• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA PENGARUH PENGATURAN VOLUME BIOETHANOL SEBAGAI CAMPURAN BAHAN BAKAR MELALUI MAIN JET SECARA INDEPENDENT TERHADAP EMISI PADA MESIN OTTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISA PENGARUH PENGATURAN VOLUME BIOETHANOL SEBAGAI CAMPURAN BAHAN BAKAR MELALUI MAIN JET SECARA INDEPENDENT TERHADAP EMISI PADA MESIN OTTO"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA PENGARUH PENGATURAN VOLUME BIOETHANOL SEBAGAI CAMPURAN BAHAN BAKAR MELALUI MAIN JET SECARA

INDEPENDENT TERHADAP EMISI PADA MESIN OTTO

Iqbal Yamin Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik – Universitas Indonesia

Kampus Baru UI Depok 16424 Email : iqbal.yamin@hotmail.com

ABSTRAK

Semakin meningkatnya konsumsi minyak bumi sebagai bahan bakar membuat sumber energi yang tidak terbaharukan ini semakin menipis. Hal ini membuat kita harus mencari alternative renewable energy, salah satunya adalah bio-ethanol. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengaturan volume ethanol sebagai campuran bahan bakar melalui main jet secara terpisah dengan bensin premium untuk mengetahui pengaruhnya terhadap emisi yang dihasilkan oleh motor. Kadar ethanol yang digunakan adalah E7, E10, E13, E16, dan E20. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diketahui berapa banyak bio-ethanol yang dibutuhan sebagai campuran agar emisi yang dihasilkan menjadi lebih bagus.

Kata kunci :

Bio-Ethanol; emisi; kadar ethanol; main jet; pengaturan; volume

1. PENDAHULUAN

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,9% pada tahun 2012 berbanding linier dengan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat kita semakin tinggi sehingga volume kendaraan mengalami peningkatan dan konsumsi BBM terutama premium dan solar juga semakin tinggi. 50% konsumsi energi nasional Indonesia selama ini berasal dari minyak bumi. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih sangat tergantung pada sumber energi tak terbarukan tersebut. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,9% pada tahun 2012 berbanding linier dengan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat kita semakin tinggi

(2)

sehingga volume kendaraan mengalami peningkatan dan konsumsi BBM terutama premium dan solar juga semakin tinggi. 50% konsumsi energi nasional Indonesia selama ini berasal dari minyak bumi. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih sangat tergantung pada sumber energi tak terbarukan tersebut. Indonesia sebagai Negara yang beriklim tropis mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengembangkan energi alternative berupa Bio-fuel.

Bio-ethanol dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan, karena bersih dari emisi bahan pencemar. Bio-ethanol yang dihasilkan dari tanaman-tanaman tadi pada umumnya masih mempunyai kadar ethanol yang rendah. Sedangkan untuk mengaplikasikan bio-ethanol sebagai bahan pengganti atau campuran pada mesin kendaraan bermotor dibutuhkan bio-ethanol dengan kadar tinggi dengan kadar ethanol minimal 85%.

2. DASAR TEORI

2.1.Motor Otto 4 Langkah

Pada mesin 4 langkah, torak bergerak bolak-balik dalam silinder dari Titik Mati Atas (TMA) menuju Titik Mati Bawah (TMB) sebanyak 4 kali atau 2 putaran engkol untuk memenuhi 1 siklus kerja. Jarak yang ditempuh torak selama gerakan bolak-balik disebut dengan stroke atau langkah torak. Langkah-langkah yang terdapat pada motor bensin 4 langkah adalah langkah hisap (intake stroke), kompresi (Compression stroke), kerja (Power stroke), dan buang (Exhaust stroke) seperti pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Siklus Motor Otto 4 Langkah

Pada motor Otto 4 langkah ini, gas pembakaran hanya mendorong torak pada langkah power stroke saja. Oleh karena itu, untuk memungkinkan gerak torak pada tiga langkah lainnya maka

(3)

sebagian energi pembakaran selama langkah ekspansi diubah dan disimpan dalam bentuk energi kinetis roda gila (flywheel).

Siklus kerja motor Otto dapat digambarkan pada diagram indikator, yaitu diagram P-V (tekanan- volume) dan diagram T-S (tekanan-entropi). Diagram indikator ini berguna untuk melakukan analisa terhadap karakteristik internal motor Otto.

Gambar 2.2 Diagram P-V Siklus Otto 4 Langkah

Gambar 2.3 Diagram T-S Ideal Siklus Otto 4 Langkah

(Sumber : Y. Cengel & M. A. Boles. Thermodynamic : An Engineering Approach 5th)

Langkah-langkah pada mesin Otto 4 langkah dapat dilihat pada gambar II-9. langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

(4)

Selama langkah isap torak bergerak dari TMA menuju TMB, katup masuk terbuka dan katup buang tertutup. Gerakan torak memperbesar volume ruang bakar dan menciptakan ruang hampa (vacuum) dalam ruang bakar. Akibatnya campuran udara dan bahan bakar terisap masuk ke dalam ruang bakar melalui katup masuk. Langkah isap berakhir ketika torak telah mencapai TMB.

2. Langkah kompresi / compression (1 – 2)

Selama langkah kompresi katup isap tertutup dan torak bergerak kembali ke TMA dengan katup buang masih dalam keadaan tertutup. Gerakan torak tersebut mengakibatkan campuran udara dan bahan bakar yang ada di dalam ruang bakar tertekan akibat volume ruang bakar yang diperkecil, sehingga tekanan dan temperatur di dalam silinder meningkat.

3. Proses pembakaran /combustion (2 - 3)

Pada akhir langkah kompresi, busi pijar menyala sehingga campuran udara-bahan bakar yang telah memiliki tekanan dan temperatur tinggi terbakar. Pembakaran yang terjadi mengubah komposisi campuran udara-bahan bakar menjadi produk pembakaran dan menaikkan temperatur dan tekanan dalam ruang bakar secara drastis.

4. Langkah kerja / power (3 – 4)

Tekanan tinggi hasil dari proses pembakaran campuran udara-bahan bakar mengakibatkan torak terdorong menjauhi TMA. Dorongan ini merupakan kerja keluaran dari siklus mesin Otto. Dengan bergeraknya torak menuju TMB, volume silinder meningkat sehingga termperatur dan tekanan dalam ruang bakar turun.

5. Proses buang (4 – 5)

Proses buang ini terjadi pada akhir langkah kerja dimana katup buang mulai terbuka sehingga menyebabkan penurunan tekanan didalam silinder secara drastis.

6. Langkah buang /exhaust (5 – 0)

Katup buang terbuka ketika torak telah mencapai TMB. Torak terus bergerak kembali menuju TMA sehingga gas hasil pembakaran tertekan keluar dari ruang bakar melalui katup buang.

(5)

2.2.Karburator

Karburator adalah sebuah alat yang mencampur udara dan bahan bakar untuk sebuah mesin pembakaran dalam. Pada dasarnya karburator bekerja menggunakan Prinsip Bernoulli: semakin cepat udara bergerak maka semakin kecil tekanan statis-nya namun makin tinggi tekanan dinamis-nya. Pedal gas pada mobil sebenarnya tidak secara langsung mengendalikan besarnya aliran bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar. Pedal gas sebenarnya mengendalikan katup dalam karburator untuk menentukan besarnya aliran udara yang dapat masuk kedalam ruang bakar. Udara bergerak dalam karburator inilah yang memiliki tekanan untuk menarik serta bahan bakar masuk kedalam ruang bakar.

Gambar 2.4 Bagian-bagian Karburator

Di dalam karburator terdapat dua komponen yang berfungsi sebagai jalur keluarnya bahan bakar dari ruang pelampung karburator menuju ke intake mesin Otto. Dua komponen tersebut adalah main jet dan pilot jet.

(6)

Gambar 2.5 Posisi Main Jet dan Pilot Jet

Pilot-jet berfungsi untuk mensuplai bahan bakar di putaran rendah (stasioner) hingga 4.000 rpm.

Suplai berangsur hilang dan beralih ke main-jet sesuai bukaan skep dan akhirnya digantikan secara penuh oleh main-jet untuk di putaran atas.

2.3.Performa Mesin Otto

Ada beberapa hal yang mempengaruhi peforma motor Otto, antara lain besarnya perbandinan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk ruang bahan bakar. Semakin besar perbandingan udara motor akan semakin efisien, akan tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi. Angka oktan pada bahan bakar motor Otto menunjukan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara dan bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas campuran akan lebih baik.

2.4.Air Fuel Ratio

Air fuel ratio adalah rasio perbandingan massa udara dengan bahan bakar pada internal combustion engine. Untuk mengetahui apakah campuran bahan bakar yang masuk ke dalam ruang bakar mempunyai ratio yang tepat kita bisa melihat kondisi motor di bagian ruang bakar dan performa saat dinyalakan.

(7)

Proses pembakaran dikatakan sempurna bila campuran bahan bakar dan udara dapat terbakar seluruhnya pada waktu dan keadaan yang dikehendaki. Selain itu, pembakaran sempurna terjadi bila seluruh iso-oktana (C8H18) dapat bereaksi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O. Berikut ini adalah reaksi pembakaran sempurna:

Dengan memasukkan bilangan Avogadro maka didapat perhitungan AFR untuk reaksi pembakaran bensin (C8H18) dengan udara secara sempurna adalah 15.02.

Proses pembakaran tidak sempurna (tidak stoikiometri) terjadi bila terdapat sebagian bahan bakar yang tidak ikut terbakar atau pembakaran yang terjadi bila iso-oktana (C8H18) tidak dapat bereaksi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O melainkan menjadi CO, HC, dan H2O. Reaksi pembakaran tidak sempurna dapat dituliskan sebagai berikut:

C8H18 + 7O2 6CO + 8H2O + 2HC

Untuk mendapatkan ratio yang tepat, karburator disetting agar aliran udara yang masuk sesuai dengan bahan bakar yang dikabutkan. Secara teoritis, untuk membakar bensin secara sempurna, ratio udara banding bahan bakar yang tepat adalah 15:1. Namun mesin memerlukan kondisi campuran yang berbeda bergantung pada kondisi kerja, contohnya sbb Start mesin dingin 2~3 : 1 (choke dioperasikan), start mesin yang sudah panas 7~8 : 1, stasioner/langsam 8~10 : 1, kecepatan rendah 10~12 : 1, kecepatan menengah 15~17 : 1, kecepatan tinggi / beban berat 12~13 : 1.

Secara umum, peruntukan ratio yang baik sbb:

a. 12~13:1 Adalah ratio yang menghasilkan tenaga yang paling besar / max b. 15:1 Adalah ratio yang memungkinkan pembakaran bensin secara sempurna c. 16~17:1 Adalah ratio untuk pemakaian bensin yang paling irit

Secara stoikiometri AFR 15,02 : 1 adalah yang paling sempurna. Grafik perbandingan Air-Fuel Ratio dapat dilihat pada Gambar 2.6.

2 2

2 2 2

18

8H 12.5O 3.76N 8CO 9H O 47N

C     

   

 

   

114.2278 15.02

85 . 1715 0079

. 1 18 12.0107 8

0 . 14 2 76 . 3 994 . 15 2 5 . 12 Fuel

AFR Air  

 

(8)

Gambar 2.6 Grafik Perbandingan AFR

(sumber : www.saft7.com)

Campuran yang terlalu kurus/miskin, bisa ditandai dengan kondisi sbb:

a. Electrode pada busi berwarna putih b. Stasioner / langsam tidak stabil c. Mesin terasa cepat panas d. Mesin sulit distart e. Ngelitik / detonasi

Campuran yang terlalu gemuk/kaya bisa ditandai dengan kondisi sbb:

a. Electrode busi berwarna hitam dan basah (Knalpot berasap hitam) b. Bahan bakar sangat boros

c. Putaran mesin tidak stabil

d. Banyak deposit karbon di dalam ruang bakar e. Mesin sulit distart

Campuran yang tepat akan menghasilkan pembakaran yang sempurna sehingga busi berwarna coklat keabu-abuan dan kering, deposit karbon tidak banyak terbentuk, putaran mesin stabil dan mesin mudah distart.

Sedangkan untuk reaksi pembakaran Gasohol (etanol + bensin) dengan udara secara stoikiometri dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut :

2 2

2 2 2

5 2 18

8H 0.1C HOH 11.5O 3.76N 7.4CO 8.4H O 43.428N

0.9C      

(9)

Dari perhitungan di atas AFR untuk reaksi pembakaran E10 dengan udara secara sempurna sebesar 14.76

2.5.Emisi Gas Buang

2.5.1. Karbon Monoksida (CO)

Karbon monoksida (CO) dihasilkan dari pembakaran tak sempurna dari senyawa karbon. Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam proses pembakaran yang disebabkan saat terjadi proses pembakaran di dalam ruang bakar, massa oksigen tidak mencukupi untuk bereaksi dengan senyawa karbon dari bahan bakar.

2.5.2. Karbon Dioksida (CO2)

Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang bakar.

Semakin tinggi kadar CO2 dalam suatu proses pembakaran maka semakin sempurna proses pembakaran yang terjadi pada ruang bakar.

2.5.3. Hydro Carbon (HC)

Bahan bakar bensin merupakan senyawa hidrokarbon sehingga adanya kandungan HC (Hydro Carbon) di dalam gas buang motor bakar mengindikasikan adanya bahan bakar yang tidak terbakar dan terbuang bersama gas buang hasil pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon dalam bahan bakar terbakar sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah CO2 dan H2O. Nilai HC yang cukup besar mengindikasikan bahwa campuran udara dan bahan bakar yang masuk ke dalam ruang bakar berada pada AFR < 14.7 (fuel rich).

2.5.4. Oksigen (O2)

Konsentrasi dari oksigen pada gas buang berbanding terbalik dengan konsentrasi CO2. Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna, maka kadar oksigen yang masuk ke dalam ruang bakar harus mencukupi untuk setiap molekul hidrokarbon pada bahan bakar. Pembakaran yang baik menghasilkan emisi O2 yang rendah karena telah bereaksi dengan bahan bakar.

   

 

   

       

76 . 4113 14 . 107

4454 . 1585 60628

. 4 80502 . 102

4454 . 1585

994 . 15 0079 . 1 6 0107 . 12 2 1 . 0 0079 . 1 18 12.0107 8

9 . 0

0 . 14 2 76 . 3 994 . 15 2 55 . 11

Ethanol Gasoline

Air Fuel

AFR Air

 

 

 

(10)

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, yaitu melakukan pengujian dengan mencampur bio-etanol dan bensin pada beberapa kadar prosentase etanol dan variasi putaran mesin yang berbeda seperti pada tabel dibawah ini:

Tabel 3.1 Variasi Persentase Ethanol

No variasi volume

1 7%

2 10%

3 13%

4 16%

5 20%

3.1.PERSIAPAN BAHAN BAKAR

Penelitian ini menggunakan variasi volume ethanol E7, E10, E13, E16, dan E20 yang akan dimasukkan ke dalam engine melalui main jet secara terpisah dengan bensin. Berikut spesifikasi bahan bakar yang digunakan

a. Bahan Bakar Premium

Bensin premium (Pertamina) digunakan pada motor Otto sebagai data pembanding unjuk kinerja motor bakar.

Tabel 3.2 spesifikasi bahan bakar premium

Jenis Bensin tanpa Timbal

Nilai Kalor Spesifik Berat Jenis

11973 Kkal/Kg 719.7 kg/m3

Sumber : Wikipedia

Tabel 3.3 spesifikasi bahan bakar bioethanol

Jenis Bio-etanol Tetes Tebu

Nilai Kalor Spesifik 6400 Kkal/Kg (@ 100%)

Berat Jenis 789.00 kg/m³

Sumber : Wikipedia

Proses pencampuran bio-ethanol dengan bensin premium dilakukan dengan cara memasukkan bensin dan ethanol pada main jet, dan bensin pada pilot jet dengan menggunakan wadah yang terpisah untuk masing-masing bahan bakar. Karburator digunakan sebagai wadah untuk bensin

(11)

dan sebuah tangki untuk wadah ethanol. Dikarenakan masa jenis yang berbeda untuk kedua bahan bakar tersebut, maka digunakan fuel pump sebagai alat bantu agar ethanol dapat masuk ke karburator utama dengan harapan ethanol dan bensin yang masuk melalui main jet akan terkarburasi.

Dua karburator penyuplai (Gambar 3.1) hanya dimanfaatkan sistem pelampung dan penampungnya (mangkok karburator) saja untuk mengontrol kebutuhan bahan bakar sesuai dengan kondisi putaran dan beban engine. Sedangkan satu carburator utama (Gambar 3.1) digunakan untuk proses pengkabutan dan pemasukan bahan bakar bio-etanol dan bensin premium secara terpisah melalui main jet.

Gambar 3.1 Sistem Pencampuran Bahan Bakar

4. HASIL PENELITIAN 4.1.Pengujian Emisi Gas Buang

4.1.1. Kadar Gas karbon monoksida (CO) dalam gas buang

Karbon monoksida (CO) dihasilkan dari pembakaran tak sempurna dari senyawa karbon. Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam proses pembakaran yang disebabkan saat terjadi proses pembakaran di dalam ruang bakar, massa oksigen tidak mencukupi untuk bereaksi dengan senyawa karbon dari bahan bakar.

Karburator Utama Tangki bio-ethanol

Karburator pen-supply pilot jet

Karburator pen-supply main jet

(12)

Gambar 4.1 Grafik % CO dalam gas buang

Semakin besar kandungan CO yang terdapat pada gas buang menunjukkan bahwa pembakaran yang terjadi semakin tidak sempurna. Dari grafik yang didapat pada gambar 4.1 terlihat bahwa pada system yang kami buat saat menggunakan bahan bakar premium tanpa dicampur bio- ethanol, terdapat kandungan CO yang paling besar yaitu antara 2.5%-3%. Hal ini menunjukkan bahwa campuran bahan bakar dan udara lean apabila dibandingkan dengan bahan bakar yang telah dicampur bio-ethanol. Semakin besar penambahan volume bio-ethanol, dapat terlihat bahwa kandungan CO yang terdeteksi juga semakin sedikit. Dan kandungan CO yang paling rendah terdapat pada penambahan volume bio-ethanol sebesar 20% yang dapat menurunkan emisi gas CO rata-rata sebesar 94%. Hal ini dikarenakan ethanol mempunyai molekul –OH dalam gugus molekulnya yang membantu terjadinya reaksi pembakaran yang lebih sempurna.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

%CO

CO

E0 E7 E10 E13 E16 E20

(13)

4.1.2. Kadar Gas Carbon Dioksida (CO2) dalam gas buang

Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang bakar.

Semakin tinggi kadar CO2 dalam suatu proses pembakaran maka semakin sempurna proses pembakaran yang terjadi pada ruang bakar.

Gambar 4.2 Grafik % CO2 dalam gas buang

Dari grafik yang didapat pada gambar 4.2 terlihat bahwa penambahan bio-ethanol sebesar 20%

dapat meningkatkan kadar CO2 rata-rata sebesat 67%, peningkatan kadar CO2 ini menunjukkan bahwa proses pembakaran menjadi lebih sempurna. Hal ini dikarenakan molekul –OH pada ethanol akan bergabung dengan emisi gas buang CO sehingga dihasil emisi gas buang CO2 yang lebih banyak.

4.1.3. Kadar Hydrocarbon (HC) dalam gas buang

Bahan bakar bensin merupakan senyawa hidrokarbon sehingga adanya kandungan HC (Hydrocarbon) di dalam gas buang motor bakar mengindikasikan adanya bahan bakar yang tidak terbakar dan terbuang bersama gas buang hasil pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon dalam bahan bakar terbakar sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah CO2 dan H2O. Nilai HC yang cukup besar mengindikasikan bahwa campuran udara dan bahan bakar yang masuk ke dalam ruang bakar berada pada AFR < 14.7 (fuel rich).

0 1 2 3 4 5 6

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

%CO2

CO2

E0 E7 E10 E13 E16 E20

(14)

Gambar 4.3 Grafik kadar HC dalam gas buang

Dari grafik yang didapat pada gambar 4.4 terlihat bahwa penambahan bio-ethanol tidak memberikan begitu banyak perubahan pada emisi gas buang HC. Hal ini dikarenakan emisi gas buang HC ketika ditambahkan ethanol hanya berkurang sebesar 250 ppm (part per million), angka ini bisa kita abaikan karena terlalu kecil.

4.1.4. Kadar Gas Oksigen (O2) dalam gas buang

Konsentrasi dari oksigen pada gas buang berbanding terbalik dengan konsentrasi CO2. Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna, maka kadar oksigen yang masuk ke dalam ruang bakar harus mencukupi untuk setiap molekul hidrokarbon pada bahan bakar. Pembakaran yang baik menghasilkan emisi O2 yang rendah karena telah bereaksi dengan bahan bakar.

Gambar 4.4 Grafik %O2 dalam gas buang

0 50 100 150 200 250 300 350 400

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

ppm

HC

E0 E7 E10 E13 E16 E20

15.2 15.4 15.6 15.8 16 16.2 16.4 16.6 16.8

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

O2

E0 E7 E10 E13 E16 E20

(15)

Dari grafik yang didapat pada gambar 4.2 terlihat bahwa penambahan bio-ethanol sebesar 20%

dapat menurunkan kadar O2 rata-rata sebesar 6%, penurunan kadar O2 ini menunjukkan bahwa pembakaran lebih sempurna atau campuran bahan bakar dan udara menjadi rich. Hal ini dikarenakan O2 sudah terpakai untuk mengikat HC, CO, dan gugus –OH sehingga pembakarannya menjadi lebih sempurna.

5. KESIMPULAN

Setelah dilakukan pencampuran bahan bakar bio-ethanol dan premium menjadi E0, E17, E10, E13, E16 dan E20 maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembakaran dari bahan bakar premium yang dicampur dengan ethanol lebih baik atas dasar pertimbangan kadar CO2 rata-rata naik dan kadar CO rata-rata turun

2. Dengan campuran ethanol sebesar 20% menghasilkan gas buang terbaik dengan kadar CO sebesar 0.14%, CO2 sebesar 4.8%, HC 88 ppm dan kadar O2 16.03%.

3. Penurunan kadar Oksigen rata-rata sebesar 6%, penurunan kadar O2 ini menunjukkan bahwa pembakaran lebih sempurna atau campuran bahan bakar dan udara menjadi rich.

6. DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Syaehul. Pengaruh Pengontrolan Temperatur Evaporator Terhadap Laju Destilasi Etanol Low Grade Pada Compact Distilator.2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI

An An Herliani & Teni Rodiani, 2011, Mata Diklat 4 Aplikasi Entalpi dan Perubahannya, Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta

Anonim. Emision Control Two and Three Wheel Vehicle, 1999 Washington DC: Manufaktur &

Emision Control Assosiation.

Aribowo, Atlanta. Analisia Kinerja Motor Dinamis Dengan Pemanfaatan Etanol Kadar Tinggi Dari Hasil Kompak Destilator Sebagai Bahan Bakar Tambahan. 2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI

Cengel, Yunus A. and Boles, Michael A. 2002. Thermodynamics. forth edition. New

Devanta Bayu Prasetyo & Fajar Patriayudha. Pemakaian Gasohol Sebagai Bahan Bakar Pada Kendaraan Bermotor. 2009. Semarang: Departemen Teknik Kimia FT UNDIP

Indrianto, Fariza. Pengaruh Injeksi Distillate Sebagai Bahan Bakar Tambahan Pada Genset Berbahan Bakar Bensin. 2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI

Rahman, Raksa Aulia. Pengaruh Variasi Beban Pada Evaporator 90˚ Terhadap Laju Destilasi Etanol Low Grade Pada Compact Destilator. 2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI

(16)

Sihaloho, Ridho Daniel. Uji Eksperimental Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol BE-5 dan BE-10). 2009. Medan : Departemen Teknik Mesin FT USU

Sitorus, Tulus Burhanudin. Tinjauan Bahan Bakar Gas Sebagai Bahan Bakar Alternative. 2002.

Medan : Departemen Teknik Mesin FT USU

Sugiarto, Bambang. 2003. Motor Pembakaran Dalam. ISBN 979-97726-7-2

Sugiarto, Rino. Unjuk Kerja Low grade Etanol Dari Pemanfaatan Panas Gas Buang Motor Bakar Dinamis Sebagai Sumber Energi Kompak Distilator. 2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Motor Otto 4 Langkah
Gambar 2.2 Diagram P-V Siklus Otto 4 Langkah
Gambar 2.4 Bagian-bagian Karburator
Gambar 2.5 Posisi Main Jet dan Pilot Jet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa daya reduksi/aktivitas antioksidan dalam pengolahan nira aren menjadi gula aren terus

Analisis regresi berganda kaedah stepwise bagi kesemua peramal (Kecerdasan, Stail Berfikir, Pendekatan Belajar dan Demografi) menunjukkan peramal pendekatan belajar

Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam menganalisis unsur intrinsik sebuah karya sastra, siswa dapat meneladani berbagai sikap positif dan

22 Dalam kaitannya dengan, Toleransi Umat Beragama : Studi Posisi Umat Islam di Kerajaan Majapahit sumber yang berhasil penulis dapat yaitu tentang Babad Tanah

Berdasarkan Pasal 7 Ayat (6) UUPT tersebut mengandung konsekuensi yakni berupa sanksi hukum apabila waktu yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang

perencanaan yang baik maka segala kegiatan pembelajaan dapat disusun secara sistematika untuk mempermudah jalannya kegiatan pembelajaran, 2) Pelaksanaan pembelajaran

Pelaksanaan penilaian portofolio masih memiliki keterbatasan, diantaranya dibutuhkan waktu cukup lama dalam pelaksanaannya, dibutuhkan lahan yang luas untuk pengumpulan setiap

Sebagai informasi, upaya konservasi di DAS Keduang ini dilakukan dengan pendeka- tan vegetatif, dimana metode vegetatif dalam strategi konservasi tanah dan air