• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas-fasilitas umum yang disediakan pemerintah melalui kegiatan. pembangunan yang pendanaannya berasal dari penerimaan pajak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. fasilitas-fasilitas umum yang disediakan pemerintah melalui kegiatan. pembangunan yang pendanaannya berasal dari penerimaan pajak."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 1

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1 ayat 1 UU RI No. 28 Tahun 2007). Manfaat dari pembayaran pajak tersebut sebenarnya telah dinikmati masyarakat, tetapi manfaat dari membayar pajak tersebut tidak dirasakan masyarakat secara langsung melainkan dalam bentuk fasilitas-fasilitas umum yang disediakan pemerintah melalui kegiatan pembangunan yang pendanaannya berasal dari penerimaan pajak.

Pajak menjadi penyokong terbesar dalam penerimaan kas negara, lebih dari 70% penerimaan kas negara merupakan pendapatan dari sektor pajak.

Pajak menjadi tumpuan utama dalam memenuhi kebutuhan pendanaan program-program pemerintah. Indonesia merupaan negara berkembang yang menerapkan sistem pengenaan pajak dari berbagai aspek meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn-BM), Bea Masuk, Cukai, dan pajak-pajak lainnya (www.kemenkeu.go.id).

Studi ini berfokus pada Pajak Penghasilan (PPh) yang memiliki cakupan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh Pasal 21) karena pada tahun 2013 pemerintah melakukan perubahan peraturan pada sektor PPh yaitu perubahan

(2)

commit to user

besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), perubahan besaran PTKP itulah yang mendorong penulis untuk melakukan pembahasan dengan tema ini agar penulis mengetahui apakah perubahan PTKP tersebut mempengaruhi penerimaan PPh Pasal 21.

Penghasilan yang akan dikenai pajak tentu memiliki batas minimum penghasilan yang dapat dikenai pajak, batasan minimum penghasilan tersebut ditetapkan dengan tujuan agar masyarakat yang berpenghasilan rendah tidak merasa terbebani dengan adanya pengenaan pajak yang sudah pasti mengurangi penghasilannya mengingat suatu negara tentunya memiliki masyarakat yang berpenghasilan berbeda-beda pada setiap orang, jenis pekerjaannya dan golongannya. Batasan minimum penghasilan yang dikenai pajak tersebut adalah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). PTKP ditetapkan untuk dijadikan batasan antara penghasilan yang wajib dan yang tidak wajib dikenai pajak (pasal 7 UU RI N0. 36 Tahun 2008).

Masyarakat yang memiliki penghasilan bersih di atas PTKP tentu penghasilannya dikenai pajak dan wajib membayarkan pajak tersebut ke kas negara melalui kantor pos atau bank-bank yang ditunjuk pemerintah (Bank Persepsi), sedangkan untuk masyarakat yang memiliki penghasilan bersih di bawah PTKP maka penghasilannya tidak dikenai pajak dan tidak harus membayar pajak atas penghasilannya tersebut. Besaran PTKP pertahun dibuat berlapis, besaran PTKP pada setiap lapisan status Wajib Pajak (WP) berbeda antara Wajib Pajak (WP) yang belum menikah atau Tidak Kawin (TK), kawin tetapi tidak memiliki tanggungan anggota keluarga (K/0), Kawin dan Istri

(3)

commit to user

memiliki penghasilan sendiri yang digabung, dan WP yang kawin dan memiliki tanggungan yang tanggungannya tidak boleh melebihi 3 orang ( Pasal 7 UU RI No. 36 Tahun 2008).

Seiring dengan berkembangnya jaman dan perubahan nilai inflasi mata uang maka semakin meningkat pula pendapatan masyarakat, sehingga dari tahun ke tahun besaran PTKP-pun juga harus mengalami penyesuaian agar pajak yang dikenakan dapat mengimbangi besarnya pendapatan masyarakat dan pajak yang diterima lebih optimal. Perubahan besaran PTKP ini akan berpengaruh terutama bagi penerimaan pajak khususnya di sektor pajak penghasilan mengingat PTKP hanya berlaku pada Pajak Penghasilan (PPh).

Kotamadya Surakarta merupakan daerah yang memiliki banyak WP Orang Pribadi (WPOP) yang memiliki penghasilan di atas PTKP, tentunya penerimaan PPh OP di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta juga tinggi.

Dengan adanya perubahan besaran PTKP tersebut, penulis tertarik untuk melakukan studi dengan judul “ANALISIS PERUBAHAN BESARAN PTKP TERHADAP REALISASI PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI (PPh Pasal 21) DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA TAHUN 2012 - 2013”.

B. Rumusan Masalah

Sedikitnya pembahasan tentang perubahan besaran PTKP mendorong penulis untuk melakukan studi tentang:

(4)

commit to user

1. Apakah perubahan besaran PTKP mempengaruhi realisasi target penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh Pasal 21) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta ?

2. Strategi apa yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta agar target penerimaan pajak dapat tercapai meskipun besaran PTKP dinaikkan ?

C. Tujuan Studi

Tujuan-tujuan yang ingin dicapai penulis dalam studi ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh perubahan besaran PTKP terhadap realisasi target penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.

2. Mengetahui langkah dan strategi apa saja yang diambil Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta agar target penerimaan pajak dapat tercapai.

D. Manfaat Studi

Manfaat yang dapat diperoleh dari studi ini antara lain:

1. Bagi penulis

a. Sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Perpajakan.

b. Sebagai cerminan dari ilmu yang penulis dapat selama mengikuti proses perkuliahan dan menerapkannya di lapangan.

2. Bagi Akademisi

Studi ini dapat dijadikan referensi dan acuan dalam melakukan studi-studi selanjutnya.

(5)

commit to user

3. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta

Studi ini dapat dijadikan salah satu bahan evaluasi dan masukan untuk meningkatkan penerimaan pajak khususnya PPh.

E. Metode Studi 1. Objek Studi

Penulis mengambil objek studi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta yang berlokasi di Jalan K.H. Agus Salim No. 1, Surakarta 57147 dengan nomor telepon/fax (0271) 718246/728436 dapat dilihat pula pada website http://www.pajak.go.id.

2. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data

Dalam studi ini, jenis data yang digunakan penulis untuk mendukung studi adalah data primer dan data sekunder. Adapun definisi dari data primer dan data sekunder adalah sebagai berikut:

1) Data Primer

Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti (Umar: 2005). Data primer dalam studi ini menggunakan hasil wawancara.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari buku-buku, literatur makalah-makalah undang-

(6)

commit to user

undang, surat keputusan, dan buku-buku terkait (Wardani:

2006). Data sekunder bersifat melengkapi data primer dan digunakan sebagai landasan teori untuk memecahkan masalah. Data sekunder dalam studi ini adalah data KPP Pratama Surakarta dan data kepustakaan.

b. Sumber Data

Sumber data yang digunakan penulis untuk mendukung studi ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Berikut ini adalah definisi dari data kualitatif dan kuantitatif:

1) Data Kualitatif

Data kualitatif adalah prosedur penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati (Sudarto dalam Moleong: 2002).

Studi ini menggunakan data yang diolah dari hasil wawancara.

2) Data Kuantitatif

Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka-angka dan analisis statistik (Sugiyono: 2013). Studi ini menggunakan data dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta mengenai target dan realisasi penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh Pasal 21) dan data jumlah WP OP terdaftar.

(7)

commit to user 3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan daya yang penulis gunakan ada tiga metode yaitu metode wawancara, metode dokumentasi, dan metode kepustakaan.

Adapun pengertian dari metode wawancara, metode dokumentasi dan metode kepustakaan sebagai berikut:

a. Metode Wawancara

Wawancara (Interview) adalah metode pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada si peneliti (Mardalis:

2008). Data didapat dari wawancara langsung dengan Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.

b. Metode Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono: 2013). Data yang digunakan penulis dalam studi ini berupa Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi, target dan realisasi penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.

c. Metode Kepustakaan

Kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi studi terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan

(8)

commit to user

masalah yang dipecahkan (Nazir: 2013) Data dari metode kepustakaan berupa buku-buku, dan peraturan perpajakan yang berlaku.

4. Teknik Analisis Data

Studi ini menggunakan teknik analisis data deskriptif. Deskriptif (www.wikipedia.org) adalah salah satu jenis studi yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu kenyataan sosial atau fenomena, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini guru menjadi faktor yang menentukan Untuk membantu tercapai tujuan pendidikan tersebut disamping keterampilan dan pengetahuan yang ia miliki, ada

Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor 93/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012

jasa layanan tidak hanya bisa menilai kualitas keseluruhan jasanya seperti dipersepsikan pelanggan namun juga bisa mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci dan

[r]

Oleh karenanya, dalam artikel ini saya mencoba mengintegrasikan apa yang ada dalam ritus kematian dalam kultur Jawa, yakni brobosan , yang memiliki nilai penghormatan atau

Kata mobu juga berkaitan dengan prakeselamatan karena pada konsep mobu ini orang mengalami keselamatan yang bersifat sementara, tidak kekal.. Disini naidi dimi (harapan) akan

Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, dan apabila kamu telah membulatkan tekad maka

Fransiskus Xaverius, Kambaniru, Paroki Sang Penebus, Waingapu, Sumba Timur, ingin memberi wacana dan informasi tentang pacaran yang sehat dan bertanggung jawab sehingga