• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Jumlah pekerjaan yang dijadwalkan, yaitu jumlah pekerjaan yang akan diproses, 2. Waktu yang diperlukan untuk tiap proses 3. Jumlah mesin dan atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "1. Jumlah pekerjaan yang dijadwalkan, yaitu jumlah pekerjaan yang akan diproses, 2. Waktu yang diperlukan untuk tiap proses 3. Jumlah mesin dan atau"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

4 2.1. Penjadwalan

Operasi manufakturing harus dijadwalkan agar item-item diproduksi tepat waktu. Hal ini meliputi waktu saat suatu pesanan harus diselesaikan, pekerjaan apa yang seharusnya diselesaikan atau dijalankan. Pengertian dari penjadwalan produksi merupakan suatu proses pengalokasian sumber-sumber untuk menyelesaikan sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu. Jadi fungsi dari penjadwalan adalah sebagai alat pengambil keputusan untuk menetapkan suatu jadwal produksi yang baik.

Adapun tujuan secara umum dari suatu penjadwalan produksi adalah:

Meningkatkan penggunaan sumber daya atau mengurangi idle time capacity dari sumber daya, sehingga total waktu proses dapat berkurang dan produktivitas dapat meningkat.

• Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah pekerjaan yang menunggu dalam antrian.

• Mengurangi beberapa keterlambatan pada pekerjaan yang mempunyai batas waktu penyelesaian.

• Membantu dalam mengambil keputusan mengenai perencanaan kapasitas dan jenis kapasitas yang dibutuhkan, sehingga penambahan biaya yang mahal dapat dihindarkan.

Dengan menggunakan metode penjadwalan yang baik, maka akan mampu memberikan petunjuk sekaligus menjadi kendali didalam pelaksanaan proses produksi. Sistem penjadwalan akan dapat memutuskan bagaimana seharusnya urutan-urutan job yang akan dikerjakan pada setiap mesin, sedangkan sebagai kendali pelaksanaan proses produksi, sistem penjadwalan dapat memberikan informasi mengenai kapan seharusnya masing- masing job dimulai dan berakhir.

Tak luput pula informasi waktu seharusnya suemua job yang ada telah selesai dikerjakan. Dengan kata lain, penjadwalan berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses produksi agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Beberapa faktor yang dapat menggambarkan karakteristik suatu penjadwalan produksi adalah:

(2)

1. Jumlah pekerjaan yang dijadwalkan, yaitu jumlah pekerjaan yang akan diproses,

2. Waktu yang diperlukan untuk tiap proses 3. Jumlah mesin dan atau operasi pada workshop 4. Pola fasilitas manufaktur (flowshop, jobshop)

5. Pola kedatangan pekerjaan pada fasilitas manufaktur (statis, dinamis)

Sebelum melakukan penjadwalan, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan terlebih dahulu. Pertama adalah mengetahui jumlah barang yang harus diproduksi, selanjutnya bagaimana menyediakan sumber-sumber yang diperlukan.

Setelah proses tersebut dilakukan, maka dapat melakukan suatu penjadwalan.

Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam penjadwalan:

? Loading adalah pembebanan dilakukan dengan menugaskan job-job pada fasilitas/peralatan/operator tertentu, dimana melibatkan penyesuaian dengan kapasitas yang tersedia.

? Sequencing adalah pengurutan penugasan tentang job-job mana yang akan diprioritaskan untuk diproses dahulu pada suatu fasilitas tertentu.

? Dispatching rule adalah merupakan aturan prioritas kerja tentang job-job mana yang diseleksi dan diprioritaskan untuk diproses, biasanya akan didekati dengan suatu algoritma tertentu.

Berikut adalah beberapa poin penting dalam sebuah penjadwalan:

• Processing time (Pij) adalah waktu penyelesaian dari job j pada suatu mesin i yang meliputi waktu proses dan waktu set up, apabila mesin memerlukan proses set up terlebih dahulu.

• Flow time (fj) adalah rentang waktu antara saat pekerjaan tersedia atau dapat dimulai dan saat pekerjaan selesai.

• Completion time (Cj) adalah rentang waktu antara saat pekerjaan dimulai sampai dengan pekerjaan selesai.

• Due date (dj) adalah batas waktu penyelesaian dari job j, merupakan batas waktu yang kita janjikan kepada konsumen.

• Release date (rj) adalah waktu mulai paling awal dari suatu job j untuk dapat diproses.

(3)

• Weight (wj) adalah bobot dari job j yang merupakan faktor prioritas dalam proses pengerjaan. Bobot disini dapat berupa holding cost, atau dalam bentuk- bentuk lainnya.

Adapun tujuan penjadwalan adalah untuk mengoptimalkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria-kriteria performance tersebut dapat berupa:

a. Minimasi makespan.

Makespan ( Cmax) adalah completion time dari job terakhir yang meninggalkan sistem.

b. Minimasi mean flowtime.

c. Minimasi mean lateness of job.

Lateness (Lj) adalah penyimpangan antara waktu penyelesaian pekerjaan dengan batas waktu yang ditetapkan (Cj-dj).

d. Mean tardiness of jobs.

Tardiness (Tj) adalah keterlambatan penyelesaian suatu job, terjadi bila nilai lateness positif (+).

e. Minimasi waktu idle mesin.

Masih banyak lagi kriteria-kriteria performance yang bisa dicapai, selain beberapa hal diatas. Namun, perlu diketahui pula, bahwa tidak menutup kemungkinan adanya penggabungan tujuan yang ingin dicapai, yang berarti pula memungkinkan adanya modifikasi metode- metode penjadwalan yang sudah baku.

2.2. Desain Database

Pengertian database berkembang sejak awal hingga sekarang. Secara umum, database adalah merupakan sekumpulan data yang saling berinteraksi satu sama lain. Dari sisi developer, database diartikan sebagai sekumpulan data yang diatur dan dikontrol secara khusus, digunakan dalam suatu perusahaan, untuk menyimpan informasi yang digunakan oleh server. Dengan demikian tujuan dari database adalah untuk menyimpan semua data dan memproses data dengan menggunakan sistem terkomputerisasi.

Pada awal mendesain suatu proses, sangatlah penting untuk mengetahui beberapa aspek yang menjadi dasar utama dari desain suatu proses. Dengan

(4)

menggunakan model Entity-Relationship, maka aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah:

• Entity, adalah sesuatu yang mempunyai keberadaan, baik fisik maupun konsepsual didunia nyata. Dalam entity sendiri terdapat primary key, yakni suatu kumpulan field yang digunakan untuk mengidentifikasi sebuah record dalam suatu tabel.

• Atribut, yang akan menjelaskan sebuah entity

• Relationship, digunakan untuk mendefinisikan relasi antara dua entity.

Ada 3 macam dari relasi ini, yakni:

a. One to one relationship

Dikatakan memiliki relationship ini apabila kedua entity saling menentukan. Sebagai contoh:

Entity A (A1, A2)

A1 berfungsi sebagai atribut sekaligus primary key, sedangkan A2 berfungsi sebagai atribut yang menjelaskan entity A.

Entity B (B1, B2)

B1 berfungsi sebagai atribut sekaligus primary key, sedangkan B2 berfungsi sebagai atribut yang menjelaskan entity B.

Maka entity A menentukan B, dan B menentukan A.

b. One to many relationship

Dikatakan memiliki relationship ini apabila salah satu entity menentukan entity yang lainnya. Sebagai contoh:

Entity A (A1, A2)

A1 berfungsi sebagai atribut sekaligus primary key, sedangkan A2 berfungsi sebagai atribut yang menjelaskan entity A.

Entity B (B1, B2)

B1 berfungsi sebagai atribut sekaligus primary key, sedangkan B2 berfungsi sebagai atribut yang menjelaskan entity B.

Maka A tidak menentukan B, namun B menentukan A.

c. Many to many relationship

Dikatakan memiliki relationship ini apabila kedua entity tidak terelasi secara fungsional. Sebagai contoh:

(5)

Entity A (A1, A2)

A1 berfungsi sebagai atribut sekaligus primary key, sedangkan A2 berfungsi sebagai atribut yang menjelaskan entity A.

Entity B (B1, B2)

B1 berfungsi sebagai atribut sekaligus primary key, sedangkan B2 berfungsi sebagai atribut yang menjelaskan entity B.

Maka A tidak menentukan B dan B tidak menentukan A.

2.3. Pengukuran waktu baku dengan metode Stop Watch Time Study

Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaikan secara efisien apabila waktu penyelesaiannya berlangsung paling singkat. Adapun, untuk dapat menghitung waktu baku, maka perlu diterapkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengukuran kerja. Pengukuran waktu kerja ini berhubungan sekali dengan usaha yang diperlukan untuk mendapatkan waktu baku yang dibutuhkan. Pengertian dari Waktu Baku sendiri adalah merupakan waktu yang dibutuhkan seseorang operator untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan tingkat kemampuan rata-ratanya, dimana dalam waktu baku ini telah meliputi kelonggaran waktu dan juga memperhatikan kondisi dan situasi dari tempat kerja yang digunakan. Hasilnya adalah bahwa waktu baku ini dapat digunakan untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang diperlukan.

Ada berbagai macam metode pengukuran waktu kerja. Salah satu metode pengukuran waktu kerja adalah dengan menggunakan jam henti atau stop watch yang diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor pada sekitar abad 19.

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa metode yang satu ini baik sekali diaplikasikan untuk pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang- ulang.

Secara garis besar, langkah ya ng diperlukan untuk melakukan pengukuran waktu kerja dengan metode stop watch time study ini adalah sebagai berikut:

2.3.1. Persiapan awal pengukuran waktu kerja

Dalam hal ini yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah dengan mendefinisikan pekerjaan yang akan diukur waktunya dan juga menetapkan tujuan pengukuran kerja. Dalam pengukuran waktu kerja, hal- hal penting yang

(6)

harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran tersebut akan digunakan atau dimanfaatkan dalam kaitannya dengan proses produksi. Adapun waktu kerja yang dibakukan hendaknya merupakan waktu kerja yang diperoleh dari kondisi dan metode kerja yang baik.

2.3.2. Membagi operasi kerja dalam elemen kerja dan melakukan pengukuran dan pencatatan waktu kerja

Langkah yang perlu dilakukan selanjutnya adalah dengan membagi operasi kerja menjadi elemen kerja yang sedetail-detailnya, sehingga mampu untuk diukur dengan mudah secara terpisah. Dengan membagi ke dalam elemen- elemen kerja, maka akan dapat dianalisa waktu yang berlebihan untuk tiap-tiap elemen yang ada atau waktu yang terlalu singkat untuk elemen kerja yang lain.

Sedangkan dalam pengukuran elemen-elemen kerja dengan menggunakan jam henti, terdapat 3 metode pengukuran, yakni pengukuran waktu secara terus- menerus (continuous timing), penguk uran waktu secara berulang-ulang (repetitive timing) dan pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative timing).

2.3.3. Melakukan pengujian kenormalan data

Langkah selanjutnya apabila telah dilakukan pengambilan data, maka perlu diadakan suatu pengujian apakah data tersebut normal atau tidak. Uji kenormalan data dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov, dan dengan bantuan software Minitab. Adapun uji hipotesanya adalah sebagai berikut:

H0: distribusi waktu = distribusi normal (data berdistribusi normal)

H1: distribusi waktu ≠ distribusi normal (data tidak berdistribusi normal) Tolak H0 apabila Pvalue < α

2.3.4. Menganalisa keseragaman data

Analisa keseragaman perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum data yang diperoleh digunakan untuk menetapkan waktu baku. Penganalisaan keseragaman data bisa dilakukan dengan cara visual dan atau mengaplikasikan peta kontrol. Hal yang perlu dilakukan adalah dengan mengidentifikasikan data yang `ekstrim`,

(7)

yakni data yang terlalu besar atau terlalu kecil sehingga jauh menyimpang dari trend rata-ratanya. Peta kontrol (control chart) menjadi suatu alat yang tepat guna menguji keseragaman datanya. Uji keseragaman dapat dilakukan dengan menggunakan Batas kontrol atas (BKA) dan Batas kontrol bawah (BKB) yang dapat dihitung sebagai berikut:

(2.1) Diketahui X adalah rata-rata (mean) dari data ; dan σ adalah standar deviasi, sedangkan harga 1.96 diperoleh berdasarkan tabel distribusi normal, dimana untuk tingkat kepercayaan 95% maka harga k adalah 1.96. Apabila ada data yang diperoleh melewati BKA dan BKB dengan rumus penghitungan diatas, maka data tersebut dibuang dan tidak digunakan di dalam penghitungan waktu baku.

2.3.5. Melakukan pengujian kecukupan data

Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan elemen-elemen kerja pada umumnya akan berbeda dari siklus ke siklus kerja. Hal ini dapat terjadi meskipun operator bekerja dalam kecepatan normal, namun tiap-tiap elemen dalam siklus yang berbeda tidak selalu akan bisa diselesaikan dalam waktu yang persis sama.

Variasi dari nilai waktu ini bisa terjadi dan disebabkan oleh berbagai hal. Semakin kecil variasi atau perbedaan data waktu yang ada, maka jumlah pengukuran atau pengamatan yang harus dilakukan juga akan semakin kecil. Sebaliknya juga, apabila semakin besar variabilitas dari data waktu pengukuran, akan menyebabkan jumlah siklus kerja yang diamati juga akan semakin besar sehingga dapat diperoleh ketelitian yang dikehendaki. Untuk meneliti apakah jumlah pengamatan telah memenuhi syarat, dapat dilakukan dengan pengecekan mela lui rumus sebagai berikut untuk syarat N ≥ 30:

(2.2)

2 2 2

) (

) ( ) (

`









= ∑

i

i i

X

X X

s N k N

σ σ 96 . 1

96 . 1

− Χ

= + Χ

= BKB BKA

(8)

Adapun N` adalah jumlah observasi yang seharusnya diambil dan k adalah harga konstanta (z) yang tergantung tingkat kepercayaan. Dalam hal ini untuk tingkat kepercayaan 95%, maka harga k=1.96. Dan s adalah merupakan derajat ketelitian (degree of accuracy), yang biasanya diambil nilai sebesar 5% untuk aktivitas pengukuran kerja. Artinya bahwa sekurang-kurangnya 95 dari 100 harga rata-rata dari waktu yang dicatat/diukur untuk suatu elemen kerja akan memiliki penyimpangan tidak lebih dari 5 %. Apabila N (jumlah pengamatan awal) > N`

(hasil perhitungan), maka jumlah pengamatan awal yang dilakukan telah memenuhi syarat (telah cukup). Namun apabila kondisi yang diperoleh sebaliknya (N`>N), maka perlu dilakukan pengamatan tambahan lagi sedemikian rupa sehingga data yang diperoleh kemudian bisa memberikan tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian sesuai yang diharapkan.

2.3.6. Menetapkan rate of performance kerja

Dengan melakukan rating ini, diharapkan waktu kerja yang diukur bisa

`dinormalkan` kembali. Ketidak- normalan dari waktu kerja ini diakibatkan oleh operator-operator yang bekerja secara kurang wajar, yakni bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak sebagaimana mestinya. Suatu saat dirasakan terlalu lambat, dan disaat lain justru dirasakan terlalu cepat.

Salah satu sistem yang digunakan untuk memberikan rating yang umumnya diaplikasikan dalam aktivitas pengukuran kerja adalah dengan menggunakan Westinghouse system`s rating. Berdasarkan sistem ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi performance. Selain kecakapan (Skill) dan usaha (Effort) yang dinyatakan oleh Bedaux sebagai faktor yang mempengaruhi performance manusia, maka Westinghouse juga menambahkan dengan kondisi kerja (Working condition) dan keajegan (Consistency) operator didalam melakukan aktivitas kerja. Untuk ini, maka Westinghouse telah berhasil membuat suatu tabel performance rating yang berisikan nilai- nilai angka berdasarkan tingkatan yang ada. Dalam menghitung faktor penyesuaian, bagi keadaan yang dianggap wajar diberi harga p =1, sedangkan terhadap penyimpangan dari keadaan ini, maka harga p-nya ditambah dengan angka-angka yang sesuai dengan keempat faktor diatas. Tabel tersebut digambarkan seperti di bawah ini:

(9)

Tabel 2.1

Tabel Performance Ratings dengan sistem Westinghouse

SKILL EFFORT

+0.15 A1 +0.13 A2 +0.11 B1 +0.08 B2 +0.06 C1 +0.03 C2 0.00 D - 0.05 E1 - 0.10 E2 - 0.16 F1 - 0.22 F2

Superskill Excellent Good

Average Fair Poor

+0.13 A1 +0.12 A2 +0.10 B1 +0.08 B2 +0.05 C1 +0.02 C2 0.00 D - 0.04 E1 - 0.08 E2 - 0.12 F1 - 0.17 F2

Superskill Excellent Good

Average Fair Poor

CONDITION CONSISTENCY

+0.06 A +0.04 B +0.02 C 0.00 D - 0.03 E - 0.07 F

Ideal Excellent Good Average Fair Poor

+0.04 A +0.03 B +0.01 C 0.00 D - 0.02 E - 0.04 F

Ideal Excellent Good Average Fair Poor

Sumber : Wignjosoebroto, S. Ergonomi, studi gerak dan waktu. ITS

Adapun untuk menormalkan waktu yang ada, maka hal ini dilakukan dengan jalan mengalikan waktu yang diperoleh dari pengukuran kerja dengan jumlah keempat rating faktor yang dipilih sesuai dengan performance yang ditunjukkan oleh operator. Ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut:

Waktu normal = waktu observasi rata-rata × performance rating (2.3)

2.3.7. Menetapkan allowance time

Allowance time atau kelonggaran waktu diberikan bertujuan untuk memberikan fleksibilitas kepada operator maupun kondisi-kondisi tertentu, seperti keterlambatan material, dan lain- lain. Waktu longgar ini bisa diklasifikasikan menjadi personal allowance, fatigue allowance, dan delay allowance. Personal allowance adalah kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi. Fatigue allowance adalah kelonggaran yang diberikan untuk menghilangkan rasa fatigue.

Rasa fatigue tercermin antara lain adalah dengan menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Untuk delay allowance, didefinisikan sebagai kelonggaran yang diberikan akibat hambatan-hambatan yang tidak terhindarkan.

(10)

Untuk pekerjaan-pekerjaan yang berat dan kondisi kerja yang tidak enak (terutama untuk temperatur tinggi) akan menyebabkan allowance bernilai semakin besar. Penghitungan waktu baku juga memperhitungkan adanya allowance yang diberikan.

2.3.8. Menghitung waktu kerja baku, yakni jumlah total antara waktu normal dengan allowance time

Penghitungan waktu baku diberikan dengan rumus sebagai berikut:

(2.4)

allowance normal

waktu baku

Waktu

× −

= 100%

% 100

Referensi

Dokumen terkait

Hasil menunjukkan bahwa campuran tepung kunyit dan jahe dalam bentuk tanpa enkapsulasi dan dengan enkapsulasi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap

Fungsi trigonometri adalah fungsi yang periodik sehingga tidak satu-satu, jika daerah asalnya dibatasi fungsi trigonometri bisa dibuat menjadi satu- satu sehingga mempunyai

Praktik kewacanaan tagar dalam media sosial Instagram terbentuk dari adanya produksi dan konsumsi teks yang dilakukan oleh pengguna.. Dalam dimensi ini terdapat proses

Dalam beberapa kasus, menjadi social entrepreneur dalam konteks ini mengabdi sebagai volunteer atau amil lembaga zakat belumlah menjadi pilihan utama sebagian

⑤ Dac-Tu Ho, Jingyu Park, and Shigeru Shimamoto, Novel Multiple Access Scheme for Wireless Sensor Network Employing Unmanned Aerial Vehicle, in Proceeding of IEEE/AIAA 29th

Menurut Fakih (2005-4) mendefinisikan perencanaan strategi sebagai upaya yang disiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu

Dari pemilihan proses disebutkan bahwa proses yang digunakan adalah proses Oxo, pembuatan butanol menggunakan bahan baku propilen dan gas sintesa. Proses Oxo dapat diuraiakan

Sedangkan Wayan Ardha (1993) menyebutkan paradigma penelitian TEP adalah historis, diskriptip, eksperiment, penomenologis (penampakan gejala), etno metodologis dan