• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Balance sheet (Neraca)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "1. Balance sheet (Neraca)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Pengertian Laporan Keuangan

Di dalam menjalankan suatu usaha atau bisnis diperlukan adanya pencatatan, meskipun usaha itu kecil tetap diperlukan adanya pencatataan.

Apalagi bila perusahaan yang bersangkutan merupakan perusahaan yang besar, persediaan pencatatan saja tidak cukup. Dan salah satunya mengenai pencatatan semua transaksi yang dihasilkan oleh pencatatan itu adalah laporan keuangan.

Penyusunan Laporan Keuangan tersebut sangat diperlukan oleh setiap badan usaha yang melakukan kegiatan usaha dalam kurun waktu tertentu dan pada umumnya dalam kurun waktu tahunan. Penyusunan laporan keuangan merupakan tahap terakhir di dalam akuntansi. Laporan keuangan harus memenuhi beberapa syarat yaitu relevan, dapat dimengerti, dapat diuji, dapat dibandingkan, dapat dipercaya, lengkap, penyampaiannya tepat waktu, akurat, dan objektif.

Yang dimaksud dengan laporan keuangan menurut Kieso dan W eygandt (2000,) adalah: Bagian dari proses pelaporan keuangan yang merupakan produk akhir dari proses akuntansi yang biasanya meliputi neraca, laporan Iaba rugi, laporan perubahan arus kas, catatan atas laporan keuangan serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut adalah laporan pada saat tertentu dapat disebut sebagai Neraca ( Balance Sheet ) dan laporan keuangan untuk suatu periode tertentu biasa kita kenal sebagai Laporan Rugi Laba.

Menurut Pernyataan S tandar A kuntansi Keuangan (PSAK), laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan. Laporan keuangan untuk tujuan umum termasuk juga laporan keuangan yang disajikan terpisah atau yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan tahunan atau prospektus.

Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan dengan menerapkan PSAK

7

(2)

secara benar disertai dengan pengungkapan yang diharuskan PSAK dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Manajemen perusahaan bertanggungjawab atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan perusahaan. Manajemen harus memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi agar laporan keuangan memenuhi ketentuan dalam Pemyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jika belum diatur dalam PSAK, maka manajemen harus menetapkan kebijakan untuk memastikan bahwa laporan keuangan menyajikan informasi yang:

a. Relevan terhadap kebutuhan para pengguna laporan untuk pengambilan keputusan.

b. Dapat diandalkan, dengan pengertian:

i. Mencerminkan kejujuran penyajian hasil dan posisi keuangan perusahaan;

ii. Menggambarkan substansi ekonomi dari suatu kejadian atau transaksi dan tidak semata-mata bentuk hukumnya;

iii. Netral yaitu bebas dari keberpihakan;

iv. Mencerminkan kehati-hatian; dan v. Mencakup semua hal yang material.

Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas. Di samping itu, informasi berikut ini disajikan dan diulangi, bilamana perlu, pada setiap halaman laporan keuangan harus mencantumkan:

1. Nama perusahaan pelapor atau identitas lain;

2. Cakupan laporan keuangan, apakah mencakup hanya satu entitas atau beberapa entitas;

3. Tanggal atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, mana yang lebih tepat bagi setiap komponen laporan keuangan;

4. Mata uang pelaporan; dan

5. Satuan angka yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan.

Laporan yang dibuat antara awal tahun dan akhir tahun disebut laporan berkala {Interim Financial Statement). Setelah transaksi diidentifikasi, dicatat dan diringkas, maka laporan keuangan harus segera dipersiapkan. Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini:

(3)

1. Balance sheet (Neraca)

Suatu perusahaan harus mengungkapkan informasi mengenai jumlah setiap aktiva yang akaan diterima dan kewajiban yang akn dibayarkan. Neraca adalah jenis laporan keuangan badan usaha yang yang melaporkan jumlah aktiva, kawjiban dan modal yang dimiliki oleh badan usaha di mana kumlah aktiva harus sama denganjumlah kewajiban ditambah dengan jumlah modal dalam suatu periode tertentu. Neraca perusahaan harus disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan berbagai unsur posisi keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Neraca menimal mencakup pos-pos sebagai berikut:

a) Aktiva berwujud;

b) Aktiva tidak berwujud;

c) Aktiva keuangan;

d) Investasi yang diperlakukan menggunakan metode ekuitas;

e) Persediaan;

f) Piutang usaha dan piutang lainnya;

g) Kas dan setara kas;

h) Hutang usaha dan hutang lainnya;

i) Kewajiban yang diestimasi;

j) Kewajiban berbungajangka panjang;

k) Hak minoritas; dan

1) Modal saham dan pos ekuitas lainnya.

2. Income Statement ( Laporan laba rugi)

Laporan laba rugi perusahaan disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan berbagai unsur kineija keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar.

Laporan laba rugi minimal mencakup pos-pos sebagai berikut:

a) Pendapatan;

b) Laba rugi usaha;

c) Beban pinjaman;

d) Bagian dari laba atau rugi perusahaan afiliasi dan asosiasi yang diperlakukan menggunakan metode ekuitas;

e) Beban pajak;

(4)

f) Laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan;

g) Pos luar biasa;

h) Hak minoritas;dan

i) Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan.

3. Owners Equity (laporan perubahan modal)

Perubahan ekuitas perusahaan menggambarkan peningkatan atau penurunan aktiva bersih atau kekayaan selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan keuangan.

Laporan perubahan ekuitas, kecuali untuk perubahan yang berasal dari transaksi dengan pemegang saham seperti setoran modal dan pembayaaran deviden, menggambarkan jumlah keuntungan dan kerugian yang berasal dari kegiatan perusahaan selama periode yang bersangkutan.Perusahaan harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama laporan keuangan yang menunjukkan:

1) Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan;

2) Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta jumlahnya berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung dalam ekuitas;

3) Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan terkait;

4) Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik;

5) Sal do akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya; dan

6) Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio, dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.

4. Statement o f cash Flow (laporan arus kas)

Laporan arus kas suatu perusahaan harus melaporkan arus kas (arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas) selama periode tertentu dan diklasifikasi menurut aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Jika

(5)

digunakan dalam kaitannya dengan laporan keuangan lain, laporan arus kas dapat memberikan informasi yang memungkinkan para pemakai untuk mengevaluasi perubahan dalam aktiva bersih perusahaan, struktur keuangan (termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan untuk mempengaruhi jumlah serta waktu arus kas dalam rangka adaptasi dengan perubahan keadaan dan peluang. Informasi arus kas berguna untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas dan memungkinkan para pemakai mengembangkan model untuk menilai dan membandingkan nilai sekarang dari arus kas masa depan (future cash flow ) dari berbagai perusahaan. Informasi tersebut juga meningkatkan daya

banding pelaporan kineija operasi berbagai perusahaan karena dapat meniadakan pengaruh penggunaan perlakuan akuntansi yang berbeda terhadap transaksi dan peristiwa yang sama.

5. Catatan Atas Laporan Keuangan

Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera di dalam neraca, laporan labaa rugi, laporan arus kas, dan laporan ekuitas serta informasi tambahan seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen.

Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan dalam Pemyataan Standar Akuntansi Keuangan serta pengungkapan-pengungkapan lain yang diprlikan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.

2.2. Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum (dalam hal ini laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan) adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kineija dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban {stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai

(6)

tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan yang m eliputi:

a. Aktiva;

b. Kewajiban;

c. Ekuitas;

d. Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;

e. Arus kas.

Informasi tersebut di atas beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas pada masa depan khususnya dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.

2.3. Pengertian Dan Karakteristik Pajak

Masyarakat pada umumnya sudah mengenai arti kata pajak dan pada umumnya juga memiliki persepsi yang berbeda, sehingga pengertian pajak antara satu orang dengan yang lainpun dapat berbeda pula . Para ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi yang berbeda pula mengenai pajak, namun demikian mempunyai inti dan tujuan yang sama. Menurut Sommerfeld (1992; 10): Pajak adalah suatu pengalihan sumber - sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa mendapat suatu imbalan kembali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya menjalankan pemerintahan. Menurut P r o f.

Dr. Rochm at Soemitro (1990; 12 ) Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak

rakyat kepada negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Sedangkan menurtut Prof. Dr. M .J.H Smeets (1995;26) Pajak

adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma - norma umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa ada kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

(7)

Selain tiga orang ahli di atas, masih banyak yang mengemukakan pengertian dengan bahasa sendiri, namun dari pengertian-pengertian pajak tersebut dapat dikemukakan pengertian dari pajak secara lengkap sebagai berikut: Pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan Undang - Undang, sehingga dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang langsung dan seimbang yang dapat ditunjukkan secara individual dan hasilnya merupakan sumber penerimaan negara yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah, baik pengeluaran rutin, maupun pengeluaran pembangunan. Dari pengertian tersebut di atas, terdapat 4 karakteristik atau ciri - ciri yang melekat pada pengertian pajak, y aitu :

1. Iuran dari sektor swasta kepada sektor negara, artinya : bahwa yang berhak melakukan pemungutan pajak adalah negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, sedangkan yang dipungut adalah pihak swasta dalam pengertian luas.

2. Berdasarkan Undang - Undang, artinya bahwa walaupun negara mempunyai hak untuk memungut pajak, namun pelaksanaanya harus memperoleh persetujuan dari wakil - wakil rakyat, yaitu dengan cara menyetujui Undang - Undang. Oleh karena pemungutan pajak berdasarkan Undang - Undang itu, maka pelaksanaannya dapat dipaksakan.

3. Tanpa imbalan dari negara yang langsung dapat ditunjuk secara individual, artinya bahwa imbalan atau kontra pretasi oleh negara atas pembayaran pajak tersebut tidak diperuntukkan bagi rakyat secara individual dan tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan besamya p ajak .

4. Pajak diperlukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.

Menurut S.I Djajadiningrat (Munawir, 1995, h 3) Pajak dapat dikelompokkan atas berbagai macam, y aitu :

1. Menurut golongannya

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain . contoh : pajak penghasilan.

(8)

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhimya dapat dibebankan atau dilimpahkan pada orang lain. Contoh : PPn

2. Menurut sifatnya

a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau didasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak . Contoh : pajak penghasilan.

b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: PPn dan PPnBM

3. Menurut lembaga pemungutannya

a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya: PPh, PPn, PPn BM, PBB dan Bea Materai.

b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri dari:

> Pajak daerah tingkat I (propinsi), contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

> Pajak Daerah tingkat II (Kabupaten), contoh: Pajak Pembangunan I dan Pajak Penerangan Jalan.

Sistem perpajakan Indonesia menganut Sistem S e lf Assesment berdasarkan Undang-Undang No 7 dan 8 tahun 1983, di mana sesuai dengan Undang- Undang tersebut asas perpajakan yang berlaku Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Asas kegotongroyongan nasional terhadap kewajiban kenegaraan, termasuk membayar pajak.

b. Asas keadilan, dalam pemungutan pajak kewenangan yang dominan tidak lagi diberikan kepada aparat pajak untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar.

c. Asas kepastian hukum, wajib pajak diberikan ketentuan yang sederhana dan mudah dimengerti serta pelaksanaan admininistrasi pemungutan pajaknya tidak birokratis.

(9)

d. Asas kepercayaan penuh, masyarakat diberikan kepercayaan penuh untuk melaksanakan kewajiban pajaknya, termasuk pelaksanaan administrasi perpajakan.

Di dalam S e lf Assesment system ini, wajib pajak diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung kewajiban pajaknya, sehingga dengan berlakunya sistem ini, maka akuntansi dan pembukuan semakin berperan dan mendukung agar penghitungan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan baik.

2.3.1. Pajak Penghasilan

Penghasilan menurut Undang-undang No 10 tahun 1994 pasal 4 ayat 1 tentang pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun. Dalam Undang- undang tersebut yang termasuk dalam kategori penghasilan adalah sebagai berikut:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekeijaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam benuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU in i.

b. Hadiah dari undian atau pekeijaan atau kegiatan dan penghargaan c. Laba usaha.

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk:

i. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

ii. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.

iii. Keuntungan atau likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan / pengambilahlian usaha.

iv. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada saudara sedarah dalam garis lurus sederajat dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan

(10)

sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekeijaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

e. kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. Penerimaan f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang.

g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

h. Royalti.

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

j . Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

k. Keuntungan karena pembebasan utang.

1. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

n. Premi asuransi'

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dan anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekeijaan bebas, sepanjang iuran tersebut ditentukan berdasarkan volume kegiatan usaha atau pekeijaan bebas anggotanya.

p. Pertambahan kekayaan netto yang berasal dari pengahsilan yang belum dikenakan pajak.

Oleh karena itu, penetapan besamya penghasilan sangatlah penting bagi manajemen dan aparat pajak, karena apabila teijadi kesalahan di dalam menetukan besamya penghasilan akan mengakibatkan informasi yang salah. Penetapan yang terlalu besar atau terlau kecil akan mengakibatkan kesalahan di dalam mengambil keputusan. Penghasilan yang telah disebutkan di atas merupakan penghasilan yang masih belum dikurangi dengan biaya yang berhubungan dengan penghasilan tersebut.

(11)

Pajak yang dikenakan karena penghasilan disebut pajak penghasilan. Pajak penghasilan dikenakan atas penghasilan bruto yang diterima oleh wajib pajak setelah dikurangi dengan biaya-biaya, baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung. Yang dimaksud dengan penghasilan bruto adalah penghasilan yang diterima oleh wajib pajak sebelum dikurangi dengan biaya-biaya, baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung, sedangkan pajak penghasilan itu sendiri memiliki pengertian: pajak atas penghasilan yang berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekeijaan atau jabatan, dan jasa. Salah satu objek yang dikenai atas pajak penghasilan adalah karyawan yang bekeija pada suatu badan usaha, di mana pajak yang dikenakan tersebut sesuai dengan Undang-undang Perpajakan dikenakan pasal 21 (PPh 21). Yang termasuk sebagai penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 yakni terdiri dari:

a. Pegawai, yakni setiap orang pribadi yang melakukan pekeijaan kepada pihak lain berdasarkan suatu peijanjian atau kesepakatan keija kedua belah pihak, termasuk yang melakukan pekeijaan di instansi pemerintah dan lembaga negara, boleh sebagai pegawai tetap maupun pegawai Iepas.

b. Penerima pensiun.

c. Penerima honorarium.

d. Penerima upah, baik berupa upah harian, upah mingguan, upah borongan maupun upah satuan.

e. Orang pribadi lainnya yang menerima dan memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekeijaan, jasa, atau kegiatan selain keempat butir di atas pemberi keija.

Sesuai dengan ketentuan perundangan di atas, maka dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan penerima penghasilan salah satunya adalah karyawan atau dapat dikatakan pegawai atau wajib pajak sesuai dengan pajak penghasilan pasal 21 Undang-undang Perpajakan N ol7 tahun 2000. Pegawai adalah setiap orang pribadi, yang melakukan pekeijaan berdasarkan suatu peijanjian atau kesepakatan kerja, baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekeijaan

(12)

dalam jabatan negeri atau Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Pemerintah.

Yang dimaksud dengan pegawai tetap adalah orang pribadi yang bekeija pada pemberi keija yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur dan terus-menerus ikut secara langsung mengelola kegiatan perusahaan. Dalam pasal 21 ayat 3, dijelaskan bahwa terhadap pegawai tetap, besamya penghasilan yang dipotong pajak adalah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak(PTKP).

Dalam pengertian iuran pensiun termasuk juga iuran Tunjangan Hari Tua atau tabungan hari tua yang dibayar oleh pegawai. Sehubungan dengan para pensiunan besamya penghasilan yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Dalam pengertian pensiunan termasuk juga penerima tunjangan hari tua atau tabungan hari tu a .

Pegawai tidak tetap atau yang disebut sebagai tenaga lepas adalah orang pribadi yang bekeija pada pemberi keija yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekeija. Sementara itu dalam pasal 21 ayat 4, diatur tentang besamya penghasilan yang dipotong pajak untuk pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yaitu jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yang besamya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan memperhatikan Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku.

Sedangkan yang dimaksud dengan pegawai dengan status wajib pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh g a ji, honorarium , dan atau imbalan lain sehubungan dengan pekeijaan, jasa dan kegiatan .

Penghasilan dapat teijadi sebagai akibat di luar tindakan ekonomi atau di luar suatu peristiwa yang dikaitkan dengan atau dilakukan oleh suatu obyek yang sering menjadi pelaku ekonomi , yang dimaksud dengan subyek pajak adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan

(13)

menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Dalam pasal 2 ayat 1, Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-02 /PJ /1995 dirinci subyek pajak sebagai berikut:

1) Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi

a. Subyek pajak pribadi, meliputi wajib pajak yang bertempat tinggal di dalam negeri maupun luar negeri yang mempunyai penghasilan di Indonesia.

b. Subyek pajak warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, wajib pajak yang telah memperoleh NPWP meninggal dunia dan meninggalkan warisan yang belum terbagi tersebut dalam kedudukannya sebagai subyek pajak secara otomatis memperoleh NPWP yang sesuai dengan NPWP wajib pajak yang meninggal.

2) Subyek pajak badan, yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, persaeroan lainnya, BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun dan bentuk usaha lainnya.

3) Bentuk Usaha Tetap, usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia yang antara lain berupa:

■ Tempat kedudukan manajemen

■ Cabang perusahaan

■ Kantor perwakilan

■ Gedung kantor

■ Pabrik

■ Bengkel

■ Pertambangan dan penggalian sumber alam

■ Perikanan, petemakan, pertanian, perkebunan

■ Proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan

■ Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan

(14)

■ Orang / badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas

■ Agen atau pegawai perusahaan asuransi yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia.

Selain itu , subyek pajak dapat dibedakan pula menurut pasal 2 ayat 2, sebagai berikut:

1) Subyek Pajak dalam negeri yang terdiri atas (pasal 2 ayat 3):

a. Subyek pajak orang pribadi, yaitu:

■ Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan

■ Orang pribadi yang dalam tahun pajak berada di Indonesia dan punya keinginan untuk tinggal di Indonesia

■ Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

■ Subyek pajak warisan, yaitu: warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan\, menggantikan yang berhak.

2) Subyek pajak luar negeri yang terdiri atas (pasal 2 ayat l{) a. Subyek pajak orang pribadi, yaitu

Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia meski bukan dari menjalankan usaha / pekeijaan.

b. Subyek pajak b ad an , yaitu :

Badan yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan Di Indonesia yang :

* Menjalankan usaha / kegiatan melalui BUT di Indonesia

■ Menerima / memperoleh penghasilan di Indonesia tidak melalui BUT di Indonesia

Subyek pajak luar negeri tidak diwajibkan menyerahkan S P T .

Sesuai dengan Undang-undang perpajakan NO 17 tahun 2000, yang tidak termasuk dalam subyek pajak adalah:

(15)

1) Pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat lain negara asing dengan syarat bukan WNI, di Indonesia tidak menerima/memperoleh penghasilan lain dan berlaku asas timbal balik.

2) Pejabat perwakilan organisasi intemasional yang ditentukan oleh menteri keuangan dengan syarat bukan WNI dan di Indonesia tidak melakukan pekerjaan / kegiatan usaha.

2.3.2. Pemotong PPh Pasal 21

Sesuai dengan UU Perpajakan No 17 tahun 2000, pemotong pajak PPh pasal 21 dan atau PPh pasal 26 , yang selanjutnya disingkat Pemotong Pajak ad alah :

1) Pemberi keija yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit, bentuk usaha tetap, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekeijaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

2) Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya dan kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama apapun sehubungan dengan pekeijaan atau jabatan, jasa dan kegiatan.

3) Dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Keija, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.

4) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekeijaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas namanya persekutuannya.

(16)

5) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak luar negeri.

6) Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan) lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya dalam bentuk apapun dalam segala bidang kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.

7) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan.

8) Penyelenggara kegiatan(termasuk badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi intemasional,. perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan) yang menbayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

2.3.3. Pengecualian Sebagai Pemotong Pajak

Pasal 21 ayat 2 menyatakan bahwa badan perwakilan negara asing dan organisasi intemasional tidak termasuk sebagai pemotong pajak walaupun badan tersebut memberikan imbalan kekaryaan (penghasilan) kepada orang pribadi. Hal ini selain sesuai dengan kelaziman intemasional untuk tidak memasukkan badan tersebut ke dalam sistem pajak, juga karena pada umumnya orang pribadi penerima imbalan juga dikecualikan dari pengenaan pajak di negara sumber (tempat pelaksanaan tugas).

Walaupun orang yang dimaksud memenuhi kriteria Wajib Pajak dalam negeri (menurut UU PPh), namun mereka dikecualikan dari subjek pajak karena sesuai dengan kelaziman intemasional (Konvensi Wina) untuk tujuan perpajakan dianggap sebagai residen di negara pengirim dan dikenakan pajak di sana. Hal demikian berlaku Resiprositas terhadap orang Indonesia yang bekerja di kedutaan besar Indonesia di luar negeri. Sementara itu, untuk orang Indonesia yang berada

(17)

di kedutaan besar Indonesia di luar negeri dan yang bekerja di badan-badan tersebut tetap dikenakan pajak dan mereka harus menyelesaikan kewajibannya berdasar sistem self assesment (menghitung, membayar, serta melapor dengan SPT sendiri) dan melaporkannya ke kantor pajak yang bersangkutan.

2.3.4. Penghasilan Yang Dipotong Pajak

Sesuai dengan UU perpajakan No 17 tahin 2000, penghasilan yang dapat dipotong pajak penghasilan pasal 21 adalah:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang, pensiun bulanan, upah honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pegawai), premi bulaman, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan khusus, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, hadiah, premi asuransi yang dibayar pemberi keija dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali dalam setahun.

3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan.

4. Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua atau Tunjangan Hari Tua (THT), uang pesangon, dan pembayaran lain yang sejenis.

5. Honorarium, uang saku, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri.

6. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama dan bentuk apapun yang diberikan oleh bukan (yang dikecualikan sebagai) wajib pajak.

7. Imbalan kepada tenaga ahli : pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, dan penilai.

(18)

8. Imbalan lain-lain, yang diterima oleh kolpotir iklan, pengawas, jasa kepanitiaan, peserta sidang/rapat, tenaga lepas, penemu pesanan, penemu langganan, peserta perlombaan, seniman, olahragawan, pengajar, peneijemah, moderator, pemgarang, peneliti, pemberi jasa komputer, telekomunikasi, fotografi, petugas penjaja barang dagangan, dan pemasaran, petugas asuransi, distributor perusahaan multilevel marketing, peserta pelatihan/ pemagangan/

pendidikan.

2.3.5. Tidak Termasuk Dalam Pengertian Penghasilan Yang Dipotong PPh 21 Pajak penghasilan pasal 21 bukanlah jenis pajak baru. Pajak ini hanya merupakan salah satu instrumen dalam sistem pemungutan (pembayaran) pajak dan sistem tersebut melibatkan partisipasi pihak ketiga (pemberi keija) untuk ikut berperan serta di dalam sistem perpajakan (outsourcing), sehingga sasaran pengenaan pajaknya adalah sama yaitu penghasilan .Penghasilan dijadikan sasaran pengenaan pajak dengan alasan (1) Kemungkinan memperoleh penerimaan negara dalam jumlah besar, dan (2) Pada waktu yang sama dapat didesain sedemikian rupa untuk mencapai tujuan sosial ekonomis dan politik maupun tujuan lainnya .Selaras dengan ketentuan pasal 4 UU Perpajakan No 17 tahun 2000, penghasilan sebagai objek potong PPh pasal 21 adalah semua penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh dari jasa kekaryaan, kecuali ditentukan lain. Dari objek pajak yang telah disebutkan di atas, ada sebagian yang tidak dapat dikatakan sebagai objek pajak karena ada beberapa objek pajak yang sudah dikenakan pajak final.

Yang tidak termasuk di dalam pengertian penghasilan yang dipotong pajak penghasilan pasal 21 adalah :

1. Pembayaran asuransi dari asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwi guna dan asuransi bea siswa.

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan wajib pajak.

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan penyelenggara Taspen serta iuran Tabungan

(19)

Hari Tua dan Tunjangan Hari Tua (THT) kepada badan penyelenggara Taspen dan Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.

4. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh pemerintah.

5. Kenikmatan berupa pajak yang harus ditanggung oleh pemberi kerja.

6. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau Iembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

2.3.6. Pengurangan YangDiperbolehkan

Berdasarkan UU Perpajakan No. 17 tahun 2000 pengurangan atas penghasilan bruto yang diperbolehkan adalah sebagai berikut:

1. Untuk menentukan besamya penghasilan neto pegawai tetap, maka penghasilan bruto dikurangi dengan:

a. Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang besamya 5% dari penghasilan bruto, setinggi- tingginya Rp 1.296.000,- setahun atau Rp 108.000,- sebulan.

b. Iuran yang terkait pada gaji kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menkeu dan penyelenggara Taspen serta iuran THT atau tujangan THT kepada badan penyelenggara Taspen dan Jamsostek yang dibayar oleh pegawai.

2. Untuk menentukan besamya penghasilan netto penerima pensiun, penghasilan bruto berupa uang pensiun dikurangi biaya pensiun, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara uang pensiun yang besamya 5% dari penghasilan bruto bempa uang pensiun setinggi-tingginya Rp 432.000,- setahun atau Rp 36.000,- sebulan.

3. Untuk menentukan besamya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari seorang pegawai, penghasilan nettonya dikurangi dengan PTKP yang besamya sebagai berikut:

a. Untuk diri pegawai Rp 2.880.000,- setahun atau Rp 240.000,- sebulan.

b. Tambahan untuk pegawai yang kawin Rp 1.440.000,- setahun atau Rp 120.000,- sebulan.

(20)

c. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan sekeluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang @Rp 120.000,- per orang/ bulan.

4 Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri, dan dalam hal tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri ditambah dengan PTKP untuk sekeluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

5 Bagi karyawati yang menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan diberikan tambahan PTKP sebesar Rp 1.440.000,- dan ditambah PTKP untuk keluarganya.

6 Besamya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun takwin.

Adapun bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwin, besamya PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwin yang bersangkutan.

2.3.7. Tarif Dan Penerapannya

Tarif yang sekarang dipakai untuk menghitung pajak yang dikenakan Wajib Pajak Badan menurut pasal 17 UU No. 7 tahun 2000 adalah :

1. RpO sampai Rp 50.000.000,- X 10%

2. Rp 50.000.000,- sampai Rp 100.000.000,- X 15%

3. Di atas Rp 100.000.000,- X 30%

Sedangkan tarif yang sekarang dipakai untuik menghitung pajak penghasilan karyawan (Orang pribadi) adalah:

1. Rp 0 sampai Rp. 25.000.000,- X 5%

2. Rp 25.000.000,- sampai Rp. 50.000.000,-X10%

3. Rp 50.000.000,- sampai Rp. 100.000.000,-X 15%

4. Rp. 100.000.000,- sampai Rp.200.000.000,-X 25 %

5. Diatas Rp. 200.000.000,- X 35%

(21)

Tarif untuk orang pribadi yang berasal dari luar negeri adalah : 20% X penghasilan bruto.

2.3.8. Tata Cara Perhitungan Pajak Penghasilan

Gaji bruto A

Pengurangan:

1. Biaya jabatan B

( 5% X gaji bruto ), max Rp 108.000,-/bulan

2.Iuran pensiun C

D Penghasilan netto 1 bulan A - D =E Penghasilan netto 1 tahun E X 12 =F

3.PTKP G

Penghasilan kena pajak F - G = H

PPh pasal 21 setahun sesuai dengan pasal 17 H X tarif = I

PPh pasal 21 sebulan I /1 2 =X

Gaji bruto di atas bukan berasal dari gaji yang diterima tiap bulannya tapi bisa ditambah dengan iuran asuransi kecelakaan dan iuran asuransi kematian serta tunjangan - tunjangan yang diberi oleh pemberi keija, total dari pendapatan tersebut baru dapat dikatakan pendapatan bruto dan dikurangi dengan biaya jabatan yang tidak lebih 5% dari penghasilan bruto dan iuran pensiun serta kalau ada iuran THT yang ditanggung oleh karyawan, pengurangan tersebut akan menghasilkan penghasilan bersih kemudian dikurangi dengan PTKP sesuai dengan status karyawan pribadi untuk menghasilkan penghasilan kena pajak yang nantinya dikalikan dengan prosentase atau tarif yang dientukan oleh UU Perpajakan.

(22)

2.3.9. Perbedaan Tunjangan Pajak Yang diberikan Oleh Badan Usaha dengan Pajak Yang Ditanggung Oleh Badan Usaha

Menurut keputusan Direktorat Jenderal Pajak No KEP-02 PJ/ 1995, pajak yang ditangung oleh perusahaan diakui sebagai biaya pajak, sehingga harus dibuatkan koreksi fiskal atas laba kena pajak badan usaha yang bersangkutan.

Sedangkan pajak yang harus ditanggung oleh badan usaha tersebut, bagi karyawan bukan merupakan penghasilan, demikian juga dengan biaya makan, transport dan biaya lainnya yang merupakan kenikmatan dalam bentuk natura.

Tetapi bila badan usaha mengganti biaya pajak dengan tunjangan, maka bagi karyawan tunjangan tersebut merupakan suatu penghasilan sehingga penghasilan karyawan tersebut akan meningkat dan secara otomatis pajak penghasilan yang harus dibayarkan juga akan meningkat. Perbedaan tunjangan pajak yang diberikan oleh badan usaha dengan pajak yang ditanggung oleh badan usaha adalah:

■ Tunjangan pajak yang diberikan oleh badan usaha kepada pegawai

Sejumlah tunjangan yang diberikan kepada pegawai dalam bentuk uang atau penghasilan untuk membayar pajak penghasilan, di mana tunjangan tersebut dapat menambah penghasilan karyawan. Dalam hal ini besamya tunjangan pajak yang diberikan kepada pegawai dapat diakui sebagai beban oleh perusahaan sehingga laba perusahaan juga akan semakin kecil dan secara otomatis dapat berdampak pada pajak yang dibayar oleh pihak pemsahaan juga semakin kecil.

Altematif manajemen perusahaan bagi pajak yang ditanggung/dibayar perusahaan dengan menggunakan metode gross-up, yaitu suatu metode untuk menentukan besamya tunjangan pajak, sehingga tunjangan pajak yang diberikan pemberi kerja sama besamya dengan pajak penghasilan yang dibayar oleh penerima penghasilan. Bagi perusahaan tunjangan pajak tersebut bisa mengurangi penghasilan brutonya dan karyawan tetap tidak membayar pajak.

Menurut Gustian Djuanda dan Irwansyah Lubis (Pelaporan Pajak Penghasilan,2001, h 97-98) metode gross-up untuk menentukan tunjangan pajak atas dasar Penghasilan Kena Pajak (PKP), harus memilih di lapisan mana metode gross-up digunakan adalah :

(23)

Lapisan ke-1 - PKP X 5%

0.95

Lapisan ke-2 = (PKP X 10%) - Rp. 1.250.000,- 0.90

Lapisan ke-3 = (PKP X 15%) - Rp 3.750.000,- 0.85

Lapisan ke-4 = (PKP X 25%) - Rp. 13.750.000,- 0.75

Lapisan ke-5 = (PKP X 35%) - Rp. 33.750.000,- 0.65

■ Pajak yang ditanggung oleh badan usaha

Sejumlah pajak yang dikenakan atas penghasilan pegawainya yang ditanggung dan dibayarkan oleh badan usaha sehingga pegawai menerima penghasilan netto tanpa dipotong lagi dengan pajak penghasilan. Dalam hal ini besamya pajak ditanggung oleh badan usaha, dan menurut Undang Undang perpajakan tidak dapat diakui sebagai beban oleh badan usaha.

2.3.10 Implikasi Terhadap Laporan Laba Rugi Fiskal Badan Usaha

Kesalahan di dalam penghitungan pajak penghasilan karyawan badan usaha dapat berpengaruh pada Laporan laba rugi fiskal badan usaha. Hal tersebut juga dapat juga berpengaruh pada penghitungan pajak yang akan dibayar oleh badan usaha tersebut. Semakin tinggi laba suatu badan usaha, maka pajak yang akan dibayarkan oleh badan usaha tersebut juga akan semakin besar, demikian juga sebaliknya bila laba badan usaha semakin kecil, maka pajak yang akan dibayar oleh badan usaha juga akan semakin kecil. PPh terutang badan dapat dihitung dari besamya laba kena pajak dari laporan laba rugi fiskal perusahaan, yang kemudian dihitung berdasarkan tarif yang berlaku sesuai dengan Undang- Undang Perpajakan No 17 tahun 2000.

Referensi

Dokumen terkait

Orang yang diambil darahnya atau pemberi darah disebut donor, sedangkan orang yang menerima darah atau penerima darah disebut resipien.. Pada saat tranfusi

Pemberi Gratifikasi yang selanjutnya disebut pemberi adalah para pihak, baik perseorangan, sekelompok orang badan hukum atau badan usaha Pejabat/Pegawai maupun

/PJ/2014 tentang Tata Cara Penyampaian 8FT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menggunakan Formulir 17708 atau 177088 Secara e-Filing dan Merupakan Pegawai Tetap Pada

Pegawai Tidak Tetap adalah orang Pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Unit Pelaksana Teknis Pusat Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten

Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, bukan pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun dikenakan tarif Pasal

Tata Cara Penghitungan Tata Cara Penghitung an Pegawai Tetap Penghasilan di Akhir Masa Kerja Pegawai Tidak Tetap dan Tenaga Kerja Lepas Bukan Pegawai Peserta Kegiatan

Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (WPOP DN) yang menerima/memperoleh imbalan dari Pihak Tertentu sehubungan dengan penyerahan jasa selain jasa yang telah

21-100-10 Honorarium atau Imbalan Kepada Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap. 21-100-08 Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang