• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setting Spasial Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh, Badung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Setting Spasial Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh, Badung."

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

SETTING

SPASIAL KAWASAN RUANG TERBUKA

PUBLIK PESISIR SESEH, BADUNG

I PUTU KARTIKA UDAYANA

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

TESIS

SETTING

SPASIAL KAWASAN RUANG TERBUKA

PUBLIK PESISIR SESEH, BADUNG

I PUTU KARTIKA UDAYANA NIM 1391861007

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

SETTING

SPASIAL KAWASAN RUANG TERBUKA PUBLIK

PESISIR SESEH, BADUNG

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Arsitektur

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I PUTU KARTIKA UDAYANA NIM 1391861007

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(4)

iii   

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 20 JANUARI 2016

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Arsitektur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

G.A.M. Suartika, ST, M.EngSc. Ph.D.

NIP 19691018 199412 2 001

Pembimbing I,

G.A.M. Suartika, ST, M.EngSc. Ph.D.

NIP 19691018 199412 2 001

Direktur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof.Dr.dr.A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K)

NIP. 19590215 198510 2 001

Pembimbing II,

Dr. Ir. I Made Adhika, MSP.

(5)

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 14 Januari 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

Nomor : 015/UN.14.4/DT/PMA/2016, Tanggal 14 Januari 2016

Ketua :

Gusti Ayu Made Suartika, ST., MEngSc. Ph.D.

Anggota :

1. Dr. Ir. I Made Adhika, MSP.

2. Dr. Ir. Ida Bagus Gde Wira Wibawa Mantra, MT.

3. Ni Ketut Pande Dewi Jayanti, ST., MengSc., PhD.

(6)

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : I Putu Kartika Udyana

NIM : 1391861007

Program Studi : Pascasarjana/Program Studi Arsitektur

Judul Tesis : Setting Spasial Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh, Badung

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan

Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 20 Januari 2016 Yang Membuat Pernyataan

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena telah

diberikan kesehatan dan keteguhan hati untuk menyelesaikan tugas akhir (Tesis)

ini pada saat yang tepat. Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam

mengikuti ujian tugas akhir guna mencapai gelar Magister Teknik Arsitektur.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk proses

penyempurnaannya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak dalam lingkup

Program Pascasarjana Universitas Udayana yaitu Bapak Prof. Dr. dr. Ketut

Suastika, Sp.PD.KEMD. selaku Rektor Universitas Udayana, Ibu Prof. Dr. dr. A.

A. Raka Sudewi, Sp.S (K) selaku Direktur Program Pascasarjana., Ibu Gusti Ayu

Made Suartika, ST., MEngSc. Ph.D selaku Ketua Program Magister Arsitektur,

beserta jajarannya. Terimakasih juga kepada dosen pembimbing, yaitu Ibu

G.A.M. Suartika, ST, M.EngSc, Ph.D selaku dosen pembimbing I, dan Dr. Ir. I

Made Adhika, MSP selaku pembimbing II yang selalu memberikan arahan,

bimbingan, dan memberikan motivasi selama proses penyusunan tesis ini. Selain

itu, terima kasih Penulis diucapkan kepada dosen penguji yaitu, Bapak Ir. Ida

Bagus Gde Wira Wibawa, MT, Ibu Ni Ketut Pande Dewi Jayanti, ST., MengSc.,

PhD., dan Ibu Dr. Ir. Widiastuti, MT serta dosen lainnya yang memberikan

bimbingan dan pembelajaran.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, yaitu

(8)

vii

dan dukungan selama proses penyusunan tesis ini. Tidak lupa juga rasa

terimakasih penulis ucapkan kepada Ni Putu Emy Darma Yanti, teman hidup yang

selalu memberikan dorongan semangat dalam penyusunan tesis ini, hingga bisa

terselesaikan sesuai dengan harapan.

Kepada Kepala Desa, petugas Balawista Pantai Seseh dan seluruh

masyarakat Desa Seseh, penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan informasi,

dan data yang terkait dengan proses penelitian ini. Selain itu kepada narasumber

lainnya yang telah bersedia memberikan bantuan berupa data dan informasi

terkait, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga memberi manfaat.

Denpasar, 20 Januari 2016

Penulis

I Putu Kartika Udayana

(9)

ABSTRAK

SETTING SPASIAL KAWASAN RUANG TERBUKA PUBLIK PESISIR

SESEH, BADUNG

Pesisir Seseh merupakan salah satu tujuan masyarakat untuk melakukan kegiatan ritual keagamaan, seperti melukat, nganyut, nyegara-gunung dan melasti. Pesisir Seseh juga sebagai area pendukung mata pencaharian warga Desa Seseh sebagai nelayan. Beberapa setting spasial di dalam wilayah penelitian menunjang beberapa fungsi sekaligus, sehingga fenomena ini dikhawatirkan akan menimbulkan konflik pemanfaatan di kemudian hari. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; (1) kondisi setting spasial yang ada di kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh; (2) pemanfaatan setting spasial di kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh; dan (3) kualitas ruang terbuka publik pada

setting spasial di kawasan Pesisir Seseh.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, kemudian untuk pemecahan masalah menggunakan tiga teori yaitu teori behaviour setting, teori ruang peristiwa dan teori kualitas ruang terbuka publik. Lokasi penelitian terletak di Pesisir Seseh, Desa Seseh, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari langsung dari lapangan melalui wawancara, observasi, dokumentasi foto dan sketsa. Data sekunder didapatkan melalui wawancara dengan Bendesa Adat Desa Seseh, Kepala Desa Cemagi dan beberapa warga di sekitar Pesisir Seseh. Analisis data dilaksanakan melalui deskripsi, klasifikasi, penyajian data, dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan.

Hasil dan pembahasan penelitian menemukan jawaban dari permasalahan yaitu; (1) secara keseluruhan tatanan spasial yang ada di Pesisir Seseh kondisinya cukup baik dan mampu mewadahi kebutuhan masyarakat terhadap ruang terbuka publik, khususnya kawasan pesisir. Ada dua jenis setting yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu setting alami dan setting buatan. Setting yang bersifat alami seperti batu karang, pasir, dan loloan. Setting buatan yaitu bangunan penunjang dan fasilitas umum di Pesisir Seseh meliputi area parkir, wantilan, dan tangga; (2) Pemanfaatan setting spasial dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yaitu aksesibilitas, ekonomi, ritual, rekreasi, interaksi. Pemanfaatan spot untuk kegiatan ekonomi cenderung akan memilih area yang luas, dan dekat dengan jalan, agar mudah diakses. Kegiatan dengan sifat privat yang dilakukan oleh beberapa pengunjung yang memiliki hubungan intim, cenderung dilakukan di area teduh dan agak jauh dari keramaian, dengan setting yang bisa dijadikan tempat duduk. Pedagang makanan akan memilih spot yang mudah diakses dan sangat dekat dengan jalan, sehingga memudahkan membawa barang dagangan. Kegiatan ritual berlangsung di Pura Keramat dan Pura Luhur Batubolong, dan dibarengi dengan pemanfaatan jaba pura apabila di dalam pura tersebut telah dipenuhi oleh

(10)

ix

peraturan yang berlaku di wilayah setempat. Ditinjau dari aspek interaktif, Pesisir Seseh yang mampu mewadahi kegiatan pengunjung, secara tidak langsung memenuhi kebutuhan berinteraksi yang terjadi antar-kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung di Pesisir Seseh. Ditinjau dari aspek subyektif, para pelaku kegiatan di Pesisir Seseh merasa nyaman dan puas apabila dalam beraktivitas tidak ada gangguan atau intervensi dari pihak lain untuk menghentikan aktivitas.

(11)

ABSTRACT

SPATIAL SETTING PUBLIC OPEN SPACE SESEH BEACH, BADUNG

Seseh Beach is one of beach destination to do rituals and purification, such as melukat, nganyut, nyegara-gunung and melasti. Seseh Beach also support people livelihood as fishermen. Several settings in the study area support several functions at once, so the phenomenom is feared to create conflict in the future. Therefore, this research aimed to determine; (1) the condition of spatial setting in the area of public open space Seseh Beach; (2) the use of spatial setting in the area of public open space Seseh Beach; and (3) the quality of public open space in spatial setting in Seseh Beach area.

This study used a qualitative method, and to solving problems it used three kinds of theories, namely the theory of behaviour setting, event space theory and the theory of public open space quality. The research is located in the Seseh Beach, Seseh Village, Mengwi District, and Badung Regency. The source data in this study consists of primary and secondary data. The primary data obtained directly from the field through interview, observation, photo documentation and sketch. Meanwhile, the secondary data was taken through interview with Bendesa

of Seseh Village, the chairman of Cemagi Village and some villagers near the Seseh Beach. Data then analysis through description, classification, data presentation, continued with conclusion.

(12)

xi

the Seseh Beach feel comfortable and satisfied if there is no interference in their activities or interventions of other parties to stop the activity.

(13)

RINGKASAN

Sebagai salah satu ruang terbuka publik, kawasan pesisir memiliki

berbagai keunikan yang mampu menjadi daya tarik bagi masyarakat. Keindahan

pantai dan ombaknya, pasir, kerang, panorama sunset dan sunrise, yang menakjubkan akan mengundang decak kagum siapapun yang melihatnya. Selain

sebagai kawasan perlindungan, sumber daya dan biota di pantai dapat

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Bagi

masyarakat sekitarnya, pesisir memegang peranan penting dalam kehidupan

mereka. Kawasan pesisir juga digunakan sebagai tempat bermukim bagi

masyarakat, yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan, petani garam

dan rumput laut.

Bagi masyarakat Bali, kawasan pesisir memegang peranan penting bagi

kehidupan beragama. Banyak prosesi dan ritual yang dilakukan masyarakat di

pesisir dengan tujuan menjaga keseimbangan alam. Dalam agama Hindu, dikenal

suatu upacara yang dinamakan yadnya yang bertujuan untuk menyucikan diri, sebagai ungkapan rasa terima kasih dan untuk menciptakan kehidupan yang

harmonis. Pantai Seseh, salah satu Pantai yang ada di Kabupaten Badung,

merupakan tujuan masyarakat untuk melakukan kegiatan ritual dan penyucian,

seperti misalnya melukat, nganyut dan nyegara-gunung. Selain itu, Pantai Seseh juga area pendukung mata pencaharian warga Desa Seseh yang berprofesi sebagai

nelayan.

Pemanfaatan Pantai Seseh sebagai wadah kegiatan ritual dan mata

pencaharian warga ini telah berlangsung cukup lama. Seiring perkembangan

pariwisata di Bali khususnya wilayah pantai, Pantai Seseh pun lambat mulai

dikenal masyarakat dan menjadi destinasi wisata, tidak hanya masyarakat Bali,

tapi juga wisatawan lokal dan mancanegara.

Melihat adanya fenomena tersebut rumusan masalah yang diambil dalam

(14)

xiii

kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh, dan (3) kualitas ruang terbuka publik

pada setting spasial kawasan Pesisir Seseh.

Untuk memecahkan permasalahan pada rumusan masalah, metode yang

digunakan adalah metode kualitatif. Lokasi penelitian terletak di Desa Seseh,

Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Melihat rumusan masalah yang akan

dipecahkan dalam penelitian terdapat dua sumber data yang diperlukan yakni data

primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang

diperoleh secara langsung dari narasumber/informan dengan melakukan observasi

dan wawancara langsung dengan pelaku kegiatan di Pesisir Seseh, sketsa dan foto.

Data sekunder diperoleh dari referensi dan informasi yang didokumentasikan oleh

kantor/dinas/instansi terkait, di antaranya berupa gambaran wilayah Kecamatan

Mengwi, luas wilayah, batas-batas wilayah, jumlah penduduk dan mata

pencaharian penduduk. Analisis data dilaksanakan melalui deskripsi, klasifikasi

dan penyajian data dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan.

Pada bagian hasil dan pembahasan penelitian ditemukan bahwa secara

keseluruhan tatanan spasial yang ada di Pesisir Seseh kondisinya cukup baik dan

mampu mewadahi kebutuhan masyarakat akan ruang terbuka publik, khususnya

kawasan pesisir. Setting spasial di Pesisir Seseh yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat ada yang bersifat alami dan buatan. Setting yang bersifat alami yaitu batu karang, pasir, dan loloan. Setting yang bersifat yaitu bangunan penunjang dan fasilitas umum di Pesisir Seseh meliputi area parkir, wantilan, dan tangga.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan setting spasial di ruang terbuka Publik Pesisir Seseh, yaitu: (a) aksesibilitas; (b) ekonomi; (c) ritual;

(d) rekreasi; dan (e) interaksi. Pemanfaatan spot untuk kegiatan ekonomi

cenderung akan memilih area yang luas, dan dekat dengan jalan, agar mudah

diakses. Kegiatan dengan sifat privat yang dilakukan oleh beberapa pengunjung

yang memiliki hubungan intim, cenderung dilakukan di area teduh dan agak jauh

dari keramaian, dengan setting yang bisa dijadikan tempat duduk. Kegiatan ritual

berlangsung di Pura Keramat dan Pura Luhur Batubolong, dan dibarengi dengan

(15)

Terjadi dan berakhirnya pemanfaatan setting spasial di ruang terbuka publik Pesisir Seseh terjadi disebabkan salah satu dari faktor ruang peristiwa yaitu

aktivitas, ruang dan waktu. Peristiwa di ruang terbuka publik yang direncanakan

dan kemudian terselenggara, yang penekanannya ada pada faktor aktivitas sebagai

penentu. Peristiwa di ruang terbuka publik juga bisa terjadi tanpa direncanakan,

yang penekanannya ada pada tempat/ruang sebagai penentu. Peristiwa di ruang

terbuka publik juga ada yang terjadi hanya pada waktu-waktu tertentu saja, yang

ditekankan oleh waktu sebagai penentu.

Kegiatan ekonomi di ruang terbuka publik Pesisir Seseh cenderung akan

memilih area yang luas dan dekat dengan jalan, agar mudah diakses. Kegiatan

dengan sifat privat yang dilakukan oleh beberapa pengunjung yang memiliki

hubungan intim, cenderung dilakukan di area teduh, dengan setting yang bisa

dijadikan tempat duduk. Pedagang makanan akan memilih spot yang mudah

diakses dan sangat dekat dengan jalan, sehingga memudahkan membawa barang

dagangan. Para pedagang makanan dan minuman cenderung berkumpul di satu

area untuk memudahkan para pembeli.

Setelah ditinjau dari kualitas ruang terbuka publik, setting spasial yang ada di Pesisir Seseh telah memenuhi disebut sebagai ruang terbuka publik. Ditinjau

dari aspek struktural, Pesisir Seseh dan sebagian besar tatanan spasialyang ada di

dalamnya memberikan kemudahan untuk diakses oleh semua pengunjung, yang

dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor dan berjalan kaki. Pesisir

Seseh dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, dengan syarat tetap mematuhi

norma dan peraturan yang berlaku di wilayah setempat.

Ditinjau dari aspek interaktif, Pesisir Seseh yang mampu mewadahi

kegiatan pengunjung, secara tidak langsung memenuhi kebutuhan berinteraksi

yang terjadi antar-kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung di Pesisir Seseh.

Ditinjau dari aspek subyektif, para pelaku kegiatan di Pesisir Seseh merasa

nyaman dan puas apabila dalam beraktivitas tidak ada gangguan atau intervensi

dari pihak lain untuk menghentikan aktivitas. Namun pada kenyataannya masih

(16)

xv

ruang publik seperti contohnya kegiatan motocross. Fenomena lainnya dalam pemanfaatan ruang, sebagian pengunjung masih bersikap apatis terhadap

peraturan-peraturan yang ada di sekitar kawasan suci di Pesisir Seseh. Banyak

pengunjung yang tidak mengindahkan larangan berbuat di luar batas kesopanan

(17)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

LEMBAR SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... x

RINGKASAN... xii

DAFTAR ISI ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR TABEL ... xxiii

DAFTAR DIAGRAM ... xxiv

GLOSARIUM ... xxv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1 Manfaat Akademis ... 8

1.4.2 Manfaat Praktis ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, dan MODEL PENELITIAN ... 9

2.1 Kajian Pustaka ... 9

(18)

xvii

2.1.2 Penelitian Sunaryo tentang Perubahan Setting Ruang dan Pola Aktivitas Publik di Ruang Terbuka Kampus

Universitas Gadjah Mada ... 11

2.1.3 Penelitian Adhitama tentang Faktor Penentu Setting Fisik dalam Beraktivitas di Ruang Terbuka Publik “Studi Kasus Alun-alun Merdeka Kota Malang” ... 13

2.1.4 Penelitian Purnamasari tentang Kajian Spasial Ruang Publik (Public Space) Perkotaan untuk Aktivitas Demonstrasi Mahasiswa di Kota Makassar ... 15

2.2 Konsep dan Kerangka Berpikir ... 18

2.2.1 Konsep ... 18

A. Setting Spasial ... 18

B. Ruang Terbuka Publik ... 19

C. Fungsi dan Peran Ruang Terbuka Publik ... 23

D. Karakteristik Ruang Publik ... 26

E. Ruang Terbuka Publik sebagai Wadah Aktivitas dan Interaksi Sosial ... 27

2.2.2 Kerangka Berpikir ... 28

2.3 Landasan Teori ... 30

2.3.1 Teori BehaviourSetting ... 30

2.3.2 Teori Ruang Peristiwa ... 31

2.3.3 Teori Kualitas Ruang Terbuka Publik ... 34

2.4 Model Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Rancangan Penelitian ... 36

3.2 Lokasi Penelitian ... 36

3.3 Jenis Data ... 40

3.4 Sumber Data ... 41

3.4.1 Sumber Data Primer ... 41

(19)

3.5 Instrumen Penelitian ... 43

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.6.1 Observasi/Pengamatan Lapangan ... 47

3.6.2 Wawancara ... 48

3.6.3 Dokumentasi ... 48

3.7 Teknik Analisis Data ... 48

3.8 Pengklasifikasian Data ... 51

3.9 Penyajian Hasil Analisis Data ... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Gambaran Setting ... 53

4.2 Kondisi Setting Spasial di Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh ... 55

4.2.1 Kondisi Setting Spasial di Obyek A (Plaza/Jaba Pura)... 56

A. Kondisi Setting Spasial di Spot A1 (Jaba Pura Batununggul) ... 57

B. Kondisi Setting Spasial di Spot A2 (Lapangan dan Bebatuan) ... 59

C. Kondisi Setting Spasial di Spot A3 (Jaba Pura Keramat dan Pura Luhur Batubolong) ... 62

4.2.2 Kondisi Setting Spasial di Obyek B (Pos Balawista) ... 65

4.2.3 Kondisi Setting Spasial di Obyek C (Pantai Munggu) .... 68

4.3 Pemanfaatan Setting Spasial di Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh ... 71

4.3.1 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek A ... 73

A. Pemanfaatan Area Jaba Pura Batununggul saat Piodalan ... 73

B. Pemanfaatan Area Jaba Pura Batununggul saat Hari Biasa ... 74

C. Pemanfaatan Area Bebatuan saat Hari Biasa... 75

(20)

xix

E. Pemanfaatan Area Lapangan saat Upacara Melasti . 77 F. Pemanfaatan Area Jaba Pura Keramat ... 77 G. Pemanfaatan Wantilan saat Hari Biasa ... 78

H. Pemanfaatan Wantilan untuk Kegiatan Tabuh Rah . 81 I. Pemanfaatan Wantilan untuk Pementasan dan

Rapat ... 82

J. Pemanfaatan Jaba Pura Batubolong saat Hari Biasa 82 K. Pemanfaatan Jaba Pura Batubolong saat Upacara

Piodalan ... 84 L. Pemanfaatan Jaba Pura Batubolong saat Upacara

Melasti ... 86 4.3.2 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek B (Pos

Balawista) ... 90

A. Pemanfaatan Area Pos Balawista ... 90

B. Pemanfataan Area Loloan ... 92 4.3.3 Kondisi Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek C

(Pantai Munggu) ... 94

A. Pemanfaatan Area Parkir saat Hari Biasa ... 95

B. Pemanfaatan Pantai Munggu untuk Bermain

Layang-layang ... 98

C. Pemanfaatan Pantai Munggu untuk Aktivitas

Berdagang ... 100

D. Pemanfaatan Pantai Munggu untuk Aktivitas

Olahraga ... 102

4.4 Tinjauan Kualitas Ruang Terbuka Publik dalam Setting

Spasial Kawasan Pesisir Seseh ... 106

4.4.1 Tinjauan Kualitas Ruang Terbuka Publik dalam Setting

Spasial di Obyek A (Plaza/Jaba Pura) ... 107 4.4.2 Tinjauan Kualitas Ruang Terbuka Publik dalam Setting

(21)

4.4.3 Tinjauan Kualitas Ruang Terbuka Publik dalam Setting

Spasial di Obyek C (Pantai Munggu) ... 110

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 112 5.1 Simpulan ... 112

5.1.1 Kondisi Setting Spasial di Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh ... 112

5.1.2 Pemanfaatan Setting Spasial di Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh ... 113

5.1.3 Setting Spasial di Kawasan Pesissir Seseh Ditinjau dari Kualitas Ruang Terbuka Publik ... 116

5.2 Saran ... 117

(22)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Lokasi Obyek Penelitian ... 38

Gambar 4.1 Peta Obyek Penelitian ... 54

Gambar 4.2 Peta Obyek A (Plaza/Jaba Pura) ... 55 Gambar 4.3 Setting Spasial di Spot A1 (Jaba Pura Batununggul) ... 57 Gambar 4.4 Potongan Arsitektural Spot A1 (Jaba Pura Batununggul) ... 58 Gambar 4.5 Setting Spasial di Spot A2 (Lapangan dan Bebatuan) ... 59 Gambar 4.6 Sarana Melasti di Pantai Seseh ... 61

Gambar 4.7 Upacara Melasti di Pantai Seseh ... 61

Gambar 4.8 Setting Spasial di Spot A3 (Jaba Pura Keramat dan Pura Luhur Batubolong) ... 63

Gambar 4.9 Peta Obyek B (Pos Balawista) ... 65

Gambar 4.10 Nelayan Membawa Jukung ke Darat ... 67 Gambar 4.11 Penempatan Jukung yang Kurang Rapi ... 67 Gambar 4.12 Aktivitas Personal di Sela-Sela Jukung ... 67 Gambar 4.13 Pengunjung Melakukan Terapi Pasir ... 67

Gambar 4.14 Peta Obyek C (Pantai Munggu) ... 70

Gambar 4.15 Persebaran Ruang Parkir di Pantai Munggu ... 70

Gambar 4.16 Setting Spasial di Jaba Pura saat Piodalan ... 73 Gambar 4.17 Setting Spasial di Jaba Pura saat Hari Biasa ... 74 Gambar 4.18 Pura Keramat Sebelum Direnovasi ... 78

Gambar 4.19 Pura Keramat Setelah Direnovasi ... 78

Gambar 4.20 Setting Spasial di Wantilan Pura Luhur Batubolong ... 80 Gambar 4.21 Potongan Arsitektural Wantilan... 81

Gambar 4.22 Setting Spasial di Jaba Pura Luhur Batubolong saat Hari Biasa ... 83

Gambar 4.23 Setting Spasial di Jaba Pura Luhur Batubolong saat Upacara

Piodalan ... 84 Gambar 4.24 Setting Spasial Jaba Pura Luhur Batubolong saat Upacara

(23)

Gambar 4.25 Pos Balawista di Pesisir Seseh ... 91

Gambar 4.26 Petugas Balawista di Pesisir Seseh ... 91

Gambar 4.27 Potongan Arsitektural Area Pos Balawista ... 91

Gambar 4.28 Loloan Tengah di Pesisir Seseh ... 93 Gambar 4.29 Jukung di Pesisir Seseh ... 93 Gambar 4.30 Batu Karang di Pantai Munggu ... 96

Gambar 4.31 Pengunjung Mebanten di Pantai Munggu ... 96 Gambar 4.32 Potongan Arsitektural Area Tangga ... 97

Gambar 4.33 Aktivitas di Senderan Parkiran ... 98

Gambar 4.34 Aktivitas Menurunkan Layangan di Parkiran ... 98

Gambar 4.35 Setting Spasial Warung Tetap di Pantai Munggu ... 100 Gambar 4.36 Tempat Sampah di Pantai Munggu ... 102

Gambar 4.37 Pedagang Tetap di Pantai Munggu ... 102

Gambar 4.38 Loloan yang Menyerupai Danau ... 104 Gambar 4.39 Pengunjung Bermain Sepak Bola ... 104

Gambar 4.40 Memancing di Pantai Munggu ... 104

(24)

xxiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kedudukan Penelitian Kini dan Penelitian Terdahulu... 17

Tabel 2.2 Space Characteristic ... 21 Tabel 2.3 Terjadinya Ruang Peristiwa ... 33

Tabel 3.1 Sumber Data untuk Menjawab Masing-masing Rumusan

Masalah ... 43

Tabel 3.2 Panduan Penentuan Setting sebagai Ruang Terbuka Publik ... 51 Tabel 4.1 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek A... 88 Tabel 4.2 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek B ... 94 Tabel 4.3 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek C ... 105 Tabel 4.4 Tinjauan Kualitas Ruang Publik di Obyek A ... 107

Tabel 4.5 Tinjauan Kualitas Ruang Publik di Obyek B ... 109

(25)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 2.1. Kerangka Berpikir ... 29

Diagram 2.2 Komponen Pembentuk Ruang Peristiwa ... 32

Diagram 2.3 Model Penelitian ... 35

Diagram 4.1 Setting di Batu Karang saat Piodalan Pura Batununggul ... 73 Diagram 4.2 Setting di Batu Karang saat Hari Biasa ... 74 Diagram 4.3 Pemanfaatan Jaba Pura Luhur Batubolong saat Hari Biasa ... 83 Diagram 4.4 Pemanfaatan Jaba Pura Luhur Batubolong saat Piodalan ... 85 Diagram 4.5 Pemanfaatan Jaba Pura Luhur Batubolong saat Upacara

Melasti ... 87

(26)

xxv GLOSARIUM

Asagan : Bangunan knock down yang berbentuk panggung, digunakan untuk menggelar banten sarana upacara lainnya

Awig-awig : Suatu ketentuan yang mengatur tata krama pergaulan hidup dalam masyarakat Bali, dengan tujuan untuk mewujudkan

tata kehidupan yang ajeg

Bale : bangunan berbentuk bujur sangkar, digunakan sebagai sebagai tempat bersistirahat

Banten : Sesajen yang terbuat dari daun-daunan, buah dan bunga yang dirangkai sedemikian rupa untuk dihaturkan saat

persembahyangan/upacara agama Hindu

Gedong : Salah satu bangunan yang terletak di pura, berbentuk bujur sangkar, tertutup dengan dinding masif dengan atap limas

Banyu pinaruh : Upacara yadnya yang dilakukan setelah Hari Raya Saraswati, yang bertujuan untuk pembersihan dan kesucian diri

Bubu : Alat perangkap ikan yang dibuat dari bahan dasar potongan bambu dipecah kecil-kecil, tali plastik dan tempurung kelapa

untuk menangkap ikan

Jukung : Sebutan lain untuk perahu kayu, berbentuk ramping dengan panjang sekitar 8 meter dan lebar sekitar setengah meter

Leteh : Keadaan seseorang atau suatu benda atau suatu tempat dalam kondisi kotor.

Loloan : Saluran pertemuan air laut dengan air dari daratan

Mejejahitan :Keterampilan masyarakat Bali dalam suatu pekerjaan tangan untuk sarana upacara dan ritual dengan menggunakan sarana

daun-daunan

Metembang : Bernyanyi atau melantunkan syair dengan irama tertentu

(27)

Mekiyis : Rangkaian upacara penyucian yang diselenggarakan di pantai atau danau, yang berkaitan dengan Hari Raya Nyepi

Melasti : Istilah lain dari mekiyis Melis : Istilah lain dari mekiyis

Melukat : Upacara pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia oleh umat Hindu

Nista mandala : Sering juga disebut jaba adalah bagian terluar dari area pura

Nunas : memohon atau meminta

Nyegara gunung : Sering disebut dengan nyegara giri atau maajar-ajar yang dilakukan ke laut dan ke gunung, dalam rangkaian upacara

dewa yadnya dan pitra yadnya Pailen-ilen : Rangkaian suatu kegiatan

Penyengker : Berasal dari kata sengker, yang artinya tembok/pagar yang membatasi satu area dengan area lainnya

Parerem : Sama dengan awig-awig, hasil keputusan paruman desa atau banjar yang berisi ketentuan pelaksanaan awig-awig desa

pekraman

Pecalang : Petugas keamanan desa pekraman

Pelinggih : Tempat pemujaan sebagai perwujudan (menstanakan) yang dipuja yaitu Ida Sang Hyang Widhi dalam kepercayaan umat

Hindu di Bali

Pengelukatan : Sama dengan melukat yaitu upacara pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia oleh umat Hindu

Pengempon : Kelompok masyarakat yang mendapat tugas/ngayah untuk menyelenggarakan atau mengerjakan kewajiban yang harus

dilaksanakan dalam kaitannya dengan tempat suci/Pura

Pepelik : Bentuknya mirip dengan bangunan gedong, namun terbuka di tiga sisinya yaitu ke depan dan sisi samping kanan dan kiri.

(28)

xxvii

Piodalan : Juga dikenal dengan istilah petoyan dan pujawali, yaitu perayaan pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi yang di

lakukan di pura atau merajan

Prajuru : Seseorang yang bertugas menjalankan awig-awig, dipilih oleh masyarakat desa pekraman

Rahinan : Hari raya atau hari yang disucikan umat Hindu, biasanya dilakukan upacara yadnya

Saka : Tiang/kolom super struktur yang berfungsi menopang struktur atap

Sanggah agung : Sarana pemujaan yang bersifat non permanen tang berbentuk bujur sangkar yang dibuat dari bambu

Sangkep : Dikenal juga dengan istilah rapat dengan tujuan untuk membahas dan menemukan jalan keluar dari suatu

permasalahan

Sekehe : Sebuah organisasi tradisional yang pada umumnya bergerak dalam satu bidang profesi untuk menyalurkan kesenangan

Sengker : Berasal dari bahasa Jawa yang artinya tidak mengizinkan keluar dari tempatnya, mengurung, atau memingit

Tabuh rah : Taburan darah binatang (ayam) korban yang dilaksanakan dalam rangkaian ritual/upacara agama Hindu di Bali

Tegalan : Suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan

dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah.

(29)

 

BAB I

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan merupakan pemaparan dari latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan

uraian tentang konteks permasalahan dengan rumusan permasalahan yang akan

diteliti. Rumusan masalah memaparkan secara terperinci masalah-masalah

penelitian yang akan distudi. Tujuan penelitian mengemukakan tujuan yang ingin

dicapai melalui pelaksanaan penelitian ini. Terakhir adalah manfaat penelitian,

berisi uraian manfaat penelitian dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan

(akademik), dan manfaat bagi pemecahan masalah pada tataran kehidupan di

masyarakat (praktis).

1.1Latar Belakang

Ruang terbuka publik secara umum adalah suatu ruang dimana seluruh

masyarakat mempunyai akses untuk menggunakannya. Pada dasarnya ruang ini

merupakan suatu wadah yang menampung aktivitas/kegiatan tertentu masyarakat,

baik secara individu maupun kelompok (Hakim, 1987). Sebagai bagian dari ruang

terbuka, kehadiran ruang terbuka publik memiliki peran cukup penting di tengah

kehidupan masyarakat. Fungsi utama ruang terbuka publik adalah sebagai tempat

interaksi, aktivitas sosial, dan kebutuhan rekreasi. Ketersediaan ruang terbuka

publik wajib ada baik pada tingkat kota maupun skala yang lebih kecil seperti

(30)

 

 

terbuka hijau bagi publik paling sedikit 10% dari seluruh luas wilayah kawasan

perumahan (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 34 tahun 2006).

Ruang terbuka publik (public open space) sebagai sebuah obyek fisik

secara sederhana dapat didefinisikan sebagai ruang maupun bentuk yang secara

spasial dapat dimanfaatkan untuk mewadahi aktivitas bersama kemasyarakatan

atau dapat dimanfaatkan oleh siapapun dan untuk berbagai kegiatan. Ruang

terbuka publik dapat direncanakan atau tanpa perencanaan. Ruang terbuka yang

direncanakan biasanya jelas peruntukannya, karena sudah direncanakan dengan

baik. Ruang terbuka tanpa perencanaan biasanya memanfaatkan sisa lahan yang

kosong atau bahkan ruang yang tidak jelas fungsinya (Eddy Darmawan, 2003).

Secara fungsional, ruang terbuka publik direncanakan dan dirancang

dengan sengaja untuk memenuhi kepentingan sosial. Di kota, ruang terbuka

publik juga dirancang sebagai bagian aspek fisik kota yang memberi orientasi

visual dan bahkan identitas, serta mewujudkan keseimbangan solid-void atau

ruang positif-ruang negatif dalam perencanaan massa bangunan pada suatu

kawasan. Public space menjadi salah satu perwujudan aspek demokrasi suatu

tempat (Eddy Darmawan, 2003).

Ruang terbuka publik yang dimaksud dalam tata guna lahan atau

pemanfaatan ruang wilayah atau area perkotaan adalah ruang terbuka (open

space) yang dapat diakses atau dimanfaatkan oleh warga kota secara cuma-cuma

sebagai bentuk pelayanan publik dari pemerintah kota yang bersangkutan demi

(31)

 

keamanan dan kesehatan) seluruhnya. Wujud dari ruang terbuka adalah berupa

lahan tanpa atau dengan sedikit bangunan atau dengan jarak bangunan yang saling

berjauhan; ruang terbuka ini dapat berupa pertamanan, tempat olah raga, tempat

bermain anak-anak dan lain sebagainya (Departemen Pekerjaan Umum, 1992).

Peran ruang terbuka publik di kota-kota besar sangat penting. Dengan

adanya ruang terbuka publik, seluruh lapisan masyarakat dapat memiliki ruang

untuk bersantai dan mendapatkan hiburan murah meriah. Dengan demikian,

keberadaan ruang terbuka publik sebenarnya dapat menjadi ukuran tingkat stres

masyarakat kota besar (Eddy Darmawan, 2003). Sebagai salah satu ruang terbuka

publik, kawasan pesisir memiliki berbagai keunikan yang mampu menjadi daya

tarik bagi masyarakat. Keindahan pantai dan ombaknya, pasir, kerang, panorama

sunset dan sunrise, yang menakjubkan akan mengundang decak kagum siapapun

yang melihatnya. Selain sebagai kawasan perlindungan, sumber daya dan biota di

pantai dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat.

Bagi masyarakat sekitarnya, pesisir memegang peranan penting dalam kehidupan

mereka. Kawasan pesisir juga digunakan sebagai tempat bermukim bagi

masyarakat, yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan, petani garam

dan rumput laut.

Banyak prosesi dan ritual yang dilakukan masyarakat di pantai dengan

tujuan menjaga keseimbangan alam. Dalam agama Hindu, dikenal suatu upacara

yang dinamakan yadnya yang bertujuan untuk menyucikan diri, sebagai ungkapan

rasa terima kasih dan untuk menciptakan kehidupan yang harmonis. Pesisir Seseh

(32)

 

 

Berbagai ritual/upacara yadnya yang dilakukan di Pesisir Seseh yaitu melukat,

nganyut, nyegara-gunung dan melasti lintas desa pekraman di Kabupaten Badung

dan Tabanan. Di sekitar Pesisir Seseh terdapat beberapa pura di antaranya Pura

Dalem, Pura Yeh Anakan, Pura Luhur Ulun Swi, Pura Luhur Batubolong, Pura

Ratu Mas, Pura Prajapati, dan Pura Batununggul. Di sana juga terdapat juga

sebuah makam peninggalan Kerajaan Mengwi yang dinamakan Pura Keramat.

Tidak hanya masyarakat lokal, tapi juga masyarakat yang berasal dari luar Bali

ramai bersembahyang dan berziarah di pura ini.

Pesisir Seseh juga sebagai area pendukung mata pencaharian warga Desa

Seseh yang berprofesi sebagai nelayan. Di pinggir pantai masih bisa ditemukan

para nelayan menyimpan jukung, serta terdapat beberapa bangunan semi

permanen atau gudang yang dimanfaatkan untuk menyimpan peralatan

menangkap ikan. Sementara itu, beberapa warga lainnya memanfaatkan lahan

pinggir pantai ini untuk menjemur gabah hasil panen.

Sebagai sebuah ruang terbuka publik, seiring waktu, Pesisir Seseh juga

menjadi destinasi rekreasi, olahraga dan wisata bagi masyarakat sekitar. Pesisir

Seseh ramai dikunjungi masyarakat terutama pada hari Sabtu dan Minggu.

Biasanya pengunjung melakukan kegiatan rekreasi dan olahraga, seperti jogging,

berenang, bermain sepak bola, voli, bermain layang-layang serta pertemuan non

formal lainnya. Pesisir Seseh saat ini berstatus sebagai Daya Tarik Wisata

Kabupaten Badung, yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Kabupaten

Badung Tahun 2010. Beberapa bangunan penunjang pariwisata seperti villa dan

(33)

 

kawasan ini mulai berkembang menyesuaikan dengan kemajuan pariwisata Bali

selatan.

Perkembangan pariwisata di Bali dewasa ini, sejatinya telah melahirkan

dualisme dalam masyarakat, khususnya pariwisata di kawasan pesisir. Di satu sisi

kawasan pesisir memiliki potensi untuk memberikan manfaat ekonomi bagi

masyarakat, di sisi lain kawasan pesisir juga merupakan ruang terbuka publik

yang wajib memberikan akses sehingga dapat dinikmati oleh semua orang.

Masalah yang timbul saat ini adalah pemanfaatan tak lahan pesisir yang tak

terbatas yang dilakukan oleh pemilik modal, sehingga masyarakat umum

kehilangan haknya terhadap ruang terbuka publik pesisir ini. Hal seperti ini sering

ditemukan di beberapa kawasan pariwisata seperti di Pantai Sanur, Pantai

Seminyak, Pantai Kuta, Pantai Canggu dan pantai lainnya.

Keberlangsungan pariwisata akhirnya menimbulkan kekhawatiran akan

tergesernya fungsi dan aktivitas masyarakat tradisional yang telah ada sebelumnya

di kawasan pesisir. Kegiatan rekreasi serta keberadaan akomodasi pariwisata

berpotensi melahirkan konflik kepentingan pemanfaatan lahan antar penggunanya.

Begitu pula dengan yang terjadi di Pesisir Seseh, bukan tidak mungkin suatu saat

akan terjadi konflik kepentingan pemanfaatan lahan, mengingat banyaknya fungsi

yang diwadahi. Kegiatan ritual yang ada di Pesisir Seseh dan telah menjadi tradisi

yang berlangsung selama ratusan tahun dikhawatirkan akan kehilangan tempatnya

sebagai dampak perkembangan pariwisata Pesisir Seseh. Keberadaan akomodasi

wisata di Pesisir Seseh beberapa di antaranya dibangun sangat dekat dengan lokasi

(34)

 

 

masyarakat masih mentoleransi keadaan tersebut. Jika hal ini tidak dibatasi, bukan

tidak mungkin fenomena tersebut bisa memicu hal serupa terjadi di pura-pura

lainnya yang ada di kawasan Pesisir Seseh.

Kegiatan ritual yang telah menjadi tradisi masyarakat Pesisir Seseh layak

dilestarikan dan diberi ruang, tanpa harus menutup fungsi Pesisir Seseh sebagai

ruang terbuka publik dan destinasi wisata. Begitu pula bagi para

masyarakat/pengunjung, Pesisir Seseh juga seharusnya menjadi ruang terbuka

publik yang ramah, nyaman dan humanis serta bebas diakses dan dimanfaatkan

masyarakat. Pemanfaatan setting di masing-masing spasial kawasan Pesisir Seseh

untuk selama ini berjalan cukup baik, namun kadang terjadi permasalahan bila

suatu aktivitas mulai mendominasi suatu lahan.

Penelitian ini akan sangat menarik bila ada upaya dan tindak lanjut dalam

menyelaraskan lingkungan fisik dengan kebutuhan manusia akan ruang aktivitas,

sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam kawasan ruang terbuka

publik pesisir. Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat mengetahui

bagaimana setting spasial di Pesisir Seseh dimanfaatkan oleh masyarakat Seseh.

Sehingga kegiatan yang bersifat tradisional bisa sejalan dengan rencana

Pemerintah Kabupaten Badung, yang menetapkan Pesisir Seseh sebagai daerah

tujuan wisata. Simpulan yang didapatkan dalam penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat bagi Pemerintah Kabupaten Badung dalam pengembangan

(35)

 

1.2Rumusan Masalah

Melihat dari beberapa permasalahan yang telah dibahas pada latar

belakang terdapat beberapa hal yang akan dijadikan rumusan masalah penelitian,

yaitu:

1.2.1 Bagaimana kondisi setting spasial yang ada di kawasan ruang terbuka

publik Pesisir Seseh?

1.2.2 Bagaimana pemanfaatan setting spasial di kawasan ruang terbuka publik

Pesisir Seseh?

1.2.3 Apakah setting spasial di kawasan Pesisir Seseh telah memenuhi kualitas

ruang terbuka publik?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada penelitian ini antara lain adalah untuk menjawab

masalah yang telah dipaparkan yaitu:

1.3.1 Untuk mengetahui kondisi setting spasial yang ada di kawasan ruang

terbuka publik Pesisir Seseh.

1.3.2 Untuk mengetahui pemanfaatan setting spasial di kawasan ruang terbuka

publik Pesisir Seseh.

1.3.3 Untuk mengetahui kualitas ruang terbuka publik pada setting spasial di

kawasan Pesisir Seseh.

1.4Manfaat Penelitian

Pada penelitian ini manfaat penelitian dapat dibagi menjadi dua yakni

(36)

 

 

untuk memberikan tambahan pengetahuan dan penerapan teori-teori yang telah

didapatkan khususnya di bidang ilmu perencanaan penataan ruang.

1.4.1 Manfaat Akademis

Bagi dunia akademis, penelitian ini sebagai upaya pendekatan ilmiah dan

analisis akademis terhadap pemanfaatan ruang terbuka publik di Pesisir Seseh

oleh masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan mampu memperkaya penelitian di

bidang ilmu perencanaan penataan ruang khususnya tentang ruang terbuka publik

kawasan pesisir, atau dijadikan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar dapat digunakan sebagai

acuan di dalam pengembangan daerah di masa yang akan datang. Terutama terkait

arah pengembangan ruang terbuka publik di Pesisir Seseh berdasarkan setting dan

aktivitas yang telah diteliti sebelumnya. Hasil dari penelitian ini dapat

memberikan sumbangan bagi pelaksana kebijakan tata ruang dalam menyusun dan

menjalankan kebijakan ketataruangan dengan tetap memperhatikan aspirasi

masyarakat.

(37)

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, dan

MODEL PENELITIAN

Bab ini menyajikan beberapa pokok bahasan yang didokumentasikan ke

dalam beberapa sub bab. Sub bab pertama adalah kajian pustaka, mengkaji

penelitian-penelitian telah dilakukan sebelumnya. Sub bab kedua adalah konsep

penelitian yang akan digunakan untuk menyusun kerangka acuan untuk

mengarahkan penelitian. Sub bab ketiga adalah landasan teori yang menjelaskan

tautan teori-teori yang berkenaan dengan topik bahasan yang dipakai sebagai

acuan. Sub bab keempat adalah model penelitian yang mengaitkan antara rumusan

masalah dengan teori.

2.1Kajian Pustaka

Dalam mendukung penelitian ini, beberapa hasil penelitian dan pustaka

yang berhubungan dengan pemanfaatan lahan pesisir digunakan sebagai bahan

pijakan sekaligus gambaran awal dan arahan bagi kepentingan penelitian.

2.1.1 Penelitian Haryanti tentang Kajian Pola Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang

Haryanti melakukan penelitian tentang pola pemanfaatan ruang terbuka

publik di Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang. Seiring dengan

perkembangan Kawasan Bundaran Simpang Lima sebagai Central Business

(38)

10 

 

 

mencukupi, berdampak pada munculnya aktivitas-aktivitas informal pedagang

kaki lima (PKL) yang menempati dan memanfaatkan lokasi-lokasi publik. Hal

tersebut sebagai akibat ketidakmampuan membayar lokasi yang seyogyanya tidak

untuk berjualan terhadap perkembangan aktivitas kawasan dan sekitarnya.

Penelitian ini diharapkan menemukan hasil yang bisa digunakan untuk mencegah

hal tersebut terjadi pada Alun-alun Simpang Lima.

Tujuan dari penelitian adalah mengkaji mengenai kecenderungan

pemanfaatan-pemanfaatan ruang terbuka publik kawasan untuk mengetahui pola

pemanfaatan ruang terbuka publik kawasan sebagai dasar dalam arah

pengembangan ruang terbuka publik di Kawasan Bundaran Simpang Lima.

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif deskriptif dan metode kualitatif rasionalistik karena beberapa variabel

yang berpengaruh pada studi ini adalah variabel kualitatif. Metode analisis

kualitatif deskriptif ini dilakukan untuk menggambarkan peristiwa dan fenomena

yang terjadi di wilayah studi. Metode kualitatif rasionalistik diimplementasikan

pada proses analisis dengan penekanan yang terletak pada ketajaman dan

kepekaan berpikir peneliti dalam menganalisis suatu masalah atau kecenderungan

yang terjadi di lapangan.

Dalam penelitian ini, Haryanti menemukan pola pemanfaatan ruang

terbuka publik di Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang dipengaruhi

beberapa faktor, di antaranya aktivitas pedagang kaki lima, aktivitas pengunjung

(pejalan kaki) dan interaksi sosial masyarakat Kota Semarang. Lapangan

(39)

11 

 

mempunyai lokasi yang strategis dan aksesibilitas yang tinggi dengan beragam

multifungsi; di antaranya sebagai taman paru-paru kota, tempat upacara

kenegaraan, melakukan orasi dan kampanye politik, tempat ibadah jemaat secara

massal, pusat rekreasi dan hiburan, simpul pergerakan, wadah aktivitas

sosial-budaya, dan wadah aktivitas ekonomi.

Bagi penelitian terhadap ruang terbuka publik Pesisir Seseh, penelitian

Haryanti ini dapat memberikan masukan tentang hal apa saja yang mempengaruhi

pemanfaatan ruang terbuka publik, serta bagaimana para pelaku memanfaatkan

ruang terbuka publik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

kualitatif deskriptif dan metode kualitatif rasionalistik juga dapat diterapkan pada

penelitian ruang terbuka publik Pesisir Seseh, karena beberapa variabel yang

berpengaruh pada studi ini adalah variabel kualitatif.

2.1.2 Penelitian Sunaryo tentang Perubahan Setting Ruang dan Pola Aktivitas Publik di Ruang Terbuka Kampus Universitas Gadjah Mada

Penelitian Sunaryo tentang perubahan setting ruang dan pola aktivitas

publik di ruang terbuka kampus Universitas Gadjah Mada, yang fokus kepada

faktor-faktor yang mendorong publik beraktivitas dengan memanfaatkan ruang

terbuka kawasan Kampus Bulaksumur. Pembentukan Kawasan Bulaksumur

sebagai bagian dari proses transformasi spasial Kota Yogyakarta. Pada

perkembangannya, Kawasan Bulaksumur berkembang menjadi kawasan

pendidikan. Jalur Jalan Kaliurang yang pada masa itu masih merupakan akses

(40)

12 

 

 

akses utama menuju wilayah perkembangan area hunian baru dengan tingkat

pertumbuhan penduduk tertinggi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada

periode 90-an.

Tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian yaitu; untuk mengetahui

faktor-faktor apa yang mendorong publik memanfaatkan ruang terbuka kawasan

Kampus Bulaksumur untuk aktivitasnya; untuk mengetahui mengapa terjadi

perubahan setting yang cepat dalam beberapa tahun terakhir; untuk mengetahui

bagaimana perubahan setting tersebut mempengaruhi pola aktivitas publik di

dalamnya.

Hasilnya yang didapatkan dari penelitian tersebut yaitu penggunaan ruang

terbuka kampus Universitas Gadjah Mada oleh publik dipengaruhi oleh

faktor-faktor antara lain aksesibilitas, pendukung aktivitas dan peraturan/kontrol.

Aksesibilitas menjadi faktor penentu dalam pemanfaatan ruang oleh publik pada

studi kasus Kampus UGM. Ruang-ruang dengan aksesibilitas tinggi juga memiliki

intensitas penggunaan publik yang tinggi. Ruang-ruang terbuka berbentuk koridor

jalan menempati intensitas penggunaan tertinggi, meskipun didominasi oleh

sirkulasi kendaraan. Aksesibilitas tidak terbatas pada akses fisik kepada ruang

dimaksud, akan tetapi termasuk akses visual. Pendukung aktivitas yang

mendorong penggunaan ruang oleh publik adalah ketersediaan PKL makanan,

ketersediaan area parkir, peneduhan dan hot spot wifi. Selain itu perkerasan dan

fasilitas lapangan olahraga juga mendukung penggunaan ruang untuk aktivitas

(41)

13 

 

Pada kasus ruang terbuka berbentuk ruang antar bangunan dan halaman

gedung, kualitas penerangan (pencahayaan buatan) tidak banyak mempengaruhi

tingkat penggunaan ruang oleh publik. Aspek ini disediakan oleh kampus lebih

untuk pertimbangan keamanan daripada untuk penggunaan ruang. Pada kurun

waktu pengamatan penelitian, tidak terdapat perubahan berarti pada aspek

penerangan di area Kampus UGM. Intervensi peraturan dan kontrol cukup

dominan mempengaruhi tingkat penggunaan ruang oleh publik. Ruang-ruang

yang aksesnya harus melewati pos penjagaan Satuan Keamanan dan Keselamatan

Kampus (SKKK). memiliki intensitas penggunaan publik yang lebih rendah

dibanding yang tidak diberi penjagaan atau jauh/terhalang visual dari pos

penjagaan.

2.1.3 Penelitian Adhitama tentang Faktor Penentu Setting Fisik dalam Beraktivitas di Ruang Terbuka Publik “Studi Kasus Alun-alun Merdeka Kota Malang”

Adhitama dalam penelitiannya membahas tentang faktor yang menentukan

setting fisik dalam aktivitas masyarakat di Alun-alun Merdeka Kota Malang.

Fenomena yang terjadi pada kondisi alun-alun yang ada saat ini lebih berfungsi

sebagai ruang terbuka hijau tempat resapan air di tengah kota. Meski terdapat

ruang publik di dalamnya, akan tetapi pemanfaatan kurang direspon oleh

masyarakat Kota Malang sebagai tempat beraktivitas di pusat kota sehingga perlu

mendapat perhatian pemerintah kota bagaimana penataan setting fisik alun-alun

yang dapat berfungsi sebagai ruang terbuka hijau sekaligus dimanfaatkan untuk

(42)

14 

 

 

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif

kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi,

situasi atau fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat menjadi objek

penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri,

karakter, sifat, model atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena

tertentu.

Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa faktor penentu setting fisik

dalam beraktivitas meliputi; ruang teduhan, yang merupakan element paling

penting dalam pembentuk perilaku pengguna alun-alun dalam memilih tujuan

beraktivitas ; ruang beristirahat dan bersantai (tempat duduk), dimana keberadaan

tempat duduk penggunaannya sangat bergantung bagaimana pola teduhan yang

menaunginya selain faktor kebersihan dan keamanan; ruang beraktivitas (plaza),

dimana kebutuhan akan sebuah ruang yang diharapkan cukup luas untuk dapat

menampung berbagai aktivitas, karena jika terlalu kecil maka interaksi sosial yang

diharapkan dari sebuah ruang publik akan kurang; aksesibilitas (jalur pedestrian),

karena banyak pengguna alun – alun banyak beraktivitas di area plaza dan

duduk-duduk menikmati suasana hijau di tengah kota; dan faktor terakhir yaitu pada

malam hari, yang akan berpengaruh terhadap persebaran aktivitas yang berkaitan

dengan keamanan dan kenyamanan terutama serta dapat menjadi daya tarik

terhadap penggunaan suatu ruang publik.

Bagi penelitian terhadap ruang terbuka publik Pesisir Seseh, penelitian

Adhitama ini juga dapat memberikan masukan tentang faktor-faktor apa saja yang

(43)

15 

 

penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif, dimana permasalahan yang

diangkat juga memiliki kesamaan terhadap permasalahan yang akan diteliti di

ruang terbuka publik Pesisir Seseh.

2.1.4 Penelitian Purnamasari tentang Kajian Spasial Ruang Publik (Public Space) Perkotaan untuk Aktivitas Demonstrasi Mahasiswa di Kota Makassar

Purnamasari dalam penelitiannya membahas pemanfaatan ruang publik

sebagai wadah kegiatan demonstrasi mahasiswa, yang tersebar di beberapa ruang

terbuka publik di Kota Makassar. Salah satu jenis ruang publik perkotaan yang

digunakan adalah jalan. Pola lokasi demonstrasi menyebar dan berasosiasi dengan

lokasi kampus dan kantor pemerintahan. Penggunaan ruang jalan pada waktu

tertentu, terkait isu yang muncul, dan sejumlah lokasi strategis untuk menarik

perhatian masyarakat khususnya pemerintah, dan telah menjadi budaya dalam

pelaksanaan aksi demonstrasi. Di Kota Makassar tidak tersedia ruang fisik khusus

untuk menyampaikan pendapat dan aktivitas demonstrasi tidak bisa dipusatkan

pada satu tempat tertentu. Sehingga jalan tetap menjadi pilihan tempat untuk

demonstrasi mahasiswa.

Tujuan dari penelitian yang dilakukan Purnamasari ini adalah;

mengidentifikasi karakteristik ruang publik perkotaan yang digunakan untuk

aktivitas demonstrasi mahasiswa di Kota Makassar; mengidentifikasi

alasan-alasan yang menjadi pertimbangan penggunaan ruang publik yang digunakan

sebagai tempat untuk aktivitas demo dan mengetahui bagaimana kriteria ruang

(44)

16 

 

 

Metode Penelitian yang digunakan merupakan metode observasi dan survey.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu membuat

gambaran/paparan dan menggali secara cermat serta mendalam tentang fenomena

sosial terkait aktivitas demonstrasi yang menggunakan ruang publik (fisik) tanpa

melakukan hipotesis.

Ruang publik (fisik) yang digunakan dalam aktivitas demonstrasi sebagai

tempat untuk menyampaikan pendapat khususnya mahasiswa di Kota Makassar

yaitu ruang yang secara fisik terbuka, umumnya pada lokasi strategis (mudah

diakses dan menarik perhatian seperti kampus atau kantor), salah satu jenis

ruangnya yaitu berupa jalan (street). Ruang/lokasi demonstrasi yang ada di Kota

Makassar membentuk pola menyebar dan berasosiasi pada beberapa titik seperti

perguruan tinggi, kantor pemerintahan, serta tempat penting lainnya seperti

monumen Mandala atau perempatan fly over.

Penggunaan ruang jalan pada sejumlah tempat/titik menjadi alasan-alasan

yang dipertimbangkan dalam menyampaikan pendapat juga berdasar pada

isu/topik yang disuarakan. Ruang yang dianggap tepat untuk aktivitas demonstrasi

secara umum adalah ruang yang terbuka (fisik), berada pada lokasi strategis

(aksesnya mudah dan menarik perhatian atau dapat dilihat/didengar banyak

orang), bisa menampung banyak massa, tidak menimbulkan kemacetan/

mengganggu ketertiban umum, dan mendapat respon pada pihak yang dituju.

Untuk melihat persamaan dan perbedaan masing-masing penelitian yang

(45)

17 

 

 

Tabel 2.1

Kedudukan Penelitian Kini dan Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Topik Penelitian Metode Hasil Kedudukan Penelitian

1 Dini Haryanti,

Analisa pola pemanfaatan ruang terbuka publik di Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang oleh masyarakat.

Kualitatif Pola pemanfaatan ruang publik menyesuaikan dengan setting tempat tertentu, yang mempengaruhi jenis kegiatan yang dilakukan pengunjung.

Persamaan: Topik penelitian mengenai aktivitas dan pemanfaatan ruang terbuka publik

Perbedaan: Lokasi penelitian difokuskan pada alun-alun kota yang merupakan ruang terbuka publik buatan/non alami

2 Gunawan Sunaryo, 2010

Perubahan Setting Ruang dan Pola Aktivitas Publik di Ruang Terbuka Kampus Universitas Gadjah Mada

Kajian perubahan setting ruang dan pola aktivitas masyarakat di ruang terbuka kampus Universitas Gadjah Mada

Kualitatif Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan ruang terbuka kampus Universitas Gadjah Mada oleh publik adalah aksesibilitas, pendukung aktivitas dan peraturan/kontrol.

Persamaan: Topik penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi aktivitas dan pemanfaatan ruang terbuka publik

Perbedaan: Lokasi penelitian difokuskan pada kawasan ruang terbuka kampus Universitas Gadjah Mada

3 Muhamad Satya Adhitama, 2013

Faktor Penentu Setting Fisik dalam Beraktivitas di Ruang Terbuka Publik “Studi Kasus Alun-alun Merdeka Kota Malang”

Faktor setting fisik yang mempengaruhi kenyamanan masyarakat Kota Malang dalam memanfaatkan dan beraktivitas di alun-alun Merdeka Kota Malang

Kualitatif Setting fisik, waktu dan karakter kegiatan sangat mempengaruhi aktivitas yang ada di ruang terbuka publik Alun-alun Merdeka Kota Malang

Persamaan: Topik penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi aktivitas dan pemanfaatan ruang terbuka publik

Perbedaan: Lokasi penelitian fokus pada ruang terbuka publik buatan/non alami yaitu alun-alun 4 Anugrah

Purnamasari, 2013

Kajian Spasial Ruang Publik

(Public Space) Perkotaan untuk Aktivitas Demonstrasi Mahasiswa di Kota Makassar

Identifikasi ruang publik di Kota Makassar sebagai wadah aktivitas demonstrasi mahasiswa.

Kualitatif Aktivitas demonstrasi sering dilakukan di ruang-ruang terbuka seperti halaman kampus, ruas jalan protokol, halaman gedung DPRD, dan monumen Mandala. Lokasi tersebut digunakan tergantung isu-isu yang terkait.

Persamaan: Identifikasi kegiatan masyarakat di ruang publik serta bagaimana masyarakat memanfaatkan ruang publik, khususnya dalam kegiatan demonstrasi

Perbedaan: Penelitian hanya difokuskan untuk melihat satu kegiatan yaitu demonstrasi, serta bagaimana masyarakat menyampaikan aspirasi dan protes di ruang terbuka publik.

5 I Putu Kartika Udayana

Setting Spasial Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh, Badung

Identifikasi tatanan perilaku dan tatanan ruang dalam ruang terbuka publik Pesisir Seseh.

Kualitatif Beberapa temuan mengenai kondisi setting

yang dimanfaatkan untuk kegiatan ritual, kegiatan ekonomi dan kegiatan rekreasi

(46)

18 

 

 

2.2Konsep dan Kerangka Berpikir 2.2.1 Konsep

Konsep memberikan batasan atau peristilahan dalam penelitian ini, dan

konsep memberikan batasan terhadap terminologi teknis yang merupakan

komponen dari kerangka teori.

A. Setting Spasial

Menurut Rapoport (1982), setting merupakan tatanan ruang atau tata letak

dari suatu interaksi antara manusia dengan lingkungannya dengan melihat dari

beberapa komponen yaitu ruang, aktivitas, waktu dan civitas. Spasial lebih

berhubungan dengan spasi yang bermakna jarak, selingan bidang atau daerah di

antara benda-benda (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi

Geospasia). Secara terminologis, Mulyati dalam Teguh Prihanto (2006),

menyebutkan bahwa spasial adalah ruang fisik yang terbentuk pada lingkungan

permukiman, rumah tinggal dan bentuk bangunan yang terjadi karena faktor yang

berkembang di lingkungan masyarakat.

Setting spasial yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tatanan perilaku

dalam ruang fisik yang menjadi tempat beraktivitas dan berinteraksi antar individu

dan antara individu dengan lingkungannya. Aktivitas tersebut dilakukan di

ruang/spasial tertentu dan dalam rentang waktu tertentu, dengan melihat

komponen-komponennya yang ada di dalam setting tersebut, yaitu ruang (spasial),

(47)

19 

 

B. Ruang Terbuka Publik

Kamus Bahasa Indonesia mendefinisikan publik sebagai orang banyak

(umum). Dalam bahasa Inggris, publik diserap dari kata public artinya milik

bangsa, negara atau komunitas dalam jumlah yang besar atau dipertahankan atau

digunakan oleh masyarakat/komunitas secara keseluruhan. Publik juga berasal

dari bahasa latin publicus yang artinya kedewasaan, dalam pengertian tentang

pelajaran ini adalah membawa ide kepada masyarakat.

Mayor Polak (Sunarjo, 1984:19) memberikan definisi atau pengertian

publik (khalayak ramai) adalah sejumlah orang yang mempunyai minat sama

terhadap suatu persoalan tertentu. Publik adalah sejumlah orang yang berminat

dan merasa tertarik terhadap suatu masalah dan berhasrat mencari suatu jalan

keluar dengan mewujudkan tindakan yang nyata. Definisi publik menurut

Soekanto (2004) adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan.

Bogardus dalam Sumarmo (1990) mengatakan bahwa publik adalah

sejumlah orang yang satu dengan lainnya tidak saling mengenal, akan tetapi

semuanya mempunyai perhatian dan minat yang sama terhadap suatu masalah.

Lebih lanjut Herbert Blumer dalam Sastropoetro, (1990:108) mengemukakan

ciri-ciri publik, yaitu; dikonfrontasikan atau dihadapkan pada suatu isu; terlibat dalam

diskusi mengenai isu tersebut; dan memiliki perbedaan pendapat tentang cara

mengatur isu. Secara umum ruang publik/public space dapat didefinisikan dengan

cara membedakan arti katanya secara harfiah terlebih dahulu. Public merupakan

(48)

20 

 

 

bentuk tiga dimensi yang terjadi akibat adanya unsur-unsur yang membatasinya

(Ching, 1992).

Mengacu pada beberapa pendapat para ahli tentang publik, maka dalam

penelitian ini ruang terbuka publik yang dimaksud yaitu ruang yang berada di luar

bangunan di kawasan Pesisir Seseh, yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan

berbagai aktivitas oleh seluruh masyarakat. Publik yang dimaksud adalah semua

pelaku kegiatan yang memanfaatkan lahan terbuka di Pesisir Seseh, baik yang

rutin maupun hanya kebetulan atau dalam waktu tertentu saja beraktivitas di sana.

Carmona (2008) mengklasifikasikan ruang terbuka publik menjadi 3 jenis

berdasarkan aksesibilitasnya, yaitu external public space, internal public space

dan external and internal “quasi” public space. External public space ini

didefinisikan sebagai lahan yang berada di antara kepemilikan privat, contohnya

alun-alun, jalan, taman dan parkir. Internal public space, didefinisikan sebagai

ruang pada fasilitas-fasilitas umum dimana warga memiliki kebebasan mengakses,

yaitu perpustakaan umum, museum terminal/stasiun kendaraan umum. Di

Indonesia, internal public space ini lebih dikenal dengan fasilitas umum yang

dimiliki dan dikelola pemerintah, dimana untuk memanfaatkannya ada suatu

peraturan yang harus ditaati. Internal “quasi” public space ini adalah ruang

terbuka publik dengan kepemilikan privat dimana pengelola berhak melakukan

pengendalian akses dan perilaku penggunanya, contohnya fasilitas komersial dan

(49)

21 

 

Carmona menjabarkan jenis-jenis ruang terbuka publik berdasarkan

sifatnya, yaitu positive space, negative space, ambiguous space, dan private

space. Agar lebih jelas, penjabaran masing-masing karakteristik dan jenis public

space menurut Carmona bisa dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Space Characteristic

No Space

Characteristic Explanation Example

“Positive” spaces

1. Natural/semi natural

urban space

Natural and semi natural feature within urban areas, typically under state ownership

River, natural feature, seafronts, canals

2. Civic space The traditional forms of urban space,

open and available to all and catering for a wide variety function

Streets, squares, promenades

3. Public open space Managed open space, typically green

and available and open to all, even if temporary controlled

Park, gardens, commons, urban forests, cemeteries

“Negative” spaces

4. Movement space Space dominated by movement needs,

largely for motorized transportation

Main roads, motorways, railways, underpasses

5. Service space Space dominated by modern servicing

requirements needs

Car parks, service yards

6. Left-over space Space left over after development,

often designed with function

“SLOAP” (space left over aver after planning), modernist open space

7. Undefined space Undeveloped space, either abandoned

or awaiting redevelopment

Redevelopment space, abandoned space, transient space

“Ambiguous” spaces

8. Interchange space Transport stops and interchanges,

whether internal maupun external

Metros, bus interchanges, railway stations, bus stops

9. Public “private”

space

Seemingly public external space, in fact privately owned and to greater or lesser degrees controlled

Privately owned “civic” space, business parks, church grounds

10. Conspicuous spaces Public spaces designed to make

stranger feel conspicuous and, potentially, unwelcome

Cul-de-sacs dummy gated enclaves

11. Internalized “public” space

Formally public and external uses, internalized and, often privatized

Shopping/leisure malls, introspective mega-structures

12. Retail space Privately owned but publicly

accessible exchange spaces

Shops, covered markets, petrol stations

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.1
Tabel 2.3

Referensi

Dokumen terkait

Keterbatasan penyediaan ruang terbuka publik pada perumahan informal Tamansari menjadikan adanya keinginan warga untuk memanfaatkan ruang terbuka publik di bawah

Judul Tesis Analisis Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Lampung Propinsi Lampung.. Aminudin 98426

Judul Tesis Analisis Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Lampung Propinsi Lampung.. Aminudin 98426

Ruang terbuka hijau (RTH) publik di kawasan pusat kota Kepanjen yang menjadi objek dari penelitian ini, merupakan kawasan yang akan dikembangkan oleh pemerintah,

Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan ruang terbuka publik taman Nostalgia masih belum maksimal sesuai konsep awal, dimana tujuan pemanfaatan taman pada

Keterkaitan pemanfaatan ruang kawasan pesisir terhadap wilayah Kota Tegal adalah pemanfaatan sumberdaya pantai berbagai kegiatan masyarakat pesisir, namun tidak

Keterbatasan penyediaan ruang terbuka publik pada perumahan informal Tamansari menjadikan adanya keinginan warga untuk memanfaatkan ruang terbuka publik di bawah

Jenis hambatan menurut penyandang low vision terbagi atas beberapa kategori yang terbagi atas sistem informasi, kondisi infrastruktur yang melengkapi ruang terbuka publik,