• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERIMAAN DIRI ANAK CEREBRAL PALSY(STUDI KASUS PENERIMAAN DIRI ANAK CEREBRAL PALSY YANG DISEBABKAN PENYAKIT TOKSOPLASMOSIS).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERIMAAN DIRI ANAK CEREBRAL PALSY(STUDI KASUS PENERIMAAN DIRI ANAK CEREBRAL PALSY YANG DISEBABKAN PENYAKIT TOKSOPLASMOSIS)."

Copied!
219
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENERIMAAN DIRI ANAK CEREBRAL PALSY

(STUDI KASUS PENERIMAAN DIRI ANAK CEREBRAL PALSY YANG DISEBABKAN PENYAKIT TOKSOPLASMOSIS)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Nurul Janah NIM. 12104244057

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

Orang tuaku

“ Bapak Jemirun dan Ibu Haryatun yang senantiasa mendoakanku, mendukungku (moril dan materiil), dan telah banyak berjuang demi aku, untuk kelulusanku dan

kesuksessanku.”

Kedua kakak perempuan dan adikku

“Tidak pernah letih mengingatkan dan membantuku saat melangkah dalam menjalani kehidupan.

Kehangatan, canda tawa serta kerja keras jangan sampai terhenti agar kita dapat hidup dengan keadaan yang lebih layak dan harmonis.

Demi dan untuk membahagiakan kedua orang tua kita.”

Mas Panji Putra Rizkiyanto

“Yang dengan rela membagi waktu dan tenaganya untuk mendukung serta membantu dalam setiap langkah mewujudkan harapan-harapanku.

(7)

vii

PENERIMAAN DIRI ANAK CEREBRAL PALSY

(STUDI KASUS PENERIMAAN DIRI ANAK CEREBRAL PALSY YANG DISEBABKAN PENYAKIT TOKSOPLASMOSIS)

Oleh Nurul Janah NIM 12104244057

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerimaan diri anak cerebral palsy yang disebabkan oleh penyakit toksoplasmosis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Sepuluh pertanyaan penelitian diajukan berhubungan dengan tujuan penelitian.

Subjek penelitian ini adalah seorang anak kelas VI SD Budi Mulia Dua Sedayu yang menyandang cerebral palsy dan menderita penyakit toksoplasmosis. Penelitian dilakukan di lingkungan sekolah SD Budi Mulia Sedayu, lingkungan kediaman subjek dan lingkungan kediaman nenek subjek. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data model Miles dan Huberman, yaitu dengan langkah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek belum sepenuhnya mampu menerima dirinya sendiri. Dukungan motivasi dari keluarganya yang sangat kuat, pola asuh orang tua yang baik serta peran keluarga yang harmonis dapat mempengaruhi penerimaan diri anak. MM tidak mudah marah saat diolok-olok dan berperilaku dengan mandiri, dapat menjalin hubungan baik dengan teman yang menerima keadaannya.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan kenikmatan, rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penerimaan Diri Anak Cerebral Palsy (Studi Kasus Penerimaan Diri Anak Cerebral Palsy yang disebabkan Penyakit Toksoplasmosis)”.

Dalam proses penulisan skripsi ini tidak banyak ada kendala, meskipun diakui penelitia ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun berkat Allah SWT, dapat terselesaikan skripsi ini. Penulisan ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta 3. Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan

4. Bapak Sugiyanto, S.Pd., M.Pd., dosen pembimbing yang dengan baik serta sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi.

5. Subjek penelitian (MM) serta key informan atas kesediaannya memberikan informasi dan kerjasamanya membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian. 6. Bapak Jemirun dan ibu Haryatun tercinta yang tak pernah bosan mendoakan

(9)

ix

7. Kedua kakakku yang selalu ku banggakan Ema dan Yeni serta adikku yang kusayangi selalu mendukung dan membantu setiap mengalami kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Mas Panji yang tidak pernah bosan mengingatkanku untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman terbaikku Arif, Dona, Etta, Wia, Nura, Viddya yang tidak pernah letih, bosan dan lupa untuk mengingatkanku bimbingan. Serta teman-teman yang selalu bersedia memberikan arahan dalam menyelesaikan skripsi Niken, Heni, Dita.

10. Teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan motivasi, saling mendukung dan telah turut membantu terselesaikannya penelitian ini.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi lembaga pendidikan, para pendidik serta para pembaca yang budiman.

Yogyakarta,12 Oktober 2016 Penulis

(10)

x DAFTAR ISI

hal HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PERNYATAAN ... HALAMAN PENGESAHAN ... HALAMAN MOTTO ... HALAMAN PERSEMBAHAN ... ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ... DAFTAR GAMBAR ...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... B. Identifikasi Masalah ... C. Batasan Masalah ... D. Rumusan Masalah ... E. Tujuan Penelitian ... F. Manfaat Penelitian ... BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Penerimaan Diri ... 1. Pengertian Penerimaan Diri ... 2. Aspek-aspek Penerimaan Diri …... 3. Ciri-ciri Penerimaan Diri ... 4. Faktor-faktor Penerimaan Diri ………... B. Cerebral Palsy ………...………... 1. Pengertian Cerebral Palsy ………...

(11)

xi

2. Klasifikasi dan Karakteristik Cerebral Palsy………... 3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Cerebral Palsy ……….. C. Toksoplasmosis ...

1. Pengertian Toksoplasmosis…………... 2. Penularan Toksoplasmosis …………... 3. Epidemiologi ……….. D. Akhir Masa Kanak-Kanak Akhir...

1. Pengertian Masa Kanak-Kanak Akhir... 2. Karakteristik Masa Kanak-Kanak Akhir... 3. Tugas-tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Akhir... E. Penerimaan Diri Anak Penderita Toksoplasma………. F. Pertanyaan Penelitian ... BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian ... B. Tempat Penelitian ... C. Objek Penelitian ... D. Subjek Penelitian ... E. Metode Pengumpulan Data ... 1. Observasi (Pengamatan) ... 2. Wawancara …………... 3. Dokumentasi ……….. F. Instrumen Penelitian ... G. Uji Keabsahan Data ... H. Teknik Analisis Data ... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 1. Deskripsi Setting Penelitian ... 2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 3. Deskripsi Key Informan……….. 4. Reduksi Data (data reduction) ... 5. Penyajian Data (data display) ...

(12)

xii

6. Penarikan Kesimpulan (verification) ... B. Pembahasan ... C. Keterbatasan Penelitian ... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... B. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

100 105 118

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Pedoman Observasi... 60

Tabel 2. Pedoman Wawancara... 63

Tabel 3. Pedoman Dokumentasi... ……….. 64

Tabel 4. Profil Key Informan……….... 71

Tabel 5. Display Data Aspek Persepsi Mengenai Diri dan Sikap terhadap Penampilan……… 92

Tabel 6. Display Data Aspek Sikap terhadap Kelemahan dan Kekuatan Diri Sendiri dan Orang Lain………... 93

Tabel 7. Display Data Aspek Perasaan Inferioritas sebagai Gejala Penolakan Diri………... 94 Tabel 8. Display Data Aspek Respon atas Penolakan dan Kritikan………... 94

Tabel 9. Display Data Aspek Keseimbangan Antara “Real Self” dan “Ideal Self”... 95

Tabel 10. Display Data Aspek Penerimaan Diri dan Penerimaan Orang Lain... 96

Tabel 11. Display Data Aspek Penerimaan Diri, Menuruti Kehendak, dan Menonjolkan Diri………... 97

Tabel 12. Display Data Aspek Penerimaan Diri, Spontanitas, dan Menikmati Hidup……… 98

Tabel 13. Display Data Aspek Moral Penerimaan Diri……….. 99

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Subjek... 127

Lampiran 2. Pedoman WawancaraKey Informan... 130

Lampiran 3. Hasil Wawancara Subjek “MM”…......... 132

Lampiran 4. Hasil Wawancara Key Informan 1 ... 144

Lampiran 5. Hasil Wawancara Key Informan 2... 150

Lampiran 6. Hasil Wawancara Key Informan 3... 156

Lampiran 7. Hasil Wawancara Key Informan 4... 163

Lampiran 8. Hasil Wawancara Key Informan 5... 169

Lampiran 9. Hasil Wawancara Key Informan6……… 173

Lampiran 10. Hasil Wawancara Key Informan 7……….. 177

Lampiran 11. Hasil Wawancara Key Informan 8……….. 183

Lampiran 12. Hasil Wawancara Key Informan 9……… 185

Lampiran 13. Hasil Wawancara Key Informan 10……….. 187

Lampiran 14. Aktivitas MM……… 189

Lampiran 15. Surat Ijin Penelitian Fakultas ………... 193

Lampiran 16. Surat Ijin Penelitian BAPEDA ………. 194

Lampiran 17. Triangulasi Data Wawancara Subjek MM ……….. 195

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Komponen dalam analisis data (interactive model) Miles dan

Huberman ... 67

Gambar 2. Warna bolpoin sama dengan warna sampul buku... 189

Gambar 3. Menggunakan baju dan kerudung yang berwarna sama... 189

Gambar 4. Keseriusan MM saat pelajaran lukis……….... 189

Gambar 5. Mengekpresikan kreasi ………... 189

Gambar 6. Aktivitas saat berkelompok ………... 190

Gambar 7. Aktivitas saat jam istirahat ………... 190

Gambar 8. Presentasi hasil kelompok ……… 190

Gambar 9. posisi tempat duduk saat pelajaran... 190

Gambar 10. Aktivitas saat menunggu mapel selanjutnya... 190

Gambar 11. Aktivitas saat menunggu mapel selanjutnya ……….. 190

Gambar 12. Subjek mengikuti kelas pilihan seni lukis ……….. 191

Gambar 13. Subjek menyaksikan teman-temannya bermain ………. 191

Gambar 14. Lokasi rumah Subjek ……….. 191

Gambar 15. Subjek mendengar teman-temannya………... 192

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia terlahir dalam kondisi, karakter dan latar belakang yang penuh dengan perbedaan. Perbedaan kondisi perkembangan pada masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa sampai masa tua. Perkembangan kondisi seseorang dapat dilihat dari segi fisik maupun psikologisnya. Dilihat dari kondisi fisik secara umum dapat dibedakan bagaimana bentuk hidung yang mancung dan pesek, mata sipit maupun belok, beralis tipis atau tebal , hingga tinggi badan seseorang dengan kasat mata. Menurut pendapat Hurlock (Muh. Farozin, 2004) bentuk tubuh mempengaruhi kepribadian secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan perkembangan psikologis menurut Monks (Abu Ahmadi & Munawar Sholeh, 2005) merupakan suatu proses yang dinamis. Dalam proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan akhirnya menentukan tingkah laku apa yang akan diaktualisasi dan dimanifestasi. Sehingga dalam perkembangan psikologis ini membutuhkan dan perlu didukung dengan melakukan suatu tes tertentu yang valid untuk menyatakan suatu keadaan psikologis seseorang agar tidak terjadi subjektifitas penilaian.

(17)

2

lainnya. Menurut Rita Eka Izzaty (2008: 3) perkembangan individu ada dua istilah yang sering muncul, yaitu istilah pertumbuhan yang bersifat fisik (kuantitatif) sedangkan istilah perkembangan dititik beratkan pada aspek-aspek yang bersifat psikis (kualitatif). Kondisi fisik dan psikis individu sangat berkaitan, jika suatu kondisi fisik seorang individu sehat maka kondisi psikisnya akan baik namun bila kondisi fisik kurang sehat maka dimungkinkan akan kurang baik pula kondisi psikis individu tersebut. Sesuai dengan pernyataan Abu Ahmadi & Munawar Sholeh (2005: 2) pertumbuhan fisik memang mempengaruhi perkembangan psikologis. Namun hal ini akan tergantung pada individu itu sendiri dalam menerima dirinya.

(18)

3

seperti dalam kemampuan berkomunikasi. Menurut Mardiani dalam Muh. Khairil Ichsan (2014: 4) CP dapat menyebabkan gangguan sikap (postur), control gerak, gangguan kekuatan otot yang biasanya disertai gangguan neorologik berupa kelumpuhan, spastik, gangguan basal ganglia, cerebellum, dan kelaianan mental (mental retardation).

CP termasuk dalam kelompok tunadaksa. Sujihati Somantri dalam Tin Suharmini (2009) mengatakan bahwa cerebral palsy dan tunadaksa harus dibedakan. Tunadaksa sama sekali tidak dapat menggerakkan bagian tubuhnya yang mengalami kerusakan, sedang cerebral palsy masih dapat menggerakkan tubuhnya yang terserang waluapun gerakannya terganggu karena ada kelainan pada otot. Menurut Nur Azizah (2005) cerebral palsy dapat diartikan sebagai kelumpuhan pada otak yang menyebabkan tidak adanya kontrol otot, kelainan postur dan hambatan gerak. Seseorang dapat menderita cerebral palsy dapat terjadi karena terdapat beberapa faktor pencetus, salah satunya faktor pencetus menurut A. Salim yang terjadi pada proses pertumbuhan dan perkembangan yaitu penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi menurut Heri Purwanta (2007: 21) yaitu infeksi TORCH (toksoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes).

(19)

4

ini sejatinya bukanlah penyakit yang menular dan sering terjadi di negara beriklim tropis seperti Indonesia. Penyakit infeksi ini disebabkan parasit yang disebut Toxoplasma gondii, penyakit ini dapat menginfeksi manusia maupun hewan (zoonosis) melalui kucing (Felidae) sebagai hospes definitifnya.

Menurut Indra Chahaya (2003) penyakit toksoplasmosis harus mendapat perhatian lebih dikarenakan jumlah penderitanya diperkirakan telah mencapai sepertiga penduduk dunia. Sampai saat ini prevalensi toksoplasmosis di dunia terus mengalami peningkatan yang signifikan. Menurut Soedarto (2011) data prevalensi serologi menunjukkan bahwa 30 sampai 40% penduduk dunia terinfeksi toksoplasma gondii, sehingga toksoplasmosis merupakan penyakit infeksi yang paling banyak diderita penduduk bumi. Infeksi banyak terjadi di daerah dataran rendah beriklim panas dibandingkan dengan daerah dingin yang terletak didataran tinggi. Perancis dan negara-negara yang penduduknya mempunyai kebiasaan makan daging mentah atau yang dimasak kurang matang, menunjukkan angka prevalensi toksoplasmosis yang tinggi.

Prevalensi toksoplasmosis di Indonesia menurut soedarto (2012: 60-61) menyatakan bahwa:

(20)

5

bahwa pada ibu yang mengalami abortus menunjukkan prevalensi toksoplasmosis sebesar 21,5% sedangkan yang mengalami kelahiran mati bayi menunjukkan prevalensi sebesar 22,8%. Penelitian tahun 1994 di Mataram, Lombok, Indonesia pada perempuan hamil menunjukkan persentase antibody anti-toksoplasma IgG yang positif sebesar 38,3% pada ibu yang mengalami abortus 50%, pada ibu yang melahirkan bayi meninggal (still birth) 65,5% dan pada anak dengan kelainan congenital sebesar 40,2%”.

Penyakit toksoplasmosis ini tidak hanya menyerang pada ibu hamil saja, akan tetapi dapat juga menyerang pada anak-anak atau orang dewasa. Hal ini dapat terjadi, salah satu faktornya jika tidak mampu menjaga kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal. Tidak hanya lingkungan saja, akan tetapi seperti mengonsumsi daging dan air yang mentah dapat menjadi salah satu penyebabnya, karena menurut penemuan Cole et al., (2000) (Dubey, 2008) pada hewan laut telah tercemar parasit Toxoplasma gondii. (www.wisuda.unud.ac.id diakses pada tanggal 9 Februari 2016 pukul 17.33 WIB).

(21)

6

salah satu faktor psikologis yang memberi kontribusi pada kesehatan mental individu adalah penerimaan diri. Salah satu contoh anak yang menderita penyakit toksoplasmosis karena kontak langsung dengan parasit Toxoplasma gondii adalah MM. MM didiagnosis mengidap penyakit toksoplasmosis pada umur 8 bulan, sedangkan ibu MM, menunjukkan hasil negatif pada toksoplasmosisnya. Infeksi yang berat dapat menyebabkan masalah pada organ mata, gangguan otak, kejang, dan menyebabkan kematian.

(22)

7

Berdasarkan hasil observasi langsung, MM sering tertinggal dengan teman-teman lain yang normal dalam perkembangan akademik yaitu ketertinggalannya saat mencatat maupun mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, mudah lupa dengan materi-materi pelajaran yang telah diterima. Menurut Heri Purwanto (2007) dimana anak yang memiliki IQ pada posisi ekstrim -2 (IQ = 70) dan +2 (IQ = 130) standar deviasi kurve normal, maka perlu diperhatikan sebagai anak berkebutuhan khusus. Perbedaan ini tidak sekedar berbeda dengan rerata normal, tetapi perbedaan yang signifikan, sehingga anak tersebut memang memerlukan praktek pendidikan dan pengajaran yang khusus untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Penyakit toksoplasmosis dapat menjadi salah satu faktor seorang anak dalam kategori cerebral palsy. Hal ini dapat dilihat dari keadaan anak tersebut, bila kelainan anggota gerak, baik ditinjau dari segi gejala kelumpuhan maupun gejala gerakan otot, maka anak tersebut termasuk kelompok cerebral palsy (A. Salim (1996: 31).

(23)

8

pendapat diatas dapat diketahui bahwa dalam mencapai kebahagiaan adalah dengan adanya rasa memiliki penerimaan diri (self acceptance).

Penerimaan diri menurut Akbar Heriyadi (2013) merupakan suatu keadaan dimana seseorang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk yang ada pada diri dan memandang positif terhadap kehidupan yang telah dijalani. Seseorang yang memiliki penerimaan diri akan mengembangkan sikap positif terhadap dirinya sendiri maupun lingkungan yang dihadapinya. Sedangkan menurut Husniyati (Akbar Heriyadi, 2013: 4):

“Individu yang mempunyai penerimaan diri rendah akan mudah putus asa, selalu menyalahkan dirinya, malu, rendah diri akan keadaanya, merasa tidak berarti, merasa iri terhadap keadaan orang lain, akan sulit membangun hubungan positif dengan orang lain, dan tidak bahagia”.

(24)

9

remaja difabel pada saat ini, kemudian akan memunculkan perasaan minder terhadap kondisi fisik orang lain yang normal. Sebaliknya penerimaan diri yang tinggi pada remaja difabel fisik akan lebih mudah memahami realitas pada dirinya, hal ini disebabkan oleh remaja difabel fisik dapat menerima kekurangan dan kelebihan serta mampu memahami dan kemudian mengembangkannya. Remaja difabel fisik yang dapat menerima dirinya dengan baik maka akan mampu membuka diri dalam menjalin hubungan sosial dan pribadinya. Selain itu remaja difabel memiliki keaktifan yang akan mendorong untuk mudah bergaul serta keberanian dalam mengemukakan pendapatnya.

Manusia yang sehat akan dengan bebas dapat melakukan hal-hal yang disukai maupun digemari. Hurlock (Muh.Farozin, 2004: 19) menyatakan kesehatan yang baik memungkinkan seseorang ikut serta dalam kegiatan kelompoknya sehingga lebih diterima oleh kelompok dan pada akhirnya menentukan konsep diri positif yaitu sebagai individu yang diterima dengan baik oleh lingkungannya. Semakin rendah penerimaan lingkungan sosial terhadap kecacatan seseorang akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan kepribadiannya yang berkaitan dengan lingkungan sosialnya.

(25)

10

kenyataannya di lingkungan masyarakat tidak semua orang berada dalam kondisi yang sehat dan dapat bergerak bebas, hal ini disebabkan karena sedang menderita suatu penyakit tertentu.

MM (12 tahun) merupakan anak kedua dari dua bersaudara. MM tinggal bersama ayah, ibu serta kakak laki-lakinya yang berusia 14 tahun. Berdasarkan pengamatan langsung peneliti apabila dilihat dari segi ekonomi, MM hidup dalam keluarga yang sangat mampu dan sangat responsif dalam pemenuhan kebutuhan MM. Pekerjaan ibunya sebagai dosen di suatu universitas di Yogyakarta sedangkan ayahnya adalah seorang wirausaha. Seluruh keluarganya sangat memahami dan mengerti sakit yang di derita MM. Tidak hanya memahami penyakitnya saja akan tetapi mereka sangat mendukung kegiatan maupun hal-hal positif yang dilakukan oleh MM. Dalam kegiatan akademik MM tercatat cukup kurang dan tertinggal dibandingkan dengan anak lain yang normal.

(26)

11

keberadaan MM. Penolakan dari teman-teman tentunya akan menghambat MM dalam bermain bersama dengan teman-temannya, karena anak seusia MM adalah usia senang bermain. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock dalam Rita Eka Izzaty (2008) bahwa pada masa sekolah dasar anak biasa disebut sebagai usia bermain dan berkelompok. Perlakuan ini benar adanya berdasarkan observasi langsung yang dilakukan peneliti. MM memiliki permasalahan pada sosialnya. Setiap kali MM melintas di depan, di dekat maupun di belakang teman-teman laki-laki MM, mereka akan menghindar sambil mengatakan “sing nduwe dalan” (yang punya jalan) dan “ces wugh”(air liur yang terus keluar sehingga diibaratkan seperti bom yang jatuh lalu meledak). Selain itu seluruh barang yang dipegang oleh MM dan tempat yang diduduki MM maupun singgahi mereka akan mengatakan bahwa hal itu menjijikan dan secara sengaja menghindarinya. Pernyataan guru pendamping MM, pada saat MM kelas 4 sering jadi bahan bullying yang mana teman laki-laki sering melempari kertas maupun barang-barang yang lain.

(27)

12

dilakukan oleh MM pada saat dirinya berada di sekolah. MM selalu sendiri berada dalam kelas pada waktu istirahat, pendiam, dan pasif.

(28)

13 B. Identifikasi Masalah

1. MM termasuk anak berkebutuhan khusus kategori Cerebral Palsy yang disebabkan dari Toksoplasmosis yang dideritanya

2. Permasalahan sosial yang mana terjadi bullying pada MM dari teman-teman laki-laki, karena hambatan kondisi fisik yang kesulitan dalam menahan air liur yang sering keluar yang disebabkan saraf bagian leher lemah sehingga kesulitan dalam berbicara dan yang membuat dirinya dijauhi.

3. Hambatan dalam bidang akademik dengan IQ 61 yang membuat MM lemah dalam mengingat pesan-pesan maupun pelajaran yang diterima dan tertinggal dalam menyelesaikan berbagai tugas dari guru.

4. Perbedaan perilaku subyek pada saat berada di rumah dan sekolah, yang mana MM menjadi pribadi yang aktif saat berada di rumah dan akan menjadi pribadi yang pasif jika berada di lingkungan sekolah.

C. Batasan Masalah

(29)

14 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasanya masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalahnya adalah “Bagaimana penerimaan diri MM anak

cerebral palsyyang disebabkan oleh toksoplasmosis?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui dan mendeskripsikan penerimaaan diri anak cerebral palsy yang disebabkan oleh toksoplasmosis.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian dapat ikut serta menyumbangkan dalam pengembangan khususnya untuk keilmuan Bimbingan dan Konseling dan pada Psikologi Perkembangan anak mengenai penerimaan diri.

b. Hasil penelitian dapat membantu dalam bahan kajian penelitian mengenai anak cerebral palsy yang disebabkan oleh toksoplasmosis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling

(30)

15

bimbingan bidang pribadi dan sosial tentang penerimaan diri. Konselor diharapkan dapat membantu dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus.

b. Bagi Peneliti

1) Menerapkan teori-teori bimbingan dan konseling dalam menangani anak berkebutuhan khusus.

2) Memberikan motivasi pada anak berkebutuhan khusus khususnya anak cerebral palsy yang disebabkan oleh toksoplasmosis.

3) Memberikan wawasan dan pengalaman bagi pendidik yang akan mengajar anak berkebutuhan khusus.

c. Bagi Guru

Memberikan pemahaman dan informasi mengenai anak yang menderita toksoplasmosis hingga mampu dalam menghadapinya dan dapat memberikan pengajaran yang menunjang perkembangan anak dengan tepat khususnya anak cerebral palsy yang disebabkan oleh toksoplasmosis.

d. Bagi Orang tua

(31)

16 e. Bagi Sekolah

1) Meningkatkan pemahaman mengenai penerimaan diri ABK dan fasilitas bagi anak berkebutuhan khusus terutama anak cerebral palsy yang disebabkan oleh toksoplasmosis.

2) Menyusun dan menetapkan pembelajaran untuk ABK agar terakomodasi kebutuhan belajarnya sesuai dengan kemampuannya.

f. Bagi Siswa Berkebutuhan Khusus

Siswa berkebutuhan khusus dapat memahami penerimaan diri yang dimiliki sehingga mampu dan mendorong dirinya untuk harus mengembangkan kelebihan yang dimiliki.

g. Bagi Siswa

Siswa dapat memahami penerimaan diri anak tunagrahita yang disebabkan oleh toksoplasmosis atau anak berkebutuhan khusus sehingga lebih mampu menghargai atas keterbatasannya serta mampu mendukung kelebihan yang dimiliki oleh ABK. h. Bagi Peneliti Selanjutnya

(32)

17 BAB II KAJIAN TEORI

A. Penerimaan Diri

1. Pengertian Penerimaan Diri

Penerimaan diri berkaitan dengan diri individu yang mana mampu menerima segala sesuatu yang ada pada dirinya dan menjalankan hidup dengan baik. Hurlock dalam (Dewi Masyithah, 2012) mengatakan bahwa individu yang menerima dirinya memiliki penilaian yang realistik tentang sumber daya yang dimilikinya, yang dikombinasikan dengan apresiasi atas dirinya secara keseluruhan. Chaplin (2004) berpendapat bahwa penerimaan diri adalah sikap yang merupakan rasa puas pada kualitas dan bakat, serta pengakuan akan keterbatasan diri.

(33)

18

Penerimaan diri yang positif banyak dipengaruhi oleh rasa bangga terhadap kelebihan-kelebihan yang dimiliki, sedangkan penerimaan diri negatif terjadi jika hanya memikirkan kekurangan-kekurangan yang ada dalam dirinya tanpa memikirkan kelebihan yang dimilikinya. Penerimaan diri memegang peranan penting dalam menemukan dan mengarahkan seluruh perilaku, maka sedapat mungkin individu harus mempunyai penerimaan diri yang positif menurut pendapat Renaldhi (2014).

Penerimaan diri yang baik hanya akan terjadi oleh individu yang dapat memahami dan menerima kekurangan dan kelebihn yang dimiliki dengan apa adanya dan hati yang lapang, sehingga mampu mengahadapi kenyataan hidup dengan lebih realistis. Hurlock (1993) menyatakan bahwa seorang individu dengan konsep diri yang yang menyenangkan dan rasional maka dapat dikatakan orang tersebut dapat menyukai dan menerima dirinya.

(34)

19

sekalipun ia tahu bahwa perilaku seperti ini dapat memperkecil kemungkinan untuk memperoleh dukungan sosial.

Hurlock (1978) semakin banyak orang yang menyukai dan menerima mereka, semakin senang anak dengan dirinya dan semakin kuat menerima dirinya. Pada saat-saat tertentu anak dapat dengan mudah dapat menerima dirinya, pada saat lain hal itu hampir tak mungkin. Peneriman diri menjadi titik yang terendah akibat sikap sosial yang negatif. Hal ini disebabkan oleh cara anak diperlakukan orang yang berarti baginya dan sebagian dari kesenjangan antara kepribadian yang didambakan – konsep diri yang ideal – dan kenyataan yang dihadapi – konsep diri sebenarnya – yang didasarkan atas pendapat orang lain.

(35)

20 2. Aspek-aspek peneriman diri

Jersild dalam (Endah, 2013) mengemukakan beberapa aspek-aspek penerimaan diri sebagai berikut:

1. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan

Individu memiliki pemikiran yang baik mengenai dirinya secara realistik tentang penampilan dan bagaimana ia terlihat dalam pandangan orang lain. Hal ini bukan berarti individu mempunyai gambaran bahwa dirinya sempurna, melainkan individu mampu melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik tentang keadaan diri yang sebenarnya.

(36)

21

3. Perasaan inferioritas sebagai gejala penolakan diri

Individu yang memiliki perasaan inferioritas ialah individu yang tidak memiliki sikap penerimaan diri dan menunggu penilain yang realistik atas dirinya.

4. Respon atas penolakan dan kritikan

Individu yang memiliki penerimaan diri tidak menyukai kritikan, akan tetapi ia mempunyai kemampuan dalam menerima sebuah kritikan untuk diambil hikmahnya. Individu berusaha untuk interokpeksi diri maupun koreksi diri dengan kritikan yang ia dapat. Hal ini penting karena sebagai proses perkembangan dalam mendewasakan inidvidu dan mempersiapkan diri dalam menghadapi masa depannya. Akan berbeda dengan individu yang tidak memiliki penerimaan diri justru akan menanggapi sebuah kritikan sebagai penolakan terhadap dirinya.

5. Keseimbangan antara “real self” dan “ideal self”

(37)

22

6. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain

Kemampuan individu dalam menerima maupun menyukai dirinya sendiri, memungkinkan pula ia mampu menyukai orang lain. Hal ini tentunya membuktikan hubungan timbal balik tersebut mampu membuat individu merasa percaya diri dalam memasuki lingkungan sosial.

7. Penerimaan diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri

Menerima diri dan menuruti diri merupakan dua hal yang berbeda. Apabila seorang individu menerima dirinya, hal tersebut bukan berarti ia memanjakan dirinya. Akan tetapi, ia akan menerima bukan menuntut kelayakan dalam kehidupannya dan tidak akan mengambil yang bukan haknya dalam mendapatkan posisi yang menjadi incaran dalam kelompoknya. Individu dengan penerimaan diri menghargai harapan orang lain dan meresponnya dengan bijak. Namun, ia memiliki pendirian yang terbaik dalam berfikir, merasakan dan membuat pilihan. Ia tidak hanya akan menjadi pengikut apa yang dikatakan orang lain.

8. Penerimaan diri, spontanitas, dan menikmati hidup

(38)

23 9. Aspek moral penerimaan diri

Ia memiliki kejujuran untuk menerima dirinya sebagai apa dan untuk apa ia nantinya, dan ia tidak menyukai kepura-puraan. Individu ini dapat secara terbuka mengakui dirinya sebagai individu yang pada suatu waktu dalam masalah, merasa cemas, ragu dan bimbang tanpa harus manipulasi diri dan orang lain. 10.Sikap terhadap penerimaan diri

Menerima diri merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang. Individu yang dapat menerima beberapa aspek hidupnya, mungkin dalam keraguan dan kesulitan dalam menghormati orang lain. Hal tersebut merupakan arahan agar dapat menerima dirinya. Invidu yang memiliki penerimaan diri akan membangun kekuatanya untuk menghadapi kelemahan dan keterbatasannya.

Sedangkan aspek-aspek penerimaan diri menurut Sheerer dalam (Rahayu Satyaningtyas & Sri Muliati A., 2015) dalam (Sulistya: 2005) dapat diukur menggunakan Skala Penerimaan Diri diantaranya sebagai berikut:

(39)

24

2. Berpikir positif terhadap diri sendiri dan tidak menganggap orang lain menolak dirinya yaitu memiliki rasa aman dalam diri sendiri dan dapat bergaul tanpa merasa curiga.

3. Menganggap dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat dengan orang lain yaitu tidak takut bergaul pada situasi pergaulan yang berbeda dan tidak malu belajar pada orang lain.

4. Tidak malu dan tidak hanya memperhatikan dirinya yaitu dapat mengekspresikan perasaan dalam bentuk yang tepat dan berusaha memperhatikan orang lain.

5. Berani memikul tanggungjawab terhadap perilakunya yaitu mampu menguasai pikiran, perkataan, maupun perbuatan sebaik mungkin dan berani memikul tanggungjawab atas akibat yang terjadi.

6. Berperilaku menggunakan norma yaitu memiliki prinsip yang baik dan berguna bagi diri sendiri menjadi norma dalam berperilaku. 7. Mampu menerima pujian dan celaan secara objektif yaitu

melakukan evaluasi diri sendiri terhadap kritik yang diterima dan siap mendapat pujian atas prestasinya.

(40)

25

Berdasarkan aspek-aspek penerimaan diri yang telah dijelaskan, peneliti menggunakan aspek-aspek penerimaan diri yang dikemukakan oleh Jersild dalam (Endah, 2013).

3. Ciri-ciri seseorang yang mempunyai penerimaan diri yang baik Allport dalam (Arry Avrilya P, 2015: 5-6) mengungkapkan bahwa seseorang akan menerima dirinya, jika seseorang tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Memiliki gambaran yang positif tentang dirinya

Seseorang bisa mendapatkan sisi lain dari dirinya dan tidak berhenti pada kebiasaan dan keterbatasan serta aktivitas yang hanya berhubungan denngan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan sendiri.

b. Seseorang yang dapat mengatur dan bertoleransi dengan keadaan emosi

Dasar individu yang baik adalah kesan positif terhadap dirinya sendiri sehingga dengan demikian seseorang akan dapat bertoleransi dengan frustasi dan kemarahan atas kekurangan dirinya dengan baik tanpa perasaan yang tidak menyenangkan dan perasaan bermusuhan.

c. Dapat berinteraksi dengan orang lain

(41)

26

d. Memiliki persepsi yang realistik dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah

Seseorang melihat pada hal-hal yang ada pada dirinya, bukan pada hal-hal yang diharapkan ada pada dirinya sehingga berpijak pada realistis, bukan pada kebutuhan-kebutuhan dan fantasi.

e. Memiliki kedalaman wawasan dan rasa humor

Pribadi dewasa yang mengenal dirinya tidak perlu melimpahkan kesalahan dan kelemahan kepada orang lain, melihat dirinya secara objektif, sanggup menerima dalam hidup dan memiliki rasa humor.

f. Memiliki konsep yang jelas tentang tujuan hidup

Tanpa ini wawasan mereka akan terasa kosong dan tandus. Ada rasa humor akan merosot, sikap religius dan filsafat hidup yang menyatukan memiliki suara hati yang berkembang baik dan mempunyai hasrat kuat untuk melayani orang lain.

4. Faktor faktor penerimaan diri

Hurlock dalam (Endah, 2013) mengemukakan tentang faktor-faktor yang berperan dalam penerimaan diri yang positif sebagai berikut: 1. Adanya pemahaman tentang diri sendiri

(42)

27

kemampuannya.Semakin individu memahaminya dirinya, maka semakin besar penerimaan individu terhadap dirinya.

2. Adanya harapan yang realistik

Timbul jika individu menentukan sendiri harapannya dengan disesuaikan dengan pemahaman kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh orang lain. dengan harapan realistik, akan semakin besar kesempatan tercapainya harapan tersebut sehingga menimbulkan kepuasan diri.

3. Tidak adanya hambatan didalam lingkungan

Harapan individu akan sulit tercapai bila lingkungan di sekitarnya tidak memberikan kesempatan atau bahkan menghalangi (walaupun harapan individu sudah realistik).

4. Sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan

Tidak adanya prasangka, adanya penghargaan terhadap kemampuan sosial orang lain dan kesediaan individu mengikuti kebiasaan lingkungan.

5. Tidak adanya gangguan emosional yang berat

(43)

28

6. Pengaruh keberhasilan yang dialami

Keberhasilan yang dialami dapat menimbulkan penerimaan diri (yang positif). Sebaliknya, kegagalan yang dialami mengakibatkan adanya penolakan diri.

7. Identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik

Individu yang mengidentifikasi diri dengan orang yang well adjusted, dapat membangun sikap-sikap yang positif terhadap diri sendiri dan bertingkah laku dengan baik, yang dapat menimbulkan penerimaan diri dan penilaian diri yang baik.

8. Adanya prespektif diri yang luas

Yakni memperhatikan pandangan orang lain tentang diri. Perspektif diri yang luas ini diperoleh melalui pengalaman dan belajar.

9. Pola asuh dimasa kecil yang baik

Anak yang diasuh secara demokratis akan cenderung berkembang sebagai yang dapat menghargai dirinya sendiri.

10.Konsep diri yang stabil

(44)

29

Menurut Hurlock (1978: 259), faktor yang dapat meningkatkan penerimaan diri, antara lain:

a) Aspirasi realistis

Supaya anak menerima dirinya, ia harus realisitis tentang dirinya dan tidak mempunyai ambisi yang tidak mungkin tercapai. Mereka harus menetapkan sasaran yang di dalam batas kemampuan mereka, walaupun batas ini lebih rendah dari apa yang mereka cita-citakan.

b) Keberhasilan

Anak harus mengembangkan faktor keberhasilan supaya potensinya berkembang secara maksimal. Memiliki inisiatif dan meninggalkan kebiasaan menunggu perintah apa yang harus dilakukan.

c) Wawasan diri

Kemampuan dan kemauan menilai diri secara realistis serta mengenal dan menerima kelemahan serta kekuatan yang dimiliki, akan meningkatkan penerimaan diri. Dengan bertambahnya usia dan pengalaman sosial, anak harus mampu menilai dirinya lebih akurat.

d) Wawasan sosial

(45)

30

mencolok antara pendapat orang lain dan pendapat anak tentang dirinya akan menjurus ke perilaku yang membuat orang lain kesal, dan menurunkan penilaian orang lain tentang dirinya.

e) Konsep diri yang stabil

Bila anak melihatnya dengan suatu cara pada satu saat dan cara lain pada saat lain kadang-kadang menguntungkan dan kadang-kadang tidak, mereka menjadi ambivalen tentang dirinya. Untuk mencapai kestabilan seperti halnya dengan konsep diri yang menguntungkan, orang yang berarti dalam hidupnya harus menganggap anak secara peruntungan sebagian besar waktu. Pandangan mereka membentuk dasar bayangan cermin anak tentang dirinya.

Penerimaan diri individu dapat ditingkatkan dengan adanya faktor-faktor antara lain: aspirasi realistis, keberhasilan, wawasan diri, wawasan sosial dan konsep diri yang stabil. Akan tetapi adapun faktor yang dapat menghambat penerimaan diri seseorang, seperti yang dikemukakan oleh Sheerer dalam (Sutadipura, 1984) antara lain:

a. Sikap anggota masyarakat yang tidak menyenangkan atau kurang terbuka

(46)

31 B. Cerebral Palsy

1. Pengertian Anak Cerebral Palsy

Heri Purwanto (2007: 1) menyatakan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus dapat diklasifikasi menjadi beberapa kelompok yaitu: Tunanetra, Tunarungu/Wicara, Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras, anak gangguan belajar spesifik, slow learner, anak autis, dan anak ADHD. Ditinjau dari sudut statistika menurut Muljono, A & Sudjadi (1994) yang dimaksud dengan anak luar biasa ialah yang menyimpang dari kriteria normal atau rata-rata. Kirk dan Gallagher dalam Muljono, A & Sudjadi (1994: 10) mengklasifikasikan anak luar biasa ke dalam lima kelompok, yaitu:

1. kelainan mental, meliputi anak-anak

(a) yang memiliki kapasitas intelektual luar biasa tinggi (intellectually superior) dan

(b) yang lamban dalam belajar (mentally retarded) 2. kelainan sensoris, meliputi anak-anak dengan

(a) kerusakan pendengaran (auditory impairments) dan (b) kerusakan penglihatan (visual impairments)

3. gangguan komunikasi, meliputi anak-anak dengan (a) kesulitan belajar (learning disabilities) dan

(47)

32 4. gangguan perilaku, meliputi

(a) gangguan emosional (emotional disturbance) dan

(b) ketidaksesuaian perilaku sosial atau tunalaras (social maladjustment) dan

5. tunaganda atau cacat berat, meliputi macam-macam kombinasi kecacatan, seperti : cerebral palsy dengan tunagrahita, tunanetra dengan tunagrahita, dan sebagainya.

Cerebral palsy menurut Heri Purwanta (2007) termasuk anak berkebutuhan khusus dalam kelompok anak dengan gangguan anggota gerak (Tunadaksa) yang mana gangguan terjadi pada fungsi syaraf otak (cerebral palsy). Tunadaksa sama sekali tidak sama dengan cerebral palsy menurut Tin Suharmini (2009). Sujihati Somantri dalam Tin Suharmini (2009) mengatakan bahwa cerebral palsy dan tunadaksa harus dibedakan. Tunadaksa sama sekali tidak dapat menggerakkan bagian tubuhnya yang mengalami kerusakan, sedang cerebral palsy masih dapat menggerakkan tubuhnya yang terserang waluapun gerakannya terganggu karena ada kelainan pada otot.

(48)

33

sebagai akibat dari adanya kerusakan/cacat, luka atau penyakit pada jaringan yang ada di dalam rongga tengkorak. Heri Purwanta (2007) menjelaskan bahwa Cerebral Palsy (CP) mengalami gangguan gerak karena kelayuan otot, atau gangguan fungsi syarat otak.

Jenis ini menurut Tin Suharmini (2009) mengalami kelambatan dalam perkembangan kognitif seperti halnya anak tunagrahita.

Tin Suharmini (2009: 47) menerangkan masalah perkembangan kognitif anak CP yaitu:

Deprivasi pengalaman ini menyebabkan struktur kognitif tidak dapat berkembang seperti halnya anak normal. Dalam teori Piaget dapat dikatakan anak mengalami gangguan untuk mengembangkan skema baru. Semakin besar hambatan anak untuk melakukan proses asimilasi dan akomodasi, maka akan mengalami hambatan yang besar pula dalam perkembangan kognitif.”

Masalah perkembangan sosial anak CP menurut Tin Suharmini (2009: 91) menjelaskan bahwa ;

“Pada anak CP hambatan sosial terjadi terutama dalam komunikasi. Hasil pemeriksaan terhadap anak CP menunjukkan gangguan pada artikulasi dan kemampuan bicara pada anak, bicara anak sulit dimengerti. Pada anak CP juga memerlukan sikap yang positif baik itu dari keluarga, teman-temannya, maupun masyarakat.”

2. Klasifikasi dan karakteristik Cerebral Palsy

Cerebral palsy adalah satu jenis gangguan atau kerusakaan fisik yang paling banyak dijumpai pada aak-anak usia sekolah (Heward & Orlansky dalam Muljono, A & Sudjadi (1994)). Cerebral Palsy dibedakan dalam 5 tipe yaitu:

(49)

34

keras dan kadang-kadang kaku serta tidak dapat menggerakkan anggota tubuh dengan baik, gerakannya sering tersentak-sentak (Heward & Orlansky).

Smith & Neisworth dalam Muljono, A & Sudjadi (1994: 82) memberikan ciri-ciri sebagai berikut :

1) Biasanya 40-60% dari anak-anak CP menderita spastik 2) Motor cortex dan pyramidal tract pada otak luka

3) Spastisitas ditandai dengna hilangnya kontrol terhadap kerja otot

4) Otot-otot flexor dan extensor mengkerut bersamaan 5) Gerakan tersentak-sentak dan tak ada koordinasi

b. Cerebral Palsy jenis Choreoathetoid, merupakan suatu istilah yang digunakan untuk seorang anak yang mempunyai gerakan-gerakan yang tiba-tiba dan tanpa disengaja. Pada seorang CP tipe ini, sukar sekali mnegontrol kaki dan tangan dalam melakukan aktivitas (Pueschel).

Heward & Orlansky mengemukakan bahwa ciri seorang anak atheoid :

1) mempunyai gerakan yang tidak beraturan, meliuk-liuk yang tidak dapat mereka kontrol.

(50)

35

3) Suatu usaha untk memungut sebatang pensil saja misalnya, ia melakukan gerakan yang kasar, dengna wajah yang seram dan dengna menjulirkan lidah.

4) Anak-anak semacam ini tidak dapat mengontrol otot seperti urat bibir, lidah, tenggorokan, dan juga air liurnya.

5) Pada saat berjalan, tampaknya mereka sperti tersandung-sandung dan gerakan majunya secara tiba-tiba serta kelihatan janggal.

6) Kadang-kadang ototnya menjadi kaku dan pada suatu saat dapat menjadi seperti tidak bertenaga dan lembek; sering disertai dengan kesukaran yang luar biasa pada saat berbicara. 7) Seorang dengan atheoid masih dapat memasukkan jari

tangannya ke dalam mulutnya, akan tetapi dalam gerakan yang tidak terkontrol (Heward & Orlansky dalam Muljono, A & Sudjadi (2009)).

Smith & Neisworth Muljono, A & Sudjadi (2009: 83) menambahkan ciri-ciri tersebut sebagia berikut:

1) Biasanya 15-20% daria anak CP memderita athetosis

2) Karena luka pada bagian depan atau tengah otak dalam system extrapiramidal

3) Athetosis mempunyai cirri gerakan tersentak-sentak, di luar kemauan, lamban, tidak beraturan dan meliuk-liuk

(51)

36

5) Masalah utama serng terjadi pada tangan, pada bibir, dan lidah, dan terakhir pada kaki.

c. Seorang anak dengan CP ataxia memiliki indra keseimbangan dan posisi badan yang kurang baik.. Smith dan Neisworth dalam Muljono, A & Sudjadi (2009: 83) memberikan cirri-ciri ataxia sebagai berikut:

1) Ataxia disebabkan karena kerusakan di dalam cerebellum yaitu di bagian otak yang mengontrol koordinasi otot dan keseimbangan

2) Ditandai dengan terganggunya keseimbangan 3) Gerakan-gerakannya kaku

4) Serakan berjalannya sperti orang yang sedang pusing 5) Penderita ataxia mudah jatuh

6) Keadaannya tidak dapat didiagnosis sampai anak mulai berjalan

d. Cerebral Palsy tipe Rigid (kaku), memperlihatkan kekakuan yang ekstrim pada anggota tubuh dan sendi-sendi, dan sukar bergerak untuk waktu yang lama. Keadaan ini jarag terjadi (Hallahan & Kauffman).

(52)

37

mengontrol gerakan-gerakannya. Selain itu Smith dan Neisworth memberikan ciri-ciri sebagai berikut :

1) tremor disebabkan karena luka pada system extrapyramidal 2) ditandai dengan gerakan-gerakan yang tidak disengaja dari

otot-otot flexor dan extensor

3) berbeda dengan athetoid, pada athetoid gerakan-gerakannya banyak danmudah berubah, sedangkan gerakan-gerakan pada tremor sedikit berirama.

Karakteristik Anak Cerebral Palsy menurut A. Salim (1996) sebagai berikut:

1. karakteristik CP ditinjau dari jumlah anggota badan yang berkelainan

a. kelumpuhan pada satu anggota gerak b. kelumpuhan pada dua anggota gerak c. kelumpuhan pada tiga anggota gerak d. kelumpuhan pada empat anggota gerak

2. karakteristik CP ditinjau dari gejala pergerakan otot a. gerakan otot yang kaku (rigid)

b. ada kekejangan otot (spasistik)

c. ada gerakan yang tidak disadari (athetoid)

d. ada gangguan koordinasi dan keseimbangan (ataksia) e. ada gerakan gemetar (tremor)

(53)

38

3. karakteristik penyerta pada anak CP a. karakteristik kecerdasan

b. karakteristik kemampuan bicara c. karakteristik kemampuan mendengar d. karakteristik kemampuan penglihatan e. karakteristik pada aspek tektil dan kinestetik 3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya CP

Faktor-faktor penyebab CP yang termasuk faktor pencetus, terbagi atas 3 macam menurut saat terjadinya menurut A. Salim (1996: 43), yaitu :

1. faktor penyebab sebelum kelahiran, meliputi : a. kalainan herediter

b. kelainan bawaan

c. gangguan lingkungan pada saat kelahiran

2. faktor penyebab yang terjadi saat kelahiran, meliputi : a. paranatal anoxia

b. pendaraha otak bayi

3. faktor penyebab yang terjadi pada proses pertumbuhan dan perkembangan, meliputi:

a. penyakit infeksi b. trauma

c. kecelakaan dan salah bentuk pembuluh darah d. keracunan

(54)

39

f. perkembangan yang terlambat C. Toksoplasmosis

1. Pengertian Toksoplasmosis

Toksoplasmosis menurut Konishi dalam (Indra Chahaya, 2003), suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, merupakan penyakit parasit pada manusia dan juga pada hewan yang menghasilkan daging bagi konsumsi manusia. Gibson, MD. (1996) Toxoplasmosis disebabkan oleh toxoplasma gondii, suatu protozoa yang ditemukan pada berbagai spesies burung, hewan dan reptil dengan penyebaran ke seluruh dunia. Menurut soedarto (2012: 2) menyatakan bahwa:

“Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi yang sangat penting baik di Indonesia maupun di dunia karena infeksi pada ibu hamil dapat menimbulkan abortus (keguguran), lahir mati atau kecacatan jasmani, kemunduran mental, dan kebutaan pada bayi yang dilahirkannya”.

Soedarto (2011) protozoa yang hidup di darah dan jaringan ini dapat menyebabkan penyakit toksoplasmosis pada manusia dan hewan. Toxoplasma gondii hidup intraseluler di dalam sel-sel sistem retikulo-enddotel dan sel parenkim manusia maupun hewan mamalia terutama kucing dan unggas. Parasit ini dapat timbul radang dan kerusakan pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru, mata, otak dan selaput otak.

(55)

40

mentah atau kurang matang serta transplasental pada waktu janin dalam kandungan (Indra Chahaya, (2003: volume 1)).

Remington & desmonts dalam (Indra Chahaya, (2003: volume 1)) menyatakan bahwa sebagai parasit, Toxsoplasma gondii ditemukan dalam segala macam sel jaringan tubuh kecuali sel darah merah. Tetapi pada umumnya parasit ini ditemukan dalam sel retikulo endotetial dan sistem syaraf pusat.

2. Penularan Toksoplasmosis

(56)

41

Soedarto (2011) menambahkan bahwa pada toksoplasmosis kongenital penularan pada janin terjadi melalui plasenta dari ibu hamil yang menderita toksoplasmosis. Penularan yang terjadi di awal kehamilan, akan menyebabkan terjadinya abortus pada janin, atau anak lahir dalam keadaan meninggal. Pada infeksi toksoplasmosis yang terjadi pada trisemester akhir kehamilan, janin yang berada dalam kandungan tidak menunjukkan kelainan. Gejala-gejala klinis toksoplasmosis pada bayi baru terlihat dua tiga bulan pasca kelahiran. Selain melalui plasenta, Toxoplasma gondii dapat ditularkan dari ibu ke anak melalui air susu ibu, jika ibu tertular parasit ini pada masa nifas (puerperium).

Indra Chahaya (2003) menyatakan bahwa setelah tubuh terinfeksi T. gondii akan terjadi suatu proses yang terdiri dari tiga tahap yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan jaringan serta memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Parasit memperbanyak diri dalam jumlah besar pada jaringan retikuloendotelial dan otak. Pada tahap kedua merupakan tahap pembetukan antibodi setelah terjadinya infeksi. Tahap ketiga merupakan fase kronik, terbentuknya kista-kista yang menyebar di jaringan otot dan syaraf, yang sifatnya menetap tanpa menimbulkan peradangan lokal.

(57)

42 a. Didapat:

Ditularkan dari hewan, misalnya sapi, domba, babi, kucing, anjing dan hewan pengerat lainnya.Transmisi dari hewan ke orang mungkin melalui pencernaan, inhalasi droplet yang infeksius. Penularan secara dapatan ini biasanya tidak diketahui karena jarang menimbulkan gejala. Namun menurut Zaman & Keong dalam (Indra Chahaya, 2003) gejala klinis yang paling sering dijumpai pada toksoplasmosis dapatan adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam dan sakit kepala.

b. Kongenital:

Ditularkan dari ibu yang terindeksi kepada anaknya melalui plasenta. Jika ibu yang terinfeksi pada awal kehamilan, bayi akan mengalami abortus atau lahir mati, sedang jika ibu terinfeksi pada akhir kehamilan, bayi dapat lahir hidup, tetapi dapat menunjukkan tanda-tanda infeksi beberapa minggu atau bulan berikutnya. Ada kemungkinan penularan melalui air susu ibu. Pada anak yang lahir prematur, gejala klinis lebih berat dari anak yang lahir cukup bulan, dapat disertai hepatosplenomegali, ikterus, limfadenopati, kelainan susunan syaraf pusat dan lesi mata.

(58)

43

gambaran eritroblastosis, hidropsfetalis dan triad klasik yang terdiri dari hidrosefalus, korioretinitis dan perkapuran intrakranial atau tetrade sabin yang disertai kelainan psikomotorik.

Toksoplasmosis dapatan maupun kongenital sebagian besar asimtomatis atau tanpa gejala. Namun keduanya dapat bersifat akut kemudian akan menjadi kronik dan laten. Gejalanya sulit dibedakan dengan penyakit lainnya karena gejala tidak nampak secara spesifik. Organisme diduga menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Jaringan yang biasanya terkena adalah otak, paru, hati, limpa, ginjal, kelenjar limfe, otot, sumsum tulang, kelenjar adrenal.

3. Epidemiologi

(59)

44

akan tertular lagi. Bila ookista ini tertelan oleh manusia atau hewan lain, maka akan terjadi infeksi. Misalnya kambing, sapi dan kuda pemakan rumput yang mungkin tercemar tinja kucing yang mengandung ookista, dapat terinfeksi. Juga ayam dan burung yang mencari makan di tanah (misal cacing tanah) juga dapat terinfeksi. Manusia juga dapat tertular dengan ookista tanah, misalnya bila makan sayur-sayuran mentah yang tercemar tinja kucing, atau setelah berkebun lupa mencuci tangan sewaktu mau makan. Anak balita yang bermain di tanah juga dapat terinfeksi oleh ookista (Indra Chahaya, 2003).

(60)

45 D. Akhir Masa Kanak-Kanak Akhir

1. Pengertian Masa Kanak-Kanak Akhir

Usia akhir masa kanak-kanak (Late childhood) berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Usia ini dimulai dengan seorang anak memasuki kelas satu. Sehingga anak mulai mengalami situasi yang baru dan menuntut untuk dapat menyesuaikan diri. Masuk kelas satu adalah suatu hal penting bagi masa kanak-kanak akhir sehingga dapat membuat suatu perubahan dalam bersikap, nilai dan perilaku.

Hurlock (1980) menjelaskan bahwa para ahli psikilogi mendefinisikan akhir masa kanak-kanak adalah usia berkelompok- suatu masa dimana perhatian pokok anak adalah dukungan dari teman-teman sebaya dan keanggotaan dalam kelompok. Akhir masa kanak-kanak juga dapat disebut sebagai usia kreatif yang mana kreativitas anak akan terlihat besar jika anak tidak dihalangi oleh rintangan-rintangan lingkungan, oleh kritik, atau cemoohan orang-orang dewasa atau orang-orang lain, akan mengarahkan tenaga ke dalam kegiatan-kegiatan kreatif. Usia bermain seringkali juga disebut untuk anak pada masa akhir kanak-kanak. Karena luasnya minat dan kegiatan bermain dan bukan kerana banyaknya waktu untuk bermain.

(61)

46

a. Masa kelas-kelas rendah Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 6/7 tahun – 9/10 tahun, biasanya mereka duduk dikelas 1, 2 dan 3 Sekolah Dasar.

b. Masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar, yang berlangsung antara usia 9/10 tahun – 12/13 tahun, biasanya mereka duduk di kelas 4, 5 dan 6 Sekolah Dasar.

Ciri-ciri khas anak masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar adalah: a. Perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari b. Ingin tahu, ingin belajar dan realistis

c. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus

d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah

e. Anak-anak suka membentuk kelompok teman sebaya atau peergroup untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

(62)

47

2. Karakteristik Masa Kanak-Kanak Akhir

Ada tiga label yang menunjukkan karakteristik anak pada masa kanak-kanak akhir menurut Hurlock (1980), label orang tua, pendidik dan ahli psikologi antara lain :

a. Label yang digunakan oleh orang tua 1. Masa yang menyulitkan

Masa di mana anak tidak mau lagi menuruti perintah dan di mana ia lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya dari pada oleh orang tua dan anggota keluarga lain.

2. Usia tidak rapi

Suatu masa di mana anak cenderung tidak memperdulikan dan ceroboh dalam penampilan, dan kamarnya sangat berantakan. 3. Usia bertengkar

Suatu masa di mana banyak terjadi pertengkaran antarkeluarga dan suasana rumah yang tidak menyenangkan bagi semua anggota keluarga.

b. Label yang digunakan oleh para pendidik 1. Usia sekolah dasar

(63)

48

2. Periode kritis dalam dorongan berprestsi

Suatu masa di mana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses. Sekali terbentuk, kebiasaan untuk bekerja dibawah, diatas atau sesuai dengan kemampuan cenderung menetap sampai dewasa.

c. Label yang digunakan ahli psikologi 1. Usia berkelompok

Suatu masa di mana perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota kelompok, terutama kelompok bergengsi dalam pandangan teman-temannya.

2. Usia penyesuaian diri

Masa di mana anak ingin menyesuaikan dengan standar yang disetujui kelompok dalam penampilan, berbicara, dan perilaku. 3. Usia kreatif

Suatu masa dalam rentang kehidupan di mana akan ditentukan apakah anak-anak menjadi konformitas atau pencipta karya yang baru dan orisinil.

4. Usia bermain

(64)

49

3. Tugas-tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Akhir

Adapun tugas-tugas perkembangan pada masa kanak-kanak akhir menurut Rita Eka Izzaty, (2008: 103-104)

a. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain

b. Sebagai makhluk yang sedang tumbuh, mengembangkan sikap yang sehat mengenai diri sendiri

c. Belajar bergaul dengan teman sebaya

d. Mulai mengembangkan perasaan sosial pria atau wanita

e. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung

f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari

g. Mengembangkan kata batin, moral dan skala nilai

h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga i. Mencapai kebebasan pribadi

E. Penerimaan Diri Anak Tunagrahita yang disebabkan oleh Toksoplasmosis

(65)

50

yang telah diderita semenjak dirinya masih kecil. Penerimaan diri suatu hal yang tidak dapat dihindarkan lagi bagi setiap individu. Menerima diri sendiri sebagai salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dalam mencapai sebuah kebahagian dalam hidup. Menerima dan mengakui kelemahan diri tentu bukan hal yang mudah bagi sebagian individu.

Individu yang tidak dapat menerima dirinya sendiri akan membuatnya sulit dalam menghadapi dan menjalani kehidupan sehari-hari dengan bahagia dan merasa aman. Individu secara sengaja akan menarik diri dari kehidupan sosialnya terutama dalam hubungan sebuah pertemanan.

Menderita suatu penyakit yang tidak biasa sehingga membuatnya memiliki kekurangan dimana tak mampu berkomunikasi dengan baik layaknya teman-teman normal lain sudah menjadi suatu kendala bagi MM. Menjadi seorang individu yang berbeda dengan banyak kekurangan tentunya hal yang akan membuat beban pikiran tersendiri. Dipandang sebelah mata, dianggap menjadi seorang yang berbeda tentunya menjadi beban sosial bagi MM.

Dipandang lain atau sebelah mata dari lingkungan masyarakat maupun teman sepermainan berpengaruh pada kehidupan sosial seperti MM. Individu biasanya akan merasa rendah diri dengan masyarakat sekitar. Membuatnya tak mampu mengekspresikan perasaan dengan tepat.

(66)

51

tentu akan membuatnya kesulitan dalam mengekpresikan perasaan yang dirasakan. Memahami diri sendiri kesulitan kemungkinan dalam memahami orang lainpun juga tak mampu. Ketidakmampuan dalam memahami diri dan orang lain akan berpengaruh pula dalam berperilaku.

Pada hakikatnya sebagaimana individu yang hidup ditengah masyarakat harus mampu menempatkan diri dalam berperilaku dan mempertanggung jawabkan segala yang dilakukannya. Dimana hidup dalam bermasyarakat tidak lepas dari aturan maupun norma tertentu dalam berperilaku baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain.

Tingkah laku yang ditunjukkan antara individu satu dengan individu lain tidak selalu sama. Tidak lain pula dengan perilaku yang ditunjukkan oleh individu yang dianugerahkan dalam keadaan sehat maupun mengidap suatu penyakit tertentu juga akan berbeda. Segala perilaku yang diperbuat individu akan mendapatkan suatu anggapan tertentu dari orang lain, baik itu sebuah pujian maupun celaan.

(67)

52

campur tangan Tuhan. Individu sendirilah yang menentukan jalan hidupnya.

F. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana persepsi MM mengenai diri dan sikap terhadap penampilannya?

2. Bagaimana sikap MM terhadap kelemahan dan kekuatan diri dan orang lain?

3. Bagaimana penilaian MM terhadap penerimaan dirinya? 4. Bagaimana respon MM terhadap kritikan yang diterimanya? 5. Bagaimana pandangan MM mengenai real self dan ideal self?

6. Bagaimana pandangan MM mengenai peneriman diri dan penerimaan orang lain?

7. Bagaimanakah cara MM dalam penerimaan diri, menuruti kehendak dan menonjolkan diri?

8. Bagaimana pandangan MM dalam menikmati hidup?

9. Bagaimana pandangan MM terhadap nilai moral dalam penerimaan diri?

(68)

53 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitan

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2010: 4) metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Salah satu jenis penelitian kualitatif adalah penelitian dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus (case study) menurut Ghony & Fauzan (2012) adalah penelitian yang diarahkan untuk menghimpun data, mengambil makna, dan memperoleh pemahaman dari kasus tersebut. Kasus yang diteliti dapat pula merupakan kasus tunggal (single case) atau kasus jamak (collective case). Kasus dapat satu orang, satu kelas, atau beberapa sekolah tetapi dalam satu kecamatan.

(69)

54

persepsi peneliti. Tambah Ghony & Fauzan (2012: 34) data kemungkinan berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video-tape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya.

Sehubungan dengan apa yang dikemukakan diatas maka alasan peneliti menggunakan penelitian kualitatif studi kasus (study case) yakni peneliti ingin menelaah suatu kasus tertentu dengan keadaan yang sebenarnya sehingga dapat mengungkap penerimaan diri individu penyandang cerebral palsy yang disebabkan oleh Toksoplasmosis. Adapun data yang diperlukan diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi.

B. Tempat Penelitian

(70)

55

lapangan sebagai tempat subyek mengikuti kegiatan pramuka, tapak suci, pelajaran olahraga dan kegiatan lainnya.

Penelitian juga akan dilakukan di rumah subyek yang berada di daerah Sleman. Peneliti melakukan penelitian di rumah subyek karena rumah tersebut adalah tempat tinggal subyek dan tempat dimana subyek melakukan kegiatan maupun aktifitasnya sehari-hari. Peneliti berperan sebagai guru les seluruh mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.

Setting penelitian yang terakhir yaitu di rumah nenek subyek. Tempat ini digunakan sebagai tempat pengambilan data karena subyek lebih sering bermain bersama teman-teman sebaya yang tinggal di sekitar rumah nenek. Peneliti berperan sebagai teman bermain, mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subjek. Kegiatan penelitian akan dilaksanakan sejak proposal ini disetujui oleh dosen pembimbing.

C. Objek Penelitian

Objek penelitian pada penelitian ini adalah penerimaan diri anak cerebral palsy yang disebabkan oleh toksoplasmosis.

D. Subjek Penelitian

(71)

56

objek/ situasi sosial yang diteliti. Peneliti menggunakan satu orang subjek pertimbangan yang mana terdapat tiga siswa berkebutuhan khusus di SD Budi Mulia Dua Sedayu dengan permasalahan berbeda-beda dan salah satunya adalah anak penyandang CP. Pemilihan subjek diambil berdasarkan hasil observasi/pengamataan langsung dan yang telah memenuhi kriteria: memiliki IQ 61, menderita sakit toksoplasmosis hingga sampai saat ini, individu berusia masa kanak-kanak akhir.

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi.

1. Observasi

Nasution (Sugiyono, 2014) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yakni fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Dalam penelitian kualitatif observasi paling utama dalam pengumpulan data.

(72)

57

upaya mengumpulkan data penelitian. Observasi penelitian akan dilaksanakan di SD Budi Mulia Dua Sedayu, di kediaman subjek dan tempat tinggal nenek subjek dengan mengamati perilaku subjek dan orang yang ada disekitar subjek.

Dalam penilitian ini peneliti menggunakan jenis observasi partisipatif dimana peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari (seperti: menjadi guru pendamping di sekolah dan guru les privat) subjek yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Peneliti melakukan observasi partisipasi aktif (Active Partisipation) yang menurut Sugiyono (2014) artinya peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh narasumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap.

2. Wawancara

(73)

58

Wawancara pada penelitian akan dilakukan di SD Budi Mulia Dua Sedayu, kediaman subjek serta tempat tinggal nenek subjek. Selain melakukan wawancara dengan sumber informasi primer yaitu subjek itu sendiri, peneliti melibatkan informasi sekunder atau key informan yang didapatkan dari orang-orang yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan subjek tersebut. Sumber informasi sekunder dalam penelitian ini diantaranya orang tua subjek, saudara subjek, keluarga subjek (orang tua, kakak, nenek), teman subjek (teman dekat subjek di sekolah, teman yang tidak menyukai subjek, teman yang bersikap biasa dengan subjek), walikelas subjek, serta masyarakat di lingkungan kediaman subjek. Untuk menjaga kerahasiaan key informan, peneliti menggunakan nama inisial sebagai pengganti nama key informan.

3. Dokumentasi

(74)

59

Demi kepentingan penelitian, peneliti membutuhkan suatu dokumen sebagai bukti otentik dan mungkin juga sebagai pendukung suatu kebenaran. Studi dokumen digunakan sebagai pelengkap dari metode observasi dan wawancara. Dokumentasi digunakan untuk mengambil data terkait dengan data-data kesehatan subjek, kegiatan subjek, dan hasil belajar subjek.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2006: 160) adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri karena menurut Moleong (2010) peneliti menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian. Peneliti kualitatif dalam Sugiyono (2014: 222) disebut sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.

(75)

60

a. Mengadakan identifikasi terhad

Gambar

Tabel 1. Pedoman Observasi
Tabel 2. Pedoman Wawancara
Tabel 3. Pedoman Dokumentasi
Gambar 1. Komponen dalam analisis data (interactive model) Miles dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

kota Pontianak. Peran pembinaan ini sangat diperlukan dan dijalin secara berkesinambungan dalam membangun dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Tujuan pembinaan ini antara

Saran yang diajukan, bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggali lagi faktor yang berhubungan dengan status gizi balita, bagi masyarakat diharapkan dapat melakukan

Hal ini disebabkan peserta didik yan diajar menggunakan metode pemberian tugas terstruktur dalam proses pembelajarn memiliki minat belajar dan motivasi yang tinggi

Struktur APBD Kota Bandung sebagaimana mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, terdiri dari: (1) Pendapatan Daerah;

Dalam menu rancangan tambah soal, administrator dapat menambahkan soal yang akan diujikan berdasarkan data dari nama mata kuliah dan nama ujian.. Pada menu tambah soal

Malang Nomor 7 Tahun 2010 yo Pasal 4 Peraturan Bupati Malang Nomor 7 Tahun 2012 terkait dengan rekomendasi Dokumen UKL- UPL yang dihadapi oleh Badan

Para Narasumber dimohon segera mengkonfirmasi kesediaan/tidak bersedia mengajar s Hotel Omni

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku ibu yang terdiri dari sikap dan tindakan memiliki hubungan dengan kejadian diare, sedangkan pengetahuan tidak ada