• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN JEMBATAN STEEL BOX GIRDER BERDASARKAN AASHTO LRFD 1998 DAN APLIKASI PROGRAM UTrap 2.0

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERENCANAAN JEMBATAN STEEL BOX GIRDER BERDASARKAN AASHTO LRFD 1998 DAN APLIKASI PROGRAM UTrap 2.0"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN JEMBATAN STEEL BOX GIRDER BERDASARKAN AASHTO LRFD 1998

DAN APLIKASI PROGRAM UTrap 2.0

Tugas Akhir

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

Nailul Abror Pohan 04 0404 021

SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2009

(2)

PERENCANAAN JEMBATAN STEEL BOX GIRDER BERDASARKAN AASHTO LRFD 1998

DAN APLIKASI PROGRAM UTrap 2.0

Tugas Akhir

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

Nailul Abror Pohan 04 0404 021

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Daniel, MT

Ketua Departemen Teknik Sipil

Ir. Robert Panjaitan NIP. 131 754 529 NIP. 131 127 009

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 130 905 362

SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

(3)

ABSTRAK

Didalam perencanaan jembatan pemilihan material gelagar merupakan kriteria utama dalam menentukan metode pelaksanaan pekerjaan dan biaya.

Material gelagar dapat dipilih dari bahan baja, beton ataupun komposit, berat sendiri gelagar mempunyai pengaruh langsung terhadap struktur jembatan baik bangunan atas ( superstructure ) maupun bangunan bawah ( substructure ).

Jembatan steel box girder memiliki beberapa kelebihan dibandingkan gelagar dengan penampang I ( I-girder ) karena memiliki daya lentur yang tinggi dan kekakuan terhadap torsi yang baik.

Didalam perencanaan, jembatan steel box girder harus aman terhadap lenturan ( flexure ), kuat geser ( shear strength ) dan kelelahan ( fatigue ) pada web sesuai dengan peraturan AASHTO-LRFD 2008 yang diisyaratkan.

Perhitungan dilakukan dengan metode perencanaan berdasarkan beban dan kekuatan terfaktor ( LRFD ) serta pemodelan element shell dengan menggunakan aplikasi program UTrap 2.0. UTrap 2.0 adalah program khusus untuk menganalisa jembatan trapezoidal steel box girder. Pemodelan elemen shell pada bangunan atas ( superstructure ) digunakan untuk membandingkan dengan pemodelan elemen frame untuk mendapatkan reaksi yang terjadi pada jembatan (momen dan geser). Dari perbandingan tersebut diharapkan didapatkan pemodelan yang efektif terhadap analisa linier jembatan.

Dari perencanaan pada tugas akhir ini didapat kesimpulan bahwa jembatan yang direncanakan aman terhadap lenturan ( flexure ), kuat geser ( shear strength ) dan kelelahan ( fatigue ) pada web sesuai dengan peraturan AASHTO-LRFD 1998 yang diisyaratkan. Pemodelan element frame memberikan nilai yang lebih besar dalam perencanaan di daerah positif sebesar 18,662% pada momen dan 76,143 % pada geser sedangkankan element shell memberikan hasil yang lebih besar pada daerah negatif sebesar 17,441% pada momen dan 6,782%

pada geser.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, nikmat dan hidayahnya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Tujuan dalam penulisan tugas akhir ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana teknik tingkat strata satu (S1) di Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT. dan Ir. Robert Panjaitan selaku pembimbing dan Co. Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan. sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.

Bapak Ir. Terunajaya, MSc. selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.

Bapak/Ibu staf pengajar dilingkungan Departemen Tenik Sipil, Universitas Sumatera Utara.

Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuannya.

Kedua orang tua saya H. Zulkarnain Pohan (Alm) dan Hj. Sorayya Najmah Lubis serta kakak dan abang-abang saya Karimah Yulie Pohan, SP, Nadil

(5)

Arzaq Pohan, SE, Nafir Robihan, SE, Guntoro, SP dan Infiani Penatasari, S.Pt yang telah banyak memberikan dukungan moril.

 Rekan-rekan stambuk 2004 khususnya kepada Acca, ST. Aswin, ST, Ghafur, ST, Hazian, ST. Andi, ST, Ilham, Sulaiman, Usuf, Wahyu, Erick, Helmy, M.

Mabrur (Pak Gubernur), Faisal (GILA), Rahmat (teman seperjuangan), Mayjen, Nuel, ST, Robby, ST, Perdi, Erwin FS, Leo, Roy, Samuella, Andrew, Novrizal, Benny, Budiman, Syawal, Rizky, ST, Ica, Emma, Sheila, ST, Safira, Dian, ST, Dini, ST, Nova, ST, Zahara, ST, Joko, Ari Gelap, Wija, ST, Welling, Mike, Meijer, Emir, Topan, Suryo, Ary, Dody, Verik, ST, Robert, ST, Erwin, ST, Novrizal, Mario, Freddi, ST, Fauzi, Eri, Mario, Indra, Amek, Jaka, Kingson, dan teman angkatan 2004 lainnya serta teman- teman di Pema Teknik, KAMMI-Teknik, KOMPOSIT dan Hidrolika community yang telah banyak membantu.

 Seluruh rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi jurusan teknik sipil.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir yang telah terselesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, dengan ikhlas hati penulis menerima kritik dan saran demi perbaikan kedepan nantinya. Harapan penulis, agar kiranya tugas akhir yang berjudul “Perencanaan Jembatan Steel Box Girder Berdasarkan AASHTO- LRFD 1998 dan Aplikasi Program UTrap 2.0” dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2009

Nailul Abror Pohan 04 0404 021

DAFTAR ISI

(6)

Halaman

Abstrak ……….... i

Kata Pengantar ………... iii

Daftar Isi ………. iv

Daftar Tabel ….………... vi

Daftar Gambar ………... viii Daftar Notasi ..………..………... x

BAB I : Pendahuluan ………... 1

I. 1 Umum ………. 1

I. 2 Latar Belakang dan Permasalahan…………..………... 5

I. 3 Maksud dan Tujuan.……….... 7

I. 4 Pembatasan Masalah ………... 8

I. 5 Metode Pembatasan .………... 9

I. 6 Sistematika Pembahasan Tugas Akhir …..………... 9

BAB II : Teori Dasar ……….. 11

II. 1 Pengenalan Perencanaan Struktur Jembatan Baja……..……… 11

II.1.1 Perencanaan Konstruksi ……….. 11

II.1.2 Spesifikasi Perencanaan ..………. 12

II.1.3 Material Struktur ...…... 13

II.1.4 Perencanaan Berdasarkan Beban dan Kekuatan (LRFD)…... 14

II.1.5 Kombinasi Pembebanan .….………...………. 16

II.1.6 Perencanaan Beban Hidup Kendaraan ………...………. 19

II.1.6.1 Perencanaan Truk (Design Truck) ….………... 20

II.1.6.2 Perencanaan Tandem (Design Tandem) ... 21

II.1.6.3 Perencanaan Beban Lajur (Design Lane Load……… 21

II.1.6.4 Beban Lelah (Fatigue Loads)... 22

II.1.6.5 Beban Dinamik (IM)...……... 23

(7)

II.1.6.6 Perhitungan Faktor Distribusi Beban Hidup... 23

II. 2 Pengenalan Elemen Shell...……..……… 23

II.2.1 Elemen Shell... ……….. 25

II.2.2 Elemen Shell pada Program UTrap .………. 26

II.2.3 Formula Elemen Shell...…... 27

BAB III : Metodologi...………. 31

III. 1 Jembatan Steel Box Girder…...….………. 31

III. 2 Tahapan Perencanaan…….…...….………. 33

III. 3 Dimensi Gelagar………...….………. 34

III. 4 Perencanaan Lentur...…...………... 35

III.4.1 Konsep Dasar... ……….. 35

III.4.2 Momen Leleh………... …... 38

III.4.3 Momen plastis..……….…... …... 39

III. 5 Tahanan Geser…...…...………. 41

III.5.1 Pengaku-Pengaku ……...……....……….. 41

III.5.2 Penghubung Geser....……... …... 44

III. 6 Perencanaan Kelelahan...…...………. 45

BAB IV : Aplikasi Peraturan ………... 47

IV. 1 Aplikasi Aashto-Lrfd Terhadap Lentur, Geser Ultimit, dan Kelelahan …... 47

IV. 2 Pemodelan Elemen Shell……...………...…………... 74

IV.2.1 Input Data... ……...……....……….. 74

IV.2.2 Analisis Data...……...…... 77

IV. 3 Perbandingan Pemodelan Elemen Frame dan Pemodelan Shell ..….. 81

BAB V : Kesimpulan Dan Saran……….…..… 82 V. 1. Kesimpulan ……….………... 82

V. 2. Saran ………... 82 Daftar Pustaka

Lampiran

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. 1 Panjang Bentang Berbagai Tipe Superstructure Jembatan …... 3

Tabel II.1 Sifat Mekanikal Minimum Baja Struktural Terhadap Bentuk (Shape), Kekuatan (Strength) Dan Ketebalan (Thicknees) ... 14

Tabel II.2 Beban Rencana ....………... 16

Tabel II.3 Kombinasi Beban dan Faktor Beban ………... 17

Tabel II.4 Faktor beban untuk beban permanen (γp)……...……. 19

Tabel II.5 Fraksi dari Lalu Lintas Truk pada Jalan Satu Lajur (p)...…….. 22

Tabel II.6 Beban Dinamik (IM) ....…...………... 23

Tabel III.1 Pemilihan Flange pada Bagian Box Girder…….…... 34

Tabel III.2 Rumus Perencanaan AASHTO-LRFD untuk Tahanan Lentur Nominal pada Lentur Negatif pada Box girder Komposit... 37

Tabel III.3 Perhitungan Momen Plastis...…….…... 40

Tabel III.4 Rumus Perencanaan AASHTO-LRFD untuk Tahanan Geser Nominal pada Keadaan Batas Kekuatan... 42

Tabel III.5 Rumus Perencanaan AASHTO-LRFD untuk Pengaku-Pengaku.. 43

Tabel III.6 Rumus Perencanaan AASHTO-LRFD Penghubung Geser... 44

Tabel IV.1 Profil Rencana Steel Box…...………... 48

Tabel IV.2 Momen Amplop untuk Kekuatan Ultimit I…………... 51

Tabel IV.3 Geser untuk Kekuatan Ultimit I...…………... 51

Tabel IV.4 Momen dan Geser Amplop untuk Kekuatan Ultimit I…... 52

Tabel IV.5 Propertis Penampang Nonkomposit Daerah Lentur Positif... 56

Tabel IV.6 Propertis Penampang Komposit Jangka Pendek (n=8)... 56

Tabel IV.7 Propertis Penampang Komposit Jangka Panjang (3n=24)... 57

Tabel IV.8 Propertis Penampang Nonkomposit Daerah Lentur Negatif... 59

Tabel IV.9 Propertis Penampang Non-Komposit untuk Daerah Lentur Negatif (3n=24)... 59

Tabel IV.10 Tabel Top Flange, Bottom Flange, dan Web... 75 Tabel IV.11 Hasil Analisa Momen DC1, DC2, dan DW dengan Program

(9)

UTrap 2.0... 80 Tabel IV.12 Hasil Analisa Geser DC1, DC2, dan DW dengan Program

UTrap 2.0... 80 Tabel IV.13 Perbandingan Hasil Momen Elemen Frame Dengan Elemen

Shell... 81 Tabel IV.14 Perbandingan Hasil Geser Elemen Frame Dengan Elemen

Shell... 81

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar I. 1. Jenis-jenis struktur jembatan ………..…... 2

Gambar II.1 Metode Transversal...……… 20

Gambar II.2 Metode longitudinal...……… 20

Gambar II.3 Perencanaan truk AASHTO-LRFD...……… 21

Gambar II.4 Perencanaan Gandeng AASHTO-LRFD...……… 21

Gambar II.5 Perencanaan beban lajur AASHTO-LRFD...……… 22

Gambar II.6 Gambar lokasi nodal dan vektor satuan...……… 27

Gambar II.7 Shell elemen dengan sembilan nodal...……… 28

Gambar III.1 Penampang melintang komposit box girder... 32

Gambar III.2 Batas jarak flange... 32

Gambar III.3 Komponen jembatan box girder komposit... 33

Gambar III.4 Momen plastis dari penampang komposit... 39

Gambar IV.1 Penampang Memanjang Jembatan... 47

Gambar IV.2 Penampang Melintang Jembatan... 47

Gambar IV.3 Elevasi steel box... 49

Gambar IV.4 Momen amplop tidak terfaktor... 52

Gambar IV.5 Geser tidak terfaktor... 53

Gambar IV.6 Momen beban kelelahan tidak terfaktor... 53

Gambar IV.7 Geser beban kelelahan tidak terfaktor... 54

Gambar IV.8 Penampang daerah lentur positif... 55

Gambar IV.9 Penampang daerah lentur negartif... 59

Gambar IV.10 Daerah penghubung geser jembatan dua bentang menerus... 69

Gambar IV.11 Jarak Minimum Penghubung Geser... 70

Gambar IV.12 Form geometri... 75

Gambar IV.13 Form pendimensian pelat... 76

Gambar IV.14 Form Pengaku Web ... 76

Gambar IV.15 Form Support Location ... 77

(11)

Gambar IV.16 Stud Properties... ... 77

Gambar IV.17 Geometri, dek, dan dimensi pelat jembatan... 78

Gambar IV.18 Pour Sequence ... 78

Gambar IV.19 Layar DOS analisa jembatan... 78

Gambar IV.20 Momen pemodelen elemen shell... 79

Gambar IV.21 Geser pemodelen elemen shell... 79

(12)

DAFTAR NOTASI

A = Luas potongan penampang

Apn = Proyeksi elemen diluar pengaku pada las siku antara web dan flange Arb, Art = Luas penulangan lapisan atas dan bawah pada pelat beton

Asc = Luas penampang penghubung geser

+,

Ab Ab = luas bottom flange bawah daerah negatif dan positif

+,

Af A = luas top flange daerah negatif dan positif f

ADTT = Banyaknya truk rata-rata per hari pada satu arah dari umur rencana

ADTTSL = Banyaknya truk rata-rata per hari dalam suatu jalan satu lajur dari umur rencana

Bc, bt, bs = Lebar kompresi, flange baja tarik, dan pelat beton

C = Rasio pada tegangan tekuk geser pada kekuatan leleh geser D = Kedalaman web

Dcp = Kedalaman web kompresi pada momen plastis

Dp = Jarak dari atas pelat ke sumbu netral pada momen plastis d0 = Jarak pengaku

Ec = Modulus elastisitas beton Es = Modulus elastisitas baja

Fc = Tegangan flange kompresi untuk beban terfaktor Fn = Kuat nominal baja

Fr = Tahanan lentur terfaktor flange kompresi

Frb, Frt = Kuat leleh pada penulangan lapisan atas dan bawah Fy = Kuat leleh yang disyaratkan

Fyr = Kuat leleh minimum pada penulangan longitudinal Fyt, Fyc, Fyw = Kuat leleh flange tarik, flange kompresi, dan web

(13)

fcf = Lentur elastis kompresi pada flange kompresi Fu = Kuat tarik penghubung geser

f’c = Kuat tekan beton yang disyaratkan

fu = Tegangan maksimum terfaktor flange kompresi Is = Momen inersia pengaku longitudinal

L = Panjang bentang

LDm = Faktor distribusi beban hidup Mn = Kuat lentur

Mp = Momen plastis

Mr = Tahanan lentur terfaktor Mu = Momen maksimum terfaktor My = Momen leleh

NL = Jumlah jalur Nb = Jumlah gelagar n = Jumlah pengaku

p = Fraksi dari lalu lintas truk pada jalan satu lajur

Rn = Besaran tahanan atau kekuatan nominal dari penampang struktur Rr = Tahanan terfaktor

Rb = Faktor aliran beban

Rh = Faktor hibrida untuk penampang seragam

Ss, Sn, S3n = Penampang modulus dari baja nonkomposit, komposit jangka pendek Jangka panjang.

tc, tt, tw, ts = Tebal flange kompresi, flange tarik, web dan pelat beton Qi = Faktor reduksi

Qn = Tahanan nominal

Qr = Faktor tahanan geser satu penghubung geser Vh = Gaya geser horizontal nominal

WR = Lebar jalan η i = Beban modifikasi ηI = Beban modifikasi ηD = Faktor daktilitas

(14)

η R = Faktor redundansi γ i = Faktor beban Φ = Faktor tahanan

φ b = faktor tahanan untuk pengaku perletakan φ f = Faktor tahanan untuk lentur

ϕ sc = Faktor tahanan pada penghubung geser

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Mengingat lajunya pembangunan dewasa ini, transportasi merupakan prasarana penghubung dari daerah yang satu kedaerah yang lainnya. Jembatan sebagai bagian dari prasarana transportasi untuk memperlancar pergerakan lalu lintas, cepat, aman dan efisien.

Dalam usaha mendorong perkembangan perekonomian dan kegiatan masyarakat khususnya menyangkut masalah pengangkutan penumpang maupun hasil bumi dan industri, maka perlu adanya prasarana jalan dan jembatan yang memadai.

Dari sisi lain jembatan merupakan sarana pengembangan wilayah untuk menunjang pembangunan politik, ekonomi, social dan budaya serta hankamnas.

Fungsi utama dari jembatan adalah untuk menghubungkan ruas jalan yang dibatasi atau terhambat oleh sesuatu (misal sungai, danau, jurang dll) untuk kelancaran lalu lintas.

Dari tujuan teknis perencanaan suatu bangunan akan selalu mempunyai kriteria dasar – dasar perencanaan dan pertimbangan terhadap fungsi bangunannya sistem konstruksinya dari segi ekonomi maupun nilai estetikanya. Nilai keberhasilan tujuan suatu perencanaan sangat tergantung pada keobejektifan didalam pertimbangan memilih struktur suatu konstruksi.

Pada dasarnya ada 8 (delapan) jenis jembatan bila diklasifikasikan menurut bentuk struktur bangunan atasnya (superstructure), seperti yang diperlihatkan pada Gambar I.1.

(16)

1. Jembatan pelat (pelate bridge)

2. Jembatan pelengkung/busur (arch bridge) 3. Jembatan rangka (truss bridge)

4. Jembatan portal (rigid frame bridge) 5. Jembatan ”I - girder”

6. Jembatan “box girder”

7. Jembatan gantung (suspension bridge) 8. Jembatan kabel (cable-stayed bridge)

(1) (2) (3)

(4) (5)

(6)

(7) (8) Gambar I.1 Jenis-jenis struktur jembatan Sumber: Bridge engineering, Prof. Moe M S Cheung

(17)

Pada perencanaan bentuk jembatan bergantung pada material yang digunakan serta panjang bentang jembatan yang diinginkan, seperti yang diperlihatkan pada Tabel I.1.

Tabel I.1. Panjang Bentang Berbagai Tipe Superstructure Jembatan

TIPE STRUKTUR MATERIAL PANJANG BENTANG Pelate Beton > 12 m ( > 40 ft )

Arch Beton 91 - 305 m ( 300 - 1000 ft )

Baja Rangka 244 - 518 ( 800 - 1700 ft)

Baja Rib 122 - 366 m ( 400 - 1200 ft)

Truss Baja 91 - 550 m ( 300 - 1100 ft)

I - Girder Gelagar Beton 12 - 215 m ( 40 - 700 ft ) Gelagar Baja 30 - 260 m ( 100 - 860 ft ) Box Girder Gelagar Beton 30 - 215 m ( 100 - 700 ft ) Gelagar Baja 45 - 244 m ( 150 - 800 ft ) suspension Baja 305 - 1372 m ( 1000 - 4500 ft ) Cable Stayed Beton < 244 m ( 800 ft )

Baja 91 - 335 m ( 300 - 1100 ft )

Sumber: Bridge Engineering, Prof. Moe M S Cheung

Berdasarkan jenis material yang digunakan, maka jembatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Jembatan Kayu.

2. Jembatan Baja.

3. Jembatan Beton :

a. Beton Bertulang.

b. Beton Pratekan.

c. Kombinasi beton bertulang dan beton pratekan.

4. Jembatan Komposit.

a. Komposit beton prategang b. Komposit baja – beton

(18)

Pemilihan bentuk struktur dan material yang digunakan pada jembatan dalam perencanaan jembatan sangat bergantung pada fungsi, struktur yang diinginkan, ekonomis, nilai-nilai estetika dan tahan lama.

Dari semua hal yang diatas jembatan komposit memiliki beberapa beberapa keuntungan dalam perencanaan, seperti :

1. Pelaksanaan pekerjaan pada struktur sistem balok komposit lebih praktis, otomatis penghematan waktu dan biaya, bila dibandingkan dengan sistem konvensional .

2. Kondisi jembatan diproyeksikan untuk mampu melayani lalu lintas jangka panjang, baik bagi peningkatan arus angkutan manusia akibat pertumbuhan penduduk dan pengembangan wilayah. Maupun angkutan barang atau hasil industri yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun

3. Berat konstruksi sistem balok komposit lebih ringan bila dibandingkan konstruksi sistem konvensional, sehingga dapat menyesuaikan terhadap perencanaan bangunan bawah, apalagi bila kondisi tanah yang ada kurang menguntungkan.

Konstruksi jembatan komposit telah mulai digunakan dalam pembangunan sejak pertama tahun 1950 dengan menggunakan balok sederhana pada bentang yang pendek (dari 20 sampai 25 meter), yang kemudian mulai pada bentang yang lebih besar atau jembatan kabel, atau sangat penting perencanaan jembatan rangka untuk memenuhi beberapa persyaratan fungsional dari kereta berkecepatan tinggi.

(19)

I.2 Latar Belakang dan Permasalahan

Pemilihan material gelagar merupakan kriteria utama dalam menentukan metode pelaksanaan pekerjaan dan biaya. Material gelagar dapat dipilih dari bahan baja, beton ataupun komposit, berat sendiri gelagar mempunyai pengaruh langsung terhadap struktur jembatan baik bangunan atas ( superstructure ) maupun bangunan bawah ( substructure ).

Disamping jembatan komposit yang seluruh konstruksinya terbuat dari beton prategang, seringkali jembatan-jembatan juga dibuat dari konstruksi balok baja dalam arah longitudinal dengan lantainya terbuat dari beton bertulang. Apabila lantai tersebut hanya bertumpu di atas gelagar-gelagar, maka hal ini tidak akan memperlihatkan suatu penampang melintang yang membentuk satu kesatuan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya usaha yang dilakukan untuk menyalurkan gaya geser longitudinal pada gelagar ke lantai, maka lantai tersebut jadi tidak ikut memikul momen-momen lentur dalam arah longitudinal. Sebaliknya konstruksi komposit beton baja seperti yang digunakan pada jembatan dewasa ini, terutama sekali terdiri atas tiga elemen :

1. Balok baja longitudinal 2. Lantai beton bertulang

3. Suatu alat penyambung geser (shear connector) yang dilas pada flens atas dari gelagar dan masuk ke dalam pelat untuk mengikat pelat dan gelagar menjadi satu kesatuan di dalam memikul momen-momen dan gaya geser pada girder.

(20)

Gelagar-gelagar baja yang membentang dalam arah longitudinal, diantara tumpuan-tumpuan jembatan, dapat berupa penampang-penampang profil baja biasa.

Penampang-penampang profil yang dilengkapi dengan pelat-pelat penutup, atau juga dapat berbentuk pelat-pelat gelagar yang sudah jadi. Penampang-penampang baja yang tidak simetris, seperti misalnya sebuah profil gelagar dengan sebuah pelat penutup ( box girder ) hanya pada flens bawahnya saja, dapat dipakai untuk memberikan keuntungan-keuntungan tertentu. Untuk bentang-bentang yang lebih panjang seringkali dipakai penampang-penampang yang mempunyai tinggi berbeda- beda. Perencanaannya juga dapat dilakukan secara menerus ( continuous ) di beberapa perletakan.

Box girder pada konstruksi jembatan, umumnya digunakan pada konstruksi flyover (jalan layang perkotaan), flyover yang melengkung, dan jembatan dengan bentang yang panjang. Box girder memiliki daya lentur yang tinggi dan kekakuan terhadap torsi yang baik dibandingkan penampang I ( I-girder ). Bentuk yang tertutup akan mengurangi permukaan yang terbuka sehingga hal ini membuat tidak mudah terjadi korosi. Box girder juga memberikan nilai kenyamanan, terutama nilai estetika keindahan struktur.

Box girder pada umumnya dapat berbentuk kotak maupun trapesium. Ada dua tipe Box girder baja : jembatan Box girder komposit (gelagar baja dengan pelat beton) dan gelagar baja kotak dengan pelat orthotropic. Box girder komposit umumnya digunakan untuk jembatan yang mempunyai bentang menengah (30-215 m) dan steel box girder dengan pelat orthotropic digunakan untuk jembatan dengan bentang yang lebih panjang seperti pada jembatan kabel ( cablestayed ).

(21)

Didalam perencanaan jembatan komposit, gelagar harus mampu menahan beban yang bekerja pada struktur jembatan. Gelagar yang direncanakan harus mampu menahan lenturan (flexure ), kuat geser ( shear strength ) dan kelelahan ( fatigue ). Jembatan harus direncanakan dengan peraturan yang berlaku pada sebuah Negara. Indonesia mempunyai peraturan khusus terhadap jembatan baja, peraturan terbaru adalah RSNI T-03-2005 tetapi peraturan ini belum membahas secara khusus jembatan dengan gelagar steel box.

Didalam perencanaan umumnya perencana melakukan pemodelan struktur dengan program komputer untuk mempercepat perhitungan. Umumnya didalam pemodelan tersebut perencana menggunakan dua metode elemen hingga, yaitu elemen frame dan elemen shell. Elemen frame memberikan kemudahan pada analisa karena dianggap satu dimensi tetapi elemen shell memberikan hasil yang lebih tepat karena jembatan dimodelkan dalam tiga dimensi (3D).

I.3 Maksud Dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengaplikasikan peraturan AASHTO-LRFD 1998 ( Bridge Design Specifications ) dalam perencanaan jembatan steel box girder khususnya pada lenturan (flexure ), kuat geser ( shear strength ) dan kelelahan ( fatigue ) pada web. Perhitungan dilakukan dengan metode perencanaan berdasarkan beban dan kekuatan terfaktor ( LRFD ) serta pemodelan element shell dengan menggunakan aplikasi program UTrap 2.0. UTrap 2.0 adalah program khusus untuk menganalisa jembatan trapezoidal steel box girder. Pemodelan elemen shell pada bangunan atas ( superstructure ) digunakan untuk membandingkan dengan pemodelan elemen frame

(22)

untuk mendapatkan reaksi yang terjadi pada jembatan (momen dan geser). Dari perbandingan tersebut diharapkan didapatkan pemodelan yang efektif terhadap analisa linier jembatan.

I.4 Pembatasan Masalah

Dalam menganalisa disain steel box girder ini, penulis akan membatasi permasalahan dengan tujuan untuk menyederhanakan perhitungan-perhitungan.

Pembatasan masalah tersebut antara lain :

1. Metode perhitungan pada perencanaan menggunakan Peraturan AASHTO- LRFD 1998 ( Bridge Design Specifications ).

2. Perencanaan pada tugas akhir ini hanya pada struktur atas (superstructure) jembatan, khususnya gelagar jembatan.

3. Struktur jembatan pada aplikasi hitungan adalah jembatan jembatan komposit open trapezoidal steel box girder dengan dua bentang menerus dengan panjang masing-masing bentang 40 m dengan tebal pelat lantai beton 200 mm. Jumlah gelagar dua direncanakan dua lajur dengan lebar13 m

4. Material :

a. Baja struktur : AASHTO M270M, Grade 345W (ASTM A709 Grade 345W), Fy = 345 MPa

b. Beton : F’c = 30 MPa; Ec = 22,400 MPa; modular ratio n = 8 5. Beban Hidup : Beban truk HL93

6. Untuk memudahkan perhitungan akan dibantu dengan aplikasi program UTrap 2.0 untuk memodelkan jembatan dalam bentuk element shell dan pemodelan elemen frame menggunakan program SAP 2000 V 9.0.1.

(23)

7. Perbandingan pemodelan elemen shell dan elemen frame hanya pada pengaruh berat sendiri dan beban mati jembatan. Untuk reaksi-reaksi akibat beban kendaraan digunakan pemodelan elemen frame.

1.5 Metode Pembahasan

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah dengan pembelajaran melalui beberapa peraturan jembatan baja terbaru, seperti: AASHTO- LRFD 1998, BS 5400 dan RSNI T-03-2005 serta literatur-literatur lainnya yang berhubungan untuk kemudian diterapkan pada konstruksi jembatan. Penganalisaan struktur dilakukan dengan program komputer yaitu program UTrap 2.0 dan SAP 2000 V 9.0.1 untuk mempercepat perhitungan.

I.6 Sistematika Pembahasan Tugas Akhir

Sistematika pembahasan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Berisi umum, latar belakang dan permasalahan, maksud dan tujuan tugas akhir, pembatasan masalah, metode pembahasan, dan sistematika pembahasan yang akan dilakukan selama pengerjaan tugas akhir ini.

Bab II Teori Dasar

Berisi penjabaran dasar teori yang digunakan sebagai pendekatan untuk membahas dan menganalisi masalah.

Bab III Metodologi

Berisi tahapan – tahapan studi yang dilakukan dan pelaksanaan pengumpulan data dan cara pelaksanaannya.

(24)

Bab IV Aplikasi Peraturan

Berisi data-data yang diperoleh dari proses pengumpulan, yang selanjutnya dilakukan pengolahan untuk kepentingan analisis yang menghasilkan perencanaan.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran berdasarkan kajian yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini.

(25)

BAB II TEORI DASAR

II.1 Pengenalan Perencanaan Struktur Jembatan Baja II.1.1 Perencanaan Konstruksi

Tujuan perencanaan konstruksi adalah untuk menghasilkan suatu konstruksi yang stabil, cukup kuat, mampu layan, awet, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan.

Suatu konstruksi disebut stabil bila ia tidak mudah terguling, miring, atau tergeser, selama umur bangunan yang direncanakan. Suatu konstruksi disebut cukup kuat dan mampu layan bila kemungkinan terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan kemampuan layan selama masa hidup yang direncanakan adalah kecil dan dalam batas yang dapat diterima.

Suatu konstruksi disebut awet bila struktur tersebut dapat menerima keausan dan kerusakan yang diharapkan terjadi selama umur bangunan yang direncanakan tanpa pemeliharaan yang berlebihan.

Untuk mencapai tujuan ini, seorang perencana struktur harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang:

1. Sifat-sifat fisis material.

2. Sifat-sifat mekanis material.

3. Analisa struktur.

4. Hubungan antara fungsi rancangan dan fungsi struktur.

Hal-hal yang menjadi pertimbangan perencanaan jembatan (komposit) adalah sebagai berikut:

(26)

1. Karakteristik lalu lintas: lintas harian rata-rata, inter urban, urban rural, dan sebagainya.

2. Kelas jembatan: beban-beban yang bekerja, jumlah lajur, dan sebagainya.

3. Karakteristik sungai seperti elevasi banjir (fungsi dari periode ulang).

4. Dimensi-dimensi awal:

a. Panjang oprit : biaya besar atau kecil.

b. Panjang bentang.

c. Dua atau banyak tumpuan.

5. Sistem struktur:

a. Jarak antar gelagar

b. Deck: pelat ortotropis atau beton atau Propfree™.

c. Gelagar: baja atau beton.

6. Mutu material: f’c beton, fy baja, dan sebagainya.

7. Tekno-ekonomi.

Bila semua diatas dapat dijustifikasi maka langkah selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan rinci: dimensi-dimensi rinci, penghubung geser, dan sebagainya.

2. Metode pelaksanaan.

II.1.2 Spesifikasi Perencanaan

Ada beberapa peraturan yang berlaku dalam perencanaan jembatan diantaranya peraturan AASHTO (Amerika Serikat), British Standard/BS (Inggris), JIS (Jepang), dan SNI (Indonesia). Khusus Indonesia peraturan jembatan baja terbaru adalah RSNI T-03-2005.

(27)

Sebagian besar jembatan-jembatan yang ada biasanya mengacu pada peraturan Amerika Serikat yang direncanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan dari American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO).

Spesifikasi-spesifikasi dari AASHTO memuat ketentuan-ketentuan yang terperinci yang berkenaan dengan perencanaan dan konstruksi. Peraturan ini tiap tahunnya selalu mengalami revisi, peraturan AASHTO yang terbaru adalah AASHTO-LRFD 2007

Ketentuan-ketentuan perencanaan baik spesikasi AASHTO maupun pedoman AREA pada umumnya sama dengan ketentuan-ketentuan yang terantum pada ACI, walaupun demikian apabila terdapat pertimbangan-pertimbangan khusus apabila memang diperlukan untuk jenis-jenis konstruksi tertentu.

Berdasarkan spesifikasi AASHTO, batang-batang dapat direncanakan baik dengan memakai metode tegangan yang diizinkan (ASD) maupun dengan memakai metode perencanaan berdasarkan Baban dan Kekuatan Terfaktor (LRFD). Perincian dari masing-masing metode tersebut diberikan baik untuk beton bertulang dan beton prategang maupun untuk konstruksi komposit.

II.1.3 Material Struktur

Perencanaan minimum baja struktural untuk jembatan didasarkan seperti yang ditunjukkan pada Tabel II.1. Peraturan material ASTM berbeda dengan AASHTO pada persyaratan las dan kekerasan takik. Baja pada persyaratan material AASHTO baja belum dikualifikasikan untuk digunakan pada jembatan yang dilas.

Beton 28 hari dengan kekuatan tekan f’c = 16 – 41 Mpa biasanya digunakan pada konstruksi pelat beton. Didalam merubah daerah dari beton dilakukan dengan cara mengkalkulasikan propertis penampang komposit. Harga n ( Es /Ec) untuk

(28)

jangka pendek digunakan pada beban sementara dan harga 3n untuk jangka panjang digunakan pada beban tetap. Pada berat normal beton jangka pendek dari modulus elastisitas baja untuk beton AASHTO-LRFD merekomendasikan sebagai berikut

Tabel II.1 Sifat Mekanikal Minimum Baja Struktural Terhadap Bentuk (Shape), Kekuatan (Strength) Dan Ketebalan (Thicknees)

AASHTO designation

M270M Grade

250

M270M Grade

345

M270 Grade 345S

M270M Grade 345W

M270M Grade HPS

345W

M270M Grade HPS

485W

M270M Grades 690/690W Equivalent ASTM

Designation

A709M Grade

250

A709M Grade

345

A709M Grade 345S

A709M Grade 345W

A709M Grade HPS

345W

A709M Grade HPS

485W

A709M Grades 690/690W Thickness of Plates Up to

100 incl.

Up to 100 incl.

Not Aplicable

Up to 100 incl.

Up to 100 incl.

Up to 100 incl.

Up to 65 incl.

Over 65 to 100

incl.

Shapes All

Groups

All Groups

All Groups All Groups

Not Aplicable

Not Aplicable Minimum Tensile

Strength, Fu, Mpa

400 450 450 485 485 585 760 690

Specified Minimum Yield Point of Specified Minimum Yield Strength, Fy, Mpa

250 345 345 345 345 485 690 620

Sumber: Bridge Engineering Handbook, Wei Fah Chen; and Lian Duan II.1.4 Perencanaan Berdasarkan Beban Dan Kekuatan Terfaktor (LRFD)

Perencanaan komponen struktur jembatan saat ini harus didasarkan pada cara Perencanaan Beban dan Kekuatan Terfaktor (LRFD), yang harus memenuhi kriteria keamanan untuk semua jenis gaya dalam. Kekuatan rencana tidak kurang dari pengaruh aksi rencana sebagai berikut (AASHTO Artikel 1.3.2) :

ηi

γiQi ΦRn =Rr (II.1) 10 untuk 16 ≤ f 'c < 20 MPa

9 untuk 20 ≤ cf ' < 25 MPa n = 8 untuk 25 ≤ f 'c < 32 MPa 7 untuk 32 ≤ cf ' < 41 MPa 6 untuk f 'c ≤ 41 MPa

(29)

dimana :

η = i ηD ηR ηI ; (II.2) η = i η D η R η ≥ 0,95 untuk beban – beban dengan dengan nilai maksimum I yang bersesuaian dengan γ . i

η = i

I Rη η ηD

1 ≤ 1,0 untuk beban – beban dengan nilai minimum yang

bersesuaian dengan γ . i γ = faktor beban i

Φ = faktor tahanan η = beban modifikasi i

ηD= faktor daktilitas η = faktor redundansi R

ηI= faktor yang berkaitan dengan pentingnya operasional Q = faktor reduksi i

R = besaran ketahanan atau kekuatan nominal dari penampang komponen struktur n

R = tahanan terfaktor = r Φ Rn

Perencanaan secara LRFD dilakukan untuk mengantisipasi suatu kondisi batas ultimit, yang terjadi antara lain :

a. Terjadi keruntuhan lokal pada satu atau sebagian komponen struktur jembatan.

b. Kehilangan keseimbangan statis akibat keruntuhan atau kegagalan pada sebagian komponen struktur atau keseluruhan struktur jembatan.

c. Keadaan purna-elastis atau purna-tekuk di mana satu bagian komponen jembatan atau lebih mencapai kondisi runtuh.

d. Kerusakan akibat kelelahan dan/atau korosi sehingga terjadi kehancuran.

e. Kegagalan dari pondasi yang menyebabkan pergeseran yang berlebihan atau keruntuhan bagian utama dari jembatan.

(30)

II.1.5 Kombinasi Pembebanan

Didalam perencanaan ada bebarapa jenis beban yang bekerja pada struktur jembatan menurut AASHTO – LRFD 1998 yang ditunjukkan pada Tabel II.2. Beban untuk berbagai faktor beban dan kombinasi pembebanan, ditunjukkan pada Tabel II.3.

Tabel II.2 Beban Rencana

Name of Load LRFD

Designation

Standard of Specification Designation

Permanent Loads Downdrag

Dead load of structural components attachments

Dead load of wearing surfaces and utilities

Dead load of earth fill Horizontal earth pressure Earth surcharge load Vertical earth pressure

DD DC DW EF EH ES EV

D D D E E D

Transient Loads Vehicular braking force

Vehicular centrifugal force Creep

Vehicular collision force Vessel collision force Earthquake

Friction Ice load

Vehicular dynamic load allowance Vehicular live load

Live–load surcharge Pedestrian live load Settlement

Shrinkage

Temperature gradient Uniform temperature

Water load and stream pressure Wind on live load

Wind load on structure

BR CE CR CT CV EQ FR IC IM LL LS PL SE SH TG TU WA

WL WS

LF CF R

— EQ

— ICE

I L L L

— S

— T SF WL

W

Sumber: American Association of State Highway and Transportation Officials, AASHTO LRFD Bridge Design Specifications, Washington, D.C., 1998.

(31)

Tabel II.3 Kombinasi Beban dan Faktor Beban

Limit State Load

Combinations DC DD DW EH EV ES

LL IM CE BR PL

LS WA WS WL FR

TU CR

SH TG SE

Use One of These at a Time

EQ IC CT CV STRENGTH I

(unless noted) γp 1,75 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 γTG γSE - - - - STRENGTH II

γp 1,35 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 γTG γSE - - - -

STRENGTH

III γp - 1,00 1,40 - 1,00 0,50/1,20 γTG γSE - - - -

STRENGTH

IV γp - 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 - - - - - -

STRENGTH V

γp 1,35 1,00 0,40 1,0 1,00 0,50/1,20 γTG γSE - - - - EXTREME

EVENT I γp γ EQ 1,00 - - 1,00 - - - 1,00 - - -

EXTREME

EVENT II γp 0,50 1,00 - - 1,00 - - - - 1,00 1,00 1,00

SERVICE I 1,00 1,00 1,00 0,30 1,0 1,00 1,00/1,20 γTG γSE - - - -

SERVICE II 1,00 1,30 1,00 - - 1,00 1,00/1,20 - - - - - -

SERVICE III 1,00 0,80 1,00 - - 1,00 1,00/1,20 γTG γSE - - - -

SERVICE IV 1,00 - 1,00 0,70 - 1,00 1,00/1,20 - 1,0 - - - -

FATIGUE LL, IM & CE Only

- 0,75 - - - - - - - - - - -

Sumber: Bridge Engineering Handbook, Wei Fah Chen; and Lian Duan

Kombinasi beban untuk berbagai keadaan batas pada Tabel II.3 dijelaskan dibawah ini :

a. Strength I

Dasar kombinasi pembebanan yang digunakan pada kendaraan normal terhadap jembatan tanpa pengaruh angina

b. Strength II

Kombinasi pembebanan yang digunakan pada sarana angkutan yang diperencanaan khusus oleh perencana atau angkutan yang diijinkan atau kedua-duanya tanpa pengaruh angin.

(32)

c. Strength III

Kombinasi pembebanan yang digunakan pada jembatan yang terkena angin dengan kecepatan > 90 km/ jam.

d. Strength IV

Kombinasi pembebanan yang digunakan pada jembatan dengan nilai ratio beban mati yang sangat tinggi serta dampak dari beban hidup.

e. Strength V

Kombinasi pembebanan yang digunakan pada jembatan yang terkena angin dengan kecepatan 90 km/ jam.

f. Extreme Event I

Kombinasi pembebanan yang berhubungan dengan gaya gempa.

g. Extreme Event II

Kombinasi pembebanan yang berhubungan dengan beban es, atau tabrakan oleh kapal dan kendaraan.

h. Service I

Kombinasi pembebanan yang berhubungan dengan operasional normal jembatan dengan kecepatan angina 90 km/jam. Semua beban diambil nilai yang nominal dan nilai ekstrim dikesampingkan. Kombinasi ini juga digunakan untuk memeriksa defleksi pada struktur dan penelitian stabilitas lereng.

i. Service II

Kombinasi pembebanan untuk mengontol leleh baja struktural .pada beban hidup kendaraan.

(33)

j. Service III

Kombinasi pembebanan untuk pada struktur beban pratekan dengan tujuan untuk mengendalikan retak.

k. Fatigue

Kombinasi pembebanan lelah (fatigue) dan retak (fracture) untuk mengontrol beban gravitasi kendaraan dan beban dinamik.

Table II.4 Faktor beban untuk beban permanen (γp)

TYPE OF LOAD LOAD FACTOR

Maximum Minimum

DC: Component and Attachments 1.25 0.90

DD: Downdrag 1.8 0.45

DW: Wearing Surfaces and Utilities 1.50 0.65

EH: Horizontal Earth Pressure

Active

At Rest

1.50 1.35

0.90 0.90

EL: Locked-in Erection Stresses 1.00 1.00

EV: Vertical Earth Pressure

Overall Stability

Retaining Structures

Rigid Buried Structures

Rigid Frames

Flexible Buried Structures other then Metal Box Culverts

Flexible Metal Box Culverts

1.35 1.35 1.30 1.35 1.95 1.50

N/A 1.00 0.90 0.90 0.90 0.90

ES: Earth Surcharge 1.50 0.75

Sumber: American Association of State Highway and Transportation Officials, AASHTO LRFD Bridge Design Specifications, Washington, D.C., 1998.

II.1.6. Perencanaan Beban Hidup Kendaraan

Pada bab ini hanya dibahas beban truk yang merupakan salah satu beban hidup yang diisyaratkan oleh AASHTO yang akan diaplikasikan dalam perencanaan didalam tugas akhir ini disamping beban tetap yang terdiri dari berat beban pelat lantai beton, gelagar, ikatan angin-angin, diafragma, pengaku, aspal, dan tiang sandaran.

Dalam pelaksanaan analisa beban hidup kendaraan dilakukan dengan dua metode, yaitu :

(34)

a. Transversal, untuk perencanaan pelat dan overhang.

Gambar II.1 Metode transversal b. Longitudinal, untuk perencanaan gelagar utama jembatan.

Gambar II.2 Metode longitudinal

Pada perencanaan beban hidup kendaraan AASHTO menggunakan truk HL93, yang merupakan kombinasi dari perencanaan truk (design truck) atau perencanaan tandem (design tandem) dan perencanaan beban lajur (design lane load). Rancangan truk diadopsi dari perencanaan truk semitrailer 20 ton (HS20-44) yang dipergunakan AASHO (sekarang AASHTO) pada 1944 dan digunakan dalam peraturan standar sebelumnya. Demikian pula, perencanaan lajur adalah pembebanan lajur HS20 dari peraturan standar AASHTO.

II.1.6.1Perencanaan Truk (Design Truck)

Pembebanan truk mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar 2.1.. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban sama besar yaitu 145 kN yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai.

Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,3 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan. Pada arah melintang, perencanaan truk mempunyai lebar 3 m dan dapat ditempatkan di

(35)

manapun dalam lebar lajur 3,6 m. Namun, roda tidak boleh lebih dekat dari 0,6 m dari baris lajur, atau 0,3 m dari permukaan curb, trotoar dan tiang sandaran.

Gambar II.3 Perencanaan truk AASHTO-LRFD II.1.6.2Perencanaan Tandem (Design Tandem)

Perencanaan gandeng terdiri dari dua pasang beban gandar 110 kN dengan jarak 1,2 m. Pada arah melintang, perencanaan truk mempunyai lebar 1,8 m.

Gambar II.4 Perencanaan Gandeng AASHTO-LRFD

II.1.6.3Perencanaan Beban Lajur (Design Lane Load)

Perencanaan beban lajur mempunyai beban 9,3 kN/m, beban didistribusikan secara seragam pada arah longitudinal. Pada arah melintang, beban didistribusikan merata selebar 3,0 m.

(36)

Gambar II.5 Perencanaan Beban Lajur AASHTO-LRFD II.1.6.4Beban Lelah (Fatigue Loads)

Pada pembebanan lelah, peraturan LRFD hanya menggunakan perencanaan truk dengan jarak antar gandar konstan 9,0 m. Pembebanan ditempatkan pada tempat yang memberikan efek gaya maksimum. Frekuensi beban kelelahan untuk jalan satu lajur bisa ditentukan dengan mengalikan nilai harian rata-rata truk dengan p.

ADTTSL = p x ADTT (II.3) dimana :

ADTT = banyaknya truk rata-rata per hari pada satu arah dari umur rencana ADTTSL = banyaknya truk rata-rata per hari dalam suatu jalan satu lajur dari

umur rencana

p = nilai p dapat dilihat pada table II.5

Tabel II.5 Fraksi dari Lalu Lintas Truk pada Jalan Satu Lajur (p) Jumlah Lajur yang tersedia p

1 1.00

2 0.85

≥ 3 0.80

Sumber: American Association of State Highway and Transportation Officials, AASHTO LRFD Bridge Design Specifications, Washington, D.C., 1998.

(37)

II.1.6.5Beban Dinamik (IM)

Perencanaan truk dan perencanaan tandem harus dikalikan presentase yang ditetapkan pada tabel II.6. Faktor dari beban statis adalah (1 + IM/100). Beban dinamik tidak berlaki pada beban pejalan kaki atau perencanaan beban lajur.

Tabel II.6 Beban Dinamik (IM)

II.1.6.6Perhitungan Faktor Distribusi Beban Hidup

Sebuah jembatan biasanya mempunyai lebih dari satu gelagar, untuk mendistribusikan beban lajur secara merata pada steel box beban hidup harus dikalikan dengan faktor distribusi sesuai AASHTO Tabel 4.6.2.2.2b-1.

LDm = 0,05+0,85

b L

N N +

NL

425 ,

0 (II.4)

dimana :

N = jumlah jalur L

N = jumlah box b

0,5 ≤ ≤1,5

b L

N N

II.2 Pengenalan Elemen Shell

Elemen adalah formulasi matematik yang digunakan metode elemen hinga sebagai reperesentasi problem yang ditinjau dalam suatu diskritisasi. Sebagian besar permasalahan rekayasa dalam konstruksi bangunan gedung maupun jembatan dapat

Komponen Im

Deck Joints – All Limit States 75%

Semua Komponen Lain

• Lelah dan Retak Ultimit

• Semua Ultimit Lain

15%

33%

(38)

diselesaikan dengan pendekatan struktur rangka (model struktur berbentuk garis atau elemen satu dimensi). Hal tersebut juga dibuktikan dengan materi analisa struktur yang diajarkan ditingkat sarjana, yang sebagian besar masih terbatas untuk struktur rangka saja. Adapun materi analisis non-rangka seperti pelat dan cangkang (elemen dua dimensi) sebagian besar hanya diberikan di tingkat pascasarjana. Oleh karena itu pulalah, penggunaan elemen frame pada suatu program seperti SAP 2000 sangat populer dibanding elemen-elemen lain yang tersedia pada program tersebut.

Selain elemen frame yang merupakan elemen satu dimensi, juga terdapat elemen lain, yaitu :

• Elemen shell, yaitu elemen bidang untuk memodelkan struktur shell (cangkang), pelat, dan membran, sebagai model 2D atau 3D.

• Elemen plane, yaitu elemen bidang untuk memodelkan struktur padat (solid) dengan perilaku plane-stress maupun plane strain.

• Elemen asolid, yaitu elemen bidang untuk memodelkan struktur solid axisymmetric dengan pembebanan axisymmetric pula.

• Elemen solid, yaitu untuk memodelkan struktur padat (solid) tiga dimensi.

• Elemen Nllink, yaitu elemen khusus yang dapat digunakan untuk memodelkan bagian tertentu struktur yang bersifay non-linier seperti gap (celah), peredam, isolator, dan semacamnya. Elemen ini dapat digunakan jika anda berkeinginan melakukan analisa struktur non-linier.

Berbagai pendekatan dalam analisis model struktur untuk mengetahui perilaku terhadap pembarian beban, dikategorikan sebagai berikut.

(39)

• Linier-Elastik

Kata elastik menunjukkan bahwa suatu struktur akan berderformasi jika diberi suatu pembebanan, dan akan kembali ke posisi awal jika pembebanan tersebut dihilangkan. Sedangkan linier menunjukkan hubungan antara beban dan deformasi bersifat linier/proporsional.

• Non-Linier

Analisa ini adalah lawan dari analisa Linier-Elastik, yaitu perilaku hubungan deformasi dan beban tidak proporsional. Deformasi pada suatu kondisi beban tidak bisa digunakan memprediksi deformasi pada kondisi beban lain hanya dengan mengetahui ratio beban-beban tersebut. Kondisi yang menyebabkan struktur dapat berperilaku non-linier dapat dikategorikan sebagai berikut.

• Non-Linier geometri: P-∆ efek, large deformation analysis.

• Non-Linier material: Plastik, Yield

• Non-Linier tumpuan: gap (contact problem) II.2.1 Elemen Shell

Elemen shell merupakan elemen metode elemen hingga paling populer yang digunakan insinyur sipil untuk memodelkan struktur setelah elemen frame.

Umumnya digunakan untuk mengetahui (analisis) bagian struktur yang kurang baik jika dimodelkan dengan elemen frame. Misal shear wall atau struktur pelat/cangkang maupun detail-detail struktur yang rumit. Pemakaian elemen dengan program komputer yang modern bahkan dapat digunakan untuk melakukan simulasi perilaku bagian struktur yang hasilnya mendekati hasil penyelidikan dengan cara eksperimental di laboratorium. Elemen shell yang didukung kemampuan program

(40)

yang dapat melakukan analisa non-linier dapat digunakan untuk memprediksi perilaku struktur sampai kondisi pasca runtuh dan hasilnya dapat bersaing dengan hasil eksperimen di laboratorium.

Seperti halnya elemen frame yang dapat digolongkan menjadi elemen-elemen lain yang lebih sederhana, yaitu elemen truss, grid, dan sebagainya berdasarkan gaya-gaya atau momen yang dapat diwakilnya, maka elemen shell dapat disederhanakan menjadi elemen membran dan elemen plate.

Elemen membran hanya memperhitungkan gaya-gaya sebidang atau momen drilling (momen yang berputar pada sumbu tegak lurus bidangnya). Momen drillinig akan diantisipasi oleh gaya-gaya kopel pada bidang elemen.

Elemen plate hanya memperhitungkan momen dan gaya transversal yang dihasilkan oleh gaya-gaya yang bekerja tegak lurus bidang elemen tersebut.

Dan yang disebut elemen shell adalah elemen yang mempunyai kemampuan elemen membran dan elemen plate sekaligus.

II.2.2 Elemen Shell pada program UTrap

UTrAp sebuah program komputer dengan graphical user interface (GUI) yang dikembangkan untuk melakukan suatu analisa linier dan tekuk terhadap jembatan trapezoidal steel box girder. Analisa ditulis dalam FORTRAN dan GUI.

Program ini dikembangkan untuk digunakan pada komputer pribadi.

Program UTrap menggunakan sembilan nodal elemen shell, trus dan stud elemen untuk membangun elemen mesh (elemen-elemen yang lebih kecil). Bracing dan stud dimodelkan dengan menggunakan truss dan stud elemen. Kerapatan konstan mesh digunakan untuk semua jembatan. Web dan bottom flange dimodelkan dengan 4 elemen shell semantara dua elemen digunakan pada top flange. Dek beton

(41)

dimodelkan dengan 10 dan 20 elemen shell masing-masing untuk gelagar tunggal dan gelagar ganda. Panjang setiap elemen pada jembatan adalah 0,61 m (2ft).

Berdasarkan geometri dan radius kelengkungan, program memberikan lokasi dan bentuk dari nodal. Untuk setiap nodal, membentuk tiga satuan vektor ortogonal (V1,V2,V3). Vektor satuan ini digunakan dalam menentukan geometri dari elemen shell. Gambar menunjukkan nodal dan vektor satuan pada sistem gelagar tunggal.

Vektor V3 Menunjukkan menunjukkan kedalaman dari elemen shell dan V2 adalah sudut tangen sepanjang panjang jembatan. Vektor V1 dibentuk ortogonal seperti vektor V2 dan V3.

Gambar II.6 Gambar lokasi nodal dan vektor satuan II.2.3 Formula Elemen Shell

Sembilan nodal, elemen shell isoparametrik awalnya dikembangkan oleh Ahmad, Iron dan Zienkiewicz (1970). Pada setiap nodal, vektor satuan V3 menunjukkan ketebalan dari elemen. Vektor satuan mengalami kekakuan sepanjang deformasi elemen. Elemen dipetakan menjadi koordinat (ξ, η, ζ), dimana ξ, η adalah dua koordinat acuan dan ζ adalah titik koordinat pada arah ketebalan shell. Geometri x diseluruh elemen diinterpolasikan sebagai berikut :

(42)

Gambar II.7 Shell elemen dengan sembilan nodal

=

 

 

 

 +

= 9

1

3 ( , )

) 2 , , (

i

i

i hV N

x

x ξ η ζ ζ ξ η

dimana h adalah ketebalan dari shell dan Ni (ξ, η) adalah fungsi dari bentuk lagrangean yang diberikan secara eksplisit oleh Bathe (1982) serta pada banyak teks pada metode elemen hingga.

Bidang perpindahan digambarkan oleh tiga perpindahan (u, v, w) dan dua rotasi (α, β) derajat kebebasan. Rotasi α dan β adalah perputaran masing-masing di sekitar axes V1 dan V2. Bidang perpindahan u diinterpolasikan sebagai berikut :

=

 

 

 

 + − +

= 9

1

1

2 ) ( , )

2( )

, , (

i

i i i

i h V V N

u

u ξ η ζ ζ α β ξ η

dimana u adalah vektor dari kartesian komponen dari permukaan referensi beratnya i di nodal i.

Formulasi elemen shell diasumsikan sebagai elemen shell dasar karena tegangan untuk semua lapisan tipis (ζ = konstan) adalah nol. Untuk analisa yang banyak shell dari matrik kekakuan lokal unsur ini harus diubah ke dalam koordinat global. Untuk maksud perpindahan, koordinat ortogonal lokal terdiri dari satuan

(43)

vektor t1, t2, t3 harus dibentuk dimana t3 adalah adalah vektor normal ke permukaan shell pada titik di pertimbangan. Sumbu lokal ortogonal dibentuk berdasarkan algoritma 1 :

Dengan membuat penggunaan arah cosinus dari sumbu lokal orthonormal, sebuah matriks transformasi R dibentuk. Matrik kekakuan global dihitung sebagai berikut:

D = RTDlokalR Dimana Dlokal adalah matrik kekakuan lokal.

dimana E adalah modulus elastisitas dan v adalah posion ratio.

dimana tix, tiy , tiz adalah arah cosinus dari vektot ti tehadap masing-masing sumbu global x, y, z.

Algoritma 1 1. Titik pertimbangan

x t ∂ξ

= ∂

1 t x

η

= ∂

2

2. Vektor satuan

1 1

1 t

t = t

2 2

2 t

t = t

3. Hitung vektor normal t3 : t3 = t1 x t2

4. Hitung vektor t2 : t2 = t3 x t1

(44)

Kekakuan matriks yang dihitung sebagai:

= B DB K T d

dimana Ω didefinisikan sebagai domain dari elemen.

Pelaksanaan biasa menggunakan integrasi Gauss 3 poin dalam arah ξ, η dan 2 integrasi poin di arah ζ.. Pengintegrasian penuh digunakan untuk mengurangi permasalahan yang berhubungan dengan mode-mode yang salah pada hasil yang bila digunakan dapat mengurangi pengintegrasian, dan dapat mendorong kearah yang tidak benar atau solusi-solusi yang sangat tidak akurat.

(45)

BAB III METODOLOGI

III.1 Jembatan Steel Box Girder

Box girder komposit umumnya terdiri dari satu ataupun beberapa kotak (Gambar III.1). Sebuah jembatan single box girder (Gambar III.1a) dengan satu sel mudah untuk di analisa dan mempunyai kekakuan terhadap torsi yang disebabkan beban eksentrik. Kekakuan lentur tidak bergantung pada kekakuan torsi. single box girder dengan banyak sel (Gambar III.1b) sangat ekonomis untuk jembatan dengan bentang yang sangat panjang. Beberapa web mampu mengurangi shear lag pada flange dan juga membagi tegangan geser. Bottom Flange memberikan deformasi yang sama dan pendistribusian beban yang lebih baik antara gelagar yang berdekatan. Kotak pada multiple box girder mempunyai penampang yang lebih kecil dan saling menutupi, hal ini membuat lenturan dan kekakuan terhadap torsi menjadi sangat tinggi. Kekakuan torsi pada kotak tunggal umumnya kurang penting dibandingkan dengan kekakuan terhadap lentur. Untuk perencanaan penampang dengan banyak kotak (Gambar III.1c), jarak dari tengah-tengah flange pada kotak yang satu ke flange pada kotak yang lain harus sama dan jarak rata-rata dari tengah- tengah flange ke tengah-tengah flange pada kotak yang berdekatan tidak boleh lebih besar dari 1,2 kali dan tidak boleh kurang dari 0,8 kali jarak dari tengah-tengah flange ke tengah – tengah flange yang lain pada setiap kotak (Gambar III.2), harus dipenuhi bila menggunakan peraturan AASHTO–LRFD, karena rumusan AASHTO dikembangkan dari rumusan ini. Penggunaan baik dengan banyak kotak maupun sedikit pada penampang melintang menghasilkan efisiensi bagi kedua cara dalam konstruksi dan perencanaan.

(46)

Gambar III.1 Penampang melintang komposit box girder

Gambar III.2 Batas jarak flange

Penampang komposit berbentuk kotak ini terdiri dari dua web, sebuah flange dibawah, dua buah flange diatas dan alat penyambung geser (shear connecor) yang dilas pada flange dari gelagar dan masuk ke dalam pelat untuk mengikat pelat dan gelagar menjadi satu kesatuan di dalam memikul momen-momen dan gaya geser pada gelagar (Gambar III.3).

(47)

Gambar III.3 Komponen jembatan box girder komposit III.2 Tahapan Perencanaan

Perencanaan jembatan steel box girder dilakukan terhadap lentur (flexure ), kuat geser ( shear strength ) dan kelelahan ( fatigue ) pada web. Perencanaan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Perencanaan dimensi gelagar

2. Perhitungan beban-beban yang bekerja pada jembatan.

3. Perhitungan faktor distribusi beban hidup.

4. Perhitungan momen dan geser tidak terfaktor

5. Menentukan faktor beban untuk kekuatan ultimit I dan kelelahan ultimit.

6. Perhitungan propertis penampang komposit.

7. Perhitungan momen leleh (My) dan momen plastis (Mp).

8. Perencanaan tahanan lentur, tahanan ultimit I.

9. Perencanaan tahanan geser, tahanan ultimit I.

10. Perencanaan penghubung geser.

11. Perencanaan kelelahan dan retak ultimit.

Gambar

Tabel I.1.  Panjang Bentang Berbagai Tipe Superstructure Jembatan
Tabel II.1  Sifat Mekanikal Minimum Baja Struktural Terhadap   Bentuk (Shape), Kekuatan (Strength) Dan Ketebalan (Thicknees)
Tabel II.3 Kombinasi Beban dan Faktor Beban   Limit State  Load  Combinations  DC DD  DW EH EV ES  LL IM CE BR PL LS  WA  WS  WL  FR  TU CR SH  TG  SE
Gambar II.1 Metode transversal  b.  Longitudinal, untuk perencanaan gelagar utama jembatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anggraini meneliti Pengaruh Nilai Tukar, Inflasi, dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Harga Saham Perusahaan Properti Yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia.Dalam penelitian ini

STRATEGI PENGEMBANGAN KECERDASAN MORAL PESERTA DIDIK DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MELALUI BOARDING SCHOOL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Peraturan Walikota Nomor 35 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Nomor 39 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan, Keringanan

media, komik dapat dimodifikasi secara menarik dengan berbagai macam bentuk gambar manusia, hewan atau benda lain sesuai dengan materi yang akan diajarkan oleh guru, namun

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

[r]

Populasi penelitian merupakan seluruh penderita tonsilitis kronis yang terdaftar di bagian rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan sejak Januari 2012 - Desember 2012 dengan