

4.2.4 Initial Setting Time dari F(HS) dan (FH)S dengan Konsentrasi NaOH 14M

Gambar 4.7 menunjukkan hasil initial setting time dengan konsentrasi larutan NaOH 14M. Initial setting time yang terjadi pada

0 20 40 60 80 100 120 140

Initial Setting Time (menit) 8(FH)₁₀S

8(FH)₈S 8(FH)₅S 8(F(HS))₁₀ 8(F(HS))₈ 8(F(HS))₅

0 20 40 60 80 100 120 140

Initial Setting Time (menit) 10(FH)₁₀S

10(FH)₈S

10(FH)₅S

10(F(HS))₁₀

10(F(HS))₈

10(F(HS))₅

(7)

prosedur 14F(HS)₅ adalah 23 menit, 14F(HS)₈ adalah 25.5 menit dan 14F(HS)₁₀ adalah 27 menit. Prosedur 14(FH)S diartikan sebagai fly ash dan larutan NaOH 14M yang dicampurkan selama waktu tertentu sampai merata kemudian ditambahkan larutan sodium silikat. Initial Setting time yang terjadi pada prosedur 14(FH)₅S adalah 230 menit, 14(FH)₈S adalah 270 menit dan 14(FH)₁₀S adalah 330 menit.

Gambar 4.7 Initial Setting Time Pasta Geopolimer dengan konsentrasi NaOH 14M

4.2.5. Analisa Uji Setting Time Pasta Geopolimer

Gambar 4.8 Hasil Pengujian Initial Setting Time Prosedur F(HS)

Dari hasil pengujian initial setting time pada Gambar 4.8, konsentrasi NaOH berpengaruh terhadap initial setting time pada prosedur fly ash ditambahkan alkali activator atau F(HS) walaupun tidak signifikan.

0 60 120 180 240 300 360

Initial Setting Time (menit) 14(FH)₁₀S

14(FH)₈S 14(FH)₅S 14(F(HS))₁₀ 14(F(HS))₈ 14(F(HS))₅

0 20 40 60 80 100 120 140

6M 8M 10M 14M

Initial Setting Time (menit)

M o lari ty o f NaOH

(F(HS))₁₀

(F(HS))₈

(F(HS))₅

(8)

Dari hasil pengujian setting time didapatkan waktu terlama yaitu 27 menit dengan menggunakan konsentrasi larutan NaOH 14M, namun hal ini masih dinilai kurang lama untuk penerapan dilapangan yang biasanya membutuhkan waktu kurang lebih 1-2 jam. Sedangkan initial setting time tercepat pada prosedur ini yaitu 9 menit dengan menggunakan konsentrasi larutan NaOH 8M.

Gambar 4.9 Hasil Pengujian Initial Setting Time Prosedur (FH)S Untuk hasil pengujian initial setting time prosedur (FH)S terlihat pada Gambar 4.9. Initial setting time terlama yang dihasilkan yaitu 330 menit dengan konsentrasi larutan NaOH 14M dan pencampuran selama 10 menit. Initial setting time tercepat yang dihasilkan yaitu 68 menit dengan konsentrasi larutan NaOH 6M dan pencampuran selama 5 menit. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pada prosedur ini semakin tinggi konsentrasi larutan NaOH yang dicampurkan dengan fly ash terlebih dahulu maka semakin lama pula initial setting time yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya kandungan air dalam campuran sebagai akibat dari naiknya konsentrasi larutan NaOH yang dipakai. Selain itu, semakin lama waktu pencampuran pada prosedur ini juga dapat memperlambat initial setting time yang dihasilkan.

0 60 120 180 240 300 360

6M 8M 10M 14M

Initial Setting Time (menit)

M o lari ty o f NaOH

(FH)₁₀S

(FH)₈S

(FH)₅S

(9)

Hasil ini juga mendukung hasil dari penelitian sebelumnya dari Surja et al (2017) bahwa prosedur pencampuran (FH)S dan lama waktu pencampuran pasta geopolimer dapat mempengaruhi initial setting time pasta geopolimer yang terjadi.

4.2.6 Analisa Uji Setting Time Pasta Geopolimer dengan Komposisi Silikat Tetap

Gambar 4.10 Perbandingan Initial Setting Time Prosedur Awal dengan Prosedur Silikat Tetap

Selain itu terdapat perbedaan initial setting time yang cukup besar pada konsentrasi NaOH 10M dan 14M yang menggunakan prosedur awal yaitu rasio sodium silikat/NaOH sebesar 2.5 dengan prosedur yang menggunakan komposisi sodium silikat tetap. Dari hasil pada Gambar 4.10, didapatkan bahwa prosedur yang menggunakan komposisi sodium silikat tetap memiliki initial setting time yang lebih cepat daripada prosedur awal. Prosedur pasta dengan komposisi sodium silikat tetap kami lakukan dengan prosedur F(HS)₅-S dan (FH)₅S-S dengan waktu pencampuran selama 5 menit. Hasil initial setting time yang didapat terlihat pada Gambar 4.8. Initial setting time yang terjadi pada konsentrasi NaOH 10M prosedur F(HS)₅-S adalah 7 menit dan prosedur (FH)₅S-S

0 60 120 180 240 300 360

8M 10M 14M

Initial Setting Time (menit)

M ol ar ity of NaOH

(FH)₅S

(F(HS))₅

(FH)₅S-S

(F(HS))₅-S

(10)

adalah 50 menit. Sedangkan initial setting time yang terjadi pada konsentrasi NaOH 14M prosedur F(HS)₅-S adalah 6 menit dan prosedur (FH)₅S-S adalah 42 menit

Dari grafik didapatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan dengan komposisi sodium silikat yang tetap, maka semakin cepat initial setting time yang terjadi. Hal ini diduga karena semakin tinggi konsentrasi NaOH digunakan, menghasilkan campuran yang lebih reaktif.

4.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan Mortar Geopolimer

Uji mortar dilakukan pada usia 7, 14 dan 28 hari dengan menggunakan alat kuat tekan di Laboratorium Beton dan Konstruksi Universitas Kristen Petra. Pengujian kuat tekan mortar geopolimer dilakukan berdasarkan standar ASTM C109M-02, (2007).

4.3.1 Kuat Tekan dari Mortar Geopolimer dengan Prosedur FP(HS) dan FP(HS)-O

Gambar 4.11 menunjukkan diagram hasil kuat tekan mortar geopolimer dengan prosedur konvensional yaitu kode FP(HS) dan FP(HS)-O dengan variasi konsentrasi larutan NaOH. Pada prosedur ini kami memiliki sedikit kesulitan dalam memasukkan mortar ke dalam bekisting karena mortar yang kami buat mengeras dengan cukup cepat sekitar kurang lebih 5 menit.

Dapat dilihat kuat tekan yang dihasilkan berdasarkan variasi

konsentrasi NaOH menunjukkan grafik yang naik-turun dengan titik

puncak berada di konsentrasi larutan NaOH 8M. Prosedur dengan

konsentrasi larutan NaOH 6M rata-rata menghasilkan kuat tekan yang

paling rendah. Hal ini menunjukkan penambahan konsentrasi larutan

NaOH tidak menyebabkan kenaikan kekuatan pada prosedur ini.

(11)

Gambar 4.11 Kuat Tekan Mortar Prosedur FP(HS) dan FP(HS)-O

Hasil ini juga menunjukkan semua mortar dengan curing biasa dan curing oven mengalami kenaikan seiring dengan umurnya. Pada umur 28 hari, kekuatan tekan semua mortar dengan curing biasa tetap lebih rendah dari curing oven. Pada mortar dengan konsentasi larutan NaOH 14M terlihat bahwa kekuatan mortar dengan curing biasa sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan curing oven pada umur 28 hari. Contoh mortar yang kami buat dapat dilihat pada Gambar 4.12

Gambar 4.12 Contoh Mortar Prosedur FP(HS) dan FP(HS)-O 0

10 20 30 40 50 60 70

6M 8M 10M 14M

Co m pres si ve Stren gt h (M P a)

Molarity of NaOH

(12)

4.3.2. Kuat Tekan dari Mortar Geopolimer dengan Prosedur (FH)SP dan (FH)SP-O

Gambar 4.13 adalah diagram hasil dari kuat tekan mortar geopolimer dengan prosedur (FH)SP dan (FH)SP-O. Dapat dilihat dari hasil kuat tekan pada umur 28 hari, kekuatan mortar dengan konsentrasi NaOH 10M lebih tinggi dari kekuatan mortar dengan konsentrasi NaOH 6M, 8M dan 14M. Perbandingan kekuatan mortar dengan curing biasa dan curing oven menunjukkan perbedaan kekuatan awal yang cukup jauh.

Mortar dengan curing oven tetap lebih tinggi daripada mortar dengan curing biasa.

Gambar 4.13 Kuat Tekan Mortar Prosedur (FH)SP dan (FH)SP-O Namun seiring dengan bertambahnya umur mortar, perbedaan tersebut menjadi semakin dekat. Mortar dengan curing biasa mengalami peningkatan kekuatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan mortar dengan curing oven. Contoh mortar dari prosedur ini dapat dilihat pada Gambar 4.14.

0 10 20 30 40 50 60 70

6M 8M 10M 14M

Co m pres si ve Stren gt h (M P a)

Molarity of NaOH

(13)

Gambar 4.14 Contoh Mortar Prosedur (FH)SP dan (FH)SP-O

4.3.3 Kuat Tekan dari Mortar Geopolimer dengan Prosedur (FH)PS dan (FH)PS-O

Kuat tekan mortar geopolimer dengan prosedur (FH)PS dan (FH)PS-O dapat dilihat pada Gambar 4.15. Prosedur ini hanya dilakukan dengan 2 variasi konsentrasi larutan NaOH yaitu 8M dan 10M.

Berdasarkan grafik diatas, hasil kuat tekan mortar dengan curing biasa yang menggunakan konsentrasi larutan NaOH 10M pada prosedur ini lebih tinggi daripada mortar dengan konsentrasi larutan NaOH 8M. Hal ini menunjukkan penambahan molaritas memberikan dampak positif dalam hal kuat tekan.

Gambar 4.15 Kuat Tekan Mortar Prosedur (FH)PS dan (FH)PS-O 0

10 20 30 40 50 60 70

8M 10M

Co m pres si ve Stren gt h (M P a)

Molarity of NaOH

(14)

Dilihat dari perbandingan kuat tekan mortar antara yang menggunakan curing biasa dengan curing oven, pada umur 7 hari, kuat tekan mortar geopolimer yang menggunakan curing biasa mempunyai kekuatan awal yang jauh lebih rendah daripada mortar dengan curing oven. Pada umur 28 hari, mortar dengan konsentrasi NaOH 8M yang menggunakan curing biasa tetap lebih rendah daripada yang menggunakan curing oven. Sedangkan kuat tekan mortar dengan molaritas NaOH 10M yang menggunakan curing biasa dapat mengimbangi mortar yang menggunakan curing oven. Contoh mortar yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 4.16.

Gambar 4.16 Contoh Mortar Prosedur (FH)PS dan (FH)PS-O 4.3.4 Kuat Tekan dari Mortar Geopolimer dengan Prosedur

(FH)(PS) dan (FH)(PS)-O

Hasil kuat tekan mortar geopolimer dengan prosedur (FH)(PS) dan (FH)(PS)-O dapat dilihat pada Gambar 4.17. Berdasarkan grafik diatas, hasil kuat tekan mortar mengalami kenaikan seiring bertambahnya konsentrasi NaOH yang dipakai pada umur 7 hari, 14 hari, dan 28 hari.

Hasil ini juga mendukung hasil dari prosedur lainnya bahwa penambahan

molaritas sampai 10M masih memberikan dampak positif berupa kenaikan

kuat tekan terhadap mortar geopolimer.

(15)

Gambar 4.17 Kuat Tekan Mortar Prosedur (FH)(PS) dan (FH)(PS)-O

Sedangkan dilihat dari perbedaan curing yang dilakukan, hasilnya masih sama seperti hasil-hasil sebelumnya yaitu mortar geopolimer yang menggunakan curing oven menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan mortar yang menggunakan curing biasa. Gambar 4.18 menunjukkan contoh mortar yang dibuat dengan prosedur ini.

Gambar 4.18 Contoh Mortar Prosedur (FH)(PS) dan (FH)(PS)-O 0

10 20 30 40 50 60 70

8M 10M

Co m pres si ve Stren gt h (M P a)

Molarity of NaOH

(16)

4.3.5 Analisa Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Beberapa Prosedur Pencampuran dan Variasi Konsentrasi Larutan NaOH

Hasil kuat tekan 28 hari dari beberapa prosedur yang menggunakan curing biasa, kami kelompokkan menjadi 1 grafik seperti terlihat pada Gambar 4.19. Pada prosedur FP(HS) dengan konsentrasi larutan NaOH 6M menghasilkan kuat tekan paling rendah. Pada prosedur ini kuat tekan tertinggi adalah prosedur dengan konsentrasi larutan NaOH 8M yaitu 53.5 MPa. Untuk prosedur (FH)SP, dari konsentrasi NaOH 6M sampai 10M terjadi peningkatan kuat tekan. Kuat tekan tertinggi pada prosedur ini adalah mortar dengan konsentrasi NaOH 10M sebesar 51 MPa. Sedangkan pada konsentrasi NaOH 14M pada prosedur ini mengalami penurunan kekuatan tekan.

Gambar 4.19 Kuat Tekan Beberapa Prosedur Umur 28 Hari dengan Curing Biasa

1

1 1 1

2 2 2

3 3 2

4 4

0 10 20 30 40 50 60 70

6M 8M 10M 14M

Co m pres si ve Stren gt h 28 da ys (M P a)

Molarity of NaOH

1. FP(HS) 2. (FH)SP 3. (FH)PS 4. (FH)(PS)

(17)

Gambar 4.20 Kuat Tekan Beberapa Prosedur Umur 28 hari dengan Curing Oven

Untuk prosedur (FH)PS dan (FH)(PS), kami lakukan dengan 2 variasi konsentrasi NaOH yaitu 8M dan 10M. Hasilnya, kuat tekan dengan konsentrasi larutan NaOH 10M lebih tinggi dari kuat tekan dengan konsentrasi larutan NaOH 8M. Hasil Prosedur (FH)(PS) juga menunjukkan hasil yang sama seperti prosedur (FH)PS. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan akan meningkatkan kuat tekan tetapi penggunaan konsentrasi NaOH yang terlalu tinggi menyebabkan kuat tekan mortar menjadi turun. Penggunaan maksimal yang masih meningkatkan kuat tekan mortar dalam penelitian ini adalah konsentrasi NaOH 10M. Kami menduga penurunan kekuatan mortar dengan konsentrasi NaOH 14M disebabkan oleh jumlah kandungan air (alkali activator) yang terlalu banyak dalam campuran.

Sedangkan untuk prosedur yang memakai curing oven dapat dilihat pada Gambar 4.20. Kuat tekan tertinggi yang dihasilkan adalah prosedur konvensional yang menggunakan konsentrasi NaOH 8M sebesar 62 MPa.

Mortar dengan konsentrasi NaOH 6M yang memakai curing oven ini, dapat memiliki kuat tekan yang hampir sama dengan dengan mortar yang menggunakan konsentrasi NaOH 8M dan 10M. Sedangkan mortar dengan konsentrasi NaOH 14M menghasilkan kuat tekan paling rendah.

1 1 1

2 2 2 1

3 2

3

4 4

0 10 20 30 40 50 60 70

6M 8M 10M 14M

Co m pres si ve Stren gt h 28 da ys (M P a)

Molarity of NaOH

1. FP(HS)-O 2. (FH)SP-O 3. (FH)PS-O 4. (FH)(PS)-O

(18)

4.3.6 Kuat Tekan dari Mortar Geopolimer dengan Komposisi Sodium Silikat Tetap

4.3.6.1. FP(HS)-S dan FP(HS)-OS

Gambar 4.21 Kuat Tekan Mortar Prosedur FP(HS)-S dan FP(HS)-OS Prosedur ini kami lakukan karena ada masalah yang muncul dari penelitian ini yaitu menurunnya kuat tekan mortar geopolimer pada konsentrasi NaOH 14M. Dari hasil kuat tekan yang kami dapat menunjukkan bahwa kuat tekan mortar yang menggunakan konsentrasi NaOH 14M lebih rendah pada umur 28 hari. Dapat dilihat pada Gambar 4.21, hasil kuat tekan mortar dari prosedur konvensional dengan komposisi sodium silikat yang tetap. Komposisi sodium silikat yang digunakan adalah komposisi pada campuran dengan konsentrasi NaOH 8M sebesar 60 gram.

Hasilnya pada metode konvensional ini, kuat tekan mortar geopolimer yang didapat tidak mengalami kenaikan seperti yang kami harapkan. Hal ini dapat diketahui dari nilai kuat tekan yang dihasilkan tidak berubah signifikan dari prosedur sebelumnya, contohnya pada konsentrasi larutan NaOH 10M yaitu dari 51.2 MPa menjadi 49.5 MPa, sedangkan pada konsentrasi larutan NaOH 14M yaitu dari 52 MPa

0 10 20 30 40 50 60 70

8M 10M 14M

Co m pres si ve Stren gt h (M P a)

Molarity of NaOH

(19)

menjadi 54.2 MPa. Contoh spesimen dari prosedur ini dapat dilihat pada Gambar 4.22.

Gambar 4.22 Contoh Mortar Prosedur FP(HS)-S dan FP(HS)-OS

4.3.6.2. (FH)SP-S dan (FH)SP-OS

Kami juga melakukan percobaaan ini dengan prosedur dengan kode (FH)SP-S dan (FH)SP-OS. Prosedur (FH)SP kami pilih karena prosedur ini menghasilkan rata-rata kuat tekan yang paling tinggi dibandingkan prosedur fly ash-NaOH lainnya pada percobaan sebelumnya yang kami lakukan.

Gambar 4.23 Kuat Tekan Mortar Prosedur (FH)SP-S dan (FH)SP-OS 0

10 20 30 40 50 60 70

8M 10M 14M

Co m pres si ve Stren gt h (M P a)

Molarity of NaOH

(20)

Dari hasil kuat tekan yang ditunjukkan pada gambar 4.23, pada umur 28 hari kuat tekan mortar dengan konsentrasi larutan NaOH 14M menunjukkan peningkatan kuat tekan yang cukup besar. Pada prosedur ini menunjukkan bahwa dengan komposisi silikat tetap menghasilkan kuat tekan yang lebih baik daripada prosedur awal pada konsentrasi 14M.

Contoh mortar dari prosedur ini dapat dilihat pada Gambar 4.24.

Gambar 4.24 Contoh Mortar Prosedur (FH)SP-S dan (FH)SP-OS

4.3.7 Prosedur (FH)SP Berdasarkan Lama Waktu Pencampuran 4.3.7.1. Prosedur (FH)SP

Gambar 4.25 Kuat Tekan Mortar dengan Waktu Pencampuran yang Berbeda Umur 28 Hari

0 10 20 30 40 50 60 70

6M 8M 10M 14M

Co m pres si ve Stren gt h ( MP a)

Molarity of NaOH

(21)

Gambar 4.26 Massa Jenis Mortar dengan Waktu Pencampuran yang Berbeda Umur 28 Hari

Prosedur yang kami untuk percobaan bagian ini adalah prosedur (FH)SP karena prosedur ini menghasilkan kuat tekan yang paling tinggi dibandingkan prosedur fly ash-NaOH lainnya. Dari Gambar 4.25 dapat dilihat hasil kuat tekan mortar geopolimer yang dibagi menjadi 3 berdasarkan variabel waktu pencampurannya. Hasil menunjukkan semakin lama waktu pencampuran dalam pembuatan mortar geopolimer, maka semakin rendah kekuatan tekan yang dihasilkan. Gambar 4.26 menunjukkan hasil perhitungan density atau massa jenis dari mortar geopolimer yang dibuat dengan prosedur ini. Dapat dilihat juga dari grafik diatas, semakin tinggi massa jenis mortar, maka menghasilkan kuat tekan yang tinggi. Contoh mortar yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 4.27 sampai Gambar 4.29

Gambar 4.27 Contoh Mortar Prosedur (FH)

5

SP 2.28

2.3 2.32 2.34 2.36 2.38 2.4 2.42

6M 8M 10M 14M

Densit y (g r/ cm ³)

Molarity of NaOH

(22)

Gambar 4.28 Contoh Mortar Prosedur (FH)

8

SP

Gambar 4.29 Contoh Mortar Prosedur (FH)

10

SP 4.3.7.2. Prosedur (FH)SP-O

Gambar 4.30 Kuat Tekan Mortar dengan Waktu Pencampuran yang Berbeda Umur 28 Hari

0 10 20 30 40 50 60 70

6M 8M 10M 14M

Co m pres si ve Stren gt h ( MP a)

Molarity of NaOH

(23)

Gambar 4.31 Massa Jenis Mortar dengan Waktu Pencampuran yang Berbeda Umur 28 Hari

Selain itu pada Gambar 4.30, dapat dilihat hasil dari prosedur yang sama dengan percobaan diatas tetapi dengan curing oven. Hasil kuat tekan yang dihasilkan hampir sama yaitu semakin lama waktu pencampuran menghasilkan kuat tekan yang semakin menurun. Tetapi pada mortar dengan molaritas 8M dengan curing oven ini mengalami kenaikan kuat tekan seiring bertambahnya waktu pencampuran. Dari grafik massa jenis pada Gambar 4.31 juga menunjukkan bahwa mortar dengan konsentrasi NaOH 8M yang dicampur selama 5 menit lebih rendah dibandingkan yang dicampur selama 8 dan 10 menit. Contoh mortar yang menggunakan curing oven dapat dilihat pada Gambar 4.32 sampai Gambar 4.34.

Gambar 4.32 Contoh Mortar Prosedur (FH)

5

SP-O 2.24

2.26 2.28 2.3 2.32 2.34 2.36 2.38

6M 8M 10M 14M

Densit y (g r/ cm ³)

Molarity of NaOH

(24)

Gambar 4.33 Contoh Mortar Prosedur (FH)

8

SP-O

Gambar 4.34 Contoh Mortar Prosedur (FH)

10

SP-O

4.3.8 Hubungan antara Kuat Tekan dan Initial Setting Time

Berdasarkan Lama Waktu Pencampuran dan Silikat Tetap

Gambar 4.35 menunjukkan hubungan antara kuat tekan dan initial

setting time prosedur fly ash-NaOH berdasarkan lama waktu

pencampuran. Dari grafik tersebut dapat dikatakan bahwa semakin lama

initial setting time yang terjadi, rata-rata menghasilkan kuat tekan mortar

geopolimer yang semakin rendah walaupun tidak terlalu signifikan kecuali

pada konsentrasi larutan NaOH 6M. Pada prosedur dengan komposisi

silikat tetap dapat dilihat bahwa pada konsentrasi NaOH 14M

menghasilkan kuat tekan yang paling tinggi tetapi memiliki initial setting

time yang paling cepat. Prosedur dengan komposisi silikat tetap memiliki

kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan prosedur dengan perbandingan

(25)

sodium silikat/NaOH sebesar 2.5 namun memiliki initial setting time yang lebih cepat.

Gambar 4.35 Hubungan Kuat Tekan dengan Initial Setting Time berdasarkan Lama Waktu Pencampuran dan Silikat Tetap 4.3.9 Korelasi antara Kuat Tekan Mortar dengan Massa Jenis

Perbandingan kuat tekan dari beberapa prosedur yang kami lakukan terlihat pada Gambar 4.36. Hasil kuat tekan tersebut adalah prosedur dengan menggunakan konsentrasi larutan NaOH 8M. Dapat dilihat dari grafik, kuat tekan paling tinggi adalah prosedur FP(HS) diikuti oleh prosedur FP(HS), (FH)(PS) dan yang paling rendah yaitu prosedur (FH)PS. Sedangkan untuk hasil pengujian massa jenis pada beberapa prosedur dapat dilihat pada Gambar 4.37. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kepadatan dari mortar yang kami buat.

5 8 10 5

8 10

5 8 10 5 8 10

5 5

0 10 20 30 40 50 60 70

0 50 100 150 200 250 300 350

Co m pres si ve Stren gt h ( MP a)

Initial Setting Time (menit)

6M 8M 10M

14M 10M-S 14M-S

5 = waktu pencampuran 5 menit

8 = waktu pencampuran 8 menit

10 = waktu pencampuran 10 menit

(26)

Gambar 4.36 Perbandingan Kuat Tekan Prosedur FP(HS), (FH)PS, (FH)SP, dan (FH)(PS)

Gambar 4.37 Perbandingan Massa Jenis Prosedur FP(HS), (FH)PS, (FH)SP, dan (FH)(PS)

Dari data diatas didapatkan bahwa mortar dengan prosedur FP(HS) dan (FH)SP memiliki massa jenis yang lebih tinggi. Hal ini juga menjadi dasar dari kami untuk memilih prosedur yang kami pakai untuk percobaan dengan variabel waktu pencampuran dan silikat tetap. Hubungan antara kuat tekan dan massa jenis berbanding lurus. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa semakin tinggi massa jenis mortarnya, maka semakin tinggi kuat tekannya karena semakin sedikit rongga udara yang ada pada mortar (Surja et al., 2017)

0 10 20 30 40 50 60 70

7 days 14 days 28 days

Co m pres si ve Stren gt h ( M P a)

FP(HS) (FH)PS (FH)SP (FH)(PS)

2.26 2.28 2.3 2.32 2.34 2.36 2.38 2.4 2.42

7 days 14 days 28 days

Densit y (g r/ cm³ ) FP(HS) (FH)PS (FH)SP (FH)(PS)

(27)

4.4 Masalah yang Dihadapi 4.4.1. Keretakan pada Pasta

Gambar 4.38 Keretakan pada Permukaan Pasta Geopolimer dengan Prosedur (FH)S

Dalam melakukan percobaan ditemukan masalah baru yaitu terjadinya retak atau cracking pada pasta geopolimer dengan prosedur curing biasa. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.38, pasta geopolimer mengalami keretakan pada permukaannya. Pada awalnya diduga keretakan terjadi sampai kedalam pasta geopolimer, tetapi dari hasil kuat tekan yang dilakukan didapatkan kuat tekan pada umur 7 hari adalah 19.8 MPa. Hal ini menunjukan bahwa hasil kuat tekan yang didapat masih cukup baik dan dinilai keretakan yang terjadi hanya pada permukaannya saja dan tidak sampai kedalam pasta.

Sedangkan jika dilakukan curing oven pada pasta geopolimer

tersebut, keretakan tidak terjadi dan menghasilkan kuat tekan yang jauh

lebih tinggi yaitu 42 MPa dibandingkan dengan prosedur curing biasa

pada umur 7 hari.

(28)

4.4.2. Penurunan Kuat Tekan Prosedur Curing Oven

Tabel 4.5 Persentase Penurunan Kuat Tekan 8M Umur 28 Hari 8 Molar

Metode Rata - rata tanpa benda uji ke tiga Benda uji ke tiga

Presentase (%)

FP(HS)-O 62 56 9.68

(FH)PS-O 53.4 46.8 12.36

(FH)SP-O 53.2 48.4 9.02

(FH)(PS)-O 52 39.2 24.62

Tabel 4.6 Persentase Penurunan Kuat Tekan 10M Umur 28 hari 10 Molar

Metode Rata - rata tanpa benda uji ke tiga Benda uji ke tiga

Presentase (%)

FP(HS)-O 61.2 52 15.03

(FH)PS-O 45.2 42 7.08

(FH)SP-O 50.6 48 5.14

(FH)(PS)-O 52.4 48 8.40

Pada saat dilakukannya pengujian kuat tekan mortar geopolimer

ditemukan bahwa salah satu dari tiga benda uji yang menggunakan

prosedur curing oven mengalami penurunan kuat tekan. Setelah diteliti

lebih lanjut, ditemukan bahwa benda uji ketiga yang mengalami

penurunan kuat tekan adalah mortar yang dicelupkan kedalam air untuk

pengujian massa jenis. Hal ini tidak berlaku untuk benda uji yang

menggunakan prosedur curing biasa. Contohnya pada Tabel 4.5 metode

(FH)(PS)–O dengan konsentrasi larutan NaOH 8M pada umur 28 hari,

kuat tekan benda uji mengalami penurunan kekuatan sebesar 24.62% dan

pada Tabel 4.6 metode FP(HS)–O dengan konsentrasi larutan NaOH 10M

pada umur 28 hari, kuat tekan benda uji mengalami penurunan kekuatan

sebesar 15.03%.

(29)

4.4.3. White Crystal

Gambar 4.39 Contoh Permukaan Sampel Mortar Geopolimer yang Berair Pada Gambar 4.39, dapat dilihat bahwa mortar geopolimer yang kami buat mengeluarkan air pada permukaannya. Hal ini hanya terjadi pada prosedur dengan curing biasa dan tidak terjadi pada prosedur curing oven dikarenakan kadar air pada prosedur curing oven sudah berkurang.

Hal lain yang kami dapatkan adalah semakin tinggi konsentrasi larutan NaOH yang digunakan pada mortar geopolimer maka semakin banyak pula air yang keluar pada permukaan mortar geopolimer.

Gambar 4.40 Contoh Sampel Mortar Geopolimer yang Mengalami White

Crystal (Li et al., 2016)

(30)

Seiring berjalannya waktu, air pada permukaan mortar dan pasta tersebut menguap pada suhu ruangan dan menyebabkan munculnya bercak putih atau yang dikenal dengan white crystal seperti yang terlihat pada Gambar 4.40. White crystal tersebut disebabkan oleh Na (natrium) yang keluar dari mortar bersamaan dengan air melalui rongga yang terdapat pada mortar dan pasta. Natrium dapat keluar dikarenakan ukuran partikel yang sangat kecil sehingga dapat melalui rongga yang ada pada mortar dan pasta. Berdasarkan pengujian Raman analysis dan SEM/EDS, white crystal ini diidentifikasikan sebagai Na

2

SO

4

dimana zat kimia yang terdapat dalam white crystal dalam jumlah besar adalah O, Na, dan S(Li et al., 2016).

Namun masalah white crystal ini dapat dicegah dengan mencampurkan slag ke dalam mix design mortar yang dibuat. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.40, mortar geopolimer yang sebelah kiri menggunakan komposisi 25% slag dan 75% fly ash, sedangkan mortar yang sebelah kanan tidak menggunakan slag. Gambar 4.41 menunjukkan pasta geopolimer yang mengalami white crystal. Seiring berjalannya waktu, pasta tersebut menjadi retak. Hal ini dapat diteliti lebih lanjut pada penelitian berikutnya.

.

Gambar 4.41 Contoh Sampel Pasta Geopolimer yang Mengalami White

Crystal

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan sebagai yaitu: Pengetahuan tentang hipertensi sebelum penyuluhan masyarakat usia 45-60

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui (1) Lokasi sebaran dari masing-masing prasarana kesehatan di Kota Bandar Lampung (2) Jarak rata-rata prasarana kesehatan

Sifat penelitian deskriptif veripikatif ini pada dasarnya ingin menguji kebenaran dari suatu hipotesis yang dilakukan melalui pengumpulan data dilapangan dimana

Penyikatan dengan pasta gigi selama 10 hari menurunkan jumlah dsDNA Porphyromonas gingivalis pada saliva sehingga memerlukan siklus 22,19% lebih banyak

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa struktur modal yang diproksi dengan Debt to Equity Ratio, Debt to Asset Ratio, Long term Debt to Equity Ratio dan Long term Debt to Asset

Di samping menggambarkan keberadaan Syzygium, kelima lokasi tersebut juga mewakili lokasi serta kondisi vegetasi yang berbeda dari Blok Inti Kawasan TWA Gunung

Melihat tingginya kandungan protein dan asam amino pada daging bekicot dan juga tingginya kalsium dalam cangkangnya, serta kemampuannya menggantikan tepung ikan pada pakan