• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 Kualitas pelayanan kesehatan sangat berkaitan erat dengan kejadian kematian pada neonatus. Penyebab utama kematian neonatus berhubungan secara intrinsik dengan kesehatan ibu dan perawatan yang diterima sebelum, selama dan sesudah melahirkan (Depkes RI, 2008c). Kematian neonatal menjadi prioritas dalam strategi pembangunan kesehatan Indonesia karena masalah neonatal merupakan penyebab lebih dari sepertiga kematian anak, dan hampir separuh dari total kematian bayi, diikuti oleh diare dan pneumonia. Tingginya angka kematian bayi di Indonesia yaitu sebesar 23/1000 kelahiran hidup (Bappenas, 2010), Provinsi Jawa Tengah sebesar 10,62/1000 kelahiran hidup dan Kota Semarang sebesar 16,8/1000 kelahiran hidup (Dinkes Kota Semarang, 2010, Dinkes Prov Jateng, 2010) perlu mendapat perhatian serius untuk menanggulangi permasalahan angka kematian bayi (AKB). Kematian bayi baru lahir disebabkan berat badan lahir rendah sebesar 40,4%, asfiksia 24,6% dan 10% infeksi. Hal ini kemungkinan disebabkan keterlambatan pengambilan keputusan, merujuk dan mengobati (Depkes RI, 2008b).

Dari data yang diperoleh di RSUD Kota Semarang pada tahun 2010 sampai 2012, BBLR menduduki peringkat pertama dalam 10 besar penyakit di ruang perinatologi, berturut turut dari tahun 2010 dilaporkan sebanyak 112 (31%) BBLR dari total 360 bayi, tahun 2011 sebanyak 189 (36%) BBLR dari total 520 bayi, tahun 2012 sebanyak 220 (30%) BBLR dari total 726 bayi. Peningkatan jumlah pasien diikuti pula oleh peningkatan jumlah BBLR. Di RSUD Adyatma Tugurejo Semarang peningkatan jumlah BBLR juga terjadi, BBLR menduduki peringkat pertama dalam 10 besar penyakit di ruang perinatologi. Pada tahun 2010 jumlah BBLR sebanyak 109 (29%) dari total pasien 378 bayi, tahun 2011 sebanyak 167 (33%) dari total 507 bayi dan pada tahun 2012 sebanyak 188 (33%) dari total 575 bayi. Peningkatan jumlah pasien diikuti pula dengan kenaikan jumlah BBLR dari tahun ke tahun.

(2)

Bayi dengan berat badan lahir rendah sangat rentan untuk terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi.

Berat lahir adalah berat bayi ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (Kemenkes RI, 2011). Bayi dilahirkan dengan masalah kesehatan serius seperti:

asfiksia, prematur, dan BBLR sangat berisiko terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan dimasa datang (Ruiz-Extremera et al., 2001). Dampak pada bayi berat lahir rendah menunjukkan pencapaian tumbuh kembang tidak sesuai dengan umur dibandingkan yang mempunyai berat badan normal (Ruiz-Extremera et al., 2001). Berkaitan dengan pengaruh jangka panjang terhadap bayi kurang bulan, diperoleh hasil dalam jangka panjang mereka mengalami gangguan atau penyimpangan tumbuh kembang berupa Cerebral Palsy sebesar 17%, kejang 5%, Hydrocephalus 4%, gangguan penglihatan 9%, dan 11% gangguan pendengaran (WWA, 2010).

Keamanan masa transisi BBLR dari Rumah Sakit ke lingkungan rumah setelah bayi dipulangkan sangat menentukan keberhasilan perawatan di rumah.

Bayi mempunyai kriteria khusus sebelum diperbolehkan pulang dari NICU atau ruang perawatan bayi risiko tinggi. Hal ini disebabkan pada kelompok tersebut sangat rentan terjadi permasalahan kesehatan jangka panjang yang terkait dengan sequelae atau dampak prematur dan penyakit lain yang menyertai saat lahir (Fetus and Newborn, 2004). Perawatan BBLR tidak hanya berhenti sampai di NICU dan diperbolehkan pulang saja, namun perawatan berkelanjutan sangat diperlukan untuk menurunkan risiko masalah kesehatan yang mungkin muncul.

Discharge planning adalah pengembangan perencanaan yang dilakukan untuk pasien dan keluarga sebelum pasien meninggalkan rumah sakit dengan tujuan agar pasien dapat mencapai kesehatan optimal dan mengurangi biaya rumah sakit (Shepperd et al., 2010). Discharge planning di NICU sangat penting, untuk mendapatkan transisi sukses dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan rumah (Smith et al., 2009). Discharge planning komprehensif dapat meminimalkan risiko morbiditas dan mortalitas pada bayi yang dipulangkan

(3)

secara dini di rumah dan dapat menghemat biaya perawatan di rumah sakit (Stewart, 2009).

Discharge planning juga dapat menurunkan kemungkinan kembalinya pasien untuk dirawat kembali setelah pulang, discharge planning pada BBLR sangat penting untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimal.

Discharge planning harus dikembangkan dan dilaksanakan oleh tim multidisiplin yang terdiri dari: dokter, perawat, ahli terapi pernapasan, terapis okupasi dan/atau fisik, serta pekerja sosial. Proses ini dapat dimulai segera setelah bayi dirawat di NICU dan dilanjutkan sesi perencanaan dijadualkan secara rutin selama rawat inap (Stewart, 2009). Penelitian yang dilakukan Smith et al. (2009) menyebutkan discharge planning dapat membantu keluarga mempersiapkan perawatan bayi di rumah. Discharge planning komprehensif selain terbukti untuk kembali dirawat di rumah sakit lebih lama juga dapat mengurangi biaya perawatan yang harus dikeluarkan (Naylor et al., 1999).

Tujuan discharge planning untuk memperlancar transisi bayi risiko tinggi dari rumah sakit ke rumah, memberikan perawatan kesehatan, menilai perkembangan dan memberikan dukungan kepada orang tua bayi dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya. Beberapa orang tua merasa stres ketika merawat BBLR di rumah. Hal tersebut karena kurangnya informasi yang didapat ketika mereka berada di ruang perawatan. Banyak dari mereka merasa tidak percaya diri dalam memandikan, pemberian ASI, memegang bayi, kecemasan berlebihan tampak pada ibu memiliki bayi prematur dari pada ibu memiliki bayi normal (Zanardo et al., 2003). Kecemasan berlebihan tentu akan berdampak pada perkembangan kognitif dan emosi bayi serta mengganggu proses ikatan orang tua dan bayi sehingga akan mempengaruhi proses perawatan bayi (Ringland, 2008).

Berat badan merupakan salah satu ukuran antopomerti yang paling sering digunakan dalam pemantauan tumbuh kembang. Selain untuk mengetahui status gizi, berat badan memberikan gambaran tentang status kesehatan bayi. Pada BBLR peningkatan laju pertumbuhan tidak sama dengan bayi berat lahir normal.

Hal tersebut dapat berpengaruh pada proses pertumbuhan berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala (Abdeyazdan et al., 2007). Namun dengan pemberian

(4)

nutrisi yang tepat diawal kehidupan, akan memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan berat badan bayi terutama BBLR. Ibu perlu dibekali informasi yang benar tentang cara pemberian nutrisi terutama bagi BBLR. Pemberian informasi yang tepat ternyata mampu memberikan bukti yang signifikan dalam penambahan berat badan khususnya pada BBLR. Penelitian yang dilakukan di India melaporkan bahwa ada pengaruh yang positif dari pemberian konseling tentang cara menyusui terhadap peningkatan berat badan BBLR (Thakur et al., 2011).

Selain nutrisi masih banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi antara lain faktor genetik dan faktor lingkungan (Soetjiningsih, 1995). Faktor lain yang juga berperan dalam pertumbuhan adalah faktor sosial ekonomi keluarga, penyakit pada anak dan pengetahuan orang tua dalam merawat bayi (Wong, 2008).

Pemberian air susu ibu (ASI) pada BBLR sangat dianjurkan selain sebagai nutrisi utama, ASI juga berperan dalam sistem pertahan tubuh bayi, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kecerdasan, dan mempererat ikatan kasih sayang (S Lidya and Rodiah, 2012). World Health Organization (WHO) sebagai badan organisasi dunia sangat merekomendasikan pemberian ASI secara eksklusif pada 6 bulan pertama kehidupan. Rekomendasi yang sama juga dianjurkan oleh American Academy of Pediatrics (AAP), Academy of Breastfeeding Medicine, serta oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Orangtua seringkali mengalami kesulitan dalam proses pemberian ASI terutama pada orangtua dengan BBLR dan bayi prematur. Hal ini disebabkan karena pada BBLR ataupun pada bayi prematur seringkali disertai juga dengan adanya gangguan penyakit akibat kurang matangnya fungsi organ tubuh seperti saluran cerna, saluran nafas dan organ lainnya (Primadi and IDAI, 2009).

Pemberian informasi yang tepat sangat berguna agar ibu dapat memberikan perawatan untuk BBLR terutama dalam memberikan nutrisi yang adekuat sehingga BBLR dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal (Abdeyazdan et al., 2007). Sering kali petugas kesehatan tidak memberikan bekal informasi yang lengkap ketika pasien pulang atau hanya sebatas discharge rutin saja yaitu pemulangan pasien tanpa memberikan edukasi yang terencana sesuai

(5)

kebutuhan pasien. Discharge planning adalah salah satu metode yang diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan ibu atau orang tua dalam memberikan perawatan yang tepat terutama dalam pemberian nutrisi bagi BBLR. Melalui metode konseling, discharge planning yang komprehensif diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan orangtua dalam merawat BBLR

B. Perumusan masalah

Tingginya kasus kematian bayi di Indonesia 40% diakibatkan oleh BBLR. di RSUD Kota Semarang dan RSUD Adyatma Tugurejo Semarang pada tahun 2010 sampai 2012, BBLR menduduki peringkat pertama dalam 10 besar penyakit di ruang perinatologi. Bayi dengan berat lahir rendah rentan terjadi gangguan tumbuh kembang. Belum adanya standar operasional prosedur pada pasien pulang yang mencantumkan discharge planning sebagai bagian dari pemberian informasi kepada pasien, sehingga penyedia pelayanan sering kali kurang lengkap dalam memberikan bekal pengetahuan kepada pasien tentang cara perawatan di rumah Kurangnya informasi tentang cara menyusui yang benar dan cara perawatan BBLR di rumah dari penyedia layanan kesehatan menjadikan keluarga kurang mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tumbuh kembang bayi. Oleh karena itu perlu adanya penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh discharge planning terhadap penambahan BB pada BBLR dalam 3 bulan pertama.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Diketahuinya pengaruh discharge planning terhadap penambahan BB pada BBLR dalam 3 bulan pertama.

2. Tujuan khusus

a. Membuktikan peningkatan BB pada BBLR dalam 3 bulan pertama setelah pemberian discharge planning.

b. Memberikan panduan kepada perawat ketika memberikan discharge planning kepada ibu dalam merawat BBLR di rumah

(6)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat praktis

a. Bagi Instansi RSUD Kota Semarang dapat digunakan sebagai masukan dalam membuat kebijakan dalam memberikan discharge planning bayi risiko tinggi khususnya BBLR.

b. Bagi orang tua dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dalam memberikan nutrisi yang tepat bagi BBLR agar tumbuh kembang menjadi optimal.

c. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan discharge planning kepada keluarga pasien BBLR.

2. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang perinatologi dan sebagai acuan kepada peneliti lain yang berkaitan dengan discharge planning dan perawatan BBLR.

E. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran penulis dari berbagi kepustakaan, penelitian pengaruh discharge planning terhadap penambahan BB pada BBLR belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dan berhubungan dengan penelitian ini antara lain:

1. Smith et al. (2009) melakukan penelitian tentang “Are families prepared for discharge from the NICU?” Terhadap 867 keluarga dilakukan survey kesiapan dalam merawat bayi mereka di rumah setelah dilakukan discharge planning dari analisa multivariabel yang dilakukan dengan OR=2,5 95% confidence interval menunjukkan kepercayaan untuk kesehatan anak mereka, OR= 2,9 95% confidence interval menunjukkan kesiapan keluarga dalam perawatan di rumah dan OR= 4,2 95% CI menunjukkan keluarga dapat memilih dokter anak. Dengan kesimpulan bahwa persiapan pulang dapat membantu dalam memilih dokter anak dan mempersiapkan keluarga untuk perawatan bayi di rumah. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan

(7)

adalah melakukan discharge planning pada orang tua bayi yang dirawat di ruang NICU. Perbedaan penelitiannya pada variabel, metode dan lokasi penelitian.

2. Shepperd et al. (2010) melakukan penelitian berjudul “Discharge planning from hospital to home” melakukan penelusuran literatur untuk memperbarui tinjauan Cochrane dengan kriteria seleksi randomized control trial RCT yang membandingkan discharge planning dengan discharge rutin yang disesuaikan dengan perawatan pasien. Peserta adalah pasien rawat inap di rumah sakit.

Studi dikelompokkan berdasarkan pasien geriatric, pasien bedah, dan beberapa kondisi komplek. Hasil utama diperoleh bahwa secara signifikan readmission atau masuknya kembali pasien kerumah sakit setelah pulang ke rumah berkurang (RR 0,85, 95% CI 0,74-0,97). Untuk pasien usia lanjut dengan kondisi medis (biasanya gagal jantung) ada bukti yang cukup untuk perbedaan angka kematian (RR 1,04, 95% CI 0,74-1,46). Dalam tiga uji coba pasien yang dialokasikan untuk melaksanakan perencanaan dilaporkan kepuasan meningkat. Ada sedikit bukti tentang biaya kesehatan secara keseluruhan.

3. Abdeyazdan et al. (2007) melaksanakan penelitian tentang “A Comparative study on growth pattern of low birth weight and normal birth weight neonates”. Penelitian ini membandingkan tentang pola pertumbuhan pada bayi berat lahir cukup (BBLC) dan BBLR. Metode yang digunakan adalah kohort restropektif terhadap 218 bayi yang terbagi menjadi 2 yaitu 109 BBLC dan 109 BBLR. Dari penelitian tersebut memperlihatkan perbedaan pertumbuhan dimana kecepatan pertumbuhan BBLC lebih baik dari pada pertumbuhan BBLR. Persamaan penelitian terletak pada hasil akhir yaitu penambahan BB.

Sedangkan perbedaannya terletak pada metode, analisa data dan varibel yang diteliti

4. Thakur et al. (2011) melakukan penelitian berjudul “Effect of nutrition education on exclusive breastfeeding for nutritional outcome of low birth weight babies”. Penelitian ini dilakukan di Maternal Care and Health Training Institute dan Dhaka Medical College Hospital pada bulan Mei - Oktober 2008.

(8)

Metode yang digunakan adalah RCT dengan jumlah sampel 184 ibu post partum yang memiliki BBLR dengan 92 masuk sebagai kelompok intervensi dan 92 sebagai kelompok kontrol. Kelompok intervensi dilakukan pendidikan kesehatan tentang cara menyusui yang benar selama 2 bulan dengan frekuensi 1 jam konseling tiap 2 minggu sekali. Kemudian setelah 2 bulan kedua kelompok dilakukan evaluasi untuk mengetahui rata-rata BB bayi. Hasil yang dilaporkan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara pendidikan kesehatan tentang cara menyusui dengan penambahan BB dan tinggi badan pada BBLR. Hasil lain diperoleh juga bahwa kelompok kontrol lebih banyak menderita penyakit saluran pernafasan dari pada kelompok intervensi. Pada kelompok intervensi lebih banyak memberikan ASI eksklusif dari pada kelompok kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan memberi banyak keuntungan untuk meningkatkan status kesehatan bayi sehingga terbukti dapat digunakan sebagai sarana yang baik untuk mengurangi risiko malnutrisi pada bayi dan dapat mengurangi kematian BBLR. Persamaan penelitian ini pada desain penelitian dan hasil akhir yang diharapkan, sedangkan perbedaannya pada cara penelitian, waktu dan tempat.

5. Itabashi et al. (2007) melakukan penelitian tentang ”Longitudinal follow-up of height up to five years of age in infants born preterm small for gestational age; comparison to full-term small for gestational age infants”. Penelitian dilakukan di Jepang dengan cara melakukan kunjungan ulang secara berkala pada bayi prematur dengan usia gestasi kurang dari 32 minggu dibandingkan dengan usia gestasi antara 32-37 minggu. Hasil penelitiannya bahwa pencapaian maksimal tinggi badan semua kelompok umur gestasi adalah 68%

pada 1 tahun pertama, 89% pada 3 tahun pertama dan 88% pada 5 tahun pertama, pencapaian maksimal pada 3 dan 5 tahun pertama untuk bayi dengan usia gestasi 32 minggu memiliki nilai lebih kecil 74% dari pada kelompok antara 32-37 minggu dan lebih dari 37 minggu yaitu sekitar 90%. Beberapa faktor terkait dengan perawakan pendek pada anak dengan kelahiran prematur adalah: tinggi badan ibu, dan lingkar kepala bayi saat lahir. Kesimpulan penelitian ini kelahiran prematur terutama bayi dengan usia gestasi kurang

(9)

dari 32 minggu lebih berisiko untuk tidak dapat mencapai tinggi badan optimal dari pada bayi usia gestasi antara 32-37 minggu dan lebih dari 37 minggu. Untuk mengetahui faktor-faktor terkait pertumbuhan sehingga dapat memberikan masukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan anak khususnya bayi dengan kelahiran prematur. Persamaan penelitian ini melihat pertumbuhan pada bayi BBLR. Perbedaannya pada desain, metode, dan variabel penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Dari sini kita dapat memahami bahwa Quraish Shihab dalam pemikirannya membolehkan poligami, namun dalam pelaksanaan poligami tersebut beliau sangat menekankan pada unsur keadilan

Myös rinnan ympärysmitoissa (Piirros 5.) oli rotujen järjestys molemmilla ruokintatasoilla sama. voidaan havaita, että SkSk:n rinnan ympärysmitat olivat 300 kg:n painossa

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

Daun beringi merupakan daun dikotil yang terdiri dari epidermis atas, stoma, jaringan palisade, korteks, jaringan spons, jaringan pengangkut dan epidermis bawah..

Pengukuran “image body size” dilakukan dengan cara membuka program Proscrustes TPSutil dan TPSdigg2 (Rohlf 1999) menggunakan komputer dan menyisipkan (insert)

‘Good, yes, don’t neglect your studies.’ The Doctor left Fitz with a friendly pat, then sprinted down the steps and off along the shore for the TARDIS, standing some distance away