• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA KELAS X SMA AL-AZHAR MEDAN TA. 2013/2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA KELAS X SMA AL-AZHAR MEDAN TA. 2013/2014."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI

MATEMATIK SISWA KELAS X SMA AL-AZHAR MEDAN TA. 2013/2014

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

SRI ANAWATI 081188710059

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

SRI ANAWATI. Penerapan Model Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) Untuk Meningkatkan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa Kelas X SMA Al-Azhar Medan Tahun Ajaran 2013/2014. Tesis. Medan. Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang bertujuan untuk menemukan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW). Penelitian ini dilakukan di SMA Al-Azhar Medan, Jalan Pintu Air IVNo.214 Kwala Bekala Padang Bulan.

Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Siklus I terdiri dari tiga kali pertemuan dan Siklus II terdiri dari tiga kali pertemuan. Setiap siklus terdiri dari tahapan perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observation), dan refleksi (reflecting).

Jumlah subjek dalam pelaksanaan siklus masing-masing 27 orang siswa kelas XC Tahun Ajaran 2013/2014. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini terdiri dari tes kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa. Berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan : (1) terjadi peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika dimana pada siklus I menunjukkan skor rata-rata kelas mencapai 63,33 dengan presentase ketuntasan klasikalnya sebesar 59,26%, dan pada siklus II skor rata-rata kelas mencapai 79,07 dengan presentase ketuntasan klasikalnya 88,89%. Telah terjadi peningkatan untuk presentase ketuntasan klasikalnya sebesar 29,63% dan rata-rata kelas sebesar 15,74, (2) terjadi peningkatan kemampuan komunikasi matematik, dimana pada siklus I menunjukkan skor rata-rata kelas mencapai 63,15 dengan presentase ketuntasan klasikalnya sebesar 44,44%, dan pada siklus II skor rata-rata kelas mencapai 80,37 dengan presentase ketuntasan klasikalnya 96,30%. Sehingga terjadi peningkatan untuk presentase ketuntasan klasikalnya sebesar 51,86% dan rata-rata kelas sebesar 17,22 (3) Hasil pengamatan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) dari sisi siswa bahwa nilai rata-rata pada siklus I adalah 76,86%, siklus II adalah 86,72%. Dari sisi guru yang telah dilaksanakan bahwa nilai rata-rata pada siklus I adalah 75,42%, sedangkan siklus II yaitu 86,67%

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) dapat meningkatkan kemampuan pemahaman an komunikasi matematik siswa.

(7)

ABSTRACT

SRI ANAWATI. The implementation of cooperative learning model Think-Talk-Write (TTW) to improve their math comprehension and communication ability students of X Senior High School Al-Azhar Medan. Post graduate program UNIMED.

The research in aimed at discovering action learning model that can enhance mathematical comprehension and communication ability of students through the application type Think-Talk-Write (TTW). The research was conducted at Senior High School Al-Azhar Medan, on Pintu Air Iv no.214 Kwala Bekala Padang Bulan.

The research was conducted in two cycles, cycles I consisting in three meetings, and cycles II consisting in three meetings. Each cycles of consist of planning, acting, observation and reflecting.

Number of subjects in each execution cycle is 27 students of class XC in the academic year of 2013/2014. The instrument was usedto collecting of data in this research consisting comprehension and communication ability test. Based on analysis of data obrained conclusion : (1) an increase in mathematics comprehension ability where as in cycle I shows the average score of 63,33 with a percentage of classical completeness is 59,26% and in cycle II, the average score reach 79,07 with a percentage of classical completeness is 88,89%. So to an increase outcomer for its classical completeness is 29,63% and class average is 15,74, (2) an increase in mathematics communication ability, where as in cycle II shows the average score of 63,15 with a percentage of classical completeness is 44,44% and in cycle II, the average score reach 80,37 with a percentage of classical completeness is 96,30%. So that an increase outcomer for its classical completeness is 51,86% and class average is 17,22 (3) The observation of observers from Think-Talk-Write (TTW) type , from the students side, that average value in cycle I was 76,86%and cycle II was 86,72%. From the teachers that have been implemented in cycle I, the average percentage of the value was 75,42% meanwhile cycle II was 86,67%.

Based on the result of this research it can be concluded that implementation of cooperative learning model based Think-Talk-Write (TTW) type can increase their math comprehension and communication ability.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Sang Maha Karya dan Sumber Pengetahuan yang selalu memberikan kebijaksanaan, kekuatan dan kelimpahan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul” Penerapan Model Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) Untuk

Meningkatkan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa Kelas X SMA Al-Azhar Medan Tahun Ajaran 2013/2014”.

Dalam proses penulisannya penulis banyak menghadapi kendala dan keterbatasan, namun berkat bimbingan arahan dan motivasi Dosen Pembimbing dan Narasumber, Orang Tua, suami dan anak-anak, serta rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana akhirnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Bapak Prof. H. Dian Armanto, M.Pd, M.Sc, M.A, Ph.D dan Bapak Prof. Dr. H. Sahyar, MM, M.Si selaku pembimbing I dan Pembimbing II yang

telah banyak memberikan pengarahan, support dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

Bapak Prof. Dr. Hasratudin, M.Pd, Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd, Bapak Dr. Kms. Muhammad Amin Fauzi, M.Pd sebagai narasumber yang telah banyak memberikan masukan atau sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

(9)

Universitas Negeri Medan, yang telah memberikan bantuan administrasi di Universitas Negeri Medan.

Pada kesempatan ini juga, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Matematika dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd sebagai Seketaris Program Studi Pendidikan Matematika, dan Bapak Dapot Manullang, S.E. sebagai staf Prodi Pendidikan Matematika yang telah banyak membantu penulis khususnya dalam administrasi perkuliahan selama ini.

2. Bapak dan Ibu dosen di Lingkungan Prodi Pendidikan Matematika, yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang bermakna bagi penulis dalam menjalankan tugas-tugas sesuai dengan profesi penulis.

3. Kepala SMA Al-Azhar Medan yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolah masing-masing yang beliau pimpin, termasuk dalam pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah, serta guru-guru dan staf administrasi di masing-masing sekolah yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

4. Suami Sumber Prayetno, dan anak-anak (Nadhif Tsaqif Prayetno dan Nadroh Syakira Prayetno) serta almarhum kedua orang tua yang telah mendukung selama ini

(10)

6. Pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dalam kesempatan ini yang telah banyak memberika motivasi maupun kontribusi dalam penyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan atau kelemahan dari tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan sumbangan pemikiran ataupun kritikan yang bersifat konstruktif untuk kesempurnaan tesis ini. Penulis tidak dapat membalas semua yang diberikan bapak/ibu serta saudara/i, kiranya Tuhan Yang Maha Pengasih mencurahkan berkatnya bagi kita semua. Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan pendidikan di masa kini dan yang akan mendatang

Penulis

Sri Anawati

(11)

DAFTAR ISI

1.7. Definisi Operasional... 19

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 22

2.2. Teori Belajar Pendukung... 49

2.3. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 52

2.4. Kerangka Konseptual ... 56

2.4.1. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Melalui Model TTW ... 56

2.4.2 Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematik Melalui Model TTW ... 57

2.5. Hipotesis Tindakan... 59

BAB III. METODE PENELITIAN ... 60

3.1. Jenis Penelitian ... 60

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 61

(12)

3.4. Mekanisme dan Rancangan Penelitian... 61

3.5. Instrumen Penelitian... 70

3.5.1.Tes ... 70

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian ... 134

4.2.1. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika ... 135

4.2.2. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik ... 138

4.2.3. Aktivitas Siswa ... 141

4.3. Temuan Penelitian ... 143

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 147

5.1.Kesimpulan ... 147

5.2.Implikasi ... 148

5.3. Saran ... 149

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tahapan Pembelajaran Kooperatif ... 37

Tabel 2.2. Sintaks Pembelajaran dengan Model TTW ... 46

Tabel 2.3. Hubungan Model TTW dengan Kemampuan Pemahaman Siswa ... 48

Tabel 3.1. Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran TTW Siklus I ... 64

Tabel 3.2. Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran TTW Siklus II ... 67

Tabel 3.3. Kisi – kisi Tes Kemampuan Pemahaman Matematik Siklus I ... 70

Tabel 3.4. Kisi – kisi Tes Kemampuan Pemahaman Matematik Siklus II ... 71

Tabel 3.5. Kriteria Penilaian Pemahaman Matematik ... 72

Tabel 3.6. Kisi – kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus I ... 73

Tabel 3.7. Kisi – kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II ... 73

Tabel 3.8. Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematik ... 74

Tabel 3.9 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 79

Tabel 3.10 Hasil Validasi Tes Pemahaman Konsep ... 80

Tabel 3.11 Hasil Validasi Tes Komunikasi Matematik ... 80

Tabel 3.12 Validasi Hasil Ujicoba Tes Pemahaman Konsep Siklus I ... 82

Tabel 3.13 Validasi Hasil Ujicoba Tes Pemahaman Konsep Siklus II ... 82

Tabel 3.l4 Validasi Hasil Ujicoba Tes Komunikasi Matematik Siklus I ... 83

Tabel 3.l5 Validasi Hasil Ujicoba Tes Komunikasi Matematik Siklus II ... 83

Tabel 3.16 Tingkat Kesukaran Hasil Ujicoba Tes Pemahaman Konsep Siklus I ... 86

Tabel 3.17 Tingkat Kesukaran Hasil Ujicoba Tes Komunikasi Matematik Siklus I ... 86

Tabel 3.l8 Tingkat Kesukaran Hasil Ujicoba Tes Pemahaman Konsep Siklus II ... 86

(14)

Tabel 3.20 Daya Pembeda Hasil Ujicoba Tes Pemahaman

Konsep Siklus I ... 87

Tabel 3.21 Daya Pembeda Hasil Ujicoba Tes Komunikasi Matematik Siklus I ... 88

Tabel 3.22 Daya Pembeda Hasil Ujicoba Tes Pemahaman Konsep Siklus II ... 88

Tabel 3.23 Daya Pembeda Hasil Ujicoba Tes Komunikasi Matematik Siklus II ... 88

Tabel 4.1 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 97

Tabel 4.2 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I ... 99

Tabel 4.3 Hasil Tes Pemahaman Konsep Siklus I ... 102

Tabel 4.4 Hasil Tes Komunikasi Matematik Siklus I ... 108

Tabel 4.5 Refleksi Keberhasilan Pembelajaran Siklus I ... 114

Tabel 4.6 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ... 121

Tabel 4.7 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II ... 123

Tabel 4.8 Hasil Tes Pemahaman Konsep Siklus II ... 126

Tabel 4.9 Hasil Tes Komunikasi Matematik Siklus II ... 131

Tabel 4.10 Refleksi Keberhasilan Pembelajaran Siklus II ... 133

Tabel 4.11 Rangkuman Hasil Tes Siswa Siklus I dan Siklus II ... 136

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Hasil Jawaban Tes Pemahaman Konsep Siswa... 5

Gambar 1.2. Hasil Jawaban Tes Komunikasi Siswa ... 7

Gambar 2.1. Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Menggunakan Model TTW ... 45

Gambar 3.1. Desain Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. ... 62

Gambar 4.1 Hasil Jawaban Siswa Pada LAS I ... 106

Gambar 4.2 Hasil Jawaban Siswa Pada LAS I ... 107

Gambar 4.3 Hasil Jawaban Tes Pemahaman Konsep Siklus I ... 112

Gambar 4.4 Hasil Jawaban Tes Komunikasi Matematik Siklus I ... 113

Gambar 4.5 Hasil Jawaban Tes Komunikasi Matematik Siklus I ... 114

Gambar 4.6 Hasil Jawaban Siswa Pada LAS II ... 130

Gambar 4.7 Hasil Jawaban Siswa Pada LAS II ... 130

Gambar 4.8 Hasil Jawaban Tes Pemahaman Konsep Siklus II ... 132

(16)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 98

Grafik 4.2 Tingkat Kemampuan Pemahaman Konsep Siklus I ... 100

Grafik 4.3 Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus I ... 105

Grafik 4.4 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ... 122

Grafik 4.5 Tingkat Kemampuan Pemahaman Konsep Siklus II ... 124

Grafik 4.6 Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II ... 129

Grafik 4.7 Tingkat Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa Siklus I dan Siklus II ... 137

Grafik 4.8 Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Siklus I dan Siklus II ... 139

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 154

Lampiran B Buku Pegangan Guru ... 176

Lampiran C Buku Pegangan Siswa ... 205

Lampiran D Lembar Aktivitas Siswa (LAS) Siklus Idan Siklus II ... 219

Lampiran E Soal Kemampuan Pemahaman Konsep – I dan II ... 241

Lampiran F Soal Komunikasi Matematik – I dan II ... 245

Lampiran G Pedoman Penskoran Dan Kunci Jawaban... 252

Lampiran H Laporan Hasil Validasi Ahli Perangkat Pembelajaran ... 279

Lampiran I Laporan hasil Ujicoba Penelitian ... 266

Lampiran J Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Siklus I dan Siklus II ... 302

Lampiran K Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus I Dan Siklus II ... 304

Lampiran L Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I dan Siklus II ... 306

Lampiran M Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II….. 312

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimana pun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul di arahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik. Soejadi (1999 : 1) mengemukakan bahwa pendidikan satu – satunya wadah kegiatan yang dapat di pandang dan berfungsi untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutu tinggi.

(19)

menerapkan matematika dalam konteks yang berguna bagi siswa, baik dalam dunia kehidupannya, ataupun dalam dunia kerja kelak.

Alasan lain pentingnya matematika untuk di pelajari karena begitu banyak kegunaannya. Di bawah ini akan di uraikan beberapa kegunaan matematika sederhana yang praktis menurut Russeffendi (2006:208), yaitu:

1. Dengan belajar matematika kita mampu berhitung dan mampu melakukan perhitungan-perhitungan lainnya.

2. Matematika merupakan persyaratan untuk beberapa mata pelajaran lainnya.

3. Dengan belajar matematika, perhitungan menjadi lebih sederhana dan praktis.

4. Dengan belajar matematika diharapkan kita mampu menjadi manusia yang berpikir logis, kritis, tekun, bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan persoalan.

Uraian di atas menunjukkan bahwa matematika itu sangat penting, tetapi banyak yang beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit untuk di ajarkan dan di pelajari. Hal ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Cockroft (dalam Wahyudin, 2001:2) bahwa "Mathematics is a difficult subject both to teach and to learn”. Banyak opini yang menyatakan mutu pendidikan di

tanah air cenderung masih rendah, seperti yang di tunjukkan Survai Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2003

menempatkan Indonesia pada peringkat 34 dari 45 negara. Walaupun rerata skor naik menjadi 411 dibandingkan 403 pada tahun 1999, kenaikan tersebut secara statistik tidak signifikan, dan skor itu masih di bawah rata-rata untuk wilayah ASEAN. Prestasi itu bahkan relatif lebih buruk pada Programme for International Student Assessment (PISA), yang mengukur kemampuan anak usia 15 tahun

(20)

setiap tiga tahun, pada tahun 2003 menempatkan Indonesia pada peringkat 2 terendah dari 40 negara sampel, yaitu hanya satu peringkat lebih tinggi dari Tunisia. Indonesia mengikuti TIMSS pada tahun 1999, 2003 dan 2007 dan PISA tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dengan hasil tidak menunjukkan banyak perubahan pada setiap keikut sertaan. Pada PISA tahun 2009 Indonesia hanya menduduki rangking 61 dari 65 peserta dengan rata-rata skor 371, sementara rata-rata skor internasional adalah 496. Prestasi pada TIMSS 2007 lebih memprihatinkan lagi, karena rata-rata skor siswa kelas 8 kita menurun menjadi 405, dibanding tahun 2003 yaitu 411. Rangking Indonesia pada TIMSS tahun 2007 menjadi rangking 36 dari 49 negara.

Hasil penelitian Adi Suarman di SMA Negeri 1 Batang Kuis menunjukkan bahwa hampir 90% siswa SMA Negeri 1 Batang Kuis takut dengan mata pelajaran matematika. Setelah diamati dari cara mereka menjawab soal matematika selama ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa ketakutan itu disebabkan oleh rendahnya pemahaman konsep matematika yang akhirnya berbuntut panjang dengan timbulnya ketakutan terhadap mata pelajaran matematika yang secara otomatis akan menghambat kreativitas siswa untuk menjawab soal.

(21)

mengerjakan soal-soal latihan pada proses pembelajaran juga masih kurang, 4) Kurangnya keberanian siswa untuk mengerjakan soal didepan kelas.

Fenomena ini juga terjadi di SMA Al – Azhar Medan. Berdasarkan hasil pengamatan dan interview sementara terhadap siswa kelas X SMA Al – Azhar Medan diperoleh bahwa; Pertama, ternyata dikalangan siswa masih membudaya cara belajar hafalan yang dilakukan siswa saat ulangan, hal ini dapat diketahui dari jawaban ulangan siswa dimana siswa tidak mampu menggunakan rumus yang telah diajarkan dalam menyelesaikan pemecahan masalah matematika. Kedua, siswa hanya mau belajar ketika di kelas saja dan malas untuk mengerjakan pekerjaan rumah (PR), hal ini dapat diketahui dari nilai tugas siswa yang masih rendah. Ketiga, Cara menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika siswa juga cenderung tidak terstruktur

Kenyataan yang kurang memuaskan di atas, salah satunya di sebabkan karena pemahaman konsep matematika siswa masih rendah. Padahal Hibert dan Carpenter (dalam Agustina, 2013 : 3) mengatakan, “pemahaman merupakan aspek

fundamental dalam pembelajaran, sehingga model pembelajaran harus menyertakan hal pokok dari pemahaman”. Selain itu pemahaman termasuk dalam

ranah kognitif taksonomi Bloom yang dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan.

(22)

6 orang menjawab dengan jawaban yang benar. Dari indikator kemampuan pemahaman konsep matematika seperti : “mampu menuliskan konsep”, memberikan contoh dan bukan contoh”, dan “menerapkan konsep dalam

pemecahan masalah”.

Sebagai contoh, ketika siswa diberikan soal sebagai berikut

Pak Toni mengendarai sebuah sepeda motor dari kota Binjai ke kota Siantar dengan kecepatan rata – rata 60 km/jam. Pada suatu hari Pak Toni menginginkan lebih cepat satu jam dari biasanya, maka kecepatan rata – ratanya diubah menjadi 80 km/jam. Buatlah model matematika dari masalah tersebut dan bantulah Pak Toni untuk menghitung jarak kedua tempat itu.

Dari pertanyaan di atas hasil jawaban siswa dapat di lihat sebagai berikut :

Gambar 1.1. Jawaban Tes Pemahaman Konsep Siswa

(23)

dasar matematika. Menurut Oemar Hamalik (2000 : 134), bahwa siswa telah mengetahui suatu konsep apabila :

1. Dapat menyebutkan mana contoh – contoh konsep, 2. Dapat menyatakan ciri – ciri konsep tersebut, 3. Dapat memilih atau membedakan contoh – contoh,

4. Mampu memecahkan masalah yang berkenaan dengan konsep tersebut.

Selain kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang perlu ditingkatkan, kemampuan komunikasi matematik juga hal yang dapat mendorong siswa untuk lebih dapat berfikir kritis dalam memecahkan masalah. Hal ini terlihat ketika diberi tugas berdiskusi siswa yang mempunyai kemampuan sedang kebawah cenderung pasif, tidak mau mengungkapkan pendapatnya. Mereka hanya menjadi pendengar setia memperhatikan teman - temannya yang aktif seolah – olah sebagai pengamat. Diskusi menjadi tidak hidup karena hanya didominasi oleh siswa tertentu saja. Siswa tidak mempunyai keberanian menyampaikan pendapat padahal pendapatnya itu belum tentu salah. Apabila guru mengajukan pertanyaan yang ada kaitannya dengan materi yang sudah diajarkan dengan masalah–masalah yang dijumpai dalam kehidupan nyata siswa tidak bisa menjawab, mereka nampak ragu – ragu dan bingung. Kalaupun menjawab jawabannya hanya sekenanya saja tidak sesuai dengan yang diharapkan. Terlihat jelas siswa tidak bisa mengkomunikasikan antara ilmu yang diterima dengan situasi dunia nyata. Padahal pada saat siswa memperoleh informasi berupa konsep matematik yang diberikan guru maupun yang diperoleh dari bacaan, maka saat itu terjadi transformasi informasi matematika dari sumber kepada siswa tersebut.

(24)

SMA Al – Azhar Medan mengungkap komunikasi matematik yang sangat rendah. Dari 27 siswa terdapat 8 orang menjawab benar, 11 orang menjawab salah dan 8 orang tidak menjawab. Dari indikator kemampuan komunikasi matematik yaitu: “merefleksikan benda – benda, gambar atau ide – ide matematik”, “membuat model matematik”, dan “menggunakan keahlian membaca, menulis, dan menelaah

informasi matematik” serta “ merespon suatu pernyataan atau masalah dalam bentuk argumen yang menyakinkan”.

Sebagai contoh, ketika siswa diberikan soal sebagai berikut:

Enam tahun yang lalu, Budi 4 tahun lebih muda dari seperenam umur ayahnya.Umur Budi sekarang 3 tahun lebih tua dari seperdelapan umur ayahnya.Berapakah jumlah umur Budi dan ayahnya?

Dari pertanyaan diatas hasil jawaban siswa dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 1.2.Jawaban Tes Komunikasi Siswa

(25)

Sebagaimana dikatakan Syaban (2008) bahwa: “Komunikasi matematika

merupakan refleksi pemahaman matematik dan merupakan bagian dari daya matematik. Siswa-siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang apa yang mereka sedang kerjakan. Mereka dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika, ketika mereka diminta untuk memikirkan ide-ide mereka, atau berbicara dengan dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagi ide, strategi, dan solusi”.

Jadi dalam pembelajaran matematika, ketika sebuah konsep informasi matematika diberikan oleh seorang guru kepada siswa ataupun siswa dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika, memikirkan ide-ide mereka, menulis, atau berbicara dengan dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagi ide, maka saat itu sedang terjadi transformasi informasi matematika dari komunikator kepada komunikan, atau sedang terjadi komunikasi matematika.

(26)

Pendapat tentang pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika juga diusulkan NCTM (2000: 63) yang menyatakan bahwa program pembelajaran matematika sekolah harus memberi kesempatan kepada siswa untuk:

1 Menyusun dan mengaitkan mathematical thinking mereka melalui komunikasi.

2 Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara logis dan jelas kepada teman-temannya,guru,dan orang lain.

3 Menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang dipakai orang lain.

4 Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar.

Menurut Utari Sumarmo (dalam Gusni Satriawati, 2003: 110), kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk:

a. Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.

b. Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar.

c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

e. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.

f. Membuat konjektur, menyusun argumen, merurnuskan definisi, dan generalisasi.

g. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

(27)

hanya mampu mencontoh apa-apa yang dikerjakan guru, mengingat rumus-rumus atau aturan matematika tanpa makna dan pengertian. Akhirnya siswa beranggapan bahwa dalam menyelesaikan soal matematika cukup dikerjakan seperti apa yang dicontohkan oleh guru atau menggunakan rumus secara langsung, walaupun sebenarnya mereka tak mengerti. Siswa dianggap berhasil dalam belajar apabila mampu mengingat banyak fakta, dan mampu menyampaikan kembali fakta-fakta tersebut kepada orang lain, atau menggunakannya untuk menjawab soal-soal dalam ujian.

Hasil penelitian Tim Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika juga mengungkapkan bahwa di beberapa wilayah Indonesia yang berbeda, sebagian besar siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah dan menerjemahkan soal kehidupan sehari-hari ke dalam model matematika. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi dan pemahaman siswa Indonesia masih kurang baik.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Agustyaningrum (2011) di SMP Negeri 2 Sleman juga menunjukkan bahwa rendahnya kemampuan komunikasi matematis juga dialami oleh siswa kelas IX B di SMP Negeri 2 Sleman. Hal-hal yang mengindikasikan masih rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran yaitu: (1) siswa kurang percaya diri dalam mengomunikasikan gagasannya dan masih ragu-ragu dalam mengemukakan jawaban

ketika ditanya oleh guru; (2) ketika ada masalah yang disajikan dalam bentuk soal cerita

siswa masih bingung bagaimana menyelesaikannya, mereka kesulitan dalam membuat

(28)

ide atau pendapatnya dengan baik, pendapat yang disampaikan oleh siswa sering kurang

terstruktur sehingga sulit dipahami oleh guru maupun temannya.

Dengan melihat fakta-fakta yang dikemukakan di atas, adalah tidak adil kalau kita membuat suatu kesimpulan bahwa rendahnya nilai matematika disebabkan oleh siswanya yang tidak mampu atau matematika itu sukar. Cochroft (Wahyudin, 1999), Fisher dan Pipp (Utari, dkk. ,1999) mengemukakan dua faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif siswa, yakni internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut menurut Ruseffendi (1991) mencakup kecerdasan siswa, bakat siswa, kemampuan belajar, minat, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, serta kondisi masyarakat luas.

Pembelajaran matematika di Indonesia sejauh ini masih didominasi oleh pembelajaran konvensional dengan paradigma mengajarnya. Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensial untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam penemuan dan peningkatan pengetahuan.

Pentingnya kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematik siswa sebagai kemampuan mendasar yang perlu dimiliki siswa dalam belajar matematika. Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik.

(29)

matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah pada Kurikulum 2004 atau KTSP 2006 adalah :

1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisteni dan inkonsistensi.

2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.

(30)

diharapkan guru matematika harus dapat menggali seluruh kemampuannya mampu menciptakan model-model pembelajaran matematika yang dapat memelihara suasana kelas dan iklim yang serasi bagi siswa agar tercapai tujuan pembelajaran matematika yang optimal. Dengan kata lain, guru sebagai perancang dan pengelola pembelajaran harus mampu merencanakan pembelajaran yang menyenangkan, mudah dipahami siswa, dan dapat mengaktifkan siswa sehingga matematika semakin disenangi siswa.

Permasalahan-permasalahan tersebut akan berakibat pada rendahnya pemahaman konsep siswa dan kemampuan komunikasi siswa yang akan bermuara pada rendahnya hasil belajar siswa. Peningkatan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi siswa dapat dilakukan dengan mengadakan perubahan-perubahan dalam pembelajaran. Dalam hal ini, perlu dirancang suatu pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga siswa lebih memahami konsep yang diajarkan serta mampu mengkomunikasikan pemikirannya baik dengan guru, teman maupun terhadap materi matematika itu sendiri. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematika siswa adalah dengan melaksanakan model pembelajaran yang relevan untuk diterapkan oleh guru.

(31)

konsep-konsep yang diajarkan dan mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk lisan maupun tulisan.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di atas, sebagai alternatif dapat diterapkan model pembelajaran dengan strategi Think-Talk-Write (TTW). Pembelajaran ini sangat tepat dalam mengatasi permasalahan-permasalahan di atas dan dipertegas dengan argumentasi sebagai berikut:

1) Model pembelajaran dengan strategi TTW dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik, siswa dapat mengkomunikasikan atau mendiskusikan pemikirannya dengan temannya sehingga siswa saling membantu dan saling bertukar pikiran. Hal ini akan membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan oleh guru.

2) Model pembelajaran dengan strategi TTW dapat melatih siswa untuk menuliskan hasil diskusinya ke bentuk tulisan secara sistematis sehingga siswa akan lebih memahami materi dan membantu siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk tulisan.

3) Mengembangkan pemecahan yang bermakna dalam rangka memahami materi ajar.

(32)

Think-Talk-Write (TTW), menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis

komunikasi dengan model Think-Talk-Write (TTW) dapat meningkatkan pemahaman konsep, komunikasi matematika siswa dan hasil belajar siswa, dan dalam setiap tahap penilaian, pembelajaran dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dalam kelompok kecil memiliki kecenderungan perkembangan kemampuan yang semakin meningkat dari pembelajaran klasikal dan konvensional.

Ansari (2003:7) juga mengemukakan bahwa esensi dari model Think-Talk-Write (TTW) adalah mengedepankan perlunya siswa mengkomunikasikan atau

menjelaskan hasil pemikirannya mengenai masalah yang diberikan oleh guru. Hal lain yang dapat menunjukan hubungan antara model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) dengan komunikasi matematik adalah bahwa diantara faktor-faktor

yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematika adalah diskusi (talk) dan menulis (write).

Dengan model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) diharapkan siswa mampu berkomunikasi secara kelompok maupun individu dan menumbuhkan pemahaman matematik. Dengan latar latar belakang inilah penulis memilih judul penelitian “Penerapan Model Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) untuk

(33)

1.2. Identifikasi Masalah

Salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan kita adalah rendahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat di identifikasi beberapa permasalahan yang mungkin muncul dalam pembelajaran matematika, adalah :

1. Pembelajaran matematika kurang memberi kesempatan bagi siswa untuk mengemukakan ide/gagasan karena pembelajaran berpusat pada guru (teacher centred)

2. Rendahnya pemahaman konsep siswa dalam belajar matematika

3. Kegiatan pembelajaran matematika dianggap hanya mengerjakan soal – soal sehingga pembelajaran dirasakan membosankan dan tidak ada pemahaman yang ada hanya menghafal rumus.

4. Kemampuan komunikasi tertulis dan lisan matematika rendah

5. Pembelajaran yang cenderung pasif dan kurang mengembangkan berbagai metode pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran.

6. Hasil ujian siswa tidak tuntas

(34)

1.3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka peneliti membatasi penelitian ini pada peningkatan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematik siswa terhadap penerapan model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) siswa kelas X SMA Al-Azhar Medan Tahun Ajaran 2013/2014

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada batasan masalah diatas, maka rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peningkatan kemampuan

komunikasi dan pemahaman matematika siswa kelas X SMA Al-Azhar Medan Tahun Ajaran 2013/2014 melalui model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW)”.

Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam beberapa sub rumusan masalah sebagai berikut:

1 Bagaimana peningkatan kemampuan pemahaman matematik siswa kelas X SMA Al – Azhar Medan Tahun ajaran 2013/2014 sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW). 2 Bagaimana peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa kelas

X SMA Al-Azhar Medan Tahun ajaran 2013/2014, selama proses penerapan model pembelajaran tipe Think-Talk-Write (TTW).

(35)

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa dengan penerapan model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW.)

Secara khusus, tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah untuk :

1 Untuk meningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA Al-Azhar Medan Tahun ajaran 2013/2014 melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW).

2 Mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemahaman matematika siswa kelas X SMA Al-Azhar Medan Tahun ajaran 2013/2014, sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW).

3 Mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran tipe Think-Talk-Write (TTW) terhadap kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik

siswa di Kelas X SMA Al - Azhar Medan

1.6. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian diatas maka diperoleh manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

(36)

dapat dijadikan sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemahaman matematik siswa, dan pada akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.

2 Bagi siswa diharapkan dengan penerapan model pembeajaran Think-Talk-Write (TTW) dapat melibatkan siswa secara aktif dalam belajar

matematika dibawah bimbingan guru sebagai fasilitator yang menuntun siswa dalam memunculkan ide – ide atau gagasan. Diharapkan pula siswa secara aktif dapat membangun pengetahuannya sendiri dan mampu mengembangkan kemampuan berfikir dalam menghadapi permasalahn yang dihadapi, memperoleh pengalaman baru, siswa tidak lagi menganut budaya belajar menghafal dan menjadikan belajar lebih bermakna.

3 Bagi sekolah, dapat menggunakan instrumen – instrumen penelitian yang telah dibuat penulis dalam pembelajaran dan dapat mengembangkan/meningkatkan kemampuan guru dalam mengatasi maslah – masalah pembelajaran.

(37)

1.7. Definisi Operasional

Berikut ini beberapa istilah yang perlu didefinisikan secara operasional dengan tujuan agar tidak terjadi interpretasi yang berbeda dari para pembaca dan menjadikan penelitian lebih terarah.

1. Model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW)

Pembelajaran think-talk-write (TTW) memberikan waktu kepada siswa untuk melakukan kegiatan tersebut (berpikir, merefleksikan dan untuk menyusun ide-ide, dan menguji ide-ide itu sebelum menulisnya) dimana pembelajaran dirancang dalam tiga tahap yaitu berfikir (think) merupakan kegiatan mental yang digunakan untuk mengambil keputusan misalnya merumuskan pengertian, menyintesis, dan menarik kesimpulan setelah melalui proses pertimbangan.Talk artinya berbicara ( pertimbangan, pikiran, pendapat).Dan Write artinya menulis.

2. Kemampuan Pemahaman Matematika

Pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan matematika yang di ukur melalui menginterpretasi pertanyaan, menstranslasi pertanyaan, dan mengeksplorasi pertanyaan.

3. Kemampuan Komunikasi Matematika

(38)

merefleksikan pikiran, mengekspresikan ide – ide matematika, dan pengetahuan matematika yang dimilikinya kepada orang lain dengan bahasa sendiri dalam bentuk tulisan (menulis matematika)

(39)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab IV dan temuan selama pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW), diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah:

• Hasil belajar Matematika (kemampuan pemahaman konsep matematika)

siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) meningkat. Hasil evaluasi pada akhir siklus I

menunjukkan skor rata-rata kelas mencapai 63,33 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 59,26%. Pada siklus II rata-rata kelas mencapai 79,07 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 88,89%. Dengan demikian terjadi peningkatan pada persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 29,63%. Maka model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep

matematik siswa.

• Hasil belajar Matematika (kemampuan komunikasi matematik) siswa melalui

(40)

dengan persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 96,30%. Dengan demikian terjadi peningkatan pada persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 51,86%. Maka model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. • Efektivitas model pembelajaran tipe Think-Talk-Write (TTW) sangat baik

pada siklus I dan siklus II dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan dari kedua pengamat dari sisi siswa bahwa nilai rata-rata kedua pengamat pada siklus I adalah 76,86% , siklus II adalah 86,72%. Dari sisi guru yang telah dilaksanakan pada siklus I nilai presentase rata-rata dari kedua pengamat adalah 75,42%, sedangkan siklus II adalah 86,67%

5.2. Implikasi

Untuk peningkatan hasil belajar Matematika (kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik) siswa melalui implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) perlu dikemukakan rekomendasi sesuai dengan hasil penelitian action research sebagai berikut: 1. Bagi siswa, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write

(TTW) membawa dampak positif pada kemampuan pemahaman konsep dan

komunikasi matematik siswa, dalam arti proses dan hasil belajar (kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik) siswa meningkat.

2. Bagi guru, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) dalam pembelajaran dapat digunakan guru sebagai acuan untuk

(41)

persamaan linier dua variabel oleh siswa, mengetahui tingkat kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa (tinggi, sedang dan rendah) sehingga akan mempermudah pembagian kelompok.

3. Bagi pembelajaran, model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) dapat diterapkan pada setiap materi pelajaran Matematika,

terutama pada materi Matematika yang menuntut pembelajaran dalam kelompok.

5.3. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

• Bagi guru, agar mempertimbangkan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar (kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik). Mengingat, model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) ini dapat meningkatkan proses pembelajaran yang

dilakukan guru dalam membelajarkan Matematika. Agar model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) ini dapat terlaksana dengan baik, maka guru harus :

• Menguasai materi pelajaran.

Memahami model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW). • Berkonsultasi dengan ahli yang memahami model pembelajaran

kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW)

(42)

pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW).

• Bagi siswa, agar dapat meningkatkan aktivitasnya dalam kegiatan

pembelajaran agar terjadi pembelajaran yang berfokus pada siswa atau student centered. Dengan demikian apabila aktivitas siswa ini terjadi seperti yang diharapkan maka pastinya akan meningkatkan kualitas pembelajaran. • Bagi sekolah, agar mendukung terhadap perkembangan inovasi pembelajaran

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, Bansu Irianto. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMPMelalui Strategi Think Talk Write. Tersedia pada : http://yourfavorite.com. Diakses pada 15 april 2012

. 2004. Kontribusi Aspek Talking dan Writing dalam Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Matematika dan Kontribusinya terhadap Peningkatan Kualitas SDM dalam Menyongsong Era Industri dan Informasi, 15 Mei 2004, Bandung.

.2009. Komunikasi Matematik. Banda Aceh: Yayasan Pena.

Arikunto, S. 1996, Prosedur Penelitian. (Suatu Pendekatan dan Praktek), Jakarta : PT. Rineka Cipta.

2002. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Bloom, B.S .1971. Handbook on Formative and Sumative Evaluation of

Student Learning. New York : Mc. Graw Hill Book Company.

Cockroft, W.H. 1986. Mathematics Counts. London: HMSO.

Dahar, Ratna Willis, 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaa, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

________, 1998. Teori-teori Belajar. Jakarta : Depdikbud

Depdiknas. 2003. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Dimyanti dan Mudjiono, 1999 : Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rinoke Cipta

Hamzanwadi. 2009. Model-Model Pembelajaran Matematika, (Online), (http//hamzanwadi.blogspot.com/2009/02/model-model-pembelajaran-matematika.html, diakses 9 Februari 2010)

(44)

Menekankan pada Representasi Matematik. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: UPI Bandung.

Hasanah, A. 2004. Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share dikelas VIII SMP Raden Fatah Batu. (Online),(http://student-research.umm.ac.id.html, diakses 20 Juni 2010)

Herdian. 2011. Model Pembelajaran TTW (Think-Talk-Write),

(http://herdy07.wordpress.com/tag/model-pembelajaran-ttw-think-talk-write/, diakses 23 November 2011).

Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru, Jakarta: Rajawali Pers.

National Council of Teacher of Mathematics. 1990. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM

. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

... , 1996. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM

Russeffendi. 1988. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

. . .1991. Pengantar Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA, Bandung : Tarsito

1998. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-eksakta Lainnya. IKIP Semarang Press: Semarang.

. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Soedjadi, R., 1995. Memantapkan Matematika Sekolah Sebagai Wahana Pendidikan dan Pembudayaan Penalaran (Makalah). Disampaikan Pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika FPMIPA-IKIP Medan.

(45)

Suherman, E dan Sukjaya, Y. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Bagaimana dikembangkan Pada Siswa Sekolah Dasar dan Menengah. Makalah disajikan pada Seminar Sehari di Jurusan Matematika ITB, Oktober 2003.

Sumarno, U. 1987. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi. FPS IKIP. Bandung: tidak dipublikasikan

Suparno, P. 1997. Filsafat konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kansius.

Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Belajar. Cetakan ketiga. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.

Suyitno, Amin. 2004. Dasar-Dasar Dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Jurusan Matematika UNNES

Tim Pelatih Proyek PGSM. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Depdikbud: Jakarta.

Tim Dosen MKPBM. 2001, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia.

Trianto, 2001, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Kencana Predana Media Group : Jakarta

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Prestasi Pustaka.

Widjaja, H.A.W. 2000. Pengantar Studi Ilmu Komunikasi. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta

Gambar

Grafik 4.1 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ................................   Grafik 4.2 Tingkat Kemampuan Pemahaman Konsep Siklus I   .............
Gambar 1.1. Jawaban Tes Pemahaman Konsep Siswa
Gambar 1.2.Jawaban Tes Komunikasi Siswa

Referensi

Dokumen terkait

198.951.000,00.- (Seratus Sembilan Puluh Delapan Juta Sembilan Ratus Lima Paluh Satu Ribu Rupiah) Termasuk. PPN

Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/XI/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai

Suku bangsa di Indonesia yang beragam menghasilkan kebudayaan yang beranekaragam pula, seperti bahasa, kesenian (tari dan lagu), pakaian, bentuk rumah, bentuk senjata, dan alat

Menurut anda ketika anda menyaksikan Program Tayangan 86 di Net Tv ada keinginan untuk merubah perilaku sesuai dengan isi pesan mengenai pelanggaran hukum yang di tayangkan

PENGARUH PEMBELAJARAN LEDGER-LINE DRILL TERHADAP PENGUASAAN GERAK DASAR LARI SPRINT PADA SISWA KELAS VII DI SMP 1 CIBINGBIN

Sehingga para anggota rapat tidak perlu takut tidak ke bagian jalur transmisi karena dengan penambahan acces point tersebut daya tampung semakin besar, para anggota juga cukup duduk

Untuk masing-masing proses pentransferan da- ta menggunakan rumus pada proses perhitungannya, yaitu dengan cara membagi ukuran data dengan waktu transfer yang didapat.

dianggap tepat untuk menggambarkan mengenai keadaan di lapangan yaitu.. mengenai materi apa saja yang dipelajari pada kegiatan ekstrakurikuler seni. tari, bagaimana pelaksanaan