HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN
HARAPAN TERHADAP HASIL SWAKELOLA POLA
MAKAN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS
TIPE II
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Jurusan Psikologi
Disusun Oleh :
Denny Novi Putranta009114124
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
MOTTO
“I f I have the belief that I can do it,
I shall surely acquire the capacity to do it
Even if I may not have it at the beginning”
HALAMAN PERSEMBAHAN
KUPERSEMBAHKAN KEPADA
TU HAN YESU S K RI STU S DAN BU N DA M ARI A
Yang selalu memberikan kasih tak terhingga dan berkat yang selalu
menyertai hari-hariku
K EDU A ORANG TU A K U
Sebagai ungkapan sayang dan terimakasihku
K EDU A SAU D ARA L AK I -L AKI K U
Untuk persaudaraan diantara kita yang selalu memberikan semangat
ADI STI PU TRI NI NDRASARI
Atas segala keindahan dan kehangatan kasih yang menghiasi hidupku
ORAN G-ORANG HADI R DAL AM HI DU PK U
Semua inspirasi, semangat dan harapan yang telah kalian tinggalkan
Pernyataan Keaslian Karya
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, skripsi yang telah saya susun ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Februari 2008
Penulis
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Denny Novi Putranta
Nomor Mahasiswa : 009114124
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Harapan Terhadap Hasil Swakelola
Pola Makan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan selamanya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 26 Februari 2008
Yang menyatakan,
ABSTRAK
Denny Novi Putranta 009114124 Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2008
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II. Subjek penelitian sebanyak 80 orang yang penderita diabetes mellitus tipe II yang menjalani rawat jalan di poliklinik penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Metode pengumpulan data menggunakan skala efikasi diri dan skala harapan terhadap hasil swakelola pola makan. Tehnik analisis data menggunakan analisis korelasi. Dari hasil analisis korelasi diperoleh hasil probabilitas hasil analisis korelasi yang dilakukan didapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan 0.00 (p<0,01). Dari koefisien korelasi yang didapat, menunjukkan bahwa korelasi antara variabel sangat tinggi r=0,802 (r>0,5). Sumbangan efikasi diri terhadap harapan terhadap hasil swakelola pola makan sebesar 64,2% (r²=0,642). Hal ini berarti ada hubungan antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II.
ABSTRACT
Denny Novi Putranta 009114124 Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2008
This research is aim to know the correlation between self efficacy and outcome expectation to the result of food management of diabetes mellitus patient type II. Hypothesis which is raised is there is a correlation between self efficacy and outcome expectation to the result of food management of diabetes mellitus patient type II. Subject researches are 80 people who are suffering from diabetes mellitus type II and while continuously care at internal medic polyclinic in Dr. Sardjito General Hospital Yogyakarta. The method of collecting data is using self efficacy scales and scale of outcome expectation to the result of food management. Analysis data technique is using correlation analysis. Based on the analysis og correlation result is obstained a result of probability from correlation analysis which is done that there is a significant correlation between self efficacy and outcome expectation to the result of food management 0,00 (p<0,01). From the correlation coefficient which is got, showed that the correlation between variables are very high, r=0,802 (r>0,5). The contribution of self efficacy for the outcome expectation to the result of food management is 64,2% (r2=0,642). It means that there is a correlation between self efficacy and outcome expectation to the result of food management of diabetes mellitus patient type II.
KATA PENGANTAR
Skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II. Yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah dalam pengumpulan data dimana penderita yang bersedia untuk menjadi subjek dalam penelitian sangat jarang.
Skripsi ini terselesaikan dalam total waktu 1 tahun. Terima kasih kepada Tuhan, atas anugrah, kasih karunia dan kesempatan sehingga penelitian ini dapat selesai.
Terselesainya skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena ini, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada 1. Bu Agnes, Bu Susan dan Pak Wahyudi yang secara bergantian menjadi wali
selama kuliah di Psikologi dengan peluh dan air mata.
2. Bu Sylvia sebagai dosen pembimbing hingga skripsi ini dapat terselesaikan dan dukungan serta semangat yang telah diberikan.
3. Bu Lusi yang memberikan banyak bantuan pada waktu seminar sehingga mempercepat terselesainya skripsi ini.
4. Kedua orang tuaku tercinta yang telah memberikan kasih tak terhingga. 5. Kedua saudara laki-laki ku yang semuanya gila tapi memberikan banyak arti
dan semangat hidup.
6. Budhe yang telah membantu secara material maupun moral. Terima kasih budhe atas semuanya yang telah diberikan.
8. Om Wid dan Tante Nina yang telah memberikan dukungan dan doa serta segalanya yang telah diberikan. Kini saatnya melangkah ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
9. RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta atas segala fasilitas dan kemudahan yang diberikan untuk pengambilan data.
10. Warung Mamie dan Babe yang dengan ramah dan hangat menerima kami sebagai pelanggan yang sering bikin ribut.
11. Anak-anak Pondok Mapasadha terutama yang belum lulus hingga saling kejar-kejaran biar cepet lulus. Dan bingung cari kerja tapi kalian adalah orang-orang hebat.
12. Galih thanks atas online gratisnya dengan catatan mau nemenin jaga warnet sampai pagi, Payah!
13. Emboet yang selalu ngasih motivasi walaupun dirinya sendiri kurang motivasi. Tapi sekarang kayaknya udah ada yang ngasih motivasi lagi. Kebut Bro…!
14. Mami Emboet yang sabar ngasih nasehat buat kami berdua biar cepet lulus dan bias cepet kawin.
15. Gosong dan Ragil dengan celotehnya yang bikin seger tiap pagi.
16. Santoso, selalu ngasih tempat buat nongkrong dan nikmatin indahnya sore hari.
17. Toko AA, terimakasih atas suplai kalsium yang diberikan hingga tulang kuat dan menambah tenaga untuk menyelesaikan penelitian.
19. Een yang udah susah-susah dari bali buat minjemin buku SPSS. Thanks bro…!
20. Temen-temen kelompok bawah tangga tahun 99-03 yang udah pada nyebar dan berserakan gak karuan. Tetep jadikan dunia ini ceria.
21. Poki, Kikuk, Kuri, Jangkung, Choko dan Gendut ‘moron dog’ yang selalu menghibur setiap hari sehingga tidak pernah bosen untuk menjalani hari-hariku.
DAFTAR ISI
halaman
Halaman Judul i
Halaman Persetujuan Pembimbing ii
Halaman Pengesahan iii
Halaman Motto iv
Halaman Persembahan v
Pernyataan Keaslian Karya vi
Lembar Persetujuan Publikasi vii
Abstrak viii
Abstract ix
Kata Pengantar x
Daftar Isi xiii
Daftar Tabel xv
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 8
II. LANDASAN TEORI 9
A. Penderita Diabetes Mellitus 9
1. Penyakit diabetes mellitus 9
2. Penderita diabetes mellitus 14
3. Pengelolaan diabetes mellitus 15 B. Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan 23
C. Efikasi Diri 26
1. Pengertian 26
2. Faktor yang mempengaruhi 28
3. Indikator/aspek efikasi diri 30
TerhadapHasil Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II
E. Hipotesis Penelitian 32
III. METODOLOGI PENELITIAN 33
A. Jenis Penelitian 33
B. Identifikasi Variabel Penelitian 33
C. Definisi Operasional 33
1. Efikasi diri dalam swakelola pola makan 33 2. Harapan terhadap hasil swakelola pola makan 36 pada penderita diabetes mellitus tipe II
D. Subjek Penelitian 38
E. Prosedur Penelitian 39
F. Uji Coba Alat Ukur 40
1. Pengujian alat ukur 40
2. Hasil uji coba alat ukur 42
G. Metode Analisis Data 45
IV. PENELITIAN DAN HASIL PENELITIAN 46
A. Pelaksanaan Penelitian 46
B. Subjek Penelitian 46
C. Statistik Deskriptif 47
D. Analisis Data 48
1. Uji normalitas 48
2. Uji Linearitas 49
E. Uji Hipotesis 49
F. Pembahasan 52
V. KESIMPULAN DAN SARAN 55
A. Kesimpulan 55
B. Saran 55
DAFTAR TABEL
Tabel 1 hal. 35
Blue Print dan Sebaran Item Skala Efikasi Diri Dalam Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II
Tabel 2 hal. 36
Pemberian skor skala Efikasi Diri Dalam Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II
Tabel 3 hal. 37
Blue Print dan Sebaran Item Skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II
Tabel 4 hal. 38
Pemberian skor skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II
Tabel 5 hal. 41
Skala Efikasi Diri Sebelum Dilakukan Uji Coba
Tabel 6 hal. 41
Skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Sebelum Dilakukan Uji Coba
Tabel 7 hal. 43
Tabel 8 hal. 44 Skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Setelah Uji Coba
Tabel 9 hal. 47
Statistik Deskripstif
Tabel 10 hal. 48
Hasil Uji Normalitas
Tabel 11 hal. 49
Hasil Linearitas
Tabel 12 hal. 50
Hasil Uji Korelasi
Tabel 13 hal. 51
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Timbulnya pola hidup modern yang serba kompleks dan konsumtif membawa perubahan dalam berbagai dimensi kehidupan. Salah satu perubahan yang cukup menonjol adalah pola makan yang semula mengkonsumsi makanan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayur-sayuran, menjadi pola makan modern, dengan mengkonsumsi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan mengandung sedikit serat. Komposisi makanan seperti ini terutama terdapat pada makanan siap santap yang akhir-akhir ini banyak digemari terutama oleh anak-anak muda (Suyono dalam Noer dkk, 1996. hal. 572-573). Menurut Simamora, dkk (1996. hal. 49-50) perubahan pola makan yang terjadi memperbesar resiko timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif antara lain kegemukan (obesitas), kolesterol, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, penyakit divertikular (benjolan-benjolan pada usus), tumor dan kanker. Penyakit degeneratif merupakan kumpulan kelainan yang ditandai oleh suatu proses yang lebih bersifat endogen, progresif, lambat, tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dihambat perkembangannya dan mempengaruhi manusia dalam ekosistemnya (Suyono dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal. 5-6).
terbaru menunjukkan peningkatan jumlah penderita 6% per-tahun. Melihat berbagai hasil penelitian kenaikan penderita DM secara global disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, sehingga dalam kurun waktu 1 – 2 dekade kedepan penderita DM di Indonesia akan meningkat sebesar 86-138% (Suyono dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal. 3).
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang bisa menyerang siapa saja. Di Indonesia, penyakit DM belum mendapat perhatian yang maksimal walaupun berdampak negatif pada kualitas sumber daya manusia terutama akibat penyakit menahun yang ditimbulkan dan bisa berakibat pada kematian (PERKENI, 2002. hal. 2).
Edukasi pada penderita DM adalah proses yang berkesinambungan untuk menyegarkan dan mengingat kembali prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes. Perawatan yang berkualitas hanya dapat dicapai bila ada kerjasama antara pasien, perawat dan dokter dimana pasien akan mendapat informasi dari pelaksanaan kesehatan dan keluarga sebagai kontrol terhadap perilaku pasien (Soegondo dalam Soegondo dkk, 1995. hal. 96). Diabetes mellitus merupakan penyakit yang diderita seumur hidup, sehingga yang berperan dalam pengelolaan tidak hanya dokter, perawat dan ahli gizi, tetapi lebih penting lagi keikutsertaan pasien sendiri dalam mengelola penyakit DM yang dideritanya (Soegondo dalam Noer dkk, 1996. hal. 666). Hal tersebut dikarenakan diabetes merupakan suatu penyakit yang memerlukan penanganan secara mandiri. Pasien DM harus mempunyai pengetahuan dan ketrampilan dalam penatalaksanaan diabetes dalam kehidupan sehari-hari (Soegondo dalam Soegondo dkk, 1995. hal. 96).
Berbagai gangguan dan gejala komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit DM dapat diatasi atau dicegah melalui berbagai penanganan yang banyak disarankan untuk penderita DM. Tujuan penanganan secara umum adalah menjaga agar kadar gula dalam darah selalu berada pada tingkat normal sepanjang hari dan sepanjang tahun (Waspadji dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal. 21).
umumnya menjurus pada defisiensi insulin absolute sehingga pada penderita tipe ini sangat tergantung pada suntikan insulin. Penderita DM tipe II adalah mereka yang mempunyai faktor genetik, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta pankreas maka untuk menanggulangi kelainan tersebut melalui pengelolaan pada makanan (Suyono dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal. 5-8). Swakelola pola makan merupakan salah satu cara untuk dapat mengendalikan kadar glukosa dalam darah dan mencapai berat badan ideal (Suyono dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal. 632). Hal ini dikarenakan kadar gula dalam darah sangat dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi dan kegemukan menjadikan gula darah dalam darah sulit untuk dikendalikan (Sibuea, 1997. hal 17).
Menurut Sibuea (1997, hal 32) ada 4 prinsip dasar perencanaan makanan atau diet bagi penderita DM. Prinsip pertama ialah pemberian kalori sesuai dengan kebutuhan dasar. Prinsip kedua ialah menghindari konsumsi gula dan makanan yang mengandung gula di dalamnya. Prinsip ketiga adalah mengurangi konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari karena konsumsi lemak menjadikan penderita akan lebih mengalami kelebihan lemak darah yang berasal dari gula darah yang tidak terpakai sebagai energi. Prinsip keempat yaitu memperbanyak konsumsi serat dalam makanan dan menghindari konsumsi hidrat arang olahan yakni hidrat arang hasil dari pabrik berupa tepung dengan segala produknya.
tetapi banyak penderita diabetes mellitus gagal mengikuti aktivitas yang disarankan ini (Eakin, dkk, 2007. hal 392). Pendapat ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lam, M. (dalam www.LamMD.com, 2002) yang menunjukkan hasil bahwa 80% subjek penderita diabetes mellitus yang diteliti tidak mengkonsumsi makanan sesuai dengan jenis makanan yang disarankan.
Kegagalan dalam melakukan swakelola makanan pada umumnya terjadi karena pasien kurang disiplin dalam memilih makanannya. Penderita cenderung untuk makan makanan yang enak. Makanan enak biasanya banyak mengandung gula dan atau lemak, oleh karena itu walaupun dilarang seringkali pasien ‘curi-curi’ mengkonsumsi makanan yang dilarang tersebut. Disamping itu kegagalan juga banyak terjadi karena penderita diabetes mellitus tidak mampu mengurangi jumlah kalori yang dikonsumsi (Sibuea, 1997 hal 24).
Bagi pasien diabetes mellitus akan lebih baik jika bisa untuk mengubah perilakunya dan menghasilkan hasil pengobatan yang optimal (Basuki dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal 111). Semakin banyak dan semakin baik pasien mengerti bagaimana harus mengubah perilakunya dan mengapa hal itu diperlukan, akan semakin baik pelaksanaannya dalam melakukan swakelola pola makan (Soegondo dalam Noer dkk, 1996. hal. 665).
seseorang juga membutuhkan harapan terhadap hasil perilaku yang dilakukan (Bandura, 1996. hal 391). Harapan terhadap hasil adalah terletak pada perilaku dan hasil yang diantisipasinya, dalam hal ini individu memperkirakan bahwa perilaku tersebut akan mencapai hasil yang diinginkan (Pintrich, dkk. dalam http://www.des.emory.edu/mfp/self-efficacy.html). Harapan terhadap hasil usaha yang tinggi akan meningkatkan perilaku managemen diri (Bandura, 1996. hal 391).
Dalam ilmu kesehatan, peran efikasi diri dalam perilaku-perilaku yang berkaitan dengan kesehatan telah banyak dikaji dan efikasi diri merupakan salah satu prediktor penting (Carjaval, 1999. hal 443). Efikasi diri adalah keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk mengatur dan melakukan tindakan-tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mendapatkan hasil yang akan dicapai (Bandura, 1997. hal 2). Sebagai contoh seorang penderita DM harus dapat meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang bisa memperburuk kesehatan, mereka harus merasa mampu melakukan diet, berolah raga atau minum obat sesuai dengan aturan yang diberikan (Basuki dalam Soegondo dkk, 1999. hal. 106).
menunjukkan bahwa remaja yang memiliki efikasi diri yang tinggi terhadap penyakit DM yang dideritanya memiliki kualitas hidup yang lebih baik, mampu melakukan koping secara lebih sukses dan memiliki tingkat depresi yang lebih rendah daripada remaja penderita DM dengan efikasi diri yang rendah. Intervensi-intervensi yang meningkatkan efikasi diri dalam pengaturan makanan juga lebih penting untuk menghasilkan peningkatan dalam swakelola pola makan (Anderson dkk., 1995. hal 943).
Peneliti sangat tertarik untuk meneliti mengenai hubungan antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola makanan pada penderita diabetes mellitus tipe II. Ketertarikan muncul karena DM merupakan penyakit yang tidak bisa sembuh dan memerlukan usaha sepanjang hidup untuk bisa mengontrol kadar gula darah dengan cara pengelolaan makanan secara mandiri atau swakelola pola makan.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan positif antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II.
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis berguna untuk mengembangkan kemampuan dibidang penelitian dan menyumbangkan hasil penelitian untuk bidang yang bersangkutan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penderita Diabetes Mellitus
1. Penyakit diabetes mellitus
a. Pengertian diabetes mellitus
Pankreas adalah penghasil insulin yang terletak di belakang
lambung. Di dalamnya terdapat pulau-pulau langerhans yang berisi sel beta
yang mengeluarkan hormon insulin yang berperan dalam mengatur kadar
gula dalam darah. Insulin yang membawa glukosa ke dalam sel untuk
kemudian diubah menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada maka glukosa
dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar gula
dalam darah meningkat. Keadaan ini yang disebut sebagai Diabetes
Mellitus Tergantung Insulin (DMTI). Pada Diabetes Mellitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI), jumlah insulin bisa normal bahkan lebih
banyak. Akan tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel
kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan
mengakibatkan sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar gula
dalam darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan DMTI
tetapi pada DMTTI disamping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga
kualitasnya kurang baik sehingga gagal membawa glukosa ke dalam sel.
(Subekti dalam Ranakusuma, 1999. hal. 206)
b. Gejala diabetes mellitus
Penyakit diabetes mellitus dapat timbul secara mendadak pada
anak-anak maupun orang dewasa muda. Sedangkan pada orang dewasa tua
(>40 tahun), penyakit ini sering muncul tanpa gejala dan baru diketahui
bila yang bersangkutan melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala
akut (mendadak) yang dapat ditimbulkan adalah (Tjokroprawiro. A. 2006.
hal 6-7)
1) Rasa haus (polidipsi)
2) Sering kencing (poliuria) terutama pada malam hari
3) Banyak makan (poliphagia)
4) Napsu makan berkurang
5) Berat badan menurun
6) Badan terasa lemah
7) Bila tidak segera diobati akan menimbulkan rasa mual dan bisa
terserang koma yang disebut koma diabetik.
Gejala kronik (menahun) yang muncul pada penderita DM adalah:
1) Kesemutan
2) Kulit terasa panas
4) Kram
5) Lelah
6) Mudah mengantuk
7) Mata kabut, biasanya sering ganti kacamata
8) Gatal disekitar kemaluan terutama wanita
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
10) Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten, dan
11) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau berat badan bayi lahir lebih dari 4 kg
(Tjokroprawiro. A. 2006. hal 7-8)
c. Tipe diabetes mellitus
Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit menahun dan tidak
bisa disembuhkan yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam
darah diatas normal. Ada 2 jenis penyakit diabetes mellitus secara garis
besar yaitu diabetes mellitus tipe I dan diebetes mellitus tipe II yaitu:
1) Diabetes mellitus tipe I (Insulin dependen diabetes)
0-20% DM adalah tipe ini dan lebih sering terdapat pada anak.
DM tipe ini memerlukan suntikan insulin. DM tipe ini sering diikuti
dengan komplikasi pada sistem pembuluh darah dan sistem saraf.
2) Diabetes mellitus tipe II
Tipe ini lebih banyak ditemukan pada orang dewasa. Pada
lebih tinggi dari normal. Masalah utama pada DM tipe ini merupakan
kurang sensitifnya sel target terhadap insulin sebagai akibat dari
kegemukan (obes). Oleh karena itu perlu mengatur berat badan dan
pola makan pada DM tipe ini.
(Ilyah dkk dalam Soegondo, 1996. hal. 61)
d. Dampak permasalahan diabetes mellitus
Penderita diabetes mellitus rentan mengalami 2 masalah berkaitan
dengan kadar gula dalam darah, yaitu hipoglikemia dan ketoasidosis yang
merupakan keadaan gawat darurat yang terjadi pada perjalanan penyakit
diabetes mellitus. Komplikasi ini masih menjadi masalah utama karena
angka kematian masih tinggi. Hipoglikemia adalah gejala yang timbul
akibat tubuh kekurangan glukosa dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetaran,
keringat dingin, pusing dan sebagainya (Tjokroprawiro. A. 2006. hal 11).
Subekti (dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal. 133) menyebutkan
beberapa hal yang menjadi penyebab hipoglikemia:
1) Makan kurang dari diet yang ditentukan.
2) Berat badan turun.
3) Sesudah olah raga
4) Sesudah melahirkan
5) Sembuh sakit
Hal ini sebaiknya pasien dan dokter dapat bekerja sama dalam
konsumsi obat, pengaruh terhadap glukosa darah dan hubungan dengan
darah. Makan tepat pada waktunya dan tepat jumlah kalori adalah pokok
utama pencegahan terjadinya hipoglikemia. Bila hipoglikemia telah terjadi
maka pengobatan harus segera dilaksanakan terutama gangguan terhadap
otak, organ yang paling sensitif terhadap penurunan glukosa darah (Subekti
dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal 134).
Ketoasidosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut
ini memerlukan pengelolaan tepat (Subekti dalam Ranakusuma dkk, 1999.
hal. 135). Menurut Supartondo (dalam Noer dkk, 1996. hal. 622)
menyatakan bahwa gejala dan tanda ketosidosis adalah pernapasan cepat
dan dalam (Kussmaul), dehidrasi (Turgor kulit berkurang, lidah dan bibir
kering), kadang-kadang disertai tekanan darah rendah sampai renjatan.
Pengobatan pada penderita ketosidosis adalah dengan rehidrasi, insulin
dengan dosis rendah, kalium dan antibiotik.
Dalam jangka panjang penderita diabetes melitus jika tidak
ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada
berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki,
syaraf, dll. Pasien diabetes mellitus mempunyai resiko terjadinya penyakit
jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, 50
kali lebih mudah menderita ulkus/gangren, 7 kali lebih mudah mengidap
akibat kerusakan retina daripada pasien non DM (Waspadji dalam
Ranakusuma, 1999. hal. 140).
2. Penderita diabetes mellitus
Penderita diabetes mellitus adalah pasien yang mempunyai
keluhan/gejala klasik DM. Selain itu penderita bisa dipastikan menderita
diabetes mellitus bila kadar glukosa darah 200 mg/dl atau lebih ditambah
gejala khas seperti diatas dan glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih pada
dua kali pemeriksaan pada saat berbeda (PERKENI, 2006. HAL 3-5).
Walaupun belum selalu sependapat tentang diagnosis diabetes mellitus, WHO
menetapkan bahwa seseorang menderita diabetes mellitus bila diagnosis
diabetes mellitus dan gangguan toleransi glukosa dapat ditegakkan dengan
mengukur kadar darah waktu puasa dan 2 jam setelah beban glukosa oral 75
gram (tes toleransi glukosa oral). Bila dijumpai kasus-kasus dengan
kecurigaan menderita diabetes (misalnya riwayat keluarga diabetes, obesitas
dan umur) tetapi tes toleransi glukosa belum memenuhi kriteria diagnosis,
perlu dilakukan ulangan-ulangan pemeriksaan secara periodik sampai
diagnosis adanya diabetes atau tidak dapat ditegakkan (Darmono dalam Noer,
3. Pengelolaan penderita diabetes mellitus
Pada dasarnya tujuan umum dari pengelolaan penyakit diabetes
mellitus adalah:
a. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM dan
mempertahankan rasa nyaman dan sehat.
b. Jangka panjang : mencegah komplikasi dan gangguan pada ginjal,
retina mata, jantung koroner, pembuluh darah kaki,
syaraf, pembuluh darah otak dll.
Adapun cara pengelolaan diabetes melitus adalah menormalkan kadar
glukosa, lipid dan insulin. Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe 2
adalah terdapatnya faktor genetik, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta
pankreas, maka cara-cara untuk memperbaiki kelainan dasar tersebut harus
tercermin pada langkah pengelolaan (PERKENI, 1998. hal. 9).
Pilar utama pengelolaan diabetes mellitus :
a. Edukasi
Diabetes mellitus tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup
dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengelolaan
makanan membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan petugas
kesehatan untuk mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku dibutuhkan edukasi yang
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman
tentang:
1) Perjalanan penyakit DM
2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
3) Penyulit DM dan resikonya
4) Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
5) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik dan obat
hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain
6) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah
atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri
tidak tersedia).
7) Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia
8) Pentingnya latihan jasmani yang teratur
9) Masalah khusus yang dihadapi (misalnya hiperglikemia pada
kehamilan)
10) Pentingnya perawatan diri
11) Cara menggunakan fasilitas kesehatan (PERKENI, 2006. hal. 10).
Edukasi pada penderita diabetes mellitus adalah proses yang
berkesinambungan untuk menyegarkan dan mengingat kembali
prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes. Beberapa prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan
1) Memberikan dukungan dan nasihat yang positif guna menghindari
kecemasan.
2) Memberikan informasi secara bertahap.
3) Memulai edikasi dengan hal yang sederhana baru kemudian yang
kompleks.
4) Mempergunakan alat bantu dengar-pandang (audio-visual) set bahan
informasi, slide, tape, video atau komputer.
5) Melakukan pendekatan dengan mengatasi permasalahan dan
melakukan stimulasi.
6) Memperbaiki ketaatan pasien dengan memberikan pengobatan
sesederhana mungkin.
7) Melakukan kompromi dan negosiasi untuk mencapai tujuan yang
dapat diterima pasien, dan menghindari pemaksaan tujuan pada
pasien.
8) Memotivasi pasien dengan cara memberikan penghargaan dan
mendiskusikan hasil tes laboraturium. (Soegondo dalam Soegondo
dkk., 1996. hal. 96-97).
b. Obat
Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan
jasmani yang teratur namun pengendalian kadar glukosa darahnya belum
mencapai sasaran, diperlukan pemakaian obat berkasiat hipoglimik (oral
1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Pada umumnya dalam menggunakan obat hipoglikemik oral
harus diperhatikan benar fungsi hati dan ginjal. Tidak dianjurkan
untuk memberikan obat-obat tersebut pada pasien dengan gangguan
fungsi hati atau ginjal (PERKENI, 2006. hal. 14)
2) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a) Penurunan berat badan yang cepat
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c) Ketoasidosis diabetic
d) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e) Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
g) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
h) Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak
terkendali dengan TGM
i) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO (PERKENI, 2006.
hal. 17).
3) Terapi kombinasi
Pada umumnya pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai
sesuai dengan kadar glukosa darah pasien. Ada berbagai cara
kombinasi OHO dan insulin (OHO + insulin kerja cepat 3 kali sehari,
OHO + insulin kerja sedang pagi hari, OHO + insulin kerja sedang
malam hari). Yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan
insulin malam hari mengingat walaupun dapat diperoleh keadaan
kendali glukosa darah yang sama, tetapi jumlah insulin yang
diperlukan paling sedikit pada kombinasi OHO dan insulin kerja
sedang malam hari (PERKENI, 1998. hal 18-19).
c. Olah raga
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)
selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (continuous,
rhythmical, interval, progressive, endurance training). Sedapat mungkin
mencapai zona sasaran 75 – 85% denyut nadi maksimal (220 – umur),
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai
contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olah
raga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat
misalnya jogging (PERKENI, 2002. hal. 22).
Tujuan dari olah raga adalah untuk menjaga kebugaran,
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin sehingga
d. Swakelola pola makan
Tujuan perencanaan makanan pada penderita diabetes adalah:
1) Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dengan
keseimbangan konsumsi makanan yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh.
2) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
3) Memberikan energi yang cukup untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan yang memadai dan seimbang
4) Mencegah komplikasi akut dan kronik.
5) Meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal.
(Sukardji dalam Ranakusuma, 1999. hal. 33-34)
Dalam merencanakan makanan untuk pasien diabetes dilakukan
dengan matang dimana hal tersebut akan dipatuhi atau tidak sehingga jalan
terbaik adalah dengan membuat perencanaan makan yang cocok untuk
pasien dalam arti dilakukan secara individualisasi sesuai dengan cara
hidupnya, pola jam kerja, latar belakang cultural, tingkat pendidikan,
penghasilan, dll (Suyono dalam Noer, 1996. hal 632)
Pada dasarnya pengelolaan makanan harus mengikuti
prinsip-prinsip yang sudah ditentukan seperti cukup kalori untuk mencapai atau
Sesuaikan dengan komplikasi itu dan cukup vitamin dan mineral. (Suyono
dalam Noer, dkk. 1996. hal. 632)
Tjokroprawiro (2006, hal 30) juga menyebutkan bahwa dalam
melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaknya mengikuti pedoman “3J”
(Jumlah, Jadwal, Jenis), artinya jumlah kalori yang diberikan harus sesuai,
jadwal makan harus diikuti sesuai dengan interval, yaitu tiga jam dan jenis
makanan manis harus dihindari.
Standar yang dianjurkan PERKENI (2002. hal. 20) adalah
1) Makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat,
protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai
berikut:
Karbohidrat : 45 - 65%
Protein : 15 – 20%
Lemak : 20 – 25%
2) Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan idaman.
Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) =
Indeks Massa Tubuh (IMT).
BB (kg) BMI = IMT =
IMT normal wanita : 18,5 – 23,5 kg/m2
IMT normal pria : 22,5 – 25 kg/m2 (PERKENI 2002. hal. 20)
Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori,
penentuan status gizi memanfaatkan rumus Broca, yaitu :
BB Idaman = (TB – 100) – 10%
Status gizi :
1) Berat badan kurang : < 90% BB idaman
2) Berat badan normal : 90 – 110% BB idaman
3) Berat badan lebih : 110 – 120% BB idaman
4) Gemuk : > 120% BB idaman
(PERKENI, 1998. hal 11)
Menurut Tjokroprawiro (2006. hal 6-7) ada beberapa macam diet
atau pengelolaan makanan mandiri tetapi hal tersebut dibedakan menurut
kondisi diabetes dari penderita, tetapi setiap diet tetap diusahakan untuk
memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Menyesuaikan berat badan penderita ke berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak atau DM dewasa muda (masa
pertumbuhan)
5) Menekan atau menunda timbulnya angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita
7) Menarik dan mudah diterima penderita
Penderita DM perlu swakelola pola makan karena merupakan langkah
terpenting dan efektif mengontrol kadar gula dan lipid.dalam darah. Kontrol
terhadap gula darah sangat penting dilakukan guna menghindari komplikasi akut,
amputasi jika ada luka terutama pada kaki dan kematian. Prinsip dasar dalam
pengelolaan makanan yang dilakukan adalah (1) mengkonsumsi kalori sesuai
dengan kebutuhan dasar, (2) menghindari konsumsi gula dan makanan yang
mengandung gula, (3) jadwal makan yang sesuai dengan interval dan (4)
memperbanyak konsumsi serat dalam makanan dan menghindari konsumsi hidrat
arang olahan pabrik.
B. Harapan Terhadap Hasil Swakelola Makanan
Harapan terhadap hasil usaha (outcome expectancies) adalah keyakinan
bahwa suatu perilaku akan memberikan hasil seperti yang diharapkan (Bandura,
1996. hal 391). Berkaitan dengan swakelola makanan pada penderita diabetes
mellitus, keyakinan yang dimiliki merupakan keyakinan bahwa perilaku
pengaturan pola makan yang dilakukan akan memberikan hasil yang diharapkan.
Outcome expectancies yang tinggi akan membantu meningkatkan perilaku
Harapan terhadap hasil swakelola pola makan yang dilakukan oleh
penderita diabetes mellitus menurut Dhalimarta (2001, hal. 47) meliputi 2 tujuan,
yaitu:
1. Tujuan jangka pendek
Tujuan jangka pendek adalah menghilangkan keluhan dan gejala
penyakit diabetes. Adapun keluhan dan gejala khas yang muncul antara lain:
selalu merasa haus, sering kencing, terutama pada malam hari, dan berat
badan menurun dengan cepat. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan penderita
antara lain: selalu merasa lemas, cepat merasa lapar, pandangan kabur, gatal
pada kemaluan (pada penderita wanita), impotensi pada penderita laki-laki
dan mengalami luka yang sukar sembuh.
2. Tujuan jangka panjang
Tujuan jangka panjang adalah mencegah komplikasi kronis yang dapat
menyerang pembuluh darah, jantung, ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki, dan
sebagainya.
Outcome expectation (harapan terhadap hasil) menurut The Health Belief
Model (dalam Soegondo, 1995. hal 117) meliputi:
1. Perceived benefit
Persepsi seseorang bahwa dengan melakukan suatu tindakan tertentu
maka akan memberikan keuntungan. Misalnya dengan menjalani diet yang
Sehubungan dengan hal tersebut maka jika pasien menjalani pemeriksaan gula
darah seseorang akan mengetahui apakah dirinya mengidap penyakit diabetes.
2. Perceived barriers
Hambatan yang ada dalam swakelola pola makan dapat mengurangi
keinginan seseorang untuk menjalani perilaku tersebut. Pengaturan pola
makanan atau swakelola pola makan yang tidak praktis sering membuat
pasien tidak menjalani/melakukan swakelola pola makan yang sesuai dengan
anjuran dokter.
Harapan terhadap hasil swakelola makanan merupakan keyakinan
bahwa perilaku pengaturan pola makan yang dilakukan akan memberikan
hasil yang diharapkan. Jika harapan terhadap hasil tinggi maka akan
membantu meningkatkan perilaku managemen diri. Harapan terhadap hasil
swakelola pola makan ada 2, yaitu:
a. Jangka pendek dimana bertujuan untuk menghilangkan keluhan/gejala DM
dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat.
b. Jangka panjang dimana mencegah komplikasi dan gangguan pada ginjal,
retina mata, jantung koroner, pembuluh darah kaki, syaraf, pembuluh darah
C. Efikasi Diri
1. Pengertian
Efikasi diri (Self efficacy) menurut Bandura (1997, hal 391)
merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk mengatur dan
melakukan tindakan-tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mendapatkan
hasil yang akan dicapai. Efikasi diri merupakan evaluasi individu terhadap
kemampuan atau kompetensinya untuk menyelesaikan suatu tugas, mencapai
tujuan, atau menghadapi suatu tantangan.
Efikasi diri merupakan kemampuan yang dirasakan untuk membentuk
perilaku yang relevan pada tugas atau situasi khusus (Scholz, dkk, 2002. hal.
242). Efikasi diri menggambarkan kemampuan individu dalam situasi tertentu
sehingga individu yang mempunyai efikasi diri tinggi akan dapat memotivasi
diri dan mengontrol lingkungan sekitarnya untuk menampilkan
perilaku-perilaku sesuai dengan keinginannya. Lebih lanjut dikatakan, bahwa efikasi
diri merupakan salah satu determinan pokok yang secara konsisten dapat
mempredikasi perilaku-perilaku yang spesifik, baik secara langsung maupun
secara tidak langsung bersama-sama sikap dan norma subjektif mempengaruhi
intensi untuk berperilaku yang pada gilirannya juga berpengaruh terhadap
perilaku (Sniehotta, dkk, 2005. hal. 143).
Menurut Bandura (1986. hal 393-394) mekanisme pengaruh efikasi
diri terhadap perilaku manusia dapat terjadi melalui beberapa cara. Pertama;
akan terlibat dalam suatu tugas apabila ia merasa mampu dan akan
menghindari suatu perilaku apabila ia merasa tidak mampu. Kedua; efikasi
diri akan menentukan seberapa banyak usaha yang akan dikeluarkan dan
kegigihannya dalam menghadapi tugas. Efikasi diri yang tinggi akan membuat
seseorang lebih kuat dan lebih gigih dalam melakukan suatu tugas. Ketiga;
efikasi diri akan mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosi. Jika efikasi diri
rendah, seseorang akan merasa bahwa suatu tugas akan lebih sulit
dibandingkan keadaan sebenarnya, dapat menimbulkan stres, dan mempunyai
pandangan yang lebih sempit mengenai bagaimana cara yang baik untuk
keluar dari masalah. Sebaliknya, efikasi diri yang tinggi membuat orang labih
percaya dan lebih yakin menghadapi tugas-tugas yang sulit. Individu memiliki
efikasi diri yang tinggi akan lebih berorientasi pada tugas dan memberikan
atribusi kegagalannya pada kurang usahanya. Sebaliknya, pada individu
memiliki efikasi diri yang rendah akan memberikan atribusi kegagalannya
pada kemampuannya. Persepsi terhadap efikasi diri akan menentukan
bagaimana cara seseorang berpikir, merasakan dan berperilaku, bahwa
kepercayaan diri akan berakibat pada kekalahan dan kegagalan. Akan tetapi,
hal yang lebih penting adalah bagaimana individu secara aktif menggunakan
kemampuan efikasi dirinya untuk mempengaruhi bagaimana ia harus
bertindak.
Efikasi diri adalah salah satu aspek kontrol personal yang berkaitan
Peran efikasi diri dalam perilaku-perilaku yang berkaitan dengan kesehatan
telah banyak dikaji dan efikasi diri merupakan prediktor penting (Carjaval,
1999. hal 443).
Dalam pengaturan pola makan bagi penderita diabetes mellitus efikasi
diri memegang peranan yang sangat penting. Menurut Sarkar dkk (2006, hal.
824) efikasi diri pada penderita diabetes berkorelasi positif dengan kepatuhan
terhadap aktivitas perawatan diri (termasuk di dalamnya keperawatan melalui
pengaturan pola makan). Kepatuhan yang sungguh-sungguh dapat muncul
pada orang yang memiliki efikasi yang tinggi karena yang lebih tinggi akan
menciptakan kontrol yang sungguh-sungguh dapat muncul pada orang yang
memiliki efikasi diri yang tinggi karena efikasi yang lebih tinggi akan
menciptakan kontrol diri yang lebih baik, dan pada akhirnya akan mengurangi
simptom-simptom yang muncul berkaitan dengan penyakit diabetes mellitus
yang diderita.
2. Faktor yang mempengaruhi
Efikasi diri dalam swakelola pola makan menurut Glasgow, Mc. Caul,
dan Schafer (1986, dalam http://care.diabetesjournals.org/cgi/content/
abstractglasgow) adalah keyakinan diri penderita diabetes terhadap
kemampuan mereka sendiri untuk mengikuti aktivitas swakelola pola makan
yang disarankan pada 3 situasi yang dipandang dapat menghalangi
a. Temptations (situasi yang menggoda), misalnya melihat orang lain
menikmati makanan enak yang berkalori tinggi.
b. Negative mood (sedang mengalami mood negatif), misalnya ketika sedang
depresi atau sedang bosan.
c. Uncontrollable situations (sedang menghadapi situasi yang tidak
terkontrol), misalnya ketika sedang sakit.
Menurut Bandura (1986 hal 399-341) efikasi diri dapat dibentuk dari 4
sumber informasi, yaitu:
a. Enactive experience merupakan sumber efikasi diri yang diperoleh dari
diri sendiri dimana kesuksesan yang diperoleh akan meningkatkan efikasi
dirinya, dan sebaliknya kegagalan yang dicapai akan menurunkan efikasi
dirinya.
b. Vicarious experience merupakan efikasi diri yang diperoleh dari orang
lain dimana kesuksesan yang diperoleh orang lain akan meningkatkan
efikasi dirinya dan sebaliknya kegagalan yang dicapai orang lain akan
menurunkan efikasi dirinya.
c. Verbal persuation merupakan sumber efikasi diri seseorang yang
diperoleh dari persuasi orang lain bahwa dirinya memiliki kemampuan
tertentu sehingga dengan persuasi ini efikasi dirinya meningkat.
d. Physiological and affective state dapat menjadi sumber efikasi diri karena
Arousal fisiologis maupun afektif yang dirasakan dalam situasi stres dapat
menjadi isyarat akan adanya disfungsi fisik.
3. Indikator / aspek efikasi diri
Efikasi bervariasi dalam berbagai dimensi yang mempunyai implikasi penting
bagi performansi seseorang. Menurut Bandura (1982, hal 412),
dimensi-dimensi tersebut adalah:
a. Tingkat besaran (magnitude)
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas. Dimensi ini
memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang akan dicoba atau
dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu
dilakukannya dan akan menghindari situasi dan tingkah laku yang berada
di luar batas kemampuan yang dirasakan.
b. Luas bidang (generality)
Dimensi ini berhubungan dengan luas bidang tugas yang dihadapi
oleh individu. Efikasi individu yang satu mungkin hanya terbatas pada
bidang tugas tertentu, sementara pada individu yang lain meliputi
beberapa bidang tugas. Individu dengan efikasi diri yang rendah,
keyakinan akan kemampuannya hanya terbatas pada bidang tertentu.
c. Tingkat kekuatan (strength)
Dimensi ini berkaitan dengan kemantapan atau tingkat keyakinan
individu. Individu dengan efikasi yang lemah lebih mudah menyerah pada
mempunyai efikasi diri yang kuat akan tetap berusaha meskipun menemui
pengalaman yang menghambat.
Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang untuk mengatur dan
melakukan tindakan-tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mendapatkan
hasil yang akan dicapai. Keyakinan tersebut bertujuan untuk evaluasi individu
terhadap kemampuannya menyelesaikan suatu tugas, mencapai tujuan dan
menghadapi suatu tantangan. Aspek dari efikasi diri adalah tingkat besaran
(magnitude), luas bidang (generality) dan tingkat kekuatan (strength).
D. Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Harapan Terhadap Hasil Swakelola
Pola Makan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif yang membutuhkan
penanganan secara berkesinambungan. Penanganan yang dilakukan tidak bisa
untuk menyembuhkan tetapi hanya untuk menghambat komplikasi yang bisa
ditimbulkan. Salah satu penanganan yang efisien dan penting adalah dengan
melakukan swakelola pola makan.
Dalam pengaturan swakelola pola makanan efikasi diri berperan penting
karena efikasi diri dalam swakelola pola makan merupakan keyakinan akan
kemampuan untuk menghadapi kesulitan dalam melakukan swakelola pola makan
(magnitude), untuk menguasai berbagai tugas dalam melakukan swakelola pola
makan (generality) dan kesanggupan untuk terus berusaha melakukan swakelola
Swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus bertujuan untuk
mengontrol kadar gula dan lipid.dalam darah. Kontrol terhadap gula darah sangat
penting dilakukan guna menghindari komplikasi akut, amputasi jika ada luka
terutama pada kaki dan kematian.
Swakelola pola makanan yang dilakukan oleh penderita DM sangat
membutuhkan motivasi yang tinggi untuk melakukan kontrol terhadap perilaku
makan. Kontrol terhadap perilaku tersebut juga membutuhkan keyakinan akan
hasil dari perilaku makan yang telah dilakukan sehingga penderita DM dapat
berhasil dan mempunyai kepatuhan yang tinggi karena adanya control bagi
perilaku swakelola pola makan.
E. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan positif antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas : efikasi diri
2. Variabel tergantung : harapan terhadap hasil
C. Definisi Operasional
1. Efikasi diri dalam swakelola pola makan.
Efikasi diri dalam swakelola pola makan adalah keyakinan diri penderita diabetes mellitus terhadap kemampuan mereka sendiri untuk mengikuti aktivitas swakelola pola makan yang disarankan. Efikasi diri mempunyai 3 dimensi yaitu:
a. Magnitude
dilakukannya dan individu yang mempunyai efikasi diri yang rendah akan menghindari melakukan langkah-langkah atau prinsip dasar melakukan swakelola pola makan yang berada di luar batas kemampuan yang dirasakan.
b. Generality
Berkaitan dengan efikasi diri penderita diabetes untuk melakukan swakelola pola makan secara menyeluruh atau beberapa bidang swakelola. Individu yang mempunyai efikasi diri yang tinggi akan yakin untuk bisa melakukan beberapa bidang swakelola pola makan. Sedangkan individu dengan efikasi diri yang rendah, keyakinan akan kemampuannya hanya terbatas pada bidang swakelola pola makan tertentu.
c. Strength
Blue Print skala efikasi diri adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Blue Print dan Sebaran Item Skala Efikasi Diri Dalam Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II
Materi Favorable Unfavorable Jumlah
Item Magnitude
Keyakinan individu untuk menghadapi kesulitan dalam melakukan prinsip dasar swakelola pola makan
10 10 20
Generality
Keyakinan individu untuk melakukan banyak/ragam langkah-langkah yang harus dilakukan dalam prinsip dasar swakelola pola makan
10 10 20
Strength
Keyakinan individu untuk bertahan dan ulet dalam
melakukan swakelola pola makan
10 10 20
Total Item 30 30 60
Skala efikasi diri tersusun atas pernyataan-pernyataan yang bersifat
favorable dan unfavorable. Pilihan jawaban terdiri dari empat kategori yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk jawaban favorable jawaban Sangat Setuju diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1. sebaliknya untuk pernyataan
Tabel 2
Pemberian skor skala Efikasi Diri Dalam Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II
Jawaban Favorable Unfavorable
SS 4 1
S 3 2
TS 2 3
STS 1 4
Skor total untuk tiap-tiap subjek diperoleh dengan cara menjumlahkan semua skor tiap pernyataan yang diperoleh subjek. Total skor pada skala ini menunjukkan tingkat efikasi diri subjek ketika melakukan swakelola pola makan. Makin tinggi skor total yang diperoleh subjek berarti makin tinggi tingkat efikasi diri subjek dalam melakukan swakelola pola makan. Sebaliknya makin rendah skor total yang diperoleh subjek berarti makin rendah efikasi diri subjek ketika melakukan swakelola pola makan.
2. Harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II.
Harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II merupakan keyakinan bahwa perilaku pengaturan pola makanan yang dilakukan akan memberikan hasil yang diharapkan. Harapan terhadap hasil menurut Dhalimarta (2001, hal. 47) ada 2 yaitu: a. Tujuan Jangka Pendek (menghilangkan keluhan dan gejala penyakit
dikeluhkan penderita antara lain: selalu merasa lemas, cepat merasa lapar, pandangan kabur, gatal pada kemaluan (pada penderita wanita), impotensi pada penderita laki-laki dan mengalami luka yang sukar sembuh)
b. Tujuan Jangka Panjang (mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung, ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki, dan sebagainya).
Blue Print skala harapan terhadap hasil adalah sebagai berikut:
Table 3
Blue Print dan Sebaran Item Skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II
Harapan terhadap hasil Favorable Unfavorable Jumlah
Item Tujuan Jangka Pendek
Menghilangkan keluhan khas penyakit diabetes mellitus
10 10 20
Tujuan Jangka Panjang
Mencegah timbulnya penyakit penyulit atau komplikasi
10 10 20
Total Item 20 20 40
diberi skor 2, Tidak Setuju (TS) diberi skor 3 dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 4.
Tabel 4
Pemberian skor skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II
Jawaban Favorable Unfavorable
SS 4 1
S 3 2
TS 2 3
STS 1 4
Skor total untuk tiap-tiap subjek diperoleh dengan cara menjumlahkan semua skor tiap pernyataan yang diperoleh subjek. Total skor pada skala ini menunjukkan tingkat harapan terhadap hasil ketika melakukan swakelola pola makan. Makin tinggi skor total yang diperoleh subjek berarti makin tinggi tingkat harapan terhadap hasil dalam melakukan swakelola pola makan. Sebaliknya makin rendah skor total yang diperoleh subjek berarti makin rendah tingkat harapan terhadap hasil dalam melakukan swakelola pola makan.
D. Subjek Penelitian
yang memadai untuk dilakukan penelitian pengambilan sampel dari populasi yang ada dengan menggunakan random sampling dimana peneliti memilih secara acak subjek penelitian sehingga tiap subjek penelitian mempunyai peluang yang sama.
E. Prosedur Penelitian
1. Mempersiapkan skala efikasi diri dan harapan terhadap hasil swakelola pola makan dengan menggunakan metode rating (summated rating) atau skala likert dan memiliki empat alternatif jawaban untuk tiap item.
2. Menetapkan subjek penelitian. Subjek yang diambil adalah pasien rawat jalan poliklinik penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang menderita diabetes mellitus tipe II.
3. Metode pengumpulan data akan dilakukan dengan menyebarkan alat ukur penelitian berupa angket skala efikasi diri dan harapan terhadap hasil swakelola makanan yang telah disiapkan oleh peneliti untuk diisi oleh subjek penelitian. Dalam pengumpulan data peneliti memilih untuk membacakan pertanyaan dalam kuesioner karena bagi mereka yang menderita diabetes mellitus berusia lebih dari 40 tahun dengan kondisi badan yang cenderung dalam keadaan sakit, lelah dan sebagian besar dari mereka mengalami gangguan penglihatan.
4. Melakukan uji validitas dan reliabilitas skala efikasi diri dan harapan terhadap hasil swakelola pola makan.
dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II.
6. Membuat kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan dari analisis data yang diperoleh. Peneliti akan membahas hasil penelitian tersebut.
F. Uji Coba Alat Ukur
1. Pengujian Alat Ukur
Penelitian ini menggunakan tryout terpakai dimana hasil dari uji coba item langsung digunakan sebagai sumber data dengan ketentuan item yang lulus uji coba yang digunakan sebagai sumber data. Hal ini dilakukan oleh peneliti karena dari sekian banyak pasien yang menjalani rawat jalan sebagian besar menolak untuk menjadi subjek penelitian. dilakukan Uji coba alat ukur dilakukan untuk melihat kualitas item-item dalam skala yang akan digunakan dalam penelitian yaitu skala efikasi diri dan skala harapan terhadap hasil. Alat ukur diujicobakan pada penderita diabetes mellitus tipe II yang menjalani rawat jalan di Instalasi Rawat Jalan Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tanggal 10 Oktober–5 November 2007 dengan jumlah subjek sebanyak 80 orang. Pernyataan pada skala efikasi diri sebanyak 60 item dan pada skala harapan terhadap hasil terdapat 40 item dengan jumlah keseluruhan 100 item yang semuanya digunakan sebagai alat ukur uji coba.
Tabel 5
Skala Efikasi Diri Sebelum Dilakukan Uji Coba
Materi Favorable Unfavorable Jumlah
Skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Sebelum Dilakukan Uji Coba
Harapan terhadap hasil Favorable Unfavorable Jumlah
2. Hasil Uji Coba Alat Ukur a. Estimasi Validitas
Validitas adalah ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya, sehingga alat ukur tersebut mampu memberikan hasil ukur sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran maka akan semakin tinggi validitasnya (Azwar, 2003. hal 5). Skala yang hanya mampu mengungkap sebagian dari atribut yang seharusnya atau justru mengukur atribut lain, dikatakan sebagai skala yang tidak valid. Validitas yang digunakan dalam alat ukur penelitian ini adalah validitas isi. Dimana validitas isi ini merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional (Azwar, 2003. hal 45).
b. Seleksi Item
Berdasarkan analisis korelasi item total tersebut, tidak semua item dalam skala efikasi diri dan skala harapan terhadap hasil lolos seleksi untuk digunakan dalam pengambilan data penelitian. Melalui analisis korelasi item total untuk skala efikasi diri terdapat 7 item yang tidak lolos seleksi dari total 60 item dan untuk skala harapan terhadap hasil terdapat 6 item yang tidak lolos seleksi dari total 40 item.
Dibawah ini disertakan tabel hasil seleksi skala efikasi diri dan skala harapan terhadap hasil sesudah uji coba
Tabel 7
Hasil Skala Efikasi Diri Sesudah Uji Coba
Tabel 8
Skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Setelah Uji Coba
Harapan terhadap hasil Favorable Unfavorable Jumlah
Item
Tujuan Jangka Pendek
Menghilangkan keluhan khas penyakit diabetes mellitus
3,4,5,8,9, 12,15,16,18
1,2,3,6,8, 11,12,14
17
Tujuan Jangka Panjang
Mencegah timbulnya penyakit penyulit atau komplikasi
2,6,7,10, 11,13,14,19
4,5,7,9, 16,17,18,19,20
17
Total Item 17 17 34
c. Estimasi Reliabilitas
Untuk mengetahui konsistensi dari skala yang disusun maka dilakukan estimasi reliabilitas. Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa skala cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Hal ini karena skala yang reliabel akan menghasilkan data yang cenderung tetap atau sama berapa kalipun skala itu digunakan. Dalam penelitian ini uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula dari Alpha Cronbach(Sugiyono, 1999. hal 282), bila koefisien >0,6 maka dapat dikatakan bahwa skala yang digunakan tersebut reliabel.
Alpha dari hasil pengujian skala harapan terhadap hasil adalah 0,9069 (p>0,6), maka skala harapan terhadap hasil yang digunakan tersebut reliabel dan cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data (Azwar, 2006.hal 177).
G. Metode Analisis Data
BAB IV
PENELITIAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Perizinan penelitian dilakukan dalam rangka mendukung kelancaran
penelitian ini secara administratif. Surat permohonan ijin penelitian dikeluarkan
oleh Dekan Fakultas Psikologi Sanata Dharma Yogyakarta No. KP. 83b yang
dipergunakan sebagai syarat untuk dapat melakukan pengambilan penelitian yang
ditujukan kepada Direktorat Pendidikan dan Penelitian RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan di dalam lingkungan RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta, maka peneliti meminta permohonan izin penelitian ini kepada bagian
Direktorat Pendidikan dan Penelitian RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dengan No.
2522
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dalam instansi pemerintah, yaitu di Instalasi
Rawat Jalan Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang
berlokasi di Jalan Kesehatan No. 1 Sleman Yogyakarta. Alasan peneliti memilih
lokasi penelitian di Instalasi Rawat Jalan Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.
Sardjito, adalah fungsi dan perannya sebagai salah satu instansi pemerintah yang
menerima Askes pegawai negeri dan Kartu Keluarga Miskin. Sangat
memeriksa dan berobat dengan biaya yang lebih terjangkau sehingga bagi mereka
yang menggunakan fasilitas tersebut memilih untuk memeriksakan diri di rumah
sakit tersebut guna keperluan pemeriksaan secara rutin maupun tidak runtin.
Berdasarkan alasan tersebut maka peneliti memilih RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta sebagai tempat penelitian. Untuk Instalasi Rawat Jalan Poliklinik
Penyakit Dalam sendiri mempunyai beberapa bagian yaitu Ruang Periksa
Endokrinologi, Rematologi, dll yang secara spesifik memberikan pelayanan bagi
mereka yang menderita penyakit tersebut. Pada bagian Endokrinologi pasien yang
datang memeriksakan diri sebagian besar mengidap atau menderita diabetes
mellitus tipe I maupun diabetes mellitus tipe II. Penderita Diabetes tipe I dan
pasien yang menderita diabetes tipe II memeriksakan diri untuk pemeriksaan rutin
guna mengontrol gula darah.
C. Statistik Deskriptif
Dari hasil pengumpulan data penelitian diperoleh deskripsi sebagai
berikut:
Tabel 9 Statistik Deskripstif
Mean
N Minimum Maximum Teoritik Empirik
Std. Deviation
Efikasi 80 129 189 159 160,60 12,665
Harapan 80 79 128 103,5 103,74 8,925
Dari deskripsi data diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian
mempunyai efikasi diri yang cenderung tinggi. Hal ini dapat dilihat dari mean
empirik=160,60>mean teoritik=159. Harapan terhadap hasil pada subjek
penelitian tergolong tinggi, dimana mean empirik=103,74>mean teoritik=103,5.
D. Analisis Data
Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang
meliputi uji normalitas sebaran dan uji linearitas hubungan. Uji asumsi dilakukan
untuk memenuhi syarat uji hipotesis, selain itu uji asumsi juga dilakukan untuk
memperoleh kesimpulan yang tidak menyimpang dari seharusnya.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran data
variabel skala efikasi diri dan variabel skala harapan terhadap hasil swakelola
pola makan. Uji normalitas dilakukan dengan pengujian one sample
Kolmogorov-Smirnov test dengan bantuan program SPSS for windows versi
11. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 10 Hasil Uji Normalitas
p Kolmogorov-Smirnov
Efikasi 0,066 ,200
Berdasarkan hasil uji normalitas, didapatkan bahwa distribusi sebaran variabel
bebas dan variabel tergantung bersifat normal karena signifikansi kedua
variabel lebih besar daripada 0,05 ( p > 0,05) (Santoso, 2006. hal. 400).
2. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara efikasi diri
dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan mengikuti fungsi linear
atau tidak. Uji linearitas ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS
for windows versi 11. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 11 Hasil Linearitas
F Sig.
Efikasi * Harapan Linearity 4,381 ,000
Berdasarkan hasil uji linearitas didapatkan bahwa hubungan antara skor
variabel efikasi diri dan harapan terhadap hasil swakelola pola makan
merupakan garis lurus, karena taraf signifikansi untuk linearitas lebih kecil
daripada 0,05 (p<0,05) (Santoso, 2006. hal. 291).
E. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik korelasi product moment dalam program SPSS for windows versi 11. Hasil