TESIS
SETTING
SPASIAL KAWASAN RUANG TERBUKA
PUBLIK PESISIR SESEH, BADUNG
I PUTU KARTIKA UDAYANA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
TESIS
SETTING
SPASIAL KAWASAN RUANG TERBUKA
PUBLIK PESISIR SESEH, BADUNG
I PUTU KARTIKA UDAYANA NIM 1391861007
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
SETTING
SPASIAL KAWASAN RUANG TERBUKA PUBLIK
PESISIR SESEH, BADUNG
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Arsitektur
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I PUTU KARTIKA UDAYANA NIM 1391861007
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 20 JANUARI 2016
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Arsitektur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
G.A.M. Suartika, ST, M.EngSc. Ph.D.
NIP 19691018 199412 2 001
Pembimbing I,
G.A.M. Suartika, ST, M.EngSc. Ph.D.
NIP 19691018 199412 2 001
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K)
NIP. 19590215 198510 2 001
Pembimbing II,
Dr. Ir. I Made Adhika, MSP.
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 14 Januari 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
Nomor : 015/UN.14.4/DT/PMA/2016, Tanggal 14 Januari 2016
Ketua :
Gusti Ayu Made Suartika, ST., MEngSc. Ph.D.
Anggota :
1. Dr. Ir. I Made Adhika, MSP.
2. Dr. Ir. Ida Bagus Gde Wira Wibawa Mantra, MT.
3. Ni Ketut Pande Dewi Jayanti, ST., MengSc., PhD.
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : I Putu Kartika Udyana
NIM : 1391861007
Program Studi : Pascasarjana/Program Studi Arsitektur
Judul Tesis : Setting Spasial Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh, Badung
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 20 Januari 2016 Yang Membuat Pernyataan
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
diberikan kesehatan dan keteguhan hati untuk menyelesaikan tugas akhir (Tesis)
ini pada saat yang tepat. Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam
mengikuti ujian tugas akhir guna mencapai gelar Magister Teknik Arsitektur.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk proses
penyempurnaannya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak dalam lingkup
Program Pascasarjana Universitas Udayana yaitu Bapak Prof. Dr. dr. Ketut
Suastika, Sp.PD.KEMD. selaku Rektor Universitas Udayana, Ibu Prof. Dr. dr. A.
A. Raka Sudewi, Sp.S (K) selaku Direktur Program Pascasarjana., Ibu Gusti Ayu
Made Suartika, ST., MEngSc. Ph.D selaku Ketua Program Magister Arsitektur,
beserta jajarannya. Terimakasih juga kepada dosen pembimbing, yaitu Ibu
G.A.M. Suartika, ST, M.EngSc, Ph.D selaku dosen pembimbing I, dan Dr. Ir. I
Made Adhika, MSP selaku pembimbing II yang selalu memberikan arahan,
bimbingan, dan memberikan motivasi selama proses penyusunan tesis ini. Selain
itu, terima kasih Penulis diucapkan kepada dosen penguji yaitu, Bapak Ir. Ida
Bagus Gde Wira Wibawa, MT, Ibu Ni Ketut Pande Dewi Jayanti, ST., MengSc.,
PhD., dan Ibu Dr. Ir. Widiastuti, MT serta dosen lainnya yang memberikan
bimbingan dan pembelajaran.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, yaitu
vii
dan dukungan selama proses penyusunan tesis ini. Tidak lupa juga rasa
terimakasih penulis ucapkan kepada Ni Putu Emy Darma Yanti, teman hidup yang
selalu memberikan dorongan semangat dalam penyusunan tesis ini, hingga bisa
terselesaikan sesuai dengan harapan.
Kepada Kepala Desa, petugas Balawista Pantai Seseh dan seluruh
masyarakat Desa Seseh, penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan informasi,
dan data yang terkait dengan proses penelitian ini. Selain itu kepada narasumber
lainnya yang telah bersedia memberikan bantuan berupa data dan informasi
terkait, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga memberi manfaat.
Denpasar, 20 Januari 2016
Penulis
I Putu Kartika Udayana
ABSTRAK
SETTING SPASIAL KAWASAN RUANG TERBUKA PUBLIK PESISIR
SESEH, BADUNG
Pesisir Seseh merupakan salah satu tujuan masyarakat untuk melakukan kegiatan ritual keagamaan, seperti melukat, nganyut, nyegara-gunung dan melasti. Pesisir Seseh juga sebagai area pendukung mata pencaharian warga Desa Seseh sebagai nelayan. Beberapa setting spasial di dalam wilayah penelitian menunjang beberapa fungsi sekaligus, sehingga fenomena ini dikhawatirkan akan menimbulkan konflik pemanfaatan di kemudian hari. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; (1) kondisi setting spasial yang ada di kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh; (2) pemanfaatan setting spasial di kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh; dan (3) kualitas ruang terbuka publik pada
setting spasial di kawasan Pesisir Seseh.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, kemudian untuk pemecahan masalah menggunakan tiga teori yaitu teori behaviour setting, teori ruang peristiwa dan teori kualitas ruang terbuka publik. Lokasi penelitian terletak di Pesisir Seseh, Desa Seseh, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari langsung dari lapangan melalui wawancara, observasi, dokumentasi foto dan sketsa. Data sekunder didapatkan melalui wawancara dengan Bendesa Adat Desa Seseh, Kepala Desa Cemagi dan beberapa warga di sekitar Pesisir Seseh. Analisis data dilaksanakan melalui deskripsi, klasifikasi, penyajian data, dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan.
Hasil dan pembahasan penelitian menemukan jawaban dari permasalahan yaitu; (1) secara keseluruhan tatanan spasial yang ada di Pesisir Seseh kondisinya cukup baik dan mampu mewadahi kebutuhan masyarakat terhadap ruang terbuka publik, khususnya kawasan pesisir. Ada dua jenis setting yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu setting alami dan setting buatan. Setting yang bersifat alami seperti batu karang, pasir, dan loloan. Setting buatan yaitu bangunan penunjang dan fasilitas umum di Pesisir Seseh meliputi area parkir, wantilan, dan tangga; (2) Pemanfaatan setting spasial dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yaitu aksesibilitas, ekonomi, ritual, rekreasi, interaksi. Pemanfaatan spot untuk kegiatan ekonomi cenderung akan memilih area yang luas, dan dekat dengan jalan, agar mudah diakses. Kegiatan dengan sifat privat yang dilakukan oleh beberapa pengunjung yang memiliki hubungan intim, cenderung dilakukan di area teduh dan agak jauh dari keramaian, dengan setting yang bisa dijadikan tempat duduk. Pedagang makanan akan memilih spot yang mudah diakses dan sangat dekat dengan jalan, sehingga memudahkan membawa barang dagangan. Kegiatan ritual berlangsung di Pura Keramat dan Pura Luhur Batubolong, dan dibarengi dengan pemanfaatan jaba pura apabila di dalam pura tersebut telah dipenuhi oleh
ix
peraturan yang berlaku di wilayah setempat. Ditinjau dari aspek interaktif, Pesisir Seseh yang mampu mewadahi kegiatan pengunjung, secara tidak langsung memenuhi kebutuhan berinteraksi yang terjadi antar-kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung di Pesisir Seseh. Ditinjau dari aspek subyektif, para pelaku kegiatan di Pesisir Seseh merasa nyaman dan puas apabila dalam beraktivitas tidak ada gangguan atau intervensi dari pihak lain untuk menghentikan aktivitas.
ABSTRACT
SPATIAL SETTING PUBLIC OPEN SPACE SESEH BEACH, BADUNG
Seseh Beach is one of beach destination to do rituals and purification, such as melukat, nganyut, nyegara-gunung and melasti. Seseh Beach also support people livelihood as fishermen. Several settings in the study area support several functions at once, so the phenomenom is feared to create conflict in the future. Therefore, this research aimed to determine; (1) the condition of spatial setting in the area of public open space Seseh Beach; (2) the use of spatial setting in the area of public open space Seseh Beach; and (3) the quality of public open space in spatial setting in Seseh Beach area.
This study used a qualitative method, and to solving problems it used three kinds of theories, namely the theory of behaviour setting, event space theory and the theory of public open space quality. The research is located in the Seseh Beach, Seseh Village, Mengwi District, and Badung Regency. The source data in this study consists of primary and secondary data. The primary data obtained directly from the field through interview, observation, photo documentation and sketch. Meanwhile, the secondary data was taken through interview with Bendesa
of Seseh Village, the chairman of Cemagi Village and some villagers near the Seseh Beach. Data then analysis through description, classification, data presentation, continued with conclusion.
xi
the Seseh Beach feel comfortable and satisfied if there is no interference in their activities or interventions of other parties to stop the activity.
RINGKASAN
Sebagai salah satu ruang terbuka publik, kawasan pesisir memiliki
berbagai keunikan yang mampu menjadi daya tarik bagi masyarakat. Keindahan
pantai dan ombaknya, pasir, kerang, panorama sunset dan sunrise, yang menakjubkan akan mengundang decak kagum siapapun yang melihatnya. Selain
sebagai kawasan perlindungan, sumber daya dan biota di pantai dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Bagi
masyarakat sekitarnya, pesisir memegang peranan penting dalam kehidupan
mereka. Kawasan pesisir juga digunakan sebagai tempat bermukim bagi
masyarakat, yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan, petani garam
dan rumput laut.
Bagi masyarakat Bali, kawasan pesisir memegang peranan penting bagi
kehidupan beragama. Banyak prosesi dan ritual yang dilakukan masyarakat di
pesisir dengan tujuan menjaga keseimbangan alam. Dalam agama Hindu, dikenal
suatu upacara yang dinamakan yadnya yang bertujuan untuk menyucikan diri, sebagai ungkapan rasa terima kasih dan untuk menciptakan kehidupan yang
harmonis. Pantai Seseh, salah satu Pantai yang ada di Kabupaten Badung,
merupakan tujuan masyarakat untuk melakukan kegiatan ritual dan penyucian,
seperti misalnya melukat, nganyut dan nyegara-gunung. Selain itu, Pantai Seseh juga area pendukung mata pencaharian warga Desa Seseh yang berprofesi sebagai
nelayan.
Pemanfaatan Pantai Seseh sebagai wadah kegiatan ritual dan mata
pencaharian warga ini telah berlangsung cukup lama. Seiring perkembangan
pariwisata di Bali khususnya wilayah pantai, Pantai Seseh pun lambat mulai
dikenal masyarakat dan menjadi destinasi wisata, tidak hanya masyarakat Bali,
tapi juga wisatawan lokal dan mancanegara.
Melihat adanya fenomena tersebut rumusan masalah yang diambil dalam
xiii
kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh, dan (3) kualitas ruang terbuka publik
pada setting spasial kawasan Pesisir Seseh.
Untuk memecahkan permasalahan pada rumusan masalah, metode yang
digunakan adalah metode kualitatif. Lokasi penelitian terletak di Desa Seseh,
Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Melihat rumusan masalah yang akan
dipecahkan dalam penelitian terdapat dua sumber data yang diperlukan yakni data
primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh secara langsung dari narasumber/informan dengan melakukan observasi
dan wawancara langsung dengan pelaku kegiatan di Pesisir Seseh, sketsa dan foto.
Data sekunder diperoleh dari referensi dan informasi yang didokumentasikan oleh
kantor/dinas/instansi terkait, di antaranya berupa gambaran wilayah Kecamatan
Mengwi, luas wilayah, batas-batas wilayah, jumlah penduduk dan mata
pencaharian penduduk. Analisis data dilaksanakan melalui deskripsi, klasifikasi
dan penyajian data dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan.
Pada bagian hasil dan pembahasan penelitian ditemukan bahwa secara
keseluruhan tatanan spasial yang ada di Pesisir Seseh kondisinya cukup baik dan
mampu mewadahi kebutuhan masyarakat akan ruang terbuka publik, khususnya
kawasan pesisir. Setting spasial di Pesisir Seseh yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat ada yang bersifat alami dan buatan. Setting yang bersifat alami yaitu batu karang, pasir, dan loloan. Setting yang bersifat yaitu bangunan penunjang dan fasilitas umum di Pesisir Seseh meliputi area parkir, wantilan, dan tangga.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan setting spasial di ruang terbuka Publik Pesisir Seseh, yaitu: (a) aksesibilitas; (b) ekonomi; (c) ritual;
(d) rekreasi; dan (e) interaksi. Pemanfaatan spot untuk kegiatan ekonomi
cenderung akan memilih area yang luas, dan dekat dengan jalan, agar mudah
diakses. Kegiatan dengan sifat privat yang dilakukan oleh beberapa pengunjung
yang memiliki hubungan intim, cenderung dilakukan di area teduh dan agak jauh
dari keramaian, dengan setting yang bisa dijadikan tempat duduk. Kegiatan ritual
berlangsung di Pura Keramat dan Pura Luhur Batubolong, dan dibarengi dengan
Terjadi dan berakhirnya pemanfaatan setting spasial di ruang terbuka publik Pesisir Seseh terjadi disebabkan salah satu dari faktor ruang peristiwa yaitu
aktivitas, ruang dan waktu. Peristiwa di ruang terbuka publik yang direncanakan
dan kemudian terselenggara, yang penekanannya ada pada faktor aktivitas sebagai
penentu. Peristiwa di ruang terbuka publik juga bisa terjadi tanpa direncanakan,
yang penekanannya ada pada tempat/ruang sebagai penentu. Peristiwa di ruang
terbuka publik juga ada yang terjadi hanya pada waktu-waktu tertentu saja, yang
ditekankan oleh waktu sebagai penentu.
Kegiatan ekonomi di ruang terbuka publik Pesisir Seseh cenderung akan
memilih area yang luas dan dekat dengan jalan, agar mudah diakses. Kegiatan
dengan sifat privat yang dilakukan oleh beberapa pengunjung yang memiliki
hubungan intim, cenderung dilakukan di area teduh, dengan setting yang bisa
dijadikan tempat duduk. Pedagang makanan akan memilih spot yang mudah
diakses dan sangat dekat dengan jalan, sehingga memudahkan membawa barang
dagangan. Para pedagang makanan dan minuman cenderung berkumpul di satu
area untuk memudahkan para pembeli.
Setelah ditinjau dari kualitas ruang terbuka publik, setting spasial yang ada di Pesisir Seseh telah memenuhi disebut sebagai ruang terbuka publik. Ditinjau
dari aspek struktural, Pesisir Seseh dan sebagian besar tatanan spasialyang ada di
dalamnya memberikan kemudahan untuk diakses oleh semua pengunjung, yang
dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor dan berjalan kaki. Pesisir
Seseh dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, dengan syarat tetap mematuhi
norma dan peraturan yang berlaku di wilayah setempat.
Ditinjau dari aspek interaktif, Pesisir Seseh yang mampu mewadahi
kegiatan pengunjung, secara tidak langsung memenuhi kebutuhan berinteraksi
yang terjadi antar-kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung di Pesisir Seseh.
Ditinjau dari aspek subyektif, para pelaku kegiatan di Pesisir Seseh merasa
nyaman dan puas apabila dalam beraktivitas tidak ada gangguan atau intervensi
dari pihak lain untuk menghentikan aktivitas. Namun pada kenyataannya masih
xv
ruang publik seperti contohnya kegiatan motocross. Fenomena lainnya dalam pemanfaatan ruang, sebagian pengunjung masih bersikap apatis terhadap
peraturan-peraturan yang ada di sekitar kawasan suci di Pesisir Seseh. Banyak
pengunjung yang tidak mengindahkan larangan berbuat di luar batas kesopanan
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM ... i
PRASYARAT GELAR... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
LEMBAR SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
UCAPAN TERIMAKASIH ... vi
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... x
RINGKASAN... xii
DAFTAR ISI ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xxi
DAFTAR TABEL ... xxiii
DAFTAR DIAGRAM ... xxiv
GLOSARIUM ... xxv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
1.4.1 Manfaat Akademis ... 8
1.4.2 Manfaat Praktis ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, dan MODEL PENELITIAN ... 9
2.1 Kajian Pustaka ... 9
xvii
2.1.2 Penelitian Sunaryo tentang Perubahan Setting Ruang dan Pola Aktivitas Publik di Ruang Terbuka Kampus
Universitas Gadjah Mada ... 11
2.1.3 Penelitian Adhitama tentang Faktor Penentu Setting Fisik dalam Beraktivitas di Ruang Terbuka Publik “Studi Kasus Alun-alun Merdeka Kota Malang” ... 13
2.1.4 Penelitian Purnamasari tentang Kajian Spasial Ruang Publik (Public Space) Perkotaan untuk Aktivitas Demonstrasi Mahasiswa di Kota Makassar ... 15
2.2 Konsep dan Kerangka Berpikir ... 18
2.2.1 Konsep ... 18
A. Setting Spasial ... 18
B. Ruang Terbuka Publik ... 19
C. Fungsi dan Peran Ruang Terbuka Publik ... 23
D. Karakteristik Ruang Publik ... 26
E. Ruang Terbuka Publik sebagai Wadah Aktivitas dan Interaksi Sosial ... 27
2.2.2 Kerangka Berpikir ... 28
2.3 Landasan Teori ... 30
2.3.1 Teori BehaviourSetting ... 30
2.3.2 Teori Ruang Peristiwa ... 31
2.3.3 Teori Kualitas Ruang Terbuka Publik ... 34
2.4 Model Penelitian ... 35
BAB III METODE PENELITIAN ... 36
3.1 Rancangan Penelitian ... 36
3.2 Lokasi Penelitian ... 36
3.3 Jenis Data ... 40
3.4 Sumber Data ... 41
3.4.1 Sumber Data Primer ... 41
3.5 Instrumen Penelitian ... 43
3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 46
3.6.1 Observasi/Pengamatan Lapangan ... 47
3.6.2 Wawancara ... 48
3.6.3 Dokumentasi ... 48
3.7 Teknik Analisis Data ... 48
3.8 Pengklasifikasian Data ... 51
3.9 Penyajian Hasil Analisis Data ... 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53
4.1 Gambaran Setting ... 53
4.2 Kondisi Setting Spasial di Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh ... 55
4.2.1 Kondisi Setting Spasial di Obyek A (Plaza/Jaba Pura)... 56
A. Kondisi Setting Spasial di Spot A1 (Jaba Pura Batununggul) ... 57
B. Kondisi Setting Spasial di Spot A2 (Lapangan dan Bebatuan) ... 59
C. Kondisi Setting Spasial di Spot A3 (Jaba Pura Keramat dan Pura Luhur Batubolong) ... 62
4.2.2 Kondisi Setting Spasial di Obyek B (Pos Balawista) ... 65
4.2.3 Kondisi Setting Spasial di Obyek C (Pantai Munggu) .... 68
4.3 Pemanfaatan Setting Spasial di Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh ... 71
4.3.1 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek A ... 73
A. Pemanfaatan Area Jaba Pura Batununggul saat Piodalan ... 73
B. Pemanfaatan Area Jaba Pura Batununggul saat Hari Biasa ... 74
C. Pemanfaatan Area Bebatuan saat Hari Biasa... 75
xix
E. Pemanfaatan Area Lapangan saat Upacara Melasti . 77 F. Pemanfaatan Area Jaba Pura Keramat ... 77 G. Pemanfaatan Wantilan saat Hari Biasa ... 78
H. Pemanfaatan Wantilan untuk Kegiatan Tabuh Rah . 81 I. Pemanfaatan Wantilan untuk Pementasan dan
Rapat ... 82
J. Pemanfaatan Jaba Pura Batubolong saat Hari Biasa 82 K. Pemanfaatan Jaba Pura Batubolong saat Upacara
Piodalan ... 84 L. Pemanfaatan Jaba Pura Batubolong saat Upacara
Melasti ... 86 4.3.2 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek B (Pos
Balawista) ... 90
A. Pemanfaatan Area Pos Balawista ... 90
B. Pemanfataan Area Loloan ... 92 4.3.3 Kondisi Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek C
(Pantai Munggu) ... 94
A. Pemanfaatan Area Parkir saat Hari Biasa ... 95
B. Pemanfaatan Pantai Munggu untuk Bermain
Layang-layang ... 98
C. Pemanfaatan Pantai Munggu untuk Aktivitas
Berdagang ... 100
D. Pemanfaatan Pantai Munggu untuk Aktivitas
Olahraga ... 102
4.4 Tinjauan Kualitas Ruang Terbuka Publik dalam Setting
Spasial Kawasan Pesisir Seseh ... 106
4.4.1 Tinjauan Kualitas Ruang Terbuka Publik dalam Setting
Spasial di Obyek A (Plaza/Jaba Pura) ... 107 4.4.2 Tinjauan Kualitas Ruang Terbuka Publik dalam Setting
4.4.3 Tinjauan Kualitas Ruang Terbuka Publik dalam Setting
Spasial di Obyek C (Pantai Munggu) ... 110
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 112 5.1 Simpulan ... 112
5.1.1 Kondisi Setting Spasial di Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh ... 112
5.1.2 Pemanfaatan Setting Spasial di Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh ... 113
5.1.3 Setting Spasial di Kawasan Pesissir Seseh Ditinjau dari Kualitas Ruang Terbuka Publik ... 116
5.2 Saran ... 117
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Peta Lokasi Obyek Penelitian ... 38
Gambar 4.1 Peta Obyek Penelitian ... 54
Gambar 4.2 Peta Obyek A (Plaza/Jaba Pura) ... 55 Gambar 4.3 Setting Spasial di Spot A1 (Jaba Pura Batununggul) ... 57 Gambar 4.4 Potongan Arsitektural Spot A1 (Jaba Pura Batununggul) ... 58 Gambar 4.5 Setting Spasial di Spot A2 (Lapangan dan Bebatuan) ... 59 Gambar 4.6 Sarana Melasti di Pantai Seseh ... 61
Gambar 4.7 Upacara Melasti di Pantai Seseh ... 61
Gambar 4.8 Setting Spasial di Spot A3 (Jaba Pura Keramat dan Pura Luhur Batubolong) ... 63
Gambar 4.9 Peta Obyek B (Pos Balawista) ... 65
Gambar 4.10 Nelayan Membawa Jukung ke Darat ... 67 Gambar 4.11 Penempatan Jukung yang Kurang Rapi ... 67 Gambar 4.12 Aktivitas Personal di Sela-Sela Jukung ... 67 Gambar 4.13 Pengunjung Melakukan Terapi Pasir ... 67
Gambar 4.14 Peta Obyek C (Pantai Munggu) ... 70
Gambar 4.15 Persebaran Ruang Parkir di Pantai Munggu ... 70
Gambar 4.16 Setting Spasial di Jaba Pura saat Piodalan ... 73 Gambar 4.17 Setting Spasial di Jaba Pura saat Hari Biasa ... 74 Gambar 4.18 Pura Keramat Sebelum Direnovasi ... 78
Gambar 4.19 Pura Keramat Setelah Direnovasi ... 78
Gambar 4.20 Setting Spasial di Wantilan Pura Luhur Batubolong ... 80 Gambar 4.21 Potongan Arsitektural Wantilan... 81
Gambar 4.22 Setting Spasial di Jaba Pura Luhur Batubolong saat Hari Biasa ... 83
Gambar 4.23 Setting Spasial di Jaba Pura Luhur Batubolong saat Upacara
Piodalan ... 84 Gambar 4.24 Setting Spasial Jaba Pura Luhur Batubolong saat Upacara
Gambar 4.25 Pos Balawista di Pesisir Seseh ... 91
Gambar 4.26 Petugas Balawista di Pesisir Seseh ... 91
Gambar 4.27 Potongan Arsitektural Area Pos Balawista ... 91
Gambar 4.28 Loloan Tengah di Pesisir Seseh ... 93 Gambar 4.29 Jukung di Pesisir Seseh ... 93 Gambar 4.30 Batu Karang di Pantai Munggu ... 96
Gambar 4.31 Pengunjung Mebanten di Pantai Munggu ... 96 Gambar 4.32 Potongan Arsitektural Area Tangga ... 97
Gambar 4.33 Aktivitas di Senderan Parkiran ... 98
Gambar 4.34 Aktivitas Menurunkan Layangan di Parkiran ... 98
Gambar 4.35 Setting Spasial Warung Tetap di Pantai Munggu ... 100 Gambar 4.36 Tempat Sampah di Pantai Munggu ... 102
Gambar 4.37 Pedagang Tetap di Pantai Munggu ... 102
Gambar 4.38 Loloan yang Menyerupai Danau ... 104 Gambar 4.39 Pengunjung Bermain Sepak Bola ... 104
Gambar 4.40 Memancing di Pantai Munggu ... 104
xxiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kedudukan Penelitian Kini dan Penelitian Terdahulu... 17
Tabel 2.2 Space Characteristic ... 21 Tabel 2.3 Terjadinya Ruang Peristiwa ... 33
Tabel 3.1 Sumber Data untuk Menjawab Masing-masing Rumusan
Masalah ... 43
Tabel 3.2 Panduan Penentuan Setting sebagai Ruang Terbuka Publik ... 51 Tabel 4.1 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek A... 88 Tabel 4.2 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek B ... 94 Tabel 4.3 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek C ... 105 Tabel 4.4 Tinjauan Kualitas Ruang Publik di Obyek A ... 107
Tabel 4.5 Tinjauan Kualitas Ruang Publik di Obyek B ... 109
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 2.1. Kerangka Berpikir ... 29
Diagram 2.2 Komponen Pembentuk Ruang Peristiwa ... 32
Diagram 2.3 Model Penelitian ... 35
Diagram 4.1 Setting di Batu Karang saat Piodalan Pura Batununggul ... 73 Diagram 4.2 Setting di Batu Karang saat Hari Biasa ... 74 Diagram 4.3 Pemanfaatan Jaba Pura Luhur Batubolong saat Hari Biasa ... 83 Diagram 4.4 Pemanfaatan Jaba Pura Luhur Batubolong saat Piodalan ... 85 Diagram 4.5 Pemanfaatan Jaba Pura Luhur Batubolong saat Upacara
Melasti ... 87
xxv GLOSARIUM
Asagan : Bangunan knock down yang berbentuk panggung, digunakan untuk menggelar banten sarana upacara lainnya
Awig-awig : Suatu ketentuan yang mengatur tata krama pergaulan hidup dalam masyarakat Bali, dengan tujuan untuk mewujudkan
tata kehidupan yang ajeg
Bale : bangunan berbentuk bujur sangkar, digunakan sebagai sebagai tempat bersistirahat
Banten : Sesajen yang terbuat dari daun-daunan, buah dan bunga yang dirangkai sedemikian rupa untuk dihaturkan saat
persembahyangan/upacara agama Hindu
Gedong : Salah satu bangunan yang terletak di pura, berbentuk bujur sangkar, tertutup dengan dinding masif dengan atap limas
Banyu pinaruh : Upacara yadnya yang dilakukan setelah Hari Raya Saraswati, yang bertujuan untuk pembersihan dan kesucian diri
Bubu : Alat perangkap ikan yang dibuat dari bahan dasar potongan bambu dipecah kecil-kecil, tali plastik dan tempurung kelapa
untuk menangkap ikan
Jukung : Sebutan lain untuk perahu kayu, berbentuk ramping dengan panjang sekitar 8 meter dan lebar sekitar setengah meter
Leteh : Keadaan seseorang atau suatu benda atau suatu tempat dalam kondisi kotor.
Loloan : Saluran pertemuan air laut dengan air dari daratan
Mejejahitan :Keterampilan masyarakat Bali dalam suatu pekerjaan tangan untuk sarana upacara dan ritual dengan menggunakan sarana
daun-daunan
Metembang : Bernyanyi atau melantunkan syair dengan irama tertentu
Mekiyis : Rangkaian upacara penyucian yang diselenggarakan di pantai atau danau, yang berkaitan dengan Hari Raya Nyepi
Melasti : Istilah lain dari mekiyis Melis : Istilah lain dari mekiyis
Melukat : Upacara pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia oleh umat Hindu
Nista mandala : Sering juga disebut jaba adalah bagian terluar dari area pura
Nunas : memohon atau meminta
Nyegara gunung : Sering disebut dengan nyegara giri atau maajar-ajar yang dilakukan ke laut dan ke gunung, dalam rangkaian upacara
dewa yadnya dan pitra yadnya Pailen-ilen : Rangkaian suatu kegiatan
Penyengker : Berasal dari kata sengker, yang artinya tembok/pagar yang membatasi satu area dengan area lainnya
Parerem : Sama dengan awig-awig, hasil keputusan paruman desa atau banjar yang berisi ketentuan pelaksanaan awig-awig desa
pekraman
Pecalang : Petugas keamanan desa pekraman
Pelinggih : Tempat pemujaan sebagai perwujudan (menstanakan) yang dipuja yaitu Ida Sang Hyang Widhi dalam kepercayaan umat
Hindu di Bali
Pengelukatan : Sama dengan melukat yaitu upacara pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia oleh umat Hindu
Pengempon : Kelompok masyarakat yang mendapat tugas/ngayah untuk menyelenggarakan atau mengerjakan kewajiban yang harus
dilaksanakan dalam kaitannya dengan tempat suci/Pura
Pepelik : Bentuknya mirip dengan bangunan gedong, namun terbuka di tiga sisinya yaitu ke depan dan sisi samping kanan dan kiri.
xxvii
Piodalan : Juga dikenal dengan istilah petoyan dan pujawali, yaitu perayaan pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi yang di
lakukan di pura atau merajan
Prajuru : Seseorang yang bertugas menjalankan awig-awig, dipilih oleh masyarakat desa pekraman
Rahinan : Hari raya atau hari yang disucikan umat Hindu, biasanya dilakukan upacara yadnya
Saka : Tiang/kolom super struktur yang berfungsi menopang struktur atap
Sanggah agung : Sarana pemujaan yang bersifat non permanen tang berbentuk bujur sangkar yang dibuat dari bambu
Sangkep : Dikenal juga dengan istilah rapat dengan tujuan untuk membahas dan menemukan jalan keluar dari suatu
permasalahan
Sekehe : Sebuah organisasi tradisional yang pada umumnya bergerak dalam satu bidang profesi untuk menyalurkan kesenangan
Sengker : Berasal dari bahasa Jawa yang artinya tidak mengizinkan keluar dari tempatnya, mengurung, atau memingit
Tabuh rah : Taburan darah binatang (ayam) korban yang dilaksanakan dalam rangkaian ritual/upacara agama Hindu di Bali
Tegalan : Suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan
dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah.
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pendahuluan merupakan pemaparan dari latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan
uraian tentang konteks permasalahan dengan rumusan permasalahan yang akan
diteliti. Rumusan masalah memaparkan secara terperinci masalah-masalah
penelitian yang akan distudi. Tujuan penelitian mengemukakan tujuan yang ingin
dicapai melalui pelaksanaan penelitian ini. Terakhir adalah manfaat penelitian,
berisi uraian manfaat penelitian dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan
(akademik), dan manfaat bagi pemecahan masalah pada tataran kehidupan di
masyarakat (praktis).
1.1Latar Belakang
Ruang terbuka publik secara umum adalah suatu ruang dimana seluruh
masyarakat mempunyai akses untuk menggunakannya. Pada dasarnya ruang ini
merupakan suatu wadah yang menampung aktivitas/kegiatan tertentu masyarakat,
baik secara individu maupun kelompok (Hakim, 1987). Sebagai bagian dari ruang
terbuka, kehadiran ruang terbuka publik memiliki peran cukup penting di tengah
kehidupan masyarakat. Fungsi utama ruang terbuka publik adalah sebagai tempat
interaksi, aktivitas sosial, dan kebutuhan rekreasi. Ketersediaan ruang terbuka
publik wajib ada baik pada tingkat kota maupun skala yang lebih kecil seperti
2
terbuka hijau bagi publik paling sedikit 10% dari seluruh luas wilayah kawasan
perumahan (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 34 tahun 2006).
Ruang terbuka publik (public open space) sebagai sebuah obyek fisik
secara sederhana dapat didefinisikan sebagai ruang maupun bentuk yang secara
spasial dapat dimanfaatkan untuk mewadahi aktivitas bersama kemasyarakatan
atau dapat dimanfaatkan oleh siapapun dan untuk berbagai kegiatan. Ruang
terbuka publik dapat direncanakan atau tanpa perencanaan. Ruang terbuka yang
direncanakan biasanya jelas peruntukannya, karena sudah direncanakan dengan
baik. Ruang terbuka tanpa perencanaan biasanya memanfaatkan sisa lahan yang
kosong atau bahkan ruang yang tidak jelas fungsinya (Eddy Darmawan, 2003).
Secara fungsional, ruang terbuka publik direncanakan dan dirancang
dengan sengaja untuk memenuhi kepentingan sosial. Di kota, ruang terbuka
publik juga dirancang sebagai bagian aspek fisik kota yang memberi orientasi
visual dan bahkan identitas, serta mewujudkan keseimbangan solid-void atau
ruang positif-ruang negatif dalam perencanaan massa bangunan pada suatu
kawasan. Public space menjadi salah satu perwujudan aspek demokrasi suatu
tempat (Eddy Darmawan, 2003).
Ruang terbuka publik yang dimaksud dalam tata guna lahan atau
pemanfaatan ruang wilayah atau area perkotaan adalah ruang terbuka (open
space) yang dapat diakses atau dimanfaatkan oleh warga kota secara cuma-cuma
sebagai bentuk pelayanan publik dari pemerintah kota yang bersangkutan demi
3
keamanan dan kesehatan) seluruhnya. Wujud dari ruang terbuka adalah berupa
lahan tanpa atau dengan sedikit bangunan atau dengan jarak bangunan yang saling
berjauhan; ruang terbuka ini dapat berupa pertamanan, tempat olah raga, tempat
bermain anak-anak dan lain sebagainya (Departemen Pekerjaan Umum, 1992).
Peran ruang terbuka publik di kota-kota besar sangat penting. Dengan
adanya ruang terbuka publik, seluruh lapisan masyarakat dapat memiliki ruang
untuk bersantai dan mendapatkan hiburan murah meriah. Dengan demikian,
keberadaan ruang terbuka publik sebenarnya dapat menjadi ukuran tingkat stres
masyarakat kota besar (Eddy Darmawan, 2003). Sebagai salah satu ruang terbuka
publik, kawasan pesisir memiliki berbagai keunikan yang mampu menjadi daya
tarik bagi masyarakat. Keindahan pantai dan ombaknya, pasir, kerang, panorama
sunset dan sunrise, yang menakjubkan akan mengundang decak kagum siapapun
yang melihatnya. Selain sebagai kawasan perlindungan, sumber daya dan biota di
pantai dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Bagi masyarakat sekitarnya, pesisir memegang peranan penting dalam kehidupan
mereka. Kawasan pesisir juga digunakan sebagai tempat bermukim bagi
masyarakat, yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan, petani garam
dan rumput laut.
Banyak prosesi dan ritual yang dilakukan masyarakat di pantai dengan
tujuan menjaga keseimbangan alam. Dalam agama Hindu, dikenal suatu upacara
yang dinamakan yadnya yang bertujuan untuk menyucikan diri, sebagai ungkapan
rasa terima kasih dan untuk menciptakan kehidupan yang harmonis. Pesisir Seseh
4
Berbagai ritual/upacara yadnya yang dilakukan di Pesisir Seseh yaitu melukat,
nganyut, nyegara-gunung dan melasti lintas desa pekraman di Kabupaten Badung
dan Tabanan. Di sekitar Pesisir Seseh terdapat beberapa pura di antaranya Pura
Dalem, Pura Yeh Anakan, Pura Luhur Ulun Swi, Pura Luhur Batubolong, Pura
Ratu Mas, Pura Prajapati, dan Pura Batununggul. Di sana juga terdapat juga
sebuah makam peninggalan Kerajaan Mengwi yang dinamakan Pura Keramat.
Tidak hanya masyarakat lokal, tapi juga masyarakat yang berasal dari luar Bali
ramai bersembahyang dan berziarah di pura ini.
Pesisir Seseh juga sebagai area pendukung mata pencaharian warga Desa
Seseh yang berprofesi sebagai nelayan. Di pinggir pantai masih bisa ditemukan
para nelayan menyimpan jukung, serta terdapat beberapa bangunan semi
permanen atau gudang yang dimanfaatkan untuk menyimpan peralatan
menangkap ikan. Sementara itu, beberapa warga lainnya memanfaatkan lahan
pinggir pantai ini untuk menjemur gabah hasil panen.
Sebagai sebuah ruang terbuka publik, seiring waktu, Pesisir Seseh juga
menjadi destinasi rekreasi, olahraga dan wisata bagi masyarakat sekitar. Pesisir
Seseh ramai dikunjungi masyarakat terutama pada hari Sabtu dan Minggu.
Biasanya pengunjung melakukan kegiatan rekreasi dan olahraga, seperti jogging,
berenang, bermain sepak bola, voli, bermain layang-layang serta pertemuan non
formal lainnya. Pesisir Seseh saat ini berstatus sebagai Daya Tarik Wisata
Kabupaten Badung, yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Kabupaten
Badung Tahun 2010. Beberapa bangunan penunjang pariwisata seperti villa dan
5
kawasan ini mulai berkembang menyesuaikan dengan kemajuan pariwisata Bali
selatan.
Perkembangan pariwisata di Bali dewasa ini, sejatinya telah melahirkan
dualisme dalam masyarakat, khususnya pariwisata di kawasan pesisir. Di satu sisi
kawasan pesisir memiliki potensi untuk memberikan manfaat ekonomi bagi
masyarakat, di sisi lain kawasan pesisir juga merupakan ruang terbuka publik
yang wajib memberikan akses sehingga dapat dinikmati oleh semua orang.
Masalah yang timbul saat ini adalah pemanfaatan tak lahan pesisir yang tak
terbatas yang dilakukan oleh pemilik modal, sehingga masyarakat umum
kehilangan haknya terhadap ruang terbuka publik pesisir ini. Hal seperti ini sering
ditemukan di beberapa kawasan pariwisata seperti di Pantai Sanur, Pantai
Seminyak, Pantai Kuta, Pantai Canggu dan pantai lainnya.
Keberlangsungan pariwisata akhirnya menimbulkan kekhawatiran akan
tergesernya fungsi dan aktivitas masyarakat tradisional yang telah ada sebelumnya
di kawasan pesisir. Kegiatan rekreasi serta keberadaan akomodasi pariwisata
berpotensi melahirkan konflik kepentingan pemanfaatan lahan antar penggunanya.
Begitu pula dengan yang terjadi di Pesisir Seseh, bukan tidak mungkin suatu saat
akan terjadi konflik kepentingan pemanfaatan lahan, mengingat banyaknya fungsi
yang diwadahi. Kegiatan ritual yang ada di Pesisir Seseh dan telah menjadi tradisi
yang berlangsung selama ratusan tahun dikhawatirkan akan kehilangan tempatnya
sebagai dampak perkembangan pariwisata Pesisir Seseh. Keberadaan akomodasi
wisata di Pesisir Seseh beberapa di antaranya dibangun sangat dekat dengan lokasi
6
masyarakat masih mentoleransi keadaan tersebut. Jika hal ini tidak dibatasi, bukan
tidak mungkin fenomena tersebut bisa memicu hal serupa terjadi di pura-pura
lainnya yang ada di kawasan Pesisir Seseh.
Kegiatan ritual yang telah menjadi tradisi masyarakat Pesisir Seseh layak
dilestarikan dan diberi ruang, tanpa harus menutup fungsi Pesisir Seseh sebagai
ruang terbuka publik dan destinasi wisata. Begitu pula bagi para
masyarakat/pengunjung, Pesisir Seseh juga seharusnya menjadi ruang terbuka
publik yang ramah, nyaman dan humanis serta bebas diakses dan dimanfaatkan
masyarakat. Pemanfaatan setting di masing-masing spasial kawasan Pesisir Seseh
untuk selama ini berjalan cukup baik, namun kadang terjadi permasalahan bila
suatu aktivitas mulai mendominasi suatu lahan.
Penelitian ini akan sangat menarik bila ada upaya dan tindak lanjut dalam
menyelaraskan lingkungan fisik dengan kebutuhan manusia akan ruang aktivitas,
sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam kawasan ruang terbuka
publik pesisir. Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat mengetahui
bagaimana setting spasial di Pesisir Seseh dimanfaatkan oleh masyarakat Seseh.
Sehingga kegiatan yang bersifat tradisional bisa sejalan dengan rencana
Pemerintah Kabupaten Badung, yang menetapkan Pesisir Seseh sebagai daerah
tujuan wisata. Simpulan yang didapatkan dalam penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi Pemerintah Kabupaten Badung dalam pengembangan
7
1.2Rumusan Masalah
Melihat dari beberapa permasalahan yang telah dibahas pada latar
belakang terdapat beberapa hal yang akan dijadikan rumusan masalah penelitian,
yaitu:
1.2.1 Bagaimana kondisi setting spasial yang ada di kawasan ruang terbuka
publik Pesisir Seseh?
1.2.2 Bagaimana pemanfaatan setting spasial di kawasan ruang terbuka publik
Pesisir Seseh?
1.2.3 Apakah setting spasial di kawasan Pesisir Seseh telah memenuhi kualitas
ruang terbuka publik?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada penelitian ini antara lain adalah untuk menjawab
masalah yang telah dipaparkan yaitu:
1.3.1 Untuk mengetahui kondisi setting spasial yang ada di kawasan ruang
terbuka publik Pesisir Seseh.
1.3.2 Untuk mengetahui pemanfaatan setting spasial di kawasan ruang terbuka
publik Pesisir Seseh.
1.3.3 Untuk mengetahui kualitas ruang terbuka publik pada setting spasial di
kawasan Pesisir Seseh.
1.4Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini manfaat penelitian dapat dibagi menjadi dua yakni
8
untuk memberikan tambahan pengetahuan dan penerapan teori-teori yang telah
didapatkan khususnya di bidang ilmu perencanaan penataan ruang.
1.4.1 Manfaat Akademis
Bagi dunia akademis, penelitian ini sebagai upaya pendekatan ilmiah dan
analisis akademis terhadap pemanfaatan ruang terbuka publik di Pesisir Seseh
oleh masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan mampu memperkaya penelitian di
bidang ilmu perencanaan penataan ruang khususnya tentang ruang terbuka publik
kawasan pesisir, atau dijadikan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar dapat digunakan sebagai
acuan di dalam pengembangan daerah di masa yang akan datang. Terutama terkait
arah pengembangan ruang terbuka publik di Pesisir Seseh berdasarkan setting dan
aktivitas yang telah diteliti sebelumnya. Hasil dari penelitian ini dapat
memberikan sumbangan bagi pelaksana kebijakan tata ruang dalam menyusun dan
menjalankan kebijakan ketataruangan dengan tetap memperhatikan aspirasi
masyarakat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, dan
MODEL PENELITIAN
Bab ini menyajikan beberapa pokok bahasan yang didokumentasikan ke
dalam beberapa sub bab. Sub bab pertama adalah kajian pustaka, mengkaji
penelitian-penelitian telah dilakukan sebelumnya. Sub bab kedua adalah konsep
penelitian yang akan digunakan untuk menyusun kerangka acuan untuk
mengarahkan penelitian. Sub bab ketiga adalah landasan teori yang menjelaskan
tautan teori-teori yang berkenaan dengan topik bahasan yang dipakai sebagai
acuan. Sub bab keempat adalah model penelitian yang mengaitkan antara rumusan
masalah dengan teori.
2.1Kajian Pustaka
Dalam mendukung penelitian ini, beberapa hasil penelitian dan pustaka
yang berhubungan dengan pemanfaatan lahan pesisir digunakan sebagai bahan
pijakan sekaligus gambaran awal dan arahan bagi kepentingan penelitian.
2.1.1 Penelitian Haryanti tentang Kajian Pola Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang
Haryanti melakukan penelitian tentang pola pemanfaatan ruang terbuka
publik di Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang. Seiring dengan
perkembangan Kawasan Bundaran Simpang Lima sebagai Central Business
10
mencukupi, berdampak pada munculnya aktivitas-aktivitas informal pedagang
kaki lima (PKL) yang menempati dan memanfaatkan lokasi-lokasi publik. Hal
tersebut sebagai akibat ketidakmampuan membayar lokasi yang seyogyanya tidak
untuk berjualan terhadap perkembangan aktivitas kawasan dan sekitarnya.
Penelitian ini diharapkan menemukan hasil yang bisa digunakan untuk mencegah
hal tersebut terjadi pada Alun-alun Simpang Lima.
Tujuan dari penelitian adalah mengkaji mengenai kecenderungan
pemanfaatan-pemanfaatan ruang terbuka publik kawasan untuk mengetahui pola
pemanfaatan ruang terbuka publik kawasan sebagai dasar dalam arah
pengembangan ruang terbuka publik di Kawasan Bundaran Simpang Lima.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif deskriptif dan metode kualitatif rasionalistik karena beberapa variabel
yang berpengaruh pada studi ini adalah variabel kualitatif. Metode analisis
kualitatif deskriptif ini dilakukan untuk menggambarkan peristiwa dan fenomena
yang terjadi di wilayah studi. Metode kualitatif rasionalistik diimplementasikan
pada proses analisis dengan penekanan yang terletak pada ketajaman dan
kepekaan berpikir peneliti dalam menganalisis suatu masalah atau kecenderungan
yang terjadi di lapangan.
Dalam penelitian ini, Haryanti menemukan pola pemanfaatan ruang
terbuka publik di Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang dipengaruhi
beberapa faktor, di antaranya aktivitas pedagang kaki lima, aktivitas pengunjung
(pejalan kaki) dan interaksi sosial masyarakat Kota Semarang. Lapangan
11
mempunyai lokasi yang strategis dan aksesibilitas yang tinggi dengan beragam
multifungsi; di antaranya sebagai taman paru-paru kota, tempat upacara
kenegaraan, melakukan orasi dan kampanye politik, tempat ibadah jemaat secara
massal, pusat rekreasi dan hiburan, simpul pergerakan, wadah aktivitas
sosial-budaya, dan wadah aktivitas ekonomi.
Bagi penelitian terhadap ruang terbuka publik Pesisir Seseh, penelitian
Haryanti ini dapat memberikan masukan tentang hal apa saja yang mempengaruhi
pemanfaatan ruang terbuka publik, serta bagaimana para pelaku memanfaatkan
ruang terbuka publik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
kualitatif deskriptif dan metode kualitatif rasionalistik juga dapat diterapkan pada
penelitian ruang terbuka publik Pesisir Seseh, karena beberapa variabel yang
berpengaruh pada studi ini adalah variabel kualitatif.
2.1.2 Penelitian Sunaryo tentang Perubahan Setting Ruang dan Pola Aktivitas Publik di Ruang Terbuka Kampus Universitas Gadjah Mada
Penelitian Sunaryo tentang perubahan setting ruang dan pola aktivitas
publik di ruang terbuka kampus Universitas Gadjah Mada, yang fokus kepada
faktor-faktor yang mendorong publik beraktivitas dengan memanfaatkan ruang
terbuka kawasan Kampus Bulaksumur. Pembentukan Kawasan Bulaksumur
sebagai bagian dari proses transformasi spasial Kota Yogyakarta. Pada
perkembangannya, Kawasan Bulaksumur berkembang menjadi kawasan
pendidikan. Jalur Jalan Kaliurang yang pada masa itu masih merupakan akses
12
akses utama menuju wilayah perkembangan area hunian baru dengan tingkat
pertumbuhan penduduk tertinggi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada
periode 90-an.
Tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian yaitu; untuk mengetahui
faktor-faktor apa yang mendorong publik memanfaatkan ruang terbuka kawasan
Kampus Bulaksumur untuk aktivitasnya; untuk mengetahui mengapa terjadi
perubahan setting yang cepat dalam beberapa tahun terakhir; untuk mengetahui
bagaimana perubahan setting tersebut mempengaruhi pola aktivitas publik di
dalamnya.
Hasilnya yang didapatkan dari penelitian tersebut yaitu penggunaan ruang
terbuka kampus Universitas Gadjah Mada oleh publik dipengaruhi oleh
faktor-faktor antara lain aksesibilitas, pendukung aktivitas dan peraturan/kontrol.
Aksesibilitas menjadi faktor penentu dalam pemanfaatan ruang oleh publik pada
studi kasus Kampus UGM. Ruang-ruang dengan aksesibilitas tinggi juga memiliki
intensitas penggunaan publik yang tinggi. Ruang-ruang terbuka berbentuk koridor
jalan menempati intensitas penggunaan tertinggi, meskipun didominasi oleh
sirkulasi kendaraan. Aksesibilitas tidak terbatas pada akses fisik kepada ruang
dimaksud, akan tetapi termasuk akses visual. Pendukung aktivitas yang
mendorong penggunaan ruang oleh publik adalah ketersediaan PKL makanan,
ketersediaan area parkir, peneduhan dan hot spot wifi. Selain itu perkerasan dan
fasilitas lapangan olahraga juga mendukung penggunaan ruang untuk aktivitas
13
Pada kasus ruang terbuka berbentuk ruang antar bangunan dan halaman
gedung, kualitas penerangan (pencahayaan buatan) tidak banyak mempengaruhi
tingkat penggunaan ruang oleh publik. Aspek ini disediakan oleh kampus lebih
untuk pertimbangan keamanan daripada untuk penggunaan ruang. Pada kurun
waktu pengamatan penelitian, tidak terdapat perubahan berarti pada aspek
penerangan di area Kampus UGM. Intervensi peraturan dan kontrol cukup
dominan mempengaruhi tingkat penggunaan ruang oleh publik. Ruang-ruang
yang aksesnya harus melewati pos penjagaan Satuan Keamanan dan Keselamatan
Kampus (SKKK). memiliki intensitas penggunaan publik yang lebih rendah
dibanding yang tidak diberi penjagaan atau jauh/terhalang visual dari pos
penjagaan.
2.1.3 Penelitian Adhitama tentang Faktor Penentu Setting Fisik dalam Beraktivitas di Ruang Terbuka Publik “Studi Kasus Alun-alun Merdeka Kota Malang”
Adhitama dalam penelitiannya membahas tentang faktor yang menentukan
setting fisik dalam aktivitas masyarakat di Alun-alun Merdeka Kota Malang.
Fenomena yang terjadi pada kondisi alun-alun yang ada saat ini lebih berfungsi
sebagai ruang terbuka hijau tempat resapan air di tengah kota. Meski terdapat
ruang publik di dalamnya, akan tetapi pemanfaatan kurang direspon oleh
masyarakat Kota Malang sebagai tempat beraktivitas di pusat kota sehingga perlu
mendapat perhatian pemerintah kota bagaimana penataan setting fisik alun-alun
yang dapat berfungsi sebagai ruang terbuka hijau sekaligus dimanfaatkan untuk
14
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi,
situasi atau fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat menjadi objek
penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri,
karakter, sifat, model atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena
tertentu.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa faktor penentu setting fisik
dalam beraktivitas meliputi; ruang teduhan, yang merupakan element paling
penting dalam pembentuk perilaku pengguna alun-alun dalam memilih tujuan
beraktivitas ; ruang beristirahat dan bersantai (tempat duduk), dimana keberadaan
tempat duduk penggunaannya sangat bergantung bagaimana pola teduhan yang
menaunginya selain faktor kebersihan dan keamanan; ruang beraktivitas (plaza),
dimana kebutuhan akan sebuah ruang yang diharapkan cukup luas untuk dapat
menampung berbagai aktivitas, karena jika terlalu kecil maka interaksi sosial yang
diharapkan dari sebuah ruang publik akan kurang; aksesibilitas (jalur pedestrian),
karena banyak pengguna alun – alun banyak beraktivitas di area plaza dan
duduk-duduk menikmati suasana hijau di tengah kota; dan faktor terakhir yaitu pada
malam hari, yang akan berpengaruh terhadap persebaran aktivitas yang berkaitan
dengan keamanan dan kenyamanan terutama serta dapat menjadi daya tarik
terhadap penggunaan suatu ruang publik.
Bagi penelitian terhadap ruang terbuka publik Pesisir Seseh, penelitian
Adhitama ini juga dapat memberikan masukan tentang faktor-faktor apa saja yang
15
penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif, dimana permasalahan yang
diangkat juga memiliki kesamaan terhadap permasalahan yang akan diteliti di
ruang terbuka publik Pesisir Seseh.
2.1.4 Penelitian Purnamasari tentang Kajian Spasial Ruang Publik (Public Space) Perkotaan untuk Aktivitas Demonstrasi Mahasiswa di Kota Makassar
Purnamasari dalam penelitiannya membahas pemanfaatan ruang publik
sebagai wadah kegiatan demonstrasi mahasiswa, yang tersebar di beberapa ruang
terbuka publik di Kota Makassar. Salah satu jenis ruang publik perkotaan yang
digunakan adalah jalan. Pola lokasi demonstrasi menyebar dan berasosiasi dengan
lokasi kampus dan kantor pemerintahan. Penggunaan ruang jalan pada waktu
tertentu, terkait isu yang muncul, dan sejumlah lokasi strategis untuk menarik
perhatian masyarakat khususnya pemerintah, dan telah menjadi budaya dalam
pelaksanaan aksi demonstrasi. Di Kota Makassar tidak tersedia ruang fisik khusus
untuk menyampaikan pendapat dan aktivitas demonstrasi tidak bisa dipusatkan
pada satu tempat tertentu. Sehingga jalan tetap menjadi pilihan tempat untuk
demonstrasi mahasiswa.
Tujuan dari penelitian yang dilakukan Purnamasari ini adalah;
mengidentifikasi karakteristik ruang publik perkotaan yang digunakan untuk
aktivitas demonstrasi mahasiswa di Kota Makassar; mengidentifikasi
alasan-alasan yang menjadi pertimbangan penggunaan ruang publik yang digunakan
sebagai tempat untuk aktivitas demo dan mengetahui bagaimana kriteria ruang
16
Metode Penelitian yang digunakan merupakan metode observasi dan survey.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu membuat
gambaran/paparan dan menggali secara cermat serta mendalam tentang fenomena
sosial terkait aktivitas demonstrasi yang menggunakan ruang publik (fisik) tanpa
melakukan hipotesis.
Ruang publik (fisik) yang digunakan dalam aktivitas demonstrasi sebagai
tempat untuk menyampaikan pendapat khususnya mahasiswa di Kota Makassar
yaitu ruang yang secara fisik terbuka, umumnya pada lokasi strategis (mudah
diakses dan menarik perhatian seperti kampus atau kantor), salah satu jenis
ruangnya yaitu berupa jalan (street). Ruang/lokasi demonstrasi yang ada di Kota
Makassar membentuk pola menyebar dan berasosiasi pada beberapa titik seperti
perguruan tinggi, kantor pemerintahan, serta tempat penting lainnya seperti
monumen Mandala atau perempatan fly over.
Penggunaan ruang jalan pada sejumlah tempat/titik menjadi alasan-alasan
yang dipertimbangkan dalam menyampaikan pendapat juga berdasar pada
isu/topik yang disuarakan. Ruang yang dianggap tepat untuk aktivitas demonstrasi
secara umum adalah ruang yang terbuka (fisik), berada pada lokasi strategis
(aksesnya mudah dan menarik perhatian atau dapat dilihat/didengar banyak
orang), bisa menampung banyak massa, tidak menimbulkan kemacetan/
mengganggu ketertiban umum, dan mendapat respon pada pihak yang dituju.
Untuk melihat persamaan dan perbedaan masing-masing penelitian yang
17
Tabel 2.1
Kedudukan Penelitian Kini dan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Topik Penelitian Metode Hasil Kedudukan Penelitian
1 Dini Haryanti,
Analisa pola pemanfaatan ruang terbuka publik di Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang oleh masyarakat.
Kualitatif Pola pemanfaatan ruang publik menyesuaikan dengan setting tempat tertentu, yang mempengaruhi jenis kegiatan yang dilakukan pengunjung.
Persamaan: Topik penelitian mengenai aktivitas dan pemanfaatan ruang terbuka publik
Perbedaan: Lokasi penelitian difokuskan pada alun-alun kota yang merupakan ruang terbuka publik buatan/non alami
2 Gunawan Sunaryo, 2010
Perubahan Setting Ruang dan Pola Aktivitas Publik di Ruang Terbuka Kampus Universitas Gadjah Mada
Kajian perubahan setting ruang dan pola aktivitas masyarakat di ruang terbuka kampus Universitas Gadjah Mada
Kualitatif Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan ruang terbuka kampus Universitas Gadjah Mada oleh publik adalah aksesibilitas, pendukung aktivitas dan peraturan/kontrol.
Persamaan: Topik penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi aktivitas dan pemanfaatan ruang terbuka publik
Perbedaan: Lokasi penelitian difokuskan pada kawasan ruang terbuka kampus Universitas Gadjah Mada
3 Muhamad Satya Adhitama, 2013
Faktor Penentu Setting Fisik dalam Beraktivitas di Ruang Terbuka Publik “Studi Kasus Alun-alun Merdeka Kota Malang”
Faktor setting fisik yang mempengaruhi kenyamanan masyarakat Kota Malang dalam memanfaatkan dan beraktivitas di alun-alun Merdeka Kota Malang
Kualitatif Setting fisik, waktu dan karakter kegiatan sangat mempengaruhi aktivitas yang ada di ruang terbuka publik Alun-alun Merdeka Kota Malang
Persamaan: Topik penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi aktivitas dan pemanfaatan ruang terbuka publik
Perbedaan: Lokasi penelitian fokus pada ruang terbuka publik buatan/non alami yaitu alun-alun 4 Anugrah
Purnamasari, 2013
Kajian Spasial Ruang Publik
(Public Space) Perkotaan untuk Aktivitas Demonstrasi Mahasiswa di Kota Makassar
Identifikasi ruang publik di Kota Makassar sebagai wadah aktivitas demonstrasi mahasiswa.
Kualitatif Aktivitas demonstrasi sering dilakukan di ruang-ruang terbuka seperti halaman kampus, ruas jalan protokol, halaman gedung DPRD, dan monumen Mandala. Lokasi tersebut digunakan tergantung isu-isu yang terkait.
Persamaan: Identifikasi kegiatan masyarakat di ruang publik serta bagaimana masyarakat memanfaatkan ruang publik, khususnya dalam kegiatan demonstrasi
Perbedaan: Penelitian hanya difokuskan untuk melihat satu kegiatan yaitu demonstrasi, serta bagaimana masyarakat menyampaikan aspirasi dan protes di ruang terbuka publik.
5 I Putu Kartika Udayana
Setting Spasial Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh, Badung
Identifikasi tatanan perilaku dan tatanan ruang dalam ruang terbuka publik Pesisir Seseh.
Kualitatif Beberapa temuan mengenai kondisi setting
yang dimanfaatkan untuk kegiatan ritual, kegiatan ekonomi dan kegiatan rekreasi
18
2.2Konsep dan Kerangka Berpikir 2.2.1 Konsep
Konsep memberikan batasan atau peristilahan dalam penelitian ini, dan
konsep memberikan batasan terhadap terminologi teknis yang merupakan
komponen dari kerangka teori.
A. Setting Spasial
Menurut Rapoport (1982), setting merupakan tatanan ruang atau tata letak
dari suatu interaksi antara manusia dengan lingkungannya dengan melihat dari
beberapa komponen yaitu ruang, aktivitas, waktu dan civitas. Spasial lebih
berhubungan dengan spasi yang bermakna jarak, selingan bidang atau daerah di
antara benda-benda (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasia). Secara terminologis, Mulyati dalam Teguh Prihanto (2006),
menyebutkan bahwa spasial adalah ruang fisik yang terbentuk pada lingkungan
permukiman, rumah tinggal dan bentuk bangunan yang terjadi karena faktor yang
berkembang di lingkungan masyarakat.
Setting spasial yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tatanan perilaku
dalam ruang fisik yang menjadi tempat beraktivitas dan berinteraksi antar individu
dan antara individu dengan lingkungannya. Aktivitas tersebut dilakukan di
ruang/spasial tertentu dan dalam rentang waktu tertentu, dengan melihat
komponen-komponennya yang ada di dalam setting tersebut, yaitu ruang (spasial),
19
B. Ruang Terbuka Publik
Kamus Bahasa Indonesia mendefinisikan publik sebagai orang banyak
(umum). Dalam bahasa Inggris, publik diserap dari kata public artinya milik
bangsa, negara atau komunitas dalam jumlah yang besar atau dipertahankan atau
digunakan oleh masyarakat/komunitas secara keseluruhan. Publik juga berasal
dari bahasa latin publicus yang artinya kedewasaan, dalam pengertian tentang
pelajaran ini adalah membawa ide kepada masyarakat.
Mayor Polak (Sunarjo, 1984:19) memberikan definisi atau pengertian
publik (khalayak ramai) adalah sejumlah orang yang mempunyai minat sama
terhadap suatu persoalan tertentu. Publik adalah sejumlah orang yang berminat
dan merasa tertarik terhadap suatu masalah dan berhasrat mencari suatu jalan
keluar dengan mewujudkan tindakan yang nyata. Definisi publik menurut
Soekanto (2004) adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan.
Bogardus dalam Sumarmo (1990) mengatakan bahwa publik adalah
sejumlah orang yang satu dengan lainnya tidak saling mengenal, akan tetapi
semuanya mempunyai perhatian dan minat yang sama terhadap suatu masalah.
Lebih lanjut Herbert Blumer dalam Sastropoetro, (1990:108) mengemukakan
ciri-ciri publik, yaitu; dikonfrontasikan atau dihadapkan pada suatu isu; terlibat dalam
diskusi mengenai isu tersebut; dan memiliki perbedaan pendapat tentang cara
mengatur isu. Secara umum ruang publik/public space dapat didefinisikan dengan
cara membedakan arti katanya secara harfiah terlebih dahulu. Public merupakan
20
bentuk tiga dimensi yang terjadi akibat adanya unsur-unsur yang membatasinya
(Ching, 1992).
Mengacu pada beberapa pendapat para ahli tentang publik, maka dalam
penelitian ini ruang terbuka publik yang dimaksud yaitu ruang yang berada di luar
bangunan di kawasan Pesisir Seseh, yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan
berbagai aktivitas oleh seluruh masyarakat. Publik yang dimaksud adalah semua
pelaku kegiatan yang memanfaatkan lahan terbuka di Pesisir Seseh, baik yang
rutin maupun hanya kebetulan atau dalam waktu tertentu saja beraktivitas di sana.
Carmona (2008) mengklasifikasikan ruang terbuka publik menjadi 3 jenis
berdasarkan aksesibilitasnya, yaitu external public space, internal public space
dan external and internal “quasi” public space. External public space ini
didefinisikan sebagai lahan yang berada di antara kepemilikan privat, contohnya
alun-alun, jalan, taman dan parkir. Internal public space, didefinisikan sebagai
ruang pada fasilitas-fasilitas umum dimana warga memiliki kebebasan mengakses,
yaitu perpustakaan umum, museum terminal/stasiun kendaraan umum. Di
Indonesia, internal public space ini lebih dikenal dengan fasilitas umum yang
dimiliki dan dikelola pemerintah, dimana untuk memanfaatkannya ada suatu
peraturan yang harus ditaati. Internal “quasi” public space ini adalah ruang
terbuka publik dengan kepemilikan privat dimana pengelola berhak melakukan
pengendalian akses dan perilaku penggunanya, contohnya fasilitas komersial dan
21
Carmona menjabarkan jenis-jenis ruang terbuka publik berdasarkan
sifatnya, yaitu positive space, negative space, ambiguous space, dan private
space. Agar lebih jelas, penjabaran masing-masing karakteristik dan jenis public
space menurut Carmona bisa dilihat pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Space Characteristic
No Space
Characteristic Explanation Example
“Positive” spaces
1. Natural/semi natural
urban space
Natural and semi natural feature within urban areas, typically under state ownership
River, natural feature, seafronts, canals
2. Civic space The traditional forms of urban space,
open and available to all and catering for a wide variety function
Streets, squares, promenades
3. Public open space Managed open space, typically green
and available and open to all, even if temporary controlled
Park, gardens, commons, urban forests, cemeteries
“Negative” spaces
4. Movement space Space dominated by movement needs,
largely for motorized transportation
Main roads, motorways, railways, underpasses
5. Service space Space dominated by modern servicing
requirements needs
Car parks, service yards
6. Left-over space Space left over after development,
often designed with function
“SLOAP” (space left over aver after planning), modernist open space
7. Undefined space Undeveloped space, either abandoned
or awaiting redevelopment
Redevelopment space, abandoned space, transient space
“Ambiguous” spaces
8. Interchange space Transport stops and interchanges,
whether internal maupun external
Metros, bus interchanges, railway stations, bus stops
9. Public “private”
space
Seemingly public external space, in fact privately owned and to greater or lesser degrees controlled
Privately owned “civic” space, business parks, church grounds
10. Conspicuous spaces Public spaces designed to make
stranger feel conspicuous and, potentially, unwelcome
Cul-de-sacs dummy gated enclaves
11. Internalized “public” space
Formally public and external uses, internalized and, often privatized
Shopping/leisure malls, introspective mega-structures
12. Retail space Privately owned but publicly
accessible exchange spaces
Shops, covered markets, petrol stations