SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ilmu Ekonomi
Oleh :
SESAR FEBY RUSADI
0511010058 / FE / IEFAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
serta hidayahnya yang telah dilimpahkan sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa
untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya
Jurusan Ekonomi Pembangunan. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil
judul “ Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Asing
Sektor Pertanian Dan Sektor Industri Di Jawa Timur”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan,
bantuan, bimbingan, serta motivasi yang sangat berharga dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Marseto D.S, Msi, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Dra. EC. Titik Nurhidayati, selaku Dosen Pembimbing Utama
yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan suatu
UPN.
6. Kedua orang tuaku yang tercinta dan adikku, yang telah memberikan
support, do’a, semangat dan dorongan moral serta spiritualnya yang
telah tulus, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan sebaik baiknya
7. Keluarga besar HIMIESPA terutama kepengurusan periode 2006 -
2007, yang telah memberikan dorongan motivasi untuk dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Akhir kata yang dapat terucapkan semoga penyusunan skripsi ini
dapat berguna bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang membutuhkan,
semoga Allah SWT memberikan balasan setimpal.
Wassallamualaikum Wr.Wb
Surabaya, April 2010
Penulis
DAFTAR ISI ………. iii
DAFTAR TABEL……….. vii
DAFTAR GAMBAR……….. viii
DAFTAR LAMPIRAN……….. ix
ABSTRAKSI... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah………... 1
1.2. Perumasan Masalah………... 5
1.3. Tujuan Penelitian………... 5
1.4. Manfaat Penelitian………... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu………... 7
2.2 Landasan Teori………... 10
2.2.1. Investasi ...………... 10
2.2.1.1. Definisi investasi ... 10
2.2.1.2. Teori Mengenai investasi ………... 12
2.2.1.3. Macam - Macam investasi ...……... 14
2.2.2. Pengertian Investasi Sektor Pertanian…... 15
2.2.2.1. Definisi Investasi Sektor Pertanian... 15
2.2.2.2. Ciri – Ciri Umum Pertanian... 16
2.2.4.1. Pengertian IHSG ... 20
2.2.4.2. Penentuan Harga Saham ... 23
2.2.5. PDRB... 23
2.2.5.1. Pengertian PDRB... ... 23
2.2.5.2. Kegunaan Statistik PDRB... ... 26
2.2.6. Tingkat Suku Bunga ... 28
2.2.6.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga ... 28
2.2.6.2. Teori Tentang Tingkat Suku Bunga ... 28
2.2.6.3. Fungsi Tingkat Suku Bunga Dalam Perekonomian……… 31
2.2.7. Inflasi……… 32
2.2.7.1. Pengertian Inflasi………. 32
2.2.7.2. Jenis Inflasi……….. 34
2.2.7.3. Pengendalian Inflasi……… 37
2.2.7.4. Efek Inflasi……….. 39
2.2.7.5. Dampak Inflasi Terhadap Investasi…………. 40
2.3. Kerangka Pikir ... 41
2.4. Hipotesis ... 44
3.2.1. Jenis Dan Sumber Data……… 47
3.2.1.1. Jenis Data……….. 47
3.2.1.2. Sumber Data……….. 47
3.3. Teknik Pengumpulan Data……….. 47
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis……….... 48
3.4.1. Asumsi Klasik……….... 48
3.4.2. Teknik Analisis……….. 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian………. 57
4.1.1. Kondisi Geografis di Jawa Timur... 57
4.1.2. Perkembangan Investasi di Jawa Timur... 58
4.2. Deskripsi Hasil penelitian... 60
4.2.1. Perkembangan Investasi Penanaman Modal Asing Sektor Pertanian Dan Industri... 60
4.2.2. Perekembangan IHSG... 61
4.2.3. Perkembangan PDRB... 62
4.2.4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit... 63
4.2.5. Perkembangan Inflasi………... 64
4.3. Hasil Analisis Regresi klasik ( BLUE )... 66
4.3.1. Analisis dan Pengujian Hipotesis... 70
a. Kesimpulan... 76
b. Saran... 78
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Tabel 1. Perkembangan Investasi PMA sektor Pertanian dan
Industri... 61
Tabel 2. Perkembangan IHSG………... 62
Tabel 3. Perkembangan PDRB... 63
Tabel 4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Investasi ………….. 64
Tabel 5. Perkembangan Inflasi... ... 65
Tabel 6. Tes Autokorelasi ……….…... 68
Tabel 7. Tes Multikolinier ………... 68
Tabel 8. Tes Heterokedastisitas... 69
Tabel 9. Analisis Varian ( Anova ) ………… ... 72
Tabel 10. Hasil Analisis Variabel ... 73
Tabel 11. Hasil Koefisien Variabel Independen ... ... 73
Gambar 1. Kurva Marginal Efficiency of Investment ... 13
Gambar 2. Fungsi Investasi Otonom dan Terimbas ... 14
Gambar 3. Teori Klasik Tentang Tingkat Suku Bunga ... 29
Gambar 4. Teori Keynes Tentang Tingkat Bunga …... 31
Gambar 5. Demand Pull Inflation………... 35
Gambar 6. Cost Push Inflation………... ... 36
Gambar 7. Kerangka Pikir... 44
Gambar 8. Kurva Durbin Watson... . 50
Gambar 9. Kurva Uji f………. 54
Gambar 10. Kurva Uji t…………. ………. 56
Gambar 11. Kurva Statistik Durbin Watson ... 67
Lampiran 2 : Regression
Variabel Entered/Removed
Model Summary
Anova
Lampiran 3 : Coefficients
Collinierity Diagnostics
Lampiran 4 : Residuals Statitics
Nonparametric Correlations
Correlations
Lampiran 5 : Regression
Variabel Entered/Removed
Model Summary
Anova
Lampiran 6 : Coefficients
Collinierity Diagnostics
Lampiran 7 : Residuals Statitics
Nonparametric Correlations
Correlations
Lampiran 8 : Tabel Uji F Lampiran 9 : Tabel Uji T
Lampiran 10 : Tabel Durbin - Watson
x
Oleh :
Sesar Feby Rusadi
Abstraksi
Modal merupakan pendorong perkembangan ekonomi dan merupakan sumber untuk menaikan tenaga produksi yang semuanya membutuhkan kepandaian penduduknya dan mengadakan investasi dan mengolahnya, selain itu ditentukan pula adanya pendorong untuk mengadakan investasi atas dana yang diperoleh dari tabungan masyarakat maupun pinjaman luar negeri. Sehubungan dengan itu diperlukan upaya peningkatan pergerakan dana dari dalam negeri. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian setiap negara senantiasa menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat kalangan swasta dalam negeri, tapi juga investor asing.
Penelitian ini menggunakan data skunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jawa Timur mulai tahun 1994-2008. Teknik analisis yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda dengan menggunakan alat bantu computer program Statistic Program for Social Science (SPSS) Versi 13.0 yang menunjukkan pengaruh secara signifikan antara variabel bebas dan variable terikat.
Dengan melihat hasil uji signifikasi Variabel Independen terhadap Investasi tersebut di sektor Pertanian (Y1), sektor Industri (Y2), maka ( 1 ) Dapat diketahui bahwa Variabel Inflasi (X4) merupakan Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap Investasi. ( 2 ) Dengan melihat hasil koefesien Variable Independen Indeks Harga Saham Gabungan (X1), Produk Domestik Regional Bruto (X2),Tingkat Suku Bunga (X3) maka dapat disimpulkan bahwa sektor Industri (Y2) yang mempunyai hasil koefesien yang lebih besar dari pada sektor Pertanian (Y1) ( 3 ) Dengan melihat hasil koefesien Variabel Independen Inflasi (X4) maka dapat disimpulan bahwa sektor Industri (Y2) merupakan sektor yang paling dominan dalam meningkatkan pertumbuhan Industri di Jawa Timur.
1.1 Latar Belakang
Langkah awal pembangunan ekonomi terletak pada investasi.
Investasi atau penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi.
Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pembangunan
ekonomi yang mencerminkan maraklesusnya suatu pembangunan. Dalam
upaya menumbuhkan pembangunan, setiap sektor senantiasa berusaha
menciptakan iklim usaha yang kondusif dan pasti sehingga mampu menarik
investasi yang sebesar-besarnya. Pengairan iklim investasi di Indonesia di
mulai semenjak berlakunya Undang-Undang No. 1/tahun 1967 yang
disempurnakan menjadi Undang-Undang No. 11/tahun 1970 tentang
Penanaman Modal Asing (PMA), Undang-Undang No. 6 / tahun 1968 yang
disempurnakan menjadi Undang-Undang No. 12 / tahun 1970 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Investasi cenderung
meningkatkan dari waktu. Walaupun demikian pada tahun-tahun tertentu
sempat mengalami penurunan. (Dumairy, 1997 : 132)
Indonesia sebagai negara yang sedang membangun tentu saja sangat
membutuhkan dana, dimana sumber dana ini diperoleh baik berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri. Untuk mempertahankan pembangunan
ekonomi yang memadai, maka diperlukan dana investasi yang cukup tinggi
(Anonim, 2000 : 83).
Ketertinggalan Indonesia dalam hal pemulihan ekonomi dibanding
dengan Malaysia, Thailand, Korea Selatan akibat krisis ekonomi global yang
melanda negara-negara di Asia, ditambah dengan adanya kondisi politik dan
keamanan Indonesia yang tidak stabil sehingga berakibat pada pelarian dana
keluar negeri, yang diungkap oleh Nopirin (1998 : 174) bahwa kepanikan
yang terjadi di dalam negeri akan menyebabkan larinya dana keluar negeri.
Hal ini membuat pemerintah berupaya meningkatkan Penanaman Modal
Asing (PMA) sambil berupaya keras untuk menarik investor asing untuk
menanamkan modalnya di Indonesia dengan berusaha menstabilkan kondisi
politik dan keamanan negara.
Dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi tidak akan lepas akan
kebutuhan penanaman modal atau investasi, karena investasi adalah
kebutuhan utama dalam pembangunan yang menghendaki adanya tingkat
pertumbuhan. Menyadari pentingnya investasi dalam pembangunan ekonomi
maka perintah berusaha meningkatkan pengeluaran serta kebijaksanaan guna
mendorong sektor swasta untuk ikut dalam memperkuat tumbuhnya
perekonomian. Banyaknya investasi yang direalisasikan di dalam suatu
Negara yang bersangkutan, sedangkan sedikitnya investasi akan
menunjukkan lambannya laju pertumbuhan ekonomi. (Rosyidi, 1991 : 10).
Investasi merupakan salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan
dalam rangka menciptakan taraf hidup masyarakat. Hal ini dapat dimengerti
karena investasi pada dasarnya dimaksudkan untuk menambah kapasitas
bertambah pula kemampuan suatu perekonomian untuk menghasilkan
sejumlah barang dan jasa. Dimana selanjutnya taraf hidup dan kemakmuran
masyarakat akan meningkatkan karena tersedianya alat kebutuhan
masyarakat bertambah. (Anonim, 2002 : 18)
Perkembangan PMA di Jawa Timur dapat mengalami pasang-surut,
disini nilai investasi (PMA) dapat dijelaskan atau diuraikan dalam waktu
enam tahun terakhir. Dimana pada tahun 2005 investasi yang dihasilkan
sebesar 539.098 (ribu US$) dengan mendapatkan 78 proyek. Pada tahun
2006 investasi yang dihasilkan sebesar 1.467.546 (ribu US$) dengan
mendapatkan 83 proyek, dengan demikian investasi mengalami kenaikan.
Pada tahun 2007 investasi yang dihasilkan sebesar 855.227 (ribu US$)
dengan mendapatkan 85 proyek, sehingga investasi (PMA) mengalami
penurunan ditahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2008 investasi
(PMA) mengalami kenaikan dengan mendapatkan 93 proyek dan dengan
nilai investasi yang dihasilkan sebesar 2.676.883 (ribu US$). Jika terjadi
kenaikan terus menerus pada penanaman modal atau investasi (PMA) maka
pemerintah dapat memperbaiki perekonomian yang sedang goyah secara
berangsur-angsur. Sedangkan penurunan investasi terjadi, disebabkan oleh
berkurangnya minat investor untuk menanamkan modalnya di Jawa Timur.
(BPS Propinsi Jawa Timur : 2009).
Dalam upaya untuk menarik investor untuk menanamkan modalnya
di Daerah Tingkat I Jawa Timur, berbagai kebijaksanaan yang
penanaman modal telah ditetapkan pemerintah guna menciptakan iklim
penanaman modal yang lebih baik. Ketidakstabilan perekonomian (krisis
moneter) yang terjadi di Indonesia juga menjadi penyebab turunnya minat
investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. (Anonim, 2002 : 20).
Tingkat Suku Bunga yang menurun atau meningkat juga akan
menjadi penyebab turunnya minat investor untuk menanamkan modalnya,
karena investor tidak mau berspekulasi terhadap keuntungan atau kerugian
modalnya.
Perkembangan nilai inflasi juga terjadi pasang-surut, disini juga
dijelaskan atau diuraikan perkembangan nilai tinggi rendahnya nilai inflasi
pada lima tahun terakhir. Menurut data yang diperoleh BPS Propinsi Jawa
Timur, dimana nilai inflasi pada tahun 2004 sebesar 5,92 %. Nilai inflasi
pada tahun 2005 sebesar 14,12% sehingga mengalami kenaikan. Pada tahun
2006 mengalami penurunan dengan nilai inflasi sebesar 6,71 %. Sedangkan
pada tahun 2007 mengalami penurunan dengan nilai inflasi sebesar 6,27%.
Kenaikan terjadi pada tahun 2008 dengan nilai inflasi sebesar 9,66% (BPS
Propinsi Jawa Timur : 2009)
Masalah tinggi rendahnya inflasi akan menjadi faktor penting yang
menjadi pertimbangan para investor asing untuk menanamkan modalnya
khususnya di Jawa Timur. Karena hal ini akan berpengaruh terhadap
meningkatnya biaya produksi yang mesti dikeluarkan terutama bagi para
investor. Dalam melaksanakan program pembangunan sudah tentu tidak bisa
tahunnya dibutuhkan dana yang semakin meningkat, sejalan dengan
bertambahnya harapan-harapan dalam upaya mencapai keadaan yang lebih
baik (BPS Propinsi Jawa Timur : 2009).
Berdasarkan data tersebut diatas, maka investasi mengalami kenaikan
namun masih terdapat kesenjangan. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian untuk menguji seberapa besar pengaruh mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi Investasi Asing Sektor Pertanian dan Sektor Industri di
Jawa Timur, terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Tingkat
Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1) Apakah IHSG, Produk Domestik Regional Bruto, Tingkat Suku
Bunga, Tingkat Inflasi berpengaruh terhadap investasi asing sektor
pertanian dan investasi sektor industri di jawa timur ?
2) Faktor manakah yang paling dominan terhadap investasi asing
sektor pertanian sektor industri di Jawa timur ?
3) Apakah ada perbedaan faktor – faktor yang berpengaruh terhadap
investasi asing sektor pertanian dan investasi sektor industri di
1.3. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui pengaruh IHSG, Produk Domestik Regional Bruto,
Tingkat Suku Bunga, Tingkat Inflasi terhadap investasi asing sektor
pertanian dan sektor industri di Jawa Timur.
2) Untuk mengetahui variabel manakah yang paling dominan
pengaruhnya terhadap investasi asing sektor pertanian dan sektor
industri di Jawa Timur.
3) Untuk mengetahui perbedaan faktor – faktor yang berpangaruh pada
investasi asing sektor pertanian dan sektor industri di Jawa Timur.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak antara
lain ;
1. Sebagai bahan informasi mengenai faktor-faktor yang menentukan .
investasi sektor pertanian dan sektor industri di Jawa Timur.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang mengadakan penelitian
berkaitan dengan masalah tersebut.
3. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan yang diharapkan dapat
2.1. Hasil Penelitian terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak yang dapat
dipakai sebagai bahan masukan serta pengkajian dalam penelitian ini
dilakukan oleh :
1. Kusuma (2005 : 76) dengan judul “Beberapa faktor yang
mempengaruhi investasi (PMDN) di Jawa Timur”, dapat ditarik
kesimpulan bahwa dari hasil diperoleh nilai Fhitung = 7,422 > dari
Ftabel = 3,587. Dari pengujian hipotesis dengan uji t (parsial) di
peroleh hasil bahwa variabel PDRB (thitung = - 3,914 > ttabel = -2,201)
dan kurs ISD terhadap rupiah (thitung = -4,372 > ttabel = - 2,201)
berpengaruh terhadap investasi (PMDN) di Jawa Timur, sedangkan
variabel tingkat inflasi (thitung = 0,497 ttabel = 2,201) tidak
berpengaruh terhadap investasi (PMDN) di Jawa Timur. Dari hasil
penelitian dapat terlihat bahwa gejolak perubahan kurs maupun
tingkat inflasi tidak menurunkan minat investor dalam berinvestasi di
Jawa Timur.
2. Mastija (2005 : 90) dengan judul “Analisis faktor yang
mempengaruhi invest di Jawa Timur” dapat ditarik kesimpulan dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan diperoleh nilai
Fhitung = 83,628 > Ftabel 3,48. Secara parsial menunjukkan bahwa
hitung 2, 484 > ttabel 2,228. Variabel inflasi tidak berpengaruh
nyata terhadap investasi di Jawa Timur dengan thitung 1,527 < ttabel
2,228. Variabel tingkat suku bunga kredit tidak berpengaruh nyata
terhadap invest di Jawa Timur dengan thitung 1,758 < ttabel 2,228.
Variabel total ekspor berpengaruh nyata terhadap invest di Jawa
Timur dengan thitung 2,521 > ttabel 2,228.
3. Kusumaningtyas (2005:154) dengan judul “Beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat investasi swasta (PMA & PMDN) di Jawa
Timur” bahwa dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu secara
simultan memperoleh nilai F hitung = 5,445 > Ftabel = 3,11, sedangkan
secara parsial, variabel Produk Domestik Regional bruto (X1)
berpengaruh secara nyata terhadap investasi swasta (PMA & PMDN)
di Jawa Timur (Y) dengan menggunakan uji –t dimana t hitung = 3,100
> t tabel = 2,145, variabel tingkat suku bunga (X2) tidak berpengaruh
nyata terhadap investasi swasta (PMA & PMDN) di Jawa Timur (Y)
dimana t hitung = -1,075 < t tabel = 2,145. Tingkat Inflasi (X3) tidak
berpengaruh nyata terhadap investasi swasta (PMA & PMDN) di Jawa
Timur (Y) dengan menggunakan uji –t dimana t hitung = 0,857 <t tabel =
2,145. Kurs valuta asing (X4) berpengaruh nyata terhadap investasi
swasta (PMA & PMDN) di Jawa Timur (Y) dimana hasil t hitung =
4. Manik (1999 : xi) dengan judul “Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi Penanaman Modal Asing Pada Industri Manufaktur di
Jawa Timur dengan Variabel “. Jumlah industri Manufaktur (X1).
Tingkat nilai kurs Dollar (X2). Tingkat rasio sebesar 27,2 lebih besar
dari F-tabel 4,76 berarti secara simultan ketiga variabel bebas tersebut
berpengaruh secara nyata terhadap penanaman modal asing. T-hitung
untuk jumlah industri manufaktur sebesar 3,667, t-hitung untuk tingkat
kurs dollar sebesar 3,124 dan t-hitung untuk tingkat suku bunga deposito
sebesar 0,929. Hal ini berarti bahwa secara parsial faktor-faktor jumlah
industri manufaktur, tingkat kurs dollar berpengaruh secara nyata
terhadap PMA, sedangkan tingkat rasio suku bunga deposito tidak
berpengaruh secara nyata terhadap PMA.
5. Ramadhan (2008) dengan judul “ Analisis Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi Investasi Industri Pengolahan di Jawa Timur “ bahwa
dapat ditarik kesimpulan bahwa dari hasil pengujian secara simultan
nili uji F yaitu diperoleh Fhitung 7,701 > Ftabel 3,48. Sedangkan secara
parsial variabel jumlah tenaga kerja (X1) tidak berpengaruh terhadap
Investasi Industri Pengolahan (Y) dengan menggunakan uji t dimana
thitung 0,614 < ttabel 2,262 dengan tingkat bunga (X2) berpengaruh
terhadap investasi Industri Pengolahan (Y) karena thitung 4,110 > ttabel
2,262. Sedangkan PDRB (X3) tidak berpengaruh terhadap Investasi
Industri Pengolahan (Y) karena thitung 1,013 > ttabel -2,262. Dan dengan
Investasi Industri Pengolahan (Y) karena thitung 1,995 < ttabel 2,262.
Penelitian yang diteliti sekarang berbeda dengan penelitian yang
terdahulu dimana terdapat persamaan dan perbedaan dengan
penelitian-penelitian yang akan dilakukan. Persamaan tersebut terletak pada variabel
terikat yaitu investasi, sedangkan perbedaanya adalah waktu, tempat,
masalah, dan beberapa variabel yang menjadi obyek penelitian. Perbedaan
antara variabel sebagai berikut :
a. Penelitian sekarang menggunakan variabel IHSG, PDRB, Tingkat
Suku Bunga, Inflasi.
b. Variabel yang digunakan pada penelitian terdahulu antara lain
ekspor, kurs valuta asing, tenaga kerja, jumlah industri manufaktur.
2.2. Landasan Teori
2.2.1 Investasi
2.2.1.1 Definisi Investasi
Menurut Nopirin (1997; 133), investasi atau investment disebut
juga penanaman modal yaitu penanaman modal baru.
Menurut Dornsbusch dan Discher (1991; 236), investasi adalah
pengeluaran yang disediakan untuk meningkatkan atau mempertahankan
barang-barang modal.
Investasi atau penanaman modal juga dapat diartikan sebagai
pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan
produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan
jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. (Sukirno, 1995 : 107)
Jadi dapat disimpulkan bahwa investasi adalah merupakan suatu
pengeluaran untuk pembelian barang-barang modal dalam rangka
meningkatkan kapasitas produksi. Tercapainya kapasitas produksi yang
sudah ditargetkan mengakibatkan jumlah pekerjaan akan meningkat.
Adanya tingkat produksi yang tinggi dapat menghasilkan surplus yang
tinggi pula, sehingga dapat terhimpun dana yang lebih besar untuk
investasi yang dibutuhkan. Dalam prakteknya, usaha untuk mencatat nilai
penanaman modal yang dilakukan satu tahun tertentu, yang digolongkan
sebagai investasi (atau penanaman modal atau pembentukan modal)
meliputi pengeluaran atau pembelanjaan berikut :
a. Pembelian berbagai jenis barang modal, yatu mesin-mesin dan
peralatan produksi lainnyauntuk mendirikan berbagai jenis industri
dan perusahaan.
b. Pembelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan
kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.
c. Pertambahan nilai barang-barang stock yang belum terjual, bahan
mentah dan bahan yang masih dalam proses produksi pada akhir
tahun perhitungan pendapatan nasional. (Sukirno, 2002 : 107)
Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana
pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa
1. Financial assets dilakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat
deposito, commercial paper, surat berharga pasar uang dan lainnya. Atau
dilakukan di pasar modal misalnya berupa saham, obligasi, iuran, opsi
dan lainnya.
2. Real assets diwujudkan dalam bentuk pembelian asset produktif,
penelitian pabrik, pembukuan pertambangan, pembukuan perkebunan
dan lainnya.(Halim, 2003 : 2)
Pengertian investasi dari kedua pendapat tersebut kiranya dapat
disimpulkan bahwa investasi atau penanam modal itu merupakan
penanam modal atau pengguna uang bagi peningkatan kapasitas sistem
produksi atau peningkatan asset dengan harapan modal yang ditanamkan
akan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya di masa
mendatang.
2.2.1.2 Teori Mengenai Investasi
Masalah investasi baik penentuan jumlah maupun kesempatan
untuk melakukan investasi oleh Keynes didasarkan atas konsep Marginal
Efficiency of Investment (MEI) yaitu bahwa investasi itu akan dijalankan
oleh seseorang pengusaha bilamana MEI masih lebih tinggi dari pada
tingkat bunga (interest). Secara garis besar, MEI ini digambarkan sebagai
suatu schedule yang menurun. Schedule ini menggambarkan jumlah
Gambar 1 : Marginal Efficiency of Investment Tingkat Pengembalian
Sumber : Sukirno Sadono, 1995, Pengantar Ekonomi Makro Ekonomi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 112
Sumbu tegak menunjukkan tingkat pengembalian modal dan
sumbu datar menunjukkan jumlah investasi yang akan dilakukan. Pada
kurva Marginal Efficiency of Investment (MEI) ditunjukkan tiga buah
titik : A, B dan C menggambarkan bahwa tingkat pengembalian modal
adalah R0 dan investasi adalah I0. Ini berarti titik A menggambarkan
bahwa dalam perekonomian terdapat kegiatan investasi yang akan
menghasilkan tingkat pengembalian modal sebanyak R0 atau lebih tinggi,
dan untuk mewujudkan investasi tersebut modal yang diperlukan adalah
sebanyak I0. Titik B dan C juga memberikan gambaran yang sama. Titik
B menggambarkan wujudnya kesempatan untuk menginvestasi dengan
tingkat pengembalian modal R1 atau lebih, dan mod al yang diperlukan
adalah I1. Dan titik C menggambarkan, untuk mewujudkan usaha yang
menghasilkan tingkat modal sebanyak atau lebih, diperlukan modal
2.2.1.3 Macam – Macam Investasi
Investasi menurut macamnya dibagi menjadi delapan macam yang
terkelompok menjadi empat kelompok, sehingga masing-masing berisi
dua. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah bahwa suatu produk
barang investasi mungkin sekali memiliki atau menempati lebih dari satu
macam. Di bawah ini uraian pembagian macam-macam investasi :
1. Autonamous Investment dan Induced Investment
Autonomous Investment (Investasi Otonom) adalah investasi yang besar
kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan, misalnya :teknologi,
kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha, dan sebagainya.
Induced Investment (Investasi Terimbas) adalah investasi yang
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan mempengaruhi
tingkat investasi terimbas dalam hubungan searah atau positif.
Gambar 2. Fungsi Investasi Otonom dan Investasi Terimbas
0 Pendapatan 0 Pendapatan
Investasi
(Y) Investasi
I
2. Publik Investment dan Private Investment
Public Investment adalah investasi yang digunakan oleh pemerintah baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tingkat satu, tingkat dua,
kecamatan, maupun desa. Sedangkan Private Investment adalah
kebalikannya yaitu investasi yang dilakukan oleh swasta.
3. Domestic Investment dan Foreign Investment
Domestic Investment adalah penanaman modal dalam negeri sedangkan
Foreign Investment adalah penanaman modal asing. Sebuah Negara yang
memiliki banyak sekali factor produksi alam ( Natural Resources ) dan
sumber daya manusia namun tidak memiliki cukup modal ( Capital )
sebagai factor produksi sumber-sumber di dalam Negeri yang belum
termanfaatkan sepenuhnya bias digali sehingga tidak mubazir.
4. Groos Investment dan Net Investment
Gross Investment adalah total seluruh investasi yang diadakan atau
dilaksanakan pada suatu ketika, dengan kata lain bahwa seluruh investasi
yang dilakukan di suatu Negara atau di daerah pada periode tertentu.
Sedangkan Net Investment adalah selisih antara Investasi Bruto dengan
penyusutan. ( Rosyidi, 1996 : 168 – 173 )
2.2.2. Pengertian Investasi Sektor Pertanian 2.2.2.1. Definisi Investasi Sektor Pertanian
Pengertian pertanian adalah suatu proses produksi yang didasarkan
Pertanian adalah kegiatan manusia mengusahakan tanah dengan
maksud untuk memperoleh hasil tanaman ataupun hasil hewan, tanpa
mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan
untuk mendatangkan hasil selanjutya.(Banoewidjoyo, 1997)
Pertanian adalah proses produksi yang khas yang didasarkan atas
proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Dalam kata lain merupakan
pengolahan perikanan, peternakan, tanaman, dan lingkungan yang
memberikan suatu produk.(Hendaryono.D.P, 1997)
Pertanian merupakan industi primer yang mencakup
pengorganisasian sumber daya tanah, air, mineral dan modal dalam
berbagai bentuk pengolahan dari tenaga kerja untuk memproduksi dan
memasarkan berbagai orang yang diperlukan oleh manusia.
Pertanian tanaman budidaya sering disebut dengan pertanian rakyat
yaitu usaha pertanian keluarga, dimana memproduksi bahan makanan
utama serti beras, palawija dan tanaman hortikultura seperti sayur mayur
dan buah-buahan. Pertanian rakyat diusahakan di tanah-tanah sawah
lading dan pekarangan, sedangkan pertanian besar dikelolah oleh Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), suatu PTP (Perseroan Terbatas
Perkebunan) mempunyai lahan yang cukup luas dan mempunyai system
managemen yang baik.(Anonim, 2005 : 9)
2.2.2.2. Ciri-ciri Umum Pertanian
Dari sudut pandang yang luas sesungguhnya sektor pertanian
dan perikanan. Ciri sektor pertanian di Indonesia barangkali dapat
dikategorikan berdasarkan ciri spesifik sektor pertanian dalam
perkonomian Indonesia. Ciri ini antara lain :
a. Pertanian Indonesia merupakan pertanian tropis, dalam artian
bahwa sepanjang tahun tanaman pertanian mendapatkan sinar
matahari. Oleh karenanya iklim di Indonesia tidak mengenal iklim
dingin atau musim dingin, musim gugur atau musim semi. Tipe
iklim yang berbeda ini akan menentukan tipe tanaman yang
diusahakan oleh petani-petani di Indonesia.
b. Pertanian di Indonesia hanya mengenal musim hujan dan musim
kemarau. Biasanya musim hujan diawali pada September-Oktober
dan diakhiri pada Maret-April. Di awal musim hujan biasanya
petani mengusahakan tanaman padi, karena irigasinya tersedia
dalam jumlah yang cukup. Sebaliknya di daerah yang irigasinya
tidak tersedia dalam jumlah yang memadai, diusahakan tanaman
palawija, seperti kedelai, jagung, atau lainnya.
c. Pertanian di Indonesia dicirikan oleh pengusahaannya dalam luas
usaha yang relatif sempit, kurang dari satu hektar. Luas usaha yang
demikian dicirikan oleh adanya tanaman bahan makanan.
Sebaliknya di daerah yang usaha pertaniannya dilakukan dalam
jumlah yang luas, maka disitu diusahakan tanaman perkebunan
d. Pertanian di Indonesia juga dicirikan oleh luasnya lahan kering
dibandingkan dengan lahan sawah. Lahan kering dapat berupa
tegalan, tanah dipegunungan atau padang alang-alang. Khususya di
Indonesia bagian timur, persentase luas lahan kering malah lebih
luas. Hal ini disebabkan karena kurangnya curah hujan didaerah
itu.
e. Pertanian di Indonesia juga dicirikan oleh banyaknya penggunaan
tenaga kerja manusia dan relatif sedikit penggunaan tenaga kerja
mesin.
f. Pertanian di Indonesia juga dicirikan oleh kontribusinya yang
relatif besar terhadap perekonomian di Indonesia. Situasi seperti ini
yang mencirikan Indonesia sebagai negara agraris pada tahun-tahun
yang lalu hingga sekarang.(Soekarwati, 1993 : 96)
2.2.3. Pengertian Industri
2.2.3.1 Definisi Investasi Sektor Industri
Industri adalah usaha produktif terutama dalam bidang produksi
atau perusahaan tertentu untuk menyelenggarakan jasa-jasa misalnya
transportasi dan peralatan perhubungan yang menggunakan modal tenaga
Industri adalah tiap usaha yang merupakan unit produksi yang
membuat barang atau yang mengerjakan sesuatu barang atau bahan untuk
masyarakat disuatu tempat tertentu. (Arsyad, 1992 : 57)
Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1984 pasal 1 tentang
perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi menjadi barang yang
bernilai lebih tinggi, untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasa industri. (Anonim, 1994 : 21)
Dalam usaha untuk menanggulangi kesulitan dan masalah ekonomi
guna mensukseskan program pemerintah dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara, maka sector industri merupakan salah satu
tulang punggung kejayaan negara. Jadi indusrti adalah suatu lokasi
dimana aktifitas pengolahan bahan produk hingga menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi baik didalam kawasan yang sama atau
tidak. Untuk mengetahui macam-macam industri ini dapat dilihat dari
beberapa sudut pandang yaitu pengelompokan industri secara nasional
dan dibagi 3 kelompok besar yaitu :
1. Kelompok industri dasar yang dibagi dua bagian, antara lain :
a.Kelompok industri mesin dan logam dasar, seperti besi, baja, dan
lain-lain.
b. Kelompok industri kimia dasar
Kelompok ini mempunyai misi pertumbuhan ekonomi dan
teknologi yang digunakan adalah teknologi maju dan teruji yang
bersifat tidak padat karya.
2. Kelompok industri hilir
Yaitu aneka industri dengan misi pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan dalam memperluas kesempatan kerja dan bersifat tidak
padat modal. Sedangkan teknologi yang digunakan teknologi
menengah dan teknologi maju.
3. Kelompok Industri Kecil
Yaitu kelompok industri dengan nilai pemerataan dan menggunakan
teknologi sederhana serta bersifat padat karya.(Arsyad,1999 : 366)
2.2.4. IHSG
2.2.4.1. Pengertian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Indeks Harga Saham Gabungan merupakan alat yang dapat
menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di
bursa efek. Indeks inilah yang paling banyak digunakan dan dipakai
sebagai acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal (Pandji
Indeks Harga Saham Gabungan, merupakan merupakan seluruh
saham yang tercatat di bursa. Sedangkan menurut Abdul Halim (2003 :
8) mempunyai pengertian tentang indeks harga saham, yang merupakan
ringkasan dari pengaruh simultan dan kompleks dari berbagai variabel
yang berpengaruh, terutama tentang kejadian-kejadian ekonomi.
Indeks Harga Saham Gabungan merupakan seluruh saham yang
menggambarkan suatu rangkaian informasi histories mengenai
pergerakan saham gabungan seluruh saham, sampai pada tanggal
tertentu. Biasanya pergerakan saham tersebut disajikan setiap hari,
berdasarkan harga penutupan di bursa pada hari tersebut. Indeks tersebut
disajikan untuk periode tertentu, Dalam hal ini mencerminkan suatu nilai
yang berfungsi sebagai pengukur kinerja suatu saham gabungan di bursa
efek. Harga saham merupakan pencerminan fenomena ekonomi bahkan
sosial politik sebagai berikut, surat berharga yang diterbitkan oleh
perusahaan go public, harga saham ditentukan oleh perkembangan
perusahaan penerbit. Jika perusahaan penerbit mampu menghasilkan
keuntungan yang tinggi, perusahaan tersebut dapat menyisihkan bagian
keuntungan itu sebagai deviden dengan jumlah tinggi pula. Pemberian
deviden yang tinggi akan menarik masyarakat untuk membeli saham
tersebut, akibatnya permintaan akan saham meningkat dan mendapatkan
capital gain. Dengan demikian harga saham akan meningkat pula,
kenaikan harga saham ini dicerminkan dalam indeks harga saham. Indeks
harus menjumlahkan seluruh harga saham yang ada (listing). Keuntungan
perusahaan menjadi faktor yang sangat penting ditentukan oleh faktor
lain seperti upah buruh secara umum, budaya masyarakat dan keadaan
politik pada waktu tertentu. Semuanya itu akan berpengaruh pada harga
saham, yang dicerminkan oleh harga saham.
Indeks Harga Saham Gabungan seluruh saham adalah suatu nilai
yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham yang
tercatat di suatu bursa efek. Maksud dari gabungan seluruh saham ini
adalah kinerja saham yang dimaksudkan dalam perhitungan seluruh
saham yang tercatat di bursa tersebut. Indeks Saham Gabungan menjadi
gambaran umum dikarenakan Indeks Harga Saham Gabungan merupakan
ringkasan dari dampak simultan dan parsial atas berbagai macam faktor
yang berpengaruh, terutama fenomena ekonomi. Dewasa ini Indeks
Harga Saham dijadikan statistik atas kondisi pasar terakhir (Sunariyah,
2003: 126).
Untuk mengetahui secara umum sebab indeks harga saham
merupakan ringkasan dari dampak simultan dam kompleks atas berbagai
macam faktor yang berpengaruh terutama fenomena-fenomena ekonomi.
(Widoatmodjo, 1996: 89).
Dimana:
Ht = total harga semua saham pada waktu yang berlaku
H0 = total harga semua saham pada waktu dasar
2.2.4.2. Penentuan Harga Saham
Penentuan harga saham selalu menjadi pembahasan yang penting
di dalam ilmu ekonomi lebih-lebih harga saham. Harga dari suatu
pernyataan dalam perusahaan sebagai barang abstrak, tentu sulit diukur
secara tepat. Tinggi rendahnya harga saham lebih mendekati sebagai
(penilaian sesaat) yang dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain:
1. Faktor fundamental meliputi manajemen, keuntungan dan prospek
perusahaan.
2. Faktor teknikal meliputi psikologis penjualan atau pembeli,
kemampuan analisa efek, penawaran dan permintaan pasar
2.2.5. PDRB
2.2.5.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Bruto adalah sebagai nilai barang- barang dan
jasa- jasa yang diproduksi di dalam negara tersebut dalam satu tahun
tertentu. (Sukirno 2002 : 33)
Produk Domestik Bruto dapat diartikan satu persatu yaitu : produk,
produk barang dan jasa. Dinamakan domestik, karena batasnya adalah
wilayah suatu negara, termasuk didalamnya orang- orang dan perusahaan
asing. Dinamakan bruto karena mengalami penyusutan.
Produk Domestik Bruto menurut atas harga yang berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku setiap tahun.
Pengertian Produk Domestik Regional Bruto adalah suatu indikator
untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara
sektoral, sehingga dapat dilihat penyebab pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah tersebut. Selain itu PDRB juga alat ukur untuk menganalisa
perubahan tingkat kemakmuran secara riil atas harga konstan.(Sukirno,
2002 : 38)
Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu indikator
makro ekonomi dimana dari total turunnya dapat diketahui pertumbuhan
ekonomi, struktur ekonomi dan pendapatan perkapita suatu
daerah.(Anonim, 2001)
Produk Domestik Regional Bruto menurut penggunaan adalah
seluruh komponen permintaan akhir, yaitu pengeluaran konsumsi rumah
tangga termasuk lembaga swasta yang tidak mencari laba, konsumsi
pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stock
dan ekspor bersih (ekspor dikurangi impor) dalam jangka waktu tertentu.
PDRB sebagai salah satu indikator pembangunan regional juga berfungsi
Cara perhitungan Produk Domestik Regional Bruto dapat
digunakan melalui 3 pendekatan, antara lain :
1. Pendekatan produksi ; Produk Domestik Regional Bruto adalah
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit
produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).
Unit- unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan
menjadi 9 sektor lapangan usaha yaitu :
a. Pertanian
b. Pertambangan dan penggalian
c. Industri pengolahan
d. Listrik, gas dan air bersih
e. Bangunan
f. Perdagangan, hotel dan restoran
g. Pengangkutan dan Komunikasi
h. Jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
i. Jasa lain-lain.
2. Pendekatan pengeluaran ; Produk Domestik Regional Bruto adalah
penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yaitu :
a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang
tidak mencari untung
b. Konsumsi pemerintahan
c. Pembentukan modal tetap domestik bruto
e. Ekspor netto, (ekspor dikurangi impor). (Sukirno 2002 : 38)
3. Pendekatan pendapatan ; Produk Domestik Regional Bruto
merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi
yang ikut serta dalam proses produksi suatu wilayah dalam jangka
waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi
yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan
keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak
penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian Produk
Domestik Regional Bruto, kecuali faktor pendapatan, termasuk
pula komponen penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jumlah
semua komponen pendapatan ini menurut sektor tersebut disebut
sebagai nilai tambah bruto seluruh sector atau lapangan usaha.
(Sukirno 2002 : 247)
2.2.5.2. Kegunaan Statistik Produk Domestik Regional Bruto
Kegunaan statistik produk domesrik regional bruto antara lain :
1. Tingkat pertumbuhan ekonomi
Mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi regional baik
secara menyeluruh maupun sektoral, dengan melihat prosentase
pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan (tahun tertentu)
dapat dilihat laju pertumbuhan ekonomi.
2. Tingkat kemakmuran
Mengetahui tingkat kemakmuran daerah, baik tingkat
daerah lain. Tingkat kemakmuran suatu wilayah biasanya diukur
dengan besarnya pendapatan perkapita penduduknya.
3. Tingkat inflasi atau deflasi
Mengetahui tingkat inflasi atau deflasi yang terjadi dalam
jangka waktu tertentu (tahunan), dengan membandingkan antara
PDRB atas dasar harga konstan (tahun tertentu), dapat diperoleh
suatu indeks implicit yang bias menggambarkan kenaikan atau
penurunan harga barang dan jasa.
4. Struktur ekonomi
Mengetahui ganbaran struktur ekonomi daerah daerah,
PDRB dapat di gunakan sebagai indikator tentang komposisi
struktur perekonomian suatu wilayah, yaitu dengan menyusun
peranan masing- masing sektor atau lapangan usaha.
5. Potensi suatu daerah
Mengetahui potensi suatu wilayah terhadap regional secara
keseluruhan maupun sektoral. Dengan melihat peranan sektoral
dalam suatu wilayah Kabupaten atau peranan keseluruhan suatu
wilayah terhadap wilayah propinsi bisa diketahui potensi suatu
wilayah.
Dengan demikian maka statistik pendapatan daerah sangat
bermanfaat bagi para perencana maupun pengambil keputusan, baik
yang berhubungan dengan rencana pembangunan jangka pendek
2.2.6. Tingkat Suku Bunga
2.2.6.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga
Suku bunga adalah harga yang dibebankan oleh unit ekonomi yang
mengalami surplus pada unit ekonomi yang mengalami defisit atas
pinjaman yang diberikan dari tabungannya. (Diulio, 1993 : 42)
Suku bunga adalah harga dari meminjam untuk menggunakan daya
belinya. (Puspopranoto, 2004 : 70)
Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan dana yang
tersedia untuk dipinjamkan (leonable fund). (Boediono, 1998 : 76)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat suku
bunga adalah harga yang dibebankan oleh unit ekonomi yang mengalami
surplus ke unit ekonomi yang mengalami defisit untuk penggunaan daya
beli uang dalam jangka waktu tertentu.
2.2.6.2. Teori Tentang Tingkat Suku Bunga A.Teori Klasik
Tabungan menurut teori klasik adalah fungsi dari tingkat bunga.
Makin tinggi bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk
menabung. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin
tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga semakin
kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran
investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih
besar dari tingkat bunga yang harus dibayar oleh investor untuk dana
Makin rendah tingkat bunga, maka investor akan lebih terdorong untuk
melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga semakin kecil.
Tingkat bunga dalam keadaan seimbang akan tercapai apabila
keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan investor untuk
melakukan investasi. Secara grafik, keseimbangan tingkat suku bunga
dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3 Teori Klasik tentang Tingkat Suku Bunga
Tabungan
i1
io Investasi i
Investasi o
Jumlah Rp
yang ditabung dan
So S1 diinvestasikan
Sumber: Norpirin, 1992, Ekonomi Moneter, Edisi Keempat, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, hal72.
Keseimbangan tingkat bunga ada pada io dimana jumlah tabungan
sama dengan investasi. Apabila tingkat bunga diatas io, jumlah tabungan
melebihi keinginan investor untuk melakukan investasi. Para penabung
akan saling bersaing untuk meminjamkan dananya dan ini akan menekan
tingkat bunga kembali ke posisi io. Sebaliknya apabila suku bunga
dibawah io, para investor akan saling bersaing untuk memperoleh dana
kembali naik pada posisi io. Pada tingkat bunga yang sama dengan
tingkat investasi, investor bersedia meminjam dana lebih besar untuk
membiayai investasinya. Keadaan ini dalam gambar, ditunjukkan dengan
bergesernya kurva permintaan investasi ke kanan atas, dan keseimbangan
tingkat bunga yang baru pada titik io.
(Norpin, 1992 : 70-72)
B.Teori Keynes
Tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter. Artinya,
tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang
(ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan
mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi. Permintaan akan
uang, oleh keynes disebut ”Liquidity Preference” (permintaan uang)
tergantung pada tingkat bunga. Dalam gambar, sumbu horizontal
mengukur jumlah dan permintaan uang dan sumbu vertikal untuk tingkat
bunga.
Tingkat bunga dalam keseimbangan (dalam gambar), apabila
jumlah uang kas yang diminta sama dengan penawarannya (jumlah uang
beredar). Apabila tingkat bunga dibawah tingkat keseimbangan,
masyarakat menginginkan uang kas lebih banyak dengan cara menjual
surat berharga yang dipegang sehingga hal ini akan mendorong harganya
turun ( tingkat bunga naik). Sebaliknya, apabila tingkat bunga diatas
keseimbangan, masyarakat menginginkan uang kas lebih sedikit dengan
berharga (tingkat bunga turun 0 sampai keseimbangan terjadi.
(Nopirin, 1992 : 90-93)
Gambar 4: Teori Keynes tentang Tingkat Bunga
Tingkat
Bunga
(%)
Jumlah Uang
req
Liquidity Preference
Jumlah Uang
dan Permintaan Uang
Sumber: Norpirin, 1992, Ekonomie Moneter, Edisi Keempat, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, hal72.
2.2.6.3. Fungsi Tingkat Bunga Dalam Perekonomian
Tingkat bunga mempunyai beberapa fungsi dalam perekonomian,
yaitu :
1. Membantu mengalirnya tabungan berjalan kearah investasi guna
mendukung pertumbuhan perekonomian.
2. Mendistribusikan jumlah kredit yang tersedia, pada umumnya
memberikan dana kredit kepada proyek investasi yang menjanjikan
3. Menyeimbangkan jumlah uang beredar dengan permintaan akan
uang dari suatu Negara.
4. Merupakan alat penting manyangkut kebijakan pemerintah melalui
pegaruhnya terhadap jumlah tabungan dan investasi.
(Puspopranoto,2004:71)
2.2.7. Inflasi
2.2.7.1. Pengertian Inflasi
Inflasi dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan harga-harga
umu mengalami kenaikan secara terus menerus dan menyeluruh.
(Yuliati, 2001 : 98)
Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat
umum dan terus menerus.(Raharja dan Manurung, 2000 155)
Inflasi dapat didefinisikan sebagai proses kenaiakan harga-harga
yang berlaku dalam suatu perekonomian.(Sukirno, 2002 : 15)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah proses
kenaikan harga-harga barang umum secara terus menerus, ini tidak
berarti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan
presentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah
bersamaan, yang penting terdapat kenaikan harga umum secara terus
menerus selama satu periode tertentu.
Laju inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi yang penting
menilai pertumbuhan ekonomi selama suatu jangka waktu tertentu. Bila
sebagian besar harga diukur oleh pemerintah, maka harga-harga yang
disubsidi pemerintah dan ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik adalah
harga-harga resmi pemerintah tapi mungkin dalam realita ada
kecenderungan harga terus naik. Inflasi yang ditutupi akan sering muncul
jika pemerintah terus-menerus mensubsidi harga-harga tertentu, misalnya
harga BBM (Bahan Bakar Minyak).
Sebelum tahun 1970 para ekonomi mendefinisikan inflasi sebagai
suatu kenaikan dalam tingkat harga umum, tetapi sejak awal tahun
1970-an mulai dipisahk1970-an 1970-antara inflasi d1970-an tingkat harga. Suatu kenaik1970-an
dalam tingkat harga atau perubahan positif dimana indeks harga
konsumen semakin besar, tetapi perubahan itu tidak berlangsung terus,
maka dapat dikatakan sebagai perubahan tingkat harga. Akan tetapi
apabila perubahan itu berlangsung terus, maka dikatakan sebagai inflasi.
Kenaikan tingkat harga yang kontinyu ini bisa terjadi pada saat-saat
lebaran, natal atau hari-hari raya yang lain. Kenaikan harga seperti ini
tidak dianggap sebagai suatu masalah ekonomi.
Inflasi yang merupakan suatu gejala dari harga-harga disebabkan
oleh berbagai hal seperti telah dikatakan tadi bahwa harga merupakan
benturan antara kekuatan supply dan kekuatan demand. Adanya
perubahan harga karena adanya gangguan terhadap keseimbangan yang
lama sehingga kedua kekuatan tersebut berinteraksi mencari suatu
2.2.7.2. Jenis Inflasi
Inflasi dapat digolongkan dalam beberapa macam penggolongan
antara lain (Boediono, 2001: 156-159).
a. Penggolongan Inflasi menurut parah tidaknya inflasi :
1. Inflasi Ringan
Adalah laju inflasi di bawah 10% setahun.
2. Inflasi Sedang
Adalah laju inflasi antara 10%-30% setahun.
3. Inflasi Berat
Adalah laju inflasi antara 30%-100% setahun.
4. Hiperinflasi
Adalah laju inflasi diatas 100% setahun.
b. Penggolongan inflasi menurut asal dari inflasi :
1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)
Adalah inflasi yang timbul karena adanya deficit anggaran belanja
yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panen yang gagal dan
sebagainya.
2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)
Adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga di
luar negeri atau kenaikan harga langganan berdagang, kenaikan
harga yang kita impor mengakibatkan adanya kenaikan indeks
biaya hidup, karena sebagian dari barang-barang yang tercakup
akan menaikkan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi atas
bahan mentahnya yang harus diimpor.
c. Penggolongan inflasi menurut mekanisme timbulnya inflasi :
1. Inflasi Permintaan (Demand Pull Inflation)
Adalah inflasi yang timbul karena banyaknya permintaan
akan barang-barang konsumsi oleh masyarakat.Karena permintaan
masyarakat (Agregat Demand) bertambah, maka kurva agregat
demand bergeser dari D1 ke D2 akibatnya tingkat kurva umum
naik dari P1 ke P2
Sumber: Boediono, 1985, Moneter Sinopsis Pengantar Ekonomi No. 5 Edisi ke 3, BPFE-UGM Yogyakarta hal : 163.
Peningkatan pendapatan agregat menyebabkan permintaan
meningkat. Perubahan ini ditunjukkan oleh pergeseran ke kanan
kurva permintaan dari D1 ke D2. Pasar bergerak ke perpotongan
dari P1 ke P2 dan jumlah equilibrium barang meningkat dari Q1 ke
Q2
2. Inflasi Penawaran (Cost Push Inflation)
Adalah inflasi yang terjadi karena biaya produksi (Cost Inflation).
Gambar 6. Cost Push Inflation
S1 S2
D H3
H2
Output
Q4 Q3
0
Sumber : Boediono, 1985, moneter syinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.5 edisi ke 3, BPFE-UGM Yogyakarta hal 163.
Peningkatan harga bahan menurunkan penawaran harga
barang. Hal itu menyebabkan penjualan barang kurang
menguntungkan sehingga memilih memproduksi lebih sedikit
barang. Perubahan ini ditunjukkan oleh pergeseran ke kiri kurva
penawaran dari S1 ke S2. Pasar bergerak ke perpotongan baru dari
penawaran dan permintaan. Harga equilibrium meningkat dari P1
2.2.7.3. Pengendalian Inflasi
Jika perekonomian mengalami inflasi yang cukup tinggi, jika pasar
keuangan efisien, maka pasar akan memasukkan inflasi yang diharapkan
ke dalam tingkat keuntungan yang disyaratkan. Beberapa langka yang
dapat dilakukan dalam melakukan pengendalian inflasi yang terjadi
adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh inflasi atau dis-inflasi harus dimasukkan ke dalam aliran kas,
karena tingkat keuntungan yang disyaratkan biasanya sudah
memasukkan inflasi yang diharapkan.
2. Jika inflasi tidak homogen di dalam suatu perekonomian akan lebih
baik jika menggunakan tingkat inflasi per sektor perekonomian.
3. Perubahan harga yang tidak dikarenakan inflasi, missal karena
perubahan permintan dan penawaran yang akan mempengaruhi aliran
kas sebaiknya juga dimasukkan ke dalam analisis.
Seperti dikemukakan diatas bahwa kontrol Bank Indonesia atas
inflasi sangat terbatas, karena inflasi dipengaruhi oleh banyak faktor.
Oleh karena itu, Bank Indonesia selalu melakukan assessment terhadap
perkembangan perekonomian, khususnya terhadap kemungkinan tekanan
inflasi. Selanjutnya respon kebijakan moneter didasarkan kepada hasil
assessment tersebut. Perlu disampaikan pula bahwa pengendalian inflasi
tidak bisa dilakukan hanya melalui kebijakan moneter, melainkan juga
kebijakan ekonomi makro lainnya seperti kebijakan fiskal dan kebijakan
Untuk itulah koordinasi dan kerjasama antar lembaga lintas
sektoral sangatlah penting dalam menangani masalah inflasi ini. Sasaran
akhir kebijakan moneter BI di masa depan pada dasarnya lebih diarahkan
untuk menjaga inflasi. Pemilihan inflasi sebagai sasaran akhir ini sejalan
pula dengan kecenderungan perkembangan terakhir bank-bank sentral di
dunia, dimana banyak bank sentral yang beralih untuk lebih
memfokuskan diri pada upaya pengendalian inflasi. Alasan yang
mendasari perubahan tersebut adalah:
1. Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa dalam jangka panjang
kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi tingkat inflasi,
kebijakan moneter tidak dapat mempengaruhi variable riil, seperti
pertumbuhan output ataupun tingkat pengangguran.
2. Pencapaian inflasi rendah merupakan prasyarat bagi tercapainya
sasaran makroekonomi lainnya, seperti pertumbuhan pada tingkat
kapasitas penuh (full employment) dan penyediaan lapangan kerja
yang seluas- luasnya.
3. Yang terpenting, penetapan tingkat inflasi rendah sebagai tujuan
akhir kebijakan moneter akan menjadi nominal anchor berbagai
kegiatan ekonomi.
Strategi yang digunakan oleh BI dalam mencapai sasaran inflasi
yang rendah adalah:
- Mengkaji efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan
- Menentukan sasaran akhir kebijakan moneter.
- Mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi.
- Memformulasikan respon kebijakan moneter.
Dapat ditambahkan bahwa laju inflasi yang diperoleh dari indeks
harga konsumen (IHK) sebagai sasaran akhir dan laju inflasi inti (core
atau underlying inflation) sebagai sasaran operasional.
2.2.7.4. Efek inflasi
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan. Alokasi faktor
produksi serta output. Dibawah ini ke tiga nya akan dibahas satu demi
Satu :
a. Efek terhadap pendapatan (equity effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang
dirugikan ada pula yang diuntungkan. Demikian juga orang
yang menempuh kekayaan dalam bentuk uang kas akan
menderita kerugian karna adanya inflasi. sebaliknya pihak –
pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi
adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan
dengan presentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan
demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan
dalam pola pembagian kekayaan masyarakat. Inflasi
seolah-olah merupakan pajak bagi seseorang dan merupakan
b. Efek terhadap Efisiensi (efficiency effect)
Inflasi dapat pula merubah pola alokasi factor – factor
produksi, perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan
permintaan karena berbagai macam barang yang kemudian
mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa
barang tertentu. Hal ini akan menyebabkan kenaikan
produksi barang sehingga akan merubah pola produksi
lebih efisien.
c. Efek terhadap output (output effect)
Efek terhadap output mempertanyakan bagaimana efek
inflasi terhadap produksi. Artinya apakah akan
mengakibatkan kenaikan atau menurunkan output. Inflasi
dapat menyebabkan kenaikan produksi alasan nya dalam
keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului
kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha baik.
Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan
produksi.dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan langsung antara inflasi dengan output. Inflasi
bisa dibarengi dengan punurunan output.
(Nopirin 1993 ; 32-33).
2.2.7.5. Dampak inflasi terhadap investasi
Inflasi merupakan salah satu penyakit perekonomian suatu negara.
Pada saat tingkat inflasi tinggi, maka kondisi perekonomian
menjadi lesu. Hal ini secara otomstis akan berpengaruh terhadap
kegairahan usaha diberbagai bidang.pelaksanaan infestasi menjadi
terhambat, sehingga produksi nasional akan menurun. Menurunnya
produksi secara nasional dapat menurunkan pendapatan nasional.
Turunnya pendapatan nasional suatu Negara menunjukan bahwa
perkembangan ekonomi Negara tersebut mengalami penurunan. Oleh
karena itu, pada tingkat inflasi tinggi, maka pemerintah harus cepat
tanggap dalam menentukan kebijakan dalam melakukan pengendalian
tingkat inflasi.
2.3. Kerangka Pikir
Investasi merupakan salah satu unsur dalam meningkatkan kinerja
ekonomi suatu negara. Investasi yang dialokasikan secara optimal dapat
meningkatkan nilai tambah, yaitu berupa peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Selain ketepatan dan alokasi yang optimal maka mekanisme
investasi akan mewujudkan nilai tambah yang tergantung pada kondisi
ekonomi yang ada di suatu negara.
Diketahui kondisi tersebut berupa faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan investasi. Faktor tersebut adalah IHSG, Produk Domestik
Regional Bruto, Tingkat Suku Bunga , Tingkat Inflasi. Berdasarkan
pemikiran di atas maka dapat dijelaskan mengenai hubungan antara
a. Hubungan IHSG dengan Investasi Sektor Pertanian dan Sektor
Industri
Pergerakan nilai indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar
yang terjadi. Pasar yang bergairah terjadi karena transaksi aktif
ditunjukkan dengan indeks harga saham mengalami kenaikan.
Kenaikan indeks harga saham ini menjadi indikator bahwa keadaan
perekonomian stabil. Keadaan ini menyebabkan investor tertarik
untuk menanamkan modalnya. (Anoraga dan Pakarti, 2001 : 102)
b. Hubungan PDRB dengan Investasi Sektor Pertanian dan Sektor
Industri
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah suatu indikator
untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara
sektoral. Oleh karena itu perlu disadari bahwa suatu daerah yang
PDRB nya tinggi maka akan semakin tinggi pula produksi barang dan
jasa yang dihasilkan. Hal tersebut membuat keuntungan perusahaan
akan meningkat semakin besar dan hal ini akan mendorong
dilakukannya lebih banyak investasi untuk lebih memperbesar
keuntungan perusahaan. Dengan kata lain apabila PDRB bertambah
besar atau tinggi maka Investasi bertambah tinggi pula.
c. Hubungan Tingkat Suku Bunga Dengan Invesatasi Sektor Pertanian
dan Sektor Industri
Investor akan mempertimbangkan dan membandingkan beban bunga
yang harus dibayarkannya dengan harapan keuntungan yang akan
diperoleh dari investasi yang dilakukannya tersebut. Apabila tingkat
suku bunga tinggi, pengusaha akan menunda pinjaman tersebut
sampai tingkat suku bunganya turun. Maka terdapat hubungan
berkebalikan antara tingkat suku bunga dan investasi, yaitu semakin
tinggi tingkat suku bunga, maka semakin rendah keinginan
pengusaha untuk melakukan investasi. Sebaliknya, apabila tingkat
suku bunga rendah, maka investor akan meminjan dana dari bank
untuk membiayai pengeluaran investasinya dengan harapan investasi
tersebut menghasilakan keuntungan yang nilainya lebih besar dari
pada yang harus ditanggung oleh investor. (Suparmono, 2004 : 88)
d. Hubungan Inflasi dengan Investasi Sektor Pertanian dan Sektor
Industri
Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga-harga
produk secara keseluruhan. Inflasi yang rendah akan mengakibatkan
pendapatan riil masyarakat meningkat sehingga daya beli masyarakat
juga akan meningkat. Keadaan seperti ini akan mendorong investor
Gambar 7 : Kerangka pikir analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Investasi Asing Sektor Pertanian dan Sektor Industri
2.4. Hipotesis
Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah dikemukakan
diatas maka dapat dirumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan
sementara terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Diduga bahwa IHSG, PDRB, Tingkat Suku Bunga, dan Inflasi
berpengaruh terhadap Investasi Asing di Sektor Pertanian dan
Investasi di Sektor Industri di Jawa Timur.
2. Diduga bahwa terdapat perbedaan faktor- faktor yang dominan
yang menpengaruhi Investasi Asing Sektor Pertanian dan Investasi
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional dan pengukuran variabel adalah pernyataan
tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian secara
operasional berdasarkan teori yang ada maupun pengalaman-pengalaman
empiris. Definisi operasional dan pengukuran variabel dalam penelitian ini
terdiri dari :
a. Variabel terikat (Dependent Variable) :
1) Yang menjadi variabel terikat (Y1) dalam penelitian ini
adalah Investasi Sektor Pertanian di Jawa Timur yaitu
investasi yang berasal dari luar negeri (PMA) yang
tujuannya untuk memperluas dan mengembangkan usaha
pertanian. Di ukur dalam ribuan dollar (ribu US$).
2) Yang menjadi variabel terikat (Y2) dalam penelitian ini
adalah Investasi Sektor Industri di Jawa Timur yaitu
investasi yang berasal dari luar negeri (PMA) yang
digunakan untuk pembelian barang-barang modal dalam
rangka meningkatkan kapasitas produksi. Di ukur dalam
satuan ribuan dollar (ribu US$)
b. Variabel bebas (Independent variable) terdiri dari :
1. IHSG (X1)
Suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan
harga saham gabungan, sampai tanggal tertentu. Indeks
harga saham gabungan mencerminkan suatu nilai yang
berfungsi sebagai pengukur kinerja suatu saham gabungan
di bursa efek, pengukuran dinyatakan dalam point.
2. Produk Domestik Regional Bruto (X2)
Adalah total nilai barang dan jasa yang dihasilkan
masyarakat di wilayah Jawa Timur dalam jangka waktu
satu tahun. PDRB ini dinyatakan dalam jutaan rupiah
(juta Rp.).
3. Tingkat Suku Bunga (X3)
Adalah tingkat balas jasa yang diterima bank di Jawa
Timur atas penggunaan sejumlah dana oleh investor dan
harus di bayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Tingkat suku bunga diukur dalam satuan persen (%).
4. Inflasi (X4)
Adalah kondisi perekonomian yang ditandai dengan
kenaikan harga barang-barang secara umum dan
terus-menerus disebabkan oleh turunnya nilai mata uang pada
suatu periode tertentu. Variabel ini dinyatakan dalam satuan
persen (%).
3.2. Teknik Penentuan Sampel
Dalam penulisan ini data yang digunakan adalah data berkala
(Time Series Data) yaitu data dari tahun ke tahun selama selama 15 tahun
sejak tahun 1994 sampai 2008.
3.2.1. Jenis dan Sumber Data 3.2.1.1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data
sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dari instansi-instansi
atau lembaga yang ada hubungannya dalam penelitian ini.
3.2.1.2 Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari :
a. Kantor Badan Penanaman Modal (BPM) cabang Surabaya.
b. Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) cabang Surabaya.
c. Kantor Bank Indonesia (BI) cabang Surabaya.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data, dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :
a. Studi kepustakaan (Library Research)
yaitu teknik pengumpulan data dengan telaah atau studi dari
berbagai laporan kegiatan penelitian, buku-buku atau
literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam
penelitian ini.
b. Studi lapangan (Field Research)
yaitu suatu pengamatan dan pencatatan sistematis dan teratur
dilapangan mengenai obyek yang sedang diteliti untuk memperoleh
data yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam
penelitian ini. Studi lapangan dilakukan dengan cara :
- Dokumentasi, yaitu mencatat dan mengambil data berupa
laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang
dibahas dengan menggunakan alat berupa kamera,
komputer, dan perekam suara.
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.4.1. Teknik Analisis Linier Berganda dengan Asumsi Klasik BLUE (Best Linier Unbiased Estimated)
Persamaan regresi diatas harus bersifat BLUE (Best Linier
Unbiased Estimated) artinya pengambilan keputusan melalui Uji F dan Uji
T tidak boleh bias. Sifat dari BLUE (Best Linier Unbiased Estimated) itu
sendiri adalah :
a. Best : Pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan
buku terhadap dan
b. Linier : Sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan dalam penafsiran.