• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, dan MODEL PENELITIAN

B. Ruang Terbuka Publik

B. Ruang Terbuka Publik

Kamus Bahasa Indonesia mendefinisikan publik sebagai orang banyak (umum). Dalam bahasa Inggris, publik diserap dari kata public artinya milik bangsa, negara atau komunitas dalam jumlah yang besar atau dipertahankan atau digunakan oleh masyarakat/komunitas secara keseluruhan. Publik juga berasal dari bahasa latin publicus yang artinya kedewasaan, dalam pengertian tentang pelajaran ini adalah membawa ide kepada masyarakat.

Mayor Polak (Sunarjo, 1984:19) memberikan definisi atau pengertian publik (khalayak ramai) adalah sejumlah orang yang mempunyai minat sama terhadap suatu persoalan tertentu. Publik adalah sejumlah orang yang berminat dan merasa tertarik terhadap suatu masalah dan berhasrat mencari suatu jalan keluar dengan mewujudkan tindakan yang nyata. Definisi publik menurut Soekanto (2004) adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan.

Bogardus dalam Sumarmo (1990) mengatakan bahwa publik adalah sejumlah orang yang satu dengan lainnya tidak saling mengenal, akan tetapi semuanya mempunyai perhatian dan minat yang sama terhadap suatu masalah. Lebih lanjut Herbert Blumer dalam Sastropoetro, (1990:108) mengemukakan ciri-ciri publik, yaitu; dikonfrontasikan atau dihadapkan pada suatu isu; terlibat dalam diskusi mengenai isu tersebut; dan memiliki perbedaan pendapat tentang cara mengatur isu. Secara umum ruang publik/public space dapat didefinisikan dengan cara membedakan arti katanya secara harfiah terlebih dahulu. Public merupakan sekumpulan orang-orang tak terbatas siapa saja dan space/ruang merupakan suatu

20   

 

bentuk tiga dimensi yang terjadi akibat adanya unsur-unsur yang membatasinya (Ching, 1992).

Mengacu pada beberapa pendapat para ahli tentang publik, maka dalam penelitian ini ruang terbuka publik yang dimaksud yaitu ruang yang berada di luar bangunan di kawasan Pesisir Seseh, yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan berbagai aktivitas oleh seluruh masyarakat. Publik yang dimaksud adalah semua pelaku kegiatan yang memanfaatkan lahan terbuka di Pesisir Seseh, baik yang rutin maupun hanya kebetulan atau dalam waktu tertentu saja beraktivitas di sana.

Carmona (2008) mengklasifikasikan ruang terbuka publik menjadi 3 jenis berdasarkan aksesibilitasnya, yaitu external public space, internal public space

dan external and internal “quasi” public space. External public space ini didefinisikan sebagai lahan yang berada di antara kepemilikan privat, contohnya alun-alun, jalan, taman dan parkir. Internal public space, didefinisikan sebagai ruang pada fasilitas-fasilitas umum dimana warga memiliki kebebasan mengakses, yaitu perpustakaan umum, museum terminal/stasiun kendaraan umum. Di Indonesia, internal public space ini lebih dikenal dengan fasilitas umum yang dimiliki dan dikelola pemerintah, dimana untuk memanfaatkannya ada suatu peraturan yang harus ditaati. Internal “quasi” public space ini adalah ruang terbuka publik dengan kepemilikan privat dimana pengelola berhak melakukan pengendalian akses dan perilaku penggunanya, contohnya fasilitas komersial dan kampus.

21   

Carmona menjabarkan jenis-jenis ruang terbuka publik berdasarkan sifatnya, yaitu positive space, negative space, ambiguous space, dan private space. Agar lebih jelas, penjabaran masing-masing karakteristik dan jenis public space menurut Carmona bisa dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Space Characteristic

No Space

Characteristic Explanation Example

“Positive” spaces

1. Natural/semi natural

urban space

Natural and semi natural feature within urban areas, typically under state ownership

River, natural feature, seafronts, canals

2. Civic space The traditional forms of urban space,

open and available to all and catering for a wide variety function

Streets, squares, promenades

3. Public open space Managed open space, typically green

and available and open to all, even if temporary controlled

Park, gardens, commons, urban forests, cemeteries “Negative” spaces

4. Movement space Space dominated by movement needs,

largely for motorized transportation

Main roads, motorways, railways, underpasses

5. Service space Space dominated by modern servicing

requirements needs

Car parks, service yards

6. Left-over space Space left over after development,

often designed with function

“SLOAP” (space left over aver after planning), modernist open space

7. Undefined space Undeveloped space, either abandoned

or awaiting redevelopment

Redevelopment space, abandoned space, transient space

“Ambiguous” spaces

8. Interchange space Transport stops and interchanges,

whether internal maupun external

Metros, bus interchanges, railway stations, bus stops

9. Public “private”

space

Seemingly public external space, in fact privately owned and to greater or lesser degrees controlled

Privately owned “civic” space, business parks, church grounds

10. Conspicuous spaces Public spaces designed to make

stranger feel conspicuous and, potentially, unwelcome

Cul-de-sacs dummy gated enclaves

11. Internalized “public” space

Formally public and external uses, internalized and, often privatized

Shopping/leisure malls, introspective mega-structures

12. Retail space Privately owned but publicly

accessible exchange spaces

Shops, covered markets, petrol stations

22   

 

No Space

Characteristic Explanation Example

public and private town halls, religious

building

14. Private “public” spaces

Publicly owned, but functionally and user determined spaces

Institutional grounds, housing estate, university campuses

15. Visible private space Physically private, but visually public space

Front gardens, allotments, gated squares

16. Interface space Physically demarked but publicly

accessible interfaces between public and private space

Street cafes, private pavement space

17. User selecting space Space for selected group, determined and sometimes controlled by age or activity

Skate parks, playground, sport field/ground/courses

Sumber: Public Space: The Management Dimension (Carmona, 2008)

Stephen Carr (2008) menambahkan ada 3 (tiga) standar kualitas yang harus dipenuhi oleh suatu ruang terbuka publik agar bisa dimanfaatkan dengan baik, yaitu meaningfull, democratic, dan responsive. Standar meaningfull yaitu ruang terbuka publik harus memungkinkan manusia sebagai pengguna ruang untuk membuat hubungan (koneksi) yang kuat antara ruang/place dengan kehidupan mereka dan dunia yang lebih luas. Standar democratic, ruang terbuka publik harus dapat diakses oleh siapa saja dan menjamin kebebasan dalam beraktivitas. Carmona menguraikan bahwa aksesibilitas antara lain mencakup kemudahan akses ke lokasi dan kemudahan pergerakan di dalam ruang. Standar

responsive; dimana ruang terbuka publik harus tanggap atau mampu memenuhi kebutuhan warga yang terwujud dalam desain fisik dan pengelolaannya.

Carmona juga mengidentifikasi adanya 5 (lima) kebutuhan dasar yang dapat memenuhi kepuasan pengguna ruang terbuka publik, yaitu kenyamanan, relaksasi, keterikatan pasif, keterikatan aktif, dan penemuan. Kenyamanan merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan sebuah ruang terbuka publik.

23   

Relaksasi termasuk dalam kenyamanan secara psikologi, yang lebih berkaitan dengan tubuh dan pikiran. Keterikatan pasif dapat menimbulkan perasaan santai namun berbeda dengan pemenuhan kebutuhan yang dikaitkan dengan lokasi atau keadaan ruang terbuka publik tersebut. Keterikatan aktif meliputi pengalaman langsung dengan tempat dan orang-orang di tempat tersebut. Penemuan, mempresentasikan keinginan untuk mendapatkan pemandangan dan pengalaman baru yang menyenangkan ketika mereka berada di suatu ruang terbuka publik.

Dokumen terkait