PENGARUH PEMBERIAN SINGKONG TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP SAPI BALI DI KEBUN PERCOBAAN KOYA BARAT
Usman, M. Nggobe dan Batseba M.W. Tiro
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian PapuaABSTRAK
Kajian pengaruh pemberian singkong terhadap pertambahan bobot hidup sapi bali yang dilaksanakan di kebun percobaan Koya Barat, Distrik Muara Tami, Kotamadya Jayapura.
Kegiatan ini bertujuan untuk mempercepat pertambahan bobot hidup sapi bali melalui pemberian singkong. Perlakuan pakan yang diberikan yaitu (1) A = Rumput alam /lapangan 100 % (kontrol), (2) B = Rumput alam 50 % + Gamal 50 % + singkong 0,5 % dari bobot badan, (3) C = Rumput alam 50 % + Gamal 50 % + singkong 1,0 % dari bobot badan, dan (4) D = Rumput alam 50 % + Gamal 50 % + singkong 1,5 % dari bobot badan. Berdasarkan hasil kajian menunjukkan bahwa perlakuan B memberikan pertambahan berat badan harian (PBBH) yang lebih tinggi (0,42 kg/ekor) dibandingkan dengan perlakuan lainnya, kemudian diikuti oleh perlakuan D (0,33 kg/ekor), C (0,30 kg/ekor), dan terendah perlakuan A atau kontrol (0,13 kg/ekor). Dari aspek ekonomi perlakuan B memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi (Rp 178.854/ekor) dan terendah perlakuan A (Rp 130.833/ekor). Hasil analisis kelayakan usahatani menunjukkan bahwa nilai R/C tertinggi diperoleh perlakuan B (1,3) dan terendah perlakuan kontrol (0,7).
Kata kunci : Pakan lokal, Pertambahan bobot, sapi bali, aspek ekonomi
PENDAHULUAN
Propinsi Papua merupakan salah satu daerah di Kawasan Timur Indonesia
(KTI) dengan luas wilayah 317.062 km
2dan jumlah penduduk 2.056.517 jiwa,
mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengembangkan usaha peternakan,
khususnya ternak sapi potong dalam rangka untuk memenuhi permintaan yang terus
meningkat. Produksi daging di Propinsi Papua selama kurung waktu 1 (satu) tahun
(periode 2007-2008) sebesar 8,4 ribu ton. Sedangkan kebutuhan daging pada periode
yang sama sebesar 18,4 ribu ton. Pemasukan daging dari luar Propinsi Papua masing-
masing sebesar 3.009,6 ton. Dengan demikian terdapat kekurangan bahan pangan
asal ternak untuk daging adalah 5 ribu ton. Dari produksi daging tersebut, maka dapat
dihitung rata-rata konsumsi daging untuk penduduk Propinsi Papua adalah 2,15
kg/kapita/tahun. Hal ini masih sangat jauh dari standar konsumsi daging Nasional
yaitu 7,6 kg/kapita/tahun (BPS Propinsi Papua 2009).
Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan adanya usaha terobosan yang mengarah pada peningkatan produktivitas ternak sapi. Di Propinsi Papua, jenis ternak sapi yang paling banyak dipelihara oleh petani peternak adalah sapi Bali dan umumnya dipelihara oleh petani kecil di pedesaan dengan sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional.
Sapi Bali mempunyai potensi dan peluang untuk dikembangkan di Propinsi Papua karena peruntukan lahan yang masih cukup luas. Sapi Bali memiliki perkembangan sangat cepat dibandingkan dengan bangsa sapi potong lainnya di Indonesia disebabkan bangsa sapi ini lebih diminati oleh petani kecil karena beberapa keunggulan antara lain; tingkat kesuburannya sangat tinggi (Payne dan Rollinsons 1973; Copland 1974) dan merupakan sapi pekerja yang baik dan efisien, dapat memanfaatkan hijauan yang kurang bergizi dimana bangsa sapi lainnya tidak dapat (Moran, 1973). Disamping itu usaha penggemukan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas sapi potong, termasuk kualitas karkas yang dihasilkan (Murdjito dan Nono 1992). Dalam usaha memproduksi daging, kualitas dan kuantitas pakan sangat besar peranannya. Kecepatan pertambahan berat badan dan kualitas karkas yang dihasilkan merupakan faktor yang perlu untuk dipertimbangkan (Haryanto, 1991). Dilaporkan oleh Nggobe et al. (1994) bahwa ternak sapi jantan muda yang hanya mengkonsumsi rumput raja (King rass) pertambahan berat badan hanya mencapai 290 gram/hari. Sedangkan pemberian campuran antara rumput raja dengan legum (Sesbania grandiflora) dengan perbandingan masing-masing 25% dan 75%, pertambahan berat badan dapat mencapai 560 gram/hari (Bustami et al. 1994).
Untuk meningkatkan produktivitas sapi Bali, khususnya dalam memacu pertumbuhan bobot badan ternak, maka diperlukan adanya perbaikan sistem pengelolaan yang lebih mengarah pada perbaikan mutu pakan. Pemberian pakan berupa rumput lapangan (alam) yang selama ini banyak dilakukan oleh peternak perlu dilakukan suplementasi pakan yang mempunyai nilai gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Karena pemberian ransum yang hanya terdiri dari rumput alam hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan hanya sedikit untuk pertumbuhan (Morisson 1961). Sehingga perlu dilakukan suplementasi bahan pakan berkualitas tinggi. Salah satu bahan pakan yang sangat potensial dan tersedia disekitar lokasi pengkajian adalah tanaman singkong dan gamal.
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertambahan berat badan
sapi bali melalui pemberian singkong (ubi kayu) dalam komposisi pakan yang berbeda.
METODOLOGI
Pengkajian ini dilaksanakan selama kurang lebih 12 minggu bertempat di Kebun Percobaan Koya Barat, Distrik Muara Tami, Kodya Jayapura. Salah satu alasan pemilihan lokasi, karena wilayah Koya Barat merupakan salah satu sentra pengembangan sapi potong. Selain itu, umumnya petani lokal yang ada disekitar Koya Barat banyak mengusahakan tanaman singkong. Sementara hijauan pakan ternak seperti rumput gajah dan gamal banyak tumbuh atau ditanam petani baik sebagai tanaman pagar maupun pelindung.
Pengkajian ini menggunakan sebanyak 4 (empat) ekor sapi bali yang berumur antara 8 – 12 bulan. Keempat ternak sapi masing-masing ditempatkan dalam kandang petak (2 x 1 m2). Sebelum pengamatan dimulai, terlebih dahulu ternak sapi diberi obat cacing dan dilakukan masa adaptasi selama satu minggu, agar ternak tidak lagi stress saat perlakuan pakan diberikan kepada ternak sapi. Singkong yang digunakan sebagai pakan penguat adalah yang masih segar dan sebelum diberikan sebaiknya singkong dihancurkan terlebih dahulu dengan kayu (ditumbuk) kemudian diberikan kepada ternak.
Teknologi pakan yang dikaji terbagi atas 4 (empat) komposisi perlakuan pakan yaitu :
A = Rumput alam /lapangan 100 % (kontrol)
B = Rumput alam 50% + Gamal 50% + singkong 0,5 % dari bobot badan C = Rumput alam 50% + Gamai 50% + singkong 1,0 % dari bobot badan D = Rumput alam 50% + Gamal 50% + singkong 1,5 % dari bobot badan
Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pagi jam 07.00 – 08.00 dan dilanjutkan pemberian Hijauan Pakan Ternak (HPT) dari campuran rumput dengan daun gamal sekitar jam 10.00 – 11.00 (siang) dan jam 15.00 – 17.00 (sore). Untuk mengetahui rata-rata pertambahan berat badan ternak dilakukan penimbangan ternak sapi menggunakan timbangan digital setiap dua minggu sekali. Juga dapat dapat diukur menggunakan rumus Schoorl (Sugeng 1992) :
Bobot Badan (kg) = (LD + 22)²/100 dimana : BB = Berat badan dalam satuan lbs
PB = Panjang badan dalam satuan inci
LD = Lingkar dada dalam satuan inci
Parameter yang diamati meliputi rata-rata pertambahan berat badan, rata-rata konsumsi pakan, konversi pakan, curahan tenaga kerja, produksi pupuk kandang, serta analisis kelayakan usahatani.
Untuk menjawab tujuan yang ingin dicapai dalam pengkajian ini, data yang telah diperoleh atau dikumpulkan berdasarkan parameter yang diamati diolah dengan menggunakan analisis secara deskriptif atau analisis statistik sederhana. Sedangkan data aspek ekonomi dianalisis menggunakan R/C ratio.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah
Desa Koya Barat Distrik Muara Tami termasuk dalam wilayah Kota Madya Jayapura. Penduduk Koya Barat pada umumnya adalah eks transmigrasi dari pulau jawa tahun 1983. Wilayah ini terus mengalami kemajuan terutama dibidang agribisnis pertanian seperti jagung manis, kacang tanah, pisang, singkong dan peternakan sapi potong. Selain itu daerah ini juga merupakan salah satu tujuan wisata pemancingan ikan pada waktu hari libur.
Secara umum penduduk Koya Barat memiliki mata pencaharian dibidang pertanian, seperti padi, tanaman jagung, kacang-kacangan, sayur-sayuran, dan peternakan. Khususnya dibidang peternakan pada umumnya petani memelihara ternak sapi potong dengan tingkat kepemilikan antara 3–100 ekor. Sistem pemeliharaan ternak sapi potong umumnya dilakukan secara semi intensif disekitar lahan pekarangan dengan sistem pemberian pakan cat and carry. Jenis pakan yang umum diberikan hanya berupa rumput-rumputan dan beberapa jenis hijauan pakan lainnya, seperti rumput gajah, rumput benggala, kangkung, dan gamal.
Keragaan Ternak Sapi Bali
Keragaan ternak sapi terhadap parameter yang diamati selama pengkajian yaitu rata-rata pertambahan berat badan, konsumsi pakan, dan produksi kotoran ternak. Dari hasil pengkajian diperoleh pertambahan berat badan, konversi pakan dan produksi kotoran ternak, seperti ditampilkan pada Tabel 1.
Berdasarkan dari hasil pengkajian (Tabel 1), menunjukkan bahwa pertambahan
berat badan tertinggi diperoleh pada perlakuan B (kombinasi rumput alam 50% +
Gamal 50% + singkong 0,5 % dari bobot badan). Kemudian diikuti oleh perlakuan D
(Rumput alam 50 % + Gamal + singkong 1,0 % dari bobot badan, dan terendah perlakuan A (Rumput alam /lapangan 100 %).
Tabel 1. Rata-rata konsumsi pakan, pertambahan berat badan, konversi pakan, dan produksi kotoran ternak selama pengkajian
Parameter Perlakuan
A B C D
Bobot awal (kg/ekor) 137,0 110,0 89,5 101,5
Bobot akhir (kg/ekor) 145,0 135,0 107,5 121,5
PBB (kg/ekor) 8,0 25,0 18,0 20,0
PBBH (kg/ekor) 0,13 0,42 0,30 0,33
Konsumsi Pakan (kg/ekor/hari) 11,8 10,5 9,0 10,0
Konversi Pakan (kg/ekor) 90,8 25,0 31,7 27,0
Kotoran sapi (kg/ekor/hari) 8,5 7,2 6,8 7,0
Keterangan :
A = Rumput alam /lapangan 100 % (kontrol)
B = Rumput alam 50 % + Gamal 50 % + singkong 0,5 % dari bobot badan C = Rumput alam 50 % + Gamal 50 % + singkong 1,0 % dari bobot badan D = Rumput alam 50 % + Gamal 50 % + singkong 1,5 % dari bobot badan
Hasil pengkajian memperlihatkan bahwa semua ternak sapi yang mendapatkan perlakuan pakan penguat dari singkong sebanyak 1% dari berat badan memberikan pertumbuhan bobot badan yang labih tinggi dari perlakuan A (kontrol). Namun dari ketiga perlakuan yang mendapatkan tambahan pakan penguat, tertinggi yaitu perlakuan B (kombinasi rumput alam 50% + gamal 50% + singkong 0,5% dari bobot badan). Terdapat beberapa faktor yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi pertumbuhan berat badan selama pengkajian ini, yaitu jenis kelamin, nutrisi pakan, dan tingkat kesukaan (rasa) dari jenis pakan yang diberikan.
Hasil pengkajian ini lebih tinggi dari hasil pengkajian yang telah dilakukan
sebelumnya, tentang pemanfaatan pakan limbah kulit buah kakao sebagai pakan
alternatif pada sapi potong di Kabupaten Jayapura dimana memberikan pertambahan
berat badan harian (PBBH) sebesar 0,30 kg (Usman at al. 2009). Namun hasil kajian
ini sedikit lebih rendah seperti yang dilaporkan oleh Nggobe et al (1994) bahwa ternak
sapi jantan muda yang hanya mengkonsumsi rumput raja (King rass) pertambahan
berat badan hanya mencapai 290 gram/hari. Sedangkan pemberian campuran antara
rumput raja dengan legum (Sesbania grandiflora) dengan perbandingan masing-
masing 25 % dan 75 %, pertambahan berat badan dapat mencapai 560 gram/hari (Bustami et al. 1994).
Konsumsi pakan yang tertinggi diperlihatkan pada perlakuan A (Kontrol) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kumsumsi pakan yang tinggi pada perlakuan A, kemungkinan besar disebabkan oleh faktor kebiasaan dalam mengkonsumsi rumput. Dalam hal ni konsumsi pakan banyak dipengaruhi oleh faktor kesukaan (rasa), namun respon terhadap pertumbuhan berat badan sapi potong lebih banyak dipengaruhi oleh kandungan nutrisi pakan. Oleh karena itu pengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan berat badan sapi potong yang cepat sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan.
Konversi pakan adalah merupakan dampak dari hasil konsumsi pakan yang dibagi dengan pertambahan berat badan sapi potong selama pengkajian berlangsung.
Seperti ditampilkan pada Tabel 1, terlihat bahwa tingkat konversi pakan tertinggi diperoleh perlakuan A (kontrol) sebesar 90,8, sedangkan terendah diperoleh pada perlakuan B (kombinasi rumput alam 50% + Gamal 50% + singkong 1% dari bobot badan) sebesar 25,0. Konversi pakan yang tinggi seperti diperlihatkan pada perlakuan A, yang berarti bahwa efisiensi penggunaan pakan sangat tidak ekonomis, karena untuk menaikkan pertambahan berat badan sebanyak 1 kg dibutuhkan pakan sebesar 90,8 kg/ekor. Sedangkan konversi pakan yang rendah seperti ditunjukkan pada perlakuan B, memberikan efisiensi penggunaan pakan yang lebih tinggi atau lebih baik, karena untuk meningkatkan pertambahan berat badan sebanyak 1 kg hanya dibutuhkan pakan sebesar 25,0 kg.
Analisis Usahatani Ternak Sapi
Analisis usahatani sapi potong dilakukan berdasarkan perlakuan yang diberikan
selama pengkajian berlangsung. Oleh karena itu, biaya pengeluaran dan penerimaan
yang diperhitungkan, meliputi bahan pakan, obat-obatan, tenaga kerja, penyusutan
kandang dan harga berat hidup per kg merupakan asumsi-asumsi harga yang berlaku
saat pengkajian berlangsung. Selanjutnya untuk menghitung apakah usaha sapi
potong yang dipelihara itu layak atau tidak untuk dikembangkan tentu sangat
ditentukan oleh nilai R/C ratio yang diperoleh. Ada beberapa kriteria yang digunakan
untuk mengukur kelayakan usahatani yang dilakukan yakni: a) <1, berarti usahatani
yang dijalankan tidak layak, b) =1, berarti usahatani yang dijalankan hanya mampu
untuk mencapai titik impas, c) >1, berarti usahatani yang dijalankan mendapatkan
Tabel 2. Analisis usahatani sapi potong selama pengkajian berlangsung
Uraian Perlakuan
A B C D
Pengeluaran ________________ Rp ________________
Pakan (kg)
- Rumput-rumputan - Gamal
- Singkong - Garam dapur
0 0 0 15.000
0 0 100.308
15.000
0 0 92.592 15.000
0 0 96.450 15.000
Obat-obatan- Obat cacing 6.250 6.250 6.250 6.250
Tenaga kerja/ekor
281.250 281.250 281.250 281.250
Penyusutan kandang133.333 133.333 133.333 133.333 Jumlah Pengeluaran 435.833 536.141 528.425 532.283 Penerimaan
PBB
x Harga Berat Hidup/kg
Pupuk kandang
200.000 105.000
625.000 90.000
450.000 90.000
500.000 90.000 Jumlah Penerimaan/ekor 305.000 715.000 640.000 590.000
Keuntungan/ekor -130.833 178.854 111.575 57.714
R/C ratio 0,7 1,3 1,2 1,1
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan B (Rumput alam
50% + Gamal 50% + singkong 1% dari bobot badan) memberikan nilai R/C 1,3 yang
artinya ada keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 30 jika input atau korbanan yang
dikeluarkan sebanyak Rp 100. Nilai R/C yang diperoleh pada perlakuan B lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan B
lebih layak atau lebih baik dibandingkan dengan perlakuan Lainnya. Penyebab utama
terjadinya perbedaan terhadap tingkat keuntungan dari setiap perlakuan yakni karena
adanya perbedaan terhadap pertambahan berat badan harian (PBBH) dan besarnya
biaya pakan selama pemeliharaan. Semakin tinggi PBBH seekor ternak sapi besar
kemungkinan akan memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi, demikian pula
sebaliknya semakin rendah PBBH seekor ternak sapi akan diperoleh tingkat
keuntungan yang lebih rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Semua perlakuan pemberian singkong memberikan pertambahan berat badan
yang lebih tinggi dengan control (tampa pemberian singkong)
Perlakuan pemberian singkong 0,5% dari berat badan memberikan peningkatan
berat badan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya
Pertambahan berat badan sapi jantan lebih cepat dibandingkan dengan sapi betina
Analisis usahatani menunjukkan bahwa perlakuan B memberikan kelayakan usaha
yang lebih efisien dibandingkan dengan perlakuan lainnya
Saran
Disarankan agar umbi singkong yang dimanfaatkan sebagai pakan adalah umbi
singkong yang sudah diafkir agar tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.
Pemberian singkong sebaiknya singkong dihancurkan atau dipecah-pecah terlebih