• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara pola makan dengan depresi pada penderita daibetes mellitus tidak tergantung insulin [DMTII] tanpa komplikasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara pola makan dengan depresi pada penderita daibetes mellitus tidak tergantung insulin [DMTII] tanpa komplikasi."

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

vii ABSTRAK

Hubungan antara pola makan dengan depresi pada penderita diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi.

Rr. Klaudia Christa Wardhani Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pola makan dengan depresi pada penderita diabetes tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi. Hipotesis penelitian ini adalah: Ada hubungan antara pola makan dengan depresi pada penderita diabetes tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi. Hipotesis tersebut dibagi menjadi 2, pertama “ada hibingan negatif antara kesesuaian jumlah kalori dengan depresi pada penderita DMTTI tanpa komplikasi,” dan kedua “ada hubungan negatif antara kepatuhan jadwal makan dengan depresi pada penderita DMTTI tanpa komplikasi”.

Subjek dalam penelitian ini adalah para penderita diabetes mellitus tidak tergantung insulin dengan karakteristik tidak mengalami komplikasi diabetes, memiliki aktivitas (bekerja), mengendalikan diabetesnya dengan pengaturan pola makan, berusia antara 20 – 60 tahun. Jumlah subjek dalam penelitian adalah 40 orang yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling yang dilakukan di RS. Bethesda Yogyakarta. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala Beck Depresion Inventory (BDI), dan angket recall makanan. Uji coba skala dilakukan pada 40 pasien DMTTI tanpa komplikasi dan menghasilkan koefisien reliabilitas pada skala Beck Depresion Inventory sebesar 0,888.

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik uji t untuk hipotesis pertama dan teknik regresi non linear untuk hipotesis kedua, dan hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan negatif antara pola makan sehat dengan depresi pada penderita diabetes tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi. Hal ini dapat dilihat dari perolehan t=1,04 dengan p = 0,303 antara variabel kalori dengan depresi dengan taraf signifikansi 5% (p < 0,05) dan koefisien korelasi variabel jadwal dengan depresi yang bernilai 0,077 dengan taraf signifikansi 5% (p < 0,05).

(2)

viii ABSTRACT

Hubungan antara pola makan dengan depresi pada penderita diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi

Rr. Klaudia Christa Wardhani Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

The objective of this research was to find out the correlation between diet and depression on patient who were not depending on insulin (DMTTI). The hypothesis proposed in this research was that there were negative correlations between healthy diets with depression on patient who were not depending on insulin (DMTTI). That hypothesis divided into two hypotheses; there was a negative correlation between appropriateness of the number of calories and depression. Second, there was a negative correlation between schedule and depression on DMTTI without complication.

The subjects in this research were patient who were not depend on insulin with such characteristics as not having a diabetes complication, having an activity, using diet to control their illness, and at 20 – 60 years old. The sample of this research include 40 patients that acquired by purposive sampling technique at Bethesda hospital in Yogyakarta. Data collection methods of this research were Beck Depression Inventory (BDI) scalling system and self report diet. The scale was tried out to 40 patients who were not depend on insulin and carried out 0,8883 of BDI reliability co efficiency.

Research result data were analyzed by t test for the first hypothesis and regression non linear (Polynomial) for the second hypothesis. The result shows that there was no correlation between diet and depression on patient who were not depending on insulin (DMTTI). This result can be seen from t = 1,04 with p = 0, 303 btween calories variable and depression with significance status of 5% (p<0,05) and also between correlation coefficient of schedule variable and depression of 0,077 with significance status 5% (p < 0, 05).

(3)

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN DEPRESI

PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIDAK

TERGANTUNG INSULIN (DMTTI) TANPA KOMPLIKASI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Rr. Klaudia Christa Wardhani

NIM: 039114097

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv MOTTO

Bersyukur dan berjuang Demi mencapai

keberhasilan

Tak selamanya masa lalu itu indah

Kegelapan datang tak kenal waktu dan

tempat

Jangan pernah hentikan langkahmu

Sesuatu yang indah menunggumu di

(7)
(8)
(9)

vii ABSTRAK

Hubungan antara pola makan dengan depresi pada penderita diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi.

Rr. Klaudia Christa Wardhani Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pola makan dengan depresi pada penderita diabetes tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi. Hipotesis penelitian ini adalah: Ada hubungan antara pola makan dengan depresi pada penderita diabetes tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi. Hipotesis tersebut dibagi menjadi 2, pertama “ada hibingan negatif antara kesesuaian jumlah kalori dengan depresi pada penderita DMTTI tanpa komplikasi,” dan kedua “ada hubungan negatif antara kepatuhan jadwal makan dengan depresi pada penderita DMTTI tanpa komplikasi”.

Subjek dalam penelitian ini adalah para penderita diabetes mellitus tidak tergantung insulin dengan karakteristik tidak mengalami komplikasi diabetes, memiliki aktivitas (bekerja), mengendalikan diabetesnya dengan pengaturan pola makan, berusia antara 20 – 60 tahun. Jumlah subjek dalam penelitian adalah 40 orang yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling yang dilakukan di RS. Bethesda Yogyakarta. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala Beck Depresion Inventory (BDI), dan angket recall makanan. Uji coba skala dilakukan pada 40 pasien DMTTI tanpa komplikasi dan menghasilkan koefisien reliabilitas pada skala Beck Depresion Inventory sebesar 0,888.

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik uji t untuk hipotesis pertama dan teknik regresi non linear untuk hipotesis kedua, dan hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan negatif antara pola makan sehat dengan depresi pada penderita diabetes tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi. Hal ini dapat dilihat dari perolehan t=1,04 dengan p = 0,303 antara variabel kalori dengan depresi dengan taraf signifikansi 5% (p < 0,05) dan koefisien korelasi variabel jadwal dengan depresi yang bernilai 0,077 dengan taraf signifikansi 5% (p < 0,05).

(10)

viii ABSTRACT

Hubungan antara pola makan dengan depresi pada penderita diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi

Rr. Klaudia Christa Wardhani Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

The objective of this research was to find out the correlation between diet and depression on patient who were not depending on insulin (DMTTI). The hypothesis proposed in this research was that there were negative correlations between healthy diets with depression on patient who were not depending on insulin (DMTTI). That hypothesis divided into two hypotheses; there was a negative correlation between appropriateness of the number of calories and depression. Second, there was a negative correlation between schedule and depression on DMTTI without complication.

The subjects in this research were patient who were not depend on insulin with such characteristics as not having a diabetes complication, having an activity, using diet to control their illness, and at 20 – 60 years old. The sample of this research include 40 patients that acquired by purposive sampling technique at Bethesda hospital in Yogyakarta. Data collection methods of this research were Beck Depression Inventory (BDI) scalling system and self report diet. The scale was tried out to 40 patients who were not depend on insulin and carried out 0,8883 of BDI reliability co efficiency.

Research result data were analyzed by t test for the first hypothesis and regression non linear (Polynomial) for the second hypothesis. The result shows that there was no correlation between diet and depression on patient who were not depending on insulin (DMTTI). This result can be seen from t = 1,04 with p = 0, 303 btween calories variable and depression with significance status of 5% (p<0,05) and also between correlation coefficient of schedule variable and depression of 0,077 with significance status 5% (p < 0, 05).

(11)
(12)

x KATA PENGANTAR

Puji dan syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, dan bimbingan-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Syukur dan terimakasih tiada henti-hentinya penulis mengucap syukur atas semua proses dan dinamika yang telah dialami dan dijalani, hingga akhirnya penulis mampu untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir sebagai persyaratan mengakhiri program S1 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Karya tulis ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian suatu masalah yang dilakukan secara seksama dengan berkonsultasi pada satu dosen sebagai pembimbing.

Dalam proses penyelesaiannya, tentu saja tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan banyak pihak karena keterbatasan kemampuan yang saya miliki. Oleh sebab itu, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih dengan segala kerendahan hati kepada:

1. Dr. Sugianto,Sp.S.,M.Kes.,Ph.D. selaku direktur Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian.

2. Kepala Bagian Pusmarsa Rumah Sakit Bethesda beserta staf yang telah memberikan pengarahan prosedural kepada penulis sehingga sangat membantu kelancaran pelaksanaan penelitian.

(13)

xi membimbing, mengoreksi, mendukung dan menjadi teman diskusi dalam proses penyelesaian karya tulis. Terima kasih atas waktu dan kesempatan untuk bimbingan disela-sela kesibukan bapak.

4. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan banyak masukan, saran, dan dukungan dalam proses penyelesaian karya tulis. 5. Ibu Tanti Arini, S.Psi., M.Si. atas segala waktu yang diberikan ketika

penulis membutuhkan banyak dukungan dan semangat disaat-saat merasa jenuh, serta memberi masukan dan berdiskusi guna penyelesaian tugas akhir peneliti.

6. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik dan Ibu Agnes Indar Etikawati S.Psi., Psi. selaku dosen pembimbing akademik pengganti.

7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi, baik dosen biasa maupun dosen-dosen luar biasa yang pernah memberikan ilmu, wawasan, pengetahuan, dan membuat pola pikir peneliti lebih bijaksana agar dapat berusaha dan berbuat yang terbaik.

(14)

xii 9. Ibu ku tercinta Agatha Damai Christiah. Untuk semua kesabaran, dukungan yang tidak pernah habis terutama saat xta “capek”. Xta tidak akan mengecewakan ibu. Mam...LOVE U so muchhh

10.Kakak ku terchayank, Pasifikus Christa Wijaya. Atas diskusinya sampai aku lulus duluan, suport di segala situasi, “pelatih” kesabaranku, tempet curhatku. Ayo mas cepet lulus.. sadar...sadar....buat bapak ibu sunggingkan senyum termanisnya. Kembalilah...coz u’re my best brother in the world.

11.Adek ku chayank, Leo Agung Christa Maharddika. Atas kesetiaanmu nemeni mbak di rumah, “pelatih” kesabaran juga, udah nganter mbak puter jogja dari barat ke timur. Kuliah yang bener ya... buat our parents proud n happy.

12.Bapak Hariyanta, S.Psi., M.Si. Atas anjurannya untuk berkembang di Psikologi dan atas bantuannya selama perkuliahan dan penelitian ini dilaksanakan “ Bapak datang di saat yang tepat”.

13.Perawat RS Bethesda terutama para perawat klinik interne yang telah membantu penulis mencari subyek di sela-sela kepadatan pasien.

14.Pasien DMTTI, atas kesediaannya menjadi responden dalam penelitian ini, sehingga penelitian dapat selesai dengan baik. Semoga bapak dan ibu diberi kesehatan dan kebahagiaan.

(15)

xiii 16.Mas Muji dan mas Doni selaku laboran dan sebagai teman diskusi

mengenai dinamika perkuliahan. Terima kasih juga atas semua bantuan, kepercayaan dan dukungan yang membuat penulis lebih maju.

17.Sahabat sahabatku :

a. Agatha, Nuning, Meina, atas persahabatan yang sangat berarti. Semoga kita tetap bisa bersama. Makasih banget atas semua ide, suport dan critanya sampai De bisa selesein kuliah. Ayo siapkan diri jajaki dunia “gila”.

b. Irin, Oky “oneng”, Net-net, Risa, Wahyu. Atas kebersamaan kita selama ini, jadi teman diskusi yang oke dalam segala hal, kesediaannya jadi tempat curhat n temen gokil. Akhirnya sebuah “akhir” yang indah. Sukses untuk masa depan. Thx atas tiap peristiwa yang tak kan pernah terulang dan terlupakan.

c. Mbak Ari, atas bantuannya ngedit, dan memberi/mencarikan bahan tentang diabetes mellitus.

d. Sari laksmi, makasih banget kamu kenalin aku ke Gina jadi diriku ngga klimpungan olah data. Sukses buat kuliah mu di UGM n di Sadhar.

(16)

xiv f. Abu, atas waktu dan kerelaannya ngajarin aku SPSS, makasih juga buat bukunya. Abu kuliah yang bener dunk... cepetan nyusul kami.

g. Teman seperjuanganku ambil data di Bethesa, Melisa.

h. Teman-teman Ψ 2003 atas dukungan dan bantuannya, juga terima kasih telah berbagi cerita, pengalaman, wawasan, ilmu dan pengetahuan selama di fakultas psikologi.

18.Kepada semua pihak, teman, dan kerabat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas doa, bantuan, dukungan, nasehat, saran dan masukannya dalam proses penyelesaian karya tulis.

Hormat Penulis,

(17)

xv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xvii

DAFTAR TABEL... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... xix

DAFTAR GAMBAR ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoretis ... 6

2. Manfaat Praktis ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Depresi ... 7

1. Pengertian Depresi ... 7

2. Simptom – simptom Depresi... 9

3. Faktor yang mempengaruhi depresi pada penderita DM ... 24

B. Diabetes Mellitus ... 26

(18)

xvi

2. Pengertian Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin ... 27

3. Pola Makan dan Kepemburukan Kondisi Diabetes Mellitus ... 28

4. Pola Makan Untuk Penderita DMTTI Tanpa Komplikasi... 32

5. Efek Pola Makan Bagi Kesehatan Fisik Pada Penderita DM ... 37

C. Hubungan Antara Pola Makan dengan Depresi... 37

D. Kerangka Konsep... 38

E. Hipotesis Penelitian ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Identifikasi Variabel Penelitian... 40

C. Definisi Operasional ... 40

1. Pola Makan ... 40

2. Depresi ... ... 41

D. Sampel Penelitian... 41

E. Teknik Pengumpulan Data... 43

1. Beck Depresion Inventory ... 43

2. Self Report Recall Makanan ... 46

F. Pengujian Instrumen Penelitian ... 50

G. Metode dan Teknik Analisis Data... 51

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 53

A. Orientasi Kancah Penelitian... 53

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

2. Karakteristik Sampel... 54

B. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian... 57

1. Mempersiapkan Alat ... 57

2. Perizinan Penelitian ... 58

3. Pengujian Alat Ukur ... 58

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 60

a. Validitas ... 60

b. Analisis Item ... 60

(19)

xvii

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 61

D. Uji Asumsi Hasil Penelitian ... 64

1. Uji Normalitas ... 64

a. Sebaran Data Variabel Depresi ... 65

b. Sebaran Data Variabel Jadwal ... 65

2. Uji Homogenitas ... 65

3. Uji Linearitas ... 66

E. Uji Hipotesis ... 66

a. Hipotesis Pertama ... 66

b. Hipotesis Kedua ... 68

F. Pembahasan ... 69

G. Kelemahan Penelitian ... 74

BAB V KESIMPULAN dan SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 76

Bagi Penelitian Selanjutnya ... 76

(20)

xviii DAFTAR TABEL

Tabel II.1 : Kebutuhan Kalori Orang Diabetes ... 33

Tabel III.1: Aspek dalam Beck Depresion Inventory ... 46

Tabel III.2: Parameter Tingkat Kepatuhan Jumlah Asupan Energi ... 49

Tabel IV.1: Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin... 54

Tabel IV.2: Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan... 55

Tabel IV.3: Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Menderita DM... 56

Tabel IV.4: Data Hasil Penlitian. ... 62

Tabel IV.5: Kategori Tingkat Depresi Pada Penderita DM ... 63

Tabel IV.6: Deskripsi tentang kesesuaian kalori ... 63

Tabel IV.7: Deskripsi tentang ketaatan jadwal ... 64

Tabel IV.8: Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Pertama ... 67

(21)

xix DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Surat Pernyataan Kesediaan ... 82

Lampiran Skala Penelitian ... 83

Lampiran Data penelitian BDI... 90

Lampiran Data Penelitian Pemenuhan Kalori…... 93

Lampiran Data Penelitian Kepatuhan Jadwal ... 95

Lampiran Karakteristik Umur Subyek…... 96

Lampiran Koefisien Reliabilitas Skala Depresi ( BDI) ... 97

Lampiran Hasil Uji Normalitas Data Hasil Penelitian... 99

Lampiran Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Penelitian ... 99

Lampiran Hasil Uji Linearitas Data Hasil Penelitian ... 100

Lampiran Hasil Uji Hipotesis Data Hasil Penelitian ... 101

(22)

xx DAFTAR GAMBAR

(23)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes Mellitus (DM) adalah salah satu penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan. Studi populasi yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) tahun 2005 menemukan jumlah pengidap diabetes melitus (DM) di Indonesia mencapai peringkat keempat sekitar 8,6 juta orang (Susanto, 2006). Dr. Ernawati Sinaga, MS, Apt. menggungkapkan bahwa dalam penanggulangan DM pendekatannya bukan menyembuhkan atau menghilangkan penyakitnya namun bagaimana agar penderita DM dapat hidup dengan aman, nyaman dan gembira bersama penyakit DMnya (Sinaga,2005).

(24)

diri terhadap perubahan tersebut, mereka akan kehilangan kendali terhadap dirinya dan biasanya menghadapi ancaman kegagalan seperti munculnya depresi dan kematian.

Menurut Birrer & Sedaghat, (2003), penderita DM memiliki banyak faktor resiko, antara lain hipoglikemia, hiperglikemia dan komplikasi yang merupakan faktor resiko jangka panjang (Basoeki, 2004). Dr. Lana L. Watkins dan rekan-rekannya mengungkapkan bahwa kombinasi antara penyakit jantung, DM, dan depresi dapat menjadi kombinasi yang mematikan. Dr. Lana mengadakan penelitian pada para penderita DM dengan penyakit pembuluh jantung mengalami sejumlah gejala depresi dapat meningkatkan resiko kematian menjadi 25 persen. Selama lebih dari empat tahun para pasien diamati kehidupannya dan sekitar 135 orang dari 325 pasien meninggal (dalam Indria, 2007).

(25)

Perasaan tidak berdaya ini muncul karena adanya beberapa sebab, antara lain kondisi kesehatan penderita yang tidak menentu diwarnai dengan kesembuhan dan kekambuhan; kemungkinan juga karena terjadinya kemunduran fisik (Miller, 1985). Selain simptom suasana hati dan simptom kognitif yang ada adalah simptom motorik. Simptom paling mencolok dan penting dari simptom motorik ini adalah retardasi psikomotorik, yaitu berkurangnya atau lambatnya gerakan fisik (Holmes, 1991). Salah satu penyebab depresi adalah karena adanya penyakit fisik. Ada berbagai penyakit yang dapat menyebabkan gejala serupa dengan depresi misalnya anemia dan DM (Depresi, 2006).

Laron (dalam Basoeki 2002) mengungkapkan bahwa DM adalah suatu bentuk penyakit yang membutuhan berbagai macam penyesuaian diri bagi penyandangnya. Penyesuaian tersebut bersifat fisik dan psikologis, antara lain penyesuaian yang berkaitan dengan pengaturan makan, latihan jasmani dan pengendalian emosi (Basoeki, 2002). Berdasarkan penelitian Kaholokula J.K, Haynes S.N., Grandinneti A., (2003) aspek kualitas hidup perlu ditekankan dalam membantu para penderita DM mengatasi masalah depresi.

(26)

badan atau diit (Basoeki, 2003). Menurut Dr. Wiliam Adi Teja, MD, MMed., (dalam Susanto,2006) selain obat yang terpenting bagi pasien yakni merancang kembali pola hidup, terutama pola makan dan olahraga. Beberapa penderita DM dapat mempertahankan kualitas hidup hanya lewat diet. Menurut kedokteran modern, terdapat lima pilar utama yang bertujuan untuk mengontrol dan menormalkan kadar gula darah, sehingga dapat mengulur waktu agar komplikasi tidak berlangsung serentak dan cepat. Pilar utama pengelolaan DM tersebut antara lain: perencanaan makan, latihan jasmani, asupan obat hipoglikemik, penyuluhan dan pemantauan mandiri kadar glukosa darah atau urin.

Pengaturan pola makan bagi penderita DM tergolong cukup berat. Mereka harus mampu memilih dan menetapkan makanan dengan porsi seimbang dan sesuai dengan standart yang ditentukan dokter. Penderita DM pada umumnya melakukan diit untuk mengatur pola makannya. Ada 6 macam diit-dabetes, yaitu: diit-B, diit B-Puasa, diit-B1, diit-B2, diit-B3 dan diit-Be. Berdasarkan data di poliklinik Diabetes RSUD Dr. Sutomo menunjukkan bahwa terdapat 14.94% dari 10.278 penderita yang menjalani pengobatan diit (Tjokroprawiro,1993).

(27)

komplikasi atau tanpa komplikasi memiliki pola makan yang berbeda. Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat pola makan pada diabetesi DMTTI tanpa komplikasi (PERKENI, 2000).

Diit yang dapat diikuti oleh penderita DMTTI tanpa komplikasi adalah diet yang sesuai dengan kebutuhan asupan zat gizi yang dibutuhkan. Asupan zat gizi tersebut adalah : kalori, energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, serat, dan garam. Penderita diabetes tanpa komplikasi bebas mengkonsumsi semua jenis makanan, akan tetapi jumlah yang dikonsumsi harus sesuai dengan kebutuhan. Mereka juga harus memahami jenis makanan yang bebas di konsumsi atau makanan yang konsumsinya terbatas (PERKENI, 2000).

Pengendalian gula darah merupakan salah satu kunci utama dalam menangani DM. Kadar gula darah yang stabil dapat membantu menstabilkan kondisi kesehatan penderita dan mengurangi laju kemunduran fisik. Apakah dengan berkurangnya laju kemunduran fisik karena adanya pola makan dan diit yang sehat, dapat menurunkan kemungkinan penderita mengalami depresi? Kajian tentang pola makan yang tepat dan depresi serta hubungan antara keduanya akan sangat membantu pihak-pihak yang terkait dalam penanganan DM.

B. Perumusan Masalah

(28)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola makan penderita Diabetes Mellitus dengan depresi pada penderita diabetes mellitus tidak tergantung insulin tanpa komplikasi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk beberapa pihak, yaitu: 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi psikologi kesehatan tentang pengaruh kondisi fisik terhadap depresi yang dialami oleh penderita diabetes mellitus.

2. Manfaat Praktis

(29)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. DEPRESI

1. Pengertian depresi

Depresi dipahami sebagai keadaan organisme yang abnormal yang termanifestasi atau terwujud dalam gejala-gejala dan tanda-tanda tertentu. Gejala depresi bervariasi dari paling ringan sampai yang paling berat atau dari tidak depresi (netral) sampai depresi akut. Beck mengelompokkan pasien depresi berdasarkan tingkat kedalaman depresinya. Dia membagi menjadi 4 kelompok, yaitu: tidak depresi/normal, depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat. Tanda-tanda awal depresi adalah adanya keluhan tentang perasaan, misalnya merasa kesal, putus asa, sedih (Beck,1985).

(30)

Depresi secara klinis berbeda dengan kesedihan biasa. Pada depresi klinis, intensitas dan waktu menderitanya lama. Akan tetapi orang yang mengalami depresi memiliki kesamaan dengan orang yang mengalami kesedihan biasa, yaitu perilaku pasien depresi mirip dengan perilaku orang yang sedang susah atau kurang gembira, terutama dalam ekspresi wajah yang murung dan suara mereka yang merendah (Beck,1985).

Depresi adalah salah satu jenis gangguan ”mood” dengan tingkat emosi yang ekstrem dan tidak sesuai dalah kondisi sedih, dukacita. Depresi merupakan proses psikologis yang mengikuti pengalaman ”kehilangan ” sesuatu yang berharga ( Supratiknya, 1995).

Aretaeus mendiskripsikan seorang penderita depresi sebagai orang yang resah, cemas, sering mengantuk sehingga menjadi kurang bersemangat. Pada tingkatan yang lebih parah, penderita depresi banyak mengeluh tentang kegagalan dan memiliki keinginan untuk mengakhiri hidupnya (Beck,1985).

(31)

Beck (1985) mendefinisikan depresi dengan menggunakan sejumlah atribut, yaitu:

a. Perubahan spesifik dalam mood, misalnya sedih, kesepian, dan apati.

b. Konsep diri negatif, seperti menyalahkan diri dan mengutuk diri. c. Harapan yang regresif dan menghukum diri, misalnya adanya

keinginan/kehendak untuk melarikan diri, bersembunyi atau mati.

d. Perubahan vegetatif berupa anoreksia, insomia, hilangnya libido. e. Perubahan tingkat keefektifan mengerjakan sesuatu, misalnya

retardasi dan agitasi (kegelisahan).

Pada penelitian ini, penelitian dibatasi dengan menggunakan pengertian depresi menurut Beck berdasarkan atribut atau tanda-tanda yang diungkap Beck sebab atribut tersebut berhubungan dengan pola makan penderita diabetes mellitus. Atribut yang menunjukkan hubungan tersebut adalah atribut perubahan vegetatif. 2. Simptom-simptom depresi

(32)

Simptom inti dari depresi adalah low mood, pesimisme, mengkritik diri dan retardasi atau agitasi. Simptom lain yang telah dipandang sebagai bagian dari sindrom depresi mencakup simptom somatis, sembelit, sulit konsentrasi dan kecemasan (Beck, 1985).

Para pasien depresi biasanya mengeluhkan beberapa hal dan langsung menunjuk pada diagnosis depresi. Keluhan utama yang muncul adalah:

a. Keadaan emosional yang tidak menyenangkan b. Adanya perubahan sikap terhadap hidup.

c. Simptom somatis yang merupakan sifat dasar depresif d. Simptom somatis yang tipikal depresi.

Keluhan utama muncul dalam bentuk perubahan kegiatan seseorang, reaksi atau sikap terhadap hidup. Selain itu keluhan utama meliputi perasaan sia-sia tentang kehidupan. Keluhan utama pasien depresi juga terpusat pada beberapa simptom fisik yang karakteristik depresi. Antara lain : mudah lelah, tidak punya semangat, dan kehilangan selera (Beck,1985).

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh Cassidy, Flanaggan dan Spellman (dalam Beck,1985) keluhan utama terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu:

a. Psikologis : tidak punya sesuatu untuk diharapkan, takut sendirian, marah.

(33)

c. Generalized medical : mudah merasa lelah, gelisah, gemetaran. d. Medis dan psikologis : takut mati

e. Medis, umum dan lokal : tidak mampu bekerja, merasa tidak bisa bernafas.

Berdasarkan simptom yang ditemukan oleh beberapa penelitian sebelumnya, Beck (1985) mengelompokkan simptom depresi dalam 4 manifestasi :

Berdasarkan simptom yang ditemukan oleh beberapa penelitian sebelumnya, Beck mengelompokkan simptom depresi dalam 4 manifestasi:

a. Manifestasi Emosional

Manifestasi ini merujuk pada perubahan-perubahan perasaan pasien atau perubahan-perubahan pada perilaku yang tidak tampak (overt) tetapi berkaitan langsung dengan keadaan emosinya.

Gejala yang termasuk dalam manifestasi emosional meliputi : 1) Mood kesal/sedih/patah hati (Dejected mood)

Para pasien depresi biasanya memiliki perasaan ngeri, tidak memiliki harapan, sedih/murung, sepi, tidak bahagia, kecil hati, hina, malu, cemas, sia-sia, dan bersalah. Pada tingkatan depresi yang parah, perasaan yang muncul adalah hopeless dan perasaan ngeri. Pasien agitasi biasanya

(34)

2) Perasaan negatif terhadap diri sendiri (negative feeling toward self)

Orang depresi sering mengekspresikan perasaan negatif tentang dirinya. Pasien merasa kecewa dengan dirinya sendiri, kemudian berkembang menjadi rasa muak terhadap diri sendiri. Perasaan yang sangat parah yaitu pasien membenci dirinya sendiri.

3) Penurunan kepuasan/kebutuhan (reduction in gratification) Simptom ini paling umum terjadi di antara kelompok depresi. Kehilangan kepuasan akan pemenuhan kebutuhan tersebut dimulai dari hal yang kecil. Semakin depresi itu berkembang maka kebutuhan penting/besar yang lain juga akan hilang.misalnya: kebutuhan makan, kebutuhan seksual, pengalaman psikososial (mencapai ketenaran, mendapat ungkapan cinta atau persahabatan).

(35)

Penekanan yang diberikan oleh sejumlah pasien pada hilangnya kepuasan memberikan impresi bahwa hidup mereka berorientasi pada mendapatkan pemuasan kebutuhan. Pasien mengalami pengosongan (kerugian) psikologis selama beberapa waktu dengan melakukan hal-hal yang lebih memuaskan dirinya secara alami.

4) Kehilangan kelekatan/kasih sayang emosional (loss of emotional attachment)

Kehilangan kelekatan emosi dalam suatu kegiatan atau dengan orang lain termanifestasi dengan menurunnya tingkat ketertarikan terhadap kegiatan tertentu atau perhatian terhadap orang lain.

Simptom yang biasa dialami oleh pasien antara lain: Pasien tidak mengalami intensitas kasih/cinta dan afeksi yang sama. Pasien kehilangan daya tarik terhadap perasaan positif dan mungkin bisa berkembang menjadi sikap acuh tak acuh. Perasaan yang dialami oleh pasien depresi berat akan memiliki sikap apati. Dia tidak hanya kehilangan perasaan positif terhadap keluarga/apapun namun dia terkejut mendapati reaksinya yang negatif.

5) Crying spells

(36)

menangis. Pasien merasa seperti telah menangis walaupun tidak mengeluarkan air mata. Stimulus yang biasanya tidak mempengaruhi pasien, sekarang dapat membuatnya tiba-tiba menangis. Selain itu, pasien dapat menangis ketika sedang interview oleh psikiatris. Jika pasien sudah mengalami depresi yang parah maka dia tidak lagi bisa menangis akan tetapi hanya tersedu.

6) Kehilangan respon gembira/ceria (loss of response)

Pasien depresi tidak dapat merespon humor dengan cara seperti biasa. Mereka tidak melihat sudut terangnya suatu peristiwa dan cenderung memperlakukan/menanggapi sesuatu secara serius. Dia tidak terhibur, rasanya tidak ingin tertawa, tidak mendapatkan perasaan terpuaskan dari olok-olokan (canda), gurauan atau kartun. Mereka berkomentar bahwa gurauan tidak lagi lucu. Mereka juga tidak melakukan lelucon lagi. Pasien depresi berat sama sekali tidak merespon humor dari orang lain. Mereka cenderung merespon isi yang bersifat bermusuhan/agresif dan merasa terhina atau tersakiti/tersinggung.

b. Manifestasi kognitif

(37)

Evaluasi diri adalah bagian dari pola pasien depresi mengenai memandang diri tidak memiliki atribut yang penting baginya. Misalnya: kemampuan, penampilan, inteligensi, kesehatan, kekuatan daya tarik pribadi, popularitas, sumber-sumber finansial. Pasien depresi seringkali kurang bisa mengungkapkan/ mengekspresikan perasaannya. Biasanya terefleksi dalam keluhan kehilangan cinta atau kekurangan harta benda. Pasien juga kehilangan percaya diri.

Pasien menunjukkan reaksi berlebihan terhadap kesalahan-kesalahan dan kesulitan-kesulitannya lalu menganggap semua itu refleksi dari kekurangannya.

Self evaluation mencapai titik terendah ketika tingkat

depresinya sangat parah. Pasien akan secara drastis menilai dirinya sangat rendah dalam hal atribut pribadinya dan perannya dalam kehidupan (misal: orang tua, pasangan majikan, dsb.). Dia memandang dirinya tidak berharga, sama sekali tidak layak, dan gagal total. Dia merasa menjadi beban bagi keluarga dan merasa mereka akan lebih baik tanpa dia.

2) Harapan negatif (negative expectation)

(38)

Pasien depresi cenderung berpikir negatif dan pesimistis. Dia ragu-ragu apakah bisa terjadi perubahan yang lebih baik. Mereka memiliki perasaan bahwa keadaan dan persoalan yang dialaminya saat ini bersifat permanen dan tidak dapat diubah. Hal ini menjadi dasar pertimbangan pasien untuk bunuh diri. Situasi yang tidak jelas/ambigu membuat pasien cenderung mengharapkan hasil yang negatif walaupun teman-temannya memiliki alternatif untuk hasil yang positif.

Pasien depresi memandang masa depan tanpa harapan/tidak menjanjikan, gelap dan hopeless. Dia tidak memiliki sesuatu yang dapat diharapkan, dan dia percaya tidak ada masalahnya yang dapat diselesaikan. Pasien depresi memiliki pikiran masa depan dimana kondisi deficien (finansial, sosial, physical) yang dimiliki saat ini akan berlangsung terus atau bahkan semakin buruk.

3) Mencela/ mengutuk diri dan mengkritik diri sendiri (self blame and self criticism)

Self blame and self criticism yang berkepanjangan

menimbulkan kecenderungan untuk mengkritik diri sendiri terhadap apa yang diduga sebagai kekurangannya, dan kelemahannya.

(39)

terhadap kekurangannya dan tidak dapat menerima pikiran bahwa membuat kesalahan adalah manusiawi. Dia memandang dirinya sebagai penyakit masyarakat.

4) Kebimbangan/keraguan atau ketidakpastian (indecisiveness) Pasien mengalami kesulitan dan kurang cepat mendapatkan solusi dari permasalahan yang di hadapi. Ketakutannya dalam membuat keputusan tercermin dalam ”a general sense of uncertainty”. Pasien akan menghindari atau berusaha mencari

bantuan terhadap situasi yang akan menimbulkan beban. Seorang pasien depresi berat percaya bahwa dia sudah tidak mampu mengambil keputusan dan akibatnya dia tidak mau mencoba. 5) Gambaran yang menyimpang mengenai penampilan fisik (Distorsi

body image)

Gambaran yang menyimpang mengenai penampilan fisik sering diperhatikan dalam depresi. Pasien depresi menganggap dirinya sudah tidak menarik lagi. Awalnya, mereka memperhatikan sangat berlebihan terhadap penampilan fisiknya. Kemudian perhatian tersebut semakin besar dan dia percaya bahwa telah terjadi perubahan penampilan sejak awal depresi walaupun tidak ada bukti yang obyektif. Akhirnya pasien benar-benar yakin bahwa dia aneh dan terlihat sangat tidak menarik. Dia berharap orang tidak melihatnya.

(40)

Manifestasi motivasional mencakup usaha keras yang dialami secara sadar, hasrat dan dorongan-dorongan yang menonjol dalam depresi. Fitur menyolok karakteristik motivasi pada pasien depresi adalah regresif alami, yaitu pasien mundur (menarik diri) dari kegiatan-kegiatan yang menurutnya menuntut tanggung jawab atau tingkat inisiatif yang besar dan baik, serta membutuhkan banyak energi untuk melakukannya. Pasien depresi biasanya akan memilih aktifitas pasif dan yang proses pengerjaannya bersifat bergantung daripada yang mandiri. Ketika dihadapkan pada sebuah permasalahan, mereka berusaha melarikan diri dari masalah daripada memecahkannya.

Aspek penting dari motivasi ini adalah bahwa pemenuhannya biasanya tidak sesuai /tidak cocok dengan nilai dan tujuan premorbid (pra-abnormal) mayor individu. Intinya mewujudkan dorongan dan hasrat pasif untuk mundur kebelakang dan melakukan usaha bunuh diri mengarah pada tindakan meningalkan keluarga, teman dan kewajibannya.

Manifestasi motivasional terwujud dalam gejala-gejala berikut: 1) Pelumpuhan kehendak (paralysis of the will)

(41)

Selain itu, pasien masih bisa ”memaksa” diri melakukan sesuatu dan responsif terhadap pemaksaan dari orang lain atau karena situasi yang memalukan.

Simptom yang tampak dalam manifestasi ini adalah pasien tidak lagi secara spontan mempunyai kemauan/selera/kehendak untuk melakukan hal-hal yang spesifik terutama hal-hal yang tidak langsung memberi kepuasan/kesenangan untuknya. Apabila tingkat depresi semakin tinggi maka hilangnya kemauan spontan berkembang ke hampir semua kegiatan pasien bahkan sampai pada kegiatan atau hal yang sangat penting untuk hidup.

2) Avoidance, escapist, dan withdrawal wishes

Keinginan untuk mengganti pola kebiasaan atau rutinitas hidup adalah manifestasi yang wajar/ umum dari depresi. Individu yang depresi memandang pekerjaannya membosankan, tidak berarti, membebani dan ingin melarikan diri mencari kegiatan yang lebih santai atau mencari tempat berlindung. Harapan escapist dialami sebagai motivasi tertentu dengan tujuan spesifik.

(42)

menghindar akan diwujudkan dalam pengasingan diri yang menyolok.

3) Keinginan untuk bunuh diri (suicidal wishes)

Keinginan untuk bunuh diri diungkapkan lewat ketidakacuhan terhadap hidup dan ambivalensi. Pengungkapan keinginan tersebut bentuknya bervariasi, yaitu langsung, sering mendesak, dan memaksa.

4) Ketergantungan yang makin meningkat (increased dependency) Pasien memiliki ketergantungan untuk memperoleh bantuan, bimbingan, atau arahan daripada proses aktual mempercayakan atau menyandarkan kepada orang lain ketika beraktifitas. Hasrat/keinginan yang jujur, terus terang akan bantuan, dukungan dan dorongan adalah sangat kuat dalam depresi.

Pasien merasa sangat butuh bantuan walaupun dia tahu bahwa itu tidak dia perlukan dan bila bantuannya telah diterima biasanya dia mengalami kepuasan dan mengurangi tingkat depresinya. Pada kasus depresi berat, pasien mengharapkan orang lain mengerjakan tugasnya dan memecahkan masalahnya.

d. Manifestasi vegetatif dan fisik

(43)

Simptom yang tampak adalah : 1) Kehilangan selera (loss of apetite)

Kehilangan selera makan sering menjadi tanda awal munculnya depresi dan kembalinya selera makan berarti hilangnya depresi. Pasien tidak lagi makan seperti biasanya dan tidak ada kenikmatan selera makan. Pasien secara tidak sadar telah melewatkan makan sampai akhirnya ketika tingkat depresinya meningkat, mereka harus dipaksa untuk makan.

2) Gangguan tidur (sleep disturbance)

Pasien biasanya berjaga lebih awal dari biasanya dan bangun sebelum waktunya. Akan tetapi pasien tidak mengalami tidur nyenyak melainkan tidur kecil.

3) Kehilangan gairah seksual (loss of libido)

Pasien kehilangan daya tarik seksual, baik yang bersifat auto-erotis maupun yang hetero. Hasrat seksual secara tajam berkurang/menurun dan hanya dapat dibangkitkan dengan rangsangan yang kuat. Pasien yang berada dalam tingkat depresi berat akan kehilangan semua kesiapan merespon rangsang seksual sehingga pasien akan menolak sex.

4) Keletihan (fatigability)

(44)

kehabisan energi/mati. Pasien merasa lebih cepat lelah daripada biasanya. Hampir semua kegiatan meningkatkan letihnya. Istirahat, relaksasi dan rekreasi tidak dapat meringankan perasaannya tetapi justru memperburuk keadaan.

e. Delusi

Delusi adalah keyakinan seseorang yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya (Martin,1977). Delusi dalam depresi dapat dikategorikan menjadi 5 jenis (Beck, 1985). Yaitu:

1) Delusi tidak berguna (delutions of worthlessness) Pasien menganggap dirinya tidak berguna.

2) Delusi akan hukuman (delusion of being punished)

Pasien yakin bahwa dia telah melakukan kesalahan besar sehingga dia pantas dihukum.

3) Delusi kosong (Nihilistic Delution)

Pasien merasa dirinya telah mati. Dia merasa organ tubuhnya hilang, isi perutnya hilang/kosong.

4) Delusi somatic (Somatic Delution)

Pasien yakin bahwa dirinya memburuk , atau telah mengalami sakit yang tak dapat disembuhkan.

5) Delusi kemiskinan (Delution of poverty)

Pasien memiliki perhatian yang berlebihan terhadap keuangan/financial.

(45)

Halusinasi adalah pengalaman atau hal yang dialami indera pada saat tidak terdapat stimulasi pada reseptor-reseptor (Kartono dan Gulo, 1987 :199)

Perasaan-perasaan yang terganggu umumnya adalah fitur yang mencolok dari depresi. Kondisi tersebut dipandang sebagai “Primary mood disorder” atau sebagai “gangguan afeksi”. Terdapat banyak komponen terhadap depresi selain deviasi mood. Deviasi mood yang ditemukan pada depresi mungkin adalah manifestasi dari proses penyakit yang berbeda dari keadaan normal (Beck, 1985).

Sifat dasar dan etiologi depresi tergantung pada pendapat dari kelompok peneliti yang sangat beraneka ragam. Sebagian kelompok puas bahwa depresi adalah ketidakteraturan psychogenie; sedangkan kelompok lain tetap berpendapat bahwa depresi disebabkan oleh faktor-faktor organik. Kelompok ketiga mendukung kedua konsep yang berbeda : tipe psychogenie dan tipe organik.

(46)

3. Faktor yang mempengaruhi depresi

Menurut Beck (1985), depresi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Usia

Orang dewasa memiliki kebebasan yang lebih besar daripada anak-anak. Mereka bebas melakukan melakukan kegiatan yang dapat meminimalkan tekanan –tekanan yang menimbulkan sdepresi.

b. Kelas sosial

Orang yang berada di kelas ekonomi rendah merasakan adanya pembedaan sosial yang tajam oleh karena itu, mereka mereka berusaha menaikkan tingkat penerimaan masyarakat pada mereka salah satunya dengan menaikkan level perekonomian. Tekanan untuk mencapai standar perilaku yang tinggi dapat menimbulkan depresi.

c. Tingkat pendidikan

Penderita depresi yang memiliki pendidikan yang tinggi memiliki motivasi yang tinggi dalam pencapaian atau hasil.

d. Pekerjaan

(47)

e. Lama menderita diabetes mellitus

Pada penderita DM yang dirawat oleh keluarga, memiliki sikap positif terhadap penyakitnya. Keluarga dan orang sekitarnya memberikan dukungan agar pasien merasa nyaman dengan penyakitnya (Susanto,2006). Tidak adanya pengalaman sama sekali dapat membentuk sikap negatif sikap negatif terhadap objek. Semakin lama pasien menderita, keluarga semakin memahami hal yang dapat dilakukan untuk kebaikan pasien (Midllebrook dalam Winarti, 2001).

f. Dukungan Sosial

Penelitian Costa dan McCrae (dalam Ismudiyati, 2003), menemukan bahwa dukungan sosial dari lingkungan dapat menimbulkan semangat hidup. Jenis-jenis dukungan sosial adalah dukungan emosional (ungkapan empati, perhatian), dukungan penghargaan (penghargaan dir), dukungan instrumental (bantuan langsung), dan dukungan informatif (nasihat, petunjuk) (House dalam Sarafino, 1990).

(48)

B. DIABETES MELLITUS

1. Pengertian Diabetes Mellitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2003, Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejala sangat bervariasi. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan dan terkadang gambaran klinik dari diabetes tidak jelas, juga baru ditemukan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain (Priyanto, 2006). Diabetes melitus ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemik) kronik karena gangguan metabolisme lipid, karbohidrat, dan protein serta meningkatnya komplikasi penyakit vaskuler. (Priyanto, 2006).

(49)

juga menyebabkan resistensi insulin (Triplitt et al., 2005), DM tipe lain (Diabetes melitus tipe ini berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu seperti adanya: defisiensi genetik fungsi sel β, defisiensi kerja insulin (Widijanti, 2005), dan DM gestasional (dibatasi sebagai intoleransi glukosa yang pertama kali diketahui selama kehamilan (Triplitt et al., 2005).

Zat makanan (glukosa) harus diolah agar menjadi bahan bakar atau energi. Proses pengolahan tersebut adalahs metabolisme (Priyanto, 2006). Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel β di pankreas. Bila insulin tidak ada, glukosa tidak dapat masuk sel sehingga glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat (Anonim, 2005). Insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme karbohidrat, lipid, protein maupun mineral. Oleh karena itu gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan pengaruh negatif dan komplikasi yang sangat luas pada berbagai organ dan jaringan tubuh (Muchid, 2005).

2. Pengertian Diabetes Mellitus Tipe II (DMTTI)

(50)

prevalensi DM di Indonesia sebesar 4,6% dari jumlah penduduk dengan usia > 20 tahun. Tingginya kenaikan kekerapan DM tipe 2 disebabkan oleh faktor gaya hidup yang kebarat-baratan, yaitu: pendapatan per kapita tinggi, restoran cepat saji, dan hidup santai.

DM tipe II (DMTTI) adalah diabetes yang pasiennya tidak tergantung insulin. Penderita DMTTI memiliki kadar glukosa tinggi, dan kadar insulin tinggi/ normal atau sering disebut dengan resistensi insulin. Hal tersebut disebabkan oleh faktor: obesitas, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan dan faktor keturunan.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam penanganan DM Tipe 2 untuk mengendalikan glukosa darah adalah dengan diet, olahraga, dan obat-obatan. Pengobatan dengan perencanaan makan (diet) atau terapi nutrisi medik, masih merupakan pengobatan utama, tetapi jika dilakukan bersama latihan jasmani akan mempunyai dampak terapetik (PERKENI, 2004)

3. Pola makan dan kepemburukan kondisi diabetes mellitus

Pasien DM sebaiknya sejak awal sudah harus dicegah kemungkinan timbulnya komplikasi kronis sehingga penderita dapat hidup sehat dan wajar berdampingan dengan penyakitnya (Dalimartha dalam Riastuti, 2005).

(51)

hendaklah mengikuti pedoman 3J (Jumlah, Jenis dan Jadwal), maksudnya adalah :

J1 : Penentuan jumlah kalori diet diabetes disesuaikan dengan status gizi penderita. Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurang atau ditambah. Apabila penderita tidak dapat menghabiskan porsi makanan yang disajikan atau makan lebih banyak dari yang boleh dimakannya, akan mengakibatkan terjadi hipoglikemia dan hiperglikemia. Sementara keadaan tersebut justru harus dihindari (Tjokropawiro, 1996).

J2 : Jadwal diit harus diikuti sesuai dengan intervalnya pada waktu yang sudah ditentukan agar tidak terjadi perubahan pada kandungan gula darahnya. Menurut Tjokroprawiro (1996), jadwal makan bisa berubah dengan interval tetap 3 jam.

J3 : Jenis makanan. Penderita diabetes mellitus tipe 2 (DMTTI) tanpa komplikasi, tidak ada pantangan jenis makanan. Akan tetapi mereka mutlak harus mengetahui apa makanan yang boleh dimakan secara bebas, apa makanan yang harus dibatasi dan apa makanan yang harus dibatasi secara ketat (Tjokropawiro, 1996). Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti tidak mengukur jenis makanan yang di konsumsi oleh pasien.

(52)

menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman sehat. Tujuan jangka panjang adalah menghindari terjadinya komplikasi.

Tujuan umum terapi gizi atau diet adalah membantu orang dengan diabetes memperbaiki kebiasaan gizi dan beberapa tembahan tujuan kusus, yaitu:

a. Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dengan keseimbangan asupan makanan dengan insulin atau obat hipoglikemia oral

b. Memberikan energi yang cukup untuk mempertahankan/ mencapai berat badan yang memadai pada orang dewasa, mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada anak dan remaja, untuk penoingkatan kebutuhan metabolik selama kehamilan dan menyusui, atau penyembuhan dari penyakit katatonik.

c. Berat badan memadai yaitu berat badan yang dapat dicapai dan dipertahankan baik jangka pendek maupun jangka panjang. d. Menghindari dan menangani komplikasi akut orang dengan

diabetes dengan menggunakan insulin, seperti hipoglikemia, masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani, dan komplikasi kronik DM.

(53)

Konsistensi dalam hal pola makan penting sebab pola makan yang konsisten akan menghasilkan gula darah yang lebih rendah (normal) daripada dengan pola makan yang sembarangan.

Perencanaan makan diabetes yang cocok untuk setiap pasien hendaknya dilakukan secara individualisasi sesuai dengan cara hidup, pola jam kerja, latar belakang kultural, tingkat pendidikan dan penghasilannya (Suyono, 1998).

Untuk mencegah DM ada 3 jenis pencegahan yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Pencegahan primer, untuk mencegah terjadinya penyakit DM b. Pencegahan sekunder, mencegah agar penyakit DM yang sudah

timbul tidak menyebabkan atau menimbilkan komplikasi atau penyakit lain.

c. Pencegahan tersier, untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi yang berlanjut walaupun sudah terjadi penyakit DM.

(54)

penderita sendiri agar tidak terjadi penyulit (komplikasi) DM (PERKENI, 2004).

4. Pola makan untuk penderita diabetes mellitus tipe II tanpa komplikasi

Tujuan diet/ terapi gizi adalah pengendalian glukosa dan lipid. Perencanaan makan hendaknya dengan kandungan gizi yang cukup dan disertai pengurangan lemak.

Penekanan tujuan terapi gizi medis pada DM II hendaknya pada pengendalian glukosa, lipid dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diet hipokalori biasanya memperbaiki kadar glikemik jangka pendek dan mempunyai potensi meningkatkan kontrol metabolik jangka panjang (PERKENI,2004).

Pengendalian glukosa dapat dilakukan dengan memperhatikan asupan zat gizi yang dikonsumsi. Asupan zat-zat gizi yang perlu diperhatikan adalah :

a. Asupan kalori

(55)

Kedua, untuk menentukan kebutuhan kalori adalah dengan pegangan kasar, yaitu untuk pasien kurus 2300-2500 kalori, normal 1700-2100 kalori, gemuk 1300-1500 kalori. Ketiga, kebutuhan kalori dapat dilihat berdasarkan tabel berikut.

Tabel II.1 Kebutuhan kalori orang diabetes (PERKENI,2002).

Kalori/kg BB ideal Aktivitas Orang

Dewasa Kerja santai Sedang Berat

Gemuk 25 30 35

Normal 30 35 40

Kurus 35 40 40-50

Perhitungan berat badan adaman berdasarkan rumus brocca (PERKENI,2002):

BB idaman = 90% x (TB – 100) x 1 kg BB: berat badan (kg), TB: tinggi badan(cm)

Bagi pria dengan tinggi di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus yang digunakan:

BB ideal = (TB – 100) x 1 kg

penggolongan status gizi untuk pedoman praktis yaitu (elvina, 2002):

(56)

Berat bada lebih = 110 – 120% BB idaman Gemuk = >120% BB idaman

Jumlah kalori yang dibutuhkan sehari untuk orang diabetes yang bekerja biasa (Tjokroprawiro, 1996):

Kurus = BB x 40 – 60 kalori sehari Normal = BB x 30 kalori sehari Gemuk = BB x 20 kalori sehari Obesitas = BB x 10 -15 kalori sehari b. Komposisi energi

Komposisi energi yang dianjurkan adalah 60-70% karbohidrat, 10-15% protein, dan 20-25% lemak.

c. Karbohidrat

Asupan karbohidrat lebih diperhatikan jumlah total daripada jenis karbohidrat. Jenis karbohidrat yang dikonsumsi oleh pengidap DM sebaiknya karbohidrat komplek yang tinggi serat. Misalnya: nasi, kentang, ketela, mie, bihun, dan roti (Asdie, 2000).

d. Protein

Kebutuhan protein pengidap diabetes adalah 10-15% energi. A. H. Asdie (2000) menganjurkan konsumsi protein sehari sebaiknya tidak kurang dari 50 gram.

(57)

Asupan lemak jenuh sebaiknya < 10% total kalori, dan lemak tak jenuh ganda sebaiknya tidak lebih dari 10% energi. f. Vitamin dan mineral

Vitamin dan mineral sebagai suplemen baik untuk dikonsumsi untuk penderita DM sebab selain mengandung banyak serat, juga sebagai sumber antioksidan yang menunjang terapi diabetes.

g. Serat

Asupan serat pengidap DM sama dengan asupan serat untuk orang sehat, yaitu sekitar 25 g/hari.

h. Garam

Asupan garam pengidap DM sama dengan asupan garam untuk orang sehat, yaitu 3000 mg natrium/hari.

i. Alkohol

Asupan alkohol hanya 1-2 minuman saja, dan tidak boleh lebih dari 2 kali/minggu.

Penderita diabetes masih bisa menikmati hidangan seperti biasa. Penderita hanya perlu mengingat berapa banyak dari setiap jenis makanan tersebut yang boleh dimakannya (Tjokroprawiro, 1996).

(58)

dengan ukuran tertentu dan dikelompokkan berdasarkan kandungan kalori, protein, lemak dan hidrat arang. setiap kelompok bahan makanan dianggap memiliki nilai gizi yang kurang lebih sama (PERKENI, 2004).

Kelompok makanan tersebut dibagi menjadi 7, yaitu:

o GOLONGAN 1 : bahan makanan sumber karbohidrat

o GOLONGAN 2 : bahan makanan sumber protein hewani

o GOLONGAN 3 : bahan makanan sumber protein nabati

o GOLONGAN 4 : sayuran

o GOLONGAN 5 : buah - buahan

o GOLONGAN 6 : susu

o GOLONGAN 7 : minyak

o GOLONGAN 8 : makanan tanpa kalori

5. Efek pola makan bagi kesehatan fisik pada penderita diabetes mellitus.

Konsumsi makan berlebihan atau kekurangan sama-sama tidak baik. Keduanya sama-sama beresiko berkembang menjadi diabetes. Kekurangan gizi (malnutrisi) dapat mempengaruhi gangguan pancreas, sedang kegemukan dapat menggangu kerja insulin. Menjaga kesehatan dengan menjaga menu seimbang adalah jalan keluarnya (Martinus, 2005).

(59)

kebutuhan; memenuhi kecukupan gizi untuk mempertahankan kesehatan dan untuk dapat menjalankan kegiatan normal; mencapai berat badan ideal dan terus mempertahankannya, dengan catatan pada anak-anak: mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal; menimbulkan perasaan yang sehat dan nyaman. Diit dapat digunakan untuk menurunkan kholesterol, menjaga tingginya kadar trigliserida darah meskipun karbohidratnya tinggi (Tjokropawiro,1996).

Kesalahan pola makan yang dipakai oleh penderita DM akan menyebabkan kondisi kesehatan menurun yaitu dengan adanya kemunduran fisik (Miller, 1985); menimbulkan sakit yang berkepanjangan sehingga mempengaruhi perkembangan psikososial penderita (Kaplan dan sadock, 1987).

C. HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DAN DEPRESI

(60)

rasa pesimis serta menimbulkan gangguan kognitif dengan adanya konsep diri yang negative. Menurut Kaplan dan Sadock, (1987) hal tersebut merupakan penyebab depresi pada penderita DM.

Kesehatan fisik memiliki hubungan dengan keadaan psikis (Latipun, 2002). Hall dan koleganya (dalam Latipun, 2002) menemukan bahwa pasien yang sakit secara medis menunjukkan adanya gangguan mental seperti depresi.

Goldberg (dalam Latipun, 2002) memperkuat hubungan tersebut. Dia melakukan penelitian pada pasien yang mengalami sakit fisik dan pasien yang mengalami operasi pembedahan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa 20-40% pasien sakit fisik dapat didiagnosa mengalami gangguan mental. Goldberg mengungkapkan adanya 3 hubungan antara sakit secara fisik dan mental. Pertama, orang mengalami sakit mental disebabkan oleh sakit fisiknya. Kedua, sakit fisik yang diderita sebenarnya merupakan gejala dari adanya gangguan mental. Ketiga, gangguan mental dan sakit fisik saling menopang, maksudnya orang yang sakit fisik menimbulkan gangguan mental, dan orang yang menderita gangguan mental menderita sakit fisik. Penelitian ini sesuai dengan kemungkinan yang pertama.

D. KERANGKA KONSEP

(61)

•Perasaan kehilangan harapan untuk sembuh

• Perasaan tidak berdaya •Kesadaran akan kelemahan

diri

•Penilaian diri negatif •Rasa pesimis

Pola Makan buruk

Gambar II.1 Kerangka Konsep Penelitian

E. HIPOTESIS

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara pola makan sehat dengan depresi pada penderita diabetes mellitus.

Hipotesis umum tersebut di uji dalam dua hipotesis minor, yaitu: 1. Ada hubungan negatif antara kesesuaian jumlah kalori dengan depresi

pada penderita DMTTI tanpa komplikasi. Penderita yang mengkonsumsi kalori secara berlebihan atau kurang dari standar akan cenderung lebih depresif dibanding yang sesuai.

2. Ada hubungan negatif antara depresi dengan jadwal makan. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka tingkat depresi semakin rendah.

Penurunan Kondisi Kesehatan

(62)

40

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian ini

berguna untuk mencari hubungan antara dua variabel (Hadi, 2000). Dua

variabel yang hendak diselidiki adalah pola makan dan depresi.

B.

Identifikasi Variabel

Variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1.

Variabel bebas

: Pola makan : a. Kalori

b. Jadwal

2.

Variabel tergantung

: Depresi

C.

Definisi Operasional

1. Pola makan

Pola makan adalah keteraturan atau kebiasaan makan yang baik

ditinjau dari ketepatan waktu makan dan kesesuaian jumlah kalori.

a.

Kesesuaian jumlah kalori

Kesesuaian jumlah kalori adalah jumlah kalori yang dipenuhi

(63)

41

yang di konsumsi oleh pasien.

b.

Ketepatan pada jadwal

Ketepatan pada jadwal adalah waktu makan pasien harus

sesuai dengan intervalnya yaitu 3 jam.

Pola makan diukur menggunakan

Recall Makanan 24 Jam.

Dari

Recall

makanan tersebut akan diukur tingkat kesesuaian asupan kalori

dengan kebutuhan penderita dan melihat tingkat ketaatan pada jadwal.

2. Depresi

Depresi adalah suatu gangguan yang berkenaan dengan adanya

tanda-tanda pergantian mood, suatu konsep diri negative, harapan yang

regresif dan menghukum diri, perubahan vegetatif, perubahan dalam level

kegiatan.

Data untuk mengetahui tingkat depresi diperoleh dengan

menggunakan angket BDI (

Beck Depression Inventory

) (Beck, 1985:333).

Semakin tinggi skor BDI yang didapat, maka subjek tersebut mengalami

depresi yang semakin tinggi.

D.

Sampel Penelitian

1. Populasi

Seluruh individu yang dimaksudkian untuk diselidiki disebut

(64)

42

para penderita Diabetes mellitus tipe II.

Pemilihan subjek berdasarkan data bahwa diabetes mellitus tipe II

memiliki prevalensi yang tinggi di dunia yaitu 90% dari populasi

penderita DM. DM tipe 2 disebabkan oleh faktor gaya hidup yang

kebarat-baratan, yaitu : pendapatan per kapita tinggi, restoran cepat saji, dan

hidup santai. Faktor tersebut berhubungan dengan variabel bebas

penelitian ini.

2. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel penelitian dengan cara

purposive sampling

yaitu pengambilan sampel yang didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang

terkait dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi,

2000). Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.

Bersedia sebagai responden dengan menandatangan surat pernyataan

kesediaan menjadi responden.

b.

Penderita didiagnosis penderita DMTTI oleh dokter dan dapat dilihat

di rekam medik.

c.

Pasien DMTTI yang mengendalikan diabetesnya dengan pengaturan

pola makan.

d.

Pasien DMTTI tanpa komplikasi.

(65)

43

E.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan 2 skala, yaitu :

1.

Skala Depresi Beck

Aitem diperoleh secara klinis, berdasarkan seleksi hasil penelitian

Beck tentang sikap, karakteristik dan simptom yang spersifik nampak

pada pasien depresi. Dengan dasar seleksi tersebut, Beck menyusun Skala

depresi berisi 21 aitem dengan 21 kategori. Masing-masing kategori

menjelaskan manifestasi kognitif, manifestasi emosional, manifestasi

motivasional, dan manifestasi vegetatif dan fisik.

Keuntungan menggunakan BDI dalam penelitian adalah:

a.

BDI akan memberi pengukuran yang konsisten dan standart ketika

bertemu dengan masalah variabilitas diagnosa klinis, sehingga tidak

sensitif untuk orientasi teoritis dan inkonsistensi dari individu yang

menangani akan menanyakan masing-masing pasien dengan cara yang

benar-benar sama.

b.

Karena BDI dapat ditangani dengan mudah oleh interviewer yang

terlatih, akan lebih hemat daripada interview yang dilakukan oleh

(66)

44

memudahkan perbandingan dengan data kuantitatif, dan akan mudah

digunakan untuk perhitungan statistik.

d.

BDI akan menjadi indikator perubahan kedalaman depresi yang lebih

sensitif daripada pembenaran klinis yang didasarkan pada interview

psikiatris.

Prosedur pengisian skala ini, subyek diminta untuk menanggapi

pernyataan-pernyataan yang ada dengan menentukan satu pilihan

pernyataan dari empat pernyataan yang ada pada tiap aitem sesuai keadaan

sebenarnya. Setiap pernyataan dijawab berdasarkan cerminan perasaan

selama beberapa hari terakhir setelah mengendalikan pola makannya.

Skala ini berisi 21 aitem, dimana tiap aitem dibagi menjadi 4

pernyataan bertingkat mulai dari

unfavorable

sampai

favorable

yang

memiliki skor 0-3. akan tetapi terdapat item paralel dengan skor yang

sama, yaitu: 1a dan 1b, 2a dan 2b, 3a dan 3b. Skor dipilih dari nilai yang

tertinggi dengan urutan sebagai berikut: 3,2,1,0. Dengan susunan skor

yang demikian maka ada kemungkinan bahwa subyek akan memilih skor

yang tertinggi atau terendah. Untuk menghindari terjadinya kemungkinan

tersebut maka penulis menggantinya dengan A,B,C,D,E dan F sebagai

alternatif jawaban. Huruf – huruf tersebut diletakkan di depan pernyataan

(67)

45

skor 0,1,2,3.

Depresi pasien dapat dievaluasi atau dilihat tingkatannya

berdasarkan nilai totalnya. Nilai total diperoleh dari hasil penjumlahan

skor tiap butir, sehingga rentang skor yang diperoleh adalah 0 – 63.

Semakin tinggi nilainya maka semakin parah depresi penderita. Aspek –

aspek yang diungkap dalam Beck Depression Inventori (BDI) adalah

(68)

46

No. Aspek yang diungkap

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

Kesedihan

Pesimisme

Perasaan gagal

Perasaan bersalah

Ketidakpuasan

Hukuman

Perasaan tidak suka pada diri sendiri

Menuduh diri sendiri

Pikiran untuk bunuh diri

Frekuensi menangis

Sifat lekas marah

Kecenderungan menarik diri dari lingkungan

Ketidakmampuan mengambil keputusan

Perasaan akan perubahan gambaran tubuh

Kelambanan dalam bekerja

Insomia (sulit tidur)

Perasaan mudah lelah

Anoreksia (hilangnya nafsu makan)

Penurunan berat badan

Preokupasi somatik

Hilangnya minat terhadap sex

2.

Self Report Pola Makan (Recall Makan24 jam)

Recall

digunakan untuk mengetahui jadwal, dan jumlah kalori yang

(69)

47

ada pantangannya.

Recall

dilakukan selama 3 x 24 jam selama 1 minggu dengan hari

yang berbeda dan tidak berurutan. Waktu yang dipilih sebaiknya mewakili

hari yang berbeda,dan musim yang berbeda. Misalnya hari kerja dan hari

libur ( Gibson, 1990).

Prosedur pengisian recall, subyek akan diwawancara pada hari

berikutnya serta subyek mengisi sendiri. Wawancara dilakukan untuk

mengurangi

faking

pada pasien.

a)

Jumlah kalori

Data tentang kesesuaian/kepatuhan terhadap jumlah akan

dianalisa dengan menggunakan

nutrisurvey

yang telah di

up date

tanggal 27 Oktober 2007

(www.nutrisurvey.de).

.

Nutrisurvey adalah

sebuah software berbahasa Indonesia untuk mengolah data konsumsi

perorangan. Dilengkapi dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang

dianjurkan. Hasil widya karya nasional pangan dan gizi tahun 2004

menetapkan 1.412 item daftar komposisi bahan makanan (DKBM) di

Indonesia (Usman, 2007)

Software nutrisurvey digunakan dalam beberapa penelitian di

bidang gizi dan kesehatan. Salah satu penelitian tersebut adalah

penelitian yang dilakukan oleh Podojoyo, Suryani, dan Nuryanto

(70)

48

pada 46 orang anak overweight dan obesitas. Hasil penelitian tersebut

adalah adanya perbedaan rata-rata pada konsumsi dan berat badan

sebelum dan setelah dilakukan konseling gizi.

Cara mengoperasian alat adalah dengan melewati beberapa

prosedur. Setelah pengisian

recall

selesai, kita peroleh jumlah jenis

makanan dan jumlah yang mereka konsumsi. Kenudian jumlah kita

konversikan ke dalam ukuran gram sesuai dengan panduan yang

disediakan. Setelah diperoleh jumlah makanan dalam gram, hasil

recall

dapat diolah menggunakan nutrisurvey. Setiap jenis makanan

memiliki jumlah kalori yang berbeda.

Gambar

Gambar II.1 Kerangka Konsep Penelitian ………………………………..... 39
Tabel II.1  Kebutuhan kalori orang diabetes
Gambar II.1 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel III. 1 Aspek dalam Beck Depression Inventori (BDI)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Pengaturan Pola Makan Yang Baik Bagi Penderita Diabetes Mellitus

diabetes mellitus tipe 2 dengan melihat lebih jauh apakah pola makan dan. aktivitas fisik juga berhubungan dengan kejadian diabetes mellitus tipe

Ada hubungan antara dukungan sosial dengan derajat depresi pada penderita diabetes melitus dengan komplikasi dengan nilai koefisien korelasi r = - 0.465.Jadi

Kesimpulan : Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dengan pola makan pada pasien diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas Purwosari kota Surakarta.. Kata Kunci

Tujuan dari sarana makan untuk mengatur pola makan pendertia diabetes yaitu untuk membantu penderita agar dapat menjaga pola makan yang baik agar penyakit yang diderita

Exclusive Royalty Free Right ) atas karya tulis ilmiah saya yang berjudul: Perilaku Pola Makan Pada Penderita Diabetes Mellitus Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan),

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pola makan tinggi kalori terhadap peningkatan kadar gula darah pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di Puskesmas Bendan

Dalam hal ini diwujudkan Puskesmas Tembok Dukuh dengan mengadakan kegiatan penyuluhan secara berkala dengan harapan penderita diabetes mellitus termotivasi