• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM KEPERCAYAAN MASYARAKAT TOWANI TOLOTANG ANTARA TRADISI DAN AGAMA DI BULOE KECAMATAN MANIANGPAJO KABUPATEN WAJO SKRIPSI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM KEPERCAYAAN MASYARAKAT TOWANI TOLOTANG ANTARA TRADISI DAN AGAMA DI BULOE KECAMATAN MANIANGPAJO KABUPATEN WAJO SKRIPSI."

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sosiologi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh :

SRI RATNA DEWI 10538 2693 13

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

Mahasiswa yang bersangkutan : Nama : Sri Ratna Dewi NIM : 10538 2693 13 Program Studi : Pendidikan Sosiologi

Judul skripsi : Sistem Kepercayaan Masyarakat Towani Tolotang Antara Tradisi Dan Agama Di Buloe Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo

Setelah diperiksa dan diteliti ulang, skripsi ini dinyatakan telah memenuhi persyaratan untuk diujikan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unversitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, September 2017 Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Darman Manda, M.Hum Andi Adam, S.Pd., M.Pd Mengetahui,

Dekan FKIP Ketua Jurusan

Unismuh Makassar Pendidikan Sosiologi

Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D. Dr. H. Nursalam, M. Si

(3)

Mahasiswa yang bersangkutan : Nama : Sri Ratna Dewi NIM : 10538 2693 13 Program Studi : Pendidikan Sosiologi

Judul skripsi : Sistem Kepercayaan Masyarakat Towani Tolotang Antara Tradisi dan Agama Di Buloe Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo

Setelah diperiksa dan diteliti ulang, skripsi ini dinyatakan telah memenuhi persyaratan untuk diujikan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, September 2017 Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Darman Manda, M.Hum Andi Adam, S.Pd., M.Pd

Mengetehui,

Dekan FKIP Ketua Jurusan

Unismuh Makassar Pendidikan Sosiologi

Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D. Dr. H. Nursalam, M. Si

(4)

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Sri Ratna Dewi NIM : 10538 2693 13 Program Studi : Pendidikan Sosiologi

Judul skripsi : Sistem Kepercayaan Masyarakat Towani Tolotang Antara Tradisi dan Agama di Buloe Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo

Dengan menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan oleh siapapun. Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, September 2017 Yang Membuat Pernyataan

(5)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Sri Ratna Dewi NIM : 10538 2693 13 Program Studi : Pendidikan Sosiologi

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai skripsi ini, saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).

2. Dalam penyusunan skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas.

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi. 4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3, saya

bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku. Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, September 2017 Yang Membuat Perjanjian

(6)

Allah Maha Penyayang dan Pengasih, demikian kata untuk mewakili atas segala karunia dan nikmat-Nya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugerah pada detik waktu, denyut jantung, gerak langkah, serta rasa dan rasio pada-Mu, Sang Khalik.

Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi terkadang kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan bagaikan fatamorgana yang semakin dikejar semakin menghilang di pandangan, bagai pelangi yang terlihat indah dari kejauhan, tetapi menghilang jika didekati. Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan, tetapi kapasitas penulis dalam keterbatasan. Segala daya dan upaya telah penulis kerahkan untuk membuat tulisan ini selesai dengan baik dan bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya dalam ruang lingkup Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Motivasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam pengumpulan tulisan ini. Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Sulaiman dan Kartini Bunga yang telah berjuang, berdoa, mengasuh, membesarkan, mendidik, dan membiayai penulis dalam proses pencarian ilmu. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara Andi Gusmanto yang selalu memberikan semangat dan motivasi. Demikian pula penulis mengucapkan

(7)

pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, arahan serta motivasi sejak awal penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini.

Tidak lupa juga penulis mengucapakan terima kasih kepada, Dr. H. Abdul Rahman Rahim, SE,.MM., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., PhD., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. H. Nursalam, M.Si., ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi, dan Dr. Muhammad Akhir, M.Pd, Sekertaris Program Studi Pendidikan Sosiologi serta seluruh dosen dan para staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan tersebut sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Amin

Makassar, September 2017

(8)

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

SURAT PERJANJIAN ... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... .x

DAFTAR LAMPIRAN ... .xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 6 C. Tujuan Penelitian ... 6 D. Manfaat Penelitian ... 7 E. Definifi Operasinal... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP A. Kajian Pustaka... 10

1. Sistem Kepercayaan... 10

(9)

B. Kerangka Konsep ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 34

B. Lokus Penelitian... 34

C. Informan Penelitian... 35

D. Focus Penelitian ... 35

E. Instrument Penelitian ... 36

F. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 36

G. Teknik Pengumpulan Data... 37

H. Analisis Data ... 38

I. Teknik Keabsahan Data ... 39

J. Jadwal Penelitian... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gamabaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis ... 43

2. Keadaan Demografi ... 44

3. Keadaan Sosial Budaya dan Ekonomi ... 45

4. Stratifikasi Sosial ... 47

(10)

2. Interaksi Sosial Masyarakat Towani Tolotang terhadap nilai-nilai Agama yang dianutnya... 66 BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 78 B. Saran... 79 DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN

(11)

Belajarlah jujur pada diri sendiri, lakukan apa kata hati, sehingga kamu tidak

perlu lagi menyembunyikan apapun dalam menjalani hidupmu.

Bukanlah suatu kesalahan ketika kamu mencoba dan kemudian

gagal, satu-satunya kesalahan adalah ketika kamu tidak berani

mencoba

Lantunan Al-fatihah beriring Shalawat dalam silahku merintih, menadahkan doa dalam syukur yang tiada terkira, terima kasihku untukmu. Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk Ayahanda dan Ibundaku tercinta, yang tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada didepanku.,,Ayah,.. Ibu...terimalah bukti kecil ini sebagai kado keseriusanku untuk membalas semua pengorbananmu.. dalam hidupmu demi hidupku kalian ikhlas mengorbankan segala perasaan tanpa kenal lelah, dalam lapar berjuang separuh nyawa hingga segalanya.. Maafkan anakmu Ayah,,, Ibu,, masih saja ananda menyusahkanmu.. Dalam silah di lima waktu mulai fajar terbit hingga terbenam.. seraya tangakumenadah”.. ya Allah ya Rahman ya Rahim... Terimakasih telah kau tempatkan aku diantara kedua malaikatmu yang setiap waktu ikhlas menjagaku,, mendidikku,,membimbingku dengan baik,, ya Allah berikanlah balasan setimpal syurga firdaus untuk mereka dan jauhkanlah mereka nanti dari panasnya sengat hawa api nerakamu.. Untukmu Ayah (SULAIMAN),,,Ibu (KARTINI)...Terimakasih....

(12)
(13)
(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia adalah fenomena yang unik dan masih penuh misteri sekalipun hanya kepercayaan pada yang gaib, sakral atau melakukan ritual dan mengalami kehidupan transendental. Ekspresi kehidupan religius telah ada di kalangan masyarakat tradisional maupun modern. Dalam masyarakat tradisional kehidupan beragama merupakan sistem sosial budaya sedangkan dalam masyarakat modern, kehidupan beragama hanya salah satu aspek dari kehidupan sehari-hari. Sungguh pun demikian tidak ada aspek kebudayaan lain selain agama yang pengaruh dan implikasinya sangat luas terhadap kehidupan manusia. Tidak mengherankan kalau dikatakan agama mewarnai dan membentuk suatu budaya.

Kepercayaan beragama yang bertolak dari kekuatan gaib ini tampak aneh, tidak alamiah dan tidak rasional dalam pandangan individu dan masyarakat modern yang terlalu dipengaruhi oleh pandangan bahwa sesuatu diyakini ada kalau konkret, rasional, alamiah atau terbukti secara empirik dan ilmiah. Kepercayaan itu diyakini kebenarannya sehingga ia menjadi kepercayaan keagamaan atau kepercayaan religius.

Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat adikodrati ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup kehidupan yang luas, agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang per orang maupun hubungannnya dengan masyarakat. Selain itu agama juga

(15)

memberikan dampak bagi kehidupan sehari-hari, secara psikologis agama menimbulkan suatu kekuatan keyakinan bagi penganutnya yang tidak dapat tertandingi dengan keyakinan agama.

Upacara keagamaan dan kepercayaan kepada yang gaib itu dilakukan dan dihayati secara khusyuk, khidmat, cinta dan intens sekali sehingga ada yang fly, trance, dan hidup di alam lain. Semuanya ini menunjukkan bahwa kehidupan beragama aneh tapi nyata, dan merupakan gejala universal ditemukan di mana dan kapan pun dalam kehidupan individu masyarakat.

Kekuatan gaib yang dipercayai berpengaruh terhadap alam dan kehidupan ini berbeda antara satu suku bangsa dan suku bangsa lain, antara suatu aliran kepercayaan dan aliran kepercayaan lain, antara satu agama dan agama lain. Suku-suku terasing di Indonesia juga punya kepercayaan yang bermacam ragam terhadap kekuatan gaib yang mereka percayai.

Secara keseluruhan kepercayaan Towani Tolotang mempunyai pengaruh kuat, atau bahkan mendominasi pandangan hidup para penganutnya, termasuk kebudayaan dan sistem kemasyarakatannya. Dengan demikian, agama Towani Tolotang selain mempunyai fungsi penting sebagai pemelihara emosi keagamaan juga pemelihara integrasi sosial. Masalah pengakuan pemerintah yang tidak atau

belum diperoleh oleh ‘agama-agama lokal’ diberbagai daerah di Indonesia

sesungguhnya bukan suatu halangan bagi pengikutnya untuk melaksanakan ritual agama dan kepercayaan mereka. Hal ini diindikasikan dengan beberapa praktek upacara keagamaan dari agama/kepercayaan lokal dibeberapa daerah tanpa pernah mendapatkan pelarangan dari pihak manapun. Kasus pelarangan yang pernah

(16)

terjadi justru berhubungan dengan praktek keagamaan Islam maupun Kristen yang dinilai oleh mayoritas pemeluknya berada diluar koridor ajaran agama-agama tersebut.

Bagi penganut agama atau masyarakat yang menyucikan benda sakral, sifat suci pada benda itu tentu dianggap sifat sungguhan. Benda suci itu dipercayai suci karena benda itu punya kelebihan. Pandangan bahwa yang suci bukanlah dakwaan masyarakat atau penganut agama yang bersangkutan saja, tetapi adalah sifat bendanya sendiri bukan hanya datang dari penganut agama yang meyakini agamanya saja.

Agama tidak ada tanpa adanya umat penganut agama tersebut.Komunitas penganut agama terdiri dari beberapa fungsi keagamaan.Ada yang memimpin upacara, ada yang berfungsi menyiapkan tempat dan alat upacara, dan sekaligus mereka menjadi peserta upacara.Ada yang berfungsi sebagai penyampai ajaran

agama, sebagai da’I, misionaris, atau zending. Memercayai adanya suatu kekuatan

gaib yang berpengaruh dalam kehidupan manusia dimiliki oleh banyak orang. Adanya kesamaan kepercayaan kepada wujud atau kekuatan gaib itu menjadi perekat kesatuan komunitas atau umat yang memercayainya.

Agama adalah suatu usaha manusia untuk membentuk suatu kosmos keranat, dengan kata lain agama adalah kosmisasi dalam suatu cara keramat (sakral). Dengan kata keramat dimaksudkan sebagai adalah suatu kualitas kekuasaan yang misterius dan menakjubkan, bukan dari manusia tetapi berkaitan dengannya, yang diyakini berada dalam obyek-obyek pengalaman tertentu.

(17)

Sesuai pengamatan saya selama ini masyarakat Towani Tolotang, uwa’ta dan uwa pemegang kekuasaan tertinggi setiap kegiatan dikendalikan berdasarkan aturan yang telah ada dari leluhur mereka. Ritual dan seremoni adalah bagian penting dalam sistem kehidupan masyarakat Tolotang. Di samping itu ritual yang dilakukakn dapat memperkuat integrasi sosial dengan meningkatkan komitmen-komitmen mereka kepada sesuatu yang sakral dan kepada kesadaran kolektif dibelakang ritual itu. Selain itu, dapat memberi kesempatan untuk menyatakan kebutuhan masyarakat pada kekuatan kolektif yang diperkuat oleh dasar agama, sehingga setelah mereka melaksanakan ritual akan merasa segar dalam menghadapi kehidupan.

Komunitas Towani Tolotang ini menarik untuk diteliti karena menganut sistem sosial dari konsep agama yang mereka pahami yang menjadikan agama sebagai dasar dari pola kehidupan sosial bermasyarakat dan sebagai tolak ukur tentang baik dan buruknya dalam kehidupan soisal.

Terlepas dari dinamika komunitas ini yang selalu didera sinisme dan dianggap kolot, mereka tetap bertahan dengan pehamaman mereka. Mereka masih menjaga kepercayaannya sebagai tanda setianya pada agama leluhurnya, mereka tetap bertahan, tidak tunggal, bukan satu-satunya yang bertahan di Buloe karena beberapa wilayah lain di Kabupaten Wajo kepercayaan seperti ini masih bertahan.

Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti mengangkat judul tentang “Sistem

Kepercayaan Masyarakat Towani Tolotang Antara Tradisi dan Agama di Buloe Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo”.

(18)

Selama ini ada kesalahpahaman sebahagian masyarakat tentang keberadaan Towani Tolotang, mereka beranggapan bahwa komunitas Tolotang adalah komunitas masyarakat tradisional yang cenderung tertutup dari arus perubahan dan kemajuan tekhnologi, namun kenyataan sehari-hari mereka tidak tertutup terhadap masyarakat yang berada di luar komunitas mereka.

Pluralisme keberagaman di lokasi pemukiman Towani Tolotang sangat tampak. Agama bagi masyarakat Towani Tolotang sampai sekarang ini masih terus dipertahankan sebagai sesuatu yang sakral, sehingga yang terjadi di antara anggota masyarakatnya merupakan perwujudan dari nilai-nilai religius dan membentuk suatu tatanan sosial yang harmonis di kalangan masyarakat Tolotang sendiri maupun dengan kalangan masyarakat lainnya.

Nilai-nilai agama diharapkan mampu menjadi kekuatan bagi perubahan yang menuju pada tata kehidupan sosial, bebas, kreatif dan dinamis, dan juga menjadi peradaban yang universal, karena agama adalah merupakan bentuk kehidupan dan jalan hidup bagi setiap makhluk yang ada di alam ini, dan tidak ada manusia modern yang tidak agamis.

Kehidupan sosial Towani Tolotang yang nampak dalam kesehariannya merupakan cerminan dari ajaran agama yang ada. Hal tersebut tidak terlepas dari konsep-konsep agama yang ada, hal ini dapat disaksikan pada setiap sesi kehidupan, dimana setiap akan memulai suatu pekerjaan diperlukan serangkaian secara serimonial keagamaan agar mendapat restu dari Dewata Seuwae, karena tanpa restu darinya sulit untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

(19)

B. Rumusan Masalah

Untuk menemukan konsepsi keagamaan dan bentuk manifestasi dari agama atau kepercayaan Towani Tolotang, penulis memfokuskan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah sistem kepercayaan masyarakat Towani Tolotang terhadap tradisi dan agama di Buloe Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo ? 2. Bagaimanakah gambaran interaksi sosial masyarakat Towani Tolotang

berdasarkan nilai-nilai agama yang dianutnya di Buloe Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas yang menjadi tujuan penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sistem kepercayaan masyarakat Towani Tolotang terhadap tradisi dan agama di Buloe Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo.

2. Untuk mengetahui gambaran interaksi sosial masyarakat Towani Tolotang berdasarkan nilai-nilai agama yang dianutnya di Buloe Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam mengaplikasikan pengetahuan teoritik baik bagi peneliti sendiri, mahasiswa

(20)

lain serta para pengenyam ilmu pengetahuan khususnya mahasiswa jurusan pendidikan sosiologi.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan pertimbangan bagi pemerintah dan instansi daerah setempat dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan komunitas Towani Tolotang.

E. Definisi Operasional 1. Sistem Kepercayaan

Sistem adalah suatu susunan atau aturan mengenai sesuatu hal. Sedangkan kepercayaan merupakan anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata. Sistem kepercayaan merupakan susunan atau aturan mengenai keyakinan yang dianut suatu kelompok masyarakat tertentu di suatu tempat tertentu.

2. Masyarakat

Masyarakat adalah sekumpulan individu-individu yang hidup bersama, bekerja sama untuk memperoleh kepentingan bersama yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, dan adat istiadat yang ditaati dalam lingkungannya.

3. Towani Tolotang

Towani Tolotang terdiri dari dua kata yaitu “Towani” dan “Tolotang”.

Kata “Towani” masih mempunyai dua arti, yakni “To” artinya orang dan “Wani”

adalah nama desa, dengan demikian Towani adalah orang yang berasal dari Desa

(21)

juga mempunyai dua arti yaitu “To” yang berarti orang dan “Lotang” berarti

selatan. Dengan demikian “Tolotang” berarti orang dari selatan. Jadi Towani

Tolotang adalah orang yang bersal dari Desa Wani yang tinggal di sebelah selatan.

4. Tradisi

Tradisi yang bahasa inggrisnya tradition berasal dari kata latin traditio yakni dari tradire yaitu menyerahkan, menurunkan atau mengingkari. Tradisi juga berarti intelek ( bukan intelengensi ). Tradisi adalah sesuatu yang di wariskan atau ditransmisikan dari masa lalu ke masa kini.

Tradisi atau kebiasaan, adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompokmasyarakat, biasanya dari suatunegara,kebudayaan,waktu, atauagamayang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanyainformasiyang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapatpunah.

5. Agama

Kata agama berasal dari bahasa sangsekerta, berasal dari dua suku kata yaitu, A bermakna tidak, dan GAMA bermakna kacau, jika disatukan berarti tidak kacau. Arti ini dapat dipahami dengan kalimat hasil – hasil yang diberikan oleh peraturan – peraturan sesuatu agama terhadap moril dan materik, pemeluknya seperti yang diakui oleh masyarakat umum yang mempunyai pengetahuan

Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan

(22)

tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memilikinarasi,simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta.

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

A. Kajian Pustaka Teori Fenomenologis

Fenomenologi adalah seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis membentuk sebuah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan dan menjelaskan kenyataan atau masalah yang dihadapi.

Fenomen berarti “sebagai yang di maksudkan atau diturunkan sendiri, dengan demikian, teori fnomenologis adalah kajian teradap sesuatu menurut yang dikaji. Dalam hal ini masyarakat yang menjadi objek penelitian dengan menggunakan pendekatan fenomenologis berarti berusaha memahami symbol,kepercayaan,atau ritual menurut yang mereka pahami. Rudolf Otto(1869-1937).

1. Sistem Kepercayaan

Sistem adalah suatu susunan atau aturan mengenai sesuatu hal. Sedangkan kepercayaan merupakan anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata. Sistem kepercayaan merupakan susunan atau aturan mengenai keyakinan yang dianut suatu kelompok masyarakat tertentu di suatu tempat tertentu.

Seorang sosiolog bernama Edward Burnett Taylor telah meneliti tentang asal mula munculnya religi atau sistem kepercayaan. Menurutnya, tumbuhnya religi dimulai dari kesadaran manusia akan adanya roh yang tidak nyata di alam ini, terutama roh dari orang-orang yang telah meninggal. Untuk berbagai

(24)

keperluan, manusia kemudian mulai memuja roh-roh tersebut karena mereka yakin bahwa roh-roh tersebut dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Dari sinilah kemudian berkembang kepercayaan animisme yang sisa-sisanya masih banyak kita jumpai pada suku-suku bangsa di Indonesia hingga sekarang.

Emile Durkheim mengemukakan bahwa religi muncul dari sentimen kemasyarakatan. Rasa atau emosi keagamaan timbul dalam batin manusia sebagai akibat adanya sentimen kemasyarakatan. Wujud dari sentimen kemasyarakatan ini dapat berupa rasa cinta, rasa bakti, dan rasa terikat. Sentimen ini muncul karena adanya suatu perasaan pada setiap anggota masyarakat bahwa kehidupan tiap individu dipengaruhi anggapan yang bersifat kolektif. Sentimen kemasyarakatan yang menimbulkan emosi keagamaan tersebut harus selalu dikobarkan. Untuk itu, diperlukan suatu objek yang bersifat sakral sebagai pusat upacara kemasyarakatan. Objek tersebut adalah totem. Dalam suku-suku bangsa Indonesia saat ini, sistem kepercayaan sangat dipengaruhi oleh kehadiran agama-agama besar, yakni Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha. Namun demikian, pada beberapa suku bangsa, kepercayaan asli (animisme dan dinamisme) masih hidup dan berkembang. Adapun bentuk-bentuk sistem kepercayaan, yaitu:

a. Fetishism, ialah bentuk religi berdasarkan kepercayaan akan adanya jiwa dalam benda-benda tertentu, dan terdiri dari kegiatan keagamaan yang dilakukan untuk memuja benda – benda berjiwa itu.

b. Animism, ialah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan bahwa di alam sekeliling tempat tinggal manusia diam berbagai macam ruh, dan yang terdiri dari aktivitas keagamaan guna memuja ruh tadi.

(25)

c. Animatism, ialah bukan bentuk religi, melainkan suatu sistem kepercayaan bahwa benda – benda dan tumbuh – tumbuhan sekeliling manusia itu berjiwa dan berpikir seperti manusia.

d. Prae-animism, ialah bentuk religi berdasarkan kepercayaan kepada kekuatan sakti yang ada dalam segala hal yang luar biasa dan terdiri aktifitas keagamaan yang berpedoman terhadap kepercayaan tersebut. e. Totemism, ialah bentuk religi yang ada dalam masyarakat yang terdiri dari

kelompok-kelompok kekerabatan unilineal dan berdasarkan kepercayaan bahwa kelompok unilineal tadi masing – masing berasal dari dewa – dewa nenek moyang.

f. Polytheism, ialah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada satu sistem yang luas dari dewa-dewa, dan terdiri dari upacara- upacara guna memuja dewa atau Tuhan tadi.

g. Monotheism, ialah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada satu Tuhan, dan terdiri dari upacara-upacara guna memuja Dewa atau Tuhan tadi.

h. Mystic, ialah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada satu Tuhan yang dianggap meliputi segala hal dalam alam dan sistem keagamaan ini terdiri dari upacara-upacara yang bertujuan mencapai kesatuan dengan Tuhan.

(26)

2. Masyarakat

Konsep tentang masyarakat, telah banyak dibicarakan oleh para ahli, utamanya ahli sosiologi. Emile Durkheim sosiolog Prancis mengatakan bahwa masyarakat adalah keseluruhan organisme yang memiliki realitas tersendiri dan bersifat sistematik.Sebagai organisme, keseluruhan aktifitas masyarakat sangat ditentukan adanya keteraturan fungsional yang ada pada masing-masing sub sistem.

Keseluruhan organisme memiliki seperangkat kebutuhan yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar keadaan normal tetap berlangsung (Taneko, 1986). Lebih lanjut Durkheim mengatakan bahwa masyarakat merupakan sumber dan dasar segala-galanya yang di dalamnya individu sama sekali tidak mempunyai arti dan arti dan kedudukan, masyarakat itu tidak tergantung pada anggota-anggota, melainkan terdiri dari suatu struktur adat istiadat, kepercayaan sebagai suatu lingkungan hidup yang terorganisasi, masyarakat bukan suatu yang abstrak, melainkan suatu yang nyata (Muhni, 1994).

Hidup bermasyarakat sangat penting bagi manusia, ia tidak sempurna dan tidak dapat hidup sendiri secara berkelanjutan tanpa mengadakan hubungan dengan masyarakat lainnya. Adham Nasution (dalam Abdulsyani, 1994), menjelaskan bahwa hidup bermasyarakat mutlak bagi manusia agar ia dapat menjadi manusia dalam arti yang sesungguhnya, yakni sebagai human being, bukan dalam arti biologis, tetapi benar-benar ia dapat berfungsi sebagai manusia yang mampu bermasyarakat dan berbudaya.

(27)

Shadily (1983), menyatakan bahwa masyarakat adalah golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya berkaitan dengan segolongan dan mempengaruhi satu sama lain. Masyarakat ada bukannya hanya dengan menjumlahkan orang-orang saja, akan tetapi diantara mereka ada interaksi antara satu dengan yang lainya, setiap anggotanya harus sadar akan adanya orang atau kelompok lain. Shadily juga memandang masyarakat sebagai satu kesatuan yang selalu berubah, yang hidup karena proses manusia yang menyebabkan perubahan itu.

Masyarakat dalam pandangan Islam (Kaelany, 1992), adalah alat atau sarana untuk melakukan dakwa yang menyangkut kehidupan bersama. Karena itu masyarakat harus menjadi dasar kerangka kehidupan dunia bagi kesatuan kerja sama ummat menuju adanya suatu pertumbuhan manusia yang mewujudkan persamaan dalam keadilan. Pembinaan masyarakat haruslah dimulai dari individu-individu.

Islam mengajarkan bahwa kualitas manusia dari satu segi bisa dipandang dari manfaatnya bagi manusia lainnya, dengan pandangan dan fungsi individu inilah Islam memberikan aturan moral bagi manusia, aturan moral didasarkan pada suatu sistem nilai berdasar nilai keagamaan, seperti ketakwaan, penyerahan diri, hikma kasih sayang, keadilan, kebenaran dan sebagainya.

Menurut Abdulsyani (1994), bahwa perkataan masyarakat berasal dari bahasa Arab yakni musyarak, yang berarti bersama-sama, kemudian menjadi masyarakat yang berarti berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling

(28)

berhubungan dan saling mempengaruhi. Sementara dalam bahsa Inggris kata masyarakat diartikan dalam dua pengertian yaitu Society dan Community.

Abdulsyani (1997), juga menambahkan bahwa masyarakat sebagai community dapat dilihat dari dua sudut pandang : Pertama, memandang community sebagai sesuatu yang statis, artinya community terbentuk dalam suatu wadah dengan batas-batas tertentu, maka ia menunjukkan bagian dari kesatuan-kesatuan masyarakat sehingga ia dapat pula disebut masyarakat setempat. Misalnya kampung, dusun atau kota-kota kecil.

Masyarakat setempat adalah suatu wadah dan wilayah dari kehidupan sekelompok orang yang ditandai oleh adanya hubungan sosial, disamping itu dilengkapi pula oleh adanya peradapan sosial, nilai-nilai dan yang timbul akibat dari adanya pergaulan hidup atau hidup bersama. Kedua, community dipandang sebagai unsur yang dinamis, dalam artian menyangkut suatu proses yang terbentuk melalui faktor psikologis dan hubungan antar manusia, maka di dalamnya terkandung unsur-unsur kepentingan, keinginan atau tujuan-tujuan yang sifatnya fungsional.

Pandangan ini bertolak dari teori Tonnis (1983), tentang masyarakat yang membaginya dalam dua kelompok yakni gemeinschaft dan gesellschalf dimana gemeinschaft berupa persekutuan hidup dimana orang-orang memelihara hubungan berdasarkan keturunan, keluarga dan famili dalam arti yangseluas-luasnya. Pertalian yang erat dalam golongan ini menyebabkan perasaan satu, sehingga persekutuan itu hanya dapat bergerak sebagai satu badan yang hidup

(29)

bersatu jiwa, yang menghasilkan kebiasaan bersama, yang bila mana dipelihara cukup lama akan mengukuhkan menjadi adat dan tradisi.

Gesellchaft berbeda dengan Gemeinschaft, yang berarti perkongsian hidup, dimana orang-orang hidup dalam kelompok berdasarkan kepentingan dan kebutuhan terhadap anggota masyarakat yang lainnya dantindakan yang dilakukannya berdasarkan di belakangnya. Mereka menjadi anggota kelompok untuk memenuhi tujuan hidupnya melalui kelompok masyarakat yang ada dan bila mana kelompok tersebut tidak lagi mampu untuk memenuhi kepentingan mereka akan melepaskan diri dari kelompok yang bersangkutan.

Dari kedua ciri yang dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa apabila suatu masyarakat tidak memenuhi syarat tersebut, maka ia dapat disebut masyarakat dalam artian society. Masyarakat dalam pengertian society terdapat interaksi sosial, perubahan-perubahan sosial, perhitungan-perhitungan rasional, serta hubungan-hubungan menjadi pamrih dan ekonomis.

Menurut Soerjono Soekanto dalam (Abdulsyani, 1994), masyarakat adalah suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan manusia secara bersama-sama, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok, manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada, akan tetapi secara teoritis angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama.

Bercampur dalam waktu yang lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti kursi, meja dan sebagainya.

(30)

Oleh kerena berkumpuknya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru, yang dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti, mempunyai keinginan untuk menyampaikan kesan dan perasaannya. Sebagai akibat dari hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasidan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut, mereka sadar bahwa mereka satu kesatuan. Mereka merupakan satu sistem hidup bersama.Sistem hidup bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap amggota kelompok merasa dirinya terikat dengan yang lainnya.

Ciri-ciri masyarakat sejalan dengan apa yang pernah diungkapkan oleh J.L. Gilin dan J.P. Gillin (Soemarjan, 1974), bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang tersebar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Sementara Aguste Comte (dalam Abdulsyani, 1995), memberi penekanan bahwa masyarakat adalah merupakan kelmpok-kelompok mahluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiridan berkembang menurut pola perkembangannya sendiri. Masyarakat dapat memberi yang bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan mampu untuk berbuat banyak dalam hidupnya.

Menurut Darmawansyah (1986), masyarakat adalah kelompok manusia yang saling berinteraksi, yang memiliki prasarana untuk kegiatan tersebut dan adanya saling keterikatan untuk mencapai tujuan bersama. Masyarakat adalah tempat kita bisa menyaksikan individu sebagai input dari keluarga, keluarga sebagai tempat berproses, dan masyarakat sebagai, output dari proyeksi tersebut, yang pada akhirnya akan membentuk suatu sistem sosial.

(31)

Penganut teori fungsional memandang masyarakat sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian tertentu saling menunjang antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya, dan saling menyatu dalam menjaga keseimbangan, apabila terjadi perubahan dalam satu bagian tertentu dalam masyarakat akan mengakibatkan pula perubahan pada bagian yang lainnya. Semua struktur dalam masyarakat memberikan sumbangan terhadap yang lainnya dan sangat diperlukan dalam menjaga keseimbangan, dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat terjadi secara perlahan.

Teori fungsional memandang masyarakat selalu berada dalam keadaan statis dan berimbang, maka lain halnya dengan penganut teori konflik, penganut teori ini memandang bahwa keseimbangan dalam masyarakat terjadi karena adanya tekanan dari penguasa terhadap pihak yang dikuasai, dan setiap elemen yang ada dalam masyarakat memberikan sumbangan dalam mendisintegrasikan masyarakat, sehingga berakibat pada terjadinya konflik antara golongan dalam masyarakat (Ritzer, 2000).

Stuktur masyarakat Indinesia ditandai oleh dua ciri khas yang bersifat unik. Secara horizontal, masyarakat Indonesia terdiri atas kesatuan-kesatuan yang berbeda antar suku bangsa, perbedaan agama, adapt istiadat serta sistem kedaerahan pada masing-masing kelompok sosial, perbedaan latar belakang inilah yang mengakibatkan adanya pelapisan sosial.

Secara vertikal, antara lapisan atas dalam hal ini kaum bangsawan dengan lapisan bawah atau masyarakat biasa. Perbedaan ini cukup menyolok dikalangan

(32)

masyarakat, yang masih tinggal di daerah kota dan pedalaman, sehingga keadaan ini sering disebut sebagai ciri masyarakat Indonesia yang majemuk (Nasikun, 2001).

Suatu sistem sosial adalah consensus diantara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu, terdapat tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dasar tertentu terhadap mana sebagian anggota masyarakat menganggap serta menerimanya sebagai suatu hal yang mutlak dan benar. Sistem ini berfungsi untuk menstabilir sistem nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri.

Sistem sosial pada dasarnya, tidak lain adalah suatu tindakan, yang terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi antar individu, dan tumbuh berkembang tidak secara kebetulan, melainkan tumbuh dan berkembang di atas kesadaran dan standar tertentu yang telah disepakati bersama oleh anggota masyarakat. Perubahan sistem sosial pada umumnya terjadi secara gradual, melalui berbagai proses dan penyesuaian, dan tidak secara revolusioner.

Perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat terhadap suatu sistem sosial hanyalah terjadi pada bentuk luarnya saja, namun secara sutansial tidaklah terjadi suatu perubahan secara mendasar. Dalam setiap sistem sosial itu terdapat apa yang kita kenal dengan istilah noma-norma sosial, hal inilah yang membentuk suatu stuktur social.

3. Towani Tolotang

Towani Tolotang merupakan salah satu kelompok sosial yang mendiami kelurahan Dualimpoe tepanya diBuloe. Tolotang juga merupakan sebutan bagi

(33)

aliran kepercayaan yang mereka anut. Menurut asal usulnya, nenek moyang Tolotang, berasal dari desa Wani sebuah desa di kabupaten Wajo.

Ketika Arung Matoa Wajo (La Sungkuru), memeluk agama Islam pada abad ke XVII, beliau mengajak rakyatnya agar menerima ajaran baru itu, dan besar penduduk Wajo menerima Islam sebagai agama mereka, akan tetapi sebagaian masyarakat desa Wani menolak ajaran tersebut, mereka tetap memegang ajaran yang diterima dari leluhur. Komunitas yang tetap mempertahankan ajaran tersebut merasa terdesak dengan perkembangan agama baru yakni Islam, kemudian mengungsi ke daerah Sidenreng Rappang.

Istilah Tolotang semula dipakai oleh raja Sidenreng sebagai panggilan kepada pengungsi yang baru datang di negerinya. To (tau) dalam bahasa Bugis berarti orang, sedangkan lotang dari kata lautang yang berarti arah selatan, maksudnya adalah sebelah selatan Amparita, terdapat pemukiman pendatang, jadi Tolotang artinya orang-orang yang tinggal di sebelah selatan kelurahan Amparita, sekaligus menjadi nama bagi aliran kepercayaan mereka.

Muzhar (dalam Mukhlis, 1985), addatuang Sidenreng sebelum menerima kelompok pendatang dari desa Wani, terlebih dahulu menyepakati perjanjian yang dikenal dengan Ade’ Mappura Onroe yang pokok isinya adalah ;

a. Ade’ Mappura Onroe b. Wari Riaritutui c. Janci Ripaaseri

(34)

e. Agamae Ritwnrei Mabbere

Artinya :

a. Adat tetap utuh dan harus ditaati

b. Keputusan harus dipelihara dengan baik c. Janji harus ditepati

d. Suatu keputusan yang berlaku harus dilesterikan e. Agama Islam harus diagungkan dan dilaksanakan

Empat dari lima dari perjanjian tersebut diterima secara utuh, kecuali isi perjanjian yang terakhir, hanya diterima dalam dua yakni pelaksanaan pernikahan dan pengurusan jenazah, itu pun tidak menyeluruh sebagai mana yang ada dalam ajaran Islam.

Komunitas Tolotang terbagi atas dua kelompok besar atau sekte, yakni Towani Tolotang dan Tolotang Benteng, walau pun Tolotang terbagi dalam dua kelompok besar, namun dalam sistem kepercayaan tidak terdapat perbedaan yang mendasar, hanya saja kelompok Tolotang Benteng pada kartu identitas tertulis agama Islam, sedang kelompok Towani Tolotang tertulis Hindu.

Praktek pelaksanaan tata cara peribadatan dan sistem kepercayaan berbeda dengan sistem yang dianut dalam ajaran Hindu bahkan lebih cenderung ke ajaran Islam, jadi penganutan terhadap suatu agama mereka akui tetapi dalam hati paham agama yang asli tetap dipertahankan, oleh Bosch disebut dengan istilah local genius (Ishomuddin, 2002).

(35)

Kepercayaan Tolotang bersumber dari kepercayaan tentang Sawerigading, sebagai mana yang dipahami masyarakat Bugis pada umumnya. Mereka termasuk suku Bugis yang memiliki sejarah, budaya, adat istiadat dan bahasa yang sama dengan suku bugis kebanyakan.

Setiap masyarakat mempunyai sistem pelapisan sosial yang berbeda antara satu golongan dengan golongan yang lainnya, pada komunitas Tolotang pelapisan masyarakat didasarkan pada sistem pertalian darah dan keturunan, namun dalam gelar bangsawan Tolotang tidaklah sama dengan yang dipakai dikalangan masyarakat Bugis, ukuran ini tidak lepas dari sejarah Tolotang itu sendiri. Golongan Uwa menempati posisi tertinggi, pada tingkatan ini terbagi pada dua gologan yakni Uwatta sebagai toko sentral dan Uwa yang berada satu tingkat di bawahnya, kemudian golongan To Sama, yang terdiri dari masyarakat biasa.

4. Tradisi

Tradisi yang bahasa inggrisnya tradition berasal dari kata latin traditio yakni dari tradire yaitu menyerahkan, menurunkan atau mengingkari. Tradisi juga berarti intelek ( bukan intelengensi ). Tradisi adalah sesuatu yang di wariskan atau ditransmisikan dari masa lalu ke masa kini.

Tradisi atau kebiasaan merupakan sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompokmasyarakat, biasanya dari suatunegara,kebudayaan,waktu, atauagamayang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanyainformasiyang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapatpunah.

(36)

5. Agama

Kehidupan merupakan misteri terdalam dari dunia. Kehidupan berasal dari suatu tempat yang bukan berasal dari dunia ini dan akhirnya pergi dari dunia ini ke dunia lain, dan tetap berada dalam sebuah tempat asing yang tidak dapat dijangkau oleh mahluk manusia.

Kata agama berasal dari bahasa sangsekerta, berasal dari dua suku kata yaitu, A bermakna tidak, dan GAMA bermakna kacau, jika disatukan berarti tidak kacau. Arti ini dapat dipahami dengan kalimat hasil – hasil yang diberikan oleh peraturan – peraturan sesuatu agama terhadap moril dan materik, pemeluknya seperti yang diakui oleh masyarakat umum yang mempunyai pengetahuan ( dalam Abbas, 1984 : 39 ).

Misteri yang ada dalam kehidupan ini hanya dapat dijelaskan dengan pendekatan iman atau agama, untuk mengetahui dengan jelas akan dikemukakan beberapa konsep para ahli tenteng pengertian agama. Hendri Bergson (dalam Muhni, 1994) agama adalah gambaran tentang kehidupan yang abadi sesudah kematian. Agama diturunkan kepada berakal berupa wahyu melalui Nabi-Nabi yang disebut oleh Bergson sebagai kaum mistik, dan kekurangan dalam kehidupan.

Persepsi nilai beragama masyarakat sekarang ini telah berubah kearah yang lebih baik dan mendorong pada masyarakat maju, dalam masyarakat terdapat suatu bentuk kepercayaan yang berfungsi sebagai motivator untuk berbuat. Motivasi masyarakat untuk berbuat merupakan perwujudan dari rasa keberagamaan untuk meraih kesejahteraan berdasarkan keyakinan agama yang

(37)

dianut, perubahan tersebut terjadi karena adanya kekecewaan terhadap ilmu pengetahuan yang dianggap gagal dalam memenuhi kehidupan spiritual manusia, sehingga agama muncul kembali sebagai sebuah jawaban.

Pengertian agama yang dikemukakan oleh Bergson pada awal pembahasan mengenai pengertian agama, dapat dipahami bahwa agama diturunkan ke dunia ini untuk menjawab berbagai persoalan yang berkaitan dengan hidup manusia sebagai mahluk berakal, walaupun manusia mempunyai naluri dan kemampuan akal namun ada hal-hal yang tidak dapat dijangkau dengan akal tersebut, kawasan inilah yang menjadi bagian dari agama untuk menjelaskannya di samping berbagai masalah kemanusiaan yang dapat dijangkau dengan akal dan naluri manusia.

Agama tidak hanya dapat direkayasa melalui ajaran-ajaran atau lembaga-lembaganya, tetapi juga dapat didekati sebagai suatu sistem sosial, suatu realitas sosial diantara realitas sosial lain. Sebagai realitas sosial tentu saja ia hidup dan termanifestasikan di dalam masyarakat. Di sini doktrin agama yang merupakan konsepsi tentang realitas harus berhadapan dengan kenyataan adanya dan bahkan keharusan perubahan sosial. Salah satu fungsi dari agama yaitu bagaimana memelihara dan menimbulkan solidaritas diantara sesama individu dan kelompok. Fungsi sosial agama adalah mendukung dan melestarikan masyarakat yang sudah ada ( Durkheim dalam Agus, 2006:83 ). Mempercayai yang gaib, wahyu, surga dan neraka sekalipun semuanya bukan berasal dari manusia menempatkan agama sebagai salah satu aspek dari kebudayaan. Karena dia merupakan norma dan

(38)

prinsip-prinsip yang ada dalam keyakinan, pemahaman, dan rasa masyarakat yang bersangkutan dalam berhubungan dengan yang gaib.

Agama sebagai jalan untuk mencapai kebahagiaan, memainkan peran penting dalam memberikan tirai melalui simbol-simbol yang melingkupi segala bidang kehidupan manusia. Bermacam-macam makna, nilai dan kepercayaan yang ada dalam suatu masyarakat, akhirnya dapat dipersatukan dalam sebuah penafsiran menyeluruh tentang unsur realitas yang menghubungkan kehidupan manusia dengan dunia secara keseluruhan, sehingga sacara sosiologis dan psikologis memungkinkan manusia untuk merasa betah hidup dialam semesta, dan terhindar dari penyakit kesepian di tengah-tengah keramaian.

Agama berakar dalam gagasan tentang jiwa (soul), dan setelah manusia itu ada muncullah keyakinan bahwa aneka ragam makhluk halus ada kaitannya dengan berbagai ruang lingkup dan hakikat kegiatan manusia (Tylor dalam Saifuddin, 2006:122). Defenisi lain mengemukakan agama sebagai suatu kompleks sistem sosial yang memungkinkan terwujudnya kehidupan sosial dengan cara mengekspresikan dan memelihara nilai-nilai masyarakat Durkheim (dalam Saifuddin, 2006:124). Dikemukakannya defenisi tersebut dapat dipahami bahwa totemisme mencakup semua aspek esensial dari agama, pembagian segala sesuatu menjadi yang suci (sacral), dan yang tidak suci (profane).

Sifat sakral yang diperlukan bagi agama akan terlihat dalam totem, yang kesakralan itu datang dari fakta bahwa totem secara esensial adalah simbol dari masyarakat. Manusia primitif, khususnya sebagai konsekuensi dari lingkungan sosial yang diwujudkan takkala ia bertemu dengan warga yang lain dalam upacara

(39)

besar, menyadari bahwa dirinya tetap hidup karena masyarakat, dan tidak berarti apa-apa tanpa masyarakat di mana ia hidup dan memandang masyarakat sebagai sumber kekuatan dan kebudayaan.

Agama bagi kelompok sosial subordinat sangat berbeda dari perannya bagi kelompok berkuasa.Di kalangan masyarakat subordinat mengatakan bahwa agama dapat mengekspresikan perlawanan melalui mileniarianisme, sektarianisme, dan chiliasme, yakni dalam bentuk kemarahan dan perlawanan.Agama dapat memberikan harapan, ganjaran dan dukungan. Secara umum, saya akan mengkritisi pendapat yang mengatakan agama adalah segmen sosial yang mengikat kelas-kelas sosial ke dalam satu pandangan hidup umum.

Agama menurut Ibnu Khaldun adalah kebenaran yang turun dari Allah SWT, dengan perantaraan Rasul-Nya yang menumbuhkan kesadaran dalam diri manusia, kesadaran itu tumbuh bukan karena hasil dari pendidikan yang sengaja diadakan atau pengajaran ilmiah.

Kesadaran manusia yang timbul menyebabkan mereka mengadakan penilaian pada diri sendiri dari berbagai macam kelakuan yang tidak sesuai dengan agama atau keyakinan yang dianut. Kesadaran beragama menurun dikalangan manusia, dan agama merupakan cabang dari ilmu pengatahuan, maka agama akan diperoleh melalui pendidikan, dan kesadaran yang datang dari luar berupa hasil pendidikan tidak akan sekuat pengaruhnya dengan kesadaran beragama yang datang dari dalam diri manusia.

Untuk menciptakan suatu peradaban yang besar, maka diperlukan suatu solidaritas sosial yang kuat, solidaritas ini sulit diciptakan hanya dengan bantuan

(40)

ilmu pengetahuan atau ikatan kekerabatan, namun untuk menciptakan solidaritas sosial yang kuat maka adanya ikatan yang bersifat menyeluruh, dan agama adalah pengikat dalam membentuk solidaritas sosial Ashabiyah (Khaldun, 2001).

Agama sebagai sesuatu yang mengusung nilai-nilai moral dan dapat mempererat persatuan dikalangan umat manusia, mengatur norma serta tatacara hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, pada akhirnya akan menciptakan suatu interaksi sosial, dan etika hubungan antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok.

Dalam ajaran Islam agama dikenal dengan nama din yang secara bahasa berarti menguasai, patuh, menundukkan. Agama dalam artian syariat adalah ajaran yang diturunkan oleh Allah SWT dengan perantaraan Rasul-Nya, sebagai aturan berupa hukum yang mengatur hidup manusia, tentang cara berhubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, manusia dengan mahluk ciptaan lainnya yang harus dipatuhi. Aturan itu berupa wahyu, sebagai pedoman penganut ajaran Islam.

Agama mengandung arti ikatan yang harus dipatuhi manusia, ikatan ini memberikan pengaruh yang kuat terhadap pola perilaku manusia sehari-hari, ikatan itu berasal dari luar diri manusia yang tidak dapat dijangkau dengan akal fikiran dan ilmu pengetahuan.

Dalam agama terdapat unsur-unsur penting seperti kepercayaan tentang adanya kekuatan gaib, keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia dan diakhirat tergantung pada adanya hubungan baik antara manusia dengan penciptanya serta dengan ciptaan lainnya (Nasution, 1985).

(41)

Agama sebagai pembentuk dinamika, struktur serta sikap masyarakat dapat dikemukakan sebagai dasar mengapa dalam batas tertentu agama sebagai fenomena kultural. Dikaitkan demikian, karena persepsi manusia ikut memainkan peran dalam melihat apa sesungguhnya agama itu. Orang berusaha mencari relevansi agama dan kebutuhan zaman dan masyarakat yang selalu berubah ( Tim, 2007:310-311 ). Ketika persepsi manusia ikut mewarnai agama di situlah batas-batas agama dan kebudayaan menjadi kabur.Oleh karenanya, banyak ilmuwan sosial yang berusaha mendefenisikan agama dengan melihat manusia sebagai pelaku dan memberi tekanan khusus pada bagaimana menggunakan agama dalam kehidupan sosialnya, dan bahkan dalam semua segi kehidupannya.

Defenisi agama berperan besar dalam perkembangan disiplin ini secara keseluruhan. Secara umum, perdebatan tentang defenisi agama bias dilihat dari berbagai sisi dasar konseptual. Misalnya ada perbedaan mendasar antara perspektif reduksionis dengan non-reduksionis.Perspektif yang pertama cendrung melihat agama sebagai epifenomena, sebuah refleksi atau ekspresi dari sisi yang lebih dasariah dan permanen yang ada dalam perilaku individual dan masyarakat manusia.

Agama sebagai produk atau refleksi mental dari kepentingan ekonomi, kebutuhan biologis atau pengalaman ketertindasan kelas. Implikasi pandangan reduksionis ini adalah kesimpulan yang menyatakan keyakinan-keyakinan religious sama sekali keliru, karena yang diacu adalah criteria saintifik dan positifistik. Oleh karena itu memegang keyakinan religious adalah tindakan irrasional, karena yang dirujuk adalah criteria logis pemikiran. Impilkasi terakhir

(42)

reduksionisme kaum positivistic adalah bahwa agama dilihat sebagai aktifitas kognitif nalar individual yang karena satu dan lain sebab telah salah kaprah memahami hakikat kehidupan empiris dan social.

Dalam Islam membagi agama yang ada menjadi dua kelompok, yaitu agama pengakuan kepada Allah SWT yang tunggal dan tidak ada Tuhan selain Allah. Tidak ada perubahan dalam agama wahyu mengenai aqidah, namun dalam hal muamalat dan syariat terdapat perubahan sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dengan aqidah.

Agama bukan wahyu, yakni agama-agama yang timbul sebagai hasil kebudayaan dan perenungan yang mendalam dari fikiran manusia, namun hal yang bertentangan dengan tauhidlah yang dimasukkan dalam kategori agama bukan wahyu. Agama adalah suatu cirri kehiduapan sosial yang bersifat universal dalam arti bahwa semua lapisan masyarakat manusia mempunyai cara berfikir, pola perilaku yang bias memenuhi syarat disebut sebagai agama.

Roland Robertson, ada dua jenis utama definisi tentang agama dalam sosiologi yaitu inklusif dan eksklusif. Definisi inklusif merumuskan agama dalam arti yang luas sebagai sistem kepercayaan dan ritual yang diresapi kesucian, agama bukan saja sebagai suatu ajaran yang percaya pad a adanya kekuatan supernatural tetapi juga berbagai kepercayaan yang berupa paham seperti komunisme, nasionalisme, humanisme.Sebaliknya, penganut paham eksklusif membatasi pengertian agama pada system kepercayaan pada eksistensi mahluk, atau kekuatan di luar mahluk.

(43)

Keyakinan-keyakinan keagamaan diajarkan oleh keluarga dan masyarakat, dan didasarkan kepada ajaran yang diyakini terungkap dalam kitab suci atau berupa petunjuk dari kekuatan gaib yang dipercayai.Namun persyaratan terungkapnya ajaran agama dalam suatu kitab suci atau berupa wahyu tidak dipentingkan oleh antropologi.Kata kunci dalam menentukan agama tidaknya suatu ajaran dalam antropologi adalah kepercayaan kepada kekuatan yang gaib, supernatural atau supranatural yang dipercayai berpengaruh dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan.

Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan dan menjadi sumber stimulator atau penggerak serta pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masyarakat untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan doktrin agamanya.

Dalam situasi pengaruh ajaran-ajaran agama sangat kuat terhadap sistem-sistem nilai dari kebudayaan tersebut terwujud sebagai simbol-simbol suci yang maknanya bersumber pada ajaran-ajaran agama yang menjadi kerangka acuannya. Dengan demikian secara langsung atau tidak langsung, etos yang menjadi pedoman dari keberadaan dan kegiatan berbagai institusi yang ada dalam masyarakat (keluarga, ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya), dipengaruhi, digerakkan, dan diarahkan oleh berbagai sistem nilai yang sumbernya adalah agama yang dipeluknya, dan terwujud dalam kegiatan-kegiatan warga masyarakat sebagai tindakan dan karya-karya yang diselimuti oleh simbol-simbol suci (Suparlan dalam Abdullah, 1993:vi-vii). Dimana agama yang dimaksud dalam

(44)

penelitian ini adalah sitem kepercayaan lokal, yang menjadi bagian dari sistem kebudayaan sebuah komunitas. Sistem kepercayaaan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus dan diikuti oleh komunitas. Sedangkan istilah lokal yang dimaksud dalam penelitian ini menunjukkan kepercayaan tersebut diikuti oleh komunitas terbatas, relatif kecil dan biasanya terkonstentrasi pada suatu tempat dalam sebuah komunitas adat.Sistem kepercayaan lokal ini bisa terkait dengan etnis Bugis dan ajarannya memiliki kemiripan dengan ajarn agama Hindu.

Jika ditelusuri secara lebih dalam lagi, manusia tidak terdiri dari otak dan otot saja.Dalam diri manusia ada hati yang butuh kepada keyakinan dan pegangan. Tanpa adanya keyakinan dan kepercayaan, manusia akan terombang-ambing dan berada dalam kebingungan terus-menerus.keyakinan itu didapatkan dari filsafat, budaya, atau ajaran agama. Jadi persoalan agama bukan pada adanya keyakinan atau tidak adanya keyakinan Dari manakah datangnya ajaran yang disosialisasikan oleh masyarakat yang bersangkutan, apakah dari pemikiran seorang filsuf, dari perkembangan kebudayaan manusia atau dari ajaran kitab suci. Agama ialah suatu sistem kepercayaan yang disatukan oleh praktek yang berhubungan dangan hal-hal suci, berisi perintah dan larangan bersifat menyatukan suatu komunitas moral dan terpaut antara yang satu dengan yang lainnya (Ishomuddin, 2002).

Inti dari beberapa pengertian agama yang dikemukakan di atas, mengandung empat unsur penting, yaitu :

a) Pengakuan bahwa ada kekuatan gaib yang menguasai atau mempengaruhi kehidupan manusia.

(45)

b) Keselamatan manusia tergantung adanya hubungan baik antara manusia dengan kekuatan gaib itu.

c) Sikap emosiaonal pada hari manusia terhadap kekuatan gaib, seperti sikap takut, hormat, cinta, pasrah dan lain-lain.

d) Terdapat tingkah laku tertentu yang dapat diamati, seperti tata cara beribadah (Nasution, 1985)

e) Sejalan dengan apa yang dikemukakan Nasution, apa yang pernah dipaparkan oleh E. Durkhaim bahwa setiap religi mempunyai empat komponen, yakni emosi keagamaan, sistem kepercayaan, sistem upacara dan kelompok religius (komunitas). Berdasarkan pada konsep ini maka penulis berani menarik sebuah kesimpulan bahwa Towani Tolotang merupakan sebuah agama meski secara hukum tidak diakui oleh Negara. Agama Towani Tolotang yang selama ini dikenal identik dengan agama Hindu ternyata mempunyai perbedaan yang mendasar dengan agama Hindu, baik dalam sistem peribadatan maupun dalam hal kepercayaan. Agama sebagai bentuk keyakinan manusia berfungsi dalam membentuk sistem nilai, motivasi maupun pedoman hidup.

Fromm (2001), agama membentuk kata hati berupa panggilan kembali manusia pada dirinya, kata hati adalah suatu moral dalam diri manusia berupa rasa benar dan rasa salah, suatu reaksi emosional yang didasarkan atas fakta bahwa dalam diri manusia terdapat suatu kekuatan yang dapat mengatur keharmonisan dirinya dengan tekanan kosmik. Pengaruh agama dalam kehidupan individu

(46)

memberikan kemantapan batin, rasa bahagia, aman, perasaan positif, juga merupakan harapan akan masa depan kehidupan.

B. Kerangka Konsep

Esensi ajaran agama bagi Towani Tolotang sangat penting untuk diketahui dan diamalkan dalam kehidupan sosial tanpa harus memandang dengan golongan mana kita melakukan interaksi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada rumusan kerangka konsep agama sebagai konsep social masyarakat Towani Tolotang, serta nilai-nilai luhur dan yang menyebabkan terjadinya interaksi sosial sebagai aplikasi dari rasa keberagamaan masyarakat Towani Tolotang.

Masyarakat Towani Tolotang

Gambar 1.1 Kerangka Konsep Sistem

Kepercayaan

Gambaran Interaksi Sosial

- Yakin dengan adanya roh-roh. - Penyembahan kepada dewata

seuwae.

- Upacara keagamaan, percaya kepada yang gaib.

- Menaati norma yang ada

dalam lingkungannya dalam berinteraksi.

- Saling menghargai antar

sesama manusia.

- Saling menghormati dengan

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pendekatan utama dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap masalah adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Alasan penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif karena dengan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif penulis dapat memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (masyarakat Towani Tolotang) seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2000). Disamping itu, peneliti akan menjadi instrumen utama didalamnya untuk mengelaborasi berbagai data yang didapatkan di lapangan. Penulis mengharapkan hasil yang didapatkan berupa data kemudian dibentuk secara deskriptif atau penggambaran mengenai perilaku dan pandangan masyarakat Towani Tolotang dalam menjalankan agama/keyakinannya.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Buloe Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi tersebut sengaja dipilih karena yang penulis asumsikan merupakan daerah yang cukup banyak terdapat komunitas Towani Tolotang, sehingga penulis memperoleh informasi mengenai masalah yang diteliti.

(48)

C. Informan Penelitian

Dalam pengambilan data digunakan Teknik Purposive Sampling adalah teknik pengambilan informan sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya adalah orang tersebut dianggap yang terkait apa yang kita harapkan, atau mungkin orang tersebut menjadi penguasa sehingga akan memudahkan mencari informasi yang diteliti. Dalam menentukan informan dapat dilakukan dengan cara melalui keterangan orang yang berwenang baik secara formal maupun informal.

Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuannya adalah agar peneliti dapat memperoleh informasi yang akurat dan benar-benar memenuhi persyaratan karena informan tersebut mengetahui secara lengkap tentang lapangan atau daerah penelitian tersebut. Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif tidak didasarkan perhitungan statistic, sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum, bukan untuk digeneralisasikan.

D. Fokus Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimulai dari sesuatu yang kosong tetapi di lakukan berdasarkan persepsi seseorang terhadap adanya suatu masalah. Masalah dalam penelitian kualitatif dinamakan fokus.

Penentuan fokus penelitian didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh dari situasi sosial di lapangan, maka yang menjadi fokus atau titik perhatian dalam penelitian ini adalah Sistem Kepercayaan Masyarakat Towani Tolotang antara Tradisi dan Agama di Buloe Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo.

(49)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian kualitatif ini adalah peneliti itu sendiri. Dimana peneliti dapat mengetahui secara langsung melalui proses melihat dan merasakan makna-makna tersembunyi yang dimunculkan oleh subyek penelitian. Sugiyono (2013:222) menyatakan bahwa peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.

Untuk memperoleh hasil penelitian yang cermat dan valid serta memudahkan penelitian maka perlu menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara (daftar pertanyaan), pedoman observasi, pensil atau pulpen, dan catatan peneliti, yang berfungsi sebagai alat pengumpul data, serta alat pemotret. F. Jenis Dan Sumber Data

Jenis dan sumber data dalam penelitian ini terbagi atas dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data yang dikumpulkan melalui pengamatan langsung pada obyek. Untuk melengkapi data, maka melakukan wawancara secara langsung dan mendalam dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebagai alat pengumpulan data.

(50)

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang relevan dan data yang tidak secara langsung diperoleh dari responden, tetapi diperoleh dengan menggunakan dokumen yang erat hubungannya dengan pembahasan. G. Teknik Pengumpulan Data

Pencarian data dalam menyusun penulisan ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data yakni:

1. Observasi

Teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati fenomena-fenomena yang terjadi di lokasi penelitian. Dengan cara observasi dapat ditemukan data-data tentang bagaimana tingkah laku ataupun aktivitas keseharian masyarakat desa yang berguna dalam mengkroscek kebenaran data nantinya. Teknik ini bertumpu pada indra yang dimiliki, yakni penglihatan, penciuman, peraba serta pendengaran. Dengan melakukan observasi, maka data yang diperoleh meliputi bagaimana aspek fisik dari daerah yang diteliti, apa saja kegiatan dan interaksi yang terjadi, siapa pelaku yang terlibat dari aktivitas tersebut, serta berapa lama durasi serta frekuensi terjadinya.

2. Wawancara

Wawancara adalah proses Tanya jawab peneliti dengan subjek penelitian atau informan dalam suatu situasi social. Dengan memanfaatkan metode wawancara ini, maka penulis dapat melakukan penyampaian sejumlah pertanyaan kepihak respoden secara lisan dengan menggunakan

(51)

panduan wawancara tiada lain untuk memperoleh data yang dibutuhkan penulis.

3. Dokumentasi

Mencari data mengenai beberapa hal, baik yang berupa catatan yang berkenaan dengan judul penulis dan data dari responden atau catatan-catatan lain yang berhubungan dengan permasalahan yang ingin diteliti peneliti. Metode ini digunakan sebagai salah satu pelengkap dalam memperoleh data, tiada lain untuk memperkuat kredibilitas data yang diperoleh.

4. Partisipatif

Peneliti ikut serta dalam penelitian tersebut. Pengamatan ini mempunyai maksud bahwa pengumpulan data melibatkan interaksi social antara peneliti dengan subjek penelitian maupun informan dalam setting selama pengumpulan data harus dilakukan secara sistematis tanpa menempatkan diri sebagai peneliti.

H. Analisis Data

Teknik analisis data yang dipakai penulis adalah data berlangsung atau mengalir ( flow model analysis ). Ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan pada teknik analisis data tersebut yaitu mengumpulkan data, reduksi data, display data dan verifikasi data / menarik kesimpulan.

(52)

I. Teknik Keabsahan Data

Keabsahan data adalah upaya yang dilakukan dengan cara menganalisa atau memeriksa data, mengorganisasikan data, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting berdasarkan kebutuhan dalam penelitian dan memutuskan apa yang dipublikasikan. Langkah analisis data akan melalui beberapa tahap yaitu, mengelompokannya, memilih dan memilah data lalu kemudian menganalisanya. Untuk memperkuat keabsahan data, maka peneliti melakukan usaha-usaha yaitu diteliti kredibilitasnya dengan melakukan teknik-teknik sebagai berikut:

1. Perpanjangan Pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data atau menambah (memperpanjang) waktu untuk observasi. Wawancara yang awalnya hanya satu minggu, maka akan ditambah waktu satu minggu lagi. Dan jika dalam penelitian ini, data yang diperoleh tidak sesuai dan belum cocok maka dari itu dilakukan perpanjangan pengamatan untuk mengecek keabsahan data. Bila setelah diteliti kembali ke lapangan data sudah benar berarti kredibel, maka waktu perpanjangan pengamatan dapat di akhiri.

2. Meningkatkan Ketekunan

Untuk meningkatkan ketekunan, peneliti bias melakukan dengan sering menguji data dengan teknik pengumpulan data yaitu pada saat pengumpulan data dengan teknik observasi dan wawancara, maka peneliti lebih rajin mencatat hal-hal yang detail dan tidak menunda-nunda dalam

(53)

merekam data kembali, juga tidak menganggap mudah / enteng data dan informasi.

3. Trianggulasi

Trianggulasi merupakan teknik yang digunakan untuk menguji kepercayaan data (memeriksa keabsahan data atau verifikasi data), atau istilah lain dikenal dengan trustworthhinnes, yang digunakan untuk keperluan mengadakan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang telah di kumpulkan.

a. Trianggulasi Sumber

Trianggulasi sumber, adalah untuk menguji kredibilitas data yang di lakukan dengan cara mengecek data yang telah di peroleh melalui beberapa sumber, maksudnya bahwa apabila data yang di terima dari satu sumber meragukan, maka harus mengecek kembali ke sumber lain, tetapi sumber daya tersebut harus setara sederajatnya ,kemudian peneliti menganalisis data tersebut sehingga menghasilkan suatu kesimpulan dan di mintakan kesempatan dengan sumber- adalah untuk meguji sumber data tersebut.

b. Trianggulasi Teknik

Trianggulasi tehnik,adalah untuk menguji krebilitas data yang di lakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan tehnik yang berbeda,yaitu yang awalnya menggunakan tehnik observasi, maka di lakukan lagi tehnik pengumpulan data dengan

(54)

tehnik wawancara kepada sumber data yang sama dan juga melakukan tehnik dokumentasi.

c. Trianggulasi Peneliti

Trianggulasi peneliti adalah membandingkan hasil pekerjaan seorang peneliti dengan peneliti lainnya ( peneliti yang berbeda ) tidak lain untuk mengecek kembali tingkat kepercayaan data, dengan begitu akan member kemungkinan bahwa hasil penelitian yang diperoleh akan lebih dipercayai.

d. Trianggulasi Waktu

Trianggulasi waktu, adalah untuk melakukan pengecekan data dengan cara wawancara dalam waktu dan situasi yang berbeda. Seperti, yang awalnya melakukan pengumpulan data pada waktu pagi hari dan data yang di dapat, tetapi mungkin saja pada waktu pagi hari tersebut kurang tepat karena mungkin informasi dalam keadaan sibuk.

J. JadwalPenelitian Kegiatan Bulan ke-1 2 3 4 5 6 Pengajuan Judul Survey Pendahuluan Seminar Proposal Penelitian

(55)

Seminar Hasil

Kegiatan penelitian ini berlangsung ± enam bulan. Bulan pertama adalah proses pengajuan judul proposal penelitian, bulan ke dua sampai bulan ke empat, melakukan survey pendahuluan agar dapat diakses lokasi penelitian dengan mudah nantinya, kemudian bulan lima dan bulan ke-enam adalah kegiatan yang dilakukan adalah seminar proposal penelitian. Seminar proposal dilakukan untuk menguji samapai diamana penguasaan proposal oleh calon peneliti, agar tidak terjadi kesalahan yang fatal saat penelitian itu berlansung.

(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis

Buloe Kelurahan Dualimpoe dengan luas 22.11 km2 terletak di ujung selatan Kecamatan Maniangpajo, dengan jarak 20 km2 dari pusat kota Kabupaten Wajo, serta 216 km dari ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Buloe berada dalam wilayah Kelurahan Dualimpoe Kecamatan Maniangpajo. Batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Anabanua 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Majauleng 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanasitolo 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Belawa

Kelurahan Dualimpoe penduduknya lebih dominan berkerja dibidang pertanian (tanaman pangan, perkebunan dan peternakan). Di Kelurahan Dualimpoe ada 2 (dua) agama besar yaitu Islam yang dominan berdomisi di Lingkungan Lakadaung dan Hindu Tolotang yang lebih dominan berdomisi di Lingkungan Buloe. Tempat peribadatan berjumlah 2 (dua) yaitu Masjid Istiqamah Buloe dan Masjid Nurul Amin Lakadaung. Selain itu, juga terdapat 5 (lima) sarana pendidikan formal yaitu TK PGRI Maddennuang Lakadaung, PAUD Melati Buloe, SDN 54 Dualimpoe, SDN 216 Dualimpoe, dan SDN 272 Dualimpoe.

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka KonsepSistem

Referensi

Dokumen terkait

Diajukan Kepada Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata. Satu (S1)

Interaksi sosial yaitu hubungan timbal balik dan pengaruh-mempengaruhi antar individu dalam masyarakat, serta antar individu dalam masyarakat, serta antar

Pertunjukan Kuda Lumping yang merupakan kesenian masyarakat Jawa ini akan selamanya menjadi salah satu bagian hasil kebudayaan mereka dan tentunya akan dikenalkan

Salah satu persoalan penting dalam kaitannya dengan pelaksanaan dakwah adalah adanya konsep atau masyarakat plural, salah satu pemikiran dari penganut paham pluralisme dan

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang mengambil fokus kajian pada upacara tradisi satu sura dalam masyarakat desa Traji sebagai media dari

Kebiasaan mandi bersama di pemandian umum menjadikan budaya mandi di Jepang sebagai salah satu sarana interaksi sosial bagi masyarakat, mereka akan melakukan komunikasi dengan

Tradisi Minum Moke Pengetahuan masyarakat tentang minuman beralkohol adalah minuman rakyat yang sering dikonsumsi oleh masyarakat setempat sebagai salah satu minuman pererat

Dengan demikian, pendidikan multikultural dalam pandangan Islam menjadi salah satu solusi yang sangat tepat digunakan untuk memperbaiki tatanan sosial-masyarakat yang mulai etnosentris