4. HASIL DAN ANALISA
4.1 Analisa Material
Analisa material yang kami lakukan untuk penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu fly ash dan pasir. Analisa yang kami lakukan pada fly ash yaitu analisa massa jenis, analisa X-Ray Fluorescence (XRF) dan analisa Particle Size Analysis (PSA). Sedangkan analisa yang kami lakukan pada pasir yaitu analisa fineness modulus, penyerapan air dan analisa berat jenis. Gambar 4.1 menunjukkan sampel fly ash yang didapat dari PLTU Paiton, Jawa Timur, sedangkan Gambar 4.2 menunjukkan sampel pasir Lumajang yang kami gunakan.
Gambar 4.1 Fly Ash dari PLTU Paiton
Gambar 4.2 Pasir Lumajang
4.1.1 Analisa Fly ash
Analisa Fly ash yang kami lakukan yaitu analisa massa jenis, X- Ray Fluorescence (XRF) dan Particle Size Analysis (PSA). Dari hasil analisa massa jenis (GS), didapatkan massa jenis dari fly ash dari PLTU Paiton adalah 2.734. Dari hasil tes XRF dapat dilihat pada Tabel 4.1 bahwa fly ash yang digunakan termasuk fly ash tipe C dengan kandungan SiO
2+Al
2O
3+Fe
2O
3lebih dari 50% tetapi kurang dari 70% yaitu 64.69%
dan kadar CaO diatas 10% yaitu 19.52%.
Tabel 4.1 Komposisi Fly ash dari PLTU Paiton, Jawa Timur
No. Oksida % No. Oksida %
1 SiO
231.24 7 K
2O 0.88
2 Al
2O
315.92 8 Na
2O 2.85
3 Fe
2O
317.53 9 SO
31.72
4 TiO
20.65 10 MnO
20.21
5 CaO 19.52 11 P
2O
50.26
6 MgO 8.41 12 L O I 0.26
SiO
2+Al
2O
3+Fe
2O
364.69
Selanjutnya kami mencari distribusi ukuran partikel dari fly ash dengan tes Particle Size Analysis (PSA). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi ukuran partikel dari fly ash yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian dilakukan oleh UPT Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya Malang. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah CILAS 1090 Dry. Berikut hasil pengujian Particle Size Analysis untuk fly ash yang digunakan yang dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Pada Gambar 4.3 dapat dilihat hasil dari pengujian ini menunjukkan bahwa partikel fly ash pada kumulatif 10% diameter ukurannya lebih kecil dari 0.71 µm, partikel fly ash pada kumulatif 50%
memiliki diameter lebih kecil dari 9.58 µm dan pada kumulatif 90%
memiliki ukuran partikel lebih kecil dari 43.35 µm.
Gambar 4.3 Hasil Tes Particle Size Analysis Fly Ash Paiton (UPT Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya Malang) 4.1.2 Analisa Pasir
Untuk analisa pasir, kami mencari fineness modulus pasir Lumajang yang kami gunakan. Dari Tabel 4.2 dapat dilihat fineness modulus pasir adalah 1.991. Hasil ini menunjukkan pasir Lumajang yang kami gunakan tergolong sangat halus. Selain itu, kami juga menguji berat jenis pasir dan hasil rata-rata berat jenis yang kami peroleh adalah 2.923 seperti terlihat pada Tabel 4.3. Dari uji penyerapan air pada Tabel 4.4, kami peroleh kadar air yang terkandung dalam pasir Lumajang dalam kondisi SSD (Saturated Surface Dry) adalah 0.486 %
Tabel 4.2 Fineness Modulus Pasir Lumajang
Diameter ayakan Berat Tertahan
Berat Komulatif (%) (gr) (%)
5 mm 64 4.258 4.258
2.36 mm 50 3.327 7.585
1.18 mm 51 3.393 10.978
600 µm 47 3.127 14.105
300 µm 877 58.349 72.455
150 µm 259 17.232 89.687
Dasar 155 10.313 100
Total 1503 FM 1.991
Tabel 4.3 Hasil Uji Berat Jenis Pasir Lumajang
W1 W2 W3 W4 X=W2-W1
Y=W2+W4-
W1-W3 GS GS rata2 88.62 154.87 381.06 337.71 66.246 22.895 2.893
2.923 88.79 166.27 388.68 337.45 77.476 26.242 2.952
Tabel 4.4 Hasil Uji Penyerapan Air Pasir Lumajang
W1 W2 W3 Ww Ws Wc Wc rata2
15.05 166.314 165.57 0.744 150.52 0.494
0.486 5.751 110.265 109.768 0.497 104.017 0.478
4.2 Hasil Pengujian Setting Time Pasta Geopolimer
Pengujian initial setting time dilakukan sesuai dengan standar dari ASTM C 191 - 04, (2004) dimana alat yang digunakan adalah vicat needle. Penentuan initial setting time dicapai ketika penetrasi jarum mencapai 25 mm. Dalam penelitian ini, dilakukan 2 kombinasi prosedur pencampuran dalam pembuatan beton geopolimer yaitu F(HS) dan (FH)S.
Variabel yang kami gunakan adalah prosedur pembuatan, konsentrasi larutan NaOH dan variabel durasiwaktu pencampuran. Konsentrasi larutan NaOH yang kami gunakan dari 6M, 8M, 10M dan 14M. Waktu pencampuran yang kami pakai untuk semua mix design yaitu mulai dari 5 menit, 8 menit dan 10 menit. Kode F(HS) artinya fly ash ditambahkan dengan larutan NaOH dan larutan sodium silikat yang sudah dicampur terlebih dahulu. Kode (FH)S artinya fly ash dicampurkan dengan larutan NaOH terlebih dahulu dalam waktu tertentu kemudian ditambahkan larutan sodium silikat.
4.2.1 Initial Setting Time dari F(HS) dan (FH)S dengan Konsentrasi NaOH 6M
Prosedur F(HS) adalah prosedur pencampuran pasta geopolimer
secara konvensional. Sodium silikat dan larutan NaOH 6M dicampur
terlebih dahulu selama 1 menit kemudian dicampur dengan fly ash sesuai
F(HS)₅ adalah 14 menit, F(HS)₈ adalah 15.5 menit dan F(HS)₁₀ adalah 16 menit.
Prosedur(FH)S diartikan sebagai fly ash dan larutan NaOH 6M yang dicampurkan selama waktu tertentu sampai merata kemudian ditambahkan larutan sodium silikat. Initial setting time yang terjadi pada prosedur (FH)₅S adalah 68 menit, (FH)₈S adalah 83 menit dan (FH)₁₀S adalah 107 menit. Hasil initial setting time dengan konsentrasi larutan NaOH 6M dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Initial Setting Time Pasta Geopolimer dengan konsentrasi NaOH 6M
4.2.2 Initial Setting Time dari F(HS) dan (FH)S dengan Konsentrasi NaOH 8M
Hasil initial setting time dengan konsentrasi larutan NaOH 8M dapat dilihat pada Gambar 4.5. Initial setting time yang terjadi pada prosedur 8F(HS)₅ adalah 9 menit, 8F(HS)₈ adalah 9.5 menit dan 8F(HS)₁₀ adalah 11 menit. Prosedur 8(FH)S diartikan sebagai fly ash dan larutan NaOH 8M yang dicampurkan selama waktu tertentu sampai merata kemudian ditambahkan larutan sodium silikat. Initial setting time yang terjadi pada prosedur 8(FH)₅S adalah 80 menit, 8(FH)₈S adalah 104 menit dan 8(FH)₁₀S adalah 114 menit.
0 20 40 60 80 100 120 140
Initial Setting Time (menit) 6(FH)₁₀S
6(FH)₈S
6(FH)₅S
6(F(HS))₁₀
6(F(HS))₈
6(F(HS))₅
Gambar 4.5 Initial Setting Time Pasta Geopolimer dengan konsentrasi NaOH 8M
4.2.3 Initial Setting Time dari F(HS) dan (FH)S dengan Konsentrasi NaOH 10M
Initial setting time yang terjadi pada prosedur 10F(HS)₅ adalah 14 menit, 10F(HS)₈ adalah 16 menit dan 10F(HS)₁₀ adalah 17 menit. Prosedur 10(FH)S diartikan sebagai fly ash dan larutan NaOH 10M yang dicampurkan selama waktu tertentu sampai merata kemudian ditambahkan larutan sodium silikat. Initial setting time yang dihasilkan pada prosedur 10(FH)₅S adalah 101 menit, 10(FH)₈S adalah 110 menit dan 10(FH)₁₀S adalah 129 menit. Hasil initial setting time dengan konsentrasi larutan NaOH 10M dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Initial Setting Time Pasta Geopolimer dengan konsentrasi NaOH 10M
4.2.4 Initial Setting Time dari F(HS) dan (FH)S dengan Konsentrasi NaOH 14M
Gambar 4.7 menunjukkan hasil initial setting time dengan konsentrasi larutan NaOH 14M. Initial setting time yang terjadi pada
0 20 40 60 80 100 120 140
Initial Setting Time (menit) 8(FH)₁₀S
8(FH)₈S 8(FH)₅S 8(F(HS))₁₀ 8(F(HS))₈ 8(F(HS))₅
0 20 40 60 80 100 120 140
Initial Setting Time (menit) 10(FH)₁₀S
10(FH)₈S
10(FH)₅S
10(F(HS))₁₀
10(F(HS))₈
10(F(HS))₅
prosedur 14F(HS)₅ adalah 23 menit, 14F(HS)₈ adalah 25.5 menit dan 14F(HS)₁₀ adalah 27 menit. Prosedur 14(FH)S diartikan sebagai fly ash dan larutan NaOH 14M yang dicampurkan selama waktu tertentu sampai merata kemudian ditambahkan larutan sodium silikat. Initial Setting time yang terjadi pada prosedur 14(FH)₅S adalah 230 menit, 14(FH)₈S adalah 270 menit dan 14(FH)₁₀S adalah 330 menit.
Gambar 4.7 Initial Setting Time Pasta Geopolimer dengan konsentrasi NaOH 14M
4.2.5. Analisa Uji Setting Time Pasta Geopolimer
Gambar 4.8 Hasil Pengujian Initial Setting Time Prosedur F(HS)
Dari hasil pengujian initial setting time pada Gambar 4.8, konsentrasi NaOH berpengaruh terhadap initial setting time pada prosedur fly ash ditambahkan alkali activator atau F(HS) walaupun tidak signifikan.
0 60 120 180 240 300 360