• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Sosial Masyarakat di Blahbatuh Pada Tahun 1980 - 2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Sosial Masyarakat di Blahbatuh Pada Tahun 1980 - 2015."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Falkultas Satra dan Budaya Unversitas Udayana Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menempuh

Ujian Sarjana Dalam Program Studi Ilmu Sejarah

OLEH:

NGAKAN PUTU OKA SEGARA

1001505003

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)
(3)
(4)
(5)

pertumbuhan agraris berkembang menjadi perdagangan tradisional ke modern menuju pada pariwisata dengan berbagai permasalahan menyebabkan terjadinya perubahan sosial masyarakat di Blahbatuh yang menarik untuk diteliti. Aktor yang melakukan perubahan itu adalah masyarakat Blahbatuh yang merespon perkembangan jaman melalui aktivitasnya.

Masalah penelitian dirumuskan: 1) Bagaimana gambaran umum wilayah Blahbatuh dan perubahan sosial yang terjadi?, 2) Faktor–faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan masyarakat Blahbatuh? dan 3) Bagaimana Implikasi perubahan sosial pada masyarakat Blahbatuh?.

Penelitian ini menggunakan pendekatan empiris yang digunakan sebagai suatu cara dalam menentukan sebab - sebab dari tejadinya perubahan sosial melalui aktivitas yang dirasakan mampu mengubah nilai-nilai yang dalam diri masyarakat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu teori perubahan sosial melalui aktivitas dan teori sejarah berdasarkan pondasi dasar jiwa jaman. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif-kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif dan memiliki aliran gabungan dari aliran organik dengan personal-intuitive dalam penulisannya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: observasi, wawancara, dan dokumentasi.

(6)

zaman.

(7)

dilakukan selalu menimbulkan penderitaan bagiku baik berhubungan dengan orang

lain yang berbeda denganku hanya kudapatkan hanya penderitaan dan bila ada yang

mengikuti aku tak dapatku membawanya kebahagian karena yang ada denganku hanya

penderitaanku tapi aku mendambakan arti kesunyian hati dan pikiran ku setenang bagaikan laut dalam”

“Prioritas ku tertinggi dan terpenting adalah kerugiaan dan kelemahan yang diketahui, untuk dapat mengubah 3 dasar kerugian dan kelemahan yaitu diri sendiri

atau pokok (primer), keluarga atau (sekunder), masyarakat atau (tersier) segala hal

(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya yang tiada terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan penulis dan penyusun skripsi yang berjudul “ Perubahan Sosial Masyarakat Di Blahbatuh tahun 1980 – 2015”. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam memperoleh gelar Sarjana (SI) Ilmu Sejarah Falkultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana.

Penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi belum sempurna, karena penulis mengalami beberapa kendala, kekurangan, keterbatasan wawasan dan pengetahuan. Kendatipun demikian, berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya hambatan dan kekurangan tersebut dapat teratasi. Penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar penulisan skripsi ini dapat lebih baik dan sempurna.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan atau motivasinya. Sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis menghaturkan terima kasih kepada yang terhormat berikut ini :

1. Ibu Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A selaku Dekan Falkultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Denpasar pada tahun 2016 yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

(9)

tidak henti dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

4. Para dosen pengajar mata kuliah di Prodi Ilmu Sejarah dan Falkultas Sastra dan Budaya pada umumnya yang telah memberikan sumbangsih pengetahuan kepada penulis.

5. Pegawai dan staf Administrasi yang telah membantu dalam bidang adminitrasi dan perpustakaan Falkultas Sastra dan Budaya yang telah menyediakan literature untuk penulisan skripsi.

6. Kepada para Informan terima kasih karena sudah membantu dalam memberikan informasi kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada kepala desa dan camat di Kecamatan Blahbatuh terima kasih telah banyak member masukkan kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini. 8. Kepada orang tua yang saya hormati yaitu Ngakan Nyoman Rai Topa dan

keluarga terima kasih yang tidak terhingga atas doa, kasih sayang, kepercayaan, dan dukungan baik moril maupun materi kepada penulis yang tiada henti untuk tetap semangat menyelesaikan studi.

9. Para sahabat dan teman seangkatan ataupun beda angkatan yang tidak henti– hentinya mendengarkan penulis dan selalu menemani dan memberi dorongan dalam penulisan skripsi ini.

(10)

Empiris : berdasarkan pengalaman (terutama yang diperoleh dari penemuan, percobaan, pengamatan yang telah dilakukan) Proposisi : 1. rancangan usulan; 2. ungkapan yang dapat dipercaya,

disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar-tidaknya Rwebhineda : Dua hal yang berbeda atau berlawanan

Sisya : Murid Aguru : bukan guru Asisia : Bukan Murid

Diksita : diterima menjadi murid dalam hal kesucian Mediksa : upacara penobatan

Abebersih : membersihkan diri dalam ajaran agama sebelum upacara Kukul : alat komunikasi yang digunakan di bali untuk

menyampaikan sesuatu Melajahang raga : belajar dari diri sendiri Wayah : lama, tua atau besar Saprodi : Sarana produksi padi Yarnen : Bayar setelah Panen

Fasilitator : Orang yang menyediakan fasilitas Motivator : orang yang memberi dukungan Instansi : badan atau lembaga yang menggeluti

(11)
(12)

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENERIMA PANITIAN UJIAN ... iii

SURAT PERNYATAAN PENULIS E-JURNAL HUMANIS ... iv

ABSTRAK ... v

1.6 Metodologi Sejarah dan Teori Yang Digunakan ... 13

1.6.1 Metodologi Sejarah ... 13

(13)

DI BLAHBATUH ... 47

BAB IV IMPLIKASI PERUBAHAN SOSIAL DI KECAMATAN BLAHBATUH ... 73

4.1 Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat di Blahbatuh ... 73

4.2 Dampak Sosial Budaya Masyarakat di Blahbatuh ... 100

4.3 Pekembangan Masyarakat Agraris di Blahbatuh ... 108

BAB V SIMPULAN

... 111

LAMPIRAN 3. NAMA BANJAR, DESA DI BLAHBATUH ... 131

LAMPIRAN 4. PETA DESA BLAHBATUH ... 135

(14)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

(15)

banjar memiliki nilai–nilai luhur yang diwarisi dari generasi ke generasi dan di setiap generasi merespon dengan cara masing –masing yang berbeda–beda satu sama lainnya membuat kehidupan tidak membosankan dalam menjalaninya. Permasalahan di wilayah Blabatuh itu muncul dan memberi warna dalam keseharian masyarakatnya menjadikan peneliti tertarik untuk mengangkatnya dalam penulisan.

(16)

juga hubungan sosial dan spritual yang dapat dicontrol dengan baik akan diberikan pekerjaan dalam pemerintahan (pegawai negeri). Dan juga diperlukan perekonomian yang memadai untuk menunjang hal tersebut.

Sejalan dengan industri pariwisata yang berkembang pesat dan mencapai wilayah blahbatuh, hingga memunculkan suatu dorongan bagi masyarakat untuk terjun di bidang pariwisata. Penghasilan yang didapat dari industri pariwisata tersebut menjanjikan maka banyak masyarakat yang meninggalkan profesi sebagai petani. Untuk mencegah hal tersebut maka para tetua–tetua di setiap banjar melakukan tindakan yaitu memberikan fasilitas bagi para petani guna memperlancarkan kegiatan pertanian sekaligus mengajak untuk bergabung dalam kegiatan pertanian. Dalam pelaksanaannya banyak mengalami kendala–kendala yang menarik untuk diamati.

(17)

disebabkan seringnya terjadi adu ayam (tajen) pemerintah menganggap bahwa adu ayam meemberikan dampak negatif bagi perekonomian masyarakat tetapi dilain pihak (adu ayam) memberikan suatu hiburan bagi masyarakat yang mengalami tekanan hidup. Sehingga pentingkah tajen bagi masyarakat pedesaan ini perlu diamati.

Masyarakat wilayah Blahbatuh sangat menjunjung kebersamaan dengan melalui persaingan antara banjar. Guna mempererat hubungan antara banjar dilakukan perlombaan baik didalam maupun di luar banjar dan juga demi menjaga hubungan masyarakat wilayah Blahbatuh dari pihak luar, masyarakat membentuk komunitas sendiri disetiap banjar yang ada. Untuk menetralisi pengaruh dari premanisme dibentuk ‘Kodrat’ suatu organisasi pelindung desa Blahbatuh melalui

(18)

mengalami kemajuan dengan mulai meninggalkan hal itu namun di wilayah Blahbatuh masih menerapkan hal tersebut melalui sukarela untuk membantu (ngayah) di pura, gotong- royong kadang-kadang untuk mempererat hubungan dan saling pengertian. Terkadang muncul konflik namun dapat di selesaikan dengan melalui cara masyarakat itu sendiri. Hal ini menjadi perhatian yang menarik untuk di amati.

Masyarakat di wilayah Blahbatuh memiliki pura–pura sebagai simbolis kehidupan masyarakat di setiap banjar dengan kepercayaan dan filosofisnya yang dijadikan akar dalam menjalani jejak leluhurnya melalui penghayatan makna dan fungsi dari arti sesungguhnya dari kehidupan. Mulai dari Pura Dalem memiliki makna masyarakat yang hidup didunia mempedulikan dalam menjalani kehidupannya melalui sikap baik dan buruk dalam kehidupan harus seimbang. Pura Balai Agung memiliki makna masyarakat dalam kehidupan memerlukan hubungan antara masyarakat untuk membina kebelangsungannya dalam kehidupan ini maka di perlukan hubungan sosial di masyarakat Blahbatuh. Pura Puseh memiliki makna dalam kehidupan masyarakat merupakan pusat bagi peredaran kehidupan maka masyarakat merupakan pelaku dalam menjaga kebelangsungannya.

(19)

kemajuan yang menjanjikan manakah yang dipilih. Masyarakat wilayah Blahbatuh sangat menyukai hiburan berupa tontonan gratis didapat dibuktikan dengan pengamatan di lapangan peneliti mengenai teknologi di setiap banjar selalu ada radio dan televisi dibalai pertemunan (Balai Banjar) sebelum radio dan televisi menyebar disetiap rumah per keluarga. Ini menjadi daya tarik bagi peneliti karena pengaruh perkembangan teknologi mudah diterima oleh masyarakat di setiap banjar wilayah Blahbatuh. Hal yang paling disukai pada tahun 1980 adalah arja mengenai pandawa dan kurawa menceritakan bahwa jumlah kebaikan jumlah 5 orang dengan simbolis masing–masing dengan menghadapi kejahatan berjumlah 100 orang kurawa perwatakan simbolis jahat dengan didalam satu keluarga besar bernama Brata memiliki nilai dan makna kehidupan. Akan tetapi perkembangan mulai dipengaruhi dengan pengaruh luar yang datang seiring dengan perkembangan zaman mulai muncul keinginan mendominasi jalan pikiran masyarakat melalui saluran televisi dan radio dari bidang kepercayaan masyarakat, budaya masyarakat, dan kehidupan masyarakatnya itu sendiri. Bila diamati akan menarik.

(20)

sangat popular karena banyak terdapat jenis–jenis baik lokal maupun luar. Bukan hanya itu saja, bahan kerajinan anyaman bambu, seni ukir dari kayu yang menjadi andalan di wilayah Blahbatuh. Perdagangan di wilayah Blahbatuh bervarisi baik tradisional maupun modern dan mengalami persaingan yang terselubung dengan sangat baik yang menjadi daya tarik untuk diamati. Perdagangan dari masa ke masa selalu berkembang dengan baik yang menarik diamati adalah perdagangan budaya masyarakat. Perdagangan budaya masyarakat merupakan perdagangan yang menarik dengan budaya yang dijual dijadikan modal untuk mengembangkan budaya baru. Menjadi perhatian peneliti dalam penelitian dlapangan.

Aktor yang melakukan perubahan itu adalah masyarakat lokal yang ingin merespon perkembangan zaman melalui aktifitasnya . Usaha untuk meningkatkan taraf hidup dan pelaksanaan proyek pembanguanan menjadi “wacana besar” yang

wajib didukung oleh masyarakat. Cengkraman ideologi pembangunan membuat sebagian orang lupa dan tidak sadar bahwa perubahan Blahbatuh yang terjadi karena menjadi suatu kawasan yang maju tanpa mempedulikan sistem yang sudah ada. Akibatnya, terjadi ketidakhormanisasian hubungan antara manusia dan alam, padahal soal relasi manusia–alam dalam kebudayaan tradisional Bali memiliki relasi yang bersifat mitologis – magis1.

1 Tjok A.A. Oka Sukawati, Ubud Bergerak. (Denpasar: CV. Bali Media

(21)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum wilayah Blahbatuh dan perubahan sosial yang terjadi?

2. Faktor – faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan masyarakat Blahbatuh?

3. Bagaimana implikasi perubahan sosial pada masyarakat Blahbatuh?

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti tidak memiliki cakupan awal tahun dalam penulisan karena perubahan sosial selalu terjadi sering dengan perkembangan manusia itu sendiri. Hal inilah membuat peneliti hanya memberikan tahun – tahun tertentu yang memiliki peran terjadinya perubahan dalam penulisannya.

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam hal – hal penting tentang perubahan sosial di Blahbatuh, serta dapat menambah khasanah sejarah lokal tentang perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

(22)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran umum wilayah dan kehidupan sosial masyarakat Blahbatuh sebelum terjadinya perubahan sosial.

2. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan sosial di masyarakat Blahbatuh.

3. Untuk mengetahui Implikasi perubahan sosial masyarakat Blahbatuh.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi masyarakat, penelitian ini memberikan informasi dalam mempelajari perubahan sosial di masyarakat Blahbatuh.

2. Bagi peneliti sendiri, penelitian sebagai penambah wawasan pengetahuan mengenai sebuah karya ilmiah.

(23)

1.5 Tinjauan Pustaka

Buku Ubud Bergerak karya Tjok A.A. Oka Sukawati membahas mengenai perubahan Ubud menjadi kawasan pariwisata menitikberatkan pada tradisional yang ada di Ubud sebelum masuk ideologi pariwisata dan juga memberikan gambaran tentang pola bangunan tradisional dan perubahannya

Buku Perubahan Sosial di Yogyakarta karya Selo Soemardjan membahas mengenai perubahan keseluruhan di Yogyakarta mulai dari gambaran umum Yogyakarta, sejarah berdirinya Yogyakarta, masuk pendudukan Belanda, Jepang hingga kemerdekaan Indonesia. Dalam penjelasan mengenai perubahan di Yogyakarta dari sudut sosial politik masyarakatnya, pembangunan di bidang ekonomi, pendidikan yang terjadi di Yogyakarta dijelaskan secara detail didalam buku ini

(24)

intangible sampai dengan abstrak, meliputi sistem symbol dan cara manusia beradaptasi dengan perubahan lingkungan dalam kerangka sandaran disiplin ilmu antropologi.

Buku Teori Sosiologi tentang Perubahan Sosial karya Soerjono Soekanto membahas mengenai faktor – faktor dalam perubahan sosial, kualitas – kualitas perubahan Sosial, Comte: pertambahan penduduk dan hokum tiga tahap, Spencer: hokum perkembangan dan penyebabnya, Durkheim dan Merton tentang penyimpangan dan perubahan, Weber dan Ogburn tentang perubahan – perubahan social, suatu paradigma perubahan Evolusioner (parsons), Eisenstadt tentang perubahan sosial, diferensiasi dan evolusi.

Buku Seluk Beluk Perubahan Sosial karya Muhammad Rusli Karim membahas mengenai pemikiran berbagai pakar ahli di bidang perubahan sosial dengan permasalahan yang ada di dalam perubahan sosial.

I Ketut Muryasa (1987) dalam skripsinya yang berjudul “Perubahan Sosial di

Desa Pejaten (1942 – 1985)’’. Karya Ilmiah ini menguraikan tentang perubahan

(25)

dalam bidang kepemimpinan, perubahan dalam bidang sosial, perubahan dalam bidang ekonomi.

I Wayan Surata (1993) dalam skripsinya yang berjudul “Dampak Pariwisata

Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat Gianyar ( 1969 –1991)’’. Karya Ilmiah ini

menguraikan tentang perkembangan pariwisata di gianyar meliputi gianyar sebagai objek wisata, tumbuhnya industri jasa wisata, kendaala pengembangan industri jasa wisata peranan pemeritah dalam pembangunan kepariwisataan di gianyar, pembinaaan pengrajin, mempermudah pemberian kredit modal kerja, pembangunan pasar seni, dan dampak parawisata terhadap perubahan sosial masyarakat gianyar, perubahan status sosial, ketegangan – ketegangan dalam masyarakat, intregrasi sosial, perubahan – perubahan dalam bidang sosial budaya, actulturasi, perubahan – perubahan dalam bidang ekonomi, perubahan dalam mata pencaharian, mundurnya pendidikan, dan perubahan pola pikir.

(26)

desa kapal : perubahan dalam bidang mata pencaharian, perubahan dalam bidang perekonomian, perubahan dalam bidang sosial budaya dan mobilitas sosial.

1.6 Metodologi Sejarah dan Teori Yang digunakan

1.6.1. Metodologi Sejarah

Metodologi adalah kerangka pemikiran (framework) tentang konsep– konsep, kategori–kategori, model–model, hipotesis–hipotesis, dan prosedur-prosedur umum yang dipakai dalam penelitian.2 Masalah teori dan metodologi sebagai bagian pokok ilmu sejarah bertujuan menjelaskan peristiwa dengan mengkaji sebab-sebab terjadinya, kondisi lingkungan, konteks sosial kultural dan diperdalam lagi dengan menganalisis tentang faktor–faktor kausal, kondisional, kontekstual, serta unsur – unsur yang merupakan komponen dan eksponen dari sejarah yang dikaji.3 Oleh

karena itu, peneliti perlu dilengkapi dengan alat–alat analitis, konsep dan teori yang ditemukan dengan metodologi yang digunakan sehingga dapat mengamati studinya dengan prespektif teori dan mampu untuk mengungkapkan seluruh demensinya melalui konsep. Pengkajian sejarah memakai pendekatan itu lebih mampu melakukan sksplanasi daripada yang membatasi diri pada pengungkapan bagaimana sesuatu

2 Helius Sjamsuddin, Motodologi Sejarah, ( Yogyakarta : Ombak, 2007), p.

18.

3 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (

(27)

terjadi atau menguraikan kejadian sebagai narasi.4 Metodologi dan perspektif yang digunakan pada penelitian ini adalah perspektif dari ilmu sosial. Seperti yang dibahas dalam metodologi sejarah oleh Kuntowijoyo, institusi sosial juga merupakan bahan garapan bagi sejarah sosial. Sejarah sosial sendiri menjadikan masyarakat sebagai bahan kajian. Societal History atau History of society memerlukan usaha yang membuat kerangka menjelaskan tema penulisan mengenai “ Perubahan Sosial

Masyarakat di Blahbatuh pada tahun 1980 - 2015 ’’ ini adalah bertemakan sejarah sosial.5

1.6.2. Teori Yang Digunakan

Dalam studi sejarah, teori sering juga disebut kerangka referensi atau skema referensi, yakni suatu perangkat kaedah yang memandu sejarawan untuk : 1. Mengidentifikasi masalah yang diteliti., 2. Menyusun katagori–katagori untuk mengorganisasikan hipotesis–hipotesis melalui interprestasi data yang dapat diuji, 3. Memperlihatkan ukuran–ukuran atau kriteria yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu.6 Peneliti menggunakan teori agar dapat mempermudah dalam penelitian di lapangan, teori diambil dari ilmu yang membantu dalam penulisan sejarah :

4 Ibid., p. 20.

5 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Edisi Kedua,( Yogyakarta : Tiara

Wacana, 2003), p.23.

(28)

1.6.2.1. Teori Perubahan Sosial

Teori perubahan sosial merupakan aktifitas gerak manusia atau pelaku-pelaku yang berinteraksi (masyarakat) yang mengalami kemajuan yang dapat berlangsung secara gradual atau cepat, secara damai atau dengan kekerasan, secara kontinu atau sekali-kali, secara teratur atau dalam keadaan kacau yang menitikberatkan pada hal– hal tertentu yang mengubah arah kemajuan dari waktu ke waktu didalam budaya masyarakat agar dapat bertahan hidup. Dalam teori ini dibahas adalah dinamika sosial dari struktur yang mengubah nmasyarakat dari masa ke masa. Dinamika sosial adalah daya gerak dari aktifitas masyarakat dari masa ke masa tersebut, yang pada setiap tahapan aktifitas manusia (masyarakat) mendorong kearah tercapainya keseimbangan baru yang tinggi dari suatu masa ke masa berikutnya. Perubahan sosial ada pada dinamika structural, yaitu perubahan atau isu perubahan sosial yang meliputi bagaimana kecepatannya, arahnya, pelakunya, bentuknya serta hambatan – hambatannya. Perubahan yang terjadi pada struktur sosial berarti menyangkut perubahan yang mendasar pada jaringan–jaringan hubungan antar sesama individu sebagai masyarakat. Oleh karena itu, struktur sosial merupakan alat yang mengatur keseimbangan perubahan yang dilakukan masyarakat melalui penempatan kebudayaan.7

7 Gabungan“Teori Perubahan Sosial” dari http: // sopyanasuri. Blogspot.

Com/ 2012/ 11/ Teori Perubahan Sosial – menurut –emile. Html. Download pada tanggal 12 November 2014 dengan buku Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi tentang

(29)

Dalam konteks Perubahan Sosial di Blahbatuh, teori ini bermanfaat bagi peneliti untuk mengeetahui perubahan struktur dan fungsi sosial dari implikasi atau dampak dari perubahan sosial di masyarakat Blahbatuh. Perubahan struktur seperti perubahan penduduk, perubahan status sosial, dan perubahan pelapisan sosial dapat diketahui melalui teori perubahan sosial ini. Perubahan fungsi sosial seperti beralih fungsi suatu peran masyarakat juga diketahui oleh peneliti melalui teori ini.

1.6.2.2. Teori Sejarah

Teori Sejarah adalah seperangkat proposisi yang berfungsi sebagai wahana untuk menjelaskan peristiwa (fenomena) yang diteliti memberikan pengaruh terhadap pondasi dasar jiwa masanya.8 Sejak muncul dan berkembangnya keindustrian modern dan kepariwisataan di Blahbatuh telah membawa implikasi – implikasi di berbagai segi kehidupan masyarakat antara lain: di bidang sosial menciptakan kondisi perekonomian yang meningkat, mudah dijangkau dan kondisi terjaga bagi masyarakat di Blahbatuh.

Perubahan – perubahan yang terjadi baik dalam pola hidup maupun tingkat hidupnya, mendorong terjadinya proses mobilitas sosial yaitu suatu gerak perkembangan masyarakat menuju kearah yang lebih baik. Tentang proses mobilitas sosial dapat dilihat dari dua segi, yaitu yang bersifat vertikal adalah suatu gerak

(30)

masyarakat dimana terjadi suatu pergeseran dalam pola hidup yang meningkat, sehingga keadaan kehidupan menjadi lebih baik.9 Berdasarkan teori diatas, bila

dilihat dari keadaan di Blahbatuh perubahan sosial yang bersifat vertikal telah banyak terjadi sebagai akibat dari berkembangnya industri pariwisata dan industri modern seperti minimart, toko–toko yang bergaya modern. Pergeseran itu dapat dilihat dari adanya pergeseran dari masyarakat yang dulunya sebagai petani kemudian mengalihkan usahanya ke sektor industri, baik sebagai karyawan hotel, pengelola usaha jasa dan pramuniaga disebuah toko. Inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan taraf hidup masyarakat Blahbatuh. Dengan adanya industri pariwisata membuka lahan bagi sector pendidikan untuk masuk kedalamnya. Adanya kemajuan pendidikan itulah yang selanjutnya menyebabkan terjadinya perubahan sosial di Blahbatuh. Masyarakat tidak lagi memandang suatu kasta menduduki status yang tinggi melainkan orang – orang yang berpendidikan (khusunya berpendidikan tinggi) yang dianggap mempunyai status yang terhormat. Selain itu status diberikan kepada pihak yang memiliki kedudukan di mata masyarakat.

1.7 Metode Penelitian dan Sumber

Sumber Sejarah merupakan segala sesuatu yang berwujud dan tidak berwujud yang berguna untuk menghimpun data dan mengumpulkan informasi yang berkaitan

(31)

deengan penelitian sejarah. Sumber sangatlah penting dalam penulisan sejarah (Historiografi). Dalam karya tulis ini, peneliti menggunakan beberapa sumber yang relevan dengan kajian peenelitian, baik sumber tulis maupun sumber lisan. Untuk menyeleksi sumber–sumber yang peneliti gunakan dalam menunjang penulisan karya sejarah ini, peneliti menggunakan suatu cara atau metode yang dapat membuktikann kevalidan dan kredibilitas sumber tersebut yaitu dengan metode sejarah.

Metode sejarah meliputi empat tahap, yang pertama heuristik yang merupakan kegiatan menghimpun jejak–jejak dimasa lampau. Kegiatan pengumpulan data (heuristik) meliputi kegiatan mencari dan menghimpun sumber– sumber sejarah termasuk bahan–bahan tertulis, tercetak, serta sumber lisan yang revelan dengan masalah yang diteliti. Heuristik terbagi menjadi dua yaitu : pertama, sumber primer yakni suatu kesaksian dari saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indra lain atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakan. Teknik pengumpulan data yang terpenting dalam penelitian ini yaitu melalui sumber lisan (wawancara). Peneliti melakukan wawancara dengan informan kunci yang mengetahui tentang perubahan sosial di Blahbatuh.

Kedua, sumber sukunder yakni suatu kesaksian dari siapapun yang bukan dari saksi pandang mata, yaitu saksi dari orang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan. 10 Sumber sekunder yang digunakan oleh peneliti antara lain : (1) Studi

(32)

pustaka : buku – buku yang relevan dan skripsi, (2) Sumber tertulis atau dokumen : tulisan catatan harian, jurnal, dan hasil liputan koran. Dalam pengumpulan data, peneliti banyak menggunakan studi pustaka dan sumber tertulis (dokumen). Selain itu, sumber tertulis lainnya didapatkan dari Kantor Desa dan Kecamatan Blahbatuh, dan lain–lain. Sumber-sumber tersebut diantaranya adalah buku, koran, dan majalah yang semuanya berkaitan dengan penulisan karya ilmiah ini. Selain itu, sumber – sumber tertulis juga dari internet (website) yang didowload berupa berita online dan tulisan – tulisan lainnya berkaitan pada permasalahan dalam penulisan karya tulis ini.

(33)

dengan membanding – bandingkan informasi antara satu dengan yang lain, sehingga dpat ditarik kesimpulan untuk mendapatkan informasi yang valid. Jadi penelitian melakukan cross check terhadap hasil wawancara.

Tahap ketiga, interprestasi (menafsirkan data). “Interprestasi sebagai tindakan

menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya mengenai bahan-bahan yang autentik’’.11 Berdasarkan pernyataan diatas, maksud dari interprestasi adalah

menetapkan makna dan menghubungkan yang didapatkan dari sumber–sumber yang ada, maka penelitian ini peneliti menghubungkan secara kronoologis semua informasi yang ditafsirkan sehingga rangkaian cerita yang logis.

Tahap keempat, yaitu penulisan sejarah (historiografi). Historiogafi atau merekontruksi fonemena merupakan penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya menjadi kisah atau penyaian yang berarti.12 Tahap ini merupakan tahap terakhir dari

kerja metode penelitian sejarah yaitu penyajian dalam bentuk penulisan sejarah yang berdasarkan fakta – fakta yang terpisah – pisah antara satu dengan yang lain. Artinya proses heuristik, kritik dan interprestasi, tidak lengkap tanpa dibuat kesimpulan dalam bentuk cerita yang disajikan. Data disusun secara sistematis menurut pembagian atau seleksi data dari perubahan sosial di Blahbatuh.

Di dalam penulisan ini dasarnya adalah ilmu sejarah, yang mempunyai tata kerja dalam mengindetifikasikan sumber sejarah secara teratur, sistematiis,

(34)

terpercaya, dan valid. Fakta yang ditemukan dari sumber sejarah mengenai perubahan sosial di Blahbatuh. Hsistoriografi yang dihasilkan merupakan sintesa fakta.13

1.8 Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di pedesaan di wilayah kecamatan Blahbatuh mengkhususkan desa Blahbatuh, desa Saba dan desa Bedulu, mengingat penduduknya heterogen. Masyarakat Blahbatuh selalu mengalami perubahan sesuai dengan kondisi dan keadaan dari lingkungan sekitarnya.

1.9 Sistematika Penulisan

Penulisan dalam bentuk ini di bagi menjadi 5 bab yaitu :

Bab I Pendahuluan. Pada bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi sejarah, dan kerangka teori, sumber – sumber yang dipergunakan, lokasi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Pada bab ini membahas mengenai Letak Geografi dan Demografi, Blahbatuh dalam Subjektif Kognitif, Stratifikasi Sosial.

(35)

Bab III Faktor – Faktor Perubahan Sosial di Blahbatuh. Pada bab ini mengenai faktor Panutan masyarakat, Faktor Informasi, Faktor Teknologi, Faktor Kepercayaan, Faktor Hubungan, Faktor Pendidikan dan Faktor Perekonomian Masyarakat.

Bab IV Implikasi – Implikasi Perubahan Sosial di Blahbatuh. Pada bab ini membahas Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat di Blahbatuh, Dampak Sosial Budaya Masyarakat di Blahbatuh

(36)

GAMBARAN UMUM PERUBAHAAN SOSIAL DI BLAHBATUH

2.1Letak Geografis dan Demografi

Kecamatan Blahbatuh terletak disebelah selatan wilayah Kabupaten Gianyar. Dengan luas wilayah 39,70 km2. Kecamatan Blahbatuh memiliki 9 ( Sembilan ) Desa dinas meliputi Desa Blahbatuh, Desa Bedulu, Desa Buruan, Desa Belega , Desa Bona, Desa Saba, Desa Pering, Desa Keramas, dan Desa Medahan. Terdiri dari 37 desa Pakraman dan 67 Dusun/Banjar Dinas. Batas wilayah Kecamatan Blahbatuh adalah sebagai berikut : sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ubud. sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Gianyar. sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Badung. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sukawati.

(37)

Bedulu, Pura Samuan Tiga terletak di Desa Bedulu, Pura Durga Kutri terletak di Desa Buruan.1

Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Blahbatuh sangat tinggi, memiliki potensi dalam sektor tenaga kerja. Dilihat dari jumlah penduduk kecamatan yang begitu besar, maka sangat jelas faktor penduduk sangat menentukan arah dan kebijakan ekonomi. Penduduk di Kecamatan Blahbatuh Tahun 2012 mencapai 68.000 jiwa dan meningkat per September menjadi 78.132 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.968 jiwa/km2. Desa yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Desa Bedulu sebanyak 10,299 jiwa. Diikuti dengan Desa Blahbatuh dengan jumlah penduduk sebanyak 9,009 jiwa, Desa Bona memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit yaitu 4,015 jiwa. Dan jumlah penduduk di Kecamatan Blahbatuh meningkat pada tahun 2013.

Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Blahbatuh mencapai 1.713 orang per kilometer persegi. Jumlah penduduk laki – laki dan perempuan di Kecamatan Blahbatuh relatif berimbang. Hal ini ditunjukan dari sex ratio yang mendekati 100 persen. Namun demikian secara umun laki – laki masih lebih banyak dari perempuan. Karakteristik penduduk Kecamatan Blahbatuh didominasi oleh penduduk usia muda dengan kisaran usia 30 sampai 40 tahun. Tingkat kelahiran di kecamatan Blahbatuh

(38)

terbilang tinggi. Terlihat dari komposisi penduduk pada kelompok umur 0 – 4 tahun yang cukup besar untuk penduduk laki – laki maupun perempuan.2

2.2 Blahbatuh dalam Subjektif Kognitif

Sejarah umum di Blahbatuh dikenal masyarakat dengan melalui babad (silsilah Keturunan), hal ini telah diimplikasikan masyarakat melalui bentuk candi (tempat suci) disebut “Merajan Gede” terletak di rumah-rumah yang menjadi asal mula keberadaan

mereka dari generasi ke generasi untuk mengingat akan hal itu sebagai bimbingan dalam melangkah tanpa melupkan asal dari keberadaan mereka sendiri, khususnya di blahbatuh muncullah tokoh sentral yang dianggap panutan masyarakat blahbatuh yang dikenal dengan nama Kebo Iwo, di blahbatuh bukan hanya tentang Kebo Iwo. Selain tokoh ini ada juga tokoh yang merupakan salah satu tokoh sentral berdirinya Blahbatuh yaitu : Raja Blahbatuh, Gusti Ngurah Jelantik diceritakan melalui Babad Blahbatuh dan keturunan pendeta di Blahbatuh melalui Babad Brahmana, dimulai dari Babad Blahbatuh menceritakan tentang :

Ki Gusti Ngurah Gede yang berceritera kepada adiknya bernama Ki Gusti Alit Oka tentang riwayat leluhur mereka, yang merupakan keturunan Waisnawa.Cerita ini dimulai dengan I Gusti Nyuh Aya, berputra tujuh orang laki-laki. Yang sulung Ki Gusti Patandakan bertempat tinggal di Karangasem, ada pula adiknya di Akah, di Cacaran,

(39)

di Anggan, di Pelangan, menurunkan Pladug, Tambega, Prasi, di Kroping menurunkan Ngurah Kroping. Di Akah berputra Ki Gusti Dawuh Bale Agung yang menjadi bhagawan. Ki Gusti Ngurah Dawuh berputra Ki Gusti Ngurah Pande, Ki Gusti Anjar Rame. Ki Gusti Ngurah Pande berputra tiga orang laki-laki, yang sulung Ki Gusti Byasama, Ki Gusti Jalegog, Ki Gusti Plapung. Ki Gusti Cacaran berputra Ki Gusti Ngurah Jelantik. Pangeran Peninggungan berputra I Gusti Pangalesan Pasimpangan. I Gusti Pangalesan Pasimpangan berputra dua orang laki-laki yaitu Ki Gusti Ngurah Jelantik Wayahan dan Ki Gusti Ngurah Made Tenganan.Ki Gusti Ngurah Jelantik Wayahan dijadikan anak angkat oleh Ki Gusti Dawuh, sedangkan Ki Gusti Ngurah Tenganan masih tinggal di Jelantik dan bergelar Ki Gusti Ngurah Jelantik. Keturunan Ki Gusti Ngurah Jelantik inilah yang kemudian secara turun - temurun menjadi penguasa di wilayah Blahbatuh dengan gelar yang sama pula.3 Dari kisah kisah Gusti

Ngurah Jelantik beserta keturunan dan pengikutnya yang tersebar di wilayah Kecamatan Blahbatuh melahirkan desa – desa yang sekarang ini ada.

(40)

Diagram Babab Blahbatuh

Lahirnya anak Kryan jelantik yang bernama I Bogog yang mewarisi nama ayahnya Kryan Jelantik pada masa akhir pemerintahan raja Seganing yang digantikan oleh anaknya Dalem di Madhe

yang tidak mempedulikan tentang kryan Jelantik muncullah utusan dari nusa memohon agar dikalahnya ki dewa bungkuk dan di utuslah Kryan Jelantik untuk melawan dan berhasil

mengalahkannya dan di berikan hadiah oleh raja dan kembali Kryan Jelantik pda masa kerajaan Gelgel yang mengabdi sebagai punggawa di sana dan

(41)

Dalem wafat digantikan oleh yang diemban oleh kyayi agung di

(42)

Babad Brahmana menggambarkan pengaruh kepercayaan ajaran melalui tokoh – tokoh yang memperkuat kepercayaan masyarakat Blahbatuh. Dari berbagai kisah – kisah yang terkandung dalam Babad Brahmana memiliki arti dan fungsi bagi masyarakat Blahbatuh.

Dalam perjalanan Kryan

(43)

2.2.1 Stratifikasi Sosial

Masyarakat Bali khususnya di Blahbatuh telah memiliki jenis kepercayaan dan pemujaan yang dilakukan yang pada zaman sebelum masuk ajaran Hindu yaitu:

1. Pemujaan terhadap arwah leluhur

2. Pemujaan terhadap arwah para pemuka masyarakat

3. Pemujaan terhadap kekuatan alam

Setelah masuknya ajaran Hindu ke Bali mulai muncul ajaran mengenai 7 sekte yaitu :

1. Sekte Siwa Sidhanta adalah singkatan dari Sikara yang berarti Rudra, Dhakara yang berarti Iswara, dan Anta yang berarti Siwa. Jadi Shidanta berarti penunggalan dari hakekat Rudra, Iswara, dan Siwa. Disamping itu Sakara berarti pertiwi, Dakara Berarti angkasa, dan Anta berarti Sorga. Jadi Sidhanta berarti Hakekat Beliau yang menguasai dunia yang tiga

(44)

3. Sekte Sora adalah sekte yang memuja dewa Surya sebagai dewa utama. Suryasewana yang dilakukan oleh para pendeta di Bali adalah pengaruh dari sekte ini.

4. Sekte Ganapatya adalah sekte yang memuja dewa Ganesha sebagai dewa utama. Banyaknya patung – patung Ganesha yang ditemukan di Bali ( yang semuanya dibuat sebelum zaman Gelgel) menunjukkan betapa besarnya pengaruh sekte ini di Bali pada zaman itu. Dewa Ganesa adalah dewa Wihgna-gnha ( pengganggu – gangguan). Jadi dewa Ganesa adalah pembasmi dari apa yang mengganggu.

5. Sekte Bhairawa adalah sekte yang memuja Dewi Durgha sebagai dewa utama. Pemujaan terhadap Dewi Durgha di Pura Dalem yang ada di desa adat di Bali adalah merupakan pengaruh dari sekte ini. Begitu pula pemujaan terhadap Ratu Ayu (Rangda) juga merupakan pengaruh dari sekte ini. Sekte ini merupakan salah satu sekte wacamara (sekte aliran kiri), yang mendambakan kekuatan magis yang bermanfaat untuk kekuasaan duniawi. Dalam sekte ini memiliki ajaran – ajaran yang menjadi dasar kehidupan di dunia ini.

6. Sekte Waisnawa adalah sekte yang memuja Wisnu sebagai dewa yang utama.

7. Sekte Sogata adalah sekte yang memuja Budha.4

4 Wayan Nurkancana, Menguak Tabir Perkembangan Hindu,( Denpasar : PT

(45)

Keberadaan sekte – sekte sangat mempengaruhi keberadaan sejarah masyarakat Blahbatuh disebabkan karena pengaruh dari sekte - sekte ini tetap diwariskan generasi ke generasi dimulai dari kerajan Bedahulu, Raja yang pertama suami istri adalah Sri Dharma Udayana / Gunapria Dharmapatni didampingi Bagawanta Mpu Kuturan, penganut Siwasidhanta. Pada mulanya sekte – sekte hidup berdampingan secara damai namun lama kelamaan dalam perkembangannya sering terjadinya persaingan – persaingan. Bahkan tidak jarang terjadi bentrokan secara fisik. Sehubungan dengan hal tersebut, raja lalu menugaskan kepada senopati Mpu Kuturan untuk mengatasi. Atas dasar tugas tersebut, Mpu Kuturan lalu mengundang semua pemimpinan sekte dalam suatu pertemuan yang diadakan di Baatanyar. (Daerah ini disebut Pejeng sekarang). Mulai saat itulah orang Bali mengatur adat istiadat maupun pemerintahaan dengan bimbingan Mpu Kuturan, yang bermusyawarah di Bedulu terkenal dengan sebutan SamuanTiga, (yang kini menjadi Pura SamuanTiga). Dalam musyawarah mencapai kata sepakat dengan keputusan, sebagai berikut :

a. Paham Tri Murti dijadikan dasar di Bali, yang berarti bahwa di dalamnya telah tercakup paham seluruh sekte yang berkembang di Bali saat itu.

(46)

yaitu Pura Balai Agung, Pura Puseh, Pura Dalem. Di setiap rumah didirikan bangunan suci berruang tiga (Rong Tiga) sebagai tempat permujaan Tri Murti.

c. Penduduk dibagi menjadi dua golongan yaitu :

a. . Kaum Bangsawan /Penguasa dan

b. Yang lainnya masyarakat professional dengan julukan/warna sesuai dengan keahliannya/ pekerjaannya masing – masing seperti :

a. Rama Kabayan , penguasa /pimpinan suatu desa

b. Sangging / Undagi para seniman gambar dan ukir

c. Pande: pembuat senjata, alat2 dapur, alat petani maupun perhiasan dan gambelan.

d. Bujangga atau Sri Mpu/JeroMangku, pemimpin agama termasuk adat istiadat.5

Masyarakat pada zaman Mpu Kuturan sangat percaya akan ajaran diajarkan melahirkan penyatuan kelompok dan pengelompokan sosial di masyarakat melalui keahlian yang dikuasai masyarakatnya di Bali. Dalam ajaran agama Hindu dikenal dengan nama catur warna.

(47)

Pada tahun saka 1259 naik tahta raja Bedahulu dengan gelar Bhatara Sri Astasura Ratna Bumi Banten dengan patih Pasung Gigris dan salah satu patih selain Pasung Gigris yaitu Kebo Iwa. Dalam penelitian R. Goris tidak disebutkan tentang hal tersebut, akan tetapi Kebo Iwa ditulis dalam Purana, Prasasti Pura Maospahit, Babad Bara Batu dan dipercayai keberadaannya oleh masyarakat Blahbatuh , inti isi mengenai Kebo Iwa menceritakan sebagai berikut :

Pada masa pemerintahan Astasura Ratna Bumi Banten mengadakan pertarungan antara Kebo Iwo dengan semua patih dan rakyat dalam adu tanding dan dimenangkan oleh Kebo Iwa. Dengan demikian raja kagum atas kekuatan Kebo Iwa, lalu Kebo Iwo diangkat menjadi patih andalan. Beliau sangat terkenal sampai diluar Bali. Diceritakan penyerangan Gajah Mada ke Bali dibantu Arya Damar dan Arya lainnya gagal disebabkan adanya patih Kebo Iwo. Untuk dapat mengalahkannya Gajah Mada menggunakan siasat yaitu membujuk Kebo Iwa untuk datang ke Jawa dengan imbalan akan disandingkan dengan putri dari Jawa Madura.

(48)

“Hai kamu prajurit semua, kalau kamu mengaharapkan aku mati, aku takkan mati oleh

batu, juga dengan senjata buatan manusia, malu aku kembali ke Bali. Dengarkan ucapanku, kalau kamu ingin membunuh aku, dengan kapur bubuk timbun aku kedalam sumur beserta canang wangi, seperti bunga, daun, air, dupa, buah. Jika aku mati atas kehendak kamu semua. Semoga di kemudian hari di bumi ini akan dimasuki Kebo Putih. Saat itu semuanya akan kesusahan,” demikian akhirnya Kebo Iwa meninggal di

dalam sumur menuju kesunyian.6

Cerita ini menjelaskan awal mula maksud dari icon Kecamatan Blahbatuh yaitu patung Kebo Iwo. Ini memberikan pelambangan keadaan Blahbatuh itu sendiri. Memang bagi masyarakat yang bukan masyarakat Kabupaten Gianyar khususya Blahbatuh pasti menganggap Kebo Iwo tidak memiliki bukti yang jelas tentang keberadaannya namun masyarakat melihat dari sejarah hidupnya yang dapat dijadikan simbolis. Dan peninggalan yang pernah dihasilkan Kebo Iwo dijadikan warisan budaya masyarakat di Kecamatan Blahbatuh. Untuk itu masyarakat merasa memerlukan sosok figur dalam membimbing masyarakat kearah kehidupan yang lebih baik maka masyarakat Blahbatuh dan Gianyar memberikan nama jalan dan tempat penting seperti jalan, pura, GOR, dan lain - lainnya di wilayah masing – masing dengan nama Kebo Iwo untuk menunjukkan berartinya beliau di mata masyarakat Kabupaten Gianyar khususnya Kecamatan Blahbatuh.

6 I Made Bawa, Kebo Iwo dan Sri Karang Buncing dalam Dinasti Raja Raja

(49)

Diceritakan kembali mengenai Raja Bedahulu Astasura Ratna Bumi Banten yang diserang oleh pasukan Gajah Mada dari 4 arah akhirnya gugur dan patihnya beliau bernama Pasung Gigris tertawan, lalu diperintahkan menjadi penguasa sementara. Sisa pasukan yang masih hidup melarikan diri ke pedalaman. Dan melakukan perlawanan dari daerah – daerah pedalaman. Pada tahun 1343 para penguasa Bali yang memegang pemerintahan sebelumnya seperti Pasung Gigris bertugas menyerang raja Sumbawa yaitu Dedelanata dan keduanya gugur di dalam pertempuran. Untuk memegang pemerintahan, Gajah Mada atas nama kerajaan Majapahit menugaskan Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan menjadi raja di Bali. Raja ini merupakan keturunan Mpu Kepakisan dan medirikan kerajaan Samprangan, daerah Gianyar.

Para arya yang berjasa menaklukan pulau Bali, ditempatkan di desa–desa. Dalem Ketut Kresna Kepakisan masih menghadapi pemberontakan rakyat “ Baliaga”.

Sri Kresna Kepakisan tidak berhasil memadamkan pemberontakan tersebut, hingga putus asa, lalu mengirim utusan ke Majapahit mohon mengundurkan diri. Permohonan pengunduran diri ditolak oleh Patih Gajah Mada. Melalui utusan tesebut Gajah mada memberikan nasehat–nasehat untuk membesarkan hati Raja Bali dan memberikan hadiah berupa keris. Orang–orang Baliaga mulai mendapat serangan dan tunduk.

(50)

Gelgel mulai tumbuh. Dalem Ketut Ngelesir menyempurnakan pemerintahan dengan memberikan perhatian terhadap pembesar – pembesar “Baliaga”. Mereka yang memegang pemerintah secara turun - temurun memakai gelar “Dalem”. Gelar ini dipakai sejak kerajaan Bali berpusat di Samprangan sampai Gelgel runtuh. Dimulai dari Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan dilanjutkan dengan Dalem Samprangan dilanjutkan dengan Dalem Ketut Ngelesir dilanjutkan Dalem Waturenggong dilanjutkan dengan Dalem Bekung dilanjutkan lagi Dalem Seganing dan raja terakhir adalah Dalem Dimade.

Orang – orang yang memegang jabatan di bawah raja merupakan keturunan para Arya yang menaklukan Bali. Secara turun temurun mereka memakai gelar “Gusti”. Lain halnya setelah kerajaan Klungkung berdiri. Raja yang memegang

pemerintah di Kerajaan Klungkung memakai gelar “Dewa Agung”7 dan diikuti oleh

keturunan memakai gelar yang sama.

Menurut pandangan penulis awal mula kelas sosial atau di masyarakat Bali dikenal dengan nama catur kasta (empat kelas sosial berdasarkan keturunan di masyarakat) di Bali dimulai dari pemakaian gelar oleh para petinggi suatu pemerintahan karena penerangan sejarah para petinggi di BUali bawahan berasal dari kerajaan Majapahit yang berada di Bali, selalu menggunakan gelar yang sama pada setiap keturunannya. Karenanya di masyarakat muncul perbedaan antara rakyat dengan

7 Departemen Pendidikan Kebudayaan, Sejarah Daerah Bali,( Jakarta :

(51)

penguasa. Dengan berjalannya waktu pada masyarakat muncul golongan atas diikuti oleh masyarakat golongan bawah dan meluas dipengaruh di setiap wilayah di Bali disebabkan keadaan dan kondisi zaman. Golongan atas melahirkan golongan tri wangsa yang artinya tiga golongan yang diartinya tiga gelar atau sebutan bagi garis keturunan yang memiliki peranan dalam struktur dalam masyarakat. Sedangkan golongan bawah melahirkan golongan jaba yang artinya gelar atau sebutan bagi garis keturunan yang tidak memiliki peranan dalam struktur dalam masyarakat.

Golongan Tri Wangsa menduduki kedudukan tertinggi baik dalam ajaran agama maupun pemerintahan yang ada pada masa itu. Golongan tri wangsa terdiri dari Brahmana: Ida Bagus bagi laki – laki, Ida Ayu bagi perempuan dan bila disucikan secara agama maka mendapat gelar Ida Penanda Lanang bagi laki – laki dan Ida penanda Istri bagi perempuan. Ksatria : Cokorda untuk laki – laki, Cokorda istri untuk perempuan, Anak Agung untuk laki –laki, Anak Agung Ayu untuk perempuan, Dewa untuk laki – laki, Desak untuk perempuan, tambahan mengenai dewa ada juga menggunakan Dewa Pungakan disingkat menjadi Dewa Ngakan atau Ngakan bagi laki –laki, Sangayu bagi perempuan. Dan untuk para pengikut (para arya) memakai “Gusti”

(52)

Golongan Ksatria berperan dalam pemeliharaan, pembinaan dan pelaksana pemberian hukuman terhadap tindakan yang mengabaikan aturan yang berada dalam masyarakat itu sendiri. Golongan Jaba terdiri dari: Wayan, Putu, Made, Komang, Ketut, Nengah dan lain – lain, ini digunakan untuk menunjukkan tingkat lahir keturunan dalam golongan Jaba. Bagi golongan Jaba yang ingin masuk kedalam kesucian ajaran agama maka digunakan gelar “Mangku”. Golongan Jaba memiliki peran sebagai pelayan atau pembantu bagi golongan tri wangsa dalam menjalankan ajaran – ajaran yang ada dalam masyarakat itu sendiri, dan juga penyedian saranan yang diperlukan dalam pelaksanaannya. Di berikan hak kepada golongan Ksatria dan jaba mendapatkan peran sebagai pelaksana (tokoh agama) dalam pelaksanaan suatu ajaran.

(53)

kedua didapatkan dengan ilmu pengetahuan yang luas melalui pengalaman dalam suatu kegiatan ( upacara).

Orang yang belajar dari sang Guru disebut “Sisya”. Dalam proses sumber - sumber pembelajaran tersebut disebut “Aguru”, sedangkan proses memberikan pelajaran disebut “asisia”. Sebagai seorang sisya harus mentaati peraturan–peraturan yang sangat ketat. Peraturan berupa pengekangan diri (tapa Brata). Seorang guru melakukan pengarahan pada seorang sisya melalui kegiatan (upacara) dalam tujuan membersihkan diri sisya dengan istilah “Abebersih” atau Diksita (diksa)”. Setelah “Mediksa’. Barulah seorang golongan Brahmana, Ksatya, Jaba mendapat gelar sebagai

seorang tokoh (diatas sebagai berikut). Biasanya untuk menggantikan dirinya, seorang guru cukup menunjukkan salah seorang keturunanya sebelum meninggal. Khusus bagi golongan ksatrya tentang ilmu – ilmu berhubungan pemerintahaan.8

Menurut peneliti dari cara hidup masyarakat tradisional muncullah istilah catur guru sebagai dasar kehidupan masyarakat. Kata catur berasal dari bahasa sansekerta yang berarti empat kata guru berasal dari akar kata sansekerta, gu berarti kegelapan dan ru berarti penerangan. Jadi guru adalah seseorang yang berpengetahuan dan memberikan pencerahan serta mampu untuk mengarahkan orang lain. Catur guru memiliki arti empat guru yang dihormati, diagungkan, dipuja, ditaati, dan ditakuti

(54)

dalam kehidupan masyarakat tradisional pada masa itu. Catur Guru terdiri dari empat guru yaitu :

Guru Swadyaya adalah Sang Yang Widi Wasa merupakan perwujudan penyatuan dari Tri murti disebut maha Guru kehidupan (Guru Utama) yang memberikan tuntunan hidup manusia melalui ajaran-ajarannya yang diturunkan melalui wahyu yang diterima oleh masyarakat melalui golongan Brahmana. Peneliti menggambarkan bagikan Pohon Kehidupan, yang terdiri dari Betara Brahma perwujudan dari pencipta yang berada dalam kuncup yang tumbuh di kulit kayu yang terletak di pohon kehidupan, digambarkan sebagai Ilmu Pengetahuan melalui keyakinan atu kepercayaan puncaknya menjadi kebijaksanaan dalam menjalani hidup, yang nantinya akan menjadi kekuatan dalam diri pribadinya dan tercermin dalam perilakunya., Betara Wisnu perwujudan dari pelindung berada pada daun rimbun dan buahnya yang lonjong digambarkan sebagai kekuasaan dan Kekayaan hasil dari kebijaksanaan yang diperoleh dari prilaku dalam dirinya, Betara Siwa perwujudan dari peleburan berada pada dedaunan tua dan buah yang membusuk dari dalam digambarkan kekuasaan yang menghilang dan kekayaan yang habis diakibatkan oleh waktu, ketiga kekuatan penguasa kehidupan ini dipercayai oleh masyarakat tradisional sebagai Maha Guru Kehidupan. Untuk menghormati maka didirikan tempat suci yang dikenal dengan Pura Dalem, Pura

(55)

pengalaman sisia dalam menjalani hidupnya. Maha guru kehidupan mengajari sisianya dengan cara melakukan kegiatan untuk mencari kehidupan dikenal dengan nama penghidupan di dalam masyarakat. Maha Guru kehidupan memberikan tugas pada sisianya mencari pengertian arti sesungguhnya kehidupan, di masyarakat lebih dikenal sebagai mata pencaharian hidup. Dan sisia yang bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik akan menjadi “orang meninggalkan dunia menuju alamNya”

(56)

menyelesaikan tugasnya dengan baik akan menjadi “orang besar menerima kenyataan hidup ”.

Guru Pengajian adalah masyarakat memiliki kemampuan di suatu wilayah peneliti menggambarkan sebagai akar pohon yang muncul dipermukaan tanah, maksudnya masyarakat yang memiliki kemampauan tersebut dilihat oleh pemerintah dijadikan aparat pemerintah di masyarakat sendiri. Dimata masyarakat tradisional, masyarakat yang memiliki kemampuan dalam menjaga kepercayaan akan dijadikan panutan bagi masyarakat lainnya. Karena itu dianggap sebagai Guru Penjaga kehidupan. Para sisia ditugaskan oleh guru penjaga untuk menjaga kehidupan di wilayah melalui ketrampilan dalam seni yang dikuasai masyarakat tersebut dan dalam menjaga ketrampilan dalam seni agar keberadaannya tetap ada maka muncul sebuah seni tulisan. Sisia yang menyelesaikan tugasnya dengan baik akan menjadi “orang mampu dalam kemampuan”.

(57)

berdiri sendiri, selanjutnya berbicara artinya mulai mempelajari sarana berkomunikasi untuk memiliki sesuatu, selanjutnya menulis juga sarana dalam memperoleh sesuatu dan menunjukkan sesuatu. Dan tahap ketiga. Menunggu artinya menyerahkan sesuatu, selanjutnya diam artinya kehilangan sesuatu. Hakekat hidup ini hanya salah satu dari berbagai ajaran mengenai hakekat hidup. Karenanya itu keluarga merupakan Guru Pembimbing kehidupan. Sisia diberi tugas oleh Guru pembimbing Kehidupan untuk mengetahui kehidupannya dengan menjadi “orang yang hidup dan belajar artinya hidup”.

(58)

menculnya pariwisata. Alasan mengapa belanda sangat di terima wilayah bali awalnya terutama wilayah kerajaan sampranga dulu disebabkan rasa tidak menyukai sikap yang pernah dibawa orang jawa.

Pada masa itu, masyarakat tidak menyenangi sikap menipu mungkin masyarakat menganggap bahwa pelajaran dari empat guru adalah yang utama. Dan juga masyarakat pada masa itu memiliki jiwa murni yang bila di kotori akan mencemari nilai ajaran yang ada. Artha benda menjadi hal ringan bagi masyarakat saat itu karenanya bangunan baik itu tempat tinggal maupun tempat sembahyang dibangun menyatu dengan alam. Menurut pandangan peneliti masyarakat tradisional menganggap bahwa guru swadiayaya dapat ditemui melalui penyatuan masyarakat dengan alam itu sendiri. Sekarang kembali pada penjelasan mengenai setelah masa pemerintah gelgel dilanjutkan dengan masa penjajahan. Dari penjajahan ini munculnya pariwisata. Pariwisata masuk ke Blahbatuh pada tahun 1981 dimulai dengan masuk investor dalam upayanya mencari lahan untuk pariwisata. Hal ini sejalan pada perkembangan blahbatuh yang membangun fasilitas yang untuk dapat menunjang kebutuhan masyarakatnya. Akan tetapi diantara setiap wilayah blahbatuh munculkan pro dan kontra masalah mengenai perkembangan pariwisata di masyarakat.

(59)

Referensi

Dokumen terkait

“Korean people chose president who came from the army” (Watanabe, 1996, p. Although the declaration of democratization was made in June 1987 and the presidential election was held

Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi mendapat respon positif dan menjadi salah satu materi perubahan Undang-Undang Dasar, akhirnya pembentukan Mahkamah Konstitusi

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karunia, hikmat dan penyertaan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

Department of Pediatric Dentistry, Marmara University, Istanbul, Turkey, 2 Department of Oral and Maxillofacial Surgery, Marmara. University,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan jenis-jenis expression of feeling yang digunakan dalam teks di buku teks Bahasa Inggris dan juga

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan model pembelajaran Make

Dari pembahasan tentang permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dan berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam bab hasil penelitian, maka penulis dapat