• Tidak ada hasil yang ditemukan

TENDENSI DAN TRADISI DALAM TEORI-TEORI PENDIDIKAN KONTEMPORER. Ansar Dosen Universitas Negeri Gorontalo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TENDENSI DAN TRADISI DALAM TEORI-TEORI PENDIDIKAN KONTEMPORER. Ansar Dosen Universitas Negeri Gorontalo"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TENDENSI DAN TRADISI DALAM TEORI-TEORI PENDIDIKAN KONTEMPORER

Ansar

Dosen Universitas Negeri Gorontalo

Abstrak

Teori belajar akan banyak membantu bagaimana mengembangkan konsep-konsep pengajaran, yakni menyusun strategi pengajaran atas dasar prinsip dan kaidah-kaidah yang ada dalam teori belajar. Pengalaman praktis maupun teoritis yang dibutuhkan oleh para pendidik berkembang kepada bentuk teori baru yang diturunkan dan teori belajar. Konsep pengajaran timbul dalam usaha merencanakan pengajaran agar lebih sistimatis berdasarkan teori dan prinsip yang telah teruji secara ilmiah. Konsep pengajaran dikembangkan berdasarkan teori-teori belajar. Konsep pengajaran sebagai bagian dari teori pendidikan seperti halnya teori kurikulum, penyuluhan, administrasi pendidikan, evaluasi pendidikan dll. Dengan demikian, teori belajar secara ideal mencakup secara luas mengenai kenapa perubahan-perubahan belajar dan mencakup secara luas mengenai prinsip-prinsip praktis mencakup bagaimana prosesur-prosedur perubahan itu terjadi.

Kata kunci: belajar, pendidik, sistimatis, kurikulum, penyuluhan, administrasi pendidikan, evaluasi pendidikan dan perubahan-perubahan belajar.

A. Pendahuluan

Dimasa yang akan datang tantangan bagi penyelenggaraan sistem pendidikan akan semakin sulit. Dimana mereka harus bisa membuat lembaga mereka diminati oleh publik. Dari banyaknya lembaga pendidikan yang ada, mereka pasti memiliki lembaga pendidikan yang kualitasnya baik. Aspek kualitas itu dilihat dari guru dan mata pelajaran yang dibuat sesuai dengan tuntutan kebutuhan di masyarakat. Untuk itu para pembaharu pendidikan harus memahami lembaga dan cara mengoperasikannya. Ini tidak dimaksudkan pada orientasi kepemimpinan tapi lebih ditekankan pada pentingnya memahami aspek sejarah, sosiologi dan ekonomi dari sekolah.

Apabila seseorang belajar maka setidak-tidaknya untuk waktu tertentu berubah dalam kesediaannya memperlakukan lingkungannya. Belajar adalah proses yang aktif, suatu fungsi dari keseluruhan lingkungan di sekitarnya. Apabila kita berbicara mengenai belajar berarti membicarakan bagaimana tingkah laku itu berubah melalui pengalaman dan latihan.

Dari uraian di atas kata kunci dari definisi belajar adalah perubahan tingkah laku. Perubahan yang disadari dan timbul akibat praktek, pengalaman, latihan bukan

(2)

secara kebetulan. Teori belajar pada dasarnya mencari jawahan atau mengkaji pertanyaan mengapa perubahan-perubahan itu terjadi, bukan mengkaji bagaimana perubahan itu.

Terbentuknya tingkah laku sebagai hasil belajar mempunyai tiga ciri pokok yakni:

(a) Tingkah laku baru itu berupa kemampuan aktual dan potensial (b) Kemampuan itu berlaku dalam waktu yang relatif lama dan (c) Kemampuan baru diperoleh melalui usaha.

Teori belajar akan banyak membantu bagaimana mengembangkan konsep-konsep pengajaran, yakni menyusun strategi pengajaran atas dasar prinsip dan kaidah-kaidah yang ada dalam teori belajar.

Pengalaman praktis maupun teoritis yang dibutuhkan oleh para pendidik berkembang kepada bentuk teori baru yang diturunkan dan teori belajar. Hal ini menggambarkan adanya hubungan antara teori belajar dengan konsep pengajaran. Konsep pengajaran timbul dalam usaha merencanakan pengajaran agar lebih sistimatis berdasarkan teori dan prinsip yang telah teruji secara ilmiah.

Konsep pengajaran dikembangkan berdasarkan teori-teori belajar. Definisi Gordon mengenai teori pengajaran yang telah diterima secara luas adalah seperangkat pernyataan berdasarkan penelitian yang dapat diulang dan terpercaya yang memungkinkan seseorang meramalkan bagaimana perubahan perubahan tertentu dalam lingkungan pendidikan dapat mempengaruhi belajar siswa. Beauchamp menyebut konsep pengajaran sebagai bagian dari teori pendidikan seperti halnya teori kurikulum, penyuluhan, administrasi pendidikan, evaluasi pendidikan dll.

Dengan demikian, teori belajar secara ideal mencakup secara luas mengenai kenapa perubahan-perubahan belajar dan mencakup secara luas mengenai prinsip-prinsip praktis mencakup bagaimana prosedur perubahan itu terjadi.Dalam penyusunan teori belajar dan konsep mengajar dapat dilakukan melalui enam pendekatan berikut:

1. Menghubungkan dan mengintegrasikan hasil-hasil suatu studi dengan hasil studi lainnya yang menggunakan cara dan prosedur yang sama.

2. Mensintesiskan penemuan yang saling berhubungan dengan cara mempelajari beberapa model miniatur yang difokuskan pada penelitian proses atau sub proses belajar.

3. Menghubungkan hasil-hasil penemuan dengan teori-teori yang lebih komprehensif agar diperoleh teori belajar yang komprehensif pula. Teori belajar yang komprehensif minimal termasuk; persepsi, kemampuan dan motivasi.

4. Mewujudkan kesepakatan untuk membangun satu teori yang diterima bersama sebagai kerangka dasar untuk mengembangkan teori belajar yang komprehensif.

(3)

5. Berdasarkan pendekatan keempat di atas muncul aliran-aliran dan pandangan belajar yang berbeda sehingga terjadi persaingan satu sama lainnya, menuju kepada teori belajar komprehensif.

6. Pendekatan yang berorientasi kepada penelitian belajar yang terintegrasikan dengan teori ilmu prilaku manusia seperti Sosiologi, Antropologi, Ekonomi dsb.

Keenam pendekatan tersebut terlihat hampir dalam setiap tahap perkembangan sejarah pendidikan yang dimulai pada akhir abad ke-19. Ada empat periode, pengembangan teori belajar dan konsep mengajar yakni:

1. Akhir abad ke-19 yang ditandai dengan timbulnya pendidikan sebagai ilmu. 2. Periode pertama abad ke-20 yang melahirkan beberapa aliran pendidikan yang

saling bersaingan.

3. Periode tahun 1930-1950 yang ditandai dengan teori belajar dan konsep mengajar komprehensif.

4. Periode pertengahan abad ke-20 yakni periode yang ditandai dengan banyaknya pedagog mengadopsi pendekatan model miniatur dalam menyusun teorinya.

Teori pendekatan belajar modern sebenarnya dimulai dari pemikiran Thorndike, sehingga perlu ditelusuri terlebih dahulu falsafah yang digunakan Thorndike yakni "hedonisme" dan "asosianisme". Kedua pemikiran tersebut mendasari konsepsi Thorndike dalam menganalisis tingkah laku terutama yang menyangkut motivasi dan proses belajar.

Pandangan pertama menyatakan bahwa tingkah laku manusia dan hewan diarahkan kepada tujuan untuk meningkatkan kepuasan dan menghindari penderitaan. Pemikiran inilah yang terkandung dalam pandangan hedonisme dalam melihat prilaku manusia. Mengingat pada manusia ada kekuatan akal atau rasio maka pemikiran hedonisme didasarkan kepada kemampuan intelektualnya, berbeda dengan tingkah laku hewan yang tidak mendasarkan akal pikirannya.

Seperti ditemukan oleh Demokritus bahwa naluri manusia dan hewan hendaknya dipisahkan dari pertimbangan moral. Perbedaan naluri hewan dengan naluri manusia terletak dalam kekuatan penalarannya, pada hewan tidak menggunakan pertimbangan intelektual. Pandangan lain yang mengandung makna hedonisme dikemukakan Darwin.

Menurut Darwin aspek penting dari prilaku atau karakteristik suatu makhluk adalah nilai survivalnya. Melalui seleksi waktu dan seleksi alam hanya yang paling kuat akan tetap hidup dan mampu bertahan. Atas dasar pemikiran ini, Spencer menambahkan aspek kenikmatan dan penderitaan. Melalui seleksi alamiah, makhluk cenderung akan menjalin hubungan antara hal-hal yang membantu survival dengan hal-hal yang menimbulkan kenikmatan.

Adalah nikmat untuk makan, oleh karenanya makan diperlukan untuk bertahan. Makanan manis lebih bermanfaat daripada makanan pahit. Oleh

(4)

karenanya akan memilih makanan manis (nikmat) dan menghindari makanan pahit (penderitaan). Dengan demikian setiap organisme melakukan prilaku yang menguntungkan hidupnya.

Pandangan kedua adalah asosianisme yang menyatakan bahwa pikiran dan ingatan manusia adalah asosiasi unsur-unsur mental. Melalui kesamaan, kebalikan atau keberlanjutan, suatu ide akan dihasilkan oleh ide lain. Misalnya kata meja akan diikuti dengan kata kursi sebab ada keterkaitan. Hitam dengan putih karena berlawanan.

Asosianisme ditemukan oleh Thomas Hobes kemudian dikembangkan oleh John Lock, James Mill, John Stuart. Menurut Lock, filsuf dari Inggris, pikiran pada waktu manusia lahir adalah tabularasa atau lem-baran kosong, yang nantinya akan diisi oleh pengalaman-pengalaman selama perjalanan hidupnya. Oleh sebab itu pengalaman sangat penting bagi kehidupan manusia. Pengalaman diperoleh melalui pancaindra. Dunia luar ditangkap melalui pancaindra lalu diteruskan kedalam jiwa manusia dalam bentuk ide-ide.

Beberapa ide disatukan melalui asosiasi (the association of ideas), sehingga membentuk ide yang lebih kompleks yakni ide campuran. Menurut Lock jiwa itu pada hakekatnya adalah gabungan ide campuran. Sebagai konsekwensi dari teorinya mengenai tabularasa, Lock mengemukakan bahwa tingkah laku manusia pada hakekatnya dipelajari. Dengan kata lain dapat diperoleh melalui proses belajar. Gagasan Lock kemudian dilanjutkan oleh James Mill. la membedakan antara pancaindra (sensasi) dengan ide.

Ide menurut James Mill adalah salinan dari penginderaan yang muncul dalam ingatan manusia. Ide ini dapat dihubungkan satu sama lain yang disebut asosiasi. Kuat lemahnya asosiasi ditentukan oleh tiga hal yakni ketepatan, kepastian dan fasilitas, yang mendukung asosiasi tersebut.

John Stuart berpendapat bahwa bentuk proses kimia mental terjadi dalam bentuk ide-ide. Ide sederhana diperoleh dari sensasi dan ingatan. Sedangkan ide yang kompleks dibentuk oleh berbagai kombinasi ide sederhana. Pemikiran ini menjadi dasar bagi teori belajar dan konsep mengajar.

Asosianisme dan hedonisme mewakili dua dari dasar falsafah teori belajar. Sering dasar ini tidak disebut secara explisit oleh para ahli pendidikan yang menggunakannya.

B. Pendidikan sebagai Ilmu

Pendidikan sebagai ilmu, menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan teori-teorinya. Sebagai ilmu konsep-konsep, prinsip-prinsip, generalisasi yang terdapat di dalamnya harus telah teruji dan dapat dipercaya serta dapat digunakan dalam menjelaskan, membedakan, meramalkan dan mengontrol fenomena yang dapat diamati. Perkembangan pendidikan kepada tingkat ilmu menimbulkan pertanyaan seberapa jauh proposisi-proposisi yang ada dalam pendidikan dapat diuji seperti hal-nya dengan ilmu-ilmu lainnya.

(5)

1. Mengumpulkan data yang bcnar

2. Menggunakan metodologi yang benar dan tepat 3. Membentuk teori yang sahih dan

4. Dapat membuat ramalan yang tepat.

Teori seperti yang dikemukakan oleh N.R. Campbell diartikan sebagai perangkat proposisi (pernyataan ilmiah) yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai alat untuk menjelaskan, membedakan, meramalkan dan mengontrol fenomena yang dapat diamati.

Teori juga dapat dipahami sebagai serangkaian konsep, definisi dan proporsi yang saling berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena (Singarimbun, 1982: 25). Lebih sederhana Ihalauw (2000: 92) merumuskan teori sebagai sebuah sistem dalil-dalil atau sebuah rangkaian terpadu antar dalil.

Definisi ini bukanlah satu-satunya sebab masih banyak definisi lain mulai yang sederhana sampai kepada yang umum. Di samping teori ada juga hipotesis yakni pernyataan mengenai hubungan yang diharapkan antara variabel-variabel. Berbeda halnya dengan teori, hipotesis tidak perlu berasal dari proposisi yang telah terorganisir namun tetap perlu ada hubungan antara teori dan hipotesis. Pernyataan hipotesis dapat berbentuk salah satu dari dua katagori yakni (a) hubungan bersifat korelasional dan (b) hubungan bersifat kausal.

Model sering juga digunakan dalam pembentukan suatu tcori. Model adalah pengkonkritan suatu teori atau gambaran proses-proses dan variabel-variabel yang tercakup dalam teori yang bersangkutan. Suatu model dikatakan memadai apabila model memiliki kesanggupan menghasilkan data yang sama seperti obyek yang sesungguhnya. Artinya model harus dapat menyerupai obyek sebagaimana nyatanya. Ada tiga jenis model yang paling banyak digunakan dalam pendidikan yakni model fisik/model ikonik, model matematik dan model komputer.

Paradigma adalah suatu acuan dasar atau rencana verbal dalam bentuk diagram untuk menggambarkan atau menjelaskan ciri-ciri dasar dari fenomena yang sedang dipelajari dan terutama berfungsi sebagai penunjuk bagi pelaksanaan suatu penelitian. Dengan kata lain paradig-ma adalah cara berpikir atau kerangka berpikir untuk suatu penelitian.

Hukum dan prinsip. Hukum adalah pernyataan variabel-variabel yang kemungkinan terjadinya begitu tinggi sehingga hubungan itu dapat diperhitungkan sebagai sesuatu yang dapat diandalkan. Prinsip adalah suatu pernyataan mengenai hubungan variabel-variabel yang diduga kuat mempunyai bukti empiris tetapi tidak sekuat seperti halnya hukum.

Konstruk adalah suatu keadaan perwujudan yang sipatnya tidak bisa secara langsung atau secara otomatis disimpulkan secara empiris, sebab hanya bisa digambarkan dengan suatu jaringan kerja yang utuh. Misalnya konstruk intelegensi, motivasi dll. Istilah-istilah di atas perlu dipahami sehubungan dengan

(6)

pembentukan suatu teori dan pcnggunaannya di samping banyak ditemukan dalam pembahasan teori belajar dalam buku ini.

Pembentukan suatu teori dalam berbagai disiplin ilmu termasuk pendidikan menempuh dua pendekatan yakni pendekatan deduksi dan induksi (deduktif dan induktif). Pendekatan deduktif dalam membangun suatu teori menggunakan aturan-aturan yang rasional dan konsisten, logis dan sistimatis tetapi pembuktian secara empiris masih perlu dipertanyakan. Pendekatan ini bekerja dari atas ke bawah, artinya membuat teori dari generalisasi yang masuk akal kemudian diuji kebenarannya melalui data empiris misalnya dengan eksperimen. Sedangkan pendekatan induktif terjadi sebaliknya yakni dimulai dari fakta empiris menuju kepada generalisasi yang bersipat umum. Dengan dcmikian bekerjanya dari bawah ke atas. Artinya dimulai dari data dan fakta khusus yang telah teruji kemudian menarik aturan-aturan pada sistem yang lebih tinggi scbagai generalisasi teori.

Kedua pendekatan ini banyak digunakan oleh para ahli pendidikan. Pemilihan pendekatan mana yang digunakannya bergantung kepada keyakinan yang dimiliki para ilmuwan yang bersangkutan mengenai kebutuhannya dalam bidangnya masing-masing. Untuk melakukan usaha verifikasi suatu teori ilmiah digunakan tiga macam pengujian yakni syntax, semantik dan parsimony.

Syntax atau kalimat adalah studi mengenai hubungan antar tanda. Artinya melibatkan serangkaian aturan-aturan kalimat dalam menyusun konstruk-konstruk teorinya kemudian mengujinya apakah aturan-aturan tersebut konsisten dan masuk akal. Aturan tersebut bisa dalam bentuk matematik atau dalam bentuk verbal.

Semantik adalah istilah yang menunjuk kepada arti dari istilah-istilah yang digunakan dalam teori untuk menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Semantik merupakan studi mengenai hubungan lambang-lambang dengan objeknya. Hal ini diperlukan mengingat suatu teori harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diuji.

Parsimony atau kecermatan, adalah istilah yang digunakan bila dihadapkan pada suatu teori yang sama-sama memiliki nilai. Misalnya sama-sama shahih dalam hal syintax dan semantik maka teori yang paling sederhanalah yang diambil.

C. Teori Belajar Periode Tahun 1900-1930

Setelah pendidikan muncul sebagai ilmu pada akhir abad ke-19 timbul beberapa konsepsi dan aliran pendidikan yang saling bersaing satu sama lain untuk mendapatkan pengaruhnya tcrhadap studi pendidikan lebih lanjut. Ada lima aliran pendidikan pada masa tahun 1900-1930 yakni strukturalisme, fungsionalisme, behaviorisme, psikologi gestalt dan psikoanalisa.

(7)

Strukturalisme merupakan psikologi model Wundt yang dibawa oleh Edward Titchener ke Amerika. la mendirikan laboratorium psikologi yang pertama di Amerika yaitu di Cornell University. Dalam penelitian dan percobaannya ia menekankan perlunya analisis kesadaran menjadi unsur-unsur yang disebutnya struktur. Menurut pendapatnya pendidikan merupakan ilmu murni bukan ilmu terapan.

Kawanannya adalah manusia normal. Titchener menganalisis dan mengidentifikasi kesadaran manusia. Asumsi yang digunakannya adalah bahwa kesadaran yang kompleks terdiri dari unsur-unsur atau elemen dasar dan kombinasi dari unsur dasar itu, yang secara bersama membentuk pengalaman kognitif, seperti persepsi, imajinasi, emosi dan pikiran. Inti dari pengalaman adalah kombinasi tiga unsur yakni sensasi, imajinasi dan afeksi. Titchener adalah salah seorang murid Wundt. Oleh sebab itu teori dan pemikiran Titchener melanjutkan pemikiran-pemikiran Wundt.

Menurut Wundt jiwa itu seperti air, selalu aktip dan berubah terus. Pandangan ini menyebabkan timbulnya teori aktualitas, yakni jiwa itu adalah aktual, gejala yang langsung, bukan gejala buatan. Dalam proses mental terdapat beberapa hukum mental yang menurut Wundt dikategorikan menjadi tiga hukum yakni

(a) hukum resultan psikis atau prinsip sintesa kreatif, yakni setiap gejala psikis yang kompleks selalu mempunyai sipat-sipat dasar elemennya.

(b) hukum hubungan psikis yaitu bahwa sebuah elemen kesadaran akan mempunyai arti dalam hubungannya dengan elemen-elemen psikis lainnya (c) hukum kontras psikis, yaitu bahwa elemen-elemen kesadaran atau konten

psikis yang paling berlawanan justru saling memperkuat satu sama lain. Meka-nisme dari proses hukum tersebut di atas adalah asosiasi.

Asosiasi inilah yang menurut Wundt menjadi prinsip dasar hubungan antar elemen kesadaran. Selanjutnya Wundt mengajukan empat jenis asosiasi yakni: (a) asosiasi persepsi langsung yakni pencampuran/peleburan dua elemen kesadaran

menjadi satu kesatuan yang dominan

(b) asimilasi yakni lingkungan dua elemen yang saling kontras (c) komplikasi yaitu asimilasi antara indra-indra yang berbeda

(d) asosiasi memori yaitu asosiasi yang tidak terjadi segera tetapi terjadi dalam ingatan, melalui elemen-elemen yang telah ada dalam ingatan. Mengenai apersepsi Wundt membaginya menjadi tiga katagori yakni apersepsi sebagai gejala, apersepsi kognisi dan apersepsi sebagai kegiatan.

2. Fungsionalisme

Penemu fungsionalisme adalah John Dewey, yang diikuti oleh James Angell, Harvey Carr, dll. Mereka menaruh perhatian terhadp fungsi pengalaman dalam membantu individu mengadaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kawasan fungsionalisme meliputi kegiatan manusia dan hewan.

(8)

Mereka menerima introspeksi sebagai metode studinya, tetapi mereka juga menekankan kebutuhan akan pengamatan objektif yang terkontrol. Mereka sangat terpengaruh oleh pendapat Darwin bahwa spesis bertahan dan menghasilkan keturunan karena keberhasilannya mengatasi kebutuhan lingkungan yang berubah. Aliran fungsionalisme mempelajari fungsi dari tingkah laku atau proses mental, bukan hanya mempelajari struktumya. Oleh sebab itu perhatiannya kepada aktivitas psikologis dan tujuan dari ak-tivitas tersebut. Dua aspek lain dari fungsionalisme ialah:

a. hal-hal yang bersifat "common sense" tidak ditolak secara katagoris, tetapi dianggap sebagai informasi ilmiah yang timbul.

b. tidak ada per-bedaan antara psikologi mumi dan psikologi terapan. Sesuai dengan namanya, aliran ini mempelajari fungsi dari tingkah laku atau proses mental bukan hanya mempelajari strukturnya.

Oleh karena itu perlu digunakan metode observasi tingkah laku. Ada dua macam observasi tingkah laku yakni metode phisiologis yang menguraikan tingkah laku dari sudut anatomi dan metode variasi kondisi yang mempelajari tingkah laku dari sudut psikologis. Sedangkan metode introspeksi digunakan sebagai pelengkap metode observasi.

Pemikiran Dewey sebagai penemu aliran fungsionalisme di Amerika, sangat mengutamakan pragmatisme, yakni memberi tekanan kepada apa kegunaan daripada jiwa atau tingkah laku tersebut. Pemikiran ini membawa pengaruh yang kuat terhadap pendidikan. Dalam bidang pendidikan ia menganjurkan metode belajar "learning by doing". Dewey berpendapat untuk mempelajari sesuatu tidak perlu mempelajari teori yang banyak, tapi harus langsung melakukan apa yang hendak dipelajari tersebut. Untuk itu harus menguasai gerakan/perbuatan yang tepat agar dapat dipelajari secara sempuma. Sikap pragmatis Dewey didasarkan pada pemikiran filsafatnya yang berbunyi "Thinking man usually think about change" (manusia berpikir selalu tentang perubahan).

Dewey tidak percaya bahwa ada orang yang berpikir hanya untuk berpikir saja, tapi ada tujuannya. Tujuan ini adalah perubahan. Itulah sebabnya segala perbuatan selalu bertujuan. Tingkah laku (respon) dan rangsang (stimulus) adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Dengan demikian, stimulus dan respon dapat dipandang sebagai totalitas.

3. Behaviorisme

Aliran behaviorisme dimulai oleh John B. Watson. Menurut Watson prilaku yang seharusnya menjadi subjek psikologi bukan kesadaran akal (mind). Psikologi harus cukup luas untuk mcnampung prilaku dari semua organisme hidup. Metode introspeksi menurutnya tcrlalu subjektif bertitik tolak pada konsep rcfleks dari ilmu syaraf. Watson bcrpcndapat studi psikologi hendaknya mempelajari respon organisme tcrhadap stimuli. Muncullah formula "S - R" (stimulus-responc).

(9)

Watson berpendapat bahwa idcntifikasi unit S-R menyerupai refleks yang mcmbcntuk perilaku sederhana dan perilaku yang kompleks.

Walaupun beberapa perilaku dasar manusia diperoleh secara turun temurun, sebagian besar perilaku manusia dan hewan merupakan hasil belajar. Dengan demikian pusat perhatian pindah dari studi akal menjadi studi perilaku dengan tekanan khusus pada proses belajar, Watson bcrpendapat bahwa psikologi harus menjadi ilmu yang objektif. Psikologi harus mempelajari tingkah laku nyata (tingkah laku overt) di samping tingkah laku yang tidak nampak dari luar sepcrti berpikir dan beremosi. Tingkah laku yang tidak nyata disebutnya tingkah laku kovert.

Behaviorisme tidak menutup kemungkinan untuk mempelajari tingkah laku kovert sepanjang dapat diterangkan dalam perbuatan implisit. Berpikir menurut Watson adalah gerak bicara yang implisit atau bicara yang tidak nampak. Pengaruh Watson terhadap bidang pendidikan cukup penting. la menekankan pentingnya pendidikan dalam perkembangan tingkah laku.

la percaya dengan memberikan kondisioning tertentu dalam proses pendidikan, dapat membuat anak didik mempunyai sipat-sipat tertentu. Pengaruh lainnya terhadap psikoterapi, yakni penggunaan teknik kondisioning untuk menyembunkan kelainan tingkah laku.

4. Psikologi Gestalt

Aliran gestalt muncul dari psikolog Jerman - Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka, kemudian juga Kurt Lewin. Psikologi gestalt dimulai dengan studi tentang persepsi. Hal utama ditentukan adalah bahwa keseluruhan bukan hanya jumlah dari bagian-bagian. Jadi tidak benar bila memberikan penekanan pada unsur-unsur dasar fundamental.

Gestalt mengutamakan pada bentuk, konfigurasi atau bentuk-bentuk yang terlibat dalam pengalaman seseorang secara keseluruhan mengenai suatu situasi. Gestalt setuju dengan para penganut strukturalisme bahwa psikologi adalah studi tentang pengalaman, tapi mereka menganjurkan menggunakan pengamat yang telah dilatih sehingga dapat melaporkan persepsi apa adanya. Ada beberapa perbedaan antara gestalt dengan aliran behaviorisme.

Menurut Gestalt apa yang dilakukan manusia merupakan fungsi keturunan, sedangkan behaviorisme beranggapan bahwa apa yang dilakukan seseorang merupakan fungsi belajar.

Pengikut behaviorisme mengatakan bahwa belajar dapat dipelajari dalam unit-unit S - R, sedangkan pengikut Gestalt mengatakan bahwa kegiatan kognitif sangat kompleks dan perlu dipelajari secara keseluruhan, sehingga studi tentang belajar harus terdiri dari problem solving.

Aliran Behaviorisme dan Gestalt sering disebut aliran kontem-porer yang mengkritik aliran ortodoks dari Wundt. Perbedaannya kalau aliran behaviorisme tidak sependapat dengan kesadaran, tapi lebih menekankan kepada tingkah laku nyata. Sedangkan aliran Gestalt masih mengakui kesadaran namun tidak

(10)

terpisah-pisah dalam bentuk elemen, melainkan dalam bentuk yang utuh (totalitas). Ciri utama dari aliran gestalt adalah mempelajari gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas. Oleh karena itu gejala (fenomen) adalah data yang penting bagi psikologi Gestalt. Ini berarti Psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat phenomenologis yang menyatakan bahwa pengalaman haruslah dilihat secara netral tidak dipengaruhi oleh apapun. Gejala harus selalu dilihat dua hal yakni obyek dan arti. Keduanya (obyek dan arti) sulit dipisahkan.

Pengaruh Psikologi Gestalt terhadap pendidikan dan pengajaran sangat kuat. Belajar adalah insight atau pemahaman agar diperoleh meaningfull (penuh arti). Metode proyek atau metode unit adalah metode yang bertolak dari totalitas teori Gestalt. Demikian juga dalam kehidupan manusia, keseluruhan selalu memberi arti yang lebih bermakna daripada bagian-bagian.

5. Psikoanalisa

Psikoanalisa dikembangkan oleh Freud seorang bangsa Jerman keturunan Yahudi, lahir di Freberg tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal tahun 1939 di London. Freud mengemukakan konsep ketidak sadaran sebagai unsur utama dari perilaku manusia.

Freud melukiskan jiwa manusia seperti gunung es di lautan. Bagian yang muncul di permukaan adalah bagian yang terkecil yaitu puncak dari gunung es ter-sebut yang dalam hal ini adalah bagian kesadaran dari jiwa manusia. Agak di bawah permukaan laut disebutnya prakesadaran yang sewaktu-waktu dapat muncul kekesadaran. Bagian terbesar dari gunung es berada di bawah permukaan air, dalam hal ini adalah alam ketidak sadaran. Ketidak sadaran berisi dorongan-dorongan yang ingin muncul kekesadaran. Dorongan ini mendesak ke atas sedangkan tempat di atas sangat terbatas. Ego harus mengaturnya, dan jika ego tidak kuat menahan dorongan tersebut maka akan menimbulkan kelainan-kelainan tingkah laku.

Semua tingkah laku menurut Freud bersumber kepada dorongan yang terdapat di alam ketidak sadaran. Psikoanalisa dapat berfungsi sebagai teori kepribadian, sebagai metode terapi dan dapat berfungsi sebagai metode atau tehm'k analisa kepribadian. Sebagai teori kepribadian psikoanalisa menyatakan bahwa jiwa terdiri dari tiga sistem yakni id atau es, superego atau uber ich dan ego atau ich.

Id adanya dalam alam ketidak sadaran, yaitu dorongan primitif. Artinya dorongan yang belum dipengaruhi atau dibentuk oleh kebudayaan, dorongan untuk hidup dan mempertahankan kehidupan. Superego merupakan sistem kebalikan dari id yakni dorongan-dorongan yang dibentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan, pendidikan, lingkungan dll.

Dorongan-dorongan dari superego ini selalu berusaha menekan dorongan id sepanjang tidak sesuai dengan superego. Disinilah akan terjadi tekanan-tekanan antara dorongan yang berasal dari id dengan yang berasal dari superego. Ego adalah sistem di mana kedua dorongan dari id dan superego beradu kekuatan. Ego

(11)

berfungsi menjaga keseimbangan antara kedua kekuatan tersebut, sehingga tidak terlalu banyak dorongan dari id dimunculkan ke kesadaran.

Selanjutnya Freud mengemukakan bahwa untuk menyalurkan dorongan primitif yang tidak bisa dibenarkan oleh superego mempunyai cara penyaluran lain yang disebut mekanisme pertahanan. Mekanisme ini berguna untuk melindungi ego dari ancaman dan desakan id yang tidak diizinkan muncul oleh superego.

Ada sembilan mekanisme pertahanan yakni:

1. Represi (menekan sesuatu di alam ketidak sadaran supaya tidak muncul dialam sadar);

2. Reaksi, kebalikan dari represi; 3. Proyeksi;

4. Displacement (melampiaskan perasaan kepada pihak ketiga) 5. Rasionalisasi;

6. Supresi (tidak pernah dimunculkan ke alam sadar sebab bertentangan); 7. Sublimasi;

8. Konpensasi; dan

9. Regresi (mundur untuk menghindari kegagalan).

Lima aliran di atas mempengaruhi penelitian-penelitian pendidikan pada awal abad ke-20, namun pengaruhnya mulai berkurang pada tahun 1930 sebab penelitian-penelitian pendidikan selanjutnya lebih memusatkan perhatian kepada masalah proses sentral pendidikan seperti belajar, motivasi, persepsi.

Teori-teori belajar komprehensif menjadi kekuatan baru yang dominan dalam perkembangan selanjutnya.

Pola yang berkembang antara lain:

(a) pendidikan mengutamakan penelitian dan percobaan-percobaan (b) tekanan studi pendidikan menggunakan observasi prilaku (c) tekanan kepada pentingnya proses belajar

(d) analisis S-R dalam studi prilaku dan

(e) penelitian tentang belajar merupakan upaya ilmu dasar bukan sekedar ilmu terapan.

D. Teori Belajar Periode Tahun 1930-1950

Clark L. Hull pada tahun 1934 untuk pertama kalinya mengemukakan ide mengenai teori belajar dan konsep mengajar komprehensif yang banyak mempengaruhi penelitian dan eksperimen-eksperimen teori belajar pada tahun 1930-1950. la berpendapat, bahwa adanya perbedaan pendapat di kalangan para ahli pendidikan dari berbagai aliran tidak perlu dipertahankan dan diperdebatkan. Hal ini tidak akan banyak membantu memperjelas pandangan untuk menghasilkan teori-teori yang paling tepat mengenai proses pendidikan.

(12)

la juga mengusulkan pentingnya pendekatan yang lebih sistematis dalam mengumpulkan data dan menyusun teori-teori pendidikan. Pendekatan yang diusulkan Clark L. Hull pendekatan hipotetis-deduktif.

Ada dua golongan besar teori belajar masa ini yakni golongan behavioristic yaitu teori belajar stimulus-respon atau conditioning theories dan golongan gestalt-field atau cognitive-field theories yaitu teori belajar kognitif. Kedua teori belajar ini di samping mempunyai perbedaan bahkan pertentangan juga mempunyai persamaan. Persamaan-nya terletak dalam hal pandangannya terhadap manusia sama-sama menggunakan pendekatan ilmiah, keduanya melakukan pendekatan psikologi. Sedangkan perbedaannya terletak dalam asumsi mengenai prilaku manusia.

Golongan behavioristic bertolak dari asumsi bahwa perilaku manusia bisa pasif dan bisa aktif. Pasif dalam pengertian bahwa perilaku manusia dikontrol oleh stimulusnya, dan aktif dalam pengertian tingkah laku manusia dikontrol oleh responnya. Sedangkan Golongan Cognitive atau Getalt Field berasumsi bahwa perilaku manusia sipatnya interaktif. Artinya perilaku manusia merupakan fungsi dari organisme dan lingkungannya (S-O-R). Disamping itu dalam golongannya sendiri kedua teori mempunyai keragaman pula. Misalnya dalam golongan behavioristic para pengikut K.W. Spencer dan peng-ikut B.F. Skinner dalam banyak hal tidak ada kesepakatan. Demikian juga pada golongan Gestalt-field pengikut Kurt Lewin dan Kurt Koffka mempunyai banyak perbedaan. Perbedaan dari kedua golongan teori di atas nampak dalam hal pandangan atas pendapatnya mengenai intelegensia, ingatan, praktek belajar, transfer dll.

1. Teori Stimulus-Respon

Aliran behavioristic pada hakekatnya didasarkan kepada asosianisme terutama asosianisme fisiologis dari Watson dan Adward L. Thorndike. Pendidikan Watson dikenal dengan behaviorisme, sedangkan Thorndike dikenal dengan koneksionisme. Keduanya dalam arti yang luas adalah behavioristic. Sekalipun pendidikan Watson dan Thorndike saat ini tidak lagi dalam bentuknya yang asli, namun banyak pendidik masa kini berorientasi kepada pendapat mereka. Mereka yang berorientasi kedua tokoh tersebut menamakan din kaum neobehaviorisme.

Di antara mereka yang terkenal adalah Albert Bandura, Gagne, Glasser, Neal Miller, B.F. Skinner, J.M. Stephens. Dalam arti yang luas golongan behaviorisme mencakup semua teori S-R bond atau konektionisme dan neobehaviorisme.

Teori Stimulus-Respon atau conditioning menekankan kepada analisis perilaku yang bersipat obyektif. Asumsi yang digunakan mengenai proses belajar adalah seseorang dapat mengerti proses belajar yang kompleks setelah ia mengerti proses belajar yang sederhana. Proses-proses yang sederhana diharapkan pula dapat menjelaskan proses-proses yang lebih kompleks. Kritik yang dilontarkan terhadap pandangan ini ialah bersipat sangat mekahistik dan otomatis.

(13)

Ada dua macam teori belajar conditioning yakni instrumental conditioning yang dikembangkan oleh Edward L. Thomdike dan classical conditioning yang dikembangkan oleh Ivan P. Pavlov. Menurut pandangan instrumental conditioning, perilaku dikontrol oleh akibatnya dan kita belajar melakukan hal-hal yang berakibat menyenangkan dan menghindarkan dari hal-hal yang kurang menyenangkan. Teori ini disebut teorio tipe respon (R-type theories).

Teori classical conditioning berpendapat bahwa seseorang akan bertindak atas rangsangan atau stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain perilaku dikontrol oleh stimulus. Teori ini disebut teori tipe stimulus (S-type theories). Skinner mencoba mengkombinasikan kedua pandangan ini dengan teorinya operant conditioning.

Behaviorisme masa kini berakar kepada empat pokok yakni:

(1) Instrospectionesme. Dimulai dari asosianistis yang dipimpin oleh John Locke dan Her-bart yang menitik beratkan perhatiannya kepada struktur mental, yakni menyangkut asosiasi dan koneksi dari ide-ide dalam pikiran (minds). Pemikiran ini berkembang menjadi strukturalisme dari Wundt di abad ke 20 yang merupakan awal dari behaviorisme, dengan menggunakan metode instrospeksi dan observasi.

(2) Physiologi. Pada akhir abad ke-19 studi psikologi banyak menaruh perhatian kepada fungsi-fungsi dalam tubuh. Kelompok ini disebut penganut physiological psychologis. Mereka memusatkan perhatian kepada obyek atau kejadian yang dapat ditangkap pancaindera. Metode instrospeksi digunakan untuk mengamati bentuk-bentuk tingkah laku. Eksperimen mulai dilakukan terhadap binatang untuk mendapatkan gambaran bagaimana bentuk tingkah laku sebagai hasil dari proses pendidikan. Ivan P. Pavlov dari Rusia, menulis tentang hasil dari penelitiannya terhadap seekor anjing. Karya Pavlov sangat berpengaruh di kalangan kaum behaviorisme.

(3) Koneksionisme Thorndike. Konseksionisme Thorndike berpangkal dari asosianisme Herbart dan psikologi fisiologi. Teorinya dikenal dengan S-R bond. Teori ini menyatakan bahwa melalui persyaratan respons-respons khusus dihubungkan dengan stimulus khusus. Pemikiran ini didasarkan kepada hasil percobaannya terhadap kueing lapar. Thorndike merumuskan hukum-hukura asosiasi yang dibedakan menjadi hukum mayor dan hukum minor.

(4) Behaviorisme Watson dan neobehavioristic. Behaviorisme Watson bersandar kepada karya Pavlov. la menegaskan bahwa sesuatu organisme yang hidup sebagai suatu me-kanisme yang mempertahankan dirinya. Sedangkan kaum neobehavioristic memberikan perhatian kepada respon daripada stimulus. Kaum neobehavioristic lebih sistimatik dibandingkan dengan Thorndike, lebih konsisten dan menurut pendapatnya tidak setiap kesadaran manusia memerlukan penelaahan.

(14)

Kebanyakan teori belajar aliran behaviorisme menekankan kepada instrumental conditioning atau clasical conditioning atau memodifikasi salah satu dari dua teori tersebut atau mengkombinasikan kedua teori menjadi satu teori baru.

2. Teori Psikologi Kognitife

Teori belajar kognitif atau teori gestalt menekankan kepada proses-proses intelektual yang kompleks seperti bahasa, pikiran, pemahaman, pemecahan masalah sebagai aspek utama dalam proses belajar. Mereka tidak setuju dengan proses-proses belajar sederhana sebagai dasar memperoleh penjelasan mengenai proses belajar yang lebih kompleks. Teori ini merupakan kritik terhadap teori belajar aliran behaviorisme yang diformulasikan dalam stimulus-respon (S-R). Pandang-an teori kognitif adalah bahwa tingkah laku individu dikontrol oleh kemampuan organisme dan lingkungannya, sehingga muncul paradigma utamanya stimulus-organisme-respon (S-O-R).

Gestalt Field atau cognitif field berasal dari Jerman pada awal abad ke-20. Ada empat pemimpin dalam perkembangan teori ini yakni Max Wetherimer, Wolfgang Kohler, Koffka, Kurt Lewin. Dasar pemikiran yang dikemukakan Wertheimer ketika memunculkan teori ini adalah keseluruhan yang terorganisasi adalah lebih bermakna dari bagian-bagian. Keseluruhan bukan pula perjumlahan dari bagian atau unsur-unsur.

Sejumlah hukum telah diciptakan oleh Wertheimer dan para pengikutnya, Hukum tersebut antara lain; pragnanz, similarity, proximity, closure, good continuation, dan membership character. Tentang pragnanz dikatakan bahwa jika bidang penerima sedang tidak terorganisasi maka akan menekan perintah atas bidang penerima dengan cara yang telah diramalkan Similarity berarti hal yang sama, akan cenderung membentuk persepsi kelompok. Proximity berarti kedekatan dari unsur-unsur kelompok menguntungkan persepsi.

Qosure berarti bahwa bidang atau wilayah yang tertutup lebih menguntungkan dari bidang yang tidak tertutup. Good continuation berarti bahwa dalam persepsi seorang cenderung melanjutkan garis lurus untuk membentuk daerah tertutup. Membership character berarti bahwa sesuatu bagian secara tersendiri tidak akan mempunyai karakter yang pasti, karakter akan jelas bila dihubungkan dengan keseluruhan.

3. Perbedaan Kedua Golongan

Ada beberapa perbedaan pandangan dari kedua golongan teori di atas terutama dalam melihat berbagai hal seperti lingkungan interaksi, pengalaman, motivasi, proses belajar, prilaku, proses berpikir dll.

(a) Lingkungan. S-R conditioning menyamakan lingkungan seseorang dengan psikologi orang itu. Lingkungan seseorang terdiri dari semua yang bersifat fisik dan sosial. Sedangkasn Gestalt Field berpendapat bahwa lingkungan

(15)

seseorang adalah sesuatu yang bersifat psikologis, yakni berupa kesan-kesan seseorang terhadap lingkungan itu.

(b) Interaksi. Interaksi dipakai untuk melukiskan proses hubungan yang berlangsung antar manusia dengan lingkungan. Aliran behaviorisme mengartikan interaksi sebagai rangkaian reaksi bergantian. Artinya dimulai dengan reaksi orang atau organisme terhadap stimulus. Orang menerima sti-mulus lalu memberi reaksi, sehingga intcraksi adalah sebab dan akibat. Sedangkan Gestalt berpendapat interaksi berlangsung serempak dan saling timbal balik.

(c) Pengalaman. Aliran behaviorisme kurang memberikan tempat terhadap masalah pengalaman. Mefeka hanya beranggapan bahwa pengalaman biasanya memberikan sesuatu secara mekanis. Sedangkan gestalt memperluas pengalaman sebagai interaksi bertujuan. Pengalaman adalah interaksi organisme dengan lingkungannya.

(d) Motivasi. Pengikut S-R mempersamakan manusia dengan mesin. la bekerja menurut aturan yang dirancang baginya. la tidak bekerja tanpa stimulus, sehingga motivasi merupakan gerakan yang bersyarat sebelum-nya, yang terdapat di dalam organisme berdasarkan S-R. Sedangkan gestalt memandang motivasi sebagai tujuan, harapan, niat dan maksud. Dorongan dan usaha organisme untuk mencapai tujuan dan harapan tersebut mengandung makna adanya motivasi.

(e) Belajar. Aliran behaviorisme memandang belajar sebagai kondisi atau reinfor-cement atau penguatan bagi prilaku. Belajar adalah suatu perubahan yang terus menerus dan prilaku yang timbul sebagai hasil dari persyaratan atau kondisi. Sifat proses belajar adalah mempelajari hubungan-hubungan stimulus-respon. Sedangkan gestalt memandang belajar sebagai pengembangan pemahaman. Pemahaman terjadi apabila seseorang berusaha mencapai tujuan, melihat cara-cara baru dengan menggunakan unsur-unsur dari lingkungannya.

(f) Prilaku. Bagi kaum behaviorisme, prilaku (behavior) mengandung arti teknis psikologi, yakni menyangkut kegiatan otot, kelenjar, yang semuanya harus teruji dan dapat diteliti. Belajar dan perubahan prilaku berdam-pingan dan saling berhubungan. Oleh karena itu setiap perubahan adalah belajar dan setiap belajar adalah perubahan. Lain halnya dengan gestalt. Istilah prilaku menurut gestalt mengandung arti perubahan, yakni perubahan pada din seseorang akibat hubungan dengan lingkungannya yang bermakna. Perubahan dan belajar dapat terjadi sendiri-sendiri namun pengamatan tetap diperlukan bagi perubahan prilaku sekaligus bukan satu-satunya prasyarat.

(g) Proses berpikir. Dalam pengertian yang luas berpikir mencakup semua proses mental seperti mengingat, berangan-angan, melamun sampai kepada kemam-puan berkreasi atau kegiatan kreatif yang bertujuan memecahkan masalah. Aliran behaviorisme lebih menekankan bahwa berpikir itu adalah prilaku yang terdiri dari verbal dan non verbal, terbuka maupun tertutup sebagai respon dari

(16)

stimulus. Sedangkan aliran gestalt menaf-sirkan berpikir sebagai proses pemantulan (reflective) di mana seseorang mengembangkan atau merubah pengertian dan pemahaman yang sudah teruji. Dengan demikian berpikir mengkombinasikan proses deduktif (menghimpun fakta dan proses generalisasi teori) untuk menguji hipotesis.

Perbedaan di atas baru sebahagian belum mencakup aspek-aspek lainnya. Perbedaan kedua aliran terutama disebabkan titik pandang yang berbeda dalam melihat prilaku manusia baik sumber yang meng-gerakkannya maupun proses timbulnya prilaku tersebut.

4. Teori belajar Komprehensif

Beberapa teori yang mendominasi pengumpulan data dan pem-bentukan teori-teori belajar komprehensif pada tahun antara 1930 dan 1940 adalah;

a. Koneksionisme dari Thorndike.

Edward L. Thorndike (1874-1949) adalah psikolog yang paling ber-pengaruh pada penelitian dan pembentukan teori belajar pada beberapa dekade dalam abad ini. Sekaligus merupakan tokoh yang berpengaruh pada psikologi pendidikan. Menurutnya belajar adalah proses pengu-atan dan pelemahan terhadap situasi dan bagaimana reaksinya yang secara prinsip disebutkan sebagai "law of effec". Tingkah laku terutama dipengaruhi oleh efek, yakni tindakan yang membawa kesenangan bertambah dan yang mengganggu berkurang.

b. Kondisioning-klasikal dari Pavlov.

Pada akhir abad ke-19 Thorndike menyusun teori belajar di Amerika Serikat, seorang fisiologis Rusia bernama Ivan P. Pavlov (1849-1936) menemukan "refleks psikis" pada percobaan memberi makna binatang (anjing) oleh staf penelitinya.

Setelah beberapa kali anjing diberi makan pada ruangan dan dengan kondisi tertentu, yang membuat anjing mengeluarkan air liur, maka anjing akan tetap mengeluarkan air liur pada saat peneliti masuk dengan kondisi yang sama walaupun tidak membawa makanan, Pavlov membedakan dua macam refleks yakni:

a) Refleks yang tidak berkondisi, yang dibawa organisme secara la-hiriah yang mempunyai respons tertentu akibat stimulus internal dan eksternal. b) Refleks yang berkondisi, adalah hasil dari pengalaman organisme dalam

hidupnya akibat kondisi tertentu, seperti pada percobaan anjingnya dalam "belajar" bereaksi terhadap peneliti yang masuk ruangan.la menganggap proses belajar yang kompleks dapat dimengerti dengan melihat proses belajar yang paling sederhana, yang dianggap sebagai dasardari proses belajar. Edwin R. Guthrie (1886-1959) bersama-sama Smith pada tahun 1921 memperkaya konsep Pavlov menjadi hubungan Stimulus-Respon dari konsep asalnya yaitu Refleks yang berkondisi. la juga mempunyai

(17)

kritik terhadap "law of effect" dari Thorndike yang dianggapnya terlalu memperhatikan hasil belajar daripada proses belajar. Jadi ia lebih menitik beratkan pada proses belajar.

Edward C. Tolman (1886-1959) mengusulkan teori "behaviorism yang purposif yang di dalamnya mencakup segi positif dari konsep behavioristik dan kognitif. la menganggap teori psikologi sebagai ilmu yang benar, harus membahas tujuan akhir dari suatu proses. la mengakui keberadaan tiga teori belajar yang bersaing (teori refleks yang berkondisi, teori trial-and-error, dan teori gestalt) dan juga kombinasi dari ketiga teori tersebut. la berpendapat melalui tingkah laku bertujuan, proses belajar bukanlah sesuatu situasi yang dapat diamati semuanya, tetapi proses nyata dari belajar terdiri dari operasi kognitif yang terpusat.

E. Penutup

Alangkah pentingnya kita berteori dalam praktek di lapangan pendidikan karena pendidikan dalam praktek harus dipertanggungjawabkan. Tanpa teori dalam arti seperangkat alasan dan rasional yang konsisten dan saling berhubungan maka tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan aji mumpung.

Hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati nilai-nilai agar mampu mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta pribadi sesuai dengan harkat nilai-nilai yang dihayati itu.

Daftar Bacaan

Afifuddin dkk. (2004). Administrasi Pendidikan. Bandung: Insan Mandiri Publishing.

Basuni (1973). Kode Etik Guru Indonesia. Jakarta: Dalam Pidato Pembukaan Kongres PGRI XIII.

Deese, J (1978) The Scientific Basis of the Art of Teaching. New York : Colombia University-Teachers College Press

Freire P. (2000). Pendidikan sebagai Proses; Surat Menyurat Pedagogis dengan Para Pendidik Guinea–Bissau. (Penerjemah; Agung Prihantoro). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Freire P. (2000). Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Freire yang lain Education For Critical Consciousness. New York: Continum 1989.

(18)

Gordon, Thomas (1974) Teacher Effectiveness Training. NY: Peter H. Wydenpub Publishing

Hamalik O. (1994). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bina Aksara Publishing.

Henderson, SVP (1954) Introduction to Philosophy of Education. Chicago: Univ. of Chicago Press

Langeveld, MJ, (l955), Pedagogik Teoritis Sistematis (terjemahan), Bandung, Jemmars

Rahmat A. (2006). Ilmu Pendidikan: Semua Orang adalah Guru dan Semua Tempat adalah Sekolah. Sukabumi: Patlot Press.

Referensi

Dokumen terkait

Nyeri sendi atau tulang5 kekakuan5 embengkakan5 injuri 3 atah tulang5 keseleo45 keterbatasan gerak5 enurunan kekuatan5 erubahan gaya berjalan5 erubahan koordinasi gerak5

 Lereng mesial cuspis bukal lebih pendek daripada lereng distal tepat berlawanan dengan keadaan pada premolar pertama atas, tetapi sama dengan caninus atas.  Fissura

hasil analisa kandungan pengawet dari 10 merk kecap yang diteliti dengan menggunakan metode penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah

Lebih dari 20% cell dengan nilai harapan > 5, kita tidak bisa menggunakan Chi Square test.

Misalnya daya pisah sebuah teleskop adalah 2”, artinya teleskop tersebut bisa melihat dua benda yang jarak pisahnya minimal 2”, jika ada dua benda dengan jarak pisah

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari pemeriksaan agregasi trombosit pada darah sitrat yang disimpan pada suhu refrigerator

Selain pembagian ini, terdapat juga kamus bantu untuk buku pelajaran, kamus digital (software) dan kamus online (laman web). Perkembangan ilmu pengetahuan yang kemudian

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu menyusun mekanisme pembagian manfaat dengan memperhatikan beberapa aspek penting sebagai berikut: adanya tolok ukur berdasar