Gambaran Kepribadian Gen Y Pada Berbagai Industri
SETA A. WICAKSANA1, ESTU PRATIWI NOVASARI2, SANCHIA SURYA JANITA3
[1][3]
Fakultas Psikologi, Universitas Pancasila Jl. Srengseng Sawah, Jagakarsa – Jakarta Selatan 12640
[1]
Email: seta.wicaksana@gmail.com
[2]
Humanika Consulting
Jl. Perkutut VI No. 10, Ciputat Timur – Tangerang Selatan 15412 Email: estu@humanikaconsulting.com
Abstract: Tujuan dari penelitian ini mengetahui perbedaan antara tipe kepribadian tenaga kerja dan
mahasiswa yang masuk dalam kategori Generasi Y jika dilihat dari dimensi Big Five Personality.
Penelitian ini dilakukan pada tenaga kerja dan mahasiswa di Indonesia dengan rentang usia 18-37 tahun dan jumlah sampel penelitian sebanyak 1286 responden. Alat pengumpul data yang digunakan adalah NEO-PI-R Costa milik Costa & McCrae (1992) dan dikembangkan oleh Humanika Consulting pada tahun 2004. Nilai koefisien reliabilitas alat ukur NEO-PI-R Costa yang dikembangkan Humanika Consulting adalah sebesar 0.5 sampai 0.6. Analisis data menggunakan metode non-parametrik dengan teknik korelasi Chi-Square, dibantu dengan SPSS 22.0 for windows. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tipe kepribadian tenaga kerja dan mahasiswa yang masuk ke dalam kategori Generasi Y jika dilihat dari Big Five Personality. Seluruh dimensi kepribadian big five personality pada mahasiswa lebih tinggi dari pada tenaga kerja.
Keywords: generation y, big five personality, industry, employee, college student
Abstract: The Purpose of this research was to identify the difference personality in employee and college student who including Y Generation category with age range 18-37 years old based on big five personality. Respondents of this research were 1286 Indonesian employee and college student. Personality measured using NEO-PI-R Costa (Costa & Mcrae, 1992) and developed by Humanika Consulting (2004). The value of coefficient reliability for NEO-PI-R Costa is 0.5 to 0.6. Data analysis used in this research is non-parametric method with correlation technique of Chi-Square, with SPSS 22.0 for windows in assistance. The analysis result show that differentiation between employee and college student personality type who including Y Generation. All of big five personality dimention in college student more higher than employee.
Keywords: generation y, big five personality, industry, employee, college student
PENDAHULUAN
Generasi Y atau Generasi Milennial merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kelompok individu yang lahir setelah generasi X. Meier, Austin & Crocker (2010) menyebutkan bahwa secara luas, generasi Y merupakan generasi yang lahir antara tahun 1980 hingga 2000. Generasi Y dikenal sebagai generasi dengan individu yang percaya diri, mandiri dan berorientasi pada tujuan (Meier, Austin & Crocker, 2010).
Menurut Pricewaterhouse Coopers
International Limited (PwCIL) (2011), keberadaan generasi Y patut menjadi perhatian khusus karena merupakan generasi yang jumlahnya paling banyak dari generasi lainnya. PwCIL (2011) menyebutkan bahwa pada
tahun 2020, generasi Y akan membentuk 60% angkatan kerja secara global. Selain di nilai sebagai generasi yang paling tanggap dengan dunia digital di bandingkan generasi sebelum mereka, generasi Y pun di gambarkan sebagai generasi yang memiliki moralitas yang kuat, cenderung patriotik, bersedia memperjuangkan kebebasan, suka bersosisalisasi, menghargai arti keluarga serta selalu berusaha membuat perbedaan (Meier, Austin & Crocker, 2010). Karakteristik dan pola pikir generasi Y yang berbeda dengan generasi sebelumnya akan menjadi salah satu tantangan terbesar bagi organisasi di masa mendatang (PwCIL, 2011).
Pusat Statistik (2016), saat ini usia angkatan kerja di Indonesia terbanyak di dominasi oleh golongan umur mulai dari 20-24 tahun hingga yang 30-34 tahun. Tren tenaga kerja
2014-2015 menurut International Labour
Organization (2015) pun menunjukkan bahwa laki-laki dengan usia 25 tahun ke atas memiliki rasio pekerjaan-penduduk tertinggi, yaitu diperkirakan sebesar 89,5 % pada Febuari 2015. Berbeda dengan generasi X yang lebih loyal dan setia dengan pekerjaan, Meier, Austin & Crocker (2010) menyebutkan bahwa dalam dunia pekerjaan generasi Y memiliki keinginan untuk menentukan peran
yang sebenarnya dalam pekerjaannya,
membutuhkan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan serta memiliki motivasi bekerja
untuk berkontribusi kepada masyarakat
dibandingkan bekerja untuk menghasilkan banyak uang (Allen, 2004).
Menurut Holm (2012), generasi Y selain lebih tertarik pada pekerjaan yang merangsang, menggairahkan, dan bermanfaat. Mereka juga membutuhkan umpan balik, pembinaan serta memahami bagaimana agar mereka dapat menunjukkan kemajuan dalam pekerjaan mereka sehingga timbul perasaan bahwa mereka sangat bernilai dan memberikan kontribusi bagi pekerjaan mereka. Hasil penelitian Khalid, Nor, Ismail & Mohd (2013)
menunjukkan bahwa sportivitas dan civic
virtue memiliki hubungan negatif dengan
intensi turnover karyawan yang termasuk ke
dalam generasi Y. Menurut Khalid, Nor, Ismail & Mohd (2013), hal tersebut pun membuat generasi Y dianggap memberikan tantangan baru bagi para atasan mereka di
perusahaan untuk terus melatih dan
memotivasi sehingga kekuatan yang dimiliki oleh mereka dapat menjadi kekuatan dan keuntungan bagi perusahaan. Fernando et al., (2012) menyebutkan bahwa apabila di kelola
dengan baik, karyawan muda dapat
memberikan kontribusi yang signifikan seperti menciptkan bisnis baru, budaya organisasi serta semangat yang tinggi.
Selain tengah memasuki usia kerja, generasi Y juga termasuk ke dalam kelompok mahasiswa. Hasil penelitian Schofield & Honoré (2010) menyebutkan bahwa generasi
Y merupakan generasi yang memiliki
kepercayaan diri tinggi serta cenderung mempelajari yang mereka sukai dan memiliki ekspektasi akan hal tersebut. Pada tingkat universitas, generasi Y memiliki kekuatan
dalam fleksibilitas dan energi namun generasi Y memiliki kekurangan dalam melakukan analisis atau berpikir secara mendalam dan
juga self-management (Schofield & Honoré,
2010). Generasi Y pun dianggap sebagai generasi yang unik karena lebih bersifat ambisius dan optimis dibanding generasi X (Gardner & Eng, 2005).
Menurut Mengü dkk (2015)
mahasiswa yang termasuk ke dalam generasi Y memiliki keberanian untuk mengungkapkan pemikiran dan pendapat mereka terutama ketika menggunakan media sosial. Menurut Michael McQueen (dalam Mengü dkk. 2015), generasi Y hidup seiring dengan berbagai perubahan dan tumbuh bersama teknologi digital, mereka pun kritis dan tidak mudah menyerah kepada suatu otoritas tertentu dan menyuarakan apa yang di tentangnya melalui sosial media. Hasil penelitian Gardner & Eng (2005) mengenai fungsi perpustakaan pada Generasi Y menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki cara baru dalam memanfaatkan perpustakaan, mereka pun memiliki harapan agar perpustakaan akademik lebih responsif terhadap kebutuhan generasi Y terutama terkait dengan permintaan fasilitas akademik yang berkualitas dan kebutuhan akan integrasi teknologi ke dalam pembelajaran.
Black (2010) menyebutkan bahwa mahasiswa yang termasuk ke dalam generasi Y memiliki cara berpikir dan cara memproses informasi yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka pun lebih banyak memproses informasi dalam bentuk visual seperti menggunakan gambar atau simbol-simbol. Lebih lanjut menurut Black (2010) generasi Y merupakan generasi yang energik serta membutuhkan stimulasi dan tantangan, mereka memiliki toleransi yang rendah terhadap kesabaran dan dalam mengikuti instruksi langkah demi langkah dibandingkan menggunakan teknologi digital. Hal tersebut pun menyebabkan adanya implikasi berupa ketidaksiapan dalam dunia kerja karena kurangnya kemampuan dalam keterampilan dasar, bekerja sama dengan orang lain serta sangat tergantung dan nyaman pada teknologi (Black, 2010).
konsistensi dan keunikan pada perilaku individu. Salah satu teori kepribadian yang
sering digunakan untuk menjelaskan
kepribadian seseorang ialah The Big Five
Personality. Dalam Big Five Personality terdapat lima dimensi kepribadian diantaranya
adalah neuroticism (N), extraversion (E),
openness to experience (O), agreeableness (A) dan conscientiousness (C).
Menurut Howard & Miriam (dalam
Cervone & Lawrance, 2012) neuroticism (N)
berkaitan dengan trait negatif, yaitu orang
yang tinggi pada dimensi neuroticism
cenderung gugup, sensitif, tegang dan mudah cemas. Pada orang yang memiliki extraversion (E) tinggi cenderung penuh semangat, antusias, dominan, ramah dan komunikatif.
Orang-orang dengan openess to experience (O) yang
cukup tinggi umumnya terlihat imajinatif, menyenangkan, kreatif dan artistik. Pada tipe
kepribadian agreeableness (A), orang yang
memiliki agreeableness tinggi cenderung
ramah, kooperatif, mudah percaya, dan hangat.
Sedangkan pada orang yang memiliki
conscientiousness (C) tinggi umumnya cenderung berhati-hati, dapat diandalkan, teratur dan bertanggung jawab.
Menurut hasil penelitian Kim, Shin &
Swanger (2009), orang dengan neuroticism
tinggi memiliki kemungkinan untuk
mengalami kelelahan kerja yang lebih tinggi
sedangkan tipe kepribadian conscientiousness
cenderung memiliki keterlibatan kerja tinggi. Berdasarkan hasil Wihler, dkk (2016),
kepribadian conscientiousness pada tenaga
kerja apabila diimbangi dengan kepribadian extraversion dapat memicu mereka untuk memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, studi tersebut dilakukan pada sales di sebuah perusahaan.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dikatakan bahwa meskipun berasal dari generasi yang sama, tenaga kerja dan mahasiswa memiliki pemikiran yang cukup bertolak belakang, sehingga penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan tipe kepribadian big five personality pada generasi Y berdasarkan status pekerjaannya yaitu mahasiswa dan tenaga kerja.
METODE
Responden Penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah generasi Y lahir pada
Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk ke dalam desain penelitian non eksperimental dan diklasifikasikan sebagai penelitian kuantitatif karena data penelitian berupa angka dan analisis dilakukan menggunakan statistik (Sugiyono, 2004).
Prosedur. Metode sampling yang digunakan adalah teknik non-probability sampling berupa purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu, dalam hal ini peneliti mempertimbangkan pengambilan sampel pada individu yang termasuk ke dalam generasi Y dengan rentang usia 18-37 tahun.
Instrumen. Alat ukur big five personality dalam penelitian ini menggunakan NEO-PI-R Costa yang disusun oleh Costa & McCrae pada tahun 1992 dan dikembangkan oleh Humanika Consulting pada tahun (2004). Alat ukur NEO-PI-R Costa versi Humanika
Consulting disusun berdasarkan kelima
dimensi yakni ekstraversion (E),
agreeableness (A), conscientiousness (C), neuroticism (N), openness to experience (O)
dan terdiri dari 240 item favorable dan
unfavorable berbentuk skala likert.
Teknik Analisis. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai
perbedaan tipe kepribadian pada dua
karakteristik sampel yang berbeda. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan pendekatan statistik
inferensial dengan teknik statistik non
parametrik karena data hasil penelitian berbentuk ordinal sehingga statik yang digunakan bersifat korelatif berupa teknik Chi-Square.
HASIL
matang yaknik 37 tahun sebanyak 19 orang. Secara umum, responden dalam penelitian ini didominasi oleh laki-laki berjumlah 1028 orang (79.90%) dan perempuan berjumlah 258 orang (20.10%). Berdasarkan status pekerjaan, sebagian besar responden merupakan tenaga kerja yaitu sebanyak 1106 responden (86%) dan mahasiswa sebanyak 180 orang (14%).
Tabel 1. Gambaran Tipe Kepribadian Tenaga Kerja
Berdasarkan tabel diatas, dapat
dilihat bahwa tipe kepribadian neuroticism
yang paling banyak pada tenaga kerja
berada pada kategori rata-rata yaitu 519
orang (46.9%), sedangkan minoritas tipe
kepribadian
neuroticism
berada pada
kategori sangat tinggi yakni 29 orang
(2.6%).
Extraversion tenaga kerja dalam
penelitian ini sebagian besar berada pada
kategori rendah sebanyak 403 orang
(36.4%) dan kategori terendah berada pada
kategori sangat tinggi yaitu sebanyak 40
orang (3.6%).
Didapatkan bahwa
openness to
experience
(O) tenaga kerja dalam
kerja berada pada kategori sangat rendah
yakni 778 orang (70.3%), dan hanya 4
orang pula yang memiliki
agreeableness
(A) tinggi (0.4%).
Conscientiousness (C)
pada tenaga kerja sebagian besar berada
pada
kategori
sangat
rendah
yaitu
sebanyak 554 orang (50.4%) dan paling
sedikit
pada
kategori
sangat tinggi
sebanyak 33 orang (3%).
Lebih
lanjut,
gambaran
tipe
kepribadian
mahasiswa
menunjukkan
bahwa
neuroticism (N) mahasiswa berada
pada kategori tinggi yaitu 76 orang
(42.2%) dan paling sedikit berada pada
kategori sangat rendah 3 orang (1.7%).
Pada tipe kepribadian
extraversion
(E),
sebagian besar mahasisiswa berada pada
kategori rata-rata, dan paling sedikit
berada pada kategori sangat rendah yaitu 6
orang (3.3%). Openness to experience (O)
mahasiswa sebagian besar juga berada
pada kategori rata-rata dengan jumlah 127
orang (70.6%), dan hanya 2 orang yang
berada pada kategori sangat tinggi (1.1%).
Agreeableness pada mahasiswa sebagian
besar berada pada kategori rendah yaitu 74
orang (41.1%) dan hanya satu orang yang
berada pada kategori sangat tinggi (0%).
Tipe kepribadian
conscientiousness
(C)
didominasi
pada
kategori
rata-rata
sebanyak 97 orang (53.9%), sedangkan
yang paling sedikit berada pada kategori
sangat tinggi yaitu 6 orang (3.3%).
Berikut akan dipaparkan mengenai
perbedaan tipe kepribadian
big five
personality
yang
telah
dianalisis
menggunakan
teknik
statistik
non
parametrik yaitu chi square.
Tabel 2. Perbedaan Tipe
Kepribadian berdasarkan tipe big five
personality.
Tipe Kepribadian r Sig (p) Neuroticsm 0.00 0.00 Extraversion 0.00 0.00 Openness to Experience 0.00 0.00 Agreeableness 0.00 0.00 Conscientiousness 0.00 0.00
Berdasarkan tabel diatas, pada
kelima dimensi
big five personality
didapatkan hasil korelasi sebesar r = 0.00
dengan taraf signifikansi p = 0.00 (p <
0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan pada
tipe
kepribadian
neuroticism
antara
mahasiswa dan tenaga kerja dengan nilai r
sebesar 0.00 dan angka signifikansi 0.00.
20.
Terdapat
perbedaan
yang
signifikan
pada
tipe
kepribadian
extraversion antara mahasiswa dan tenaga
kerja dengan nilai r sebesar 0.00 dan angka
signifikansi sebesar 0.00. Terdapat pula
perbedaan yang signifikan pada tipe
kepribadian
openess to new experience
antara mahasiswa dan tenaga kerja dengan
nilai r sebesar 0.00 dan nilai signifikansi
sebesar 0.00. Lebih lanjut, ada perbedaan
yang signifikan pada tipe kepribadian
agreeableness antara mahasiswa dan
tenaga kerja dengan nilai r sebesar 0.00
dan nilai signifikansi sebesar 0.00.
Terdapat perbedaan yang signifikan pada
tipe kepribadian
conscientiousness antara
mahasiswa dan tenaga kerja dengan nilai r
sebesar 0.00 dan nilai signifikansi sebesar
0.00
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis statistik
yang telah telah diuraikan pada bab
sebelumnya,
maka peneliti
membuat
kesimpulan bahwa terdapat perbedaan
yang
signifikan
tipe
kepribadian
neuroticism, extraversion, openness to
experience,
agreeableness
dan
conscientiousness pada tenaga kerja dan
mahasiswa yang termasuk generasi Y.
DISKUSI
experience,
agreeableness
dan
conscientiousness.
Berdasarkan hasil analisis yang
telah dilakukan, didapatkan hasil yaitu
terdapat perbedaan yang signifikan antara
tipe
kepribadian
tenaga
kerja
dan
mahasiswa yang masuk ke dalam kategori
Generasi Y jika dilihat dari
Big Five
Personality.
Gambaran
dari
hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa
seluruh dimensi kepribadian
Big Five
Personality pada mahasiswa lebih tinggi
daripada tenaga kerja.
Neuroticism merupakan dimensi
Big Five Personality yang berkaitan
dengan trait negatif. Dalam penelitian ini
didapatkan hasil bahwa
neuroticism pada
mahasiswa jauh lebih tinggi dibandingkan
pada pekerja,
yakni gambaran tipe
kepribadian
neuroticism pada mahasiswa
berada pada kategori tinggi sedangkan
pada pekerja berada pada kategori rata-rata.
Skor
neuroticism yang berada pada
kategori tinggi (76%) pun sesuai dengan
hasil penelitian Bhagat & Nayak (2014)
mengenai
neuroticism
dan
performa
akademik pada mahasiswa kedokteran di
India yang diukur menggunakan
Eysanck
Personality Inventory bahwa performa
para mahasiswa kedokteran dipengaruhi
oleh
adanya
emosi
negatif
berupa
kecemasan, kemurungan, kekhawatiran, iri
hati dan kecemburuan.
Menurut Cress & Lampman (2007),
periode awal kuliah merupakan periode
paling menegangkan bagi mahasiswa
karena mereka perlu mengelola kehidupan
sendiri. Hal yang membuat mereka stres
pun antara lain perubahan lingkungan,
masalah interpersonal dan stres akademik
(Civitci, 2015). Begitu pula menurut hasil
penelitian Djudiyah, dkk (2016) mengenai
perbedaan neuroticism berdasarkan jenis
kelamin pada mahasiswa yang berusia 18
hingga 19 tahun di Indonesia menunjukkan
bahwa mahasiswa baru memiliki tingkat
neuroticism
yang
lebih
tinggi
dibandingkan mahasiswa yang sudah lebih
lama belajar di universitas. Berdasarkan
hal tersebut, dapat dikatakan bahwa
tingginya
neuroticism
mahasiswa yang
termasuk ke dalam generasi Y terjadi
karena adanya proses penyesuaian yang
mereka hadapi ketika memasuki bangku
perkuliahan.
Lebih lanjut, neuroticism pekerja
dalam penelitian ini berada pada kategori
yang
lebih
rendah
dibandingkan
mahasiswa, namun meskipun lebih rendah,
neuroticism pekerja berada pada kategori
rata-rata. Howard & Miriam (dalam
Cervone & Lawrance, 2012) menyebutkan
bahwa
karakteristik
individu
yang
memiliki
skor
neuroticism
tinggi
merupakan individu yang mudah khawatir,
cemas, emosional, merasa tidak nyaman,
kurang penyesuaian dan sering kali
merasakan kesedihan yang tidak beralasan.
Di lain sisi, individu dengan
neuroticism
rendah dalam dimensi ini cenderung
tenang dan santai (Howard & Miriam
dalam Cervone & Lawrance, 2012). Hasil
penelitian Amir, dkk (2014) mengenai
pengukuran
Big Five Personality
dengan
performa tim dan keterlibatan karyawan
pada karyawan di Pakistan menunjukkan
adanya
hubungan
negatif
antara
neuroticism
dengan performa tim yang
berarti
semakin
tinggi
neuroticism
karyawan maka semakin rendah performa
tim
yang
dimiliki
oleh
karyawan.
Berdasarkan pemaparan diatas, dalam
penelitian ini, pekerja masuk dalam
kategori rata-rata sehingga karakteristik
tenaga kerja Generasi Y berada diantara
kedua kategori tersebut yakni memiliki
keseimbangan dalam mengatur kecemasan
dan ketenangan yang mereka rasakan.
Extraversion merupakan salah satu
dimensi
Big Five Personality. Individu
dengan karakteristik
extraversion yang
tinggi merupakan individu yang mudah
bergaul,
aktif,
banyak
berbicara,
berorientasi
pada
orang,
optimis,
menyenangkan dan penuh kasih sayang
(Cervone & Lawrance, 2012). Hasil
analisis dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa mahasiswa memiliki
extraversion
yang berada pada kategori rendah (36.4%).
Menurut Civitci (2015) ketika seseorang
menjadi
mahasiswa,
mereka
mereka
cenderung
akan
mengikuti
kegiatan
ekstrakulikuler seperti menjadi bagian dari
komunitas, klub, menghadiri kegiatan seni,
olahraga dan musik yang berpengaruh
pada
penyesuaian
psikososial,
pengembangan
akademik
dan
karir
mahasiswa. Partisipasi mahasiswa di
universitas
pun
mencerminkan
perkembangan kepribadian dan sosial
mereka (Astin, 1999). Hal ini sesuai pula
dengan karakteristik Generasi Y yang
menyukai
aktivitas
bersosialisasi,
cenderung
patriotik
dan
bersedia
memperjuangkan
kebebasan
(Meier,
Austin & Crocker, 2010).
Pada
pekerja,
hasil
analisis
menunjukkan bahwa pekerja memiliki
extraversion
yang
rendah.
Menurut
Cervone & Lawrance (2012) karakteristik
extraversion yang rendah ditandai dengan
perilaku tidak ramah, tenang, periang,
menyendiri dan
task- oriented. Tabernero,
dkk (2011) menyebutkan bahwa karyawan
memiliki tanggung jawab dan tugas yang
harus diselesaikan sehingga mereka lebih
berorientasi pada tugas. Menurut Meier,
Austin & Crocker (2010) pun Generasi Y
merupakan generasi yang berorientasi
pada tujuan. Perilaku karyawan juga
terbentuk tidak terlepas dari adanya
pengaruh dari pemimpin mereka di
perusahaan
(Tabernero,
dkk,
2009),
sehingga
dapat
dikatakan
bahwa
lingkungan kerja seperti atasan dan
pekerjaan karyawan memiliki andil dalam
menyebabkan
rendahnya
extraversion
yang dimiliki oleh tenaga kerja yang
termasuk ke dalam generasi Y.
Openness to experience merupakan
dimensi kepribadian yang terkait dengan
kreativitas
dan
imajinasi
individu.
Openness to experience ditandai dengan
rasa ingin tahu tinggi, banyak berbicara
dan spontan (Costa & McCrae, 1992a).
Orang yang tinggi pada dimensi
openness
to experience umumnya terlihat imajinatif,
menyenangkan, kreatif dan artistik. Hasil
penelitian Caprara, dkk (1996) pun
mengungkapkan
bahwa
keterbukaan
individu terhadap pengalaman berkorelasi
negatif dengan sifat mudah tersinggung
dan permusuhan. McCrae & Sutin (2009)
menyebutkan
bahwa
individu
yang
memiliki
openness to experience tinggi
lebih mudah menerima masukan dari
orang
lain
namun
kurang
otoriter,
sedangkan orang yang rendah pada
dimensi
ini
umumnya
dangkal,
membosankan atau sederhana (Howard &
Miriam dalam Cervone & Lawrance,
2012).
Hasil analisis menunjukkan bahwa
mahasiswa
memiliki
openness
to
experience yang berada pada kategori
rata-rata (70.6%). Kauffman, dkk (2015)
menyebutkan bahwa openness merupakan
prediktor
Big Five yang paling kuat dan
konsisten di bidang seni dan sains
terutama
pada
mahasiswa.
Ketika
mahasiswa melakukan hal baru pun
mereka akan lebih mudah menunjukkan
keterlibatan tinggi dan mereka yakin
terhadap apa yang mereka lakukan
(Cardona dkk, 2012). Schofield & Honoré
(2010) juga menyebutkan hal serupa
bahwa Generasi Y memiliki kekuatan
dalam fleksibilitas dan energi yang tinggi
dalam melakukan sesuatu.
Lebih lanjut, berdasarkan hasil
analisis,
openness to experience yang
dimiliki pekerja berada pada kategori
sangat rendah (47.3%).
Opennes to
experience
yang rendah ditandai dengan
kecenderungan untuk mengikuti apa yang
sudah ada,
down to earth, tertarik hanya
pada satu hal, tidak memiliki jiwa seni dan
kurang analitis. Celik & Oral (2016)
mengemukakan
melalui
hasil
penelitiannya
mengenai
Big
Five
Personality
dan komitmen organisasi
bahwa
openness to experience berkorelasi
negatif dengan
continuance commitment,
yang berarti semakin rendah keterbukaan
akan pengalaman yang dimiliki karyawan,
maka
continuance
commitment
yang
dimiliki karyawan akan semakin tinggi,
rendahnya skor
openness to experience
pada tenaga kerja yang termasuk Generasi
Y
justru
membuat
continuance
commitment yang tinggi pada perusahaan.
Johnson,
Hayes,
Roehm
&
Castellano (dalam Rothman & Coetzer,
2003) menyebutkan bahwa karyawan akan
lebih mudah sukses apabila memiliki skor
openness to experience yang rendah, hal
ini karena karakteristik
openness to
experience dalam diri karyawan tidak
dapat menjadi prediktor penentu performa
kerja mereka. Hasil penelitian Rothman &
Coetzer (2003) menunjukkan adanya
korelasi
positif
antara
management
performance
dengan
openness
to
experience yang berarti semakin tinggi
individu memiliki keterbukaan terhadap
pengalaman maka semakin tinggi pula
management
performance
yang
dimilikinya,
berdasarkan
skor
yang
diperoleh maka tenaga kerja generasi Y
kurang
memiliki
management
performance dalam diri mereka.
Agreeableness merupakan dimensi
big five personality yang terkait dengan
pribadi yang ramah, kooperatif, mudah
percaya dan hangat.
Agreeableness pun
didefinisikan
sebagai
karakteristik
kejujuran dalam berekspresi, altruisme,
patuh, rendah hati dan bersimpati terhadap
orang lain. Howard & Miriam (dalam
Cervone
&
Lawrance,
2012)
mengemukakan bahwa orang yang rendah
dalam dimensi agreeableness cenderung
dingin, penuh konfrontatif dan kejam.
Trait agreeableness dalam diri individu
merupakan prediktor yang signifikan
dalam menentukan kinerja seseorang (Tett
dkk,
1991).
Salgado
(1997)
mengungkapkan
bahwa
agreeableness
berhubungan dengan keberhasilan suatu
pelatihan atau training yang dijalani oleh
individu.
Sifat
agreeableness
pun
merupakan
salah
satu
hal
yang
mengarahkan pada kesuksesan dalam
pekerjaan (Hakim dalam Rothmann &
Coetzer, 2003).
Namun, berdasarkan hasil analisis
menunjukkan bahwa antara mahasiswa
dan pekerja memiliki agreeableness yang
sama-sama rendah, dalam hal ini pekerja
memiliki
agreeableness yang jauh lebih
rendah yaitu berada pada kategori sangat
rendah (63.6%) dibandingkan mahasiswa
yang berada pada kategori rendah (41.1%).
Hasil penelitian ini diperkuat dengan
uraian dari Sarwono (2012) bahwa
generasi Y merupakan generasi yang
individualistik dan berpikir mandiri. Black
(2010) pun menyebutkan bahwa generasi
Y merupakan orang-orang yang memiliki
toleransi
rendah
terhadap
kesabaran.
Adanya
pemaparan
tersebut
pun
memperkuat
rendahnya
skor
agreeableness yang dimiliki oleh generasi
Y
yakni
karena
karakteristik
individualistik
yang
mereka
miliki.
Menurut
Black
(2010)
karakteristik
individualistik
tersebut
menyebabkan
adanya implikasi berupa ketikaksiapan
dalam dunia kerja karena kurangnya
kemampuan dalam bekerjasama dengan
orang lain serta sangat tergantung pada
keberadaan teknologi.d
Terkait dengan
conscientiousness,
McCrae & Costa (1992a) menyebutkan
bahwa
conscientiousness
didefinisikan
sebagai kesanggupan seseorang dalam
melakukan sesuatu, kemampuan individu
dalam
mengorganisasi
suatu
hal,
kecenderungan memegang erat prinsip
yang ada dalam hidup, kemampuan dalam
berprestasi, kemampuan mengatur diri
sendiri serta individu berpikir sebelum
bertindak. Howard & Miriam (dalam
Cervone & Lawrance, 2012) menyebutkan
bahwa orang yang tinggi pada dimensi ini
umumnya berhati-hati, dapat diandalkan,
teratur dan bertanggung jawab. Orang
yang rendah pada dimensi ini cenderung
ceroboh, berantakan dan tidak dapat
diandalkan (Howard & Miriam dalam
Cervone & Lawrance, 2012). Berdasarkan
hasil
analisis,
ditemukan
bahwa
conscientiousness
mahasiswa
dalam
penelitian ini berada pada kategori
rata-rata
yaitu
(53.9%),
sehingga
dapat
mahasiswa berada diantara kedua kategori
tersebut.
Lembaga
Educational
Testing
Service
(2012)
memaparkan
bahwa
conscientiousness terbukti sebagai dimensi
kepribadian yang paling konsisten dan
signifikan sebagai prediktor kinerja di
tempat
kerja,
namun
hasil
analisis
menunjukkan bahwa pekerja berada pada
kategori sangat rendah yakni sebesar
(50.1%). Hasil penelitian ini diperkuat
dengan pendapat Corget, Gonzalez &
Mateo (2015) yang mengemukakan bahwa
meskipun generasi Y dianggap kreatif
tetapi organisasi cenderung enggan untuk
mempekerjakan
orang-orang
yang
termasuk ke dalam generasi Y karena
rendahnya ketekunan yang mereka miliki.
Schofield
&
Honore
(2010)
pun
menyebutkan bahwa generasi Y memiliki
kekurangan dalam melakukan analisis atau
berpikir secara mendalam dan kurangnya
self-management.
Berdasarkan proses penelitian serta
kesimpulan dan diskusi yang ada, peneliti
menyarankan beberapa hal yang dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan
untuk
penelitian
selanjutnya
yakni
penelitian selanjutnya disarankan memiliki
jumlah sampel penelitian yang seimbang
dan jauh lebih banyak agar hasil penelitian
dapat lebih digeneralisasikan, penelitian
selanjutnya
disarakankan
pula
untuk
memperkaya hasil penelitian berdasarkan
masing-masing facet yang ada di setiap
dimensi
Big Five Persoanlity serta dapat
pula melakukan penelitian serupa dengan
sampel penelitian dari generasi yang
berbeda seperti generasi baby boombers.
Saran praktis yang dapat dilakukan
oleh individu yang termasuk ke dalam
generasi Y ialah perlunya mengevaluasi
kembali mengenai tinggi rendahnya
trait
neuroticism, extraversion, openness to
experience,
agreeableness
dan
conscientiousness dalam diri
masing-masing agar dapat memaksimalkan potensi
yang dimiliki. Bagi perusahaan dapat
menggunakan pendekatan baru dalam
mengelola karyawan yang termasuk ke
dalam generasi Y agar potensi yang
dimiliki
oleh
tenaga
kerja
dapat
memberikan kontribusi yang signifikan
bagi perusahaan. Bagi pihak universitas,
dapat mengenali karakteristik mahasiswa
yang termasuk dalam generasi Y serta
menggunakan
pendekatan
baru
dan
metode pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik dominan pada mahasiswa
generasi Y.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, F. N. (2014). Measureing the effect of five factor model of personality on team performance with moderating role of employee engagement. Journal of Psychology and Behavioral Science, 2(2), 221-255.
Astin, A. W. (1999). Student involvement: A developmental theory for higher education. Journal of College Student Development, 40(5), 518-29.
Bhagat, V. N. (2014). Neuroticism and Academic Performance of Medical
Students. International Journal of
Humanities and Social Science Invention, 3(1), 51-55.
Black, A. (2010). Gen Y: Who They Are and
How They Learn. Educational
Horizonz, Winter, 92-100.
Caprara, G. V. & Barbaranell, C. (1996). Understanding the complexity of human aggression; affective, cognitive,
and dimension of individual
differences in propensity toward
aggression. European Journal of
Personality, 10, 133-155.
Cardona, I. S. (2012). Self-efficacy and openness to experience as antecedent of study engagement: an exploratory
analysis. Procedia - Social and
Behavioral Sciences , 46, 2163-2167.
Celik, G. T. (2016). Big five and
Civitci, A. (2015). Perceived stress and life
satisfaction in college
students:belonging and extracurricular
participation as moderators. Procedia
- Social and Behavioral Sciences, 205,
271 – 281 .
C er vone, D & La wra nce A. P. (2012). Kepribadian: Teori dan penelitian ( Edisi 7, Jilid 2). Jakarta: Salemba Humanika.
Corgnet, B. G. (2015). Cognitive reflection
and the diligent worker: an
experimental study of millennials. PLoS ONE, 10(11) 1-12.
Cress, V. &. (2007). Hardiness, stress, and health-promoting behaviors among
college students. Psi Chi Journal of
Undergraduate Research, 12(1), 18– 23.
Costa, P.T. & McCrae, R.R. (1992a).
Discriminant Validity Of NEO-PIR
Facet Scales. Education and
psychological measurement, 52, 229-237.
Costa, P.T. & McCrae, R.R. (1992b). Normal Personality Assessment in Clinical
Practice; The NEO Personality
Inventory. Psychological Assessment,
4, 5-13.
Djudiyah., S. M. (2016). Gender differences in neuroticism on college students. Asean Conference 2nd Psychology and Humanity (pp. 723-728). Malang: Psychology Forum UMM.
Feist, J & G J. Feist (2010). Teori kepribadian
(Edisi 7., Jilid 2). Jakarta: Salemba Humanika.
F eist , J. & F ei st , G, J. ( 201 4). T eori
Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
Fernando, Y., Mat Saad, N. And Haron, M.S. (2012), ”New marketing definition: a future agenda for a low cost carrier
airlines in Indonesia”, Business
Strategy Series, 13(1), 31-40
Gardner, S & Eng, S. (2005). What students
want: generation y and the changing function of the academic Library. Portal: Libraries and the Academy, 5(3), 405-420.
Gravetter, F,J dan Wallnau, L,B. (2014). Pengantar Statistika Sosial, Edisi 8. Jakarta: Salemba Humanika
Hurst, J, L & Good, L, K. (2009). Generation Y and career choice: The impact of retail career perceptions, expectations
and entitlement perceptions. Career
Development International, 14(6), 570-593.
Holm, T. (2012). Managing millennials:
Coaching the next generation.
Forensic, 97(2), 25-38.
International Labour Organization. (2015). Tren ketenagakerjaan dan sosial di Indonesia2014- 2015: Memperkuat daya saing dan produktivitas melalui pekerjaan layak. Jakarta: ILO.
Kaufman, S. Q. (2015). Openness to experience and intellect differentially prredict creative achievement in the
arts and sciences. Journal of
Personality, 84(2), 1-12.
Kerlinger & Lee. (2000). Foundation of Behavioral Research (4th Ed). USA:Thomson Learning.
Khalid, S, A, Nor, M, N., Ismail, M. (2013).
Organizational citizenship and
generation y turnover Intention.
International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 3 (7), 132-141.
Kim, H, J., Shin, K, H., Swanger, N. (2009).
Burnout and engagement:
comparative analysis
using the Big Five personality
dimensions. International Journal of
Hospitality Management, 28, 96–104.
Kupperschmidt, B. (2000). Multigenerational employees: strategies for effective
management. The Health Care
Manager, 19 (1), 65-76.
of Knowledge. New York: Oxford University Press.
Meier, J., Austin, S, F., Crocker, M. (2010). Generation Y in the Workforce:
Managerial Challenges. The Journal
of Human Resource and Adult Learning. 6(1), 68-78.
Mengü, S, C., Güçdemir, Y., et al. (2015). Political Preferences of Generation Y University Student with regards to governance and social media: A study on march 2014 local elections. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 174, 791-797.
Petersen-K, S,A., Jordan, C,L., Soutar, G, N. (2011). The big five, emotional exhaustion and citizenship behaviours in service settings: The mediating role
of emotional labor. Personality and
Individual Differences, 50, 43-48.
PricewaterhouseCoopers International Limited (PwCIL). (2011). Millennials at work:
Reshaping the workplace. PwC.
Diakses pada April, 27 2017.
http://pwc.to/1QiIHGJ.
Rothmann, S. &. (2003). The big five
personality dimensions and job
performance. SA Journal of Industrial
Psychology, 29 (1). 68-74.
Salgado, J. (1997). The five-factor model of personality and job performance in the
European Community. Journal of
Applied Psychology, 82, 30-43.
Sarwono, W, S. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press.
Sarwono, S. (2012). Y generation at work. 5th Psychology For Non Psychologist Conferences (pp. 1-12). Bandung: Intipesan; knowledge for success.
Scholfield, C, P. & Honor é, S. (2010). Generation Y and Learning, , 360°. The Ashridge Journal, Winter, 26-32.
Service, E. T. (2012). Relationships between
big five and academic and worforce outcomes. New Jersey: Educational Testing Service.
Simanjuntak, P. (1998). Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Solnet D, Hood A. 2008. Generation Y as hospitality employees: framing a
research agenda. Journal of
Hospitality and Tourism Management, 15, 59–68.
S u gi y on o. ( 2 0 1 4 ) . M e t o d e p e n e l i t i a n
kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tabernero, C. &. (2011). Self-efficacy and
intrinsic motivation guiding
environmental behavior.
Environmental and Behavior, 43(5), 658-675.
Tabernero, C. C. (2009). The role of task-oriented versus relationship-task-oriented leadership on normative contract and
group performance. Social Behavior
and Personality, 42, 1391-1404.
Tett, R. J. (1991). Personality measures as predictors of job performance: A
meta-analysis review. Personnel
Pychology, 44, 703-742.
Wihler, A., Meurs, J, A., Momm, T, D.,
Julia,J., Gerhard, B. (2017).
Personality and Individual Differences, 107, 291-296.
Weingarten, R, M. (2009). Four generations, one workplace: A gen X-Y staff nurse’s view of team building in the
emergency department. Journal of
Emergency Nursing, 35, 27,-30