• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEGAL STANDING PEMOHON DALAM PERKARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK BERDASARKAN PRINSIP NEGARA DEMOKRASI (KAJIAN PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN JERMAN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LEGAL STANDING PEMOHON DALAM PERKARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK BERDASARKAN PRINSIP NEGARA DEMOKRASI (KAJIAN PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN JERMAN)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

RAHMAH NURLAILY NIM : 11150480000173

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2020 M

(2)

ii

(3)
(4)
(5)

v ABSTRAK

Rahmah Nurlaily, Nim 11150480000173. LEGAL STANDING PEMOHON DALAM PERKARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK BERDASARKAN NEGARA DEMOKRASI (KAJIAN PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN JERMAN). Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,1441 H/2020 M.

Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai legal standing pembubaran partai politik berdasarkan prinsip negara demokrasi, kajian perbandingan Indonesia dengan negara Jerman. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi kepustakaan (Library Research) yaitu dengan mempelajari literatur-literatur, peraturan pengundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, serta tulisan tulisan para sarjana yang berkaitan dengan skripsi ini.. Data yang telah dihimpun dan dianalisis menggunakan metode normatif yuridis atau metode kualitatif, yakni penelitian yang mengkhusus pada kajian berdasarkan teori-teori hukum yang kemudian dikaitkan dengan perundang-undangan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan serta pendekatan analistis.

Hasil Penelitian ini menunjukan perbandingan legal standing pemohon perkara pembubaran partai politik di Indonesia dengan Jerman, yang dimana Indonesia mempunyai persamaan dengan negara Jerman yakni sama-sama memiliki sistem multi partai serta kewenangan pembubaran partai politik kewenangannya dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi, namun dalam penerapan legal standing pemohon pembubaran partai politik yang berbeda, yang mana Jerman menetapkan Parlemen Federal, Majelis Federal dan Pemerintahan Federal sebagai pemohon pembubaran partai politik, penerapan tersebut sudah berdasarkan prinsip negara demokrasi, berbeda dengan Indonesia yang legal standing pemohon hanya pemerintah saja, tentu hal ini belum berdasarkan prinsip negara demokrasi apabila bercermin kepada negara Jerman. Bahwa seharusnya terdapat pihak lain yang menjadi pemohon dalam perkara pembubaran partai politik di Indonesia, pihak tersebut yakni DPR dan DPD, hal itu mencerminkan kehidupan bernegara yang demokratis serta menjadikan pengawasan terhadap partai politik dan pemerintah yang menjadi pihak dalam melakukan pengajuan permohonan pembubaran partai politik, untuk itu perlu adanya kajian dalam memperluas kewenangan pemohon dalam perkara pembubaran partai politik agar terwujudnya prinsip negara demokrasi di Indonesia.

Kata Kunci : Legal Standing, Pemohon, Negara Demokrasi, Pemerintah, Pembubaran, Partai Politik.

Pembimbing Skripsi : 1. Dr. Moh. Ali Wafa, S.H, S.Ag, M.Ag.

2. Irfan Khairul Umam, L.L.M.

Daftar Pustaka : Tahun 1975 Sampai Tahun 2019.

(6)

vi

KATA PENGANTAR ِمْي ِحَّرلا ِنَمْحَّرلا ِالله ِمــــــــــــــــــْسِب

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan inayat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat beserta salam tak luput dihaturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah berjasa bagi kita semua dalam membuka gerbang ilmu pengetahuan.

Skripsi yang berjudul “Legal Standing Pemohon dalam Perkara Pembubaran Partai Politik Berdasarkan Prinsip Negara Demokrasi (Kajian Perbandingan Indonesia dengan Jerman)” penulis susun dalam rangka memenuhi dan melengkapi peryaratan mencapai gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara Fakultas Syarian dan Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

Setulus hati, penulis sadari bahwa tidak akan sanggup menghadapi dan mengatasi berbagai macam hambatan, rintangan, ujian, dan tantangan yang menjadi kendali dalam proses penyelesaian skripsi ini, Penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi dalam pembuatan skripsi ini.

3. Dr. Moh. Ali Wafa, S.H., M.Ag dan Irfan Khairul Umam, L.L.M. Pembimbing

Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi, serta memberikan arahan,

dukungan, saran sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

(7)

vii

4. Fathudin, S.H.I.,S.H., M.A.Hum. Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan memberi dukungan kepada peneliti.

5. Kepala dan Staff Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepala dan Staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu peneliti dalam menyediakan fasilitas yang memadai dalam segi kepustakaan.

7. Kepala Subag Fakultas Syariah dan Hukum beserta jajarannya yang telah membantu proses administrasi peneliti dari awal perkuliahan hingga saat ini.

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Bapak Atang Mukhtar dan Umi Maesarah yang selalu mendoakan dengan tulus dan tanpa henti, selalu memberikan arahan dan nasihat, motivasi, dukungan dan ridho yang tiada hentinya. Terimakasih atas kasih sayang yang selama ini telah diberikan. Terimakasih atas perjuangan dan kerja keras untuk mendidik dan membesarkan peneliti sampai sekarang. Sehingga peneliti dapat bertahan dan menyelesaikan pendidikan dalam jenjang Perguruan Tinggi. Terimakasih telah menjadi Bapak dan Ummi yang terbaik dan terhebat.

Semoga Allah SWT membalas segala apa yang telah Bapak dan Ummi berikan kepada peneliti.

9. Pihak-pihak lain yang telah memberikan kontribusi serta motivasi kepada peneliti dalam penyelesaian skripsi ini.

Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca serta piha-pihak yang memerlukannya. Sekian dan terimakasih

Jakarta, 29 November 2019

Rahmah Nurlaily

(8)

ix

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... ... 5

D. Metode Penelitian ... 6

E. Sistematika Pembahasan ... 8

BAB II LEGAL STANDING PEMOHON PEMBUBARAN PARTAI POLITIK DALAM TINJAUAN HUKUM ... 10

A. Kerangka Konseptual ... 10

1. Legal Standing ... 10

2. Pemohon ... 11

3. Partai Politik ... 12

4. Pemilihan Umum ... 16

5. Konstitusi ... 16

6. Mahkamah Konstitusi ………. 19

B. Kerangka Teoritis ... 20

1. Teori Negara Hukum ... 20

2. Teori Demokrasi ... 23

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 24

(9)

x

1. Sejarah Pembubaran Partai Politik Jerman ………. . 31

2. Kewenangan Perkara Pembubaran Partai Politik Jerman… 37 C. Pembubaran Partai Politik di Indonesia ... .. 37

1. Masa Penjajahan Indonesia………. ... 37

2. Masa Orde Lama ... 41

3. Masa Orde Baru ……… 45

4. Pasca Reformasi ………... 47

BAB IV LEGAL STANDING PEMOHON DALAM PERKARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK ... 54

A. Pengaturan Legal Standing Pemohon dalam Perkara Pembubaran Partai Politik Berdasarkan Demokrasi Jerman ... 54

B. Legal Standing Pemohon Pembubaran Partai Politik dalam Prinsip Negara Demokrasi ... 65

BAB V PENUTUP ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Rekomendasi ... 74

DAFTAR PUSTAKA ...

(10)

1

melalui gerakan reformasi di pelopori mahasiswa, tepatnya tahun 1998. B.J Habibie sebagai Presiden kemudian memberikan komitmen terhadap kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan berkumpul, dan kebebasan mendirikan partai.

1

Demokrasi tidak hanya sebagai bentuk negara ataupun sistem pemerintahan, tetapi sebagai gaya hidup serta tata masyarakat yang mengandung unsur-unsur moril, sehingga dikatakan bahwa demokrasi didasari dengan nilai (value). Menurut Henry B. Mayo salah satu nilai demokrasi yakni menyelenggarakan pengantian pemimpin secara teratur (orderly succesion of rules). Penggantian pemimpin dalam suatu demokrasi satu-satunya cara adalah dengan melalui proses pemilihan umum, yang dimana penyelenggaraan Pemilu ini partai politik memiliki pengaruh dan peran yang sangat vital karena partai politik adalah media dalam pelaksanaan pemilu bagi rakyat untuk memilih wakil-wakil rakyatnya yang akan duduk dalam lembaga negara.

2

Menurut Jimly Asshiddiqie, partai politik adalah pilar utama demokrasi.

Oleh karena itu, sebuah partai politik harus kuat dan kokoh agar demokrasi yang ditopangnya menjadi kokoh pula. Itulah sebabnya diperlukan rambu- rambu hukum yang adil untuk mengatur tatacara pendirian dan pembubaran partai politik. Banyak orang berlomba mendirikan partai politik dengan tujuan untuk mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan.

3

Berdasarkan sejarah dan perkembangan partai politik, pertama-tama lahir di negara-negara eropa barat.

Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu

1

Subekti & Valina Singka, Dinamika Konsolidasi Demokrasi (Dari Ide Pembaharuan Sistem Politik hingga ke Praktik Pemerintahan Demokratis), (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia,2015), h. 119

2

Henry Arianto, Peranan Partai Politik Dalam Demokrasi di Indonesia, Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004, h. 80

3

Muhammad Sukroni, Gagasan Perluasaan Legal Standing Dalam Permohonan

Pembubaran Partai Politik di Indonesia, JOM Fakultas Hukum Volume II nomor 1 Februari

2015, h. 2

(11)

diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik.

4

Partai politik kemudian disebut juga alat untuk mencapai kedaulatan rakyat, yang dimana dengan adanya partai politik maka lahirlah wakil-wakil rakyat yang dapat mewakili di lembaga negara tentu dengan pemilihan umum. Wakil-wakil rakyat inilah yang menjadi penyambung suara rakyat dalam kehidupan bernegara, maka dari itu partai politik sebagai wadah untuk mendukung negara berdemokrasi haruslah menunaikan amanah yang telah dituliskan dalam konstitusi yakni memperjuangkan dan membela kepentingan rakyat, sehingga nilai-nilai kedaulatan tertanam dengan seutuhnya. Namun, implementasinya wakil-wakil rakyat yang terlahir dari partai politik kadang- kadang lalai terhadap fungsinya, yang terkadang partai politik digunakan sebagai kendaraan politik bagi pengurus partai menuju puncak kekuasaan, yang tidak mengindahkan pilar utama demokrasi.

Partai politik yang telah didirikan dan tidak memenuhi nilai-nilai tugas dan fungsinya sebagai kendaraan untuk kepentingan rakyat haruslah dibubarkan, hal itu sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Walaupun dalam hal ini undang-undang tidak menegaskan alasan pembubaran partai politik, akan tetapi dalam Pasal 40 ayat (5) menyatakan bahwasanya partai dilarang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan, kemudian selain itu partai juga tidak diperkenankan menggelar kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan NKRI, serta dilarang menganut, mengembangkan, dan menyebarkan paham komunisme/marxisme-leninisme.

5

Implementasi legal standing atau kedudukan hukum dalam pembubaran partai politik menuai polemik yang dimana dalam Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pemohon

4

M. Iwan Satriawan, Risalah Hukum dan Teori Partai Politik Di Indonesia, (Bandar Lampung: PKKPUU, 2015), h. 19

5

https://nasional.kompas.com/read/2017/03/20/16472621/pembubaran.partai, di kutip

pada tanggal 28/01/2019, pukul 9:32

(12)

adalah pemerintah, maka dalam hal ini terdapat batasan terhadap legal standing pemohon dalam pembubaran partai politik, dengan adanya batasan tersebut, maka yang berhak memohonkan pembubaran politik tersebut hanyalah pemerintah dengan demikian rakyat tidak dapat mengawasi berjalannya suatu partai politik dikarenakan adanya batasan yang hanya dimiliki oleh pemerintah. Selain itu pemerintah adalah bagian dari pada kontestasi politik yang dimana kepentingan dalam politik sangat kental, hal ini perlu adanya kajian perbandingan terhadap legal standing pemohon dalam perkara pembubaran partai politik dengan negara demokratis lainya.

Pemberian legal standing ini dilakukan dalam rangka untuk melakukan pengawasan terhadap partai politik.

6

Sebagaimana di negara demokrasi lainnya, salah satunya adalah negara Jerman yang dimana tidak hanya pemerintah yang berhak mengajukan pembubaran partai politik.

7

Jerman sendiri merupakan negara yang menganut demokrasi bebas serta beroperasi di bawah sistem multi-partai, hal ini menyinggung bahwasanya adanya persamaan dengan negara Indonesia yang menganut prinsip negara demokratis walaupun Indonesia menganut demokrasi Pancasila, serta Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan dalam membubarkan partai politik di masing-masing negara, akan tetapi, dalam perbedaanya legal standing pada negara Jerman dalam perkara pembubaran partai politik tidak hanya pemerintah dalam inisiatif permohonan pembubaran partai politik. Pemberian legal standing yang tidak hanya pemerintah sebagai pemohon perkara pembubaran partai politik adalah dalam rangka menerjemahkan pelaksanaan negara demokrasi dan prinsip negara hukum.

Berdasarkan latar belakang maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Legal Standing Pemohon Dalam Perkara

6

Allan FGW. & Harry S, Pemberian Legal Standing kepada Perseorangan atau

Kelompok Masyarakat dalam Usul Pembubaran Partai Politik, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum

No. 4 Vol. 20 Oktober 2013, h. 537

(13)

Pembubaran Partai Politik Berdasarkan Prinsip Negara Demokrasi (Kajian Perbandingan Indonesia dengan Jerman)

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, peneliti mengidentifikasi beberapa permasalahan yakni sebagai berikut:

a. Analisa legal standing pemohon dalam perkara pembubaran partai politik sebagai negara demokrasi.

b. Adanya urgensi perluasaan legal standing dalam pembubaran partai politik di Indonesia.

c. Pengajuan permohonan dalam pembubaran partai politik di Indonesia dan Jerman.

d. Inisiasi pemohon dalam mengajukan pembubaran partai politik.

e. Lembaga negara dalam mengajukan permohonan pembubaran partai politik

2. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan identifikasi masalah diatas, untuk membatasi permasalahan maka peneliti membatasi pada aspek analisa hukum dan kajian komparatif dalam pembahasan tentang legal standing pemohon dalam perkara pembubaran partai politik antara Indonesia dengan Jerman.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan dari masalah utama yang telah diuraikan oleh peneliti di atas, maka yang menjadi persoalan utama penelitian skripsi ini adalah terkait “pengaturan legal standing pemohon dalam perkara pembubaran partai politik di Indonesia apakah sesuai dengan nilai dan prinsip negara demokrasi (Kajian perbandingan Indonesia &

Jerman)” Persoalan ini memunculkan beberapa pertanyaan berikut:

a. Bagaimana pengaturan legal standing Pemohon Dalam perkara

pembubaran partai politik di negara demokrasi Jerman?

(14)

b. Apakah legal standing pemohon mengenai pembubaran partai politik di Indonesia sesuai dengan prinsip negara demokrasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian legal standing pemohon dalam perkara pembubaran partai politik berdasarkan prinsip negara demokrasi (Kajian perbandingan Indonesia dengan Jerman) memiliki tujuan yaitu:

a. Untuk menjelaskan pengaturan legal standing pemohon dalam perkara pembubaran partai politik di negara demokrasi Jerman.

b. Untuk menjelaskan kedudukan hukum pemohon (legal Standing) pembubaran partai politik di Indonesia sudah sesuai dengan prinsip- prinsip demokrasi.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap hukum kelembagaan negara, serta secara khusus dapat memberikan manfaat kontruksi ideal dalam pengaturan legal standing pemohon dalam pembubaran partai politik di Indonesia.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para peminat hukum kelembagaan Negara dan praktisi ketatanegaraan dalam menganalisis hukum legal standing dalam pembubaran partai politik di Indonesia.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan didalam penelitian hukum

adalah pendekatan undang-undang (Statue Approach) yang dimaksud

dengan pendekatan undang-undang adalah melakukan penelitian

berdasarkan pada undang-undang yang berkaitan dengan penelitian ini,

dan yang kedua adalah pendekatan analistis (Analyctical Approach),

(15)

maksud utama analisis terhadap bahan hukum adalah mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik dan putusan-putusan hukum.

8

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian hukum normatif yuridis. Dipilihnya jenis penelitian normatif yuridis dikarenakan penelitian ini menguraikan permasalahan- permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian yang berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktik hukum. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

3. Sumber Hukum

Sumber penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam penelitian hukum, data sekunder mencakupi:

a. Sumber Bahan Hukum Primer

Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang mengikat yakni berupa norma, kaidah dasar dan aturan yang berkaitan yang bersifat mengikat. Sumber bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah; Undang-Undang Dasar 1945, Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Atas Perubahan Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Atas Perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, Basic Law for the Federal Republic of Germany atau dalam bahasa Jerman disebut dengan Grundgesetz (Undang-Undang Dasar Jerman),

Constiutional Court of Federal Germany

8

Jhonny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum, (Malang: Bayumedia, 2007),

h. 310

(16)

Bundesverfassungsgerichtsgesetz (Undang-undang Mahkamah Konstitusi Federal Jerman.

b. Sumber Bahan Hukum Sekunder

Sumber bahan sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, hasil karya dari praktisi hukum, dan pendapat pakar hukum.

c. Sumber Bahan Hukum Tersier

Sumber bahan hukum tersier adalah bahan penelitian yang diambil seperti dari kamus hukum, ensiklopedia hukum dan lain sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah hukum normatif yuridis yang dimana mengenal data sekunder saja, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan berdasarkan studi kepustakaan (Library Reasearch). Dalam studi kepustakaan peneliti mengkaji pembahasan penelitian berdasar pada kepustakaan.

5. Teknik Pengolaan Data

Data yang didapat dari penelitian studi dokumen ini disusun secara sistematika untuk memperoleh deskripsi tentang suatu pembahasan penelitian.

6. Teknik Analisa Data

Untuk analisis data menggunakan metode penelitian kualitatif.

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data dan informasi data

yakni Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2003 jo Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah

Konstitusi, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Atas

Perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai

Politik, Basic Law for the Federal Republic of Germany atau dalam

bahasa Jerman disebut dengan Grundgesetz (Undang-Undang Dasar

Jerman), dan Constitutional Court of Federal Germany

(17)

Bundesverfassungsgerichtsgesetz (Undang-undang Mahkamah Konstitusi Federal Jerman).

7. Teknik Penulisan Data

Teknik penulisan penelitian ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”

E. Sistematika Pembahasan

Sesuai dengan buku pedoman, untuk menjelaskan isi skripsi secara menyeluruh dan sistematis, maka skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : LEGAL STANDING PEMOHON PEMBUBARAN PARTAI POLITIK DALAM TINJAUAN HUKUM

Bab ini membahas landasan teori dan kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian tentang Legal Standing Pemohon Dalam Perkara Pembubaran Partai Politik Di Indonesia dan Jerman Berdasarkan Kerangka Negara Demokrasi.

BAB III : SEJARAH DAN KEWENANGAN PEMBUBARAN PARTAI POLITIK DALAM NEGARA DEMOKRASI Bab ini membahas tentang sejarah perkembangan pembubaran

partai politik di kedua negara (Indonesia dan Jerman) serta membahas kewenangan pembubaran partai politik terhadap dua negara.

BAB IV : LEGAL STANDING PEMOHON DALAM PERKARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK INDONESIA &

JERMAN

(18)

Bab ini membahas mengenai analisis pengaturan legal standing pemohon dalam perkara pembubaran partai politik di Indonesia dan Jerman berdasarkan prinsip negara demokratis.

BAB V : PENUTUP

Bab ini peneliti akan menarik beberapa kesimpulan dari hasil

penelitian dan memberikan beberapa rekomendasi.

(19)

10

Dalam penelitian ini diuraikan konsep terkait istilah yang sering digunakan, sehingga dalam hal ini penulis memberikan berbagai kerangka konseptual untuk menyederhanakan pemahaman terhadap penelitian ini berupa

1. Legal Standing

Legal standing atau yang sering disebut dengan kedudukan hukum adalah suatu hak untuk mengajukan sebuah gugatan dalam suatu perkara.

Legal standing adalah dimana seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan atau sengketa atau perkara di depan Mahkamah Konstitusi.

1

Menurut Maruarar dalam buku yang berjudul Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mengatakan bahwa legal standing adalah satu konsep yang digunakan untuk menentukan apakah pemohon terkena dampak dengan cukup sehingga satu perselisihan diajukan kedepan pengadilan.

2

Standing atau personae standi in judicion adalah hak atau kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan atau permohonan di depan pengadilan standing to sue. Doktrin yang dikenal di Amerika tentang standing to sue diartikan bahwa pihak tersebut mempunyai kepentingan yang cukup dalam satu perselisihan yang dapat dituntut untuk mendapatkan keputusan pengadilan atas perselisihan tersebut. Standing adalah satu konsep yang digunakan untuk menentukan

1

Harjono dalam jurnal Ramdan Ajie, Problematika Legal Standing Putusan Mahkamah Konstitusi, Jurnal Konstitusi, Volume 11, Nomor 4, Desember 2014, h. 740

2

Maruarr Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, (Jakarta:

Sekertariat Jendral dan Kepaniteran Mahkamah Konstitusi RI 2006), h. 96

(20)

apakah satu pihak terkena dampak secara cukup sehingga satu perselisihan diajukan ke depan pengadilan.

3

Kedudukan Hukum Legal Standing mencakup syarat formal sebagaimana ditentukan dalam undang-undang, dan syarat materiil yang kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional dengan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujiannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

4

2. Pemohon

Pemohon adalah subyek hukum yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang untuk mengajukan permohonan perkara konstitusi.

5

Dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa Pemohon adalah pihak yang menanggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-undang, yaitu; Perseorangan warga negara Indonesia, Kesatuan Masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masayarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-undang, Badan hukum publik atau privat; atau lembaga negara.

Pengaturan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi tersebut diatur lebih lanjut dengan ketentuan yang sama dalam Pasal 3 PMK Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. Jimly Asshiddiqie mengemukakan tiga syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya kedudukan

3

Ajie Ramdan, Problematika Legal Standing Putusan Mahkamah Konstitusi, Jurnal Konstitusi, Volume 11, Nomor 4, Desember 2014, h. 739

4

Ajie Ramdan, Problematika Legal Standing Putusan Mahkamah Konstitusi… h. 740

5

Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-undang, Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteran Mahkamah Konstitusi RI, 2006, h. 68

(21)

hukum (legal standing) pemohon dalam perkara pengujian undang-undang terhadap UUD di Mahkamah Konstitusi. Pemohon harus menguraikan dalam permohonan hak dan kewenanangan konstitusionalnya yang dirugikan.

3. Partai Politik

Partai politik berasal dari dua suku kata yaitu partai dan politik. Kata partai sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu “Partie” yang berarti membagi.

6

Menurut Miriam Budiarjo, partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik, biasanya dengan cara konstitusional, untuk melaksanakan kebijaksanaan- kebijaksanaan mereka.

7

Sigmund Neuman dalam buku Miriam Budiardjo mengemukakan a political party is the articulate organization of society’s active political agent; those who are concerned with the control of govermental policy power, and who complete for popular support with other group or groups holding divergent view, partai politik adalah organisasi dari aktifitas-aktifitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.

8

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik Pasal 1 ayat (1), partai politik didefinisikan sebagai organisasi yg bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentigan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta mempelihara keutuhan Negara

6

Lutfi, Mustafa & M. Iwan Satriawan, Risalah Hukum Partai Politik di Indonesia, (Malang: UB Press, 2016), h. 6

7

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 160

8

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik… h. 403

(22)

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, maka dapat dikatakan bahwasanya partai politik adalah organisasi yang berisi kumpulan orang-orang yang mempunyai kesamaan tujuan untuk mendapatkan kekuasaan dalam pemerintahan dengan tujuan untuk negara dan bangsa.

Robert M. Mac Iver dalam bukunya Modern State menyatakan bahwasanya partai politik adalah suatu perkumpulan yang di organisasi untuk mendukung suatu asas atau kebijaksanaan, yang oleh perkumpulan itu diusahakan dengan sarana konstitusional agar menjadi dasar penentu bagi pemerintahan.

9

Miriam Budiardjo mendefinisikan partai politik sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggota anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitutional untuk melaksanakan kebijaksanaan- kebijaksaan mereka.

10

Menurut Ranney dan Kedall dalam buku yang ditulis oleh Irwan menyatakan “autonomous groups that make nominations and contest elections in the hope of eventually gaining and exercise control of the personnel and policies of government.” Yang berarti partai politik adalah kelompok otonomi yang membuat suatu nominasi dan pemilihan dengan harapan pada akhirnya mengatur dan melatih kontrol atas personal dan kebijakan pemerintah.

11

Menurut pasal 1 Angka 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik yang menyatakan bahwa “Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok

9

Amin Suptrahtini, Partai Politik di Indonesia, ( Klaten : Penerbit Cempaka Putih, 2018), h. 2

10

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik… h. 22

11

Widayati, Pembubaran Partai Politik Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Jurnal

Hukum Vol XXVI, No. 2, Agustus 2011, h. 613

(23)

warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Partai politik adalah alat untuk memperjuangkan kedaulatan rakyat itu sendiri, memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara. Partai politik sebagai suatu istilah yang mengacu kepada serangkaian upaya atau kegiatan untuk menciptakan suatu tatanan masyarakat yang teratur dan baik, memajukan masyarakat dengan membuat keputusan yang mengikat semua warga negara.

12

Keberadaan partai politik dalam negara-negara demokrasi merupakan suatu kemutlakan, akan tetapi jumlah partai politik dalam setiap negara belum tentu sama, hal tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem pemerintahan dari masing-masing, penggolongan partai tersebut terbagi menjadi tiga bagian,

13

yakni:

a. Sistem Partai Tunggal (One Party System)

Sistem ini disebut juga dengan sistem satu partai, yang dimana suatu negara hanya terdapat satu partai yang dominan diantara beberapa partai politik kecil lainnya yang berada dalam satu negara tersebut, apabila dikaitkan dengan negara demokrasi sistem partai tunggal ini tidak dapat tepat dalam negara demokrasi.

b. Sistem dua partai atau dwi partai

Sistem dua partai ini apabila dalam suatu negara hanya ada dua partai besar yang berhak bertarung dalam setiap pemilihan, dewasa ini hanya ada beberapa negara yang memiliki ciri-ciri sistem dwi partai yaitu Amerika Serikat antara partai Republik dan Demokrat, Inggris,

12

Siti Aminah, Kuasa Negara Pada Ranah Politik Lokal, (Jakarta: Kencana Prenadamedia group, 2014), h. 1

13

Suptrahtini, Amin, Partai Politik di Indonesia, (Klaten : Penerbit Cempaka Putih,

2018), h. 4

(24)

Filipina, Kanada, dan Selandia Baru. Sistem dwi partai ini disebut juga sebagai a convenient system for contented people yang berarti sebuah sistem yang tepat bagi orang puas, kenyataanya sistem dwi partai berjalan baik apabila memenuuhi tiga syarat yaitu: (a) komposisi masyarakatnya bersifat homogen, (b) adanya konsesus yang kuat dalam masyarakat mengenai asas dan tujuan sosial dan politik; (c) adanya kontinuitas sejarah.

c. Sistem Multi Partai

Sistem multi partai adalah sistem yang banyak partai dalam setiap pelaksanaan pemilu, fenomena ini terjadi karena adanya pluralitas budaya. Sistem multi partai ini cocok digunakan dalam negara seperti Indonesia, Polandia, dan negara pluralitas lainnya, Indonesia terdiri banyak partai semenjak reformasi 1998.

14

Keberadaan partai politik adalah salah satu wujud dari pelaksanaan hak asasi manusia tersebut untuk berkumpul, berserikat dan mengemukakan pendapat selain itu juga demi berjalannya demokrasi yang baik dalam suatu negara. Konsekuensi dari penerapan demokrasi perwakilan adalah munculnya jarak antara rakyat disatu sisi dengan pemerintahan di sisi lain, padahal tujuan utama dari sistem perwakilan dalam suatu negara demokrasi adalah memberikan suatu sarana bagi warga negara untuk melaksanakan beberapa pengendalian terhadap pengambilan keputusan politik untuk diri mereka sendiri. Partai politik merupakan bagian terpenting dari pilar-pilar demokrasi, untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan fungsi-fungsi dan tujuan partai politik yang kemudian diatur dalam aturan perundang-undangan, yakni pada Pasal 11 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.

14

Satriawan, M. Iwan, Risalah Hukum dan Partai Politik, ( Lampung : PKK-PUU

Fakultas Hukum, 2015), h. 61

(25)

4. Pemilihan Umum

Menurut Sri Soemantri M, landasan berpijak mengenai pemilihan umum yang mendasar adalah demokrasi Pancasila yang secara tersirat dan tersurat ditemukan dalam Pembukaan UUD 1945 yakni “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.” Ketentuan-ketentuan konstitusional dalam Pancasila, Pembukaan, dan Pasal-Pasal UUD 1945 memberikan isyarat adanya proses atau mekanisme kegiatan nasional 5 (lima) tahunan.

15

Berkenaan dengan sistem pemilihan, negara-negara konstitusional dibagi menjadi dua; negara dengan pemilih dewasa dan negara dengan pemilih dewasa bersyarat.

16

5. Konstitusi

Dalam bahasa latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu cume dan statuere. Cume adalah sebuah preposisi yang berarti

“bersama dengan…” sedangkan statuere berasal dari kata sta yang membentuk kata kerja pokok stare yang berarti berdiri. Atas dasar itu, kata statuere mempunyai arti “membuat” sesuatu agar berdiri atau mendirikan/ menetapkan”. Dengan demikian bentuk tunggal (constitutio) berarti menetapkan sesuatu secara bersama-sama dan bentuk jamak (constitusines) berarti segala sesuatu yang telah ditetapkan.

17

K.C Whare mengartikan konstitusi sebagai keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara.

Konstitusi dipergunakan dalam dua pengertian yaitu dipergunakan dalam arti luas dan arti sempit, pengertian secara luas berarti sistem dari pemerintahan dari suatu negara dan merupakan himpunan peraturan yang

15

Ni’matul Huda & M. Imam Nasef, Penataan Demokrasi & Pemilu, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 42

16

C.F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, (Bandung:Penerbit Nusa Media,2008), h. 95

17

K.C Wheare, Modern Constitutions, London Oxford University Press, 1975, h. 1

(26)

mendasari serta mengatur pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas- tugasnya, sedangkan dalam pengertian sempit, yakni sekumpulan peraturan yang legal dalam lapangan ketatanegaraan suatu negara yang dimuat dalam “suatu dokumen”atau “beberapa dokumen” yang terkait satu sama lain.

18

Pada masa Yunani purba konstitusi masih diartikan materiil karena belum diletakan dalam bentuk yang tertulis, hal ini kemudian dikuatkan dengan pendapat Aristoteles yang membedakan istilah Politea dan nomoi, Politea diartikan sebagai konstitusi dan nomoi diartikan sebagai undang-undang biasa. Abad modern ini, banyak negara- negara mengakui bahwa kedaulatan adalah milik rakyat maka dengan demikian konstitusi ditempatkan sebagai sumber hokum tertinggi karena dipandang merupakan hasil perjanjian seluruh rakyat sebagai pemegang kedaulatan, sehingga landasan berlakunya konstitusi sebagai hokum tertinggi adalah kedaulatan rakyat itu sendiri.

19

Dalam bukunya C.F Strong menyatakan “Modern Political Constitutionals, an Introduction The Comparative Studi Of their History and Exiting Form.” Dalam definisi tersebut C.F Strong menyatakan beberapa berikut :

a. Menjelaskan kekuasaan pemerintah kepada siapa penyelenggaraan negara diserahkan dan kepada siapa kekuasaan penyelenggaraan negara diserahkan.

b. Mengenai hak-hak warga negara yang dimana semua hak dimiliki individu yang menjadi bagian integral dari fungsi kemanusiaan setiap orang.

c. Meletakan hak dan kewajiban warganegara dengan pemerintah.

Sedangkan KC.Wheare menyatakan, bahwa terdapat dua dimensi pemahaman, yaitu:

18

Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi, ( Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 14

19

Venatius,Hadiyono, Hukum Tata Negara, (Surabya: CV. Garuda Mas Sejahtera, 2018),

h. 63

(27)

a. Konstitusi sebagai gambaran keseluruhan sistem pemerintahan negara, yang menggambarkan bentuk negara dan sistem pemerintahan suatu negara.

b. Konstitusi merupakan seperangkat aturan tentang bagaimana pelakasana keseluruhan sistem pemerintahan suatu negara.

Dua pemahaman tersebut merupakan pengertian konstitusi secara sempit.

20

Adapun konstitusi dalam artian luas adalah segala hal yang berkaitan dengan organisasi negara, baik yang terdapat dalam Undang- Undang Dasar, Undang-undang, maupun peraturan perundang-undangan lainnya. James Bryce mendefinisikan konstitusi sebagai suatu kerangka masyarakat politik (negara) yang terorganisir dengan hokum, dengan kata lain hokum menetapkan adanya lembaga-lembaga permanen dengan fungsi yang telah diakui dan hak-hak yang telah ditetapkan.

21

Konstitusi seringkali dibedakan menjadi konstitusi yang tertulis dan tidak tertulis, konstitusi tertulis adalah konstitusi berbentuk dokumen yang memiliki kesakralan khusus, sedangkan konstitusi tidak tertulis adalah konstitusi yang lebih berkembang atas dasar adat istiadat custom. Dari bentuk lainnya konstitusi juga dibedakan menjadi dua yaitu konstitusi fleksibel dan konstitusi kaku. Konstitusi yang dapat dirubah atau diamandemen tanpa adanya prosedur khusus dinyatakan sebagai konstitusi fleksibel, sedangkan konstitusi kaku adalah konstitusi yang mempersyaratkan prosedur khusus untuk perubahan atau amandemenya.

22

Berdasarkan pandangan Ferdinand Laselle bahwasanya konstitusi merupakan aturan yang berbentuk tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tentang pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan.

Sedangkan menurut Soemantri Martosoewignjo menyatakan bahwa

20

Venatius,Hadiyono, Hukum Tata Negara, (Surabya: CV. Garuda Mas Sejahtera, 2018), h. 65

21

C.F. Strong, 2004, Konstitusi Modern, Terjemahan Oleh SPA. Teamwork, Bandung, Nuansa dan Nusamedia, dalam Hukum Tata Negara, Hadiyono, 2018, h. 67

22

C.F.Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, Konstitusi Modern, Terjemahan Oleh

SPA. Teamwork, Bandung, Nuansa dan Nusamedia, dalam Hukum Tata Negara, Hadiyono, 2018,

h. 67

(28)

konstitusi berasal dari constitution yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah undang-undang dasar.

23

Negara Republik Indonesia mempunyai konstitusi yakni Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang juga sebagai konstitusi yang tertulis dituangkan dalam sebuah dokumen formal yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945.

24

Sistem ketatanegaraan Indonesia senantiasa berubah, saat ini Indonesia memberlakukan konstitusi pertama, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) hasil amandemen.

25

6. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman atau peradilan konstitusi yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakan hukum dan keadilan.

26

Mahkamah Kontitusi lahir pada amandemen ketiga sebagai UUD NRI Tahun 1945 pada Tahun 2001 sebagai salah satu lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia di bidang kekuasaan kehakiman, di dunia Internasional pun dapat dikatakan lembaga baru, terutama dilingkungan negara-negara yang mengalami perubahan dari otoritarian menjadi demokrasi pada penempatan terakhir abad ke-20.

27

Berdasarkan Pasal 24 C ayat (1) UUD NRI 1945, MK diberikan (empat) kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk; menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

23

Yana Suryana, Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, (Surakarta : PT.

Aksara Sinergi Media, 2018), h. 3

24

Sri Soemantri Marthosoewignjo, Konstitusi Indonesia Prosedur dan Sistem Perubahannya Sebelum dan Sesudah UUD 1945 Perubahan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), h. 2

25

Yana Suryana, Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia…h. 11

26

Marwan Mas, Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara,(Depok: PT RajaGrafindo Persada,2018), h. 141

27

A. Salman Maggalatung, Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945,

( Bekasi : Gramata Publishing, 2016), h. 120

(29)

kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain empat kewenangan itu, MK mempunyai kewajiban untuk memberikan putusan atass pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Ketentuan ini ditegaskan dalam Pasal 24 C ayat (2) UUD 1945.

28

Kelahiran Mahkamah Konstitusi di Indonesia merupakan perwujudan dan/atau realisasi dianutnya paham negara hukum, Indonesia sebagai negara hukum memerlukan Mahkamah Konstitusi sebagai benteng yang senantiasa menjaga prinsip-prinsip konstitusionalitas sebagai sebuah negara hukum. Menurut A. Salman Maggalatung dalam bukunya yang berjudul Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945 menyatakan dalam praktik ketatanegaraan yang ada di dunia memang tidak ada keseragaman mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi tergantung kebutuhan dan sejarah bangsa yang bersangkutan.

B. Kerangka Teori 1. Negara Hukum

Hukum menjadi sangat urgen dalam menata kehidupan bernegara, karena hukum mengatur suatu negara menjadi lebih baik. Konsepsi terhadap negara hukum berkiblat kepada dua tradisi hukum yaitu common law system dan civil law system, kedua sistem tersebut menggunakan istilah yang berbeda pula, yaitu rechtsstaat dan the rule of law. Dalam catatan historis ketatanegaraan Indonesia, konsep negara hukum selalu ditegaskan dalam konstitusi,

29

Konstitusi Indonesia adalah Undang- Undang Dasar Tahun 1945 yang dimana telah mengalami beberap kali amandemen. Disebutkan bahwa negara Indonesia berdasar atas hukum

28

Ni’matul Huda & M. Imam Nasef, Penataan Demokrasi & Pemilu, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 215

29

Haposan Siallagan, Penerapan Prinsip Negara Hukum Di Indonesia, (Sosiohumaniora,

Volume 18 No. 2 Juli 2016 : 131 – 137). h. 13

(30)

(rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat). Dengan adanya penegasan demikian, maka pemaknaan konsep negara hukum Indonesia ketika itu tidak menimbulkan pemaknaan ambigu, sebab ditemukan adanya penegasan tentang konsepsi negara hukum yang dianut, yaitu rechtsstaat.

30

Di dalam khazanah ilmu hukum ada dua istilah yang diterjemahkan secara sama ke dalam bahasa Indonesia menjadi negara hukum yakni Rechtsstaat dan the Rule of Law, sebagaimana diidentifikasi oleh Roscoe Pound, Rechtsstaat memiliki karakter administratif, sedangkan the Rule of Law berkarakter yudisial.

31

Rechtsstaat bersumber dari tradisi hukum negara-negara Eropa Kontinental yang bersandar pada civil law dan legisme yang menganggap hukum adalah hukum tertulis.

Kebenaran hukum dan keadilan di dalam Rechtsstaat terletak pada ketentuan bahkan pembuktian tertulis. Hakim yang bagus menurut paham civil law adalah yang dapat menerapkan atau membuat putusan sesuai dengan undang-undang, pada paham legisme ini didasari oleh penekanan pada kepastian hukum. Begitu pun dengan The Rule of Law dikembangkan negara-negara Anglo Saxon atau Common Law (hukum tidak tertulis), disini hakim dituntut untuk membuat hukum-hukum sendiri melalui yurisprudensi tanpa harus terikat ketat kepada hukum tertulis.

32

Negara hukum adalah negara yang didirikan di atas landasan hukum yang kuat, yang dapat memberi jaminan hak asasi manusia dan keadilan kepada warga negaranya supaya mereka dapat hidup bahagia dan sejahtera. Terdapat 3 (tiga) unsur pokok negara hukum, yaitu supremacy of law, equality before law, dan human rights.

33

Konsep Supremacy of law

30

Haposan Siallagan, Penerapan Prinsip Negara Hukum Di Indonesia … h. 133

31

Roscoe Pound dalam buku ( Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, Mahfud MD ), h. 24

32

Moh Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2012), h. 24

33

Valina Singka Subekti, Dinamika Konsolidasi Demokrasi (Dari Ide Pembaharuan

Sistem Politik hingga ke Praktik Pemerintahan Demokratis), (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia,2015), h. 120

(31)

(supremasi hukum) mengandung arti bahwa hukum mrmpunyai kedudukan tertinggi yang tidak dapat dikalahkan oleh kekuasaan sekalipun. Implikasinya, kekuasaan harus tunduk kepada hukum.

Kemudian konsep equality before the law (persamaan dimuka hukum) mengandung arti bahwa baik penguasa (pemerintah) maupun rakyat memiliki kedudukan yang sama dimuka hukum. Pemerintah yang dipilih rakyat melalui pemilu yang demokratis bekerja dengan landasann hukum yang berlaku, yaitu peraturan perundang-undangan. Tidak lain tujuannya agar penguasa tidak semena-mena menggunakan kekuasaanya dan agar kepentingan rakyat terlindungi, dan yang ketiga adalah konsep human rights (hak asasi manusia) mengacu kepada hak-hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir yang tidak dapat dihilangkan oleh siapapun. Ketiga unsur pokok hukum tersebut diadakan untuk menciptakan negara hukum, yakni negara yang melindungi secara kuat hak-hak warga negaranya untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan sejahtera.

Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, maka dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Indonesia sebagai sebuah negara sudah menentukan arah ideologi dan karakteristik bangsa sebagai negara yang berpancasila, dimana Pancasila merupakan sebuah dasar yang terdiri dari 5 sila yaitu pertama, berisikan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, kedua, yang menyatakan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, ketiga Persatuan Indonesia, Keempat yaitu Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan kelima mewujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, maka dari itu dalam kehidupan berbangsa di Negara Indonesia harusnya menggunakan prinsip-prinsip yang ada dalam Pancasila tersebut,

34

34

I Made Hendra Wijaya, Menentukan Konsep Negara Hukum di Indonesia, (Fakultas

Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar), h. 202

(32)

sehingga dapat dikatakan bahwasanya Indonesia adalah negara hukum karena tercantum dalam konstitusi, sebagai negara hukum yang bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram, serta tertib yang menjamin persamaan kedudukan warga masyarakat dalam hukum, dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur dibidang tata usaha negara dengan warga masyarakat.

35

2. Teori Demokrasi

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata

“demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratos”

yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demokrasi adalah keaadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintah rakyat oleh rakyat dan dari rakyat. Adapun menurut Joseph A. Schemer demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutusakan perjuangan kompetitif atas suara rakyat. Berdasarkan tafsir R.Kranenburg di dalam bukunya Inleading in de vergelijkende staatsrechtwetenschap menyatakan demokrasi yang terbentuk dari dua kata pokok diatas maknanya adalah cara memerintah oleh rakyat.

Sistem Demokrasi yang terdapat di negara kota (city state) Yunani Kuno abad ke-6 sampai abad ke-3 SM merupakan demokrasi langsung (direct democracy), yaitu suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.

36

Menurut Miriam Budiardjo menyatakan bahwasanya dalam negara

35

Muchsin, Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka & Kebijakan Asasi, (STIH IBLAM Jakarta : 2004) h. 25

36

Ni’matul Huda & M. Imam Nasef, Penataan Demokrasi & Pemilu, (Jakarta: Kencana,

2017), h. 1

(33)

modern demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi bersifat demokrasi berdasarkan perwakilan (representative democracy). Istilah demokrasi terbagi menjadi beberapa, yaitu demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, dan demokrasi nasional. Diantara aliran kelompok diatas yang paling penting adalah demokrasi kontitusional, dan satu kelompok aliran menamakan dirinya sebagai komunisme, perbedaan fundamental di antar kedua aliran itu ialah bahwa demokrasi konstitusional mencita-citakan pemerintah yang terbatas kekuasaanya, suatau negara hukum (rechtsstaat), yang tunduk pada rule of law.

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Penelitian dan pengkajian tentang pembubaran partai politik telah dilakukan oleh beberapa penulis, yakni sebagai berikut:

1. Tinjauan Yuridis atas Legal Standing Pembubaran Partai Politik di Mahkamah Konstitusi

Skripsi ditulis oleh Rafli Fadhilah Achmad, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Tahun 2016.

37

Skripsi ini membahas tentang hubungan dan akibat hukum dari pembubaran partai politik terhadap hak konstitusional warga negara dalam berserikat. Kemudian penelitian ini membahas Legal Standing yang hanya dimiliki Pemerintah dalam pembubaran partai politik di Mahkamah Konstitusi apakah melanggar hak konstitusional warga negara ataukah tidak. Hal ini relevan dengan penelitian yang dilakukan, namun yang membedakan dengan penelitian saya adalah penelitian yang saya lakukan adalah mengenai legal standing pemohon dan dikomparasikan dengan negara Jerman dalam pembubaran partai politik sesuai dengan prinsip demokrasi.

37

https://www.academia.edu/21713787/Skripsi_Hukum_Universitas_Indonesia_TINJAUA

N_YURIDIS_ATAS_LEGAL_STANDING_PEMBUBARAN_PARTAI_POLITIK_DI_MAHKAMAH

_KONSTITUSI diakses pada 26 Januari 2019, pukul 2 : 44 pm

(34)

2. Kajian Yuridis Permohonan Pembubaran Partai Politik oleh Perorangan (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU- IX/2011)

Skripsi ini ditulis oleh M. Afif Khoirul Wafa, Fakultas Hukum, Universitas Jember.

38

Skripsi ini membahas tentang pertimbangan hukum (Ratio Decidendi) putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-IX/2011 telah menjamin pengakuan terhadap hak-hak konstitusional warga negara dan untuk memahami apakah pengaturan perundang-undangan tentang akibat (implikasi) hukum pembubaran partai politik telah menjamin adanya kepastian hukum. Penelitian yang ditulis oleh M. Afif ini relevan dengan penelitian saya dikarenakan adanya persamaan mengenai kajian yuridis dari permohonan pembubaran partai politik di Indonesia, adapun perbedaanya adalah penelitian saya terfokus pada prinsip demokrasi yang dianut oleh Indonesia serta di bandingkan dengan negara demokrasi lainnya yang sama-sama mengatur tentang pembubarn partai politik.

3. Risalah Hukum Partai Politik di Indonesia

Buku“Risalah Hukum Partai Politik di Indonesia” ditulis oleh Mustafa Lutfi & M. Iwan Satriawan, yang diterbitkan oleh PKK-PUU Fakultas Hukum Universitas Lampung, Tahun 2015.

39

Buku ini membahas tentang dinamika perkembangan partai politik di Indonesia yang dimana mengalami pasang surut, sebagaimana pada masa reformasi partai politik menjamur dengan demikian, partai politik yang semakin berkembang ini di sinyalir tidak sesuai dengan tujuan negara dikarenakan dengan banyak nya partai politik yang anggotanya terkena kasus korupsi, buku ini pun membahas tentang pembubaran partai politik itu sendiri dimulai dengan mekanisme pembubaran partai politik era orde lama, orde baru, dan era reformasi. Hal ini tentu relevansi dengan penelitian yang saya lakukan

38

https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/58547/M.%20AFIF%20KHOI RUL%20WAFA%20-%20100710101259_1.pdf?sequence=1, diakses pada 26 Januari 2019, pukul 2:56 pm

39

Mustafa Lutfi & M. Iwan Satriawan, Risalah Hukum Partai Politik di Indonesia, (PKK-

PUU Fakultas Hukum Universitas Lampung), 2015

(35)

mengingat adanya persamaan tentang pembubaran partai politik, mekanisme dan pengaturan nya akan tetapi dalam perbedaanya dalam penelitian ini membahas legal standing pemohon yang ada dalam pengaturan pembubaran partai politik, serta dibedakan dengan adanya perbedaan mengenai penelitian saya dengan negara demokratis lainnya yakni negara Jerman.

4. Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi

Buku “Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi”, ditulis oleh Jimly Asshiddiqie yang diterbitkan oleh Konstitusi Press, Tahun 2005.

40

Buku ini secara sistematis menguraikan kebebasan berserikat, partai politik diberbagai negara dan kasus-kasus pembubaran partai politik di Indonesia sejak zaman Belanda sampai era reformasi. Serta membahas mekanisme kerja peradilan konstitusional yang berhubungan dengan pembubaran partai politik di Indonesia dengan berdasarkan kewenangan Mahkamah Konstitusi, buku ini serta merta membahas kasus-kasus pembubaran partai politik. Buku ini tentu relevansi dengan penelitian saya dikarenakan adanya persamaan dalam membahas mekanisme pembubaran partai politik, yang menjadi pembedanya adalah landasan Indonesia menerapkan legal standing dan di perbandingkan dengan negara Jerman yang menganut sistem hukum yang sama, yakni civil law.

5. Pembubaran Partai Politik di Indonesia (Analisis Pengaturan Hukum dan Praktik Pembubaran Partai Politik 1959-2004

Buku ini ditulis oleh Muchamad Ali Safa’at, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. Buku ini membahas tentang pembubaran partai politik di Indonesia pada tahun 1959-2004, membahas dari segala sisi pengaturan hukum maupun praktek pelaksanaanya dan juga prospek pengaturan dimasa yang akan datang. Buku yang ditulis oleh Muhammad

40

Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan

Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005)

(36)

Ali Safa’at ini mempunyai kesamaan dengan penelitian yang saya tulis karena berkaitan dengan pengaturan pembubaran partai politik akan tetapi dalam perbedaanya buku ini membahas pembubaran partai politik secara historis dan yuridis, dan cakupan mengenai pembubaran partai politik lebih luas, sedangkan penelitian saya mengenai legal standing yang ada di perkara pembubaran partai politik yang dikaji secara komparatif dengan negara Jerman, serta dilandaskan berdasarkan prinsip negara Demokrasi.

6. Pemberian Legal Standing Kepada Perseorangan atau Kelompok Masyarakat dalam Usul Pembubaran Partai Politik

Jurnal ini merupakan hasil karya dari Allan Fatchan Ghani Wardhana & Harry Setya Nugraha (Ius Quia Iustum No. 4 Vol. 20 Oktober 2013) Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia.

41

Jurnal ini membahas tentang revitalisasi peran warga negara, atau perorangan ataupun kelompok masyarakat dalam mengawasi partai politik, hal ini mengenai pentingnya kelompok masyarakat atau perseorang diberikan legal standing dalam perkara pembubaran partai politik, yang selanjutnya dibahas tentang relevansi diberikannya legal standing kepada kelompok masyarakat atau perorangan dengan revitalisasi peran warga negara sebagai pengawas partai politik. Jurnal ini tentu mempunyai relevansi dengan penelitian ini dikarenakan adanya bahasan tentang langkah solutif untuk legal standing dalam perkara pembubaran partai politik di negara demokrasi terkhusus di Indonesia sendiri, namun memang perbedaanya dengan penelitian ini, jurnal ini terfokus membahas adanya relevansi antara warga negara dengan peran nya sebagai pengawas partai politik, sedangkan dalam penelitian yang saya tulis mengenai kedudukan hukum pemohon yang dimiliki oleh negara Indonesia dengan kajian perbandingan negara Jerman, serta adanya ulasan untuk pemohon legal standing Indonesia agar adanya pihak lain dalam permohonan pembubaran partai politik.

41

Allan Fatchan Ghani Wardhana & Harry Setya Nugraha, Pemberian Legal Standing

kepada Perseorangan atau Kelompok Masyarakat dalam Usul Pembubaran Partai Politik, (Jurnal

Hukum Ius Quia Iustum No. 4 Vol. 20 Oktober 2013)

(37)

7. Redesain Mekanisme Konstitusional Pembubaran Partai Politik:

Kajian Perbandingan Indonesia dan Jerman

Jurnal ini ditulis oleh Oly Viana Agustine, Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara Mahkamah Konstitusi.

42

Jurnal ini membahas tentang desain ulang mekanisme pembubaran partai politik di Indonesia dengan kajian sosiologis dan psikologis secara empiris agar memenuhi kriteria

“clear and present danger”. Jurnal ini mempunyai persamaan dengan penelitian penulis saat ini, yang mana persamaanya adalah negara Jerman yang dijadikan sebagai obyek dalam perbandingan, walaupun begitu jurnal ini dengan penelitian yang saya tulis memiliki perbedaan yang dimana jurnal yang ditulis oleh Oly Viana Agustine membahas mekanisme pembubaran partai politik secara konstitusional, dan aspek sosiologis dan empiris serta psikologis untuk mendesain ulang pengaturan tentang pembubaran partai politik yang salah satunya mengenai pemohon perkara pembubaran partai politik, berbeda dengan penelitian saya yang obyek kajiannya adalah legal standing antara kedua negara, serta legal standing yang ada di Indonesia. Dan memberlakukan prinsip Demokrasi dalam penerapan legal standing tersebut.

42

Oly Viana Agustine, Redesain Mekanisme Konstitusional Pembubaran Partai Politik:

Kajian Perbandingan Indonesia dengan Jerman, (Jurnal Konstitusi Vol. 9, No.2, November 2018)

(38)

29

A. Pembubaran Partai Politik dalam Negara Demokrasi

Sistem kepartaian yang dikembangkan dalam negara demokrasi terdapat beberapa sistem yakni sistem dua partai, sistem multi partai, ataupun satu partai, namun hal itu terbentuk tanpa adanya aturan yang melarang pembentukan partai politik baru ataupun aturan yang memberikan keistimewaan pada partai tertentu.

Pengaturan masalah partai politik merupakan salah satu upaya konstitusionalisasi demokrasi politik.

1

Demokrasi modern merupakan sesuatu sistem yang dipandang dapat merealisasikan beberapa tujuan, diantaranya adalah menciptakan stabilitas politik dan mengekspresikan status persamaan bagi semua warga negara dengan membuat kebijakan yang responsif. Sistem multipartai merupakan sistem yang banyak diterapkan dalam negara demokrasi, termasuk Indonesia dan Jerman, hal ini terjadi karena adanya pluralitas budaya dan sosial dalam kehidupan masing- masing negara, sistem multipartai ini adalah sistem yang dalam pelaksanaanya melibatkan banyak partai dalam pemilihan umum.

Fenomena sistem multipartai dimulai dengan beragam bentuk ideologi, baik itu berbentuk ideologi personal maupun kelompok atau organisasi lainnya, namun demikian, upaya untuk membatasi jumlah partai politik tetap dilakukan antara lain dengan diberlakukannya electroral threshold yang diberlakukan pada tahun 2004.

2

Menurut Sam Issacharoff dalam disertasi yang ditulis oleh Muhammad Ali

1

Muhammad Ali Safa’at, Pembubaran Partai Politik di Indonesia (Analisis Pengaturan Hukum dan Praktik Pembubaran Partai Politik 1959-2004), Fakultas Hukum : Universitas Indonesia, h. 77

2

Josef M Monteiro, Ketidakpastian Pengaturan Pembubaran Partai Politik,Universitas Nusa

Cendana Kupang, Jurnal Hukum Pro Justitia, April 2010, Vol. 28 No 1

(39)

Safa’at menyatakan bahwasanya salah satu bentuk pembatasan yang dapat dibenarkan dan dibutuhkan dalam negara demokrasi adalah pembatasan terhadap kelompok yang mengancam demokrasi, kebebasan, serta masyarakat secara keseluruhan. Negara dapat melarang atau membubarkan organisasi termasuk partai politik yang bertentangan dengan tujuan dasar dan tatanan konstitusional.

Pandangan Janusz Symonides Human Right: concept and standart yang ditulis oleh Muhammad Ali Safaat menyatakan bahwa negara demokrasi tidak hanya memiliki hak akan tetapi juga memiliki tugas untuk menjamin dan melindungi prinsip-prinsip demokrasi konstitusional. Menurut Ali bahwa dalam pengaturan pembubaran partai politik di setiap negara berbeda-beda, hal itu tergantung bagaimana partai politik diposisikan serta kepentingan nasional yang harus dilindungi.

Pengaturan partai politik disuatu negara dipengaruhi oleh kecenderungan hukum nasional yang menempatkan partai politik bersifat privat maupun publik, hal tersebut terkait dengan paradigma pengaturan partai politik yang dianut.

3

Paradigma tersebut yaitu pertama adalah managerial, progresif, pluralist yang cenderung menempatkan partai politik sebagai organisasi politik sebagai organisasi yang publik yang perlu diatur oleh negara, sedangkan paradigma Libertarian, political market paradigma tersebut lebih memposisikan partai politik sebagai organisasi privat, sehingga hukum negara tidak terlalu banyak mengatur. Dengan demikian ada beberapa negara yang mengatur tentang pembubaran partai politik, salah satunya adalah Indonesia dan Jerman yang sama sama negara demokrasi dan berlandaskan hukum mengatur tentang bagaimana mekanisme pembubaran partai politik dalam masing-masing negara. Negara yang mengatur menyebutkan keberadaan partai politik hanya 72 negara, dan dari ke 72 negara tersebut hanya 23 negara yang mengatur tentang pembubaran partai

3

Muhammad Ali Safa’at, Pembubaran Partai Politik di Indonesia (Analisis Pengaturan

Hukum dan Praktik Pembubaran Partai Politik 1959-2004), Fakultas Hukum : Universitas Indonesia,

h. 84

Referensi

Dokumen terkait

Tuhan yang telah memberikan nikmat sehat, waktu, kemudahan maupun kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”STUDI PENGGUNAAN BISOPROLOL

Berdasarkan tanda nonverbal yang terdapat pada scene 4, 6, dan 7, menurut kode simbolik gerakan saling berpegangan tangan dan memegang bahu serta memanggul merupakan makna

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sulistyo-Basuki, 2006), Penelitian ini berada di perumahan Kota Baru

Untuk kandungan mineral pada bunga nangka jantan belum ada literatur yang menyatakan berapa jumlah kadarnya, sehingga penelitian ini dapat menjadi referensi untuk mengetahui

Berdasarkan Tabel 2 di atas diperoleh bahwa jumlah emisi gas CO dalam setahun untuk ruas Jalan Urip Sumoharjo pada saat kondisi jika trem beroperasi meningkat jika dibandingkan

Kualitas anggota penyidik kantor Kepolisian Resort Mojokerto belum memadai, artinya belum ada personil penyidik atau anggota polisi yang memiliki Sumber Daya

Pakan pelet memiliki waktu terapung dan waktu pecah yang lebih lama dari pakan ampel dengan kombinasi ampas tahu dan pelet.. Sebaliknya, pakan ampel yang terbuat dari

Inflasi disebabkan oleh adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar, adanya kelangkaan produksi dan/atau