• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Peningkatan Kinerja Sistem Resi Gudang (SRG) Berbasis Value Stream Mapping (VSM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Peningkatan Kinerja Sistem Resi Gudang (SRG) Berbasis Value Stream Mapping (VSM)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PENINGKATAN KINERJA SISTEM RESI GUDANG

(SRG) BERBASIS

VALUE STREAM MAPPING

(VSM)

NINA HAIRIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Peningkatan Kinerja Sistem Resi Gudang (SRG) Berbasis Value Stream Mapping (VSM) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Nina Hairiyah

(4)

RINGKASAN

NINA HAIRIYAH. Model Peningkatan Kinerja Sistem Resi Gudang (SRG) Berbasis Value Stream Mapping (VSM). Dibimbing oleh TAUFIK DJATNA dan DWI SETYANINGSIH.

Sistem Resi Gudang (SRG) adalah salah satu alternatif yang ditawarkan oleh pemerintah untuk mengatasi fluktuasi harga komoditas pertanian yang merugikan petani. Sebagai sistem yang terdiri dari banyak pihak, SRG diharapkan dapat memberikan manfaat yang optimal bagi setiap pihak yang terlibat. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil studi kasus di SRG Batola Kalimantan Selatan. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan Value Stream Mapping

(VSM) untuk memecahkan masalah pada SRG yang didukung oleh beberapa metode seperti Performance Prism, OMAX, Traffic Light System dan SERVQUAL.

Pengembangan model pengukuran kinerja mampu menghasilkan Key Performance Indicator (KPI) yang dapat menampung kepuasan dan kontribusi masing-masing stakeholder yang terlibat dan menunjukkan posisi tingkat kinerja SRG saat ini. Pengembangan model pengukuran kualitas pelayanan menunjukkan bahwa model ini dapat menilai kualitas pelayanan di SRG keseluruhan berdasarkan bukti langsung, kehandalan, daya tangkap, jaminan, dan kemudahan dalam melakukan hubungan. Formulasi VSM pada kondisi current state untuk meningkatkan kinerja SRG akan mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh Pemilik barang/ Petani sebesar 12% dan menghemat total waktu yang dibutuhkan pada proses bisnis SRG sebesar 46,66%.

(5)

SUMMARY

NINA HAIRIYAH. A Performance Improvement Model of Warehouse Receipt System (WRS) Based on Value Stream Mapping (VSM). Supervised by TAUFIK DJATNA and DWI SETYANINGSIH.

Warehouse Receipt System (WRS) is one of alternative from government policy to cope with price fluctuations in agricultural commodity that is detrimental to farmers. As this system might affect to several stakeholders, WRS is expected to provide optimal benefits for each stakeholder involved. This research was conducted at the WRS Batola South Kalimantan. This paper introduced VSM approach to solve problems on WRS included some supporting methods such as performance prism, OMAX, traffic light system and SERVQUAL.

The development of performance measurement model was able to produce key performance indicators (KPIs) that accommodated satisfaction and contribution of each stakeholder involved and show the performance level of the position in the current WRS. The development of service quality measurement model indicated that this model apable to assess the quality of services in the overall WRS based on tangible, reliability, responsiveness, assurance, and empathy. VSM formulation in future state map for improved performance WRS is capable to decrease the cost incurred in owner of goods by 12% and save the total time required business process of WRS up to 46,66%.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)
(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

MODEL PENINGKATAN KINERJA SISTEM RESI GUDANG

(SRG) BERBASIS

VALUE STREAM MAPPING

(VSM)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Model Peningkatan Kinerja Sistem Resi Gudang (SRG) Berbasis

Value Stream Mapping (VSM) Nama : Nina Hairiyah

NIM : F351120041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Eng Taufik Djatna, STP MSi Ketua

Dr Dwi Setyaningsih, STP MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknologi Industri Pertanian

Prof Dr Ir Machfud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah Sistem Resi Gudang (SRG), dengan judul Model Peningkatan Kinerja Sistem Resi Gudang (SRG) Berbasis Value Stream Mapping (VSM). Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil studi kasus pada SRG gabah di Batola Kalimantan Selatan.

Terima kasih Penulis ucapkan kepada kedua orang tua (Yusran dan Hapsah, S.Pd), adik tercinta (Nadia S) dan seluruh keluarga atas segala do’a dan dan kasih sayangnya. Terimakasih kepada Bapak Dr. Eng. Taufik Djatna, S.TP M.Si dan Ibu Dr. Dwi Setyaningsih S.TP, M.Si selaku pembimbing, yang telah banyak memberi arahan dan saran. Terimaksih kepada Ibu Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA dan Bapak Prof. Dr. Suprihatin selaku penguji luar komisi atas segala saran yang diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Surono S.Si dari Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kal-Sel, Bapak Drs. H. Surkati dan Bapak Sugianto dari PT. Bhanda Ghara Reksa (PT. BGR), Bapak Drs. M. Amin dari UB. Jasatama Bulog dan Bapak Karlian dari Kelompok Tani Tuntung Pandang yang telah membantu selama pengumpulan data dan pelaksanaan penelitian di lapangan.

Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan mahasiswa pascasarjana S2 TIP IPB angkatan 2012, khususnya kepada para sahabat yaitu Eddwina Aidila Fitria, Elfa Susanti, Elfira Febriani, Nova Alemina Sitepu, M. Rafi, Benny Saputra dan Citra Oktaria Sianturi atas segala dukungan dan kebersamaan selama menempuh kuliah dan menyelesaikan studi. Terima kasih kepada rekan dari jurusan lain yang senantiasa membantu yaitu Aziz Rahmad dan Hani Zulfia Zahro’ (Pascasarjana Ilkom IPB 2012), Teguh Pratama Pamungkas (Pascasarjana Proteksi Tanaman IPB 2012), Tengku Mia Rahmiati (Pascasarjana TPP 2012). Terimakasih kepada teman satu bimbingan atas kebersamaan untuk berbagi ilmu dan menghabiskan waktu bersama di Lab. Komputer TIN yaitu Fajar Munichputranto, M. Zaki Hadi, dan Khusnul Khotimah. Terimakasih kepada Ibu Nur dan Pak Candra sebagai staff di Departemen S2 TIP yang tidak pernah bosan membantu. Terimakasih kepada sahabat sepanjang masa yang selalu meluangkan waktu untuk mendengarkan segala keluh kesah dan senantiasa memberikan motivasi untuk penyelesaian studi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Sistem Resi Gudang 3

Pengukuran Kinerja 5

Pengukuran Kualitas Layanan 6

Value Stream Mapping (VSM) 7

Penelitian Sebelumnya 7

3 METODE 8

Kerangka Pemikiran 8

Pengembangan Model Pengukuran Kinerja SRG 9

Aplikasi Model Pengukuran Kulitas Layanan SRG Berbasis SERVQUAL 13 Penyusunan Strategi Value Stream Mapping (VSM) untuk

Peningkatan Kinerja SRG 14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Pengembangan Model Pengukuran Kinerja SRG 15

Aplikasi Model Pengukuran Kualitas Layanan SRG Berbasis SERVQUAL 21 Penyusunan Strategi Value Stream Mapping (VSM) untuk

Peningkatan Kinerja SRG 23

5 SIMPULAN DAN SARAN 31

Simpulan 31

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 32

DAFTAR ISTILAH 41

(14)

DAFTAR TABEL

1 Potensi manfaat SRG bagi berbagai stakeholder 5

2 Tahapan pencapaian tujuan penelitian 9

3 Skala kepentingan yang digunakan 12

4 Hasil rumusan KPI SRG gabah Batoal Kal-Sel 16

5 Nilai bobot KPI 17

6 Hasil pengumpulan data pengukuran kinerja SRG gabah Batola Kal-Sel 18 7 Hasil perhitungan skor SERVQUAL SRG gabah Batola Kal-Sel 22 8 Perhitungan biaya current state pada SRG gabah Batola Kal-Sel 28 9 Identifikasi dan alternatif solusi permasalahan dari sisi waktu pada SRG

gabah Batola Kal-Sel 30

10 Perhitungan biaya future state pada SRG gabah Batola Kal-Sel 31

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran peningkatan kinerja sistem resi gudang (SRG) 8

2 Pengembangan model pengukuran kinerja SRG 10

3 Proses bisnis pada SRG gabah Batola 25

4 Peta current state SRG gabah Batola Kal-Sel 27

5 Peta future state SRG gabah Batola Kal-Sel 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil identifikasi stakeholder beserta kepuasaan dan kontribusi SRG

gabah Batola Kal-Sel 35

2 Hasil Identifikasi tujuan,strategi, proses dan kapabilitas SRG gabah

Batola Kal-Sel 37

(15)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pola produksi tahunan komoditas gabah di daerah sentra produksi menunjukkan produksi gabah pada saat panen raya selalu melimpah sedangkan permintaan akan gabah bulanan relatif stabil. Hal ini menyebabkan harga gabah menjadi turun. Sebaliknya pada saat tidak terjadi panen (paceklik), produksi gabah lebih sedikit sehingga lebih rendah dari kebutuhan gabah. Akibatnya harga akan melonjak naik dan tidak terjangkau, yang terjadi saat petani justru tidak memiliki persediaan. Hal ini menunjukkan bahwa harga gabah berfluktuasi menurut musim.

Salah satu alternatif untuk mengatasi kerugian petani akibat anjloknya harga gabah adalah dengan menerapkan pola resi gudang (warehouse receipt). Resi gudang merupakan dokumen yang membuktikan bahwa suatu komoditas, misalnya gabah, dengan jumlah dan kualitas tertentu telah disimpan pada suatu gudang (warehouse), dan dokumen tersebut dapat ditransaksikan karena mirip dengan surat berharga. Petani dapat mengajukan pembiayaan dengan menggunakan resi gudang sebagai agunan ke lembaga keuangan (perbankan/nonperbankan) yang sudah terikat kerja sama (kontrak) untuk memenuhi kebutuhan uang tunai.

Menurut UU No. 9 Tahun 2011 tentang Sistem Resi Gudang (SRG), resi gudang (Warehouse Receipt) merupakan salah satu instrumen penting, efektif dan

negotiable (dapat diperdagangkan) serta swapped (dipertukarkan) dalam sistem pembiayaan perdagangan suatu negara. Di samping itu resi gudang juga dapat dipergunakan sebagai jaminan (collateral) atau diterima sebagai bukti penyerahan barang dalam rangka pemenuhan kontrak derivatif yang jatuh tempo, sebagaimana terjadi dalam suatu Kontrak Berjangka. Resi gudang sebagai alas hak (document of title) atas barang, dapat digunakan sebagai agunan, karena resi gudang dijamin dengan komoditas tertentu, yang berada dalam pengawasan pihak ketiga (Pengelola Gudang) yang terakreditasi.

Suatu gudang dalam sistem resi gudang tidak digunakan untuk semua jenis komoditi yang dapat disimpan di gudang, namun gudang tersebut dikhususkan untuk menyimpan komoditi tertentu sesuai dengan komoditas unggulan daerah tersebut. Secara keseluruhan, pada tahun 2009 Kementerian Perdagangan bersama dengan Pemerintah Daerah telah membangun 41 gudang SRG. Adapun pembangunan gudang tersebut dilaksanakan di 34 kabupaten dan 10 provinsi yang disesuaikan dengan potensi daerah. Beberapa provinsi tersebut di antaranya adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Nanggroe Aceh Darussalam, dan Sumatra Barat. Gudang untuk wilayah Indonesia tengah dan timur telah dibangun di sembilan kabupaten yaitu Bantaeng, Gowa, Takalar, Sidrap, Bone, Minahasa Selatan, Sumenep, Barito Kuala dan Gorontalo.

(16)

2

suatu pengukuran kinerja, pengukuran kualitas layanan serta upaya peningkatan kinerja SRG. Upaya peningkatan kinerja SRG ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi setiap tahapan yang terjadi dengan menggunakan metode Value Stream Mapping (VSM).

Value stream adalah semua tindakan (baik yang memiliki nilai tambah ataupun tidak bernilai tambah) saat ini yang diperlukan untuk membawa produk, data atau informasi melalui arus utama untuk setiap produk baik itu aliran produksi dari bahan baku sampai kepada pelanggan dan aliran yang dimulai dari konsep sampai menjadi desain (Rother dan Shook 2009). Value Stream Mapping

(VSM) adalah seperangkat metode untuk menampilkan visual aliran bahan dan informasi yang melalui suatu proses produksi untuk menghasilkan barang maupun jasa. Konsep utama VSM adalah mengidentifikasi waste secara keseluruhan dalam suatu sistem produksi. Tujuan penggunaan metode VSM adalah untuk mengetahui akar masalah dari waste yang ditemukan, meminimisasi waste

sehingga dapat melakukan perbaikan dan peningkatan produktivitas yang berkesinambungan.

Perumusan Masalah

SRG sebagai sebuah sistem untuk mengatasi fluktuasi harga hasil panen diharapkan dapat bekerja secara optimal dan memberikan manfaat bagi seluruh

stakeholder yang terlibat. Banyaknya SRG yang tidak berjalan optimal merupakan sebuah tantangan untuk mengetahui sejauh mana level kinerja yang telah di capai dan pada bagian mana diperlukan perbaikan. Oleh karena itu diperlukan suatu pengembangan model untuk pengukuran kinerja SRG dan pengukuran kualitas layanan sehingga dapat diketahui bagian yang harus memerlukan perbaikan. Selain itu diperlukan juga gambaran menyeluruh mengenai proses bisnis SRG dengan menggunakan VSM untuk mengetahui kondisi current state sehingga dapat diidentifikasi permasalahan dari segi waktu maupun biaya yang dapat dilakukan analisis untuk merumuskan rekomendasi perbaikan untuk kinerja SRG.

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan poin-poin motivasi alasan dan tantangan riset di atas, maka tujuan penelitian ini adalah (1) mengembangkan model pengukuran kinerja SRG, (2) mengaplikasikan model pengukuran kualitas layanan SRG berbasis SERVQUAL dan (3) menyusun strategi Value Stream Mapping (VSM) untuk meningkatkan kinerja (SRG).

Manfaat Penelitian

(17)

3

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada SRG untuk komoditas gabah dengan studi kasus SRG gabah di Kabupaten Barito Kuala (Batola) Provinsi Kalimantan Selatan dengan melibatkan Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batola, Petani dan Kelompok Tani di Kecamatan Mandastana Batola, Pengelola Gudang (PT. BGR), UB. Jasatama Bulog dan Bank Kal-Sel Cabang Marabahan. Kajian masalah khusus pada penelitian ini adalah pengukuran kinerja, pengukuran kualitas layanan dan penyusunan strategi peningkatan kinerja dengan memperhatikan seluruh stakeholder yang terlibat dan seluruh proses bisnis yang terjadi pada SRG.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Resi Gudang

Menurut UU No. 9 tahun 2011, Resi Gudang (warehouse receipt) adalah dokumen bukti kepemilikan barang yang disimpan di suatu gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Sistem Resi Gudang (SRG) adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan dan penyelesaian transaksi resi gudang. Dengan demikian, SRG dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang. Resi gudang dapat digunakan sebagai agunan karena resi gudang dijamin dengan komoditas tertentu yang berada dalam pengawasan pihak ketiga (Pengelola Gudang) yang terakreditasi. Sistem ini telah dipergunakan secara luas di negara-negara maju atau di negara-negara dimana pemerintah telah mulai mengurangi perannya dalam menstabilisasi harga komoditi, terutama komoditi agribisnis.

Dalam penerapan SRG, terdapat beberapa pihak yang terkait dalam penerbitan resi gudang. Lembaga pertama adalah pengelola gudang. Pengelola gudang adalah pihak yang melakukan usaha perdagangan, baik gudang milik sendiri maupun milik orang lain yang melakukan penyimpanan, pemeliharaan dan pengawasan yang disimpan oleh pemilik barang. Lembaga ini dipersyaratkan harus berbentuk badan usaha hukum dan telah mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI). Dalam pelaksanaanya, pengelola gudang wajib membuat perjanjian pengelolaan secara tertulis baik dengan pemilik barang, yang sekurang-kurangnya memuat identitas serta hak dan kewajiban para pihak, jangka waktu penyimpanan, deskripsi barang dan asuransi.

(18)

4

Sebelum masuk gudang, komoditi tersebut terlebih dahulu diuji mutu dan kuantitasnya oleh LPK yang ada di gudang atau kantor pengelola gudang. Sementara itu Pengelola Gudang akan membuat perjanjian pengelolaan barang yang berisi deskripsi barang dan asuransi.

Deskripsi barang dibuat berdasarkan sertifikat hasil uji mutu yang dikeluarkan oleh LPK. Setalah surat perjanjian pengelolaan barang telah ditandatangani, Pengelola Gudang akan menghubungi Pusat Registrasi untuk meminta kode registrasi. Pengelola Gudang dapat langsung menerbitkan dokumen resi gudang tepat setelah menerima kode registrasi dari Pusat Registrasi. Dokumen resi gudang yang sah akan mencantumkan informasi antara lain judul dan jenis komoditi, nama pemilik komoditi, lokasi gudang, tanggal penerbitan, nomor penerbitan, nomor registrasi, deskripsi barang (kuantitas dan kualitas), waktu jatuh tempo, biaya simpan, nilai barang dan harga pasar.

Secara lebih komprehensif Bappebti (2012) mengemukakan bahwa manfaat SRG akan diterima oleh semua stakeholder, yaitu: petani, usaha pergudangan, perusahaan pengguna komoditas/prosesor, dan perbankan. Bahkan, dalam tataran yang lebih makro manfaat SRG juga akan berdampak positif pada perekonomian daerah dan nasional. Lebih detail, manfaat SRG bagi berbagai stakeholder

disajikan pada Tabel 1.

Menurut BRI (2008) terdapat beberapa kendala dalam penerapan SRG, pertama adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik komoditas relatif lebih besar dikarenakan banyaknya lembaga yang terlibat dalam SRG tersebut membuat pembengkakan biaya. Kedua, kuantitas komoditas petani relatif lebih kecil, sehingga apabila diresigudangkan tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan. Ketiga, belum adanya pihak yang berfungsi sebagai off taker. Keempat, kuantitas independensi dan profesionalisme lembaga penilai kesesuaian juga perlu ditingkatkan. Selain kendala dari sisi perbankan, pola pembiayaan melalui sistem resi gudang juga belum optimal diberlakukan karena masih kurangnya pemahaman masyarakat dan pelaku usaha. Pemerintah daerah juga kurang berperan dalam mendorong pelaksanaan sistem itu. Sinergi antar instansi terkait, pemerintah daerah dan sektor swasta serta pelaku sistem resi gudang juga belum maksimal, serta belum adanya lembaga penjamin.

(19)

5 Tabel 1 Potensi manfaat SRG bagi berbagai stakeholder

No. Stakeholder Manfaat

1. Petani/Produsen Mendapatkan harga yang lebih baik (menunda waktu

penjualan).

Kepastian kualitas dan kuantitas atas barang yang disimpan.

Mendapatkan pembiayaan dengan cara yang tepat dan mudah.

Mendorong berusaha secara berkelompok sehingga meningkatkan posisi tawar

2. Pergudangan Mendorong tumbuhnya industri pergudangan dan bidang

usaha terkait.

Mendapatkan income dari jasa pergudangan.

3. Perusahaan

pengguna

komoditas/prosesor

Meningkatkan akses untuk mendapatkan sumber bahan baku yang berkualitas.

Mengurangi biaya penyimpanan. Perencanaan supply yang lebih baik.

4. Pedagang/eksportir Ketersediaan atas volume dan kualitas.

Supply tersedia sepanjang musim.

Terdapatnya pembiayaan bagi perdagangan (ekspor). Resi gudang sebagai dokumen transaksi Letter of Credit

akan menambah keyakinan para pihak termasuk bank. Mencegah/mengurangi terjadinya fraud dalam transaksi ekspor.

5. Perbankan Tumbuhnya peluang baru : jasa perbankan di daerah

(provinsi dan kabupaten).

Perlindungan yang tinggi atas jaminan. Jaminan bersifat liquid.

Aktivitas penyaluran kredit yang aman dan

menguntungkan.

Pengenalan dan pemanfaatan produk perbankan bagi petani, UKM berupa kredit resi gudang serta produk perbankan lainnnya (tabungan, deposito, dll).

Pembiayaan transaksi dalam negeri dan ekspor.

6. Perekonomian

daerah/nasional

Pembiayaan tumbuhnya pelaku usaha (petani

produsen/eksportir).

Industri pergudangan, jasa perbankan, jasa asuransi, jasa pengujian mutu, dll di daerah.

Sarana pengendalian sediaan (stok) nasional yang lebih efisien.

Sumber : Bappebti (2012)

Pengukuran Kinerja

(20)

6

Saat ini, ada tiga model sistem pengukuran kinerja terintegrasi yang populer dan digunakan secara luas di dunia industri maupun organisasi yaitu Balanced Scorecard dari Harvard Business School, Integrated Performance Measurement System (IPMS) dari Centre for Strategic Manufacturing University of Strathclyde, dan Performance Prism dari kolaborasi antara Accenture dengan Cranfield School of Management (Neely 2001).

Jika dibandingkan dengan Balanced Scorecard, Performance Prism

memiliki beberapa kelebihan diantaranya mengidentifikasi stakeholder dari banyak pihak yang berkepentingan, seperti pemilik dan investor, pemasok, pelanggan, tenaga kerja, pemerintah dan masyarakat sekitar. Sedangkan Balanced Scorecard mengidentifikasikan stakeholder hanya dari sisi stakeholder dan

customer saja. Bila dibandingkan dengan IPMS, Performance Prism memiliki kelebihan, yaitu Key Performance Indicator (KPI) yang diidentifikasi terdiri dari KPI strategi, KPI proses, dan KPI kapabilitas. Sebaliknya, IPMS langsung mengidentifikasikan KPI-KPInya tanpa memandang mana yang merupakan strategi, proses, dan kapabilitas perusahaan atau organisasi.

Performance Prism bekerja dalam dua cara yaitu dengan menganggap bahwa keinginan dan kebutuhan adalah milik para stakeholder, dan secara khusus apa yang organisasi inginkan dan butuhkan dari para stakeholder nya. Dengan cara ini, hubungan timbal balik dengan tiap-tiap stakeholder dapat diperiksa.

Pengukuran Kualitas Layanan

Saat ini sektor jasa sangat berperan dalam perekonomian. Secara sederhana jasa adalah kegiatan, proses dan kinerja. Menurut Zeithaml et al (2001) jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud yang tidak dapat diraba, tidak dapat dilihat dan dirasakan, tetapi lebih pada suatu kegiatan yang tidak berwujud dan memiliki kinerja. Secara luas jasa tidak hanya digunakan pada sektor bisnis jasa namun juga terjadi di sektor bisnis manufaktur. Dalam sektor manufaktur jasa dapat berupa garansi, kontrak perawatan alat, pelatihan operasional alat, pengiriman, pengelolaan persediaan dan juga jasa perawatan.

(21)

7

Value Stream Mapping (VSM)

Value Stream Mapping (VSM) adalah salah satu alat atau metode berupa gambar dari seluruh aktivitas yang dibutuhkan untuk membawa produk atau jasa sampai kepada pelanggan. Tujuan dari VSM adalah untuk menggambarkan proses, mengidentifikasi, serta mengeliminasi waste yang ada pada suatu proses. Keuntungan dari VSM adalah dapat memvisualisasikan proses, mulai dari aliran material hingga aliran informasi yang dibutuhkan dalam sebuah proses sehingga dapat terlihat atau ditemukan waste yang muncul (Gaspersz 2007).

VSM atau peta aliran nilai merupakan salah satu metode dari implementasi

Lean Entreprise” yakni sebuah teknik yang digunakan untuk mendokumentasikan, menganalisa dan meningkatkan arus informasi atau bahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah produk atau layanan untuk pelanggan. Hasil dokumentasi serta analisis yang dilakukan dituangkan ke dalam sebuah peta aliran. Fungsi peta aliran ini adalah untuk menjelaskan proses-proses apa saja yang terlibat, lama proses yang dilakukan, serta alur proses yang dikerjakan.

Penelitian Sebelumnya

Hasil kajian empiris dan ilmiah tentang manfaat SRG, terutama untuk petani, masih sangat terbatas. Namun dari studi Kurniawan (2009) di Kabupaten Majalengka tentang SRG menyimpulkan bahwa dari hasil struktur pendapatan usaha tani padi, petani yang berpartisipasi di SRG memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan petani non SRG. Dengan demikian, SRG memiliki kemampuan menghasilkan penerimaan tunai yang lebih baik. Hasil studi Yudho (2008) juga menunjukkan SRG cukup efektif dan memberikan manfaat lindung nilai bagi petani. Biaya untuk resi gudang masih lebih rendah dibandingkan penerimaan yang diterima dengan mengikuti SRG.

Hasil studi Riana (2010) mengungkapkan bahwa sektor perbankan sebagai komponen pendukung SRG belum banyak yang menggunakan resi gudang sebagai hak jaminan. Hal tersebut dikarenakan timbul beberapa masalah dalam pelaksanaannya. Masalah-maslaah tersebut antara lain biaya yang cukup besar, belum meratanya pembangunan fasilitas pendukung, pembiayaan dikucurkan untuk jangka waktu yang pendek, keraguan sektor perbankan untuk menggunakan SRG dan kurangnya pemahaman mengenai arti penting dan manfaat resi gudang.

Hasan (2008) melakukan diagnosis yang cukup kritis terhadap kelembagaan SRG ini yang harus direspon oleh pihak yang concern untuk menjadikan SRG sebagai alternatif pembiayaan untuk sektor pertanian. Menurut pandangannya, kelembagaan dalam penerbitan, pengalihan, penggantian dan penerbitan derivatif resi gudang menandakan lebih fokus pada ke pembentukan pasar sekunder SRG dan derivatifnya, daripada pasar komoditas itu sendiri. Jika ada kecenderungan kearah derivatif, maka muatan SRG sebagai instrument bisnis akan lebih dominan sehingga bisa trade-off dengan tujuan pemberdayaan petani.

(22)

8

(mutu/keseragaman), (3) beban biaya, (4) kurangnya tingkat kepercayaan dari lembaga keuangan atau bank, (5) tingkat suku bunga yang masih terlalu tinggi serta (6) hubungan antar lembaga yang kurang sinergis. Hal yang paling berpengaruh juga terletak pada masih kurangnya minat petani untuk menyimpan hasil panennya pada SRG karena kualitas layanan masih jauh dari yang mereka harapkan.

3

METODE

Kerangka Pemikiran

Gabah merupakan komoditas andalan Indonesia, dimana harganya berfluktuasi tergantung dari musim. Salah satu hal yang dapat dilakukan agar para petani gabah tidak dirugikan dengan adanya fluktuasi harga gabah adalah dengan melakukan penerapan SRG.

SRG sebagai suatu alternatif yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi setiap pihak yang terlibat harus memberikan kinerja yang optimal. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu pengukuran kinerja.Selain itu, salah satu hal yang menjadi tolak ukur keberhasilan juga dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran kualitas layanan. Setelah diketahui ukuran kinerja dan kualitas layanan yang ada pada penerapan SRG, maka dapat dilakukan upaya untuk meningkatkan kinerja. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan metode VSM. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Mulai

Mengidentifikasi kondisi

current state SRG

Mengembangkan model pengukuran kinerja SRG

Mengembangkan model pengukuran kualitas layanan SRG Menggambar peta

current state waktu dan biaya

Model Pengukuran Kinerja SRG

Model Pengukuran Kualitas layanan SRG

Analisis penentuan solusi permasalahan

Strategi peningkatan kinerja SRG

Selesai

(23)

9 Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan pelaksanaan, yaitu mengembangkan model pengukuran kinerja SRG, mengembangkan model pengukuran kualitas layanan SRG dan menyusun strategi pengingkatan kinerja SRG berbasis VSM. Secara lebih detail tahapan pencapaian tujuan penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Tahapan pencapaian tujuan penelitian

Tujuan Stakeholder yang

terlibat Metode Analisis

Output kualitas layanan SRG

Pengembangan Model Pengukuran Kinerja SRG

Pengukuran kinerja pada suatu perusahaan, lembaga atau organisasi dalam periode atau jangka waktu tertentu sangat diperlukan agar prestasi pada periode tersebut dapat diketahui, apakah sudah mencapai performance expectation atau kinerja yang diharapkan, sehingga dapat menjelaskan hubungan sebab akibat antara kegiatan pengukuran kinerja yang telah dilakukan dengan hasil akhir yang dicapai. Pengukuran kinerja merupakan komponen dalam performance based management, yaitu suatu aplikasi informasi sistematik yang dibangun berdasarkan perencanaan, pengukuran dan evaluasi kinerja menuju perencanaan yang strategis. Tahapan pengembangan model pengukuran kinerja SRG seperti yang disajikan pada Gambar 2 dengan menggunakan integrasi metode Performance Prism (Neely 2001), metode objective matrix (OMAX) (Riggs 1987) dan traffic ligh system

(24)

10

Mulai

Performance Prism

Identifikasi stakeholder,kepuasaan dan tujuan

Identifikasi strategi, proses dan kapabilitas

Penyusunan Key Performance Indicator (KPI)

OMAX

Pembobotan KPI

(menggunakan pairwise comparison)

Perhitungan skor pada tabel OMAX Pengambilan data pengukuran kinerja

Traffic Light System

Scoring KPI

Penentuan level kinerja

Selesai Validasi

Ya

Tidak

Analisis

Rekomendasi Perbaikan

(25)

11

Performance Prism

Tahapan yang dilakukan pada Performance Prism diawali dengan identifikasi stakeholder yang terlibat dan mencari stakeholder yang memegang peranan kunci pada SRG untuk memberikan evaluasi pada tahap penyusunan Key Performance Indicator (KPI) SRG, kepuasan, kontribusi, strategi dan kapabilitas terhadap SRG. Identifikasi ini dilakukan dengan melihat data yang ada di SRG dan wawancara kepada stakeholder yang terlibat.

Identifikasi Parameter Kinerja (Key Performance Indicator)

Langkah selanjutnya adalah menyusun indikator atau parameter kinerja, dan wawancara dengan beberapa pihak yang terlibat langsung yang mengisi kuesioner variabel kinerja berdasarkan Performance Prism. Key Performance Indicator

(KPI) ditetapkan sebagai ukuran untuk mengetahui tingkat pencapaian masing-masing tujuan (Syairuddin et al. 2007). Berdasarkan hasil diskusi yang telah dilakukan, hasil checklist pemilihan variabel kinerja Performance Prism yang disarankan dan hasil identifikasi kelima faset Performance Prism, disusun beberapa item parameter kinerja. Sebagai verifikasi parameter kinerja yang telah disusun, dilakukan diskusi kembali dengan stakeholder yang memegang peranan kunci pada SRG ini untuk memastikan bahwa parameter kinerja yang disusun benar-benar bisa diterapkan dan sesuai dengan kebutuhan SRG.

Pembobotan dan Pengkategorian KPI

Parameter-parameter yang telah dirumuskan sebagai KPI kemudian dituangkan ke dalam kuesioner untuk diberikan kembali kepada stakeholder yang memegang peranan kunci pada SRG untuk diberi bobot sesuai dengan kebutuhan SRG. Bobot untuk masing-masing KPI diolah dengan menggunakan pairwise comparison.

Penentuan Prioritas berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan ditempatkan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Kaidah pembobotan yang digunakan adalah (1) nilai bobot KPI berkisar antara 0 – 1 atau antara 0% – 100% jika menggunakan prosentase, (2) jumlah total bobot semua KPI harus bernilai 1 (100%) dan (3) tidak ada bobot yang bernilai negatif (-).

Hasil data dari kuesioner kemudian diolah. Bobot yang didapatkan harus konsisten dengan syarat inconcistency ratio harus kurang dari atau sama dengan 0,1. Bila tidak konsisten, maka dilakukan konfirmasi kembali kepada pihak

(26)

12

Tabel 3 Skala kepentingan yang digunakan Intensitas

Kepentingannya Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya. Dua elemen menyumbangnya

sama besar pada elemen itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting ketimbang lainnya.

Pengalaman dan pertimbangan

sedikit menyokong satu

elemen atas yang lainnya.

5 Elemen yang satu esensial atau

sangat penting ketimbang elemen lainnya.

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas yang lainnya.

7 Satu elemen jelas lebih penting dari

elemen lainnya.

Satu elemen dengan kuat

disokong dan dominannya

telah terlihat dalam praktek.

9 Satu elemen mutlak lebih penting

ketimbang elemen lainnya.

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan

tertinggi yang mungkin

menguatkan. 2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua pertimbangan

yang berdekatan.

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan.

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan suatu aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan aktivitas i.

Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i. Disamping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat

m elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran m x n. Konsistensi jawaban responden dalam menentukan prioritas elemen merupakan prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum, responden harus memiliki konsistensi dalam melakukan perbandingan elemen. Jika A > B dan B > C maka secara logis responden harus menyatakan bahwa A > C, berdasarkan nilai numerik yang telah disediakan.

Pengukuran Kinerja

(27)

13 terletak pada rentang 0 sampai dengan 10 dimana nilai 0 menunjukkan bahwa kinerja KPI sangat jauh dibawah target atau data dikatakan kinerja terjelek, nilai 8 menunjukkan kinerja KPI sama dengan yang telah ditargetkan, dan nilai nilai 10 menunjukkan KPI telah mencapai target dan jauh melampaui target. Nilai 1,2,3,4,5,6 dan 7 merupakan nilai interpolasi dalam rentang 0 sampai dengan 8 dan nilai 9 adalah interpolasi antara nilai 8 dan 10.

Pada saat pengukuran digunakan konsep traffic light system dengan menggunakan tiga warna, yaitu warna hijau dengan ambang batas 8,0 sampai dengan 10,0 artinya kinerja KPI telah mencapai target bahkan melampaui target, warna kuning dengan ambang batas 4,0 sampai dengan 7,9 artinya kinerja KPI belum mencapai target tetapi telah mendekati target yang akan dicapai, dan warna merah dengan ambang batas lebih kecil atau sama dengan 3,9 artinya kinerja KPI benar-benar dibawah target dan KPI ini perlu dapat perhatian khusus pada saat periode berikutnya.

Aplikasi Model Pengukuran Kulitas Layanan SRG Berbasis SERVQUAL

Penerapan SRG diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi semua

stakeholder yang terlibat. SRG merupakan suatu bentuk layanan yang menawarkan jasa kepada petani untuk menyimpan komoditi mereka dengan bukti berupa dokumen resi gudang. Kualitas layanan yang baik pada SRG diharapkan dapat membuat pelanggan (petani) merasa nyaman dan aman untuk menyimpan komoditi nya. Oleh karena itu, perlu dikembangkan model untuk pengukuran kualitas layanan SRG. Metode yang digunakan adalah SERVQUAL (Parasuraman

et al. 1985) yang menggunakan pendekatan user based-approach atau berdasarkan penilaian pelanggan pengguna jasa (customer assesment), yang mengukur kualitas jasa secara kuantitatif dalam bentuk kuesioner dan mengandung dimensi-dimensi kualitas jasa, yaitu bukti langsung (tangible), kehandalan (reliability), daya tangkap (responsiveness), jaminan (assurance) dan kemudahan dalam melakukan hubungan (empathy).

Dalam menerapkan model SERVQUAL untuk suatu bentuk pelayanan, terlebih dahulu harus diidentifikasi variabel-variabel yang sesuai dengan bentuk pelayanan tersebut, yakni faktor-faktor apa saja yang diduga mengidentifikasikan tingkat kepuasan pelanggan, dengan mengacu dan menguraikan lima dimensi kualitas jasa. Kuesioner yang dibuat meliputi dua hal yaitu ekspektasi dan persepsi dan menggunakan skala likert dengan rentan nilai jenjang yang dipilih sesuai keinginan peneliti. Tiap-tiap nilai dari skala likert diberi arti dengan harapan agar dapat mengurangi terjadinya bias atau kemenduaan (ambiguity) yang dirasakan pelanggan ketika memberi penilaian. Nilai SERVQUAL dihitung sebagai berikut :

a. Menentukan nilai SERVQUAL (Si) bagi setiap pernyataan untuk setiap responden/ pelanggan, dengan menggunakan persamaan :

– (1)

Keterangan :

i = 1 , 2 , 3 , …, n

(28)

14

= nilai ekspektasi responden/pelanggan untuk pernyataan ke-i

b. Menjumlahkan nilai SERVQUAL yang didapat untuk setiap kriteria untuk setiap responden/pelanggan, dan bagi jumlahnya dengan banyaknya pernyataan yang mewakili kriteria tersebut dengan persamaan :

= , dimana i = 1 , 2 , 3 , …, n (2) Keterangan :

= skor SERVQUAL

Σ = jumlah nilai SERVQUAL

= banyaknya pernyataan yang mewakili kriteria

c. Menjumlahkan nilai tersebut untuk mendapatkan nilai total SERVQUAL (TSQ) bagi setiap responden, dengan persamaan :

(3)

Keterangan :

= nilai total SERVQUAL

d. Jika terdapat N responden/ pelanggan, maka bagi dengan N untuk mendapatkan rata-rata nilai total SERVQUAL ( ), dengan persamaan :

(4)

Keterangan :

= jumlah total responden

= rata-rata nilai total SERVQUAL

Penyusunan Strategi Value Stream Mapping (VSM) untuk

Peningkatan Kinerja SRG

Kondisi Aktual (Current State) VSM

Langkah pertama yang dilakukan pada untuk membuat VSM kondisi aktual adalah melakukan brainstorming dengan pakar atau key person yang bertanggung jawab terhadap proses pada SRG mulai dari tahap pengajuan untuk penyimpanan barang pada gudang sampai dengan proses pengeluaran barang. Setelah didapatkan informasi sebanyak mungkin, maka dilanjutkan dengan membuat daftar yang perlu ditanyakan, yang biasanya identik dengan pemborosan dari segi waktu dan biaya.

(29)

15 lakukan. Setelah itu membuat kesepakatan berkaitan dengan simbol yang akan di pakai dalam pembuatan VSM. Setelah didapatkan gambar VSM dan perhitungan untuk biaya, dilakukan diskusi kembali dengan key person untuk memvalidasi apakah hasil temuan pada gambar kondisi aktual VSM telah sesuai. Apabila ada hasil yang tidak sesuai, maka dilakukan pengamatan dan diskusi kembali.

Penggambaran alur proses bisnis yang terjadi secara keseluruhan dilakukan menggunakan PowerDesigner 16.0 pada diagram BPMN 2.0 (Sybase 2011). Penggambaran aliran proses untuk menunjukkan aliran waktu menggunakan

Microsoft Visio 2007 (Microsoft 2007).

Analisis Solusi Permasalahan

Setelah didapatkan kondisi aktual pada SRG, maka dilakukan analisis untuk penentuan masalah dan analisis solusi dari permasalahan yang ditemukan. Analisis solusi permasalahan dilakukan dengan diskusi kepada key person SRG untuk mendapatkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja SRG dari perspektif waktu dan biaya. Hasil strategi yang di dapatkan menjadi acuan untuk penyusunan kondisi yang akan datang (future state) VSM.

Kondisi Ideal yang Diharapkan (Future) VSM

Apabila pada hasil identifikasi analisis solusi permasalahan ditemukan suatu bagian proses yang perlu dihilangkan atau perubahan aliran, maka dapat digambarkan kembali dalam sebuah peta. Apabila aliran proses yang terjadi tidak mengalami pengurangan atau perubahan, maka untuk kondisi ideal yang diharapkan akan dituangkan dalam analisis solusi permasalahan yang dapat menjadi strategi untuk kondisi yang akan datang.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan Model PengukuranKinerja SRG

Tahapan awal dalam pengukuran kinerja menggunakan metode performance prism adalah dengan melakukan identifikasi stakeholder yang terlibat pada SRG ini beserta kepuasaan dan kontribusinya. Hasil identifikasi stakeholder beserta kepuasan dan kontribusi SRG gabah Batola disajikan pada Lampiran 1 ini didapatkan dengan cara wawancara dan diskusi langsung dengan pihak yang terkait. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan pada kondisi dilapangan pada SRG gabah Batola ini yaitu kelompok tani Tuntung Pandang, pengelola gudang PT. BGR, lembaga penilai mutu UB. Jasatama Bulog dan Bank Kal-Sel Cabang Marabahan.

(30)

16

dan Perdagangan Kabupaten Barito Kuala dan dari pihak pengelola gudang PT. BGR. Hasil penyusunan identifikasi ini kemudian diverifikasi dengan melakukan diskusi dan wawancara langsung kepada stakeholder yang terlibat. Hasil identifikasi tujuan, strategi, proses dan kapabilitas SRG di Batola disajikan pada Lampiran 2.

Setelah dilakukan verifikasi maka dilanjutkan dengan penyusuan Key Performance Indicator (KPI) prism dengan melihat dari perspektif seluruh

stakeholder yang terlibat. KPI ditetapkan sebagai ukuran untuk mengetahui tingkat pencapaian masing-masing tujuan (Syairuddin et al. 2007). Jumlah KPI yang didapatkan untuk SRG Gabah di Batola Kal-Sel ini setelah dilakukan proses validasi untuk memastikan KPI yang dihasilkan benar-benar bisa diterapkan dan sesuai dengan kebutuhan SRG adalah sebanyak 24 buah seperti yang dapat dilihat pada pada Tabel 3. Penentuan KPI ini dilakukan dengan cara diskusi secara langsung kepada stakeholder yang memegang peranan kunci atau sangat mengetahui kondisi pada SRG ini, yaitu Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan, Kepala pengelola gudang dari PT. BGR, Ketua kelompok tani Tuntung Pandang dan Kepala UB. Jasatama Bulog.

Tabel 4 Hasil rumusan KPI SRG gabah Batoal Kal-Sel

KPI Kode KPI Kode KPI Kode

K2 Jangka waktu kerjasama K10

Jumlah klaim

pengontrolan gudang K3

Presentasi ketepatan

keluhan yang masuk K12

Jumlah Bank atau

K6 Jumlah kecelakaan

kerja yang terjadi K14

Jumlah Petani yang menggunakan jasa Perbankan lainnya

K22

Jumlah komoditas yang

disimpan pertahun K7

(31)

17 Parameter yang telah dirumuskan diatas kemudian dituangkan kedalam kuesioner untuk diberikan kembali kepada stakeholder yang terlibat dalam hal ini adalah kepada pihak Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Batola, Kepala pengelola gudang dari PT. BGR, Ketua kelompok tani Tuntung Pandang dan Kepala UB. Jasatama Bulog Banjarmasin untuk diberi bobot sesuai dengan kebutuhan SRG. Bobot untuk masing-masing kategori kemudian diolah lebih lanjut dengan menggunakan

Pairwise Comparison untuk menentukan tingkat kepentingan SRG terhadap KPI tersebut. Total nilai bobot dari seluruh KPI adalah 1. Adapun keseluruhan nilai bobot KPI terhadap SRG dapat dilihat pada Tabel 5 Analisis tersebut dapat digunakan untuk menentukan perbedaan antara prasyarat yang diinginkan dengan kondisi lingkungan SRG.

Bobot berfungsi dalam menentukan tingkat kepentingan KPI terhadap kesuksesan bisnis, bobot tersebut dapat digunakan untuk menentukan perbedaan antara prasyarat yang diinginkan dengan kondisi lingkungan perusahaan (Arianto dan Pratiwi 2010).

(32)

18

Tabel 6 Hasil pengumpulan data pengukuran kinerja SRG gabah Batola Kal-Sel

Langkah selanjutnya hasil pengukuran kinerja ini dipadukan dengan model

scoring system yaitu model OMAX (objective matrix) sebagaimana fungsinya untuk menyamakan skala nilai dari masing-masing indikator, sehingga pencapaian terhadap tiap-tiap parameter yang ada dan dapat mengetahui kinerja SRG secara keseluruhan. Hasil perhitungan OMAX dapat dilihat pada Tabel 7.

KPI Satuan Target

Max

Target Min

Terburuk

(2010-2013) 2011 2012 2013

K1 Kali /tahun 3 1 1 3 3 2

K2 Orang/

kelompok

25 10 17 26 27 25

K3 Kali /tahun 1 1 1 1 1 1

K4 kali/ tahun 1 1 1 1 1 1

K5 % 0,5 1 0,5 0 0,5 0

K6 kg 10 5 0 0 0 0

K7 ton 1000 200 262,45 262,45 416,35 312,78

K8 bulan 6 3 3 4 5 5

K9 buah 2 1 0 0 0 0

K10 tahun 5 1 3,5 3,5 3,5

K11 % 100 80 95 100 95 100

K12 kali/ tahun 5 0 2 2 1 0

K13 % 100 90 100 100 100 100

K14 kali/ tahun 0 0 0 0 0 0

K15 % 100 90 90 90 95 95

K16 lembar 30 20 24 26 27 24

K17 % 10 0 0 0 0 0

K18 Rp 0 0 0 0 0 0

K19 Juta/Rp 1.000 250 350 350 820 562

K20 Buah 3 1 1 1 2 2

K21 Hari 4 1 4 4 3 2

K22 % 100 50 20 20 50 80

K23 % 80 30 10 10 40 30

(33)

19

Tabel 7 Perhitungan OMAX

(34)

20

Dengan menggunakan model OMAX, diketahui untuk KPI K11, K13, K15 dan K22 keempatnya memiliki target masimal adalah 100, semua target tersebut diletakkan pada level 10, sedangkan pencapaian terendah memiliki nilai berturut-turut sebagai berikut 70, 80, 90 dan 20 yang diletakkan pada level 0 tabel OMAX. Target maksimum adalah target optimum yang bisa dicapai perusahaan atau organisasi dalam keadaan maksimal. Target minimum adalah target yang dapat dipenuhi. Pencapaian terburuk adalah nilai terendah yang dicapai perusahaan atau organisasi selama beroperasi (Arinato dan Pratiwi 2010). Target maksimum, minimum dan pencapaian terburuk nantinya menjadi dasar perhitungan scoring

KPI dari level 1-10.

Dalam pengukuran OMAX pada performance prism, nilai pencapaian tahun sebelumnya (2010, 2011 dan 2012) biasanya lebih kecil dari target yang ditentukan, tetapi untuk sebagian besar kasus dalam KPI, pencapaian tahun 2010, 2011 dan 2012 sudah melebihi target yang ditetapkan pada SRG. Oleh karena itu dalam perhitungan OMAX, level 10 diisi dengan target optimum yang bisa dicapai SRG dalam keadaan maksimal, sedangkan target minimum SRG yang ditetapkan sebelumnya dimasukkan pada level 8 karena telah memenuhi batas bawah traffic light hijau. Level 0 diisi dengan nilai terendah yang mungkin dicapai SRG dalam keadaan terjelek. Pengisian angka untuk level 9 dan 2-7 dilakukan dengan perhitungan interpolasi. Setelah diperoleh nilai untuk setiap level (dari level 0 hingga 10), selanjutnya adalah mengisi tabel performance yang merupakan kinerja yang telah diukur untuk tahun 2013. Setelah itu level pada bagian monitoring dapat diisi berdasarkan posisi leveldi bagian monitoring.

Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa KPI yang masuk kategori hijau sebanyak 18 KPI, kategori kuning sebanyak 4 KPI sedangkan kategori merah sebanyak 2 KPI. Aspek kinerja yang masuk dalam kategori merah yang sangat perlu dialakukan perbaikan adalah jumlah komoditas yang disimpan di gudang pertahun (K7) dan jumlah fasilitas layanan sarana informasi untuk perkembangan harga (K9). Sedangkan yang termasuk kategori kuning dan perlu untuk ditingkatkan adalah banyaknya jumlah maintenance peralatan gudang yang dilakukan (K4), jumlah Petani yang menggunakan jasa Perbankan lainnya (K22), jumlah produktivitas hasil panen Petani yang diresigudangkan (K23) dan persentasi keuntungan Petani saat meresi gudangkan hasil panen nya (K24).

Secara keseluruhan nilai indeks total (performance indicator) SRG Gabah Batola ini adalah 7,875 sehingga kinerja keseluruhan termasuk kategori cukup memuaskan. Jika menggunakan traffic light system, warna hijau pada KPI menandakan achievement dari suuatu indikator kinerja sudah dicapai, warna kuning pada KPI menandakan achievement dari suatu indikator kinerja belum tercapai meskipun sudah mendekati target, jadi pihak manajemen harus berhati-hati dengan adanya berbagai kemungkinan (Brundan 2010). Maka dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja SRG Gabah Batola dapat dikatakan telah mendekati target kinerja yang diharapkan.

(35)

21 dilakukan dengan brainstorming antara stakeholder dengan tim yang nantinya mengukur kinerja korporasi, sehingga parameter yang luas dapat dispesifikasikan sesuai tujuan korporasi.

Hasil pengembangan model dengan menggunakan integrasi metode

performance prism, OMAX dan Traffic Light System dapat menghasilkan KPI yang dapat melihat dari berbagai perspektif stakeholder, kepuasan, kontribusi, strategi, proses dan kapabilitas dari SRG. Pengembangan model pengukuran kinerja ini juga dapat menunjukkan hasil pengukuran kinerja terhadap posisi capaian kinerja secara keselurahan dan pada bagian KPI mana yang harus dilakukan perbaikan serta peningkatan. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja yang di dapatkan, dapat dirumuskan strategi untuk perbaikan kinerja di periode yang akan datang.

Aplikasi Model Pengukuran Kualitas Layanan SRG Berbasis SERVQUAL

Layanan merupakan interaksi yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau institusi kepada pelanggan yang berkaitan dengan penjualan produk atau jasa. Layanan merefleksikan proses yang mencakup penyampaian produk utama, interaksi personal, kinerja, dan pengalaman layanan. Selanjutnya, kualitas layanan (service quality) diartikan sebagai sebuah ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan mampu memuaskan pelanggan (Tjiptono 2008).

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas layanan adalah layanan yang diharapkan pelanggan (expected service) dan persepsi terhadap layanan (perceived service). Konsep tersebut merupakan 5 gap dari kualitas layanan yang dirumuskan oleh Parasuraman. Ada tiga penilaian kualitas layanan berdasar pada perspektif pelanggan. Pertama, apabila persepsi terhadap layanan sesuai dengan layanan yang diharapkan pelanggan, maka kualitas layanan bernilai baik atau positif. Kedua, jika persepsi terhadap layanan melebihi layanan yang diharapkan pelanggan, maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Ketiga, jika persepsi terhadap layanan lebih jelek dibandingkan dengan layanan yang diharapkan pelanggan, maka kualitas layanan dipersepsikan buruk atau negatif.

Pengukuran skor kualitas layanan dengan model SERVQUAL mencakup perhitungan perbedaan di antara nilai yang diberikan para pelanggan untuk setiap pasang pertanyaan yang terdiri dari variabel ekspektasi (harapan) dan persepsi (kenyataan). Rumusan skor SERVQUAL untuk setiap pasang pertanyaan bagi masing-masing pelanggan adalah: Skor SERVQUAL = skor persepsi – skor ekspektasi (Brysland et al. 2001).

(36)

22

layanan servqual pada SRG gabah Batola ini adalah sebanyak 22 pertanyaan yang diisi oleh 25 responden Pemilik Barang yang meresigudangkan hasil panennya pada SRG Gabah Batola periode Januari 2014. Pada Tabel 8 disajikan hasil analisis data masing-masing dimensi kualitas pelayanan SRG gabah Batola. Tabulasi rekap kuesioner dan perhitungan skor SERVQUAL disajikan pada Lampiran 4.

Tabel 8 Hasil perhitungan skor SERVQUAL SRG gabah Batola Kal-Sel

Berdasarkan hasil analisis perhitungan kualitas jasa SERVQUAL SRG gabah Batola ini kepuasan kualitas layanan paling tinggi adalah untuk dimensi

assurance yaitu sebesar 0,65. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para karyawan pada SRG gabah Batola ini telah melebihi harapan yang diinginkan pelanggan. Dimensi kehandalan,daya tangkap dan kemudahan dalam melakukan hubungan juga bernilai positif yaitu 0,552, 0,32 dan 0,248 sehingga dapat diartikan bahwa kualitas layanan berupa kemampuan untuk memberikan jasa dengan segera dan memuaskan, kemampuan untuk memberikan jasa dengan tanggap serta

No

Rata-rata dimensi Skor

SERVQUAL

Persepsi Harapan Persepsi Harapan

1 3,84 5,16 -1,32

(37)

23 kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan dipersepsikan sebagai kualitas ideal.

Satu-satunya dimensi yang bernilai negatif adalah dimensi tangible, yang mendapatkan nilai negatif yaitu -0.58 sehingga dapat diartikan bahwa kualitas layanan untuk fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi dipersepsikan buruk atau negatif. Oleh karena itu diperlukan perhatian khusus dan perbaikan untuk dimensi ini agar berada pada kualitas ideal sesuai yang diharapkan oleh pelanggan. Secara keseluruhan skor SERVQUAL untuk SRG gabah Batola ini bernilai positif yaitu 0,238 yang berarti layanan yang diberikan oleh SRG gabah Batola ini telah sesuai dan melebihi harapan yang diinginkan oleh pelanggan.

Hasil pengembangan model pengukuran kualitas layanan dengan menggunakan metode SERVQUAL ini dapat menyajikan kualitas layanan dari lima dimensi mengenai keinginan dan kondisi nyata yang diterima oleh konsumen dalam hal ini adalah Pemilik Barang yang menyimpan barangnya pada resi gudang. Hasil yang di dapatkan dari perhitungan SERVQUAL pada model ini dapat menjadi dasar untuk evaluasi perbaikan layanan pada SRG gabah Batola untuk periode yang akan datang.

Penyusunan Strategi Value Stream Mapping (VSM) untuk

Peningkatan Kinerja SRG

Proses Bisnis SRG Gabah Batola Kal-Sel

Proses bisnis pada SRG gabah Batola ini melibatkan Petani/Kelompok Tani, Pengelola Gudang (PT. BGR), Lembaga Penilai Mutu (UB. Jasatama), Lembaga Asuransi (PT. Asuransi Jasa Indonesia), Pusat Registrasi (PT. Kliring Berjangka Indonesia), Lembaga Pembiayaan (Bank Kal-Sel) dan Badan Pengawas (Bappebti Kemdag RI) yang diwakili oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Batola. Alur kegiatan yang terjadi pada proses bisnis SRG ini digambarkan pada BPMN 2.0 seperti pada Gambar 3.

(38)

24

Dokumen resi gudang yang telah diterima oleh Pemilik Barang dapat digunakan untuk agunan ke bank. Proses pengajuan kredit resi gudang ke bank sampai dengan pencairan kredit berlangsung selama 1-7 hari tergantung dari kelengkapan berkas persyaratan yang dibawa. Proses pemeliharaan barang yang disimpan dimulai dari tahap pemeriksaan mutu barang masuk. Pemeriksaan mutu dilakukan selama 1 hari yang meliputi pengukuran kadar air, gabah hampa dan butir rusak. Pemeliharaan barang di gudang selama penyimpanan dilakukan dengan penataan susunan barang, ruangan dan kebersihan.

Proses pengeluaran barang dilakukan dengan pengajuan surat pengeluaran barang oleh pemilik barang kepada pengelola gudang dan membawa dokumen resi gudang asli. Kemudian pihak pengelola gudang akan meneruskan dengan melaporkan ke Badan Pengawas, kemudian badan pengawas akan melaporkan ke pusat registrasi. Setelah ada konfirmasi dari pusat registrasi, pengelola gudang akan menandatangani dokumen pengeluaran barang sehingga pemilik barang dapat melanjutkan dengan membayar biaya penyimpanan di gudang dan mengangkut barang mereka.

Penyusunan Peta Current State SRG Gabah Batola Kal-Sel

Penyusunan strategi VSM ini difokuskan pada aspek waktu dan biaya. Berdasarkan hasil identifikasi langsung di lapangan mengenai SRG gabah di Batola ini dari perspektif waktu dihasilkan kondisi current state yang ditampilkan pada Gambar 4.

(39)

25

(40)
(41)

27

PT. BGR PT. BGR Bappebti PT. KBI PT. BGR

Petani atau kelompok tani

(42)

28

Biaya current state SRG ini disajikan pada Tabel 9. Rincian total biaya ini diperhitungkan per kilogram dan dibebankan kepada Pemilik Barang. Biaya uji mutu ditetapkan sebesar Rp. 8,0/kg dengan dasar bahwa untuk sekali pengujian mutu jika diperhitungkan secara operasional dalam satu hari hanya satu Pemilik Barang dengan jumlah minimal penyimpanan 250 kg. Biaya uji mutu yang ditetapkan ini tidak hanya untuk pengujian mutu, namun sudah mencakup biaya yang dikeluarkan untuk proses pengujian mutu seperti transportasi, pemakaian alat dan biaya tenaga kerja yang melakukan pengujian.

Biaya bongkar muat, transportasi dan pengelolaan gudang ditetapkan oleh Pengelola Gudang berdasarkan rata-rata besaran yang dikeluarkan untuk tahapan proses dalam penyimpanan barang di gudang dengan jumlah minimal 250 kg untuk setiap pemilik barang.

Tabel 9 Perhitungan biaya current state pada SRG gabah Batola Kal-Sel

No. Jenis Biaya Total per Kg

1. Biaya uji mutu Rp 8,0

2. Biaya bongkar muat Rp 30,0

3. Biaya fumigasi Rp 6,5

4. Biaya asuransi Rp 7,5

5. Biaya pusat registrasi Rp 6,5

6. Biaya transportasi Rp 100,0

7. Biaya pengelolaan gudang Rp 320,0

Jumlah Rp 478,5

Alternatif Penentuan Solusi Masalah

(43)

29

PT. BGR PT. BGR Bappebti PT. KBI PT. BGR

Petani atau kelompok tani

(44)

30

Adanya minimasi waktu untuk proses pendaftaran barang hingga mendapatkan dokumen resi gudang, dapat dilakukan dengan jadwal pengujian mutu barang yang dilakukan dalam satu hari untuk dua pemilik barang dengan jumlah barang minimal 250 kg. Jika diperhitungkan dari aspek biaya, dapat menurunkan biaya uji mutu yang dibebankan kepada pemilik barang ± 50% menjadi ± Rp 4,0 / kg.

Tabel 10 Identifikasi dan alternatif solusi permasalahan dari sisi waktu pada SRG gabah Batola Kal-Sel

1. Pengisian formulir dan

penjadwalan uji mutu

3 hari Pada saat sebelum musim panen,

petugas pengelola gudang sudah

menyusun jadwal dan

mensosialisasikan kepada kelompok

tani tentang jadwal pengajuan

formulir penyimpanan barang dan jadwal untuk uji mutu.

2 hari

2. Pemeriksaan mutu

barang oleh lembaga penilai mutu

2 hari Pemeriksaan mutu barang dapat

dilakukan secara bersamaan untuk pemilik barang yang berada pada

5 hari Pengecekan kelengkapan berkas

untuk pengajuan kredit resi gudang

dapat dikoordinir oleh pihak

pengelola gudang.

2 hari

4. Pengajuan pengeluaran

barang

5 hari Pengelola gudang membuat jadwal

untuk setiap periode pengeluaran barang untuk pengajuan pengeluaran barang.

3 hari

Total 15 hari 8 hari

Alternatif solusi untuk penyusunan jadwal pengajuan dan pengeluaran barang, juga akan memberikan keuntungan bagi pemilik dari sisi transportasi yang dapat ditanggung bersama oleh dua atau lebih pemilik barang yang berada pada lokasi yang berdekatan sehingga akan menghemat biaya sekitar 30-50%.

(45)

31 Tabel 11 Perhitungan biaya future state pada SRG gabah Batola Kal-Sel

No. Jenis Biaya Total biaya per kg pada

current state

Total biaya per kg pada future state

1. Biaya uji mutu Rp 8,0 Rp 4,0

2. Biaya bongkar muat Rp 30,0 Rp 30,0

3. Biaya fumigasi Rp 6,5 Rp 6,5

4. Biaya asuransi Rp 7,5 Rp 7,5

5. Biaya pusat registrasi Rp 6,5 Rp 6,5

6. Biaya transportasi Rp 100,0 Rp 50,0

7. Biaya pengelolaan gudang Rp 320,0 Rp 320,0

Jumlah Rp 478,5 Rp 424,5

Hasil penelitian untuk peningkatan kinerja SRG menggunakan VSM ini telah menghasilkan strategi untuk menurunkan biaya yang harus dikeluarkan oleh Pemilik Barang dan akan mengurangi total waktu yang diperlukan pada proses bisnis SRG. Namun dalam penelitian ini belum dilakukan aspek mutu secara khusus pada bahasan mengenai VSM.

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil pengembangan model pengukuran kinerja SRG yang telah dibuat dengan mengintegrasikan metode performance prism, OMAX dan traffic light system mampu menghasilkan KPI yang dapat mengakomodasi kepuasan dan kontribusi dari sisi setiap stakeholder yang terlibat pada SRG gabah di Batola Kal-Sel. Selain itu model ini juga dapat menghasilkan pengukuran kinerja yang dapat menunjukkan posisi level kinerja dari SRG gabah Batola Kal-Sel, sehingga memudahkan untuk melakukan evaluasi perbaikan.

Hasil aplikasi model pengukuran kualitas layanan SRG yang telah dibuat dengan menggunakan metode SERVQUAL dapat mengukur kualitas layanan SRG gabah Batola Kal-Sel dari lima dimensi, yaitu tangible (fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi), reliability (kemampuan untuk memberikan jasa dengan segera dan memuaskan), responsiveness (kemampuan untuk memberikan jasa dengan tanggap), assurance (kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh karyawan, resiko dan keragu-raguan) dan

emphaty (kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan Pelanggan).

(46)

32

Saran

Berdasarkan hasil rumusan strategi VSM yang telah di dapatkan, maka untuk penelitian selanjutnya selain waktu dan biaya dapat juga dilakukan ruang lingkup yang lebih luas yaitu untuk aspek mutu pada skema SRG.

DAFTAR PUSTAKA

Angelucci F, Conforti P. 2010. Risk Management and Finance along Value Chains of Small Island Developing States. Evidence from the Caribbean and the Pacific.Food Policy.

Arianto EZ, Pratiwi SG. 2010. Analisis Pengukuran Kinerja dengan Metode Performance Prism (Studi Kasus PT. Petrokimia Gresik) [tesis]. Surabaya (ID) : Institut Teknologi Sepuluh November.

Ashari. 2007. Resi Gudang : Alternatif Model Pemasaran Komoditas Pertanian.

Warta Penelitian Pengembangan Pertanian.29 (4) : 7-8. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

[Bappepti] Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. 2012. Sistem Resi Gudang sebagai Instrumen Pembiayaan. Jakarta

Barry R, Heizer J. 2006. Operations Management. Jakarta (ID) : Salemba Empat. Bezdrob M, Bičo Ćar M. 2012. Performance Measurement Model Developing and

Testing a Measurement Model Based on the Simplified Balanced

Scorecard Method. Zagreb International Review of Economics & Business. 15 (1): 79-98.

[BRI] Bank Rakyat Indonesia. 2008. Sistem Resi Gudang : Peluang, Tantangan dan Hambatan. Jakarta (ID) : BRI.

Brysland, Alexandri, Curry, Adrienne. 2001. Service improvements in public services using Servqual. Managing Service Quality. 11 (6) :389-401.

Gaspersz, Vincent. 2007. Organizational Excellence Model Strategik Menuju World Class Quality Company. Gramedia Pustaka Utama (ID): Malang. Hasan, F. 2008. Potensi Penerapan Sistem Resi Gudang di Indonesia. Institute for

Development of Economic and Financing (INDEF). Pengembangan Alternatif Pembiayaan Melalui Sistem Resi Gudang. Seminar Nasional Sistem Resi Gudang. 2008 November 4-5; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID) : Departemen Perindustrian dan Perdagangan. hlm 97-105.

Hasan, F. 2008. Potensi Penerapan Sistem Resi Gudang di Indonesia. Institute for Development of Economic and Financing (INDEF). Pengembangan Alternatif Pembiayaan Melalui Sistem Resi Gudang. Seminar Nasional Sistem Resi Gudang.2008 November 4-5; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID) : Departemen Perindustrian dan Perdagangan. hlm 97-105.

(47)

33 [Kemendag] Kemnterian Perdagangan. 2011. Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/11/2011 tentang Barang yang Dapat Disimpan di Gudang Dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang. Jakarta (ID) : Kemendag. Kim CS, James T, Mike B, Richard F, Bing C, Mahendrawati E. 2004. State of

The Art Review. Techniques to Model Supply Chain in an Extended Enterprise.Operation Management Division.University of Notingham. Kurniawan D. 2009.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sistem Resi

Gudang oleh Petani di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.[Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Najmi M, Etebari M, Emami S. 2012. A framework to review Performance Prism.International Journal of Operations & Production Management.

32(10) : 1124-1146.

Neely A, Adams CA. 2001. Managing With Measures In A DownTurn, Centre for Business Performance. London (UK) : Cranfield School of Management.

Parasuraman, Zeithaml, Berry. 1985. A Conceptual Model of Service Quality and Its lmptications for Future Research.Journal of Marketing. (49) : 41 – 50.

Pemerintah Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang. Jakarta (ID) : Sekretariat Negara.

Riana, D. 2010. Penggunaan Sistem Resi Gudang Sebagai Jaminan Perbankan di Indonesia. [Tesis]. Jakarta (ID) : Universitas Indonesia

Riggs, James L. 1987. Production System Planning, Analysis, and Control. New York (USA) :John Wiley & Sons, Inc.

Rother M, Shook J. 1998. Learning to see : Value Stream Mapping to Create Value and Eliminate Muda. The Lean Enterprise Institute. Brookline MA. Saaty TL. 2008. Relative Measurement and its Generalization in Decision

Making : Why Pairwise Comparisons are Central in Mathematics for the Measurement of Intangible Factor. Review of the Royal Academy of Exact, Physical and Natural Science, Series A : Mathematics (RACSAM) 102 (2) : 251-318.

Sadarestuwati. 2008. Pentingnya Sistem Resi Gudang bagi Petani .

Pengembangan Alternatif Pembiayaan Melalui Sistem Resi Gudang. Seminar Nasional Sistem Resi Gudang. 2008 November 4-5; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID) :Departemen Perindustrian dan Perdagangan. hlm 56-60.

Shingo, S. 2009. A Study of the Toyota Production System from an Industrial Engineering.Viewpoint. Productivity Press, Cambridge, MA.

Syairuddin B, Suwignjo P, Suartika IM. 2007. Perancangan dan implementasi sistem pengukuran kinerja dengan metode integrated performance measurement systems (studi kasus : jurusan teknik mesis Universitas Mataram). Jurnal teknik Industri 9(2) : 131-143.

Gambar

Tabel 1 Potensi manfaat SRG bagi berbagai stakeholder
Gambar 1   Kerangka pemikiran peningkatan kinerja sistem resi gudang (SRG)
Tabel 2 Tahapan pencapaian tujuan penelitian
Gambar 2  Pengembangan model pengukuran kinerja SRG
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan usaha kyai dalam mengembangkan pendidikan Islam di Ma’had Sunan Ampel Al-Aly UIN Malang adalah dengan memaksimalkan program peningkatan kompetensi akedemik dengan

Data hasil analisis penilaian proses dan test tulis sebagai instru- men evaluasi yang telah di refleksikan dapat dilihat bahwa pada siklus ke-1 pembelajaran menyusun

Dalam artikel ini, beberapa contoh lereng sederhana akan dianalisa untuk memberikan gambaran Dalam artikel ini, beberapa contoh lereng sederhana akan dianalisa untuk memberikan

Menurut Calhaoun dan Acocella 1995 (dalam Ghufron Dkk, 2012) konsep diri adalah gambaran mental diri seseorang. 2012) konsep diri merupakan gambaran seseorang

1) Sidang Sinode berkedudukan sebagai badan pengambil keputusan tertinggi dalam jenjang kepemimpinan GPM yang diwujudkan dalam persidangan. 2) Majelis Pekerja Lengkap (MPL)

Fungsi ini merupakan tempat yang baik untuk melakukan pengaturan-pengaturan seperti :  Pengaturan mode output pada pin digital  Inisialisasi Library Microcontroller arduino

Metode diskusi dilakukan guru ketika guru menanyakan apa yang siswa ketahui tantang saxophone, metode ceramah digunakan guru saat guru menerangkan materi dalam