• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN HARAPAN TERHADAP HASIL SWAKELOLA POLA MAKAN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN HARAPAN TERHADAP HASIL SWAKELOLA POLA MAKAN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II Skripsi"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN

HARAPAN TERHADAP HASIL SWAKELOLA POLA

MAKAN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS

TIPE II

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Jurusan Psikologi

Disusun Oleh :

Denny Novi Putranta

009114124

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

MOTTO

“I f I have the belief that I can do it,

I shall surely acquire the capacity to do it

Even if I may not have it at the beginning”

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

KUPERSEMBAHKAN KEPADA

TU HAN YESU S K RI STU S DAN BU N DA M ARI A

Yang selalu memberikan kasih tak terhingga dan berkat yang selalu

menyertai hari-hariku

K EDU A ORANG TU A K U

Sebagai ungkapan sayang dan terimakasihku

K EDU A SAU D ARA L AK I -L AKI K U

Untuk persaudaraan diantara kita yang selalu memberikan semangat

ADI STI PU TRI NI NDRASARI

Atas segala keindahan dan kehangatan kasih yang menghiasi hidupku

ORAN G-ORANG HADI R DAL AM HI DU PK U

Semua inspirasi, semangat dan harapan yang telah kalian tinggalkan

(6)

Pernyataan Keaslian Karya

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, skripsi yang telah saya susun ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Februari 2008

Penulis

(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Denny Novi Putranta

Nomor Mahasiswa : 009114124

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Harapan Terhadap Hasil Swakelola

Pola Makan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan selamanya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 26 Februari 2008

Yang menyatakan,

(8)

ABSTRAK

Denny Novi Putranta 009114124 Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2008

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II. Subjek penelitian sebanyak 80 orang yang penderita diabetes mellitus tipe II yang menjalani rawat jalan di poliklinik penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Metode pengumpulan data menggunakan skala efikasi diri dan skala harapan terhadap hasil swakelola pola makan. Tehnik analisis data menggunakan analisis korelasi. Dari hasil analisis korelasi diperoleh hasil probabilitas hasil analisis korelasi yang dilakukan didapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan 0.00 (p<0,01). Dari koefisien korelasi yang didapat, menunjukkan bahwa korelasi antara variabel sangat tinggi r=0,802 (r>0,5). Sumbangan efikasi diri terhadap harapan terhadap hasil swakelola pola makan sebesar 64,2% (r²=0,642). Hal ini berarti ada hubungan antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II.

(9)

ABSTRACT

Denny Novi Putranta 009114124 Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2008

This research is aim to know the correlation between self efficacy and outcome expectation to the result of food management of diabetes mellitus patient type II. Hypothesis which is raised is there is a correlation between self efficacy and outcome expectation to the result of food management of diabetes mellitus patient type II. Subject researches are 80 people who are suffering from diabetes mellitus type II and while continuously care at internal medic polyclinic in Dr. Sardjito General Hospital Yogyakarta. The method of collecting data is using self efficacy scales and scale of outcome expectation to the result of food management. Analysis data technique is using correlation analysis. Based on the analysis og correlation result is obstained a result of probability from correlation analysis which is done that there is a significant correlation between self efficacy and outcome expectation to the result of food management 0,00 (p<0,01). From the correlation coefficient which is got, showed that the correlation between variables are very high, r=0,802 (r>0,5). The contribution of self efficacy for the outcome expectation to the result of food management is 64,2% (r2=0,642). It means that there is a correlation between self efficacy and outcome expectation to the result of food management of diabetes mellitus patient type II.

(10)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II. Yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah dalam pengumpulan data dimana penderita yang bersedia untuk menjadi subjek dalam penelitian sangat jarang.

Skripsi ini terselesaikan dalam total waktu 1 tahun. Terima kasih kepada Tuhan, atas anugrah, kasih karunia dan kesempatan sehingga penelitian ini dapat selesai.

Terselesainya skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena ini, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada 1. Bu Agnes, Bu Susan dan Pak Wahyudi yang secara bergantian menjadi wali

selama kuliah di Psikologi dengan peluh dan air mata.

2. Bu Sylvia sebagai dosen pembimbing hingga skripsi ini dapat terselesaikan dan dukungan serta semangat yang telah diberikan.

3. Bu Lusi yang memberikan banyak bantuan pada waktu seminar sehingga mempercepat terselesainya skripsi ini.

4. Kedua orang tuaku tercinta yang telah memberikan kasih tak terhingga. 5. Kedua saudara laki-laki ku yang semuanya gila tapi memberikan banyak arti

dan semangat hidup.

6. Budhe yang telah membantu secara material maupun moral. Terima kasih budhe atas semuanya yang telah diberikan.

(11)

8. Om Wid dan Tante Nina yang telah memberikan dukungan dan doa serta segalanya yang telah diberikan. Kini saatnya melangkah ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

9. RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta atas segala fasilitas dan kemudahan yang diberikan untuk pengambilan data.

10. Warung Mamie dan Babe yang dengan ramah dan hangat menerima kami sebagai pelanggan yang sering bikin ribut.

11. Anak-anak Pondok Mapasadha terutama yang belum lulus hingga saling kejar-kejaran biar cepet lulus. Dan bingung cari kerja tapi kalian adalah orang-orang hebat.

12. Galih thanks atas online gratisnya dengan catatan mau nemenin jaga warnet sampai pagi, Payah!

13. Emboet yang selalu ngasih motivasi walaupun dirinya sendiri kurang motivasi. Tapi sekarang kayaknya udah ada yang ngasih motivasi lagi. Kebut Bro…!

14. Mami Emboet yang sabar ngasih nasehat buat kami berdua biar cepet lulus dan bias cepet kawin.

15. Gosong dan Ragil dengan celotehnya yang bikin seger tiap pagi.

16. Santoso, selalu ngasih tempat buat nongkrong dan nikmatin indahnya sore hari.

17. Toko AA, terimakasih atas suplai kalsium yang diberikan hingga tulang kuat dan menambah tenaga untuk menyelesaikan penelitian.

(12)

19. Een yang udah susah-susah dari bali buat minjemin buku SPSS. Thanks bro…!

20. Temen-temen kelompok bawah tangga tahun 99-03 yang udah pada nyebar dan berserakan gak karuan. Tetep jadikan dunia ini ceria.

21. Poki, Kikuk, Kuri, Jangkung, Choko dan Gendut ‘moron dog’ yang selalu menghibur setiap hari sehingga tidak pernah bosen untuk menjalani hari-hariku.

(13)

DAFTAR ISI

halaman

Halaman Judul i

Halaman Persetujuan Pembimbing ii

Halaman Pengesahan iii

Halaman Motto iv

Halaman Persembahan v

Pernyataan Keaslian Karya vi

Lembar Persetujuan Publikasi vii

Abstrak viii

Abstract ix

Kata Pengantar x

Daftar Isi xiii

Daftar Tabel xv

I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Perumusan Masalah 7

C. Tujuan Penelitian 7

D. Manfaat Penelitian 8

II. LANDASAN TEORI 9

A. Penderita Diabetes Mellitus 9

1. Penyakit diabetes mellitus 9

2. Penderita diabetes mellitus 14

3. Pengelolaan diabetes mellitus 15 B. Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan 23

C. Efikasi Diri 26

1. Pengertian 26

2. Faktor yang mempengaruhi 28

3. Indikator/aspek efikasi diri 30

(14)

TerhadapHasil Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II

E. Hipotesis Penelitian 32

III. METODOLOGI PENELITIAN 33

A. Jenis Penelitian 33

B. Identifikasi Variabel Penelitian 33

C. Definisi Operasional 33

1. Efikasi diri dalam swakelola pola makan 33 2. Harapan terhadap hasil swakelola pola makan 36 pada penderita diabetes mellitus tipe II

D. Subjek Penelitian 38

E. Prosedur Penelitian 39

F. Uji Coba Alat Ukur 40

1. Pengujian alat ukur 40

2. Hasil uji coba alat ukur 42

G. Metode Analisis Data 45

IV. PENELITIAN DAN HASIL PENELITIAN 46

A. Pelaksanaan Penelitian 46

B. Subjek Penelitian 46

C. Statistik Deskriptif 47

D. Analisis Data 48

1. Uji normalitas 48

2. Uji Linearitas 49

E. Uji Hipotesis 49

F. Pembahasan 52

V. KESIMPULAN DAN SARAN 55

A. Kesimpulan 55

B. Saran 55

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 hal. 35

Blue Print dan Sebaran Item Skala Efikasi Diri Dalam Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II

Tabel 2 hal. 36

Pemberian skor skala Efikasi Diri Dalam Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II

Tabel 3 hal. 37

Blue Print dan Sebaran Item Skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II

Tabel 4 hal. 38

Pemberian skor skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II

Tabel 5 hal. 41

Skala Efikasi Diri Sebelum Dilakukan Uji Coba

Tabel 6 hal. 41

Skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Sebelum Dilakukan Uji Coba

Tabel 7 hal. 43

(16)

Tabel 8 hal. 44 Skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Setelah Uji Coba

Tabel 9 hal. 47

Statistik Deskripstif

Tabel 10 hal. 48

Hasil Uji Normalitas

Tabel 11 hal. 49

Hasil Linearitas

Tabel 12 hal. 50

Hasil Uji Korelasi

Tabel 13 hal. 51

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Timbulnya pola hidup modern yang serba kompleks dan konsumtif membawa perubahan dalam berbagai dimensi kehidupan. Salah satu perubahan yang cukup menonjol adalah pola makan yang semula mengkonsumsi makanan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayur-sayuran, menjadi pola makan modern, dengan mengkonsumsi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan mengandung sedikit serat. Komposisi makanan seperti ini terutama terdapat pada makanan siap santap yang akhir-akhir ini banyak digemari terutama oleh anak-anak muda (Suyono dalam Noer dkk, 1996. hal. 572-573). Menurut Simamora, dkk (1996. hal. 49-50) perubahan pola makan yang terjadi memperbesar resiko timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif antara lain kegemukan (obesitas), kolesterol, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, penyakit divertikular (benjolan-benjolan pada usus), tumor dan kanker. Penyakit degeneratif merupakan kumpulan kelainan yang ditandai oleh suatu proses yang lebih bersifat endogen, progresif, lambat, tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dihambat perkembangannya dan mempengaruhi manusia dalam ekosistemnya (Suyono dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal. 5-6).

(18)

terbaru menunjukkan peningkatan jumlah penderita 6% per-tahun. Melihat berbagai hasil penelitian kenaikan penderita DM secara global disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, sehingga dalam kurun waktu 1 – 2 dekade kedepan penderita DM di Indonesia akan meningkat sebesar 86-138% (Suyono dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal. 3).

Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang bisa menyerang siapa saja. Di Indonesia, penyakit DM belum mendapat perhatian yang maksimal walaupun berdampak negatif pada kualitas sumber daya manusia terutama akibat penyakit menahun yang ditimbulkan dan bisa berakibat pada kematian (PERKENI, 2002. hal. 2).

(19)

Edukasi pada penderita DM adalah proses yang berkesinambungan untuk menyegarkan dan mengingat kembali prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes. Perawatan yang berkualitas hanya dapat dicapai bila ada kerjasama antara pasien, perawat dan dokter dimana pasien akan mendapat informasi dari pelaksanaan kesehatan dan keluarga sebagai kontrol terhadap perilaku pasien (Soegondo dalam Soegondo dkk, 1995. hal. 96). Diabetes mellitus merupakan penyakit yang diderita seumur hidup, sehingga yang berperan dalam pengelolaan tidak hanya dokter, perawat dan ahli gizi, tetapi lebih penting lagi keikutsertaan pasien sendiri dalam mengelola penyakit DM yang dideritanya (Soegondo dalam Noer dkk, 1996. hal. 666). Hal tersebut dikarenakan diabetes merupakan suatu penyakit yang memerlukan penanganan secara mandiri. Pasien DM harus mempunyai pengetahuan dan ketrampilan dalam penatalaksanaan diabetes dalam kehidupan sehari-hari (Soegondo dalam Soegondo dkk, 1995. hal. 96).

Berbagai gangguan dan gejala komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit DM dapat diatasi atau dicegah melalui berbagai penanganan yang banyak disarankan untuk penderita DM. Tujuan penanganan secara umum adalah menjaga agar kadar gula dalam darah selalu berada pada tingkat normal sepanjang hari dan sepanjang tahun (Waspadji dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal. 21).

(20)

umumnya menjurus pada defisiensi insulin absolute sehingga pada penderita tipe ini sangat tergantung pada suntikan insulin. Penderita DM tipe II adalah mereka yang mempunyai faktor genetik, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta pankreas maka untuk menanggulangi kelainan tersebut melalui pengelolaan pada makanan (Suyono dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal. 5-8). Swakelola pola makan merupakan salah satu cara untuk dapat mengendalikan kadar glukosa dalam darah dan mencapai berat badan ideal (Suyono dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal. 632). Hal ini dikarenakan kadar gula dalam darah sangat dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi dan kegemukan menjadikan gula darah dalam darah sulit untuk dikendalikan (Sibuea, 1997. hal 17).

Menurut Sibuea (1997, hal 32) ada 4 prinsip dasar perencanaan makanan atau diet bagi penderita DM. Prinsip pertama ialah pemberian kalori sesuai dengan kebutuhan dasar. Prinsip kedua ialah menghindari konsumsi gula dan makanan yang mengandung gula di dalamnya. Prinsip ketiga adalah mengurangi konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari karena konsumsi lemak menjadikan penderita akan lebih mengalami kelebihan lemak darah yang berasal dari gula darah yang tidak terpakai sebagai energi. Prinsip keempat yaitu memperbanyak konsumsi serat dalam makanan dan menghindari konsumsi hidrat arang olahan yakni hidrat arang hasil dari pabrik berupa tepung dengan segala produknya.

(21)

tetapi banyak penderita diabetes mellitus gagal mengikuti aktivitas yang disarankan ini (Eakin, dkk, 2007. hal 392). Pendapat ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lam, M. (dalam www.LamMD.com, 2002) yang menunjukkan hasil bahwa 80% subjek penderita diabetes mellitus yang diteliti tidak mengkonsumsi makanan sesuai dengan jenis makanan yang disarankan.

Kegagalan dalam melakukan swakelola makanan pada umumnya terjadi karena pasien kurang disiplin dalam memilih makanannya. Penderita cenderung untuk makan makanan yang enak. Makanan enak biasanya banyak mengandung gula dan atau lemak, oleh karena itu walaupun dilarang seringkali pasien ‘curi-curi’ mengkonsumsi makanan yang dilarang tersebut. Disamping itu kegagalan juga banyak terjadi karena penderita diabetes mellitus tidak mampu mengurangi jumlah kalori yang dikonsumsi (Sibuea, 1997 hal 24).

Bagi pasien diabetes mellitus akan lebih baik jika bisa untuk mengubah perilakunya dan menghasilkan hasil pengobatan yang optimal (Basuki dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal 111). Semakin banyak dan semakin baik pasien mengerti bagaimana harus mengubah perilakunya dan mengapa hal itu diperlukan, akan semakin baik pelaksanaannya dalam melakukan swakelola pola makan (Soegondo dalam Noer dkk, 1996. hal. 665).

(22)

seseorang juga membutuhkan harapan terhadap hasil perilaku yang dilakukan (Bandura, 1996. hal 391). Harapan terhadap hasil adalah terletak pada perilaku dan hasil yang diantisipasinya, dalam hal ini individu memperkirakan bahwa perilaku tersebut akan mencapai hasil yang diinginkan (Pintrich, dkk. dalam http://www.des.emory.edu/mfp/self-efficacy.html). Harapan terhadap hasil usaha yang tinggi akan meningkatkan perilaku managemen diri (Bandura, 1996. hal 391).

Dalam ilmu kesehatan, peran efikasi diri dalam perilaku-perilaku yang berkaitan dengan kesehatan telah banyak dikaji dan efikasi diri merupakan salah satu prediktor penting (Carjaval, 1999. hal 443). Efikasi diri adalah keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk mengatur dan melakukan tindakan-tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mendapatkan hasil yang akan dicapai (Bandura, 1997. hal 2). Sebagai contoh seorang penderita DM harus dapat meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang bisa memperburuk kesehatan, mereka harus merasa mampu melakukan diet, berolah raga atau minum obat sesuai dengan aturan yang diberikan (Basuki dalam Soegondo dkk, 1999. hal. 106).

(23)

menunjukkan bahwa remaja yang memiliki efikasi diri yang tinggi terhadap penyakit DM yang dideritanya memiliki kualitas hidup yang lebih baik, mampu melakukan koping secara lebih sukses dan memiliki tingkat depresi yang lebih rendah daripada remaja penderita DM dengan efikasi diri yang rendah. Intervensi-intervensi yang meningkatkan efikasi diri dalam pengaturan makanan juga lebih penting untuk menghasilkan peningkatan dalam swakelola pola makan (Anderson dkk., 1995. hal 943).

Peneliti sangat tertarik untuk meneliti mengenai hubungan antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola makanan pada penderita diabetes mellitus tipe II. Ketertarikan muncul karena DM merupakan penyakit yang tidak bisa sembuh dan memerlukan usaha sepanjang hidup untuk bisa mengontrol kadar gula darah dengan cara pengelolaan makanan secara mandiri atau swakelola pola makan.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan positif antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II.

C. Tujuan Penelitian

(24)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis berguna untuk mengembangkan kemampuan dibidang penelitian dan menyumbangkan hasil penelitian untuk bidang yang bersangkutan.

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penderita Diabetes Mellitus

1. Penyakit diabetes mellitus

a. Pengertian diabetes mellitus

Pankreas adalah penghasil insulin yang terletak di belakang

lambung. Di dalamnya terdapat pulau-pulau langerhans yang berisi sel beta

yang mengeluarkan hormon insulin yang berperan dalam mengatur kadar

gula dalam darah. Insulin yang membawa glukosa ke dalam sel untuk

kemudian diubah menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada maka glukosa

dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar gula

dalam darah meningkat. Keadaan ini yang disebut sebagai Diabetes

Mellitus Tergantung Insulin (DMTI). Pada Diabetes Mellitus Tidak

Tergantung Insulin (DMTTI), jumlah insulin bisa normal bahkan lebih

banyak. Akan tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel

kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan

mengakibatkan sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar gula

dalam darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan DMTI

tetapi pada DMTTI disamping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga

(26)

kualitasnya kurang baik sehingga gagal membawa glukosa ke dalam sel.

(Subekti dalam Ranakusuma, 1999. hal. 206)

b. Gejala diabetes mellitus

Penyakit diabetes mellitus dapat timbul secara mendadak pada

anak-anak maupun orang dewasa muda. Sedangkan pada orang dewasa tua

(>40 tahun), penyakit ini sering muncul tanpa gejala dan baru diketahui

bila yang bersangkutan melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala

akut (mendadak) yang dapat ditimbulkan adalah (Tjokroprawiro. A. 2006.

hal 6-7)

1) Rasa haus (polidipsi)

2) Sering kencing (poliuria) terutama pada malam hari

3) Banyak makan (poliphagia)

4) Napsu makan berkurang

5) Berat badan menurun

6) Badan terasa lemah

7) Bila tidak segera diobati akan menimbulkan rasa mual dan bisa

terserang koma yang disebut koma diabetik.

Gejala kronik (menahun) yang muncul pada penderita DM adalah:

1) Kesemutan

2) Kulit terasa panas

(27)

4) Kram

5) Lelah

6) Mudah mengantuk

7) Mata kabut, biasanya sering ganti kacamata

8) Gatal disekitar kemaluan terutama wanita

9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas

10) Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten, dan

11) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin

dalam kandungan atau berat badan bayi lahir lebih dari 4 kg

(Tjokroprawiro. A. 2006. hal 7-8)

c. Tipe diabetes mellitus

Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit menahun dan tidak

bisa disembuhkan yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam

darah diatas normal. Ada 2 jenis penyakit diabetes mellitus secara garis

besar yaitu diabetes mellitus tipe I dan diebetes mellitus tipe II yaitu:

1) Diabetes mellitus tipe I (Insulin dependen diabetes)

0-20% DM adalah tipe ini dan lebih sering terdapat pada anak.

DM tipe ini memerlukan suntikan insulin. DM tipe ini sering diikuti

dengan komplikasi pada sistem pembuluh darah dan sistem saraf.

2) Diabetes mellitus tipe II

Tipe ini lebih banyak ditemukan pada orang dewasa. Pada

(28)

lebih tinggi dari normal. Masalah utama pada DM tipe ini merupakan

kurang sensitifnya sel target terhadap insulin sebagai akibat dari

kegemukan (obes). Oleh karena itu perlu mengatur berat badan dan

pola makan pada DM tipe ini.

(Ilyah dkk dalam Soegondo, 1996. hal. 61)

d. Dampak permasalahan diabetes mellitus

Penderita diabetes mellitus rentan mengalami 2 masalah berkaitan

dengan kadar gula dalam darah, yaitu hipoglikemia dan ketoasidosis yang

merupakan keadaan gawat darurat yang terjadi pada perjalanan penyakit

diabetes mellitus. Komplikasi ini masih menjadi masalah utama karena

angka kematian masih tinggi. Hipoglikemia adalah gejala yang timbul

akibat tubuh kekurangan glukosa dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetaran,

keringat dingin, pusing dan sebagainya (Tjokroprawiro. A. 2006. hal 11).

Subekti (dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal. 133) menyebutkan

beberapa hal yang menjadi penyebab hipoglikemia:

1) Makan kurang dari diet yang ditentukan.

2) Berat badan turun.

3) Sesudah olah raga

4) Sesudah melahirkan

5) Sembuh sakit

(29)

Hal ini sebaiknya pasien dan dokter dapat bekerja sama dalam

konsumsi obat, pengaruh terhadap glukosa darah dan hubungan dengan

darah. Makan tepat pada waktunya dan tepat jumlah kalori adalah pokok

utama pencegahan terjadinya hipoglikemia. Bila hipoglikemia telah terjadi

maka pengobatan harus segera dilaksanakan terutama gangguan terhadap

otak, organ yang paling sensitif terhadap penurunan glukosa darah (Subekti

dalam Ranakusuma dkk, 1999. hal 134).

Ketoasidosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut

ini memerlukan pengelolaan tepat (Subekti dalam Ranakusuma dkk, 1999.

hal. 135). Menurut Supartondo (dalam Noer dkk, 1996. hal. 622)

menyatakan bahwa gejala dan tanda ketosidosis adalah pernapasan cepat

dan dalam (Kussmaul), dehidrasi (Turgor kulit berkurang, lidah dan bibir

kering), kadang-kadang disertai tekanan darah rendah sampai renjatan.

Pengobatan pada penderita ketosidosis adalah dengan rehidrasi, insulin

dengan dosis rendah, kalium dan antibiotik.

Dalam jangka panjang penderita diabetes melitus jika tidak

ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada

berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki,

syaraf, dll. Pasien diabetes mellitus mempunyai resiko terjadinya penyakit

jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, 50

kali lebih mudah menderita ulkus/gangren, 7 kali lebih mudah mengidap

(30)

akibat kerusakan retina daripada pasien non DM (Waspadji dalam

Ranakusuma, 1999. hal. 140).

2. Penderita diabetes mellitus

Penderita diabetes mellitus adalah pasien yang mempunyai

keluhan/gejala klasik DM. Selain itu penderita bisa dipastikan menderita

diabetes mellitus bila kadar glukosa darah 200 mg/dl atau lebih ditambah

gejala khas seperti diatas dan glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih pada

dua kali pemeriksaan pada saat berbeda (PERKENI, 2006. HAL 3-5).

Walaupun belum selalu sependapat tentang diagnosis diabetes mellitus, WHO

menetapkan bahwa seseorang menderita diabetes mellitus bila diagnosis

diabetes mellitus dan gangguan toleransi glukosa dapat ditegakkan dengan

mengukur kadar darah waktu puasa dan 2 jam setelah beban glukosa oral 75

gram (tes toleransi glukosa oral). Bila dijumpai kasus-kasus dengan

kecurigaan menderita diabetes (misalnya riwayat keluarga diabetes, obesitas

dan umur) tetapi tes toleransi glukosa belum memenuhi kriteria diagnosis,

perlu dilakukan ulangan-ulangan pemeriksaan secara periodik sampai

diagnosis adanya diabetes atau tidak dapat ditegakkan (Darmono dalam Noer,

(31)

3. Pengelolaan penderita diabetes mellitus

Pada dasarnya tujuan umum dari pengelolaan penyakit diabetes

mellitus adalah:

a. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM dan

mempertahankan rasa nyaman dan sehat.

b. Jangka panjang : mencegah komplikasi dan gangguan pada ginjal,

retina mata, jantung koroner, pembuluh darah kaki,

syaraf, pembuluh darah otak dll.

Adapun cara pengelolaan diabetes melitus adalah menormalkan kadar

glukosa, lipid dan insulin. Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe 2

adalah terdapatnya faktor genetik, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta

pankreas, maka cara-cara untuk memperbaiki kelainan dasar tersebut harus

tercermin pada langkah pengelolaan (PERKENI, 1998. hal. 9).

Pilar utama pengelolaan diabetes mellitus :

a. Edukasi

Diabetes mellitus tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup

dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengelolaan

makanan membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan petugas

kesehatan untuk mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.

Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku dibutuhkan edukasi yang

(32)

Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman

tentang:

1) Perjalanan penyakit DM

2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

3) Penyulit DM dan resikonya

4) Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan

5) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik dan obat

hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain

6) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah

atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri

tidak tersedia).

7) Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau

hipoglikemia

8) Pentingnya latihan jasmani yang teratur

9) Masalah khusus yang dihadapi (misalnya hiperglikemia pada

kehamilan)

10) Pentingnya perawatan diri

11) Cara menggunakan fasilitas kesehatan (PERKENI, 2006. hal. 10).

Edukasi pada penderita diabetes mellitus adalah proses yang

berkesinambungan untuk menyegarkan dan mengingat kembali

prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes. Beberapa prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan

(33)

1) Memberikan dukungan dan nasihat yang positif guna menghindari

kecemasan.

2) Memberikan informasi secara bertahap.

3) Memulai edikasi dengan hal yang sederhana baru kemudian yang

kompleks.

4) Mempergunakan alat bantu dengar-pandang (audio-visual) set bahan

informasi, slide, tape, video atau komputer.

5) Melakukan pendekatan dengan mengatasi permasalahan dan

melakukan stimulasi.

6) Memperbaiki ketaatan pasien dengan memberikan pengobatan

sesederhana mungkin.

7) Melakukan kompromi dan negosiasi untuk mencapai tujuan yang

dapat diterima pasien, dan menghindari pemaksaan tujuan pada

pasien.

8) Memotivasi pasien dengan cara memberikan penghargaan dan

mendiskusikan hasil tes laboraturium. (Soegondo dalam Soegondo

dkk., 1996. hal. 96-97).

b. Obat

Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan

jasmani yang teratur namun pengendalian kadar glukosa darahnya belum

mencapai sasaran, diperlukan pemakaian obat berkasiat hipoglimik (oral

(34)

1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Pada umumnya dalam menggunakan obat hipoglikemik oral

harus diperhatikan benar fungsi hati dan ginjal. Tidak dianjurkan

untuk memberikan obat-obat tersebut pada pasien dengan gangguan

fungsi hati atau ginjal (PERKENI, 2006. hal. 14)

2) Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

a) Penurunan berat badan yang cepat

b) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

c) Ketoasidosis diabetic

d) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

e) Hiperglikemia dengan asidosis laktat

f) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

g) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

h) Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak

terkendali dengan TGM

i) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

j) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO (PERKENI, 2006.

hal. 17).

3) Terapi kombinasi

Pada umumnya pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai

(35)

sesuai dengan kadar glukosa darah pasien. Ada berbagai cara

kombinasi OHO dan insulin (OHO + insulin kerja cepat 3 kali sehari,

OHO + insulin kerja sedang pagi hari, OHO + insulin kerja sedang

malam hari). Yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan

insulin malam hari mengingat walaupun dapat diperoleh keadaan

kendali glukosa darah yang sama, tetapi jumlah insulin yang

diperlukan paling sedikit pada kombinasi OHO dan insulin kerja

sedang malam hari (PERKENI, 1998. hal 18-19).

c. Olah raga

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)

selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (continuous,

rhythmical, interval, progressive, endurance training). Sedapat mungkin

mencapai zona sasaran 75 – 85% denyut nadi maksimal (220 – umur),

disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai

contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olah

raga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat

misalnya jogging (PERKENI, 2002. hal. 22).

Tujuan dari olah raga adalah untuk menjaga kebugaran,

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin sehingga

(36)

d. Swakelola pola makan

Tujuan perencanaan makanan pada penderita diabetes adalah:

1) Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dengan

keseimbangan konsumsi makanan yang sesuai dengan kebutuhan

tubuh.

2) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.

3) Memberikan energi yang cukup untuk mencapai dan mempertahankan

berat badan yang memadai dan seimbang

4) Mencegah komplikasi akut dan kronik.

5) Meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang

optimal.

(Sukardji dalam Ranakusuma, 1999. hal. 33-34)

Dalam merencanakan makanan untuk pasien diabetes dilakukan

dengan matang dimana hal tersebut akan dipatuhi atau tidak sehingga jalan

terbaik adalah dengan membuat perencanaan makan yang cocok untuk

pasien dalam arti dilakukan secara individualisasi sesuai dengan cara

hidupnya, pola jam kerja, latar belakang cultural, tingkat pendidikan,

penghasilan, dll (Suyono dalam Noer, 1996. hal 632)

Pada dasarnya pengelolaan makanan harus mengikuti

prinsip-prinsip yang sudah ditentukan seperti cukup kalori untuk mencapai atau

(37)

Sesuaikan dengan komplikasi itu dan cukup vitamin dan mineral. (Suyono

dalam Noer, dkk. 1996. hal. 632)

Tjokroprawiro (2006, hal 30) juga menyebutkan bahwa dalam

melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaknya mengikuti pedoman “3J”

(Jumlah, Jadwal, Jenis), artinya jumlah kalori yang diberikan harus sesuai,

jadwal makan harus diikuti sesuai dengan interval, yaitu tiga jam dan jenis

makanan manis harus dihindari.

Standar yang dianjurkan PERKENI (2002. hal. 20) adalah

1) Makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat,

protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai

berikut:

Karbohidrat : 45 - 65%

Protein : 15 – 20%

Lemak : 20 – 25%

2) Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,

stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan

berat badan idaman.

Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) =

Indeks Massa Tubuh (IMT).

BB (kg) BMI = IMT =

(38)

IMT normal wanita : 18,5 – 23,5 kg/m2

IMT normal pria : 22,5 – 25 kg/m2 (PERKENI 2002. hal. 20)

Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori,

penentuan status gizi memanfaatkan rumus Broca, yaitu :

BB Idaman = (TB – 100) – 10%

Status gizi :

1) Berat badan kurang : < 90% BB idaman

2) Berat badan normal : 90 – 110% BB idaman

3) Berat badan lebih : 110 – 120% BB idaman

4) Gemuk : > 120% BB idaman

(PERKENI, 1998. hal 11)

Menurut Tjokroprawiro (2006. hal 6-7) ada beberapa macam diet

atau pengelolaan makanan mandiri tetapi hal tersebut dibedakan menurut

kondisi diabetes dari penderita, tetapi setiap diet tetap diusahakan untuk

memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

1) Memperbaiki kesehatan umum penderita

2) Menyesuaikan berat badan penderita ke berat badan normal

3) Menormalkan pertumbuhan DM anak atau DM dewasa muda (masa

pertumbuhan)

(39)

5) Menekan atau menunda timbulnya angiopati diabetik

6) Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita

7) Menarik dan mudah diterima penderita

Penderita DM perlu swakelola pola makan karena merupakan langkah

terpenting dan efektif mengontrol kadar gula dan lipid.dalam darah. Kontrol

terhadap gula darah sangat penting dilakukan guna menghindari komplikasi akut,

amputasi jika ada luka terutama pada kaki dan kematian. Prinsip dasar dalam

pengelolaan makanan yang dilakukan adalah (1) mengkonsumsi kalori sesuai

dengan kebutuhan dasar, (2) menghindari konsumsi gula dan makanan yang

mengandung gula, (3) jadwal makan yang sesuai dengan interval dan (4)

memperbanyak konsumsi serat dalam makanan dan menghindari konsumsi hidrat

arang olahan pabrik.

B. Harapan Terhadap Hasil Swakelola Makanan

Harapan terhadap hasil usaha (outcome expectancies) adalah keyakinan

bahwa suatu perilaku akan memberikan hasil seperti yang diharapkan (Bandura,

1996. hal 391). Berkaitan dengan swakelola makanan pada penderita diabetes

mellitus, keyakinan yang dimiliki merupakan keyakinan bahwa perilaku

pengaturan pola makan yang dilakukan akan memberikan hasil yang diharapkan.

Outcome expectancies yang tinggi akan membantu meningkatkan perilaku

(40)

Harapan terhadap hasil swakelola pola makan yang dilakukan oleh

penderita diabetes mellitus menurut Dhalimarta (2001, hal. 47) meliputi 2 tujuan,

yaitu:

1. Tujuan jangka pendek

Tujuan jangka pendek adalah menghilangkan keluhan dan gejala

penyakit diabetes. Adapun keluhan dan gejala khas yang muncul antara lain:

selalu merasa haus, sering kencing, terutama pada malam hari, dan berat

badan menurun dengan cepat. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan penderita

antara lain: selalu merasa lemas, cepat merasa lapar, pandangan kabur, gatal

pada kemaluan (pada penderita wanita), impotensi pada penderita laki-laki

dan mengalami luka yang sukar sembuh.

2. Tujuan jangka panjang

Tujuan jangka panjang adalah mencegah komplikasi kronis yang dapat

menyerang pembuluh darah, jantung, ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki, dan

sebagainya.

Outcome expectation (harapan terhadap hasil) menurut The Health Belief

Model (dalam Soegondo, 1995. hal 117) meliputi:

1. Perceived benefit

Persepsi seseorang bahwa dengan melakukan suatu tindakan tertentu

maka akan memberikan keuntungan. Misalnya dengan menjalani diet yang

(41)

Sehubungan dengan hal tersebut maka jika pasien menjalani pemeriksaan gula

darah seseorang akan mengetahui apakah dirinya mengidap penyakit diabetes.

2. Perceived barriers

Hambatan yang ada dalam swakelola pola makan dapat mengurangi

keinginan seseorang untuk menjalani perilaku tersebut. Pengaturan pola

makanan atau swakelola pola makan yang tidak praktis sering membuat

pasien tidak menjalani/melakukan swakelola pola makan yang sesuai dengan

anjuran dokter.

Harapan terhadap hasil swakelola makanan merupakan keyakinan

bahwa perilaku pengaturan pola makan yang dilakukan akan memberikan

hasil yang diharapkan. Jika harapan terhadap hasil tinggi maka akan

membantu meningkatkan perilaku managemen diri. Harapan terhadap hasil

swakelola pola makan ada 2, yaitu:

a. Jangka pendek dimana bertujuan untuk menghilangkan keluhan/gejala DM

dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat.

b. Jangka panjang dimana mencegah komplikasi dan gangguan pada ginjal,

retina mata, jantung koroner, pembuluh darah kaki, syaraf, pembuluh darah

(42)

C. Efikasi Diri

1. Pengertian

Efikasi diri (Self efficacy) menurut Bandura (1997, hal 391)

merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk mengatur dan

melakukan tindakan-tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mendapatkan

hasil yang akan dicapai. Efikasi diri merupakan evaluasi individu terhadap

kemampuan atau kompetensinya untuk menyelesaikan suatu tugas, mencapai

tujuan, atau menghadapi suatu tantangan.

Efikasi diri merupakan kemampuan yang dirasakan untuk membentuk

perilaku yang relevan pada tugas atau situasi khusus (Scholz, dkk, 2002. hal.

242). Efikasi diri menggambarkan kemampuan individu dalam situasi tertentu

sehingga individu yang mempunyai efikasi diri tinggi akan dapat memotivasi

diri dan mengontrol lingkungan sekitarnya untuk menampilkan

perilaku-perilaku sesuai dengan keinginannya. Lebih lanjut dikatakan, bahwa efikasi

diri merupakan salah satu determinan pokok yang secara konsisten dapat

mempredikasi perilaku-perilaku yang spesifik, baik secara langsung maupun

secara tidak langsung bersama-sama sikap dan norma subjektif mempengaruhi

intensi untuk berperilaku yang pada gilirannya juga berpengaruh terhadap

perilaku (Sniehotta, dkk, 2005. hal. 143).

Menurut Bandura (1986. hal 393-394) mekanisme pengaruh efikasi

diri terhadap perilaku manusia dapat terjadi melalui beberapa cara. Pertama;

(43)

akan terlibat dalam suatu tugas apabila ia merasa mampu dan akan

menghindari suatu perilaku apabila ia merasa tidak mampu. Kedua; efikasi

diri akan menentukan seberapa banyak usaha yang akan dikeluarkan dan

kegigihannya dalam menghadapi tugas. Efikasi diri yang tinggi akan membuat

seseorang lebih kuat dan lebih gigih dalam melakukan suatu tugas. Ketiga;

efikasi diri akan mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosi. Jika efikasi diri

rendah, seseorang akan merasa bahwa suatu tugas akan lebih sulit

dibandingkan keadaan sebenarnya, dapat menimbulkan stres, dan mempunyai

pandangan yang lebih sempit mengenai bagaimana cara yang baik untuk

keluar dari masalah. Sebaliknya, efikasi diri yang tinggi membuat orang labih

percaya dan lebih yakin menghadapi tugas-tugas yang sulit. Individu memiliki

efikasi diri yang tinggi akan lebih berorientasi pada tugas dan memberikan

atribusi kegagalannya pada kurang usahanya. Sebaliknya, pada individu

memiliki efikasi diri yang rendah akan memberikan atribusi kegagalannya

pada kemampuannya. Persepsi terhadap efikasi diri akan menentukan

bagaimana cara seseorang berpikir, merasakan dan berperilaku, bahwa

kepercayaan diri akan berakibat pada kekalahan dan kegagalan. Akan tetapi,

hal yang lebih penting adalah bagaimana individu secara aktif menggunakan

kemampuan efikasi dirinya untuk mempengaruhi bagaimana ia harus

bertindak.

Efikasi diri adalah salah satu aspek kontrol personal yang berkaitan

(44)

Peran efikasi diri dalam perilaku-perilaku yang berkaitan dengan kesehatan

telah banyak dikaji dan efikasi diri merupakan prediktor penting (Carjaval,

1999. hal 443).

Dalam pengaturan pola makan bagi penderita diabetes mellitus efikasi

diri memegang peranan yang sangat penting. Menurut Sarkar dkk (2006, hal.

824) efikasi diri pada penderita diabetes berkorelasi positif dengan kepatuhan

terhadap aktivitas perawatan diri (termasuk di dalamnya keperawatan melalui

pengaturan pola makan). Kepatuhan yang sungguh-sungguh dapat muncul

pada orang yang memiliki efikasi yang tinggi karena yang lebih tinggi akan

menciptakan kontrol yang sungguh-sungguh dapat muncul pada orang yang

memiliki efikasi diri yang tinggi karena efikasi yang lebih tinggi akan

menciptakan kontrol diri yang lebih baik, dan pada akhirnya akan mengurangi

simptom-simptom yang muncul berkaitan dengan penyakit diabetes mellitus

yang diderita.

2. Faktor yang mempengaruhi

Efikasi diri dalam swakelola pola makan menurut Glasgow, Mc. Caul,

dan Schafer (1986, dalam http://care.diabetesjournals.org/cgi/content/

abstractglasgow) adalah keyakinan diri penderita diabetes terhadap

kemampuan mereka sendiri untuk mengikuti aktivitas swakelola pola makan

yang disarankan pada 3 situasi yang dipandang dapat menghalangi

(45)

a. Temptations (situasi yang menggoda), misalnya melihat orang lain

menikmati makanan enak yang berkalori tinggi.

b. Negative mood (sedang mengalami mood negatif), misalnya ketika sedang

depresi atau sedang bosan.

c. Uncontrollable situations (sedang menghadapi situasi yang tidak

terkontrol), misalnya ketika sedang sakit.

Menurut Bandura (1986 hal 399-341) efikasi diri dapat dibentuk dari 4

sumber informasi, yaitu:

a. Enactive experience merupakan sumber efikasi diri yang diperoleh dari

diri sendiri dimana kesuksesan yang diperoleh akan meningkatkan efikasi

dirinya, dan sebaliknya kegagalan yang dicapai akan menurunkan efikasi

dirinya.

b. Vicarious experience merupakan efikasi diri yang diperoleh dari orang

lain dimana kesuksesan yang diperoleh orang lain akan meningkatkan

efikasi dirinya dan sebaliknya kegagalan yang dicapai orang lain akan

menurunkan efikasi dirinya.

c. Verbal persuation merupakan sumber efikasi diri seseorang yang

diperoleh dari persuasi orang lain bahwa dirinya memiliki kemampuan

tertentu sehingga dengan persuasi ini efikasi dirinya meningkat.

d. Physiological and affective state dapat menjadi sumber efikasi diri karena

(46)

Arousal fisiologis maupun afektif yang dirasakan dalam situasi stres dapat

menjadi isyarat akan adanya disfungsi fisik.

3. Indikator / aspek efikasi diri

Efikasi bervariasi dalam berbagai dimensi yang mempunyai implikasi penting

bagi performansi seseorang. Menurut Bandura (1982, hal 412),

dimensi-dimensi tersebut adalah:

a. Tingkat besaran (magnitude)

Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas. Dimensi ini

memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang akan dicoba atau

dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu

dilakukannya dan akan menghindari situasi dan tingkah laku yang berada

di luar batas kemampuan yang dirasakan.

b. Luas bidang (generality)

Dimensi ini berhubungan dengan luas bidang tugas yang dihadapi

oleh individu. Efikasi individu yang satu mungkin hanya terbatas pada

bidang tugas tertentu, sementara pada individu yang lain meliputi

beberapa bidang tugas. Individu dengan efikasi diri yang rendah,

keyakinan akan kemampuannya hanya terbatas pada bidang tertentu.

c. Tingkat kekuatan (strength)

Dimensi ini berkaitan dengan kemantapan atau tingkat keyakinan

individu. Individu dengan efikasi yang lemah lebih mudah menyerah pada

(47)

mempunyai efikasi diri yang kuat akan tetap berusaha meskipun menemui

pengalaman yang menghambat.

Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang untuk mengatur dan

melakukan tindakan-tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mendapatkan

hasil yang akan dicapai. Keyakinan tersebut bertujuan untuk evaluasi individu

terhadap kemampuannya menyelesaikan suatu tugas, mencapai tujuan dan

menghadapi suatu tantangan. Aspek dari efikasi diri adalah tingkat besaran

(magnitude), luas bidang (generality) dan tingkat kekuatan (strength).

D. Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Harapan Terhadap Hasil Swakelola

Pola Makan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II

Diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif yang membutuhkan

penanganan secara berkesinambungan. Penanganan yang dilakukan tidak bisa

untuk menyembuhkan tetapi hanya untuk menghambat komplikasi yang bisa

ditimbulkan. Salah satu penanganan yang efisien dan penting adalah dengan

melakukan swakelola pola makan.

Dalam pengaturan swakelola pola makanan efikasi diri berperan penting

karena efikasi diri dalam swakelola pola makan merupakan keyakinan akan

kemampuan untuk menghadapi kesulitan dalam melakukan swakelola pola makan

(magnitude), untuk menguasai berbagai tugas dalam melakukan swakelola pola

makan (generality) dan kesanggupan untuk terus berusaha melakukan swakelola

(48)

Swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus bertujuan untuk

mengontrol kadar gula dan lipid.dalam darah. Kontrol terhadap gula darah sangat

penting dilakukan guna menghindari komplikasi akut, amputasi jika ada luka

terutama pada kaki dan kematian.

Swakelola pola makanan yang dilakukan oleh penderita DM sangat

membutuhkan motivasi yang tinggi untuk melakukan kontrol terhadap perilaku

makan. Kontrol terhadap perilaku tersebut juga membutuhkan keyakinan akan

hasil dari perilaku makan yang telah dilakukan sehingga penderita DM dapat

berhasil dan mempunyai kepatuhan yang tinggi karena adanya control bagi

perilaku swakelola pola makan.

E. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan positif antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas : efikasi diri

2. Variabel tergantung : harapan terhadap hasil

C. Definisi Operasional

1. Efikasi diri dalam swakelola pola makan.

Efikasi diri dalam swakelola pola makan adalah keyakinan diri penderita diabetes mellitus terhadap kemampuan mereka sendiri untuk mengikuti aktivitas swakelola pola makan yang disarankan. Efikasi diri mempunyai 3 dimensi yaitu:

a. Magnitude

(50)

dilakukannya dan individu yang mempunyai efikasi diri yang rendah akan menghindari melakukan langkah-langkah atau prinsip dasar melakukan swakelola pola makan yang berada di luar batas kemampuan yang dirasakan.

b. Generality

Berkaitan dengan efikasi diri penderita diabetes untuk melakukan swakelola pola makan secara menyeluruh atau beberapa bidang swakelola. Individu yang mempunyai efikasi diri yang tinggi akan yakin untuk bisa melakukan beberapa bidang swakelola pola makan. Sedangkan individu dengan efikasi diri yang rendah, keyakinan akan kemampuannya hanya terbatas pada bidang swakelola pola makan tertentu.

c. Strength

(51)

Blue Print skala efikasi diri adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Blue Print dan Sebaran Item Skala Efikasi Diri Dalam Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II

Materi Favorable Unfavorable Jumlah

Item Magnitude

Keyakinan individu untuk menghadapi kesulitan dalam melakukan prinsip dasar swakelola pola makan

10 10 20

Generality

Keyakinan individu untuk melakukan banyak/ragam langkah-langkah yang harus dilakukan dalam prinsip dasar swakelola pola makan

10 10 20

Strength

Keyakinan individu untuk bertahan dan ulet dalam

melakukan swakelola pola makan

10 10 20

Total Item 30 30 60

Skala efikasi diri tersusun atas pernyataan-pernyataan yang bersifat

favorable dan unfavorable. Pilihan jawaban terdiri dari empat kategori yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk jawaban favorable jawaban Sangat Setuju diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1. sebaliknya untuk pernyataan

(52)

Tabel 2

Pemberian skor skala Efikasi Diri Dalam Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II

Jawaban Favorable Unfavorable

SS 4 1

S 3 2

TS 2 3

STS 1 4

Skor total untuk tiap-tiap subjek diperoleh dengan cara menjumlahkan semua skor tiap pernyataan yang diperoleh subjek. Total skor pada skala ini menunjukkan tingkat efikasi diri subjek ketika melakukan swakelola pola makan. Makin tinggi skor total yang diperoleh subjek berarti makin tinggi tingkat efikasi diri subjek dalam melakukan swakelola pola makan. Sebaliknya makin rendah skor total yang diperoleh subjek berarti makin rendah efikasi diri subjek ketika melakukan swakelola pola makan.

2. Harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II.

Harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II merupakan keyakinan bahwa perilaku pengaturan pola makanan yang dilakukan akan memberikan hasil yang diharapkan. Harapan terhadap hasil menurut Dhalimarta (2001, hal. 47) ada 2 yaitu: a. Tujuan Jangka Pendek (menghilangkan keluhan dan gejala penyakit

(53)

dikeluhkan penderita antara lain: selalu merasa lemas, cepat merasa lapar, pandangan kabur, gatal pada kemaluan (pada penderita wanita), impotensi pada penderita laki-laki dan mengalami luka yang sukar sembuh)

b. Tujuan Jangka Panjang (mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung, ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki, dan sebagainya).

Blue Print skala harapan terhadap hasil adalah sebagai berikut:

Table 3

Blue Print dan Sebaran Item Skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II

Harapan terhadap hasil Favorable Unfavorable Jumlah

Item Tujuan Jangka Pendek

Menghilangkan keluhan khas penyakit diabetes mellitus

10 10 20

Tujuan Jangka Panjang

Mencegah timbulnya penyakit penyulit atau komplikasi

10 10 20

Total Item 20 20 40

(54)

diberi skor 2, Tidak Setuju (TS) diberi skor 3 dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 4.

Tabel 4

Pemberian skor skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II

Jawaban Favorable Unfavorable

SS 4 1

S 3 2

TS 2 3

STS 1 4

Skor total untuk tiap-tiap subjek diperoleh dengan cara menjumlahkan semua skor tiap pernyataan yang diperoleh subjek. Total skor pada skala ini menunjukkan tingkat harapan terhadap hasil ketika melakukan swakelola pola makan. Makin tinggi skor total yang diperoleh subjek berarti makin tinggi tingkat harapan terhadap hasil dalam melakukan swakelola pola makan. Sebaliknya makin rendah skor total yang diperoleh subjek berarti makin rendah tingkat harapan terhadap hasil dalam melakukan swakelola pola makan.

D. Subjek Penelitian

(55)

yang memadai untuk dilakukan penelitian pengambilan sampel dari populasi yang ada dengan menggunakan random sampling dimana peneliti memilih secara acak subjek penelitian sehingga tiap subjek penelitian mempunyai peluang yang sama.

E. Prosedur Penelitian

1. Mempersiapkan skala efikasi diri dan harapan terhadap hasil swakelola pola makan dengan menggunakan metode rating (summated rating) atau skala likert dan memiliki empat alternatif jawaban untuk tiap item.

2. Menetapkan subjek penelitian. Subjek yang diambil adalah pasien rawat jalan poliklinik penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang menderita diabetes mellitus tipe II.

3. Metode pengumpulan data akan dilakukan dengan menyebarkan alat ukur penelitian berupa angket skala efikasi diri dan harapan terhadap hasil swakelola makanan yang telah disiapkan oleh peneliti untuk diisi oleh subjek penelitian. Dalam pengumpulan data peneliti memilih untuk membacakan pertanyaan dalam kuesioner karena bagi mereka yang menderita diabetes mellitus berusia lebih dari 40 tahun dengan kondisi badan yang cenderung dalam keadaan sakit, lelah dan sebagian besar dari mereka mengalami gangguan penglihatan.

4. Melakukan uji validitas dan reliabilitas skala efikasi diri dan harapan terhadap hasil swakelola pola makan.

(56)

dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan pada penderita diabetes mellitus tipe II.

6. Membuat kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan dari analisis data yang diperoleh. Peneliti akan membahas hasil penelitian tersebut.

F. Uji Coba Alat Ukur

1. Pengujian Alat Ukur

Penelitian ini menggunakan tryout terpakai dimana hasil dari uji coba item langsung digunakan sebagai sumber data dengan ketentuan item yang lulus uji coba yang digunakan sebagai sumber data. Hal ini dilakukan oleh peneliti karena dari sekian banyak pasien yang menjalani rawat jalan sebagian besar menolak untuk menjadi subjek penelitian. dilakukan Uji coba alat ukur dilakukan untuk melihat kualitas item-item dalam skala yang akan digunakan dalam penelitian yaitu skala efikasi diri dan skala harapan terhadap hasil. Alat ukur diujicobakan pada penderita diabetes mellitus tipe II yang menjalani rawat jalan di Instalasi Rawat Jalan Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tanggal 10 Oktober–5 November 2007 dengan jumlah subjek sebanyak 80 orang. Pernyataan pada skala efikasi diri sebanyak 60 item dan pada skala harapan terhadap hasil terdapat 40 item dengan jumlah keseluruhan 100 item yang semuanya digunakan sebagai alat ukur uji coba.

(57)

Tabel 5

Skala Efikasi Diri Sebelum Dilakukan Uji Coba

Materi Favorable Unfavorable Jumlah

Skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Sebelum Dilakukan Uji Coba

Harapan terhadap hasil Favorable Unfavorable Jumlah

(58)

2. Hasil Uji Coba Alat Ukur a. Estimasi Validitas

Validitas adalah ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya, sehingga alat ukur tersebut mampu memberikan hasil ukur sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran maka akan semakin tinggi validitasnya (Azwar, 2003. hal 5). Skala yang hanya mampu mengungkap sebagian dari atribut yang seharusnya atau justru mengukur atribut lain, dikatakan sebagai skala yang tidak valid. Validitas yang digunakan dalam alat ukur penelitian ini adalah validitas isi. Dimana validitas isi ini merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional (Azwar, 2003. hal 45).

b. Seleksi Item

(59)

Berdasarkan analisis korelasi item total tersebut, tidak semua item dalam skala efikasi diri dan skala harapan terhadap hasil lolos seleksi untuk digunakan dalam pengambilan data penelitian. Melalui analisis korelasi item total untuk skala efikasi diri terdapat 7 item yang tidak lolos seleksi dari total 60 item dan untuk skala harapan terhadap hasil terdapat 6 item yang tidak lolos seleksi dari total 40 item.

Dibawah ini disertakan tabel hasil seleksi skala efikasi diri dan skala harapan terhadap hasil sesudah uji coba

Tabel 7

Hasil Skala Efikasi Diri Sesudah Uji Coba

(60)

Tabel 8

Skala Harapan Terhadap Hasil Swakelola Pola Makan Setelah Uji Coba

Harapan terhadap hasil Favorable Unfavorable Jumlah

Item

Tujuan Jangka Pendek

Menghilangkan keluhan khas penyakit diabetes mellitus

3,4,5,8,9, 12,15,16,18

1,2,3,6,8, 11,12,14

17

Tujuan Jangka Panjang

Mencegah timbulnya penyakit penyulit atau komplikasi

2,6,7,10, 11,13,14,19

4,5,7,9, 16,17,18,19,20

17

Total Item 17 17 34

c. Estimasi Reliabilitas

Untuk mengetahui konsistensi dari skala yang disusun maka dilakukan estimasi reliabilitas. Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa skala cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Hal ini karena skala yang reliabel akan menghasilkan data yang cenderung tetap atau sama berapa kalipun skala itu digunakan. Dalam penelitian ini uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula dari Alpha Cronbach(Sugiyono, 1999. hal 282), bila koefisien >0,6 maka dapat dikatakan bahwa skala yang digunakan tersebut reliabel.

(61)

Alpha dari hasil pengujian skala harapan terhadap hasil adalah 0,9069 (p>0,6), maka skala harapan terhadap hasil yang digunakan tersebut reliabel dan cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data (Azwar, 2006.hal 177).

G. Metode Analisis Data

(62)

BAB IV

PENELITIAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Perizinan penelitian dilakukan dalam rangka mendukung kelancaran

penelitian ini secara administratif. Surat permohonan ijin penelitian dikeluarkan

oleh Dekan Fakultas Psikologi Sanata Dharma Yogyakarta No. KP. 83b yang

dipergunakan sebagai syarat untuk dapat melakukan pengambilan penelitian yang

ditujukan kepada Direktorat Pendidikan dan Penelitian RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan di dalam lingkungan RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta, maka peneliti meminta permohonan izin penelitian ini kepada bagian

Direktorat Pendidikan dan Penelitian RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dengan No.

2522

B. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dalam instansi pemerintah, yaitu di Instalasi

Rawat Jalan Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang

berlokasi di Jalan Kesehatan No. 1 Sleman Yogyakarta. Alasan peneliti memilih

lokasi penelitian di Instalasi Rawat Jalan Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.

Sardjito, adalah fungsi dan perannya sebagai salah satu instansi pemerintah yang

menerima Askes pegawai negeri dan Kartu Keluarga Miskin. Sangat

(63)

memeriksa dan berobat dengan biaya yang lebih terjangkau sehingga bagi mereka

yang menggunakan fasilitas tersebut memilih untuk memeriksakan diri di rumah

sakit tersebut guna keperluan pemeriksaan secara rutin maupun tidak runtin.

Berdasarkan alasan tersebut maka peneliti memilih RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta sebagai tempat penelitian. Untuk Instalasi Rawat Jalan Poliklinik

Penyakit Dalam sendiri mempunyai beberapa bagian yaitu Ruang Periksa

Endokrinologi, Rematologi, dll yang secara spesifik memberikan pelayanan bagi

mereka yang menderita penyakit tersebut. Pada bagian Endokrinologi pasien yang

datang memeriksakan diri sebagian besar mengidap atau menderita diabetes

mellitus tipe I maupun diabetes mellitus tipe II. Penderita Diabetes tipe I dan

pasien yang menderita diabetes tipe II memeriksakan diri untuk pemeriksaan rutin

guna mengontrol gula darah.

C. Statistik Deskriptif

Dari hasil pengumpulan data penelitian diperoleh deskripsi sebagai

berikut:

Tabel 9 Statistik Deskripstif

Mean

N Minimum Maximum Teoritik Empirik

Std. Deviation

Efikasi 80 129 189 159 160,60 12,665

Harapan 80 79 128 103,5 103,74 8,925

(64)

Dari deskripsi data diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian

mempunyai efikasi diri yang cenderung tinggi. Hal ini dapat dilihat dari mean

empirik=160,60>mean teoritik=159. Harapan terhadap hasil pada subjek

penelitian tergolong tinggi, dimana mean empirik=103,74>mean teoritik=103,5.

D. Analisis Data

Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang

meliputi uji normalitas sebaran dan uji linearitas hubungan. Uji asumsi dilakukan

untuk memenuhi syarat uji hipotesis, selain itu uji asumsi juga dilakukan untuk

memperoleh kesimpulan yang tidak menyimpang dari seharusnya.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran data

variabel skala efikasi diri dan variabel skala harapan terhadap hasil swakelola

pola makan. Uji normalitas dilakukan dengan pengujian one sample

Kolmogorov-Smirnov test dengan bantuan program SPSS for windows versi

11. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 10 Hasil Uji Normalitas

p Kolmogorov-Smirnov

Efikasi 0,066 ,200

(65)

Berdasarkan hasil uji normalitas, didapatkan bahwa distribusi sebaran variabel

bebas dan variabel tergantung bersifat normal karena signifikansi kedua

variabel lebih besar daripada 0,05 ( p > 0,05) (Santoso, 2006. hal. 400).

2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara efikasi diri

dengan harapan terhadap hasil swakelola pola makan mengikuti fungsi linear

atau tidak. Uji linearitas ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS

for windows versi 11. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 11 Hasil Linearitas

F Sig.

Efikasi * Harapan Linearity 4,381 ,000

Berdasarkan hasil uji linearitas didapatkan bahwa hubungan antara skor

variabel efikasi diri dan harapan terhadap hasil swakelola pola makan

merupakan garis lurus, karena taraf signifikansi untuk linearitas lebih kecil

daripada 0,05 (p<0,05) (Santoso, 2006. hal. 291).

E. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

teknik korelasi product moment dalam program SPSS for windows versi 11. Hasil

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 4
Tabel 6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang didapatkan yaitu (1) pangan khas Lombok diantaranya Ares, Bebalung, Sate Pusut, Cengeh, Pelecing Kangkung dan Ayam Taliwang; (2) aspek keamanan secara umum

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun

Berdasarkan kriteria kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) (Lampiran 13), lokasi tanam di Bogor memiliki status N tanah rendah. Jika melihat potensi dan

[r]

Persentase kandungan bahan organik total dalam sedimen pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ···

Pada penelitian ini juga dilakukan pengembangan marka molekular berupa gen hormon pertumbuhan ( growth hormone , GH) dan vasa untuk membedakan sel dari ikan

Kelompok kelapa secara bermakna mengkonsumsi ikan lebih banyak dibanding.. kelompok non kelapa yakni 81 gram perhari dibanding 51 gram

persyaratan kelulusan pendidikan yang penulis tempuh di Program Studi D3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret