• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Nasabah Pada Perusahaan Asuransi Yang Dinyatakan Pailit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kedudukan Nasabah Pada Perusahaan Asuransi Yang Dinyatakan Pailit"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

(FOCUS UPMI)

Vol. 7 No. 1 (2018) 18 - 26 ISSN Media Elektronik: 1979-2204

Kedudukan Nasabah Pada Perusahaan Asuransi Yang Dinyatakan Pailit

Abdul Rokhim1

1Magister Ilmu Hukum, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia, Medan

Abstract

Entering the era of globalization, especially in the employment sector will face considerable challenges, competition between the business world is getting tougher and the use of advanced technology will increasingly receive attention so that the selection of workers will be more selective. Only workers who have good self-quality, intellectual and high health can ultimately achieve success. The role of the workforce in national development is increasing along with the various challenges and risks it faces.

Workers need to be given protection, maintenance and improvement of welfare, so that in turn will be able to increase national productivity. The role of the government in overcoming employment in Indonesia must be carried out in accordance with applicable regulations, because employment issues are issues that concern the lives of people. The large number of unemployed people in Indonesia is due to the low quality of the workforce and the low level of public education and limited job creation . Unemployment is one of the employment problems that has a negative impact on people's lives, such as declining quality of life, increasing crime rates, and slums.

Keywords: Customers, Companies, Bankruptcy

Abstrak

Memasuki era globalisasi khususnya disektor ketenagakerjaan akan menghadapi tantangan yang cukup besar, persaingan antara dunia usaha semakin ketat dan pengunaan teknologi maju akan semakin mendapat perhatian sehingga pemilihan pekerja akan semakin selektif. Hanya pekerja yang memiliki kualitas diri yang baik, intelektual maupun derajat kesehatan yang tinggi yang pada akhirnya dapat meraih keberhasilan. Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat dengan disertai berbagai tantangan dan resiko yang dihadapinya. Tenaga kerja perlu diberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan, sehingga pada gilirannya akan dapat meningkatkan produktivitas nasional. Peran pemerintah dalam mengatasi ketenagakerjaan di Indonesia harus dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, kerena persoalan ketenagakerjaan adalah persoalan yang menyangkut hajat hidup orang. Besarnya jumlah pengangguran di Indonesia disebabkan masih rendahnya kualitas tenaga kerja dan rendahnya pendidikan masyarakat serta penciptaan lapangan kerja yang terbatas.

Pengangguran merupakan salah satu masalah ketenagakerjaan yang menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat, seperti kualitas hidup menurun, meningkatnya angka kriminalitas, dan lingkungan kumuh.

Kata kunci: Nasabah, Perusahaan, Pailit

© 2018 Jurnal Focus UPMI

1. Pendahuluan

Memasuki era globalisasi khususnya disektor ketenagakerjaan akan menghadapi tantangan yang cukup besar, persaingan antara dunia usaha semakin ketat dan pengunaan teknologi maju akan semakin mendapat perhatian sehingga pemilihan pekerja akan semakin selektif. Hanya pekerja yang memiliki kualitas diri yang baik, intelektual maupun derajat kesehatan yang tinggi yang pada akhirnya dapat meraih keberhasilan.

Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat dengan disertai berbagai tantangan

dan resiko yang dihadapinya. Tenaga kerja perlu diberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan, sehingga pada gilirannya akan dapat meningkatkan produktivitas nasional [1].

Peran pemerintah dalam mengatasi ketenagakerjaan di Indonesia harus dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, kerena persoalan ketenagakerjaan adalah persoalan yang menyangkut hajat hidup orang. Besarnya jumlah pengangguran di Indonesia disebabkan masih rendahnya kualitas tenaga kerja dan rendahnya pendidikan masyarakat serta penciptaan lapangan kerja yang terbatas. Pengangguran merupakan salah satu masalah ketenagakerjaan yang menimbulkan dampak

(2)

negatif terhadap kehidupan masyarakat, seperti kualitas hidup menurun, meningkatnya angka kriminalitas, dan lingkungan kumuh.

Untuk mengatasi hal tersebut, selain upaya dan kebijakan pemerintah, masyarakat sendiri pun perlu menciptakan dan mengembangkan lapangan kerja sendiri atau membangun usaha mandiri.

Tenaga kerja dan pengusaha mrupakan dua factor yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Dengan terjadinya sinergi kedua faktor itu baru perusahaan akan berjalan dengan baik. Begitu pula sebaliknya, tenaga kerja tanpa adanya perusahaan hanya akan melahirkan produk pengangguran. Sisi lain, pengusaha sebagai pemilik perusahaan berada pada posisi yang kuat sebab didukung modal yang besar, sedangkan tenaga kerja berada pada posisi yang lemah karena hanya bermodalkan keahlian dan intelektual.

Hal ini sering digunakan oleh pengusaha yang nakal berbuat semena-mena terhadap karyawan dalam mendapatkan hak-haknya seperti hak upah yang layak, hak mendapatkan pesangon, hak istirahat, dan hak cuti serta hak mendapatkan jaminan sosial.

Hak dan Kewajiban tenaga kerja telah diatur dalam undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Undang- Undang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut dengan UUK) dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Undang-Undang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (selanjutnya disebut dengan UUSP) serta pekerja atas pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan. Oleh sebab itu, setelah melakukan pekerjaan secara gigih yang menyita tenaga dan pikiran maka tenaga keja berhak mendapatkan imbalan berupah upah, dan itu merupakan kewajiban dari pengusaha untuk memberikan upah yang layak atas prestasi kerja yang dilakukan oleh pekerja.

Meskipun kadang kala upah tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, namun tugas tetap harus dikerjakan sebagai konsekuensi seorang pekerja yang memenuhi kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan yang telah diperjanjikan sebelumnya. Agar terciptanya hubungan kerja yang harmonis, nyaman dan dinamis.

Hak dan kewajiban masing-masing pihak haruslah seimbang. Oleh sebab itu, hak pekerja merupakan kewajiban pengusaha, dan sebaliknya hak pengusaha merupakan kewajiban pekerja [2].

Hak merupakan sesuatu yang harus diterima oleh seseorang tanpa ada suatu persyaratan yang harus dipenuhi sehingga dapat menimbulkan suatu keyakinan untuk dipertahankan dan dimiliki seutuhnya, karena dengan memperoleh hak maka dapat digunakan untuk meningkatkan taraf kehidupan seseorang dan keluarganya [3].

Salah satu hak dari tenaga kerja adalah hak menerima upah. Upah adalah sesuatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan. Oleh sebab itu, setelah melakukan pekerjaan secara gigih yang menyita tenaga dan pikiran maka tenaga kerja berhak mendapatkan imbalan berupa upah, dan itu merupakan kewajiban dari pengusaha untuk memberikan upah yang layak atas prestasi kerja yang dilakukan oleh pekerja. Meskipun kadang kala upah tersebut tidak cukup memenuhi kebutuhan, namun tugas harus tetap dikerjakan sebagai konsekuensi seorang pekerja yang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan yang telah diperjanjikan sebelumnya. Keadaan tersebut diatas menjadi penghalang terciptanya hubungan kerja yang harmonis, nyaman, dan dinamis.

Seiring dengan pesatnya perkembangan disegala khususnya dibidang industri maka masalah ketenagakerjaan akan menjadi hal yang sangat komplek, terutama melihat tingginya jumlah pekerja di Indonesia sekarang ini, tidak seimbangnya antara pekerja atau buruh dan lapangan pekerjaan yang ada, dan apabila terjadi masalah maka pada akhirnya dapat mengakibatkan PHK pada perusahaan tersebut. Terdapat faktor dari kepentingan pengusaha dan kepentingan pekerja, yang memungkinkan adanya ketidakserasian kedua kepentingan maka diperlukan suatu Perjanjian Kerja atau Peraturan Perusahaan, dan Perjanjian Kerja Bersama untuk menyatukan kedua belah pihak tersebut agar tercapai tujuan bersama dan dapat dihindarkan dari PHK yang sewenang-wenangnya oleh pengusaha.

1.1 Pengertian Pekerja dan Hubungan Perkerja 1. Pengertian Pekerja

Menurut Chairuddin K Nasution dan Fauzi Chairul F. menyebutkan bahwa yang dimaksud pekerja adalah “orang yang melakukan sesuatu pekerjaan untuk kepentingan pihak/orang lain atau perusahaan dalam suatu hubungan kerja dengan menerima upah dan atau jaminan hidup lainnya yang wajar” [4].

G. Kartasapoetra bahwa pekerja adalah Para pekerja yang bekerja pada perusahaan, dimana para pekerja itu harus tunduk kepada perintah dan peraturan kerja yang diadakan oleh pengusaha (majikan) yang bertanggung jawab atas lingkungan perusahaan, untuk mana pekerja itu akan memperoleh upah dan atau jaminan hidup lainnya yang wajar [5].

A. Ridwan Halim, bahwa yang dimaksud dengan pekerja adalah Tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan didalam atau diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang-barang atau jasa untuk memenuhi

(3)

kebutuhan masyarakat. Pengertian ini sangat luas karena juga meliputi pegawai negeri yang bekerja pada instansi pemerintah yang dilindungi oleh Undang-Undang Kepegawaian. Juga pekerja yang dilindungi oleh hukum Perpekerjaan serta pekerja yang belum memperoleh peluang pekerjaan (pencari kerja) [1].

Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa pekerja adalah Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

2. Pengertian Hubungan Kerja

Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dan pengusaha yang terjadi setelah diadakan perjanjian antara pekerja dengan pengusaha, dimana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan dimana pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. Perjanjian yang sedemikian itu disebut perjanjian kerja.

Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa hubungan kerja sebagai bentuk hubungan hukum lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan penguasah.

Hubungan antara pekerja dan pengusaha/perusahaan merupakan hubungan kerja. Hal ini dapat dilihat dari rumusan tentang pengertian hubungan kerja oleh Chairuddin K Nasution yang menyebutkan : Hubungan kerja adalah hubungan-hubungan yang terjalin antara para pekerja dengan perusahaan atau pengusaha dalam batas- batas, sesuai perjanjian kerja dan peraturan kerja yang telah disetujui bersama oleh kedua belah pihak. Ini berarti pengusaha berhak menegaskan pekerjanya/buruhnya agar bekerja rajin tanpa melampaui batas-batas isi perjanjian kerja. Dipihak lain para pekerja (buruh) berhak menerima penghasilan/upah dan jaminan social lainnya tanpa melanggar/melewati batas-batas isi perjanjian kerja.

1.2 Pengertian Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.Perjanjian kerja hanya dilakukan oleh dua belah pihak yakni pengusaha

atau pemberi kerja dengan pekerja. Mengenai hal- hal apa saja yang diperjanjikan, dierahkan sepenuhnya kepada kedua belah pihak yakni antara pengusaha atau pemberi kerja dan pekerja. Apabila salah satu dari para pihak tidak menyetujuinya maka pada ketentuannya tidak akan terjadi perjanjian kerja, karena pada aturannya pelaksanaan perjanjian kerja akan terjalin dengan baik apabila sepenuhnya kedua belah pihak setuju tanpa adanya paksaan. Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis maupun lisan harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

A.Ridwan Halim Menyebutkan Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian kerja yang diadakan antara majikan tertentu dan karyawan atau karyawan- karyawan tertentu yang umumnya berkenaan dengan segala persyaratan yang secaratimbal balik harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, selaras dengan hak dan kewajiban mereka masing-masing terhadap satu sama lainnya [1].

Imam Soepomo menyebutkan perjanjian kerja adalah “suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yangmengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar upah [7].

Berdasarkan pengertian perjanjian kerja diatas, terutama dalam pasal 1601a KUHPerdata, jika dibandingkan dengan pengertian perjanjian pada umumnya seperti yang tercantum dalam pasal 1313 KUHPerdata terdapat dua perbedaan. Didalam ketentuan pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa kedudukan antara pihak adalah sama dan seimbang. Karena di dalam pasal tersebut ditentukan bahwa satu orang lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Sedangkan dalam pasal 1601a KUHPerdata dinyatakan dengan tegas dua ketentuan yaitu tentang satu pihak yang mengikatkan diri dan hanya satu pihak pula yang dibawah perintah orang lain, pihak ini adalah buruh/pekerja. Sebaliknya pihak yang menurut ketentuan tersebut tidak mengikatkan dirinya dan berhak pula untuk memerintah kepada orang lain adalah pihak majikan/pengusaha.

Perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian, seperti diatur pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar, yakni :

a. Kesepakatan kedua belah pihak

Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya, maksudnya bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus

(4)

setuju/sepakat, seia-sekata mengenai hal-hal yang akan diperjanjikan. Apa yang dikehendaki pihak yang satu dikehendaki pihak yang lain. Pihak pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan, dan pihak pengusaha menerima pekerja tersebut untuk dipekerjakan. Dengan kata lain tidak adanya unsur terjadinya penipuan, paksaan dan kekhilafan dalam kesepakatan kedua belah pihak.

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan Hukum Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian maksudnya pihak pekerja maupun pengusaha cakap membuat perjanjian.

Seseorang dipandang cakap membuat perjanjian jika yang bersangkutan telah cukup umur. Ketentuan hukum ketenagakerjaan member batasan umur minimal 18 Tahun bagi seseorang dianggap cakap membuat perjanjian kerja, sebagaimana diatur didalam ketentuan pasal 1 ayat (26) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Pasal 69 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan memberi pengecualian bagi anak yang berumur 13 Tahun sampai dengan umur 15 Tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak menganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan social. Selain itu juga seseorang dikatakan akan cakap membuat suatu perjanjian kerja jika seseorang tersebut tidak dibawah pengampuan yaitu tidak terganggu jiwanya/sehat.

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, berarti bahwa adanya hal tertentu yang diperjanjikan.

Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan objek dari perjanjian kerja antara pemberi kerja/pengusaha dengan pekerja/buruh, yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban para pihak.

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Metode Penelitian 2.1 Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan dengan mengidentifikasi serta membahas peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan materi yang dibahas. Penelitian masalah uang dipergunakan untuk permasalahan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang mendepenelitiankan secara terperinci yang menyangkut pokok permasalahan di atas. Suatu

penelitian hukum normatif dimaksudkan untuk memberikan data yang teliti.

2.2 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data di dalam penelitian ini, peneliti akan menelusuri literatur-literatur yang relevan dengan masalah yang akan dibahas, dan sumber data yang digali dalam penelitian ini, seperti Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan serta buku-buku yang relevan dengan kajian yang dibahas dan membantu pemahaman dalam penulisan ini.

2.3 Sumber Data

Sumber data merupakan hal yang sangat penting karena akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan permasalahan yang ada. Dalam penelitian ini sumber data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut :

1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat antara lain Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP- 48/MEN/IV/2004 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, Serta Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain tulisan atau pendapat pakar hukum mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja.

3. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder antara lain kamus besar bahasa Indonesia, Ensiklopedia, Jurnal hukum atau majalah.

2.4 Analisis Data

Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian. Sesuai dengan sifat penelitiannya, maka analisis data dilakukan dengan pengelompokan terhadap bahan-bahan hukum tertulis yang sejenis untuk kepentingan analisis, sedangkan evaluasi dilakukan terhadap data dengan pendekatan kualitatif, yaitu data yang sudah ada dikumpulkan, dipilah-pilah dan kemudian dilakukan pengolahannya. Setelah dipilah- pilah dan diolah, lalu dianalisis secara logis dan sistematis dengan mengunakan metode deskriptif analisis. Dengan demikian diharapkan penelitian yang dilakukan dapat menghasilkan kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan secara rasional.

(5)

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hak dan Kewajiban Pekerja Kontrak Dalam Perjanjian Kerja Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Serikat pekerja atau serikat buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada didalam sebuah perjanjian kerja.

Dan juga memiliki hak yang harus didapat dari hasil kerjanya atau jasanya, sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian kerja yang telah disetujui.

Dalam KUHPerdata ketentuan mengenai kewajiban pekerja yang sudah diatur dalam pasal 1603, 1603a, 1630b,dan 1603c, KUHPerdata yang pada intinya adalah sebagai berikut :

1. Pekerja wajib melakukan perkerjaan, melakukan pekerjaan adalah tugas utama dari seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri, meskipun demikian dengan seizin pengusaha dapat diwakilkan. Untuk itulah mengingat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja yang sangat pribadi sifatnya karena berkaitan dengan keahliannya, maka berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan jika pekerja meninggal dunia, maka hubungan kerja berakhir dengan sendirinya (PHK demi hukum).

2. Pekerja wajib menaati aturan dan petunjuk majikan atau pengusaha, dalam melakukan pekerjaan buruh atau pekerja wajib menaati petunjuk yang diberikan oleh pengusaha. Aturan yang wajib ditaati oleh pekerja sebaiknya dituangkan dalam peraturan perusahaan sehingga menjadi jelas ruang lingkup dari petunjuk tersebut.

3. Kewajiban menerima sanksi atau membayar ganti rugi dan denda, jika pekerja atau buruh melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan baik karena kesengajaan atau kelalaian, maka sesuai dengan prinsip hukum, pekerja wajib menerima sanksi atau membayar ganti rugi dan denda [7].

Pekerja yang bekerja disuatu perusahaan wajib mentaati semua tata tertib atau peraturan yang dibuat didalamnya.

Tata tertib tersebut meliputi : 1. Kewajiban Pekerja

a. Mentaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan diperusahaan.

b. Bersedia dipindah/dimutasikan dari satu unit kerja lainnya (antar jabatan atau antar kerja).

c. Menjaga dan menyimpan rahasia jabatan.

d. Mentaati ketentuan jam hari kerja yang berlaku di perusahaaan.

e. Melaksanakan pekerjaan dengan sungguh- sungguh dan penuh tanggung jawab dengan memperhatikan segala pedoman dan instruksi yang dikeluarkan oleh atasan.

f. Bersikap sopan santun terhadap siapa pun baik didalam maupun diluar dinas dan selalu memberikan pertolongan sesama pekerja untuk membina rasa setia kawan dan menjalin kerja sama demi kelancaran jalannya perusahaan.

g. Menjaga keselamatan dan kesehatan dirinya dan teman sekerjanya serta mempergunakan peralatan keselamatan kerja dalam hal sifat pekerjaannya mengharuskan demikian.

h. Menyerahkan kembali kepada perusahaan semua dokumen dan barang-barang milik perusahaan yang ada pada saat pekerja yang bersangkutan meletakkan jabatan atau diberhentikan atau dimutasi.

Pekerja berkewajiban ikut menjaga aset dan kekayaan perusahaan dari segala macam tindakan perusakan, pencurian, atau tindakan lain yang dapat merugikan dan mengancam kesinambungan perusahaan.

2. Larangan Pekerja.

a. Menyalahgunakan wewenang jabatannya untuk kepentingan pribadi, keluarga maupun golongan yang merugikan perusahaan, antara lain :

1) Membawa atau menggunakan barang- barang atau alat-alat milik perusahaan tanpa izin pimpinan perusahaan.

2) Secara langsung atau tidak langsung melibatkan diri dalam usaha yang berkaitan dengan usaha perusahaan.

b. Menyediakan tenaganya dalam waktu tugas dinas secara perorangan atau bersama-sama dengan orang lain, secara langsung dan tidak langsung untuk kepentingan usaha lain.

c. Membocorkan rahasia jabatan dan/atau rahasia perusahaan meliputi :

1) Rahasia mengenai atau yang ada hubungannya dengan jabatan baik berupa dokumen (surat, notulen, rapat, dan lain-lain), data maupun perintah atau keputusan dari pimpinan.

2) Rahasia yang menyangkut kekayaan, permodalan, gaji, hak milik, organisasi, proses produksi dan kebijakan.

d. Melakukan pelaksanaan tenaga pekerjaan yang seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan timbulnya kerugian bagi perusahaan atau lingkungan kerjanya.

3. Sanksi/Hukuman disiplin

Karyawan yang melanggar ketentuan disiplin berupa kewajiban dan larangan pekerja sebagaimana dimaksud pada butir a dan b dapat dijatuhi sanksi/hukuman disiplin. Jenis sanksi/hukuman disiplin adalah sebagai berikut :

(6)

a. Teguran lisan/tulisan b. Peringatan tertulis

c. Penundaan kenaikan gaji berkala d. Penundaan kenaikan pangkat

e. Penurunan pangkat/golongan dan/atau pembebasan dari jabatan

f. Pembebasan tugas sementara (skorsing) g. Pemberhentian ( pemutusan hubungan kerja) 3.2 Penyelesaian sengketa antara pekerja kontrak dengan perusahaanyang di PHK sebelum masa kontrak berakhir Perselisihan antara pekerja dengan pengusaha dapat terjadi karena didahului oleh pelanggaran hukum, bisa juga dapat terjadi bukan karena pelanggaran hukum.

Perselisihan yang terjadi akibat pelanggaran hukum pada umumnya disebabkan karena :

1. Terjadinya perbedaan paham dalam pelaksanaan hukum perburuhan. Hal ini tercermin dari tindakan pekerja atau pengusaha yang melanggar suatu ketentuan hukum. Misalnya pengusaha tidak mempertanggungkan pekerjanya pada program jaminan sosial, membayar upah di bawah ketentuan standar minimun yang berlaku, tidak memberikan cuti dan sebagainya.

2. Tindakan pengusaha yang diskriminatif, misalnya jabatan, jenis pekerjaan, pendidikan, masa kerja yang sama tapi karena perbedaan jenis kelamin lalu diperlakukan berbeda.

Perselisihan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi tanpa didahului oleh suatu pelanggaran, umumnya disebabkan oleh

1. Perbedaan dalam menafsirkan hukum perburuhan. Misalnya menyangkut hak cuti seperti cuti gugur kandungan, menurut pengusaha, pekerja wanita tidak berhak atas cuti penuh karena mengalami gugur kandungan, tetapi menurut serikat pekerja hak cuti harus tetap diberikan dengan upah penuh meskipun pekerja hanya mengalami gugur kandungan.

2. Terjadi karena ketidaksepahaman dalam perubahan syarat-syarat kerja, misalnya pekerja atau serikat buruh menuntut kenaikan upah, uang makan, transport, tetapi pengusaha tidak menyetujuhinya.

Berdasarkan ketentuan pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, bahwa jenis-jenis perselisihan hubungan industrial meliputi :

1. Perselisihan hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

2. Perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan.

3. Perselisihan kepentingan, yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai perbuatan, atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam pejanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

4. Perselisihan antar serikat pekerja, yaitu perselisihan antara serikat pekerja dengan serikat pekerja lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatan pekerja [8].

Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat.

Pekerja Kontrak yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) secara tiba-tiba sebelum berakhirnya masa kontrak kerja, pasti sangat terkejut. Apalagi perusahaan tidak pernah memberikan teguran lisan maupun surat peringat tertulis dan pekerja tidak melakukan pelanggaran berat. Pekerja pun semakin gelisah ketika melihat kembali isi Perjanjian Kerja. Trenyata ada ketentuan yang menyebutkan perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja setiap saat dan pemutusan hubungan kerja dalam masa kontrak tidak diberikan kompensasi apapun.

Seperti kasus yang di alami oleh seorang pekerja kontrak yang bernama Anto, yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Anto diterima bekerja disuatu perusahaan. Hubungan hukum Anto dengan perusahaan dituangkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) pada tanggal 31 Agustus 2015 yang jangka waktunya 6 (enam) bulan.

Menurut perjanjian perkerjaan dimulai 31 Agustus 2015 sampai dengan 29 Februari 2016. Namun baru 4 (empat) bulan bekerja, pada tanggal 19 Desember 2015 Anto mengalami pemutusan hubungan kerja. sebelumnya Anto belum pernah mendapat surat peringatn dari perusahaan tempatnya bekerja. Dan Anto pun menyelesaikan permasalahan yang dialaminya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada perusahaan tempat Anto bekerja.

Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat 10 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Upaya bipartit diatur dalam pasal 3 sampai

(7)

dengan pasal 7 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat dilakukan melalui :

1. Penyelesaian melalui Bipartit

Penyelesaian melalu bipartit harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan, tetapi tidak mencapai kesepatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal [9].

Apabila perundingan bipartit gagal maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya – upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.

Apabila bukti tersebut tidak dilampirkan risalah penyelesian secara bipartit, instansi tersebut harus mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat tujuh hari sejak diterimanya pengembalian [10].

Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang no.2 Tahun 2004 Tenyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial diatur mengenai risalah perundigan yang bunyinya sebagai berikut . Risalah perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang – kurangnya memuat :

a. Nama Lengkap dan alamat para pihak;

b. Tanggal dan tempat perundingan;

c. Pokok masalah atau alasan perselisihan;

d. Pendapat para pihak;

e. Kesimpulan atau hasil perundingan;

f. Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan

Tidak adanya pihak ketiga dalam penyelesaian secara bipartit iniMenunjukkan proses yang dijalankan adalah negoisasi. Dimana negoisasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Negoisasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendikusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga menengah, baik yang tidak berwenang (arbitrase dan litigasi).

2. Penyelesaian melalui Mediasi

Upaya penyelesaian perselisihan melalui mediasi diatur dalam pasal 8 sampai dengan pasal 16 Undang –Undang No.2 Tahun 2004 tentang

penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial.Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang berselisih mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang disangketakan.

“Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediatoryang berada di setiap kantor instansi yng bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten Kota” [9].

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi menurut ketentuan pasal 4 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan Hubungan Indutrial, didahului dengan tahapan sebagai berikut :

a. Jika perundingan bipartit gagal, salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti upaya penyelesaian secara bipartit sudah dilakukan.

b. Setelah menerima pencatatan,instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsilasi atau arbitrase;

c. Jika dalam waktu 7 (tujuh) hari para pihak tidak menetapkan pilihan, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian kepada mediator [11].

Pemerintah mengangkat seorang mediator yang bertugas yang bertugas melakukan mediasi dalam menyelesaikan sengketa antara buruh\pekerja dengan pengusaha, di mana pengangkatan dan akomodasi mediator ditetapkn oleh menteri tenaga kerja.Berdasarkan ketentuan yang berlaku umum, penyelesaian perselisihan melalui mediasi tidak terdapat unsur paksaan.

Para pihak meminta secara sukarela kepada mediator untuk membantu penyelesaian konflik yang terjadi.Oleh sebab itu, mediator tidak memiliki kewenangan untuk memaksa, mediator hanya berkewajiban bertemu atau mempertemukan pihak yang bersangketa dan berkedudukan membantu para pihak agar dapat mencapai kesepakatan yang hanya dapat dapat diputuskan oleh para pihak yang berselisih.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dalam proses penyelesaian perselisihan melalui mediasi, mediator harus sudah mengadakan penelitian mengenai duduk

(8)

perkaranya dan harus segera mengadakan sidang mediasi dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan perkara perselisihan. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima pelimpahan perselisihan, mediator harus sudah menyelesaikan tugas mediasi tersebut.

Mediator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang mediasi guna diminta dan didengar keterangannya. Setiap orang yang dimintai keterangan oleh mediator dalam sidang mediasi wajib untuk memberikannya termasuk memperlihatkan bukti-bukti atau surat-surat yang diperlukan, misalnya buku tentang upah, surat perjanjian kerja, surat perintah lembur, dan lain- lain. Apabila pihak yang dimintai keterangan ini tidak bersedia memberikannya, maka dapat dikenai sanksi pidana berupa kurungan paling singkat 1(satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling sedikit Rp.

10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

4. Kesimpulan 4.1 Kesimpulan

1. Hak dan kewajiban pekerja kontrak dalam perjanjian kerja menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pekerja berwajibkan menaati peraturan perundang- undangan dan ketentuan-ketentuan diperusahaan, bersedia dipindahkan/dimutasikan dari satu unit kerja lainnya ( antar jabatan atau antar kerja), menjaga dan menyimpan rahasia jabatan menaati ketentuan jam hari kerja yang berlaku di perusahaandan hal ini merupakan hak dari perusahaan sedangkan kewajiban perusahaan adalah melindungi hak-hak dan jaminan sosial bagi para pekerja seperti pengupahan, kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, serta waktu kerja. Perlindungan tersebut sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati dalam Perjanjian Kerja Bersama dan perlindungan tersebut juga harus sesuai dengan perundang- undangan yang ada yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Jaminan yang menjadi hak tenaga kerja dalam memberikan tunjangan berupa uang pelayanan dan pengobatan yang merupakan penganti penghasilan yang hilang atau berkurang sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, hari tua, meninggal dunia dan lainnya didaftarkan pada BPJS. Adapun jaminan yang diberikan terhadap tenaga kerja adalah jaminan kecelakaan kerja,

jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan kesehatan.

2. Penyelesaian sengketa yang terjadi antara pekerja dengan pengusaha harus sesuai dengan isi Perjanjian Kerja Bersama adalah pertama-tama dibicarakan dan diselesaikan dengan atasannya dan jika tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka persoalannya diselesaikan dalam lembaga kerja sama Bipartit, baik tingkat basis/unit maupun tingkat perusahaan dan jika cara penyelesaian tersebut telah ditempuh tanpa memberikan hasil yang memuaskan, maka persoalannya diselesaikan dalam Pengadilan Hubungan Industrial.

3. Pekerja yang di PHK sebelum habis masa kontrak kerja, perusahaan wajib membayar ganti rugi atas sisa jumlah masa kontrak kerja, dan harus sesuai dengan Pasal 62 Undang-Undang Ketenagakerjaan, yaitu “Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja”.

4.2 Saran

1. Pekerja seharusnya lebih teliti dengan isi dan poin-poin penting dalam Perjanjian Kerja, dan membaca terlebih dahulu semuanya sebelum menandatangani surat perjanjian kerja tersebut.

2. Perusahaan juga harus menjalin hubungan sebaik mungkin dengan tenaga kerja sesuai dengan perjanjian kerja bersama, untuk bertujuan agar perusahaan tidak dirugikan dan tenaga kerja dapat melaksanakan pekerjaannya untuk meninggkatkan produksi dan produktifitas demi kepentingan tenaga kerja dan kepentingan pengusaha dalam mencapai tujuan perusahaan.

3. Perusahaan hendaknya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mencegah terjadinya masalah atau perselisihan ketenagakerjaan di masa mendatang, serta dapat melindungi hak dan kewajiban dari pekerja dan perusahaan.

4. Pemerintah juga harus lebih memperhatikan dan melindungi persoalan mengenahi hak-hak pekerja. Yang sering di salah gunakan oleh pengusaha yang nakal.

Daftar Rujukan

[1] Ridwan Halim A., Hukum Perburuhan Aktual, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2007.

[2] Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung 2003.

[3] Soedarjadi, Hak dan Kewajiban Pekerja-Pengusaha, Pustaka Yustisia, Jakarta, 2009.

(9)

[4] Chairuddin K Nasution dan Fauzi Chairul F, Hukum Perburuhan (suatu pengantar) FH. UISU, Medan, 2003.

[5] G Kartasapoetra, Hukum Perburuhan Bidang Pelaksanaan Kerja, Bina Aksara, Jakarta, 2005.

[6] Imam Soepomo,Hukum Perburuhan Bagian Pertama Hubungan Kerja, PPAKRI Bhayangkara, Jakarta, 2008.

[7] Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014

[8] Libertus Jehani, Hak-hak Karyawan Kontrak, Bumi Persada, 2008

[9] Asri Wijayanti, Hukum KetenagakerjaAN Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

[10] Zaeni Asyhadie, Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Raja Grafindo Persada, jakarta, 2007.

[11] Maimun, Hukum Ketenagakerjaan, Pradnya Paramita, 2007, hal. 156.

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya untuk memberikan gambaran arah dan sasaran yang jelas serta sebagaimana pedoman dan tolok ukur kinerja Pengadilan Negeri Yogyakarta Kelas IA diselaraskan dengan

DAFTAR URUT PRIORITAS (LONG LIST) CALON PESERTA SERTIFIKASI BAGI GURU RA/MADRASAH DALAM JABATAN UNTUK MATA PELAJARAN KEAGAMAAN (QUR'AN HADIST, AKIDAH AKHLAK, FIQH, SKI), BAHASA

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak badan merupakan suatu tindakan patuh dan sadar terhadap ketertiban pembayaran dan pelaporan

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusus

kinerja nasabah. 2) Kompensasi, hubungan kerja, dan lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja secara parsial. Hal tersebut dapat dilihat dari

Versi kedua dalam hal seleksi yang merugikan adalah timbul ketika manajer yang mengetahui berita buruk tentang masa depan perusahaan tidak

Apabila lingkungan kerja non fisik yang terjadi dalam perusahaan terlaksana dengan baik, hubungan antar karyawan, atasan dengan bawahan terjalin hubungan yang baik

Misalnya, dengan menggunakan data pada halaman 22 dapat dibuat tabel silang dua arah yang menunjukkan komposisi responden berdasarkan jenis kelamin dan