PE
PRO
ENINGKAT STRATEG
SD N SU
Diaj un guna OGRAM ST JURUS FA UNIV TAN KETE GI THOMA UROKARSA ukan kepada Universita ntuk Memenu Memperole Li NIM UDI PEND AN PENDI AKULTAS VERSITAS N i ERAMPILA AS ARMSTR AN 2KOTA SKRIPSI
a Fakultas Il as Negeri Yo uhi Sebagian eh Gelar Sarj
Oleh istyaningrum M 121082440
IDIKAN G IDIKAN SE S ILMU PEN
v
MOTTO
“Ilmu itu lebih baik daripadaharta. Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) dan harta terhukum. Harta itu berkurang
apabila dibelanjakan, tapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan”. (Ali bin Abi Thalib)
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tua, Bapak dan Ibu saya yang tidak pernah berhenti mendoakan dan mendukung saya
vii
PENINGKATAN KETERAMPILAN SOSIAL MELALUI STRATEGI THOMAS ARMSTRONG DI KELAS II
SD N SUROKARSAN 2 KOTA YOGYAKARTA
Oleh Listyaningrum NIM 12108244020
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa melalui Strategi Thomas Armstrong di kelas II SD Negeri Surokarsan 2 Yogyakarta. Keterampilan sosial merupakan keterampilan yang wajib dimiliki oleh siswa. Beberapa siswa di kelas II belum menunjukkan keterampilan sosial yang cukup, maka aspek keterampilan sosial siswa kelas II perlu ditingkatkan. Hal ini ditandai dengan kurangnya pemahaman komunikasi antar guru dan siswa, tidak pedulinya siswa dengan kegiatan belajar mengajar, dan ada siswa yang merasa tertolak dengan lingkungannya.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan (Action Research). Desain penelitian ini menggunakan model Muir. Subjek penelitian adalah siswa kelas II SD Negeri Surokarsan 2 Yogyakarta sebanyak 24 anak terdiri atas 16 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan. Metode pengumpulan data menggunakan teknik observasi. Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Strategi oleh Thomas Armstrong dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa. Pada siklus I, indikator keberhasilan mencapai 65,04% dan siklus II mencapai 87,67% untuk tabel observasi tindakan keterampilan sosial. Penilaian diri dari siswa mencapai 84,5% untuk pretest dan 98,75% untuk post test. Pada siklus II, Strategi dan tindakan telah diperbaiki dan mengalami keberhasilan dari indikator keberhasilan yang telah ditetapkan maka, penelitian berhenti pada siklus II.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada saya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Peningkatan Keterampilan Sosial melalui Strategi Thomas Armstrong di Kelas II SD Negeri Surokarsan 2 Yogyakarta” dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat pada umumnya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunannya banyak sekali arahan, motivasi serta dorongan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasihkepada:
1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M. Pd., MA, Rektor Universitas NegeriYogyakarta yang telah memberi kesempatan kepada penulis untukmenyelesaikan studi di kampus tercinta ini.
2. Dr. Haryanto, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yangmemberikan izin pada penelitian ini.
3. Suparlan, M. Pd. I, Ketua Jurusan PSD, Fakultas Ilmu Pendidikan,Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dankemudahan sehingga karya ini dapat terselesaikan dengan baik 4. Bapak Agung Hastomo, M. Pd. Sebagai Dosen Pembimbing Skripsi
ix
5. Ibu Aprilia Tina Lidyasari, M. Pd. Sebagai Dosen Penasehat Akademik yang tidak henti memberikan dukungankepada penulis dari awal studi hingga akhir masa studi.
6. Bapak dan ibu dosen PGSD FIP UNY yang telah memberikan bekal ilmupengetahuan kepada penulis.
7. Ibu Kepala Sekolah SD NegeriSurokarsan 2 Yogyakarta yang telahmemberikan ijin dalam pelaksanaan penelitian.
8. Ibu Windarti sebagai guru kelas dua SD Negeri Surokarsan 2 Yogyakarta yang selalu mendampingi penulis pada masa-masa pelaksanaan penelitian. 9. Siswa-siswa kelas dua SD NegeriSurokarsan 2 Yogyakarta yang telah
menyambut penulis dengan hangat dan membantu penulis dalam proses pengumpulandata.
10.Para guru SD NegeriSurokarsan 2 Yogyakarta yang tidak pernah berhenti membantu peneliti dari awal hingga akhir penelitian.
11.Orang tua tercinta atas segala dukungan, doa dan upaya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
12.Keluarga besar tercinta yang selalu mendoakan penulis agar segera jadi sarjana.
13.Teman-teman PGSD kelas E angkatan 2012 yang telah memberikan banyakpengalaman berharga, persahabatan, serta kebersamaan yang tak terlupakan kepada penulis.
xi
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Batasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORI A. Keterampilan Sosial ... 9
B. Kecerdasan Interpersonal ... 11
1. Pengertian Kecerdasan Interpersonal ... 11
2. Indikator Kecerdasan Interpersonal ... 12
3. Pentingnya Mengembangkan Kecerdasan Interpersonal ... 15
C. Hubungan antara Keterampilan Sosial dan Kecerdasan Interpersonal ... 17
xii
1. Karakteristik Siswa Kelas Rendah ... 19
2. Prinsip Pembelajaran Siswa Kelas Rendah ... 19
E. Strategi Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal ... 22
1. Strategi oleh Thomas Armstrong ... 22
2. Strategi Linda Campbell ... 24
F. Kerangka Pikir ... 30
G. Hipotesis Tindakan ... 30
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 31
B. Subjek dan Objek Penelitian ... 32
C. Setting Penelitian ... 32
D. Prosedur Penelitian ... 33
E. Teknik Pengumpulan Data ... 36
F. Desain Tindakan ... 37
G. Instrumen Pengumpulan Data ... 44
H. Metode Analisis Data ... 47
I. Indikator Keberhasilan ... 48
J. Definsi Operasional... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi ... 50
B. Hasil Penelitian ... 50
C. Pembahasan ... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 89
B. Saran... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 91
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Teknik Penelitian Siklus I ... 40
Tabel 2. Teknik Penelitian Siklus II... 42
Tabel 3. Penerapan Strategi Armstrong dalam Pembelajaran ... 43
Tabel 4. Penilaian Diri ... 45
Tabel 5. Tabel Indikator Observasi Keterampilan Sosial ... 45
Tabel 6. Indikator Keberhasilan Strategi Armstrong ... 46
Tabel 7. Persentase Taraf Keberhasilan Penelitian ... 48
Tabel 8. Hasil Pretest Penilaian Diri ... 51
Tabel 9. Tabel Observasi Keterampilan Sosial Siklus I... 61
Tabel 10. Tabel Perbandingan Ketuntasan Aspek Keterampilan Sosial Siklus I ... 62
Tabel 11. Tabel Ketercapaian Strategi oleh Thomas Armstrong Siklus I ... 64
Tabel 12. Tabel Hasil Refleksi Siklus I ... 66
Tabel 13. Tabel Observasi Kecerdasan Interpersonal Siklus II ... 77
Tabel 14. Tabel Perbandingan Ketuntasan Aspek Keterampilan Sosial Siklus II ... 78
Tabel 15. Tabel Ketercapaian Strategi oleh Thomas Armstrong Siklus II .. 80
Tabel 16. Hasil Post Test Penilaian Diri ... 82
xiv
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 1. Kerangka Pikir Peningkatan Kecerdasan Interpersonal
melalui Strategi oleh Thomas Armstrong ... 30
Gambar 2. Model Kompleksitas dari Muir ... 37
Gambar 3. Perbandingan Ketuntasan Aspek Kecerdasan Interpersonal ... 62
Gambar 4. Histogram Kecerdasan Interpersonal Siswa Siklus I ... 63
Gambar 5. Persentase Indikator Keberhasilan Strategi Thomas Armstrong pada Siklus I ... 65
Gambar6. Perbandingan Ketuntasan Aspek Kecerdasan Interpersonal Siklus I dan Siklus II ... 78
Gambar 7. Persentase Indikator Keberhasilan Strategi Thomas Armstrong pada siklus II ... 81
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan bagi setiap insan manusia.
Pendidikan berasal dari kata didik, mendidik berarti memelihara dan
membentuk latihan. Menurut Sugihartono dalam (Muhammad Irham,
2013: 19) pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang
dilakukan pendidik untuk mengubah tingkah laku manusia, baik secara
individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia tersebut
melalui proses pengajaran dan latihan. Pendidikan adalah sesuatu yang
penting bagi semua manusia. Hal ini tercantum dalam tujuan negara pada
pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi, “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Terbukti bahwa pemerintah mewajibkan pendidikan
dipentingkan bagi bangsa dan negara. Pemerintah mencanangkan program
wajib belajar selama 12 tahun demi pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Pendidikan adalah agen perubahan, yaitu mengubah kehidupan
manusia menjadi lebih baik. Poerbakawatja dan Harahap dalam Muhibbin
Syah (2002: 10) menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha secara
sengaja dari orang dewasa untuk meningkatkan kedewasaan yang selalu
diartikan sebagai kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap segala
perbuatannya. Pada pendapat tersebut, pendidikan diyakini dapat
mengubah kedewasaan dan tanggung jawab pada diri seseorang. Selain
2
untuk meningkatkan potensi diri bagi seseorang. Hal ini tercantum pada
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”.
Dampak dari adanya pendidikan adalah timbul sebuah kecerdasan.
Kecerdasan dapat timbul dari proses pembelajaran di sekolah maupun
kegiatan di rumah. Hal tersebut dapat berarti pendidikan digunakan untuk
mengembangkan kecerdasan. Howard Gardner dalam Thirteen ed Online
(www.thirteen.org, 2004) membagi kecerdasan menjadi sembilan macam
yaitu:
1) Kecerdasan linguistik, 2) kecerdasan logis-matematis, 3) kecerdasan spasial-visual, 4) kecerdasan kinestetik-jasmani, 5) kecerdasan musikal,
6) kecerdasan antarpribadi, 7) kecerdasan intrapribadi, 8) kecerdasan naturalis, dan 9) kecerdasan eksistensial.
Beberapa kecerdasan yang telah disebutkan di atas, kecerdasan
yang terdapat pada siswa dan perlu dikembangkan ialah kecerdasan
antarpribadi atau interpersonal. Kecerdasan interpersonal timbul karena
manusia adalah makhluk sosial, maka kecerdasan interpersonal merupakan
3
Howard Gardner (1993: 253) In an advanced form, interpersonal
knowledge permits a skilled adult to read the intentions and desires—even
when these have been hidden—of many other individuals and, potentially,
to act upon this knowledge—for example, by influencing a group of
disparate individuals to behave along desired lines. Kecerdasan ini
meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat; kemampuan
membedakan berbagai macam tanda interpersonal; dan kemampuan
menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis
tertentu misalnya, memengaruhi sekelompok orang untuk melakukan
tindakan tertentu.
Kecerdasan ini terutama menuntut kemampuan untuk menyerap
dan tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat dan hasrat orang lain.
Kecerdasan interpersonal termasuk kecerdasan yang perlu dikembangkan
karena berkaitan dengan hubungan antar siswa. Siswa yang memiliki
kecerdasan interpersonal yang baik dapat membina hubungan baik diantara
teman-temannya maupun orang-orang di sekitarnya.
Dampak dari adanya kecerdasan interpersonal adalah keterampilan
sosial. Siswa yang dapat membina hubungan baik dengan siswa lain
adalah siswa yang memiliki keterampilan sosial yang tinggi. Sri Habsari
(2005: 5) keterampilan sosial yaitu bentuk kecakapan dalam menggugah
tanggapan yang dikehendaki pada orang lain. Kecakapan ini meliputi
pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen
4
tim. Dapat dikatakan bahwa keterampilan sosial dan kecerdasan
interpersonal sama-sama berperan dalam menjalin interaksi yang baik
antar individu.
Hasil observasi peneliti di SD Negeri Surokarsan 2 Yogyakarta,
siswa kelas dua suka bermain. Bermain merupakan kebutuhan anak. Hal
ini selaras dengan pendapat Rita Eka Izzati dkk (2008: 114) menyatakan
bahwa bermain sangat penting bagi perkembangan fisik, psikis dan sosial
anak. Dengan bermain anak dapat berinteraksi dengan teman yang banyak
memberikan berbagai pengalaman berharga. Siswa suka memainkan
permainan tradisional yang bersifat individu maupun kelompok. Tidak
sedikit juga yang suka membeli mainan untuk dirinya sendiri.
Pada kenyataannya, sebagian kecil siswa yang suka bermain ini
tidak hanya bermain pada saat jam istirahat, namun pada saat kegiatan
belajar mengajar berlangsung. Hal ini dapat mengganggu tingkat
konsentrasi baik dirinya sendiri maupun teman-teman yang lain. Guru
kelas mengalami kesulitan dalam menggunakan komunikasi verbal
maupun non verbal untuk meningkatkan perhatian siswa. Siswa tidak
menghiraukan nasihat gurunya ketika diberikan pengarahan.
Reaksi anak-anak dalam kegiatan belajar mengajar ada
bermacam-macam. Siswa ada yang memperhatikan, ada pula yang asyik dengan
dunianya. Menurut guru kelas, siswa yang terlihat diam di kelas,
merupakan siswa yang tidak peduli terhadap kegiatan belajar mengajar di
5
mengajar ialah anak-anak yang kurang disukai oleh teman-temannya.
Anak-anak yang kurang disukai oleh teman-temannya termasuk kategori
anak yang tidak populer. Hal ini juga disampaikan oleh Rita Eka Izzaty,
dkk. (2008: 94) yang menjelaskan bahwa anak yang disukai dapat
meningkatkan kemampuan anak, tidak hanya dalam sosialnya namun juga
meningkatkan kemampuan kognitifnya. Terbukti pada respon terhadap
kegiatan belajar mengajar, anak yang tidak populer mempunyai
kecenderungan untuk tidak peduli. Dalam kehidupan sehari-hari, anak
yang mempunyai keterampilan sosial rendah akan berakibat pada interaksi
yang kurang kompleks dan menyenangkan. Anak menjadi kesulitan
bergabung dengan teman-temannya sehingga terjerat dalam lingkaran
penolakan dalam setiap tahap perkembangannya.
Kecerdasan interpersonal adalah kecerdasan yang diperlukan oleh
setiap siswa agar dapat berkembang lebih baik dalam hal interaksi maupun
aspek yang lain, termasuk keterampilan sosial. Setiap siswa perlu
memahami pendapat siswa satu sama lain, mengerti tentang kebutuhan
teman sebaya, guru, dan orang-orang di sekitarnya. Setiap siswa perlu
melatih keterampilan sosial satu sama lain dengan baik. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti akan melaksanakan penelitian dengan judul: “Peningkatan Keterampilan Sosial melalui Strategi Thomas Armstrong di
6 B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian masalah, beberapa hal yang menjadi masalah
pada penelitian, yaitu:
1. Beberapa siswa tidak memperhatikan guru ketika kegiatan belajar
mengajar berlangsung,
2. Siswa kurang mengerti tentang komunikasi terhadap gurunya ditandai
dengan tidak merespon apa yang guru sampaikan,
3. Beberapa siswa tidak peduli terhadap kegiatan belajar mengajar, dan
4. Beberapa siswa ada yang merasa tertolak oleh teman-teman sebayanya
C. Batasan Masalah
Beberapa siswa tidak memperhatikan kegiatan belajar mengajar,
kurang mengerti komunikasi terhadap guru kelas, dan merasa tertolak oleh
teman-teman sebayanya merupakan beberapa hal yang mengindikasikan
bahwa keterampilan sosial siswa kelas II SD Negeri Surokarsan 2 Kota
Yogyakarta perlu ditingkatkan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang peneliti kemukakan maka
rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah ”Bagaimana
7 E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan sosial
siswa kelas II SD Negeri Surokarsan 2 Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, manfaat dari
penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan dan pengembangan teori terkait dengan
cara meningkatkan keterampilan sosial pada anak.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat
kepada:
a. Guru
Sebagai guru diharapkan dapat mengetahui berbagai teknik atau
cara untuk meningkatkan keterampilan sosial terhadap anak didik
demi kegiatan belajar mengajar yang lebih baik. Salah satunya,
guru menggunakan Strategi Thomas Armstrong pada saat kegiatan
8 b. Siswa atau Anak
Sebagai anak didik atau siswa diharapkan mengalami peningkatan
keterampilan sosial demi pengembangan kepribadian yang lebih
9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Keterampilan Sosial
1. Pengertian Keterampilan Sosial
Sri Habsari (2005: 5) keterampilan sosial yaitu bentuk kecakapan
dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain.
Kecakapan ini meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan,
katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi,
dan kooperasi serta kemampuan tim. Nancy J. Patrick (2008: 42)
berpendapat bahwa:
Social skills are the capabilities that we are expected to use to interact with others in our society. They are based on the social norms of our society and they tell us what attitudes and behaviors are considered to be normal, acceptable and expected in a particular social situation.For you and me social skills are important because they allow us to interact with each other with predictability, so that we can more readily understand each other and be understood.
Keterampilan sosial adalah kemampuan yang diharapkan untuk menggunakan interaksi dengan yang lain di lingkungan kita sendiri. Keterampilan sosial berdasar pada norma sosial dalam lingkungan dan berisi tentang sikap, kebiasaan yang dipertimbangkan untuk menjadi normal, dapat diterima, dan diharapkan pada situasi sosial yang khusus. Keterampilan sosial adalah penting karena mampu berinteraksi satu sama lain dengan hal yang dapat diramalkan, jadi kita dapat lebih siap untuk mengerti dan dimengerti.
Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas adalah keterampilan
sosial merupakan kemampuan untuk menanggapi orang lain dalam
berinteraksi melalui sikap dan kebiasaan yang dapat diterima oleh
10 2. Ciri-Ciri Keterampilan Sosial
Nancy J. Patrick (2008: 43) Social skills consist of three basic
elements: social intake, internal process, and social output. Social intake
refers to our seeing and understanding the words, vocal inflection, body
language, eye contact, posture, gestures, and other cultural behaviors
accompanying a social message. Keterampilan sosial terdiri atas tiga
elemen: asupan sosial, proses internal, dan keluaran sosial. Asupan sosial
merujuk pada melihat dan memaknai kata, perubahan suara, bahasa
tubuh, kontak mata, postur, gestur, dan kebiasaan yang membudaya
lainnya yang mengantarkan pesan tertentu.
Euis Sunarti dan Rulli Purwani (2005:xxiv) mengungkapkan
bahwa keterampilan sosial merupakan salah satu keterampilan hidup (life
skill) yang harus dajarkan kepada anak sejak dini. Keterampilan sosial
adalah keterampilan primer yang perlu dimiliki oleh setiap individu
untuk menciptakan komunikasi efektif baik verbal dan non verbal kepada
individu yang lain.
Kesimpulan dari pendapat di atas adalah keterampilan sosial terdiri
dari tiga elemen yaitu: asupan sosial, proses internal, dan keluaran sosial
serta perlu untuk diajarkan sejak dini agar keterampilan berinteraksi
11 B. Kecerdasan Interpersonal
1. Pengertian Kecerdasan Interpersonal
Howard Gardner (1993: 253) In an advanced form, interpersonal
knowledge permits a skilled adult to read the intentions and desires—
even when these have been hidden—of many other individuals and,
potentially, to act upon this knowledge—for example, by influencing a
group of disparate individuals to behave along desired lines. Kecerdasan
ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat;
kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal; dan
kemampuan menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan
pragmatis tertentu misalnya, memengaruhi sekelompok orang untuk
melakukan tindakan tertentu.
Kecerdasan interpersonal disebut juga kecerdasan antarpribadi. Ini
adalah kemampuan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang
lain. Kecerdasan ini terutama menuntut kemampuan untuk mencerap dan
tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat dan hasrat orang lain
(Armstrong, 2002: 4).
Julia Jasmine (2012: 26) berpendapat bahwa kecerdasan
interpersonal ditampakkan pada kegembiraan berteman dan kesenangan
dalam berbagai macam aktivitas sosial serta ketaknyamanan atau
keengganan dalam kesendirian dan menyendiri. Orang yang memiliki
jenis kecerdasan ini menyukai dan menikmati bekerja secara
12
sama, juga kerap merasa senang bertindak sebagai penengah atau
mediator dalam perselisihan dan pertikaian baik di sekolah maupun di
rumah.
Kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan untuk memahami
dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Hal ini terlihat pada
guru, pekerja sosial, artis atau politisi yang sukses adalah pendapat Linda
Campbell, dkk (2002: 3)
May Lwin, dkk (2008: 197) menerangkan bahwa kecerdasan
interpersonal merupakan kemampuan untuk berhubungan dengan
orang-orang di sekitar kita. Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk
memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati,
maksud dan keinginan orang lain dan menanggapinya secara layak.
Kecerdasan inilah yang memungkinkan kita untuk membangun
kedekatan, pengaruh, pimpinan dan membangun hubungan dengan
masyarakat.
Berdasarkan pendapat di atas, kecerdasan interpersonal merupakan
kecerdasan yang merujuk pada kemampuan berinteraksi dengan orang
lain secara layak.
2. Indikator Kecerdasan Interpersonal
Robert Bolton (dalam Armstrong, 2002: 106) membagi komunikasi
antarpribadi menjadi empat area dasar, yaitu: keterampilan
13
untuk menyelesaikan masalah. Saran yang diberikan Bolton untuk
meningkatkan kemampuan mendengarkan secara aktif di antaranya:
a. Menghadapi orang lain dengan penuh perhatian b. Mempertahankan sikap terbuka
c. Menghindari gerakan yang mengganggu d. Menjalin kontak mata yang baik
e. Menggunakan kalimat pembuka yang cocok untuk berkomunikasi f. Memberikan isyarat sederhana selama berkomunikasi untuk
mendorong seseorang menyampaikan kisahnya
g. Mempertahankan sikap diam yang penuh perhatian ketika orang lain sedang berbicara
h. Merumuskan kembali pokok pembicaraan orang lain
i. Menunjukkan empati kepada orang lain, dan dengan ringkas menyarikan inti percakapan.
Sebuah inteligensi interpersonal memungkinkan kita untuk bisa
memahami dan berkomunikasi dengan orang lain melihat perbedaan
dalam mood, temperamen, motivasi, dan kemampuan. Termasuk juga
kemampuan untuk membentuk dan juga menjaga hubungan, serta
mengetahui berbagai peranan yang terdapat dalam suatu kelompok, baik
sebagai anggota, maupun sebagai pemimpin. Kemampuan interpersonal
ini terlihat jelas pada orang-orang yang memiliki kemampuan sosial yang
baik, seperti pemimpin politik atau agama, para orang tua yang trampil,
guru, ahli terapi, ataupun konselor. Individu yang memiliki komitmen
yang nyata dan ahli dalam membuat orang lain hidup lebih baik, bahwa
menunjukkan kemampuan inteligensi interpersonal siswa berkembang
positif.
Gordon Dryden dan Dr. Jeanette Vos (1999: 352) menambahkan
14
pada: politisi, guru, pemimpin religius, penasihat, penjual, manajer, relasi
publik, dan orang yang senang bergaul. Dapat dibagi atas ciri-ciri
berikut:
a. Kemampuan negosiasi tinggi
b. Mahir berhubungan dengan orang lain, c. Mampu membaca maksud hati orang lain
d. Menikmati berada di tengah-tengah orang banyak e. Memiliki banyak teman
f. Mampu berkomunikasi dengan baik, kadang-kadang bermain manipulasi
g. Menikmati kegiatan bersama h. Suka menengahi pertengkaran i. Suka bekerjasama
j. Membaca situasi sosial dengan baik.
Gordon Dryden dan Dr. Jeanette Vos (1999: 352) juga menjelaskan
cara mudah dalam membelajarkan kecerdasan interpersonal terhadap
peserta didik adalah sebagai berikut:
a. Melakukan aktivitas belajar bersama-sama.
b. Memberi banyak waktu rehat untuk bersosialisasi. c. Gunakan aktivitas belajar “pasangandan berbagi”. d. Gunakan keterampilan berhubungan dan berkomunikasi. e. Adakan pesta dan perayaan belajar.
f. Padukan sosialisasi dengan seluruh mata pelajaran. g. Bekerja dalam tim dan belajar lewat layanan. h. Ajari orang lain.
i. Gunakan sebab akibat.
N.K. Humphrey (dalam Linda Campbell, dkk 2002: 172)
berpendapat bahwa ciri-ciri orang yang memiliki inteligensi interpersonal
yang bagus antara lain:
a. Terikat dengan orang tua dan berinteraksi dengan orang lain. b. Membentuk dan menjaga hubungan sosial.
c. Mengetahui dan menggunakan cara-cara yang beragam dalam berhubungan dengan orang lain.
15
e. Berpartisipasi dalam kegiatan kolaboratif dan menerima bermacam peran yang perlu dilaksanakan oleh bawahan sampai pimpinan, dalam suatu usaha bersama.
f. Mempengaruhi pendapat dan perbuatan orang lain.
g. Memahami dan berkomunikasi secara efektif, baik dengan cara verbal maupun nonverbal.
h. Menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan grup yang berbeda dan juga umpan balik (feedback) dari orang lain.
i. Menerima perspektif yang bermacam-macam dalam masalah sosial dan politik.
j. Mempelajari ketrampilan yang berhubungan dengan penengah sengketa (mediator), berhubungan dengan mengorganisasikan orang untuk bekerjasama ataupun bekerja sama dengan orang dari berbagai macam background dan usia.
k. Tertarik pada karir yang berorientasi interpersonal seperti mengajar, pekerjaan sosial, konseling, manajemen atau politik.
l. Membentuk proses sosial atau model yang baru.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri atau indikator orang yang mempunyai kecerdasan interpersonal
tinggi adalah orang-orang yang dapat memahami perasaan orang lain,
mendahulukan kepentingan orang lain, menjaga hubungan sosial dengan
baik, serta dapat menyesuaikan diri dengan orang-orang di lingkungan
sekitar maupun di lingkungan baru. Kemudian, beberapa profesi yang
membutuhkan kecerdasan interpersonal yang baik adalah politisi, guru,
pemimpin religius, penasihat, penjual, manajer, relasi publik, dan orang
yang senang bergaul.
3. Pentingnya Mengembangkan Kecerdasan Interpersonal
May Lwin, dkk (2008: 198) berpendapat bahwa mengembangkan
kecerdasan interpersonal adalah penting karena beberapa alasan berikut
16
a. Untuk menjadi orang dewasa yang sadar secara sosial dan mudah
menyesuaikan diri.
b. Menjadi berhasil dalam pekerjaan.
c. Demi kesejahteraan emosional dan fisik.
Sedangkan Andyda Meliala (2004: 77) menjelaskan bahwa anak
yang memiliki kecerdasan interpersonal mempunyai kelebihan sebagai
berikut:
a. Mudah mendapatkan teman dan tidak pemalu.
b. Senang berada di sekitar orang-orang dengan kata lain mudah menyesuaikan diri.
c. Rasa ingin tahu yang dalam terhadap orang lain, meliputi perasaan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain.
d. Cenderung terlebih dahulu mengajak berbicara orang-orang yang baru dikenal, lebih cepat membangun keakraban.
e. Berbagi mainan dan makanan terhadap teman. f. Mengalah pada anak lain.
g. Mau menunggu giliran dalam bermain, tidak egois.
Goleman (1995) dalam buku Thomas R. Hoerr (2007: 109) dengan
judul Buku Kerja Multiple Intelligences menjelaskan bahwa banyak
bukti yang menyatakan bahwa orang-orang yang cakap secara emosional
yang mengetahui dan mengelola perasaan-perasaan siswa sendiri dengan
baik, dan yang dapat membaca dan menanggapi perasaan orang lain
secara efektif adalah orang yang sangat beruntung dalam segala bidang
kehidupan. Orang-orang yang cakap secara emosional yang berkembang
baik cenderung puas dan efektif dalam kehidupannya, menguasai
kebiasaan-kebiasaan pikiran yang meningkatkan produktivitas siswa.
Pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa manfaat dari
17
secara emosional yang mengetahui dan mengelola perasaan-perasaan
dengan baik, dan yang dapat membaca dan menanggapi perasaan orang
lain secara efektif serta sangat menguntungkan di dalam segala bidang
kehidupan pada masa-masa mendatang.
C. Hubungan antara Keterampilan Sosial dan Kecerdasan
Interpersonal
Sri Habsari (2005: 5) keterampilan sosial yaitu bentuk kecakapan
dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain.
Kecakapan ini meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator
perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi, dan
kooperasi serta kemampuan tim.
Howard Gardner (1993: 253) In an advanced form, interpersonal
knowledge permits a skilled adult to read the intentions and desires—even
when these have been hidden—of many other individuals and, potentially,
to act upon this knowledge—for example, by influencing a group of
disparate individuals to behave along desired lines. Kecerdasan ini
meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat; kemampuan
membedakan berbagai macam tanda interpersonal; dan kemampuan
menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis
tertentu misalnya, memengaruhi sekelompok orang untuk melakukan
18
Keterampilan sosial dan kecerdasan interpersonal adalah
kemampuan untuk menanggapi secara efektif interaksi antar individu di
dalam setiap situasi sosial tertentu. Dengan kata lain, baik keterampilan
sosial maupun kecerdasan interpersonal adalah saling mempengaruhi
seperti yang diungkapkan oleh Richard M. Eisler (1980: 20) Individuals
who have been exposed to inadequate models or who are reinforced for
inappropriate social behaviour typically do not develop the social skills to
be successful in their interpersonal relationship. Individu yang memiliki
kekurangan contoh atau yang diperkuat dengan kebiasaan sosial yang tidak
pantas, dia tidak berhasil mengembangkan keterampilan sosial dalam
hubungan interpersonalnya. Ditambah dengan pendapat dari Zigler and
Philips (dalam Richard M. Eisler, 1980: 5) A second notion of personal
competence utilized the concept of social attainment. That is, competence
was based on the individual’s ability to achieve and maintain
interpersonal relationships necessary to succeed in a number of socially
important areas of life, such as marriage, education, and occupation.
Dugaan kedua adalah kompetensi personal digunakan pada konsep
pencapaian sosial. Maka, kompetensi sosial didasarkan pada kemampuan
individu untuk mencapai dan memelihara hubungan interpersonal untuk
beberapa area kehidupan seperti pernikahan, pendidikan dan pekerjaan.
Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas adalah keterampilan
19
diperlukan untuk memelihara hubungan sosial dalam berbagai aspek
kehidupan.
D. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
1. Karakteristik Siswa Kelas Rendah
Rita Eka Izzati, dkk (2008: 116) menyatakan bahwa masa kanak-kanak
dibagi atas dua fase yaitu:
a) Masa kelas-kelas rendah Sekolah Dasar yang berlangsung antara
usia 6/7 tahun – 9/10 tahun, biasanya siswa dudu di kelas 1, 2, dan 3
Sekolah Dasar, dan
b) Masa kelas-kelas rendah Sekolah Dasar yang berlangsung antara
usia 9/10 tahun – 12/13 tahun, biasanya siswa duduk di kelas 4, 5,
dan 6 Sekolah Dasar.
Adapun ciri-ciri anak masa kelas-kelas rendah Sekolah Dasar antara lain:
a) Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah.
b) Suka memuji diri sendiri.
c) Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan, tugas atau pekerjaan itu dianggapnya tidak penting.
d) Suka membandingkan dirinya dengan anak lain, jika hal itu menguntungkan dirinya.
e) Suka meremehkan orang lain.
2. Prinsip Pembelajaran Siswa Kelas Rendah
Piaget (1950 dalam Sekar Purbarini Kawuryan) menyatakan bahwa
setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan
beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif).
20
schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil
pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman
tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi
(menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran)
dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran
untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus
menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi
seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat
membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perilaku belajar anak sangat
dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya.
Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses
belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasional konkret.
Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar
sebagai berikut:
1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.
2) Mulai berpikir secara operasional.
3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda.
4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat.
21
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut,
kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1) Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal
yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak
atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber
belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil
belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan
peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga
lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat
dipertanggungjawabkan.
2) Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang
dipelajari sebagai suatu keutuhan, siswa belum mampu memilah-milah
konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak
yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3) Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang
secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih
kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan
mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan
22
E.Strategi untuk Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal
1. Strategi Thomas Armstrong
Dalam buku Thomas Armstrong yang berjudul Sekolah Para Juara,
terdapat bagaimana cara untuk mengajarkan kecerdasan majemuk,
khususnya meningkatkan keterampilan sosial siswa. Strategi pengajaran
yang disusun oleh Thomas Armstrong adalah sebagai berikut:
a) Berbagi rasa dengan teman sekelas
Strategi berbagi rasa dengan teman sekelas adalah strategi yang
paling mudah dilakukan. Strategi ini melibatkan teman sekelas untuk
menjadi partner dalam membagi perasaan atau materi yang akan
disampaikan. Guru akan meminta siswa untuk berpasangan (memilih
sendiri atau di lotre). Setelah berpasangan, siswa diminta untuk membagi
materi yang ia dapatkan melalui cerita atau saling melempar pertanyaan
dengan teman yang menjadi pasangannya. Disini teman dapat menjadi
tutor (tutor teman sebaya).
b) Formasi Patung dari Orang
Formasi patung dari orang adalah sebuah strategi dimana teman
menjadi sebuah alat peraga bagi pasangannya. Misal, dalam keadaan
berpasangan atau berkelompok, siswa sedang membahas materi rangka.
Beberapa siswa berfungsi sebagai masing-masing tulang di dalam tubuh
manusia. Misal, seorang anak menjadi tulang paha, satu anak lagi
23
di kelas. Strategi ini bersifat fleksibel terhadap segala materi
pembelajaran.
c) Kerja kelompok
Pembentukan kelompok kecil untuk mencapai tujuan pengajaran
umum adalah komponen utama model belajar kelompok. Kelompok akan
efektif jika terdiri dari tiga sampai delapan siswa. Setiap siswa
mempunyai cara tersendiri untuk mengerjakan tugasnya. Setiap anggota
kelompok mempunyai tanggung jawab tersendiri. Kerja kelompok
memberikan kesempatan bagi siswa untuk bekerja sama untuk mencapai
suatu tujuan.
d) Board games/ permainan papan
Board games adalah cara belajar pada konteks lingkungan sosial
informal yang menyenangkan. Di satu sisi, siswa dapat mengobrol,
mendiskusikan aturan permainan, melemparkan dadu, dan tertawa.
Namun, di sisi yang lain, siswa terlibat dalam proses mempelajari
keterampilan atau topik yang menjadi fokus game tersebut. Game
semacam ini bisa dikatakan mirip ular tangga, halma, atau permainan
papan yang lainnya namun pada kotak-kotak tertentu diberikan lipatan
kertas kecil atau kode yang berisi pertanyaan atau pernyataan. Papan
dapat di desain sedemikian rupa sehingga dapat digunakan secara
24 e) Simulasi
Simulasi melibatkan sekelompok orang yang secara bersama-sama menciptakan lingkungan “serba seandainya”. Tatanan sementara ini
mempersiapkan suasana untuk kontak yang lebih langsung dengan materi
yang dipelajari. Misalnya, siswa sedang mempelajari periode sejarah
tertentu, kemudian siswa mengenakan pakaian pada era tertentu, serta
kelas diatur sebagaimana konteks yang sedang dijalankan. Simulasi ini
dapat bersifat improvisasi dan spontan, memainkan skenario yang dibuat
oleh guru. Meskipun melibatkan sejumlah kecerdasan (di antaranya
kecerdasan kinestetis, linguistik, dan spasial), strategi ini dimasukkan ke
dalam kategori interpersonal karena interaksi antar siswa yang terjadi
dapat membantu siswa mengembangkan tingkat pemahaman yang baru.
Melalui percakapan dan bentuk-bentuk interaksi yang lain, siswa
mendapatkan pandangan dari sudut pandang orang-orang yang langsung
mengalami topik yang dipelajari. Hampir sama dengan pembelajaran
kontekstual dimana siswa seakan-akan mempelajari materi dengan nyata.
2. Strategi Linda Campbell
Linda Campbell, (2002: 173) berpendapat bahwa kecerdasan
interpersonal sangatlah erat kaitannya dengan orang lain, sehingga
banyak pengajar yang kesulitan apabila tidak mengelompokkan
25
Berikut adalah tahapan proses pembelajaran kolaborasi serta
kategori-kategori lain mengenai aktivitas pembelajaran interpersonal:
a) Membangun lingkungan interpersonal yang positif
Membangun lingkungan yang positif dapat membentuk kecerdasan
interpersonal terutama pada siswa. Membangun lingkungan positif pada
siswa dapat dilakukan dalam proses belajar. Belajar akan lebih produktif
dan menyenangkan jika siswa merasakan suatu perasaan memiliki dan
siswa merasa kelasnya berfungsi sebagai komunitas yang mendukung
dan peduli. Cara membentuk lingkungan komunitas yang peduli salah
satunya adalah mengubah individu di kelas tersebut menjadi suatu goup
yang efektif dan kohesif. Kriteria group yang efektif dan kohesif di kelas
dapat dilakukan dengan:
b) Penetapan Peraturan dan Norma Kelas
Penetapan norma dan peraturan kelas dilakukan secara
bersama-sama sehingga siswa dapat mengetahui apa yang diharapkan dari siswa
dan teman-teman sebayanya, serta dalam menumbuhkan hubungan yang
positif dapat lebih mudah untuk di bentuk. Dengan menggunakan proses
demokrasi dalam menentukan norma dan peraturan kelas, para siswa
dapat bertanggung jawab atas perbuatan siswa sendiri dan juga atas
partisipasinya sebagai anggota kelompok.
c) Pertemuan Kelas
Jika peraturan kelas sudah terlaksana, hubungan antara siswa pun
26
pertemuan kelas dalam sekali seminggu. Pertemuan kelas seperti ini
dapat membantu perkembangan etnis, sosial dan afeksi siswa pada kelas
tersebut, serta dapat membantu terbentuknya rasa kebersamaan dan juga
bisa saling membantu tumbuhnya sportifitas antara guru dengan siswa.
d) Pembelajaran kolaboratif
Pembelajaran kolaboratif dapat diwujudkan dengan pembelajaran
kooperatif. Dimana pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran
dengan membentuk kelompok dalam kelompok. Tujuannya akan ditemui
banyak perbedaan pendapat dan pikiran dari masing-masing anggota,
maka terjadilah proses kolaboratif dalam pengambilan kesimpulan.
e) Penanganan konflik
Konflik merupakan hal yang tak dapat dipisahkan dalam hidup.
Konflik dapat dipandang sebagai suatu tantangan yang mampu
mengajarkan cara-cara positif dan konstruktif dalam menangani masalah
perselisihan. Salah satu cara untuk mengenalkan manajemen konflik pada
anak adalah dengan cara mengidentifikasi sebab-sebab umum konflik.
Sebab-sebab umum konflik antara lain:
1) kepentingan individu tidak terpenuhi, 2) kekuatan tidak sama,
3) komunikasi tidak efektif/ tidak terjadi komunikasi, 4) perbedaan nilai dan prioritas,
5) perbedaan persepsi dalam memandang situasi, dan 6) pendekatan belajar dan personalitas berbeda.
Aspek menarik lainnya adalah bagaimana seseorang merespon
konflik itu. Ada banyak cara dalam menangani konflik yaitu
27
kompromi. Dengan mengetahui sebab-sebab dan cara mengatasi konflik
maka dapat meningkatkan hubungan positif terhadap anak, peduli
terhadap orang lain, kemampuan dan keinginan untuk berbagi,
bekerjasama dan saling membantu dalam kesulitan.
f) Belajar melalui tugas sosial/jasa
Dengan belajar melalui pelayanan sosial anak dapat memupuk
suatu bentuk kepedulian dan persamaan dalam suatu sekolah yang
bersifat positif antara teman dan lingkungan sekitarnya. Anak dapat
memperoleh wawasan yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman
pelayanan sosial. Anak akan menghargai bagaimana kebersamaan yang
telah diciptakan.
g) Menghargai perbedaan
Strategi ini membantu siswa dalam membangun kemampuan untuk
menghargai perbedaan. Hal tersebut sangatlah penting untuk memberi
contoh perilaku yang baik dalam lingkungan belajar. Perbedaan individu
menjadi hal yang krusial dalam sebuah pembelajaran. Siswa diminta
untuk menerima sifat dan kebiasaan dari teman lain karena memang
siswa satu dengan siswa lainnya diciptakan berbeda-beda.
h) Membangun perspektif yang beragam
Persepsi kita terhadap orang lain dan terhadap situasi yang berbeda
berasal dari pengalaman hidup, sistem nilai asumsi dan pengharapan
dapat dinyatakan bahwa setiap orang merasakan dunia secara berbeda.
28
siswa sekolah dasar adalah dengan mempelajari suatu cerita dari sudut
pandang yang beragam.
i) Pemecahan masalah global dan lokal dalam pendidikan multikultural
Mengintegrasikan informasi multikultur dalam isi area bertujuan
untuk meleburkan pembelajaran multikultural ke dalam kurikulum
dengan sukses. Guru harus melihat bahwa sangatlah penting untuk
memakai contoh dan isi dari budaya yang beragam dalam seluruh area
disiplin ilmu pengetahuan.
j) Teknologi yang meningkatkan inteligensi interpersonal
Pendidikan jarak jauh memfasilitasi komunikasi antara guru dan
siswa di belahan bumi lain. Teknologi interaktif ini menciptakan
hubungan interpersonal yang meluas, meningkat, dan bahkan dapat
menghancurkan penghalang budaya. Karena itu, siswa dan guru dapat
belajar berkomunikasi dengan cara baru yang tepat.
Diantara Strategi Thomas Armstrong dan Campbell, peneliti
memilih Strategi Thomas Armstrong dikarenakan indikator kegiatan dari
strategi tersebut memungkinkan untuk dilakukan di dalam kelas dengan
cara dikolaborasikan kan dengan semua mata pelajaran.
F. Kerangka Pikir
Julia Jasmine (2012: 26) berpendapat bahwa kecerdasan
interpersonal ditampakkan pada kegembiraan berteman dan kesenangan
29
keengganan dalam kesendirian dan menyendiri. Orang yang memiliki jenis
kecerdasan ini menyukai dan menikmati bekerja secara berkelompok
(bekerja kelompok), belajar sambil berinteraksi dan bekerja sama, juga
kerap merasa senang bertindak sebagai penengah atau mediator dalam
perselisihan dan pertikaian baik di sekolah maupun di rumah. Kecerdasan
interpersonal memiliki dampak terhadap timbulnya keterampilan sosial.
Keterampilan sosial siswa kelas 2 SD Negeri Surokarsan 2
Yogyakarta belum berkembang secara optimal. Hal ini ditandai dengan
sebagian besar siswa belum mengerti makna komunikasi verbal dan non
verbal. Pada saat pembelajaran di kelas, siswa banyak yang tidak
memperhatikan. Pada saat guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar
Kemudian, ada juga siswa yang suka mengganggu temannya. Adanya
siswa yang merasa tertolak oleh teman-temannya di kelas, dan belum ada
upaya untuk memperbaiki atau meningkatkan keterampilan sosial siswa.
Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
keterampilan sosial siswa, salah satunya strategi dari Thomas Armstrong.
Strategi ini mempunyai cara-cara yang dapat dikolaborasikan pada setiap
pembelajaran. Upaya untuk meningkatkan keterampilan sosial tidak dapat
berdiri sendiri, maka dari itu cara-cara tersebut diaplikasikan melalui
30
Gambar 1. Kerangka Pikir Peningkatan Keterampilan Sosial melalui Strategi Thomas Armstrong
Gambar di atas menunjukkan bahwa strategi untuk meningkatkan
keterampilan sosial adalah dengan berbagi rasa dengan teman sekelas,
formasi patung dari orang, kerja kelompok, board games atau permainan
papan, simulasi, jurnal guru, dan buku harian siswa.
G.Hipotesis Tindakan
Berdasarkan hal tersebut, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
keterampilan sosial siswa kelas II SD Negeri Surokarsan 2 Kota
Yogyakarta dapat meningkat melalui strategi Thomas Armstrong.
Meningkatkan Keterampilan
Sosial a) Berbagi rasa dengan
teman sekelas b) Formasi patung dari
orang
c) Kerja kelompok d) Board games/
permainan papan e) Simulasi
f) Jurnal Guru
31 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Peneliti menggunakan metode penelitian tindakan dalam
melakukan penelitian ini. Dalam bahasa Inggris, Penelitian Tindakan
disebut juga Action Research. Ebbutt (1985 dalam Rochiati Wiriaatmadja,
2005: 12) mengemukakan penelitian tindakan adalah kajian sistematik dari
upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru
dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan
refleksi siswa mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.
Dave Ebbutt dan Kemmis (1985, dalam David Hopkins, 2011: 88)
menulis bahwa penelitian tindakan merupakan studi sistematis yang
dilaksanakan oleh sekelompok partisipan untuk meningkatkan praktik
pendidikan dengan tindakan-tindakan praktis siswa sendiri dan refleksi
siswa terhadap pengaruh dari tindakan itu sendiri. Sederhananya,
penelitian tindakan merupakan cara yang digunakan sekelompok orang
untuk mengorganisasi kondisi-kondisi yang di dalamnya siswa dapat
belajar dari pengalamannya sendiri. (Kemmis).
Penelitian tindakan merupakan uji coba gagasan dalam bentuk
praktik dengan harapan agar mampu mengembangkan atau mengubah
sesuatu, mencoba memberikan pengaruh nyata terhadap situasi tertentu.
32
Penelitian tindakan adalah perbaikan yang dilakukan secara
terencana, bertujuan, sistematis, terstruktur, dan terukur melalui penelitian.
Dengan demikian, penelitian tindakan merupakan penelitian yang
mengupayakan perbaikan.
B. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah semua anak kelas dua SD Negeri
Surokarsan 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016. Anak didik berjumlah
24 anak yang terdiri 16 laki-laki dan 8 anak perempuan. Objek penelitian
adalah peningkatan keterampilan sosial melalui Strategi Thomas
Armstrong.
C. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Lokasi Penelitian Tindakan ini dilakukan di SD Negeri Surokarsan
2 Yogyakarta. Sekolah Dasar Negeri Surokarsan 2 Yogyakarta terletak
Jalan Taman Siswa Gang Basuki, MG II/582 Yogyakarta.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester dua (genap) tahun pelajaran
2015/2016, pada bulan Februari sampai dengan Maret. Waktu
33 D. Prosedur Penelitian
Model penelitian yang dipilih peneliti adalah model kompleksitas
oleh Muir dalam (Nusa Putra, 2014: 50). Secara hakiki model ini tidak
berbeda dengan model-model yang lain. Cara penggambarannya
menunjukkan kompleksitas yang lebih terurai karena ada perbedaan
tahapan dan siklus. Dalam pelaksanaan, tahapan dan siklus bisa terus
bertambah sesuai dengan kompleksitas tujuan dan masalahnya. Untuk
mendapatkan gambaran yang jelas sehubungan dengan proses penelitian
tindakan, berikut ini penjelasan prosesnya:
1. Tahap Pencaritemuan dan Perumusan Masalah
Pencaritemuan dan perumusan masalah dilakukan secara induktif,
berdasarkan data lapangan yang berasal dari latar atau konteks
penelitian. Pencaritemuan dan perumusan masalah bisa dilakukan oleh
peneliti dari luar yang melakukan pengamatan, wawancara, dan
analisis dokumen di dalam konteks penelitian.
2. Perumusan Rencana Tindakan
Perumusan dimulai dengan perumusan tujuan-tujuan khusus tindakan
yang diuraikan dengan jelas, terukur, dan spesifik. Tujuan-tujuan
khusus inilah yang aka dicapai melalui pelaksanaan tindakan.
Selanjutnya, ditentukan indikator pencapaian tujuan, diikuti
34 3. Pengumpulan Data Awal
Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti harus mendapatkan data terkait
dengan keterampilan sosial siswa kelas dua SD Negeri Surokarsan 2.
Peneliti mendapatkan data awal tersebut melalui wawancara dengan
guru kelas dua sebagai narasumbernya.
4. Pelaksanaan Tindakan
Dalam penelitian tindakan, pelaksanaan tindakan merupakan tahapan
yang sangat penting sebab perubahan menuju perbaikan dilakukan
pada tahap ini. Oleh karena itu, perencanaan tindakan yang telah
disusun dengan jelas dan terperinci harus dipastikan dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Keterlibatan peneliti dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a. Terlibat dalam pelaksanaan kegiatan, misalnya mengarahkan agar
kegiatan berjalan dengan sebaik-baiknya.
b. Terlibat mengawasi dan mengontrol agar kegiatan dilakukan sesuai
dengan rencana serta mencapai tujuan.
c. Terlibat mengumpulkan data melalui observasi dan wawancara.
Dalam hal ini peneliti menggunakan keterlibatan poin a, karena
pelaksana proses kegiatan belajar mengajar adalah guru, bukan
peneliti.
5. Observasi/Monitoring
Selama pelaksanaan tindakan yang terdiri dari rangkaian kegiatan,
35
monitoring atau pemantauan. Peneliti menggunakan lembar observasi
agar terfokus dan terstruktur.
6. Pengumpulan Data dan Analisis Data
Seluruh data yang telah dikumpulkan dianalisis sesuai dengan sifat
data. Data kualitatif dianalisis secara kualititatif, dan data kuantitatif
dianalisis secara kuantitatif. Analisis data harus menggambarkan
proses dan hasil pelaksanaan penelitian tindakan. Hasil analisis data
yang rinci akan membantu proses refleksi.
7. Refleksi
Pada hakikatnya, refleksi adalah penilaian yang mendalam, lengkap,
dan terperinci dengan cara mempertanyakan. Ini sangat penting,
dilakukan karena refleksi bukan hanya digunakan untuk menilai
pelaksanaan tindakan, tetapi lebih dari itu, refleksi dipakai sebagai
dasar untuk meningkatkan rencana tindakan bagi pelaksanaan tindakan
pada siklus berikutnya.
8. Penyusunan Rencana Tindakan Selanjutnya
Hasil refleksi kemudian dimanfaatkan untuk menyusun rencana
tindakan berikutnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan rencana tindakan selanjutnya, yaitu pertama,
penyusunan rencana tindakan pada tahapan ini merupakan kelanjutan
dari tindakan pada tahapan sebelumnya. Oleh sebab itu, harus terlihat
adanya kemajuan. Kedua, harus ada fokus baru, dan ketiga harus
36 9. Pelaksanaan Tindakan Lanjutan
Setelah rencana tindakan disusun, dilakukanlah pelaksanaan tindakan.
Prinsip-prinsip pelaksanaan tindakan sama seperti pada tahapan
pelaksanaan tindakan sebelumnya.
10.Analisis Data Akhir dan Pembuatan Laporan Akhir
Setelah semua siklus dilalui, peneliti harus mengumpulkan semua data.
Tujuan dari analisis data akhir ini adalah mencaritemukan berbagai
kelebihan dan kekurangan rencana pelaksanaan tindakan. Dengan
demikian, diperoleh gambaran yang menyeluruh tentang tahapan dan
proses penelitian. Begitu pula dengan hasil-hasil yang diperoleh
dikaitkan dengan pemenuhan indikator dan pencapaian tujuan-tujuan
khusus dan tujuan umum. Hasil analisis akhir ini kemudian menjadi
bahan untuk laporan akhir. Dalam laporan akhir semua yang terkait
dengan penelitian ini harus dijelaskan. Oleh karena itu, laporan akhir
ini juga harus diperkaya dengan foto-foto pelaksanaan kegiatan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Nana Syaodih Sukmadinata (2012: 216) menyatakan bahwa ada
beberapa teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, angket, observasi
dan studi dokumenter. Peneliti mengumpulkan data melalui observasi.
Observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau
cara mengumpulkan data dengan mengadakan pengamatan terhadap
37
parsitipatif ataupun nonparsitipatif. Dalam observasi parsitipatif
(participatory observation) pengamat ikut serta dalam kegiatan yang
sedang berlangsung. Sedangkan observasi nonpartisipatif
(nonparticipatory observation) peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan, dia
hanya berperan mengamati kegiatan, tidak ikut dalam kegiatan (Nana
Syaodih Sukmadinata, 2012: 220).
Observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi nonpartisipatif.
Peneliti mengamati proses pembelajaran dengan Strategi Thomas
Armstrong di kelas dua SD Negeri Surokarsan 2 Yogyakarta.
F. Desain Tindakan
Desain tindakan yang dipakai oleh peneliti adalah desain tindakan
kompleksitas dari Muir dalam (Nusa Putra, 2014: 50). Desain tindakan
[image:52.595.153.560.486.682.2]tersebut berbentuk spiral seperti gambar di bawah ini:
38
Secara detail, langkah-langkah kegiatan yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Siklus I
Langkah-langkah siklus I adalah sebagai berikut:
a. Observasi (Defining the Issue Initial Observations and Existing
Data)
Dalam tahapan yang pertama kali, peneliti melakukan observasi
terkait dengan keterampilan sosial siswa kelas dua SD Negeri
Surokarsan 2 Yogyakarta.
b. Perencanaan (Planning Action Intervention)
Pada tahapan perencanaan di setiap siklus, peneliti menyusun
perencanaan antara program guru dengan siswa melalui kegiatan
belajar mengajar di kelas. Strategi Thomas Armstrong yang
dilakukan ditambah dengan program yang dibuat oleh peneliti pada
teknik tertulis. Kegiatan perencanaan program guru dengan siswa
yaitu:
1. Teknik Tertulis
a) Jurnal Guru
Jurnal Guru berisi tentang kolaborasi antara jadwal pelajaran
dan strategi dari Thomas Armstrong yang akan dipakai
untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa kelas dua SD
Negeri Surokarsan 2. Jurnal Guru sebagai alat untuk
39
guru untuk mengajarkan kepada siswa, khususnya mata
pelajaran dan strategi pembelajaran yang akan
dikolaborasikan.
b) Buku Harian Siswa
Buku harian siswa berisi tentang refleksi siswa dan partner
kerja nya pada hari itu. Siswa dapat menulis secara bebas
pada setiap satu halaman buku harian siswa.
2. Teknik Mengajar dengan Strategi Thomas Armstrong
a) Mengajar menggunakan strategi berbagi rasa dengan teman
sekelas.
b) Mengajar menggunakan strategi formasi patung dari orang.
c) Mengajar menggunakan strategi kerja kelompok.
c. Tindakan (Taking Action/ Intervening)
Tahap ketiga dari siklus adalah tindakan peneliti dalam
meningkatkan keterampilan sosial siswa kelas dua SD Negeri
Surokarsan 2 Yogyakarta. Tindakan akan dilakukan selama dua
40
Tabel 1. Teknik Penelitian Siklus I Minggu Hari Mata
Pelajaran Teknik Tertulis Teknik Mengajar Minggu I
Senin Matematika JG BHS
Kerja kelompok
Selasa Bahasa Indonesia JG BHS Berbagi rasa dengan teman sekelas
Rabu IPA JG
BHS
Formasi patung dari orang Minggu
II
Senin PKn JG
BHS
Berbagi rasa dengan teman
sekelas Rabu Bahasa
Indonesia
JG BHS
Formasi patung dari orang Kamis Matematika JG
BHS
Kerja kelompok
Keterangan: JG = Jurnal Guru
BHS = Buku Harian Siswa
Setelah menggunakan Strategi Thomas Armstrong dalam proses
kegiatan belajar mengajar, maka kemudian peneliti memantau
peningkatan keterampilan sosial siswa kelas dua SD Negeri
Surokarsan 2 Yogyakarta dengan menggunakan tabel indikator
keterampilan sosial siswa.
d. Analisis dan Refleksi (Analyzing and Reflecting on
Action/Intervention)
Tahap terakhir dari siklus ini adalan menganalisis dan refleksi.
Tujuannya untuk memantau bagaimana peningkatan keterampilan
sosial siswa kelas dua SD Negeri Surokarsan 2 Yogyakarta. Selain
41
peneliti dan guru bertukar pikiran terhadap kekurangan terkait
dengan strategi pembelajaran yang telah dilakukan.
2. Siklus II
Tahapan yang dilakukan adalah sama yaitu observasi, perencanaan,
tindakan, dan analisis data dan refleksi kemudian dibandingkan pada
siklus awal, indikator peningkatan, dan kondisi pada siklus akhir.
Langkah-langkah siklus II adalah sebagai berikut:
a. Observasi (Defining the Issue Initial Observations and Existing
Data)
Siklus berikutnya dilaksanakan untuk memperbaiki siklus
sebelumnya. Terdapat perbedaan materi pada siklus yang kedua
dengan memperhatikan kendala-kendala yang dihadapi peneliti pada
saat melakukan siklus sebelumnya.
b. Perencanaan (Planning Action Intervention)
Pada tahapan perencanaan, peneliti menyusun perencanaan antara
program guru dengan siswa melalui kegiatan belajar mengajar di
kelas. Program tersebut masih sama dengan siklus sebelumnya.
Kegiatan perencanaan program guru dengan siswa yaitu:
1. Teknik Tertulis
a) Jurnal Guru
Jurnal Guru berisi tentang kolaborasi antara jadwal pelajaran
42
untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa kelas dua SD
Negeri Surokarsan 2.
b) Buku Harian Siswa
Buku harian siswa berisi tentang refleksi siswa dan partner
kerja nya pada hari itu. Siswa dapat menulis secara bebas
pada setiap satu halaman buku harian siswa.
c. Tindakan (Taking Action/Intervening)
Tahap ketiga dari siklus II adalah tindakan peneliti dalam
meningkatkan keterampilan sosial siswa kelas dua SD Negeri
Surokarsan 2 Yogyakarta. Tindakan akan dilakukan selama dua
minggu dengan tiga kali pertemuan pada setiap minggunya.
Tabel 2. Teknik Penelitian Siklus II
Minggu Hari Mata Pelajaran Teknik Tertulis Teknik Mengajar Minggu III
Selasa Matematika JG BHS
Board Games
Rabu IPA JG
BHS
Simulasi
Kamis IPS JG
BHS Berbagi rasa dengan teman sekelas Minggu IV
Senin PKn JG
BHS
Simulasi
Rabu Bahasa Indonesia
JG BHS
Board Games
Kamis Matematika JG BHS
Berbagi rasa dengan teman
sekelas
Keterangan: JG = Jurnal Guru
43
Pada pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas, setiap strategi
[image:58.595.181.517.162.628.2]dipaparkan pada tabel berikut ini:
Tabel 3. Penerapan Strategi Thomas Armstrong pada Pembelajaran
Strategi Tindakan
Berbagi rasa dengan teman sekelas
Siswa diminta untuk membentuk kelompok, kemudian diadakan diskusi. Disitu siswa akan bertukar pikiran dan perasaan tentang hal-hal yang berhubungan dengan apa yang dipresentasikan.
Formasi patung dari orang Siswa diminta untuk berkelompok dan memperagakan apa yang sedang diajarkan (misal: pada saat membahas profesi, siswa diminta untuk memperagakan profesi tersebut)
Kerja kelompok Siswa diminta untuk berkelompok untuk mengerjakan suatu
pekerjaan, kemudian
dipresentasikan. Melibatkan kerjasama antar anggotanya. Board Game Siswa diminta berkelompok untuk
memainkan halma/ular
tangga/games mencari jejak dengan aturan siapa yang benar menjawab pertanyaan/soal dia dapat
melanjutkan perjalanan
Simulasi Siswa diminta untuk mengonsep suasana kelas menjadi “serba seandainya”. Melalui cerita guru atau skenario, siswa akan
44
d. Analisis dan Refleksi (Analyzing and Reflecting on
Action/Intervention)
Tahap terakhir dari siklus ini adalah menganalisis dan refleksi.
Tujuannya untuk memantau bagaimana peningkatan keterampilan
sosial siswa kelas dua SD Negeri Surokarsan 2 Yogyakarta.
Kemudian peneliti akan menyimpulkan bahwa siklus akan
dilanjutkan atau dihentikan. Siklus akan dihentikan apabila
indikator keberhasilan sudah tercapai. Kemudian jika indikator
keberhasilan belum tercapai, maka akan dilakukan siklus yang
ketiga.
G. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan
digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar
kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Suharsimi
Arikunto, 2010: 265). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
instrumen pengumpulan data yang berupa lembar observasi. Lembar
observasi berisi tahapan kegiatan secara berurutan dari awal hingga akhir,
terdiri atas butir-butir kegiatan (Nusa Putra, 2014: 56). Lembar observasi
yang digunakan oleh peneliti adalah instrumen. Berikut adalah kisi-kisi
45 Tabel 4. Penilaian Diri
No Kisi-Kisi Ya Tidak
1 Saya senang berteman
2 Saya senang menjadi pemimpin
3 Saya senang memberi nasihat kepada teman yang mempunyai masalah
4 Saya mudah bergaul
5 Saya menjadi sosok yang penting diantara teman-teman saya
6 Saya senang mengajari teman yang kesulitan 7 Saya suka bermain dengan teman
8 Saya mempunyai dua atau lebih teman dekat 9 Saya memiliki empati yang baik atau
perhatian kepada teman 10 Saya banyak disukai teman
Kemudian, untuk dapat mengetahui seberapa besar peningkatan
keterampilan sosial